• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan algoritme centroid contour gradient dan centroid contour distance untuk pengenalan bentuk daun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan algoritme centroid contour gradient dan centroid contour distance untuk pengenalan bentuk daun"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN ALGORITME

CENTROID CONTOUR

GRADIENT

DAN

CENTROID CONTOUR DISTANCE

UNTUK

PENGENALAN BENTUK DAUN

ABDURRASYID HASIM

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ABDURRASYID HASIM. Perbandingan Algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI.

Penelitian ini membandingkan algoritme CCG (Centroid Contour Gradient) dan CCD (Centroid Contour Distance) untuk ekstraksi fitur dalam pengenalan bentuk daun. CCG dan CCD adalah algoritme untuk merepresentasikan bentuk dengan pendekatan berbasis kontur (contour-based). CCG menghitung nilai gradient antar titik sepanjang tepi daun pada setiap interval sudut tertentu sedangkan CCD menghitung jarak titik tengah terhadap titik-titik tepi. Bentuk daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah ellips, cordate, ovate, dan lanceolate. Data yang digunakan sebanyak 200 citra daun dengan jumlah citra masing-masing kelas sebanyak 50. Probabilistic Neural Network digunakan untuk mengklasifikasi bentuk daun. Didapatkan akurasi terbaik CCD sebesar 96.67%, jauh lebih besar dibanding akurasi terbaik CCG sebesar 60.00%.

Kata kunci : Bentuk daun, Centroid Contour Gradient, Centroid Contour Distance

ABSTRACT

ABDURRASYID HASIM. Comparison of Centroid Contour Gradient and Centroid Contour Distance Algorithm for Leaf Shape Recognition. Supervised by YENI HERDIYENI.

This research compares the CCG (Centroid Contour Gradient) and CCD (Centroid Contour Distance) algorithms for feature extraction in leaf shape recognition. CCG and CCD are algorithm of shape representation based on contour. Contour is an important cue for object recognition. CCG calculates gradient between pairs of boundary points corresponding to interval angle while the CCD calculates the distance between the midpoint and the boundary points. Leaf shapes that used in this study are elliptical, cordate, ovate, and lanceolate. We used 200 Indonesian tropical leaf images. Each class consists of 50 images. Probabilistic Neural Network (PNN) is used to classify leaf shape. The experimental result shows that CCD has better accuracy than CCG. The accuracy achieved by CCD and CCG are 96.67 % and 60.00% respectively.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

pada

Departemen Ilmu Komputer

PERBANDINGAN ALGORITME

CENTROID CONTOUR

GRADIENT

DAN

CENTROID CONTOUR DISTANCE

UNTUK

PENGENALAN BENTUK DAUN

ABDURRASYID HASIM

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Penguji :

(7)

Judul Skripsi : Perbandingan Algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun

Nama : Abdurrasyid Hasim

NIM : G64100079

Disetujui oleh

Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MKom MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah pemrosesan citra digital, dengan judul Perbandingan Algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Rake Linggar Anggoro atas bantuan selama implementasi kode program dan Solecha Rahmawati yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance

Probabilistic Neural Network

Centroid Contour Gradient (CCG) 10 

Perubahan Ukuran Daun terhadap CCG 15 

Probabilistic Neuron Network untuk CCG 16 

Centroid Contour Distance (CCD) 16 

(10)

Probabilistic Neuron Network untuk CCD 19 

SIMPULAN DAN SARAN 20 

Simpulan 20 

Saran 20 

DAFTAR PUSTAKA 20 

(11)

DAFTAR TABEL

1 Akurasi PNN untuk CCG 16

2 Confusion matrix untuk PNN kasus 36 ciri 16

3 Akurasi PNN untuk CCD 19

4 Confusion matrix untuk PNN kasus 19 ciri 19 

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk-bentuk daun menurut Benson (1957) 3 

2 Contoh operasi dilasi dan erosi 4 

3 Contoh deteksi tepi Canny 5 

4 Illustrasi pendekatan CCD 5 

5 Diagram alir penelitian 7 

6 Illustrasi deteksi titik-titik tepi 8 

7 Tahap praproses mulai dari citra asli (kiri), citra dengan latar belakang terpisah dan posisi tegak (tengah), dan citra setelah threshold (kanan) 9 

8 Proses deteksi tepi Canny 10 

9 CCG dengan θ=10° (kiri) dan θ=5° (kanan) 10 

10 Grafik nilai gradient pada tiap titik 11 

11 CCG merepresentasikan bagian terlebar daun ellips dan cordate 11  12 Grafik CCG dari ovate (kiri) dan lanceolate (kanan) 12  13 Representasi CCG dari 50 daun ellips dan 6 sampel daun ellips 12  14 Representasi CCG dari 50 daun cordate dan 6 sampel daun cordate 12  15 Representasi CCG dari 50 daun ovate dan 6 sampel daun ovate 13 

16 Grafik CCG untuk ovate dan cordate mirip 13 

17 Representasi CCG dari 50 daun lanceolate dan 6 sampel daun

lanceolate 14 

18 Nilai gradient sensitif pada kontur curam 14 

19 Rata-rata nilai gradient untuk setiap kelas 15 

20 Daun ellips A dan ellips B beserta grafik CCG-nya 15  21 Grafik CCD dari 50 data untuk kelas ellips (a), cordate (b), ovate (c),

lanceolate (d) 17 

22 Grafik CCD untuk ovate dan cordate berbeda 18 

23 Rata-rata nilai CCD untuk setiap kelas 18 

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerusakan alam di Indonesia kini semakin parah. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, pada tahun 2009 laju kerusakan hutan produksi mencapai 1,08 juta hektar per tahun (Harjono 2009). Dengan pertumbuhan populasi manusia dan perubahan iklim, kepunahan tumbuh-tumbuhan di Indonesia bukan tidak mungkin akan menjadi kenyataan dalam beberapa tahun ke depan. Kegiatan konservasi alam menjadi kebutuhan yang mendesak demi terjaganya kelestarian alam Indonesia. Mengidentifikasi spesies tumbuhan baru atau langka adalah salah satu bentuk dari kegiatan konservasi. Dengan cara identifikasi konvensional, mengidentifikasi tumbuhan terkadang menjadi suatu hal yang sulit dan hanya bisa dilakukan oleh ahli tumbuhan yang terlatih. Karena itu diperlukan teknologi pemrosesan citra untuk mempermudah hal tersebut.

Dalam bidang pemrosesan citra, daun adalah bagian tumbuhan yang paling sering digunakan untuk identifikasi karena mudah diambil fotonya dan relatif mudah dianalis (Cerruti et al. 2011). Daun adalah bagian tumbuhan yang menjadi fitur dasar dalam identifikasi tumbuhan. Jenis daun dapat dideskripsikan berdasarkan bentuk daun, tepi daun, venasi, tekstur, warna, ujung daun dan pangkal daun. Berdasarkan bentuknya, daun dikelompokkan menjadi 20 kelas (Benson 1957). Setiap kelas bentuk daun memiliki karakteristik yang khas. Untuk merepresentasikan bentuk suatu objek, terdapat dua teknik pendekatan yaitu berbasis kontur (contour-based) dan berbasis wilayah (region-based). Pendekatan berbasis kontur hanya memanfaatkan informasi yang terdapat pada kontur tepi sedangkan pendekatan berbasis wilayah melibatkan seluruh bagian dari suatu objek (Zhang dan Lu 2004). Algoritme Centroid Contour Gradient (CCG) dan Centroid Contour Distance (CCD) merupakan algoritme untuk merepresentasikan bentuk dengan pendekatan berbasis kontur. Untuk mengekstraksi fitur, kedua algoritme tersebut hanya melibatkan bagian kontur dari objek. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya membandingkan algoritme Centroid Contour Gradient (CCG) dan Centroid Contour Distance (CCD) untuk mengenali empat jenis ujung daun dan pangkal daun (acuminate, cuspidate, obcus, dan acute). Hasilnya CCG memiliki rata-rata akurasi mencapai 96,6% mengalahkan CCD yang memiliki akurasi rata-rata 74,4% (Bong et al. 2013).

Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan algoritme CCG dan CCD untuk mengenali bentuk daun. CCG dan CCD digunakan untuk mengekstrak fitur kontur tepi daun. Pada penelitian ini digunakan Probalistic Neural Network (PNN) untuk mengklasifikasi data dan mengukur akurasi. PNN digunakan karena memiliki banyak kelebihan. Kecepatan latihnya 200,000 kali lebih cepat dari jaringan propagasi-balik (Specht 1990) karena proses perlatihan hanya terdiri atas 1 ulangan dan tahan terhadap data outlier.

Perumusan Masalah

(14)

2

1 Bagaimana cara mengimplementasikan algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance untuk merepresentasikan bentuk daun.

2 Membandingkan kinerja algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance dalam mengenali bentuk daun.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengimplementasikan dan membandingkan kinerja algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance dalam mengenali bentuk daun.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi peneliti, khususnya di bidang pemrosesan citra, untuk mengenali bentuk daun.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1 Citra daun yang digunakan untuk penelitian adalah daun dari jenis tumbuhan tropis di Indonesia.

(15)

3

Gambar 1 Bentuk-bentuk daun menurut Benson (1957)

Morfologi

Morfologi adalah teknik yang berdasarkan pada teori himpunan dan dapat digunakan untuk pengolahan citra biner dan pengolahan citra abu-abu. Dilasi dan erosi adalah operasi paling dasar dari teknik morfologi (Gonzalez et al. 1978). Kedua operasi tersebut menjadi basis untuk membuat operasi morfologi yang lainnya. Dilasi dari suatu himpunan A dengan B adalah suatu himpunan dari semua elemen A dan B dengan pergeseran sebanyak z, dengan syarat A bertumpah tindih dengan B setidaknya 1 elemen. Erosi citra A oleh B dinyatakan pada Persamaan 2. Erosi dari suatu himpunan A dengan B adalah suatu himpunan dari semua elemen A dan B dengan pergeseran sebanyak z, dengan syarat B berada pada A (Gonzalez et al. 1978).

A Ө B = {z | (B)z ⊆ A} (2)

Dilasi memperluas bagian yang hitam pada citra, sedangkan erosi memperkecil bagian yang hitam pada citra. Pada dasarnya teknik erosi mengurangi nilai grayscale citra dengan menerapkan transformasi penyusutan, sedangkan dilasi meningkatkan nilai grayscale citra dengan menerapkan transformasi perluasan. Gambar 2 adalah ilustrasi proses morfologi dilasi dan erosi.

(16)

4

Hasil Dilasi Hasil Erosi

Gambar 2 Contoh operasi dilasi dan erosi

Canny Edge

Canny Edge adalah algoritme yang paling optimal dalam pendeteksian tepi. Secara umum tahapan deteksi tepi Canny terdiri dari perhitungan intensity gradient, non-maximum suppression, dan hysteresis. Deteksi tepi Canny pada dasarnya adalah mengolah nilai squared magnitude gradient dari suatu citra (Ali dan Clausi 2001). Persamaan 3 adalah nilai Magnitude dan arah dari gradient. Gx dan Gy adalah matriks konvolusi. G menunjukkan nilai gradient dan θ batas akan diidentifkasi sebagai garis tepi. Penentuan nilai maksimum lokal ini disebut sebagai non-maximum suppression. Hysteresis bekerja dengan meggunakan dua threshold, yaitu lower threshold dan upper threshold. Jika gradient piksel gradient lebih besar dari upper threshold , piksel diterima sebagai garis tepi. Jika gradient piksel lebih kecil dari lower threshold, piksel ditolak. Jika piksel gradient berada di antara dua nilai threshold, piksel akan diterima sebagai garis tepi hanya jika piksel tersebut tersambung dengan piksel yang lebih besar dari upper threshold.

(17)

5

Gambar 3 Contoh deteksi tepi Canny

Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance

Algoritme Centroid Contour Gradient (CCG) adalah turunan dari Algoritme Centroid Contour Distance (CCD). Perbedaan antara CCG dan CCD adalah jika CCD menghitung jarak antara tiap titik tepi terhadap titik tengah, CCG menghitung gradient antara setiap pasang titik tepi (Bong 2013). Diilustrasikan pada Gambar 4, CCD mendeteksi titik pada tepi objek pada sudut tertentu.

Titik P pada tepian ditentukan oleh titik tengah C, jarak antara titik P dan titik tengah C, dan sudut θ. Persamaan 4 menunjukkan fungsi Centroid-distance (Rt), yaitu jarak antara titik tepi (xi, yi) dari titik tengah (xc, yc) (Pahalawatta 2008). Sedangkan Persamaan 5 menunjukkan fungsi Centroid-Gradient (Gi) (Bong 2013).

Ri= (xi-xc)

2

+(yi-yc)2 , i=(1,2,3,..,N) (4)

G i=

yi+1-yi

xi+1-xi ,

i=(1,2,3,..,N-1) (5)

Probabilistic Neural Network

PNN adalah sebuah pengklasifikasi yang didasarkan pada kernel Parzen. PNN menghilangkan kekurangan pengklasifikasi seperti propagasi balik yang membutuhkan pengaturan parameter untuk memperbaik performanya secara bertahap. Beberapa kelebihan PNN adalah batas kelas yang dapat dibuat kompleks

Gambar 4 Illustrasi pendekatan CCD

(18)

6

tergantung pada nilai parameter pemulus, batas kelas yang dapat mendekati nilai optimal Bayes, dan tidak sensitif terhadap outlier. PNN bekerja lebih cepat 200,000 kali dari pada jaringan saraf tiruan propagasi balik karena proses pelatihan hanya terdiri atas 1 ulangan (Spetch 1990).

Organisasi syaraf tiruan ini dibentuk dalam empat lapisan (Spetch 1990) : 1 Lapisan masukan merupakan lapisan yang nilai kelasnya akan diprediksi. 2 Lapisan pola, yaitu representasi data latih untuk setiap kelas. Nilai dot produt

antara masukan dan bobot dibagi dengan bias. Nilai ini kemudian dimasukkan ke dalam fungsi radial basis. Proses ini dapat dituliskan seperti pada Persamaan 6 dengan x adalah vektor kelas latih ke-i dengan orde j.

f x =exp-(

x-xij)T(x-xij)

2σ2 (6)

3 Lapisan penjumlahan menjumlahkan setiap pola di setiap kelas untuk menghasilkan fungsi kepekatan populasi pada kelas tersebut. Perhitungan ditunjukkan pada Persamaan 7 dengan xij adalah vektor latih kelas i ke j, k

adalah dimensi vektor dan σ parameter pemulus. Parameter pemulus σ menentukan besarnya interpolasi antara data yang ada.

Y=p x = 1 berimplikasi bahwa x termasuk ke dalam kelas tersebut.

METODE

Data yang Digunakan

Data yang digunakan adalah database citra daun yang dimiliki oleh Laboratorium Computer Vision Departemen Ilmu Komputer IPB. Objek daun pada citra belum dipisahkan dari latar belakangnya. Citra diberi label berdasarkan bentuk daun masing-masing citra. Pelabelan dilakukan berdasarkan pengelompokkan bentuk daun menurut Benson (1957). Berdasarkan pelabelan, diketahui kebanyakan daun merupakan jenis bentuk daun ellips, cordate, ovate, dan lanceolate. Dari setiap jenis diambil 50 citra untuk diproses lebih lanjut. Data citra dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tahapan Penelitian

(19)

7

Gambar 5 Diagram alir penelitian Praproses Citra

Sebelum informasi bisa diekstrak, serangkaian praproses terlebih dahulu dilakukan terhadap citra daun untuk memastikan tepian daun akurat dan bebas noise. Pada penelitian ini data masukan harus berupa citra daun yang terpisah dari latar belakang dan memiliki posisi berdiri tegak. Pada tahap praproses setiap citra daun dipisahkan dari latar belakangnya dan dirotasikan agar memiliki posisi yang tegak. Jika daun memiliki lubang, lubang tersebut ditutup terlebih dahulu sebelum deteksi tepi dilakukan. ada tahap ini juga dilakukan penghapusan tangkai daun agar mempermudah proses pencarian titik tengah.

Deteksi Tepi

Untuk melakukan deteksi tepi digunakan Canny Edge. Citra yang telah dideteksi tepi meninggalkan hanya bagian kontur garis tepi daun saja. Citra ini sudah siap untuk diproses pada tahap representasi daun.

Representasi Bentuk Daun

Representasi menggunakan CCG maupun CCD harus melibatkan titik tengah dari daun. Titik tengah (Cx, Cy) didapat dari perhitungan sederhana, yaitu Cx adalah setengah dari lebar daun dan Cy setengah dari tinggi daun. Dengan asumsi bahwa bentuk daun selalu simetris, representasi hanya dilakukan pada sisi kanan dari daun.

Sebelum representasi bentuk dilakukan, terlebih dahulu dilakukan deteksi titik-titik tepi pada interval sudut tertentu. Pemilihan titik dilakukan dalam dua tahap, untuk bagian atas dan bagian bawah daun. Titik tepi ditandai dengan (Xi,Yi) dan (i=1,2,3,.., n-1, n) dipilih hanya yang memenuhi Persamaan 8 untuk daun bagian atas dan Persamaan 9 untuk daun bagian bawah.

(20)

8

Untuk daun bagian atas, disini n menunjukkan jumlah interval dengan n=(90/θ)+1. Sebagai contoh jika nilai θ=15° maka titik tepi yang dipilih berada sudut-sudut θatas ={0, 15, 30, 45, 60, 75, 90}.

Sedangkan untuk daun bagian bawah, n=(-90/-θ)+1. Untuk sudut θ=15° maka titik tepi yang dipilih berada sudut-sudut θbawah ={0, 15, 30, 45, 60, 75, -90}. Kordinat (Cx, Cy) menunjukkan titik tengah dari daun. Pada penelitian ini interval sudut yang digunakan adalah θ=10° dan θ=5°. Illustrasi pendeteksian titik-titik tepi dapat dilihat pada Gambar 6.

Setelah mendapatkan titik-titik tepi, untuk CCG pada masing-masing tahap bagian atas maupun bawah dihitung nilai gradient antara sepasang titik. Untuk CCD yang dihitung adalah jarak titik tengah terhadap titik-titik tepi. Nilai-nilai gradient untuk CCG dan nilai jarak untuk CCD inilah yang digunakan sebagai fitur untuk pengenalan bentuk daun.

Klasifikasi

Klasifikasi dilakukan menggunakan algoritme Probabilistic Neural Network (PNN). Data gradient dibagi menjadi data uji dan data training dengan proporsi tertentu. Data training ini akan menjadi model pada lapisan pola (pattern layer). Untuk setiap data uji akan dihitung jaraknya terhadap setiap data latih pada lapisan pola. Kemudian pada lapisan penjumlahan (summation layer) nilai jarak tersebut dijumlahkan untuk setiap kelas. Jarak yang paling pendek terhadap satu kelas menunjukkan bahwa data uji tersebut termasuk ke dalam kelas tersebut.

Lingkungan Pengembangan

Penelitian ini diimplementasikan dengan menggunakan library OpenCV 2.1 pada perangkat keras dengan spesifikasi processor Intel® Core i7-2640M dan RAM 4 GB. Sistem operasi yang digunakan adalah Windows 7 32-bit yang berjalan dengan aplikasi VirtualBox Manager versi 4.2.18 diatas OS X versi 10.8.2.

(21)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praproses Citra

Sebelum ekstraksi fitur dilakukan, citra terlebih dulu mengalami praproses secara manual. Pada tahap praproses manual ini objek daun dipisahkan dari latar belakangnya dan dirotasi sehingga tegak lurus terhadap garis horizontal. Ukuran citra diseragamkan dengan panjang dan lebar 700 piksel serta resolusi 72 dpi. Proses ini dilakukan untuk 50 citra dari setiap bentuk daun sehingga total ada 200 citra yang diproses.

Citra yang sudah diproses secara manual memiliki latar belakang putih dan posisi daun berdiri tegak lurus terhadap garis horizontal. Citra diubah menjadi biner dengan operasi threshold. Dengan nilai threshold statis, piksel yang memiliki nilai lebih besar dari threshold akan memiliki nilai 1 (putih), sedangkan yang lebih kecil akan memiliki nilai piksel 0 (hitam). Objek daun menjadi berwarna hitam dan latar belakang menjadi putih. Tujuan dari operasi threshold adalah menghilangkan urat daun agar pada saat proses deteksi tepi tidak ada urat daun yang terdeteksi sebagai garis tepi. Untuk memastikan tidak ada objek selain daun pada citra, dilakukan operasi morfologi dilasi dan erosi. Structuring element yang digunakan adalah standar dari library OpenCV 2.1 yaitu berbentuk persegi ukuran 3x3 dengan nilai setiap elemennya adalah 1. Operasi dilasi dilakukan untuk memastikan tidak ada noise di luar objek daun. Operasi erosi dilakukan untuk menutup lubang-lubang kecil pada objek daun. Gambar 7 adalah contoh citra daun yang melewati tahap praproses.

Deteksi Tepi

Deteksi tepi menggunakan Canny Edge dengan nilai parameter batas atas sebesar 200 dan batas bawah sebesar 100. Hasil tepi yang didapatkan sangat baik karena citra dari praproses sudah bersih dan tanpa noise.

(22)

10

Gambar 8 Proses deteksi tepi Canny

Centroid Contour Gradient (CCG)

Representasi menggunakan algoritme Centroid Contour Gradient dilakukan dengan interval sudut θ=10° dan θ=5°. Gambar 9 menunjukkan dengan

θ=10° didapatkan 19 titik tepi. Dari 19 titik (N) akan didapatkan nilai gradient sebanyak 18 (N-1). Dengan θ=5° didapatkan 37 titik dan 36 gradient. Nilai gradient Gi dihitung antara sepasang titik tepi mulai dari titik paling atas sampai paling bawah (i=1,2,3,..., N-1).

Nilai gradient tak terdefinisi ketika kontur memiliki kemiringan yang vertikal. Dalam implementasinya, pada formula CCG terdapat sedikit penyesuaian untuk menangani kemiringan kontur yang tegak lurus 90°. Khusus pada kondisi tersebut, formula CCD sedikit dimodifikasi menjadi Persamaan 10 agar nilai gradient tetap terdefinisi (10).

Gi= yi+1-yi

0.1 , i=(1,2,3,..,n-1) (10)

(23)

11 Pada Gambar 10 ditunjukkan grafik nilai gradient (Gi) daun ovate untuk setiap pasang titik secara berurutan dengan titik i=1 adalah titik yang berada di ujung atas daun. Gambar 10 menunjukkan nilai gradient bernilai kecil pada bagian atas dan bawah daun yaitu pada G1 sampai G9 dan G12 sampai G18. Nilai G11 tinggi disebabkan pada titik-titik tersebut kontur daun memiliki kemiringan yang curam. Puncak grafik merepresentasikan letak bagian terlebar dari daun karena kontur pada bagian tersebut memiliki kemiringan yang curam. Kemiringan kontur yang curam memiliki nilai gradient tinggi. Pada Gambar 11 ditunjukkan puncak grafik akan berada pada titik yang bersesuaian dengan bagian terlebar dari daun.

Namun representasi bagian terlebar dari daun oleh CCG mengalami masalah ketika daun yang diproses memiliki bentuk yang pipih. Pada Gambar 12, untuk daun yang lebar seperti ovate, nilai-nilai gradient cenderung bernilai kecil. Gradient bernilai kecil karena kemiringan kontur cenderung landai. Sedangkan pada daun yang pipih seperti lanceolate, CCG tidak dapat merepresentasikan bagian terlebar dengan baik karena daun yang pipih memiliki banyak kontur yang curam. Banyaknya kontur curam menyebabkan grafik memiliki banyak puncak.

Gambar 10 Grafik nilai gradient pada tiap titik

Gambar 11 CCG merepresentasikan bagian terlebar daun ellips dan cordate

(24)

12

Gambar 12 Grafik CCG dari ovate (kiri) dan lanceolate (kanan)

CCG dilakukan untuk 200 citra daun, dengan jumlah citra sebanyak 50 untuk masing-masing jenis bentuk daun. Hasil representasi CCG 50 citra untuk kelas ellips ditunjukkan pada Gambar 13. Ellips memiliki bagian terlebar tepat di tengah daun sehingga sebaran puncak grafik ellips berada di bagian tengah. Hasil representasi CCG 50 citra untuk kelas cordate ditunjukkan pada Gambar 14. Bagian terlebar daun Cordate berada pada posisi lebih dekat ke pangkal daun sehingga sebaran puncak grafik cenderung berada di kanan.

Gambar 13 Representasi CCG dari 50 daun ellips dan 6 sampel daun ellips

Gambar 14 Representasi CCG dari 50 daun cordate dan 6 sampel daun cordate

(25)

13

Hasil representasi CCG 50 citra untuk kelas ovate ditunjukkan pada Gambar 15. Representasi CCG ovate mirip dengan cordate. Posisi bagian terlebar lebih dekat ke pangkal daun sehingga terlihat sebaran puncak grafik berada di kanan. Terlihat representasi grafik CCG ovate dan cordate sangat mirip meskipun bentuk daunnya sangat perbeda. Hal ini disebabkan ovate dan cordate sama-sama memiliki posisi bagian terlebar daun yang dekat dengan pangkal sehingga puncak grafik berada pada titik yang sama.

Gambar 16 adalah contoh daun ovate dan cordate yang memiliki representasi CCG mirip. Kedua daun tersebut memiliki bentuk yang jauh berbeda. Cordate memiliki bentuk yang unik seperti bentuk hati dengan kontur yang khas pada bagian pangkalnya. Hal ini menunjukkan bahwa fitur CCG tidak dapat membedakan kelas ovate dan cordate dengan baik.

Hasil representasi CCG 50 citra untuk kelas lanceolate ditunjukkan pada Gambar 17. Grafik lanceolate memiliki variasi yang paling tinggi karena lanceolate memiliki bentuk daun yang tidak seragam. Selain itu lanceolate memiliki kontur yang curam sehingga bagian terlebar dari daun tidak dapat direpresentasikan dengan baik oleh CCG. Nilai-nilai gradient dengan variasi tinggi berada pada kontur daun yang curam, yaitu kontur dengan kemiringan vertikal dan yang mendekati vertikal.

Gambar 15 Representasi CCG dari 50 daun ovate dan 6 sampel daun ovate

(26)

14

Gambar 17 Representasi CCG dari 50 daun lanceolate dan 6 sampel daun lanceolate

Pada bagian kontur yang vertikal, perbedaan kemiringan kontur pada citra terlihat sangat sedikit, tetapi gradient memiliki nilai yang sangat berbeda. Hal ini disebabkan nilai selisih x yang kecil sebagai pembagi pada formula perhitungan gradient. Contoh perhitungan gradient pada Gambar 18 menunjukkan bagaimana nilai gradient sangat sensitif pada kontur yang curam. Kemiringan kontur yang hanya berbeda satu atau dua piksel saja menghasilkan nilai gradient yang jauh berbeda.

Jika nilai gradient untuk setiap titik dirata-ratakan untuk masing-masing bentuk daun, didapatkan grafik pada Gambar 19. Keempat kelas memiliki pola grafik yang mirip, terutama untuk kelas cordate dan ovate. Grafik ellips, cordate, dan ovate bertumpukkan pada i ke-12 sampai ke-18. Bentuk pola grafik yang mirip ini menunjukkan bahwa fitur gradient ini tidak cukup baik jika digunakan untuk mengenali bentuk daun. Dari keempat kelas, hanya lanceolate saja yang terlihat berbeda karena memiliki nilai gradient yang besar.

(27)

15

Gambar 19 Rata-rata nilai gradient untuk setiap kelas

Perubahan Ukuran Daun terhadap CCG

Pada Gambar 20 CCG dilakukan untuk dua daun yang sama tetapi berbeda ukuran untuk mengetahui apakah CCG sensitif terhadap perubahan ukuran daun. Pada titik bagian atas dan bawah daun, terlihat grafik ellips A dan ellips B bertumpukkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian tersebut CCG tidak terpengaruh terhadap ukuran daun. Namun pada bagian tengah, terlihat perbedaan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan pada saat daun berubah ukuran, terjadi sedikit perubahan kemiringan yang menyebabkan nilai gradient berubah. Seperti yang telah dibahas di atas, perbedaan kemiringan sedikit saja pada bagian kontur curam dapat menghasilkan nilai gradient yang jauh berbeda. CCG tahan terhadap pengaruh perubahan ukuran jika kontur daun landai namun sensitif terhadap perubahan ukuran pada apabila kontur daun curam.

(28)

16

Probabilistic Neuron Network untuk CCG

Data gradient kemudian diklasifikasikan berdasarkan 4 kelas yaitu ellips (1), cordate (2), ovate (3), dan lanceolate (4). Dari 200 data, diambil 15 data untuk setiap kelas sebagai data testing sehingga jumlah data training adalah sebanyak 140 data dan data testing 60 data. Klasifikasi dilakukan untuk data gradient dengan CCG θ=10° (18 gradient) dan θ=5° (36 gradient). Untuk meningkatkan akurasi, dilakukan penambahan ciri dengan menggabungkan fitur dari kedua interval sehingga didapatkan 54 gradient (18+36 gradient). Berdasarkan hasil klasifikasi PNN terbukti bahwa CCG belum cukup baik untuk mengenali bentuk daun. Tabel 1 menunjukkan akurasi terbaik didapat untuk PNN dengan 36 ciri.

Cross-validation dengan k=5 dilakukan untuk kasus 36 ciri. Setelah dilakukan cross-validation didapatkan akurasi menjadi sebesar 61.5%. Tabel 2 adalah confusion matrix dari kasus 36 ciri. Dari matriks terlihat banyak daun cordate yang dikenali sebagai ovate. Hal tersebut dapat terjadi karena representasi CCG dari cordate sangat mirip dengan ovate seperti contoh yang ditunjukkan pada Gambar 16.

Tabel 1 Akurasi PNN untuk CCG

Klasifikasi PNN (18 ciri) PNN (36 ciri) PNN (18+36 ciri)

Akurasi 56,67% 60,00% 58,33%

Tabel 2 Confusion matrix untuk PNN kasus 36 ciri

Kelas Aktual

Kelas Prediksi

Ellips Cordate Ovate Lanceolate

Ellips 40 1 4 5

Cordate 3 23 21 3

Ovate 4 14 31 1

Lanceolate 12 1 3 34

Centroid Contour Distance (CCD)

Sama dengan proses Centroid Contour Gradient, representasi menggunakan algoritme Centroid Contour Distance dilakukan dengan interval sudut θ=10° dan

θ=5°. Representasi grafik dari hasil CCD pada keempat kelas daun dengan θ=10° ditunjukkan pada Gambar 21. Grafik menampilkan secara berurutan jarak titik tengah terhadap titik tepi (Ri) dengan titik i=1 dimulai dari ujung atas daun.

(29)

17

(30)

18

CCD juga berhasil merepresentasikan bentuk hati yang merupakan keunikan dari daun cordate. Pada Gambar 22, CCD tidak dapat merepresentasikan bagian terlebar dari daun ovate maupun cordate seperti CCG. Tetapi pada dalam hal ini CCD lebih representatif dalam menunjukkan bentuk kontur tepi daun ditunjukkan dengan hasil masing-masing representasi daun cordate dan ovate yang berbeda.

Jika nilai jarak untuk setiap titik dirata-ratakan untuk masing-masing kelas, didapatkan grafik pada Gambar 23. Keempat kelas daun memiliki grafik yang berbeda, hampir tidak ada bagian grafik yang bertumpukkan. Hal ini menunjukkan bahwa fitur CCD dapat membedakan keempat bentuk daun dengan baik.

Perubahan Ukuran Daun terhadap CCD

Kelemahan dari CCD adalah sensitif terhadap perubahan ukuran. Pada daun yang sama, nilai CCD daun akan berubah jika ukurannya berubah. Gambar 24 menunjukkan dua daun ellips yang sama tapi berbeda ukuran akan menghasilkan

Gambar 22 Grafik CCD untuk ovate dan cordate berbeda

(31)

19

Gambar 24 Grafik CCD untuk ellips A (kiri) dan ellips B (kanan)

grafik CCD yang berbeda. Daun yang lebih kecil yaitu Ellips A memiliki jarak titik tengah terhadap titik tepi yang lebih pendek sehingga grafiknya berada di bawah Ellips B.

Probabilistic Neuron Network untuk CCD

Dengan data latih dan data uji yang sama dengan proses pada CCG, hasil dari klasifikasi PNN untuk fitur ciri dari CCD dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil klasifikasi dari fitur CCD menunjukkan akurasi yang jauh lebih tinggi dibanding menggunakan fitur CCG. Tabel 3 menunjukkan akurasi terbaik pada CCD didapatkan untuk PNN dengan 19 ciri.

Cross-validation dengan k=5 dilakukan untuk kasus 19 ciri. Setelah dilakukan cross-validation didapatkan akurasi menjadi sebesar 95.00%. Pada Tabel 4 terlihat hampir semua hasil kelas prediksi sesuai dengan kelas aktual. Hal ini membuktikan bahwa CCD dapat membedakan keempat kelas bentuk daun dengan baik.

Tabel 3 Akurasi PNN untuk CCD

Klasifikasi PNN (19 ciri) PNN (37 ciri) PNN (19+37 ciri)

Akurasi 96,67% 95,00% 93,33%

Tabel 4 Confusion matrix untuk PNN kasus 19 ciri

Kelas Aktual

Kelas Prediksi

Ellips Cordate Ovate Lanceolate

(32)

20

Dari hasil perbandingan CCG dan CCD, kinerja CCD jauh lebih baik dalam mengenali bentuk daun. CCD lebih cocok digunakan untuk mengenali bentuk daun karena pengelompokkan bentuk daun dilakukan berdasarkan letak bagian terlebar daun dan rasio tinggi terhadap lebar daun. Karena CCD menghitung jarak, maka CCD dapat membedakan bentuk daun berdasarkan tinggi dan lebarnya. Selain itu kontur daun juga dapat direpresentasikan dengan baik karena CCD dapat membedakan arah kemiringan kontur.

CCG dapat merepresentasikan posisi bagian terlebar daun namun tidak merepresentasikan tinggi dan lebar daun. Dua kelas daun yang memiliki posisi bagian terlebar yang sama tidak dapat dibedakan dengan baik oleh CCG. CCG juga tidak dapat membedakan arah kemiringan kontur. Selain itu buruknya akurasi CCG juga disebabkan oleh nilai gradient yang sensitif pada kontur curam sehingga nilai-nilai gradient memiliki variasi yang tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini berhasil mengimplementasikan algoritme CCG dan CCD untuk merepresentasikan bentuk daun. Dengan menggunakan CCG didapatkan akurasi terbaik sebesar 60.00% dan menggunakan CCD didapatkan akurasi terbaik 96.67%. CCG tidak begitu baik untuk merepresentasikan bentuk daun karena tidak dapat membedakan karakteristik tiap kelas terutama untuk kelas cordate dan ovate. Variasi paling tinggi terdapat pada kelas lanceolate karena daun pada kelas tersebut memiliki bentuk yang tidak seragam.

CCD memiliki akurasi yang jauh lebih baik dari CCG karena CCD dapat merepresentasikan karekateristik yang berbeda untuk setiap kelas bentuk daun. Namun baik CCD maupun CCG, keduanya memiliki kelemahan yaitu sensitif terhadap perubahan ukuran citra.

Saran

Pada penelitian ini pengenalan bentuk daun hanya terbatas untuk citra yang sudah bebas noise dan memiliki posisi daun tegak. Untuk pengembangan penelitian lebih lanjut diharapkan pengenalan daun dapat dilakukan pada citra daun dengan berbagai posisi. Selain itu fitur ciri perlu dikombinasikan dengan sejumlah global shape desciptor seperti area, circularity, dan eccentricity.

DAFTAR PUSTAKA

Ali M, Clausi D. 2001. Using The Canny Edge Detector for Feature Extraction and Enhancement of Remote Sensing Images. IGARSS ‘01 IEEE. 5: 2298 – 2300.doi:10.1109/IGARSS.2001.977981

(33)

21 Bong MF, Sulong GB, Rahim MSM. 2013. Recognition of Leaf Based on Its Tip and Base using Centroid Contour Gradient. IJCSI Vol. 10, Issue 2, No 2, (March).

Cerutti G, Tougne L, Mille J, Vacavant A, Coquin D. 2011. Guiding Active Contours for Tree Leaf Segmentation and Identification. CLEF.

Gonzalez RC, Woods RE. 1978. Digital Image Processing. Boston(US):Addison-Wesley Publishing Company

Harjono Y. 2009. MS Kaban : Laju Kerusakan Hutan 1,02 juta Ha per tahun[internet]. [diunduh 19 Januari 2014]. Tersedia pada : http://lipsus.kompas.com/indocomtech2013/read/2009/07/03/1142474/ms.kaba n.laju.kerusakan.hutan.102.juta.ha.per.tahun

Specht DF. 1990. Probabilistic Neural Networks. Neural Networks. 3:109-118 Pahalawatta, K. 2008. Plant species biometric using feature hierarchies [Tesis].

Canterbury (NZ):Department of Computer Science and Software Engineering University of Canterbury.

(34)

22

Lampiran 1 Citra daun yang digunakan

LAMPIRAN

(35)

23 Lampiran 1 Lanjutan

(36)

24

Lampiran 1 Lanjutan

(37)

25 Lampiran 1 Lanjutan

(38)

26

(39)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Toulouse, Prancis pada tanggal 10 Mei 1992 dari ayah Hasim dan ibu Lestari Utami. Penulis adalah putra ketiga dari delapan bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 1 Bentuk-bentuk daun menurut Benson (1957)
Gambar 2 Contoh operasi dilasi dan erosi
Gambar 3 Contoh deteksi tepi Canny
Gambar 5 Diagram alir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tari Napa merupakan tari dengan komposisi kelompok kecil yaitu tari berpasangan.Pola gerak pada tari Napa saling berbeda, yang membuat gerak penari saling

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soebakti dalam Samodro Wibowo (1994:190) bahwa kebijakan negara merupakan bagian keputusan politik yang berupa

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa sekali pun organisasi nirlaba, LAZ APU memperlihatkan sebuah pengelolaan yang profesional sehingga kegiatan yang dilakukan

Akreditasi diartikan sebagai proses evaluasi dan penilaian mutu institusi yang dilakukan oleh suatu tim pakar sejawat (tim asesor) berdasarkan standar mutu yang telah

membujur pegunungan Meratus Utara dari barat ke timur yang juga menjadi.. batas wilayah Provinsi

Perancangan kursi loby home stay bahan kayu memiliki keunikan yang mampu mengangkat promosi sebuah bisnis. Perancangan kursi yang disiapkan untuk loby tersebut memuat bahan

Setelah dilakukan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus dan dilakukan analisis dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil lompat jauh dengan menggunakan media

Sebagian besar aktivitas fisik anak disabbilitas intelektual tergolong sangat ringan (60,9 %). 2)Ada hubungan antara tingkat kecukupan energi, protein dan lemak