• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pegujian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Domba Dan Pupuk Hayati Untuk Produksi Terong Ungu (Solanum Melongena L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pegujian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Domba Dan Pupuk Hayati Untuk Produksi Terong Ungu (Solanum Melongena L.)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN BERBAGAI DOSIS PUPUK KANDANG DOMBA

DAN PUPUK HAYATI UNTUK PRODUKSI TERONG UNGU

(

Solanum melongena

L

.

)

MUHAMMAD APRIZAL BUDI AKHSAN JAYA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Domba dan Pupuk Hayati untuk Produksi Terong Ungu (Solanum melongena L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD APRIZAL BUDI AKHSAN JAYA. Pegujian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Domba dan Pupuk Hayati untuk Produksi Terong ungu (Solanum melongena L.). Dibimbing oleh MAYA MELATI

Informasi tentang teknik budidaya secara organik diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan produk organik. Pupuk kandang masih merupakan sumber hara yang paling banyak digunakan dalam budidaya organik dan pupuk kandang domba adalah salah satu sumber yang sering digunakan pelaku budidaya di Indonesia. Rendahnya kadar unsur dalam pupuk organik menyebabkan tingginya jumlah pupuk yang diperlukan, oleh karena itu perlu upaya pengurangan kebutuhan pupuk dengan penggunaan pupuk hayati. Suatu percobaan telah dilakukan pada bulan Januari-Juni 2015 untuk mempelajari pertumbuhan dan produksi terong (Solanum melongena L.) pada berbagai dosis pupuk kandang domba dan pupuk hayati. Percobaan dilakukan di kebun percobaan organik milik IPB di Cikarawang, Darmaga, Bogor, Indonesia. Lokasi percobaan berada pada

6o30’-6o45’ (LS) and 106o30’-106o45’ (BT), 250 m dpl. Percobaan menggunakan

rancangan kelompok lengkap teracak dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah dosis pupuk kandang domba (0, 13, 26, dan 39 ton ha-1) faktor ke-2 adalah dosis pupuk hayati (0, 4, 8, dan 12 L ha-1). Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan dan produksi terong ungu lebih dipengaruhi oleh pupuk kandang domba (dengan respon kuadratik), sedangkan pupuk hayati hanya berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Pengaruh interaksi pupuk kandang domba dan pupuk hayati nyata pada peubah jumlah daun dan diameter batang.

(6)
(7)

ABSTRACT

MUHAMMAD APRIZAL BUDI AKHSAN JAYA. Testing various rates of sheep manure and biological fertilizers for the production of purple eggplant (Solanum melongena L.). Supervised byMAYA MELATI

In order to fulfil the need in organic product, the information of organic farming techniques is necessary. Manure is a nutrient source most widely used in organic farming and sheep manure is often used for plant cultivation in Indonesia. Low level of elements in organic fertilizers cause a high amount of fertilizer require, the use of biological fertilizers might be able to reduce the need of organic fertilizers. An experiment was done in January-June 2015 to study the growth and production of eggplant (Solanum melongena L.) with various rates of sheep manure and biofertilizer. The experiment was carried out in an organic experimental farm of IPB in Cikarawang, Dramaga, Bogor, Indonesia. The experiment sites located in the 6o30’-6o45’ (South) and 106o30’-106o45’ (East), 250 m asl. The experiment used randomized complete block design with 2 factors and 3 replications. The first factor of treatment was sheep manure rates (0, 13, 26, dan 39 ton ha-1), the second factor was the rate of biological fertilizer (0, 2, 4, dan 6 L ha-1). The results showed that growth and production of the purple eggplant was more influenced by manure (quadratically response), while the effect of biological fertilizer was only significant on stem diameter. The effect of interaction between sheep manure and biological fertilizer was found in the leaf number and stem diameter.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGUJIAN BERBAGAI DOSIS PUPUK KANDANG DOMBA

DAN PUPUK HAYATI UNTUK PRODUKSI TERONG UNGU

(

Solanum melongena

L

.

)

MUHAMMAD APRIZAL BUDI AKHSAN JAYA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah sayur organik, dengan judul Pengujian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Domba dan Pupuk Hayati untuk Produksi Terong Ungu (Solanum melongena L.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya, dan kepada Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan sangat baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Awang Maharijaya yang telah bersedia memberi saran dalam penelitian ini, Bapak Argani sebagai pembantu lapang pada penelitian ini, teman-teman yang membantu hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik, serta semua pihak yang telah memberikan informasi atau data yang berkaitan dengan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Budidaya Terong 3

Pertanian Organik 3

Pupuk Kandang 4

Pupuk Hayati 4

METODE PENELITIAN 5

Tempat dan Waktu 5 Bahan dan Alat 5 Perancangan Percobaan 6 Pelaksanaan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Kondisi Umum 7 Hasil Rekapitulasi Sidik Ragam 8 Fase Pertumbuhan 10 Fase Produksi 20

(16)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi hasil sidik ragam fase pertumbuhan tanaman 9 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter bobot brangkasan tanaman 10 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam fase produksi tanaman 10 4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

rata-rata tinggi tanaman 12

5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

rata-rata jumlah daun tanaman 13

6 Interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap jumlah

daun tanaman 14

7 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

diameter batang tanaman 15

8 Interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap diameter

batang tanaman 16

9 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

rata-rata jumlah cabang tanaman 17

10 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap rata-rata bobot basah dan bobot kering akar dan batang tanaman 18 11 Unsur nitrogen, fosfor, dan kalium dalam tanaman terong ungu 19

12 Kadar hara dalam bobot kering terong 20

13 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap rata-rata umur berbunga dan umur panen tanaman 20 14 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

rata-rata jumlah dan bobot buah tanaman 22

15 Dosis optimum pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan

tanaman 23

DAFTAR GAMBAR

1 Distribusi curah hujan mingguan pada bulan Januari hingga Juni 2015 8 2 Tanaman terong yang layu terkena serangan bakteri Ralstonia

solanacearum 11

3 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

rata-rata tinggi tanaman 12

4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

rata-rata jumlah daun 14

5 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

jumlah daun tanaman pada 6 MST 14

6 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

rata-rata diameter batang 16

7 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

diameter batang tanaman pada 6 MST 16

8 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

rata-rata jumlah cabang tanaman 17

(17)

10 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang terhadap bobot basah total

dan bobot kering total sampai dengan 11 MST 19

11 Produksi tanaman terong dengan berbagai bentuk buah berdasarkan

dosis pupuk kandang 22

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk tertinggi nomor 3 di dunia yakni 248 juta jiwa pada tahun 2014 menurut BPS (2014), pertumbuhan tersebut melaju pesat sejak 10 tahun terakhir. Pertumbuhan penduduk yang pesat harus diiringi dengan pemenuhan pangan bergizi berupa karbohidrat, vitamin, mineral, zat besi dan kebutuhan lainnya. Gizi tersebut dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan seperti sayuran dan buah. Sayuran dengan kandungan gizi yang baik dan cenderung dibudidayakan masyarakat baik petani atau bukan petani dalam skala besar atau skala kecil salah satunya adalah terong ungu (Solanum melongena L.). Terong ungu segar sebanyak 100 g mengandung 24 kal kalori, 1.1 g protein, 0.2 g lemak, 5.5 g karbohidrat, 15 mg kalsium, 37 mg fosfor, 0.4 mg besi, 4.0 SI vitamin A, 5 mg vitamin C, 0.04 vitamin B1, dan 92.7 g air serta kadar kalium yang tinggi dan natrium yang rendah (Sakri 2012). Terong ungu termasuk dalam komoditas hortikultura dengan produksi tinggi dari tahun ke tahun dimulai pada tahun 1997 dengan produksi 279 516 ton hingga mencapai 545 646 ton pada tahun 2013, hal ini menunjukkan terong menjadi konsumsi nasional dan perlu ditingkatkan produksinya seiring dengan peningkatan penduduk Indonesia (BPS 2014), serta data Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo menunjukkan adanya peningkatan produktivitas terong hingga 170 ton/ha (BPS 2012). Peningkatan kebutuhan terhadap terong dapat dipenuhi dengan peningkatan produksi, tetapi diharapkan dapat dihasilkan melalui budidaya yang mengurangi penggunaan input anorganik.

Budidaya terong ungu dengan input anorganik yang tinggi masih sering dilakukan oleh petani atau masyarakat, tanpa adanya pertimbangan terhadap efek negatif dari input anorganik tersebut seperti penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Budidaya tanaman dapat dilakukan dengan sistem organik atau budidaya tanpa penggunaan bahan kimia sintetis. Pertanian organik menghasilkan produk pertanian yang lebih sehat karena dalam prosesnya tidak menggunakan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan (Suwardi 2004). Pengembangan pertanian menggunakan sistem organik membutuhkan input berupa bahan organik yang merupakan penunjang dalam sistem budidaya atau berdasar fungsi dapat menjadi sumber hara bagi tanaman. Pupuk organik mengandung bahan organik yang dapat berasal dari sisa-sisa tanaman, hijauan, kotoran hewan padat atau cair, yang telah terdekomposisi yang digunakan untuk memasok hara tanaman dan memperbaiki lingkungan tumbuh (PERMENTAN 2013). Penggunaan pupuk organik 10 ton ha-1 dapat meningkatkan tinggi, bobot 1000 butir, bobot kering 100% tanaman padi serta menyebabkan peranakan yang berkembang intensif (Sutrisno 2014).

(20)

2

yang lebih tinggi dibandingkan pada metode konvensional serta berat kering yang lebih tinggi. Hartanto (2013) pada penelitiannya membuktikan produktivitas tanaman padi dengan budidaya organik yang menggunakan kombinasi pupuk kandang dan pupuk hayati hampir menyamai hasil pada budidaya secara konvensional dan penelitian Melati dan Andriyani (2005) tentang peningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi kedelai organik melalui pemanfaatan interaksi bahan organik. Budidaya organik menghasilkan produksi kedelai yang lebih tinggi dari konvensional karena bahan organik dapat memperbaik sifat tanah.

Peningkatan kepedulian terhadap kesehatan berpengaruh pada peningkatan permintaan terhadap kualitas produk budidaya yang sehat sehingga sistem organik perlu diterapkan untuk menghindari bahaya produk yang menggunakan bahan kimia secara berlebih. Upaya teknis melalui penggunaan lahan organik dan pupuk organik pada penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan produk yang sehat dan terjamin dari bahaya bahan kimia. Pupuk adalah salah satu input budidaya dan merupakan indikator yang dapat membedakan sistem pertanian organik dan anorganik. Penggunaan pupuk organik masih sangat rendah dibandingkan dengan pupuk anorganik, walaupun distribusi pupuk organik termasuk tinggi utamanya pupuk kandang. Pupuk pada hakikatnya sangat memberikan manfaat terhadap pertumbuhan tanaman, terbukti bahwa tanaman yang diberikan nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam bentuk NPK (pupuk anorganik) dan disertakan dengan pupuk organik mampu meningkatkan suplai hara N, P, dan K sekitar 50-100% sehingga mendorong pertumbuhan pertumbuhan dan produksi termasuk kualitas buah tanaman (Suge et al. 2011).

Pemanfaatan kotoran ternak salah satunya domba merupakan upaya untuk mengembangkan pertanian organik, selain kandungan pupuk kandang hara dalam kotoran domba yang baik untuk pertumbuhan, hewan ini juga tersebar luas dimasyarakat. Pemanfaatan pupuk kandang domba diharapkan mampu untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi pada tanaman terong ungu sehingga budidaya organik dapat diterapkan dengan baik, namun dosis yang tepat perlu dicari. Penerapan budidaya organik juga dapat didukung dengan penggunaan pupuk hayati karena memiliki fungsi yang beragam termasuk sebagai pengurai bahan organik.

(21)

3

sehingga meningkatkan populasi mikroba dalam tanah, menyebabkan peningkatan aktivitas mikroorganisme dalam menjalankan fungsinya. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam penyediaan hara untuk tanaman.

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji berbagai dosis kombinasi pupuk kandang domba dan pupuk hayati terhadap peningkatan produksi terong ungu (Solanum melongena L.).

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Terong (Solanum melongena L.)

Terong ungu (Solanum melongena L.) merupakan salah satu komoditas dengan konsumsi tinggi akan tetapi umumnya disertai pula budi daya dengan tingkat penggunaan input kimia yang tinggi. Susila (2006) menjelaskan bahwa terong memiliki sistem budi daya yang intensif. Produksi terong berupa persemaian dengan sistem rumah bibit. Perlakuan benih terong dan pengolahan media saat persemaian sangat penting untuk memperoleh hasil maksimal saat pemindahan bibit ke lahan, kemudian penanaman dan pemeliharaan. Pemupukan awal dan susulan disertai rekomendasi pupuk yang beragam dengan jumlah yang tinggi pada target pH 6.5 serta penyiraman, panen dan pascapanen.

Pemupukan pada budi daya terong masih bergantung terhadap input anorganik. Konsumsi nutrien (N, P, dan K) untuk satu musim tanam dalam budidaya konvensional yaitu urea sebesar 400 kg ha-1, SP36 sebesar 311 kg ha-1, dan KCl sebesar 225 kg ha-1 sehingga total anorganik sebesar 936 kg-1 ha-1 per musim. Jumlah pupuk organik yang digunakan sebesar 1 500 kg ha-1 per musim (Susila 2006). Data tersebut menunjukkan perbandingan penggunaan pupuk organik dan anorganik pada budi daya terong. Penggunaan pupuk organik yang hampir mencapai 2 ton per musim dibandingkan pupuk anorganik yang hanya 936 kg per musim tanam menjadi salah satu alasan kurangnya pemanfaatan bahan organik untuk produksi, namun untuk mencapai pertanian organik yang berkelanjutan, dibutuhkan input organik dengan sedikit atau tanpa input anorganik. Pupuk anorganik memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap produksi tanaman terong walaupun dengan jumlah pupuk yang sedikit. Kebutuhan air pada terong ungu dengan sistem irigasi kecil sebesar 2000-3000 L ha-1, apabila populasi terong ungu 19 200 tanaman ha-1, dibutuhkan paling tidak 156 ml per tanaman per hari (Ullio 2003), tetapi pada umumnya tanaman terong juga memperoleh air yang dilarutkan bersama pupuk sebesar 250 ml per tanaman.

Pertanian Organik

(22)

4

(2014) mengemukakan bahwa tanah dalam sistem organik dibandingkan dengan konvensional atau penggunaan input kimia, memiliki mikroba tanah, biomassa, aktivitas dehidrogenase, fosfor dan aktivitas pertukaran ion yang dapat membantu kesuburan tanah sehingga meningkatkan produktivitas tanaman budidaya.

Aspek yang paling menunjang dalam pertanian organik adalah input yang digunakan baik berupa jenis pupuk ataupun pestisida. Umumnya input yang digunakan tidak berkaitan dengan bahan kimia maka dapat dijadikan acuan bahwa sistem pertanian tersebut organik. Salah satu indikator pertanian orgnik yang sangat kedepankan adalah penggunaan pupuk. Pupuk organik dengan aplikasi dosis tinggi dapat memberikan manfaat bagi sistem budidaya tanaman, selain mensubtitusi penggunaan input pupuk anorganik, dapat juga memberikan manfaat berupa perbaikan sifat tanh menjadi lebih baik. Pupuk organik dengan dosis 10-15 ton ha-1 yang dikombinasi dengan bahan organik lainnya seperti jerami dan arang sekam dapat mensuplai kebutuhan hara pada tanaman padi dengan sistem pertanian organik (Hartatik dan Setyorini 2008).

Pupuk Kandang

Bahan organik seperti pupuk kandang mempunyai kontribusi dalam mencegah erosi, pengerakan tanah, dan retakan tanah. Bahan organik juga meningkatkan kemampuan tanah mengikat lengas, memperbaiki struktur serta dapat memacu pertumbuhan bahan organik dan biota tanah lainnya (Sutanto 2002). Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil fermentasi kotoran padat dan cair (urin) hewan ternak yang umumnya berupa mamalia dan unggas. Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman selain hara makro nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), pupuk kandang juga mengandung unsur mikro seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S) (Musnamar 2003).

Pupuk anorganik dan organik dapat dibedakan berdasarkan kandungan hara dan bobot, dimana pupuk anorganik memiliki kandungan hara makro (N, P, dan K) yang sangat dibutuhkan tanaman dengan asupan dalam jumlah sedikit, berbeda dengan pupuk kandang yang memiliki kandungan hara makro yang sedikit sehingga dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Salah satu hewan ternak yang kotorannya dapat dijadikan bahan organik untuk budidaya adalah domba. Kotoran hewan ini mengandung unsur Makro berupa 2.03% N, 1.24% P, 1.61% P, 2.45% Ca, dan 0.62% Mg dan unsur mikro yang dibutuhkan tanaman (Aini 2005).

Pupuk Hayati

(23)

5

kelompok fungsional mikroba. Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.

Penggunaan pupuk hayati meningkatkan produksi tanaman dibuktikan oleh Sennang et al. (2012), bahwa pemakaian dosis pupuk hayati 5 L ha-1 dapat memberikan peningkatan produksi pada tanaman padi melalui perbaikan hasil gabah panen. Pupuk hayati berpengaruh baik terhadap produksi tanaman juga dibuktikan oleh Moelyohadi et al. (2012) bahwa perlakuan pupuk hayati mikoriza memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung di lahan kering marginal. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yang dipupuk dengan pupuk hayati mikoriza memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung di lahan kering marginal, dengan hasil panen rata-rata 8.57 ton pipilan kering/hektar.

Penggolongan agen hayati dapat berdasarkan fungsinya dalam penyediaan hara tanaman. Kelompok Rhizobium sebagai penambat hara tertentu misalnya penambat N atau mikroba pelarut fosfat sebagai penyedia unsur P dalam tanah, dan fungi seperti aspergillus sp. sebagai pendegradasi selulosa. Kombinasi dari berbagai jenis mikroba dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman seperti pada penelitian Mezuan (2002) yang memformulasikan Azotobacter sp., Aspergillus sp., dan Streptomyces sp., dengan formulasi ini, berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah anakan pada padi gogo. Mikroba dapat dimanfaatkan dalam efisiensi pemupukan pada budidaya tanaman melalui fungsinya sebagai pengurai bahan organik, adanya interaksi mikroba dengan bahan organik, dapat meningkatkan dan mempercepat ketersediaan hara dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Interaksi mikroba dalam pupuk hayati dengan pupuk organik padat 10 ton ha-1 meningkatkan hasil GKG pada budidaya padi organik sebesar 10.3 % dibandingakan budidaya tanpa pupuk hayati yang hanya meningkatkan 3.6 % hasil GKG (Sutrisno 2014).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Organik Institut Pertanian Bogor, Cikarawang, Dramaga, Bogor. Percobaan dilakukan pada bulan Januari hingga juni 2015.

Bahan dan Alat

(24)

6

Perancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas 2 faktor yaitu perlakuan dosis dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Model statistika Gomez dan Gomez (2007) untuk rancangan yang diajukan adalah :

(α )ij : Pengaruh interaksi pupuk kandang domba dan pupuk hayati. k : Pengaruh ulangan ke-k (k = 1, 2, 3).

εijk :Pengaruh galat percobaan terhadap pupuk kandang domba ke-i, pupuk hayati ke-j dan ulangan ke-k.

Pelaksanaan Persiapan lahan

Pelaksanaan percobaan dimulai pada tahap persemaian yaitu pengecambahan benih yang ditebar diatas bedeng berukuran 1.5 m x 1 m dengan persentase penyulaman 20%. Media yang digunakan berupa campuran tanah, pupuk kandang sapi dan abu sekam dengan perbandingan 1:1:1. Pemindahan bibit ke polybag yang berisi campuran pupuk kandang sapi yang telah halus, tanah dan abu sekam perbandingan 2:2:1 dilakukan setelah berumur 15 hari dan selanjutnya pemeliharaan di rumah bibit dengan menggunakan naungan plastik, serta sungkup sebagai perlindungan dari hama. Luas lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 475 m2. Persiapan lahan percobaan diawali dengan analisis tanah dan pupuk kandang domba di laboratorium, analisis untuk mengetahui kandungan bahan kimia dan kandungan pH sedangkan pengujian pupuk hayati untuk mengetahui kandungan mikroorganisme pada pupuk tersebut. Persiapan selanjutnya membersihkan gulma dari lahan yang dilaksanakan 2 minggu sebelum tanam kemudaian lahan dibagi menjadi 48 petakan dengan ukuran masing-masing petakan 2.8 m x 3 m.

Aplikasi pupuk

(25)

7

pupuk kandang dalam air. Pupuk hayati diaplikasikan pada waktu pupuk kandang pertama kali diaplikasikan dan pada 5 MST dengan dosis sama dengan pengaplikasian pertama, diaplikasikan dengan cara dilarutkan dalam air kemudian dituangkan ke tanah.

Penanaman

Penanaman dilakukan setelah bibit berumur 40 hari atau telah memiliki 4 helai daun. Jarak tanam yang digunakan adalah 60 cm x 70 cm. Penyiraman dilakukan sebelum penanaman apabila kondisi tanah kering. Setiap lubang ditanami satu bibit hasil seleksi di persemaian.

Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan meliputi penyulaman bibit yang dilakukan satu minggu setelah tanam. Pengajiran dengan bambu setinggi 90 cm, lebar 2-4 cm, jarak dari batang utama 5-7 cm dilakukan dua minggu setelah penanaman. Pengendalian hama dan penyakit dengan pemberian abu sekam yang diaplikasikan 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 ton per musim dan pengendalian lanjutan dengan penyemprotan larutan jengkol dan cabai, pemanfaatan tanaman tahi kotok (Tagetes erecta L.) serta tanaman sereh (Cymbopogon nardus L.) untuk mengusir hama. Penyiangan gulma dilakukan sesuai dengan kondisi.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 80 hari setelah tanam di lahan selama 3-7 hari sekali, dan dilakukan hingga 5 kali pemanenan. Buah dipanen pada pagi dan sore hari untuk menghindari panas matahari yang dapat mengkeriputkan buah dan menurunkan kualitas hasil.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman sampel di setiap petakan. Parameter yang diamati pada percobaan ini terdiri atas fase pertumbuhan dan fase produksi. Pengamatan pada fase pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang tanaman, jumlah cabang, ukuran panjang dan lebar daun, bobot basah dan kering tanaman serta jumlah tanaman mati. Fase produksi yaitu umur berbunga, umur panen, jumlah tanaman berbuah, jumlah buah per petak, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, bobot buah per tanaman, bobot buah per petak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

(26)

8

Januari, April, Mei, dan Juni (BMKG 2015). Jumlah hari hujan mingguan pada musim tanam terong sejak penanaman di lapangan hingga pemanenan berturut turut adalah: 2, 2, 3, 5, 5, 6, 6, 5, 3, 5, 1, 6, 4, 3, 1, 3, 3, dan 1 HH/minggu. Data hujan tersebut dapat digunakan untuk menganalisis ketersediaan air untuk budidaya terong. Keadaan lahan yang digunakan berupa status hara tanah dengan kadar C-organik 2.10 % dan pH 6.23, selain itu kadar hara N sebesar 0.18 %, P dalam P2O5 0.17 %, dan K dalam K2O sebesar 0.22 %. Faktor tersebut di dukung oleh pupuk kandang sebagai perlakuan dengan pH 2.10, C-organik 0.22 % (Walkey and Black), kadar hara N total 2.20 %, P total 6.23 %, dan K total 0.18 %. Pertumbuhan gulma pada lahan budidaya didominasi oleh gulma jenis rumput dengan intensitas sedang serta terdapat berbagai jenis hama dan patogen penyebab penyakit yang menyerang tanaman terong ungu.

Pertumbuhan tanaman diamati pada dua fase, yaitu fase pertumbuhan dan produksi. Fase pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, jumlah cabang, dan bobot brangkasan serta fase produksi yaitu umur

Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yang bersifat tunggal dari dari dua perlakuan pupuk yang digunakan yaitu perlakuan pupuk kandang domba dan perlakuan pupuk hayati. Kombinasi kedua perlakuan yang diharapkan mampu bekerja bersama hanya berpengaruh pada beberapa peubah yang diamati. Perlakuan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap semua peubah baik pada fase pertumbuhan maupun produksi sedangkan pupuk hayati hanya memberikan pengaruh terhadap peubah diameter batang fase pertumbuhan. Interaksi perlakuan hanya berpengaruh pada beberapa peubah fase pertumbuhan.

(27)

9

Tabel 1 menunjukan hasil sidik ragam dari parameter fase pertumbuhan yaitu pertumbuhan menunjukkan perlakuan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan jumlah cabang sedangkan pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap empat parameter pertumbuhan tanaman terong kecuali pada peubah diameter batang. Interaksi antara pupuk kandang dan pupuk hayati nyata pada peubah jumlah daun dan diameter batang.

Terhadap bobot brangkasan atau biomasa tanaman (Tabel 2) dan komponen produksi (Tabel 3) hanya perlakuan pupuk kandang yang berpengaruh nyata, sedangkan perlakuan pupuk hayati ataupun interaksi kombinasi dosis kedua perlakuan tidak berpengaruh. Pengaruh perlakuan pupuk kandang domba pada peubah bobot brangkasan juga ditunjukkan pada penelitian Rosliani et al. (2006) yaitu adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering akar, batang, dan daun tanaman mentimun.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam fase pertumbuhan tanaman sampai dengan 6 MST

a

MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata, *=berbeda nyata,

**=sangat berbeda nyata (Uji lanjut dengan DMRT, transformasi dengan √x )

(28)

10

Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter bobot brangkasan tanaman pada 8 MST

Parameter Ulangan Pupuk kandang

MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata, *=berbeda nyata,

**=sangat berbeda nyata (Uji lanjut dengan DMRT, transformasi dengan √x )

Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam fase produksi tanaman Parameter Ulangan Pupuk

kandang

MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata, *=berbeda nyata,

**=sangat berbeda nyata (Uji lanjut dengan DMRT, transformasi dengan √x )

Fase Pertumbuhan

(29)

11

dekomposisi bahan organik lambat sehingga proses pertumbuhan tanaman juga menjadi lambat. Faktor lingkungan yang tidak mendukung diindikasikan saling terkait sehingga menjadi penyebab rendahnya produktivitas tanaman terong ungu.

Rendahnya pertumbuhan tanaman pada penelitian ini disebabkan juga adanya gangguan bakteri Ralstonia solanacearum yang menyebabkan gangguan fisiologis pada tanaman sehingga tanaman menjadi layu dan akhirnya mati (Gambar 2). Adanya ketidakmerataan hari hujan, perubahan suhu serta kelembaban tanah dapat menjadi suasana kondusif untuk perkembangan bakteri yang berbahaya bagi tanaman. Bakteri yang menyerang tanaman terong mulai terlihat gejala serangannya sejak 5 MST di lapangan dengan persentase serangan awal dari tiga kelompok percobaan yang terkena berturut-turut 3.31 %, 4 %, dan 3 %. Jumlah tanaman mati akibat serang penyakit semakin lama semakin bertambah, hal ini dikarenakan populasi bakteri yang ada dalam tanah semakin meningkat oleh lingkungan kondusif. Pencegahan yang dilakukan adalah dengan mencabut tanaman dari lahan agar menghentikan perkembangan populasi bakteri karena tanaman terong yang terserang menjadi inang bagi bakteri solanacearum.

Gambar 2 Tanaman terong yang layu terkena serangan bakteri Ralstonia solanacearum

Pengaruh perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Penambahan pupuk kandang meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan tanpa pupuk kandang, karena pupuk kandang menyediakan hara bagi tanaman dan memperbaiki kualitas tanah yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Tinggi tanaman menunjukkan respon kuadratik, hal ini menunjukkan adanya dosis optimum yang tercapai. Berdasarkan persamaan regresi (Gambar 3), dosis pupuk kandang yang optimum untuk tinggi tanaman adalah 25.47 ton ha-1 sedangkan dosis pupuk hayati yang optimum adalah 2.52 L ha-1 berdasarkan pengamatan 6 MST.

(30)

12

Perlakuan pupuk hayati pada penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah yang diamati, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Suliasih et al. (2010), pemberian inokulan PSB (bakteri pelarut fosfat) dalam budidaya tomat nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah buah dan berat buah serta peningkatan hasil tanaman tomat dan aktivitas mikroba dalam tanah.

Tabel 4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap rata-rata tinggi tanaman sampai dengan 6 MST

Dosis Pupuk Kandang (ton ha-1)

Tinggi tanaman (cm) pada minggu ke -

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST

pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT ( = 5%)

Gambar 3 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang (A) dan pupuk hayati (B) terhadap rata-rata tinggi tanaman sampai dengan 6 MST

Terjadi peningkatan jumlah daun pada pada setiap waktu pengamatan. Penambahan pupuk kandang meningkatkan jumlah daun (Tabel 5) dengan pola respon kuadratik sehingga dosis optimum pupuk kandang yaitu 30.76 ton ha-1 sedangkan untuk pupuk hayati yaitu 2.36 L ha-1 (Gambar 4). Pengaruh pupuk kandang terhadap jumlah daun sangat terlihat, hal ini dikarenakan hara yang tersedia pada pupuk kandang sangat cukup untuk fase pertumbuhan jumlah daun. Pertumbuhan jumlah helai daun yang signifikan pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Sajimin et al. (2011) bahwa pupuk kandang domba dengan hara N

(A) Dosis pupuk kandang (ton ha-1)

(31)

13

pertumbuhan tanaman alfalfa fase pertumbuhan secara cepat. Kandungan hara yang ada dalam pupuk kandang domba pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan apa yang di jelaskan oleh Sajimin et al. (2011) yaitu 2.20 % N, 6.23 % P, dan 0.18 % K.

Pengaruh interaksi pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap jumlah daun nyata pada 6 MST dengan pola respon kuadratik dan linier (Tabel 6 dan Gambar 5). Interaksi yang terjadi pada dasarnya merupakan integrasi yang kuat, dengan adanya kerja mikroba dalam pupuk hayati membantu dalam pembenahan tanah salah satunya sebagai pengurai bahan organik dalam hal ini pupuk kandang domba, sehingga tersedia hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan Rosliani et al. (2006) dalam penelitiannya menunjukkan keterkaitan mikroba dan bahan organik, efektifitas mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh pupuk kandang domba, berdasarkan hal ini maka penggunaan mikroba perlu diimbangi dengan penggunaan bahan organik. Pemanfaatan mikoriza dan pupuk kandang domba bermanfaat untuk peningkatan mikroorganisme dalam tanah seperti P. flourescens, Trichoderma sp. dan Bacillus sp.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap rata-rata jumlah daun tanaman sampai dengan 6 MST

Dosis Pupuk Kandang (ton ha-1)

Jumlah daun pada minggu ke -

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST

0 4.8 4.3b 5.3c 6.1c 7.2c 10.9c

13 5.2 6.0a 9.8b 13.6b 16.2b 17.2b

26 5.0 6.1a 11.0ab 18.8a 23.4a 27.5a

39 4.9 5.9a 11.9a 20.1a 26.3a 26.5a

Dosis Pupuk hayati (L ha-1)

0 4.9 5.7 9.8 14.5ab 17.8 19.7

4 5.0 5.9 10.2 15.8a 19.7 23.0

8 5.0 5.6 9.6 15.2ab 19.1 19.4

12 5.0 5.2 8.2 12.7b 16.0 19.7

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan

(32)

14

Gambar 4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang (A) dan pupuk hayati (B) terhadap rata-rata jumlah daun sampai dengan 6 MST

Tabel 6 Pengaruh interaksi pupuk kandang domba dan pupuk hayati terhadap jumlah daun pada 6 MST

Dosis Pupuk

Gambar 5 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap jumlah daun tanaman pada 6 MST

(33)

15

Pemberian pupuk kandang juga meningkatkan diameter batang tanaman secara kuadratik sehingga dosis optimum pupuk kandang dapat diperoleh yaitu 29 ton ha-1, meskipun pengaruh tidak nyata namun ada indikasi respon kuadratik terhadap pupuk hayati dengan dosis optimum 2.77 L ha-1 (Gambar 6). Diameter batang pada dosis tanpa pupuk tidak menunjukkan pertumbuhan yang baik, hal ini disebabkan suplai hara dari tanah tidak mencukupi untuk pertumbuhan batang tanaman dan kerja mikroba dalam pupuk hayati yang kurang optimal, sedangkan penambahan pupuk kandang sebagai bahan organik untuk pembenah tanah dapat meningkatkan pertumbuhan diameter batang. Hal ini sesuai dengan penelitian Safuan dan Burhan (2012), bahwa pengaruh bahan organik yang diberikan pada tanah budidaya akan meningkatkan kesuburan tanah sehingga memberikan pertumbuhan yang baik terhadap panjang dan lingkar batang tanaman melon, hal ini disebabkan karena tanah dengan bahan organik dapat menyediakan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman melon.

Perlakuan pupuk hayati terhadap diameter batang berpengaruh nyata pada 3 MST sampai 5 MST (Tabel 7), hal ini menunjukkan adanya kerja mikroba dalam tanah, yang didukung oleh Astari et al. (2014), membuktikan pengaruh nyata perlakuan pupuk hayati terhadap diameter batang karena adanya optimasi kerja bakteri dalam pupuk hayati yang menghasilkan zat pengatur tumbuh yang dapat mendukung pertumbuhan batang tanaman. Pengaruh interaksi pupuk kandang dan pupuk hayati nyata pada diameter batang pada 6 MST (Tabel 8 dan Gambar 7), hal ini diduga adanya penguraian bahan organik pupuk kandang oleh mikroba dalam pupuk hayati sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Tabel 7 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

diameter batang tanaman sampai dengan 6 MST Dosis Pupuk

Kandang (ton ha-1)

Diameter batang (cm) pada minggu ke -

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 0 0.27 0.32b 0.30b 0.31c 0.32c 0.31b 13 0.28 0.36a 0.44a 0.47b 0.47b 0.37b 26 0.27 0.35a 0.45a 0.51a 0.53a 0.48a 39 0.27 0.35a 0.47a 0.55a 0.56a 0.46a Dosis Pupuk hayati (L ha-1)

0 0.28 0.34 0.43a 0.47ab 0.47ab 0.39 4 0.27 0.35 0.44a 0.48a 0.49a 0.44 8 0.27 0.34 0.42a 0.46ab 0.48ab 0.40 12 0.27 0.34 0.38b 0.43b 0.44b 0.39 a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan

(34)

16

Gambar 6 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang (A) dan pupuk hayati (B) terhadap rata-rata dimeter batang sampai dengan 6 MST

Tabel 8 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap diameter batang tanaman pada 6 MST

Dosis Pupuk

Gambar 7 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap diameter batang tanaman pada 6 MST

(35)

17

Penambahan pupuk kandang meningkatkan jumlah cabang hingga 6 MST dengan pola respon kuadratik sehingga diperoleh dosis optimum untuk jumlah cabang yaitu 20 ton ha-1, sedangkan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap jumlah cabang tanaman (Tabel 9 dan Gambar 8). Pupuk hayati tidak berpengaruh diduga karena mikroba dalam pupuk hayati tidak menjalankan fungsinya sebagai penambat N, melarutkan P dan K, decomposer dan transformasi sehingga hara tidak tersedia untuk pertumbuhan cabang (Saraswati 2008). Percabangan pada tanaman terong muncul sejak 4 MST, hal ini berbeda jika dibandingkan dengan budidaya organik yang dilakukuan Bukhari (2013). Penelitian tersebut menunjukkan percabangan sejak 3 MST, lebih cepat 1 MST dibandingkan penelitian ini. Perlakuan pupuk kandang dengan kandungan hara yang sedikit menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan cabang tanaman. Pembuangan cabang tanaman terong pada penelitian ini tidak dilakukan karena adanya pengamatan pada jumlah cabang untuk mengetahui pengruh dosis pupuk kandang pada percabangan, hal ini bertentangan dengan tanaman jenis solanaceae yang mengharuskan pemangkasan pada cabang agar pertumbuhan vegetatif optimum. Tabel 9 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap

rata-rata jumlah cabang tanaman sampai dengan 6 MST Dosis Pupuk

kandang (ton ha-1)

Jumlah cabang pada minggu ke -

4 MST 5 MST 6 MST

pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT ( = 5%)

Gambar 8 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap rata-rata jumlah cabang tanaman sampai dengan 6 MST

0.6

(36)

18

Penambahan pupuk pada tanaman terong, memberikan pengaruh terhadap bobot brangkasan sedangkan perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh (Gambar 9 dan 10). Tingginya dosis pupuk kandang domba yang diberikan mempercepat pertumbuhan sehingga semakin banyak produksi biomasa oleh tanaman. Peubah brangkasan dipengaruhi tunggal oleh pupuk kandang karena diduga tidak adanya kerja mikroba dalam pupuk hayati dalam mendukung pertumbuhan tanaman, berbeda dengan penelitian Rosliani et al. (2004), pupuk hayati yang mengandung mikoriza, lactobacillus, dan saccharomyces berpengaruh nyata terhadap terhadap produksi cabai, terutama pada peubah yang diamati berupa biomasa (berat kering) dan bobot cabai pertanaman, serapan hara dan kandungan hara dalam tanah. Bobot basah dan bobot kering akar selain dapat dipengaruhi oleh mikroba dari pupuk hayati juga dapat dipengaruhi oleh adanya penyiraman berlebih sehingga menyebabkan tingginya bobot akar tanaman (Astari et al. 2014).

Pengujian terhadap biomasa untuk menganalisis hara yang ada pada tanaman dilakukan dengan tahap pemilahan hingga diperoleh 16 sampel tanaman yang diberikan perlakuan, pemilahan tersebut dilakukan ketika tanaman dalam satu petakan telah berbunga 30%, kemudian dilakukan pengeringan sesaat sebelum dimasukkan ke dalam oven. Perlakuan pengeringan dilakukan dengan suhu berbeda, 80°C untuk perlakuan terhadap akar dan batang dan 60°C untuk perlakuan terhadap daun. Perbedaan perlakuan didasarkan pada perbedaan fisik ketiga jenis biomasa tersebut. Hasil analisis menunjukkan kadar hara N, P, dan K pada masing-masing sampel tanaman beragam berdasarkan dosis pupuk yang diberikan. Berdasarkan kadar hara tersebut dapat diperoleh serapan N, P, dan K oleh tanaman (Tabel 11). Data pada tabel tidak diolah secara statistik tetapi dapat menunjukkan bahwa adanya penambahan pupuk kandang dan pupuk hayati meningkatkan kadar N dan K tetapi menurunkan kadar P pada tanaman.

Tabel 10 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap rata-rata bobot basah dan bobot kering akar dan batang tanaman sampai dengan 11 MST

Dosis Pupuk kandang (ton ha-1)

Bobot basah (BB) dan bobot kering (BK) brangkasan (g) BB Akar BK Akar BB Batang BK Batang

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (

(37)

19

Gambar 9 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang terhadap rata-rata bobot basah daun (A) dan bobot kering daun (B) sampai dengan 11 MST

Gambar 10 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang terhadap bobot basah total (A) dan bobot kering total (B) sampai dengan 11 MST

Tabel 11 Rata-rata kadar dan serapan nitrogen, fosfor, dan kalium dalam daun 10.16

Kadar hara (%) Serapan hara (g/tanaman)

(38)

20

Tabel 11 Rata-rata kadar dan serapan nitrogen, fosfor, dan kalium dalam daun (lanjutan)

Keterangan: Data tanpa ulangan, tidak diolah secara statistik.

Serapan hara pada daun dalam satu tanaman terong yang dihasilkan pada penelitian ini sangat rendah sehingga berat kering yang dihasilkan per tanaman terong juga rendah. Kadar hara (Tabel 11) lebih rendah dibandingkan dengan kadar hara dalam daun terong yang sesuai dengan standar kecukupan hara (Tabel 12).

Tabel 12 Rata-rata kadar hara dalam bobot kering terong Jenis

Penambahan pupuk kandang pada tanaman terong ungu memberikan pengaruh nyata terhadap peubah umur berbunga dan umur panen dengan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap dosis sedangkan pupuk hayati tidak berpengaruh (Tabel 12). Perlakuan kontrol (0 ton ha-1) berpengaruh terhadap umur berbunga tetapi dengan pembungaan yang sangat lambat, sehingga menyebabkan perbedaan yang sangat nyata dengan dosis 13, 26, dan 39 ton ha-1. Umur panen buah terong pada pengamatan berkisar antara 103 hingga 105 HST, semakin lambat munculnya bunga maka semakin lambat juga fase tanaman terong menuju fase berbuah, hal ini dapat disebabkan oleh suplai hara fosfor yang masih kurang untuk fase produksi, pupuk kandang domba memberikan 6.23 % tetapi yang mampu diserap tanaman hingga fase vegetatif maksimum sebesar 1.10 %. Safei et al. (2014) membuktikan unsur hara P yang diserap tanaman terong dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah.

Tabel 13 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap rata-rata umur berbunga (11 MST) dan umur panen (15 MST)

(39)

21

Tabel 13 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap rata-rata umur berbunga (11 MST) dan umur panen (15 MST) (lanjutan)

Dosis Pupuk hayati (L ha-1)

pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT ( = 5%)

Data produksi tanaman berupa bobot buah per petak, bobot per buah, bobot buah per tanaman, jumlah tanaman berbuah, jumlah buah per petak, dan jumlah buah per tanaman. Perlakuan pupuk kandang berpengaruh tunggal terhadap peubah jumlah dan bobot buah tanaman terong. Penambahan pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap peubah jumlah dan bobot tanaman. Tidak adanya kerja mikroba dalam dalam tanah menyebabkan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap produksi buah pada tanaman terong. Hal ini juga didukung oleh penelitian Astari et al. (2014) yang menyatakan bahwa perlakuan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi tomat tidak berpengaruh nyata karena tidak ada kerja bakteri dalam pupuk hayati yang digunakan. Penambahan pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap peubah jumlah dan bobot tanaman. Dosis 26 ton ha-1 adalah dosis yang paling baik pada peubah jumlah tanaman berbuah, jumlah buah per petak, dan bobot buah per petak, sedangkan rata-rata bobot per buah yang tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis 39 ton ha-1 yang tidak berbeda nyata dengan dosis lainnya. Satu tanaman terong memproduksi 1 sampai 4 buah dan dalam jangka 4 kali masa panen 1 tanaman dapat menghasikan bobot rata-rata 204 g (Tabel 13). Buah yang dihasilkan melalui pemberian pupuk kandang dengan berbagai dosis memiliki bentuk yang beragam (Gambar 11).

Produksi buah per petak tertinggi diperoleh 1.895 kg (8.4 m2) sehingga diperkirakan dihasilkan 6.75 ton ha-1 musim-1, berbeda dengan Bukhari (2013) dalam penelitiannya, pengaruh nyata bahan organik pupuk kandang dengan dosis 30 ton ha-1 menghasilkan bobot buah hingga 8.2 kg per petak jumlah pengamatan 12 tanaman. Budidaya konvensional Sasmito (2012) yang menggunakan pupuk majemuk NPK 150 kg/ha menghasilkan 35.67 kg (6.72 m2) atau 53.13 ton ha-1 musim-1. Perbedaan produksi budidaya organik dan konvensional, selain pupuk terutama disebabkan faktor lingkungan yang kurang mendukung seperti kebutuhan air untuk produksi tidak tercukupi, serangan bakteri solanaceae yang sangat berpengaruh pada produksi buah atau gangguan hama dan penyakit (Gambar 12) yang menyebabkan kehilangan beberapa buah terong sehingga produksi per tanaman hanya berkisar 4 buah, berbeda dengan Atika (2013) dalam penelitiannya menghasilkan hingga 5 buah per tanaman terong ungu dengan perlakuan bahan organic. Sriyanto et al. (2015) dalam penelitiannya menghasilkan 6.72 rata-rata buah per tanaman dengan perlakuan dosis pupuk kandang.

(40)

22

proses fisiologi tanaman terganggu sehingga serapan hara oleh tanaman tidak berlangsung, akibatnya tanaman menjadi layu hingga mati. Populasi tanaman semakin lama semakin berkurang sehingga produksi dalam luasan lahan budidaya menjadi sangat rendah. Selain itu, tanaman yang telah berbuah juga terserang hama ulat, serta mengalami pembusukan.

Tabel 14 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap rata-rata jumlah dan bobot buah tanaman sampai dengan 19 MST

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan

pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT ( = 5%)

(41)

23

(a) (b) (c)

Gambar 12 Busuk buah (a), Hama (b), penyakit (c) pada budidaya terong ungu. Berdasarkan pola respon regresi pertumbuhan tanaman, menunjukkan dosis optimum pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman. Rata-rata dosis optimum pupuk kandang pada fase pertumbuhan tanaman yaitu 30 ton ha-1 dan pupuk hayati 2.55 L ha-1, sedangkan untuk fase produksi masih belum ditemukan dosis yang optimum karena hasil uji menunjukkan nilai koefisien keragaman yang tinggi. Keragaman yang tinggi pada fase produksi dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya faktor curah hujan. Dosis pupuk optimum yang diperoleh pada penelitian ini dapat direkomendasikan untuk budidaya terong ungu.

Tabel 15 Dosis optimum pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman

Peubah Dosis optimum

Pupuk kandang (ton ha-1) Pupuk hayati (L ha-1)

Tinggi tanaman 25.47 2.52

Jumlah daun 30.76 2.36

Diameter Batang 29.00 2.77

Bobot brangkasan 34.65 -

Rata-rata 30.00 2.55

KESIMPULAN

1. Pemberian pupuk kandang memperbaiki nilai peubah yang diamati pada fase pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, jumlah cabang, dan brangkasan tanaman serta pada fase produksi yaitu umur berbunga, umur panen, jumlah dan bobot buah. Dosis optimum untuk pupuk kandang yaitu 30 ton ha-1.

2. Pupuk hayati hanya nyata meningkatkan diameter batang. Dosis optimum untuk pupuk hayati adalah 2.55 L ha-1.

(42)

24

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Data Curah Hujan Bulanan Stasiun Klimatologi Bogor. Bogor [ID]: BMKG

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Dalam Angka 2012. Gorontalo (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produktivitas Terong Di Indonesia. Jakarta (ID): BPS

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Sayuran Di Indonesia. Jakarta (ID): BPS

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Peningkatan Penduduk Indonesia (Badan Sensus Penduduk). Jakarta (ID): BPS

[IFA] International Fertilizer Association. 1991. World Fertilizer Use Manual. Paris (FRN): IFA

[KEMENTAN]. 2011. Permentan : Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Jakarta (ID): KEMENTAN

[KEMENTAN]. 2013. Permentan : Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Jakarta (ID): KEMENTAN

Adrian, M., Azhar, I. Bahua., F.S. Jamin. 2013. Pengaruh pemberian pupuk NPK pelangi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman terung (Solanum melongena L.). Skripsi. Gorontalo (ID): Universitas Negeri Gorontalo

Aini Z. 2005. Organic Vegetable Cultivation in Malaysia. Malaysia (ID): Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI)

Alin, D.A. 2008. Uji efektivitas pupuk organik hayati (bio-organic fertilizer) dalam mensubstitusi kebutuhan pupuk pada tanaman caisin (Brassica chinensis). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Astari, W., K.I. Purwani., W. Anugerahani. 2014. Pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman tomat (Solanum lycopersicum L.) Varietas tombatu di PT Petrokimia Gresik. J. Sains dan Seni Pomits. 2 (1): 1-4

Atika, T.A. 2013.Pertumbuhan dan hasil tanaman terung ungu varietas yumi f1 dengan pemberian berbagai bahan organik dan lama inkubasi pada tanah berpasir. J. Anterior.12 (2): 6-12

Bukhari. 2013. Pengaruh pemberian pupuk organik dan air cucian beras terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung (Solanum melongena L.). J. Sains Riset. 3 (1):1-8

Elabed, N., H. Grissa., N. Mousrati., M.B. Kheder. 2014. Effect of different organic crop rotations on soil chemical and biochemical properties. Annals of biological research. 5 (5): 4-10

Gomez K.A., A.A. Gomez. 2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. edisi kedua. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, penerjemah Jakarta (ID): UI press. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agriculture Research

Han, H.S., K.D. Lee. 2005. Phosphate and potassium solubilizing bacteria effect on mineral uptake, soil availability and growth of eggplant. Research Journal of Agriculture and Biological Sciences. 1(2): 176-180

(43)

25

Hartatik, W., D. Setyorini. 2008. Buku II: Teknologi Pengeolaan Sumberdaya Lahan. di dalam : Hartatik, W., D. Setyorini. Editor. Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian [internet].[18-20 November 2008]. Bogor (ID)[diunduh 2015 November 15]. Tersedia pada: http://balittanah.litbang.deptan.go.id:pengauh-pupuk-organik-terhadap-sifat-kimia-tanah&catid=61:artikel

Melati, M., W. Andriyani. 2005.Pengaruh pupuk kandang ayam dan pupuk hijau Calopogonium mucunoides terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai panen muda yang dibudidayakan secara organik. Buletin Agronomi. 33 (2): 8-15

Mezuan., I.P. Handayani., E. Inoriah. 2002. Formulasi pupuk hayati untuk budidaya padi gogo. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 4 (1): 27-34 Moelyohadi, Y., M.U. Harun., Munandar., R. Hayati., N. Gofar. 2012.

Pemanfaatan berbagai jenis pupuk hayati pada budidaya tanaman jagung (Zea mays. L) efisien hara di lahan kering marginal. Jurnal Lahan Suboptimum. 1 (1): 31-39

Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik: Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya

Raigon, M.D., Adrian, R.B., Jaime, P. 2010. Effects of organic and conventional cultivation methods on composition of eggplant fruits. Journal of Agricultural Food and Chemistry. 58 (11): 6833-6840

Rosliani, R., Y. Hilman., N. Sumarni. 2006. Pemupukan fosfat alam, pupuk kandang domba, dan inokulasi cendawan mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman mentimunpada tanah masam. J. Hortikultura. 16 (1): 21-30

Safei, M., A. Rahmi., N. Jannah. 2014. Pengaruh jenis dan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terong (solanum melongena L.) Varietas mustang f-1. J. Agrifor. 13 (1): 59-66

Safuan, L.O., A. Bahrun. 2012.Pengaruh bahan organik dan pupuk kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon (Cucumis melo L.). J. Agroteknos. 2 (2): 69-76

Sajimin., N.D. Purwantari., R. Mujiastuti. 2011. Pengaruh Jenis dan Taraf Pemberian Pupuk Organik pada Produktivitas Tanaman Alfalfa (Medicago sativa L.) Di Bogor Jawa Barat. Seminar Nasional, Balai Penelitian Ternak, Bogor

Sakri, F.M. 2012. Meraup Untung Jutaan Rupiah dari Budidaya Terung Putih. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Saraswati, R. Sumarno. 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah. Iptek Tanaman Pangan. 3 (1): 41-58

Sasmito, I.J. 2012. Pengaruh dosis pupuk kandang sapid an pupuk majemuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil terong ungu (Solanum melongena L.). Skripsi. Kudus (ID): Universitas Muria Kudus

(44)

26

Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta., R. Saraswati., D. Setyorini., W. Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor (ID): Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian

Sriyanto, D., P. Astuti., P.A. Sujalu. 2015. Pengaruh dosis pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung ungu dan terung hijau (Solanum melongena L.). J. Agrifor. 14 (1): 39-44

Suge, J.K., M.E. Omunyin., E.N. Omami. 2011. Effect of organic and inorganic sources of fertilizer on growth, yield and fruit quality of eggplant (Solanum melongena L.). Archives of Applied Science Research. 3 (6):470-479

Suliasih., S. Widawati., A. Muharam. 2010. Aplikasi pupuk organik dan bakteri pelarut fosfat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat dan aktivitas mikroba tanah. J. Hortikultura. 20 (3): 241-246

Susila, A.D. 2006. Panduan Budi Daya Sayuran. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta (ID): Kanisius

Sutrisno, B. 2014. Optimasi dosis pupuk organik yang diaplikasikan dengan pupuk hayati pada budidaya padi organik. Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Suwardi. 2004. Teknologi pengomposan bahan organik sebagai pilar pertanian organik. hal. 33. Dalam The International Society for Southeast Asian Agricultural Science (ISAAS), Indonesia Chapter. Prosiding Simposium Nasional. Pertanian organik: Keterpaduan Teknik Pertanian Tradisional dan Inovatif. Bogor, 30 November 2004

Ullio, L. 2003. Eggplant growing third edition. Edited by William, E.S. NSW Agriculture, 1-4. State of New Shout Wales

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam fase pertumbuhan tanaman sampai dengan
Gambar 2 Tanaman terong yang layu terkena serangan bakteri Ralstonia
Gambar 4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang (A) dan pupuk hayati (B)
Tabel 8 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
+6

Referensi

Dokumen terkait

2014.„Pengaruh Macam Dan Kombinasi Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana B.).‟ Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,

[r]

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Maryani dan Ludigdo (2001) bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap audit judgment seorang auditor di mana seorang

Penulis terobsesi dengan gagasan Samuel Huntington yang berhasil merumuskan teori ‘benturan antar peradaban’ dan Francis Fukuyama yang muncul dengan gagasan ‘berakhirnya

JOGLOSEMAR (2011), Direktur Utama PD BPR BKK Tasikmadu, Sugimin mengungkapkan BPR BKK Tasikmadu mempunyai pekerjaan rumah untuk membereskan kredit macet yang

Analisis data dilakukan dengan menggunakan empat (4) tahapan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.Secara teoritis hasil penelitian

disingkat dengan KDD sering digunakan secara bergantian untuk menjelaskan proses penggalian informasi yang tersembunyi dalam suatu basis data yang besar. Kedua

Pameran yang menjadi bagian strategi nasional literasi keuangan Indonesia (SNLKI). Kegiatan ini diikuti oleh 30 LJK yang ada di Purwokerto. 2.Sosialisasi kepada Pondok