• Tidak ada hasil yang ditemukan

Flaring Gas Utilization Model in Oil and Gas Company to support Clean Development Mechanism (Case Study on Oil and Gas Exploitation Field, Tugu Barat, Indramayu, West Java)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Flaring Gas Utilization Model in Oil and Gas Company to support Clean Development Mechanism (Case Study on Oil and Gas Exploitation Field, Tugu Barat, Indramayu, West Java)"

Copied!
552
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMANFAATAN GAS IKUTAN DI PERUSAHAAN MIGAS DALAM RANGKA MENDUKUNG MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (STUDI KASUS LAPANGAN EKSPLOITASI MIGAS TUGU

BARAT, INDRAMAYU, JAWA BARAT)

ZULKIFLI RANGKUTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Model Pemanfaatan Gas Ikutan di Perusahaan Migas dalam Rangka Mendukung Mekanisme Pembangunan Bersih (Studi Kasus Lapangan Eksploitasi Migas Tugu Barat, Indramayu, Jawa Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2009

(3)

ZULKIFLI RANGKUTI. 2009. Model Pemanfaatan Gas Ikutan di Perusahaan Migas dalam Rangka Mendukung Mekanisme Pembangunan Bersih (Studi Kasus Lapangan Eksploitasi Migas Tugu Barat, Indramayu, Jawa Barat). Dibimbing Oleh BAMBANG PRAMUDYA. N sebagai Ketua Komisi Pembimbing, SURYONO HADI SUTJAHJO, ETTY RIANI dan IMAM SANTOSO sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Keberadaan PT. SDK sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi yang bekerjasama dengan PT. Pertamina memegang peran penting dalam penyediaan energi gas dan peningkatan pendapatan daerah di dalam negeri. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan model pemanfaatan gas ikutan dalam kegiatan eksploitasi minyak bumi dalam mendukung mekanisme pembangunan bersih di Lapangan Tugu Barat. Penelitian menggunakan metode analisisi deskriptif yang didukung dengan metode triangulasi, metode analisis kelayakan ekonomi (Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP), dan analisis Profitability Index, sistem dinamik dengan bantuan software Powersim Constructor versi 2.5, Analitycah Hierarchy Process (AHP) dan Interpretatif Structural Modeling (ISM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lapangan minyak Tugu Barat memiliki cadangan minyak sebesar 43.423 milyar barrel. Cadangan yang telah terambil sebesar 12.485,50 milyar barrel dan cadangan gas ikutan (flare) sebanyak 35,7 BSCF dan 23,1 BSCF dalam bentuk probable. Kilang LPG Plant Tugu Barat selama ini mendapatkan pasokan gas dari stasiun pengumpul Tugu Barat. Kilang ini terdiri dari kilang CO2 removal dan kilang LPG. Pemanfaatan produksi minyak dan gas bumi Lapangan Tugu Barat meliputi (1) minyak untuk keperluan kilang (proses extraksi) Balongan dan untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri (2) gas alam (non associated) diigunakan untuk keperluan semburan buatan (gas lift) pada Lapangan Bongas Blok Jatibarang, ke kilang Mundu untuk diproses (stripping) menjadi gas LPG, dan untuk konsumen industri seperti PT.PGN, Tbk Cabang Cirebon dan Pabrik Kapur Palimanan, Cirebon, dan (3) gas alam (associated) dimanfaatkan melalui PT.SDK untuk bahan baku (feed stock) pada proses Mini LPG Plant. Industri gas ikutan di Lapangan Produksi Minyak Tugu Barat Indramayu secara ekonomi layak untuk dikembangkan Hasil simulasi sub model penduduk Jawa Barat dan DKI menunjukkan kecenderungan membentuk kurva pertumbuhan positif (positive growth) naik mengikuti kurva eksponensial. Ini menunjukan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk baik sebagai akibat dari tingginya tingkat kelahiran maupun tingginya penduduk pendatang. Hal yang sama ditunjukkan pada sub model pengolahan gas ikutan sub model ekologi dan sub model ekonomi. Namun karena keterbatasan sumberdaya yang tersedia seperti ketersediaan lahan dan deposit gas maka pada suatu saat kurva akan menuju pada suatu titik keseimbangan tertentu (stable equilibrium) dan selanjutnya mengalami penurunan. Dalam hal ini di dalam model terjadi hubungan timbal balik positif (positive feedback) melalui proses reinforcing dan timbal balik negatif (negative feedback) melalui proses balancing. Fenomena ini dalam sistem dinamik disebut mengikuti pola dasar (archetype) “Limit to Growth”. Alternatif kebijakan pengelolaan gasi ikutan yang perlu dikembangkan di adalah pemanfaatan Liquified Petroleum Gas (LPG).

(4)

ABSTRACT

ZULKIFLI RANGKUTI. 2009. Flaring Gas Utilization Model in Oil and Gas Company to support Clean Development Mechanism (Case Study on Oil and Gas Exploitation Field, Tugu Barat, Indramayu, West Java). Supervised by BAMBANG PRAMUDYA. N as Promotor, SURYONO HADI SUTJAHJO, ETTY RIANI, IMAM SANTOSO as CO Promotor

The existence of PT. SDK as one of the peripatetic Company in oil and gas sector which work with PT. Pertamina hold important role in ready to supply gas and improvement of earning of area in home affairs. Research aim to develop model of utilization of associated gas activity of petroleum exploitation in supporting clean development mechanism in Tugu Barat oil field. Big potential of gas production in Indonesia and decreasing the production of oil as fuel production in Indonesia, make Indonesian government to change policy from utilized oil fuel to gas fuel as alternative energy a cheap and environmentally friendly. On the other hand, production of oil and gas be produced flaring gas. Based on that, need to find utilization of flaring gas modeling on oil and gas company to support clean development mechanism, such as on Tugu Barat Oil and Gas Exploitation Field, Indramayu, West Java. This research use descriptive analysis method with triangulation method, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP), and profitability Index Analysis with software Powersim Constructor version 2.5, Analytical Hierarchy Process (AHP) and Interpretative Structural Modeling (ISM). The analysis result indicated that flaring gas produced from Tugu Barat Field potential to processed, because profitable and could decrease global warming so that it can support clean development mechanism (CDM). Alternative policy that could develop on Tugu Barat Oil Field is process flaring gas to liquefied petroleum gas (LPG), beside profitable, it can protect environment quality to clean development mechanism (CDM). To achieve this, most influential factor is government policy and other influential factors are human resources, natural resources (flaring gas availability), funding, technology, facilities and infrastructure. Therefore to manage flaring gas on Tugu Barat Field needs government policy and high quality human resources. Flare gas industry on Tugu Barat Oil Production Field, economically good to develop. The result of West Java and Jakarta society sub model ecology , sub model simulation and economic sub model indicated the preference of positive growth curve establishment which follow exponential curve, same result indicate on migrants. But because of resource limitedness, at one time the curve go to stable equilibrium through balancing process which at dynamic system said for following archetype “limit to growth”. Alternative policy management of associated gas which need to be developed in Liquified Petroleum Gas (LPG).

(5)

RINGKASAN

Krisis energi global khususnya yang berasal dari bahan bakar minyak, membuat pemanfaatan gas sangat memegang peranan penting dalam mendukung penyediaan energi sebagai salah satu sumberdaya energi elaternatif. Untuk mendukung penyediaan energi tersebut, PT. SDK bekerja sama dengan PT. Pertamina (Persero) mengembangkan industri pengolahan gas di Lapangan Tugu Barat, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan model pemanfaatan gas ikutan dalam kegiatan eksploitasi minyak bumi dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Lapangan Tugu Barat. Untuk mencapai tujuan tersebut, beberapa kegiatan yang dilakukan sebagai tujuan khusus, antara lain :

1. Mengetahui kondisi sistem pengolahan gas ikutan yang ada saat ini dan potensi pemanfaatannya

2. Mengetahui kelayakan ekonomi pemanfaatan gas ikutan dalam eksploitasi migas.

3. Mengembangkan disain model pengelolaan gas ikutan dalam kegiatan eksploitasi minyak bumi yang bersifat site spesific.

4. Menentukan strategi kebijakan pengelolaan gas ikutan yang menguntungkan Penelitian dilaksanakan di dalam areal Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) PT Pertamina EP (Eksplorasi dan Produksi) Region Jawa Area Operasi Timur dan Wilayah Kerja (WK) PT.Sumber Daya Kelola (SDK) Kelurahan/Desa Amis, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terletak pada koordinat 107°51°-108°36° bujur timur dan 6°15°-6"40° lintang selatan. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2008 sampai dengan Januari 2009 terhitung sejak pengambilan data di lapangan sampai penyusunan disertasi. Penelitian menggunakan metode analisis data yang meliputi :

(6)

dilanjutkan dengan pengamatan (observasi) langsung di wilayah studi, dan wawancara dengan masyarakat setempat.

2. Mengetahui kelayakan ekonomi pemanfaatan gas ikutan dalam eksploitasi migas menggunakan metode analisis kelayakan ekonomi dengan menggunakan pendekatan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP), dan analisis Profitability Index.

3. Mengembangkan disain model pengelolaan gas ikutan dalam kegiatan eksploitasi minyak bumi yang bersifat site spesific menggunakan metode analisis data sistem dinamik dengan bantuan software Powersim Constructor versi 2.5

4. Menentukan strategi kebijakan pengelolaan gas ikutan yang menguntungkan menggunakan metode analisis data Analitycal Hierarchy Process (AHP) untuk menyusun strategi arahan kebijakan dalam pengelolaan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat. Sedangkan untuk mengetahui kendala utama yang dihadapi dan kebutuhan program dilakukan analisis Interpretatif Structural Modeling (ISM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lapangan minyak Tugu Barat di Indramayu mulai dieksploitasi oleh Pertamina pada tahun 1970. Produksi tertinggi dicapai pada tahun 1973-1994 sebesar 28.000 barrel oil per day (BOPD). Lapangan minyak Tugu Barat memiliki areal seluar 920,328 ha dengan cadangan minyak sebesar 43.423 milyar barrel. Cadangan yang telah terambil sebesar 12.485,50 milyar barrel dan cadangan gas ikutan (flare) sebanyak 35,7 BSCF dan 23,1 BSCF dalam bentuk probable. Kilang LPG Plant Tugu Barat selama ini mendapatkan pasokan gas dari stasiun pengumpul Tugu Barat. Kilang ini terdiri dari kilang CO2 removal dan kilang LPG. Pemanfaatan produksi minyak dan gas bumi Lapangan Tugu Barat meliputi (1) minyak untuk keperluan kilang (proses extraksi) Balongan dan untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri (2) gas alam (non associated) diigunakan untuk keperluan semburan buatan (gas lift) pada Lapangan Bongas Blok Jatibarang, ke kilang Mundu untuk diproses (stripping) menjadi gas LPG, dan untuk konsumen industri seperti PT.PGN, Tbk Cabang Cirebon dan Pabrik Kapur Palimanan, Cirebon, dan (3) gas alam (associated) dimanfaatkan melalui PT.SDK untuk bahan baku (feed stock) pada proses Mini LPG Plant.

(7)

US$ 1.148.174,00 dengan kemapuan mengembalikan modal pinjaman bank yang besar yaitu lebih besar dari tingkat suku bunga bank sampai pada batas waktu yang ditetapkan dengan rata-rata IRR berkisar 14,42 % (IRR total). Dilihat dari nilai payback investment perusahaan di lokasi studi diperoleh nilai sebesar 5,080 tahun untuk payback investment dan 3,537 tahun untuk payback loan yang berarti bahwa waktu yang diperlukan oleh perusahaan untuk dapat mengembalikan modal yang dikeluarkan lebih cepat dari masa kontrak dan untuk tahun kelima dan seterusnya perusahaan akan memperoleh keuntungan dari selisih antara hasil penjualan dengan biaya atau modal yang dikeluarkan.

Hasil simulasi sub model penduduk Jawa Barat dan DKI menunjukkan kecenderungan membentuk kurva pertumbuhan positif (positive growth) naik mengikuti kurva eksponensial. Ini menunjukan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk baik sebagai akibat dari tingginya tingkat kelahiran maupun tingginya penduduk pendatang. Hal yang sama ditunjukkan pada sub model pengolahan gas ikutan sub model ekologi dan sub model ekonomi. Namun karena keterbatasan sumberdaya yang tersedia seperti ketersediaan lahan dan deposit gas maka pada suatu saat kurva akan menuju pada suatu titik keseimbangan tertentu (stable equilibrium) dan selanjutnya mengalami penurunan. Dalam hal ini di dalam model terjadi hubungan timbal balik positif (positive feedback) melalui proses reinforcing dan timbal balik negatif (negative feedback) melalui proses balancing. Fenomena ini dalam sistem dinamik disebut mengikuti pola dasar (archetype) “Limit to Growth”.

(8)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009. Hak Cipta dilindungi Undang-undang.

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

MODEL PEMANFAATAN GAS IKUTAN DI PERUSAHAAN MIGAS DALAM RANGKA MENDUKUNG MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (STUDI KASUS LAPANGAN EKSPLOITASI MIGAS TUGU

BARAT, INDRAMAYU, JAWA BARAT)

ZULKIFLI RANGKUTI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Judul Disertasi : Model Pemanfaatan Gas Ikutan di Perusahaan Migas dalam Rangka Mendukung Mekanisme Pembangunan Bersih (Studi Kasus Lapangan Eksploitasi Migas Tugu Barat, Indramayu, Jawa Barat)

Nama : Zulkifli Rangkuti

NIM : P062059434

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya. N. M.Eng Ketua

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo. MS Dr. Ir. Etty Riani. MS Anggota Anggota

Dr. Ir. Imam Santoso. MS Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi PSL Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A Notodiputro, MS NIP. 131 471 836 NIP. 130 891 386

(11)

PRAKATA

Penulis sangat bersyukur kepada Allah SWT, karena berkat dan kekuatan yang daripadaNya sehingga draft disertasi ini berhasil diselesaikan.

Disertasi ini dapat diselesaikan berkat arahan dan bimbingan dari para komisi pembimbing: Prof. Dr. Ir. BAMBANG PRAMUDYA N, M.Eng. (ketua); Prof.Dr. Ir. SURJONO H. SUTJAHJO. MS (anggota); Dr. Ir. ETTY RIANI M.S (anggota) dan Dr. Ir. IMAM SANTOSO M.S (anggota). Ucapan terima kasih yang paling tulus disampaikan untuk semua nama tersebut di atas.

Akomodasi yang diterima pada program studi PSL di bawah Ketua Program Studi: Prof. Dr. Ir. SURJONO H SUTJAHJO, M.S. yang selalu mendorong penyelesaian studi; Dr. Ir. ETTY RIANI. M.S (Eks.Sekretaris Eksekutif Program Studi PSL) yang telah berkenan mengakomodasi ujian kualifikasi doktor dan kegiatan-kegiatan administratif lainnya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Baringin Panggabean, Ph.D sebagai Konsultan keuangan PT.SDK yang memberi kesempatan kepada penulis dalam penulisan disertasi, serta kepada Dewan Direksi PT.SDK, Arief Susilo Wiranto. B.Eng dan Ir. Pandu Wiweko dan Ir.Edwargo. S dan Nugroho BA Field Manager di lapangan yang mengijinkan dan berdiskusi kepada kami sehingga selesai dalam penulisan disertasi kami, merupakan catatan tersendiri bagi penulis. Untuk itu juga disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh anggota keluarga (istri dan anak-anak penulis : Siska Pratiwi, Fadhillah A.Z Rangkuti dan Fahriz Z. Rangkuti; Bapak dan Ibu mertua : Asmuni dan Sunarni. Juga kepada teman-teman angkatan VI (Dr.Albert Napitupulu SE. MSi, Betty Setianingsih, Budiono, Hermanus, Dr. Ir. Hazaddin Tende Sitepu MM, Hairul Sitepu, Henry Paranginangin, Mulyo Handono, Petrus Tampubolon, Walter Gultom dan sahabat saya Bambang Mulyana Candidate Doktor, seluruh staf administrasi Sekolah Pascasarjana IPB dan Staf Administrasi PSL (Mbak Ririn, Mbak Herlin, Mbak Suli) dan mereka yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Walaupun disertasi ini telah disiapkan dengan sebaik-baiknya, kekurangan dan kesalahan sangat mungkin terjadi. Untuk perbaikan ke depan dan demi menambah khasanah keilmuan, tanggapan dan saran-saran sangat diharapkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin

(12)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 1967 sebagai anak ketiga dari 5 bersaudara dari pasangan M.A Rangkuti (Alm) dan Siti C. Rangkuti. Penulis menikah dengan Siska Pratiwi pada tahun 2002 dan telah dikaruniai dua orang putra, Fadhillah A.Z Rangkuti dan Fahriz.Z Rangkuti.

Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Akutansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya dan lulus pada tahun 1994, pada tahun 1995 lulus sebagai Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi Manajemen Pemasaran pada Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Cabang Jawa Timur. Pada tahun 1999 tahun ajaran 1998/1999, dengan bantuan biaya pendidikan dari PT.Bank Asia Pasific (ASPAC), penulis diterima di Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Krisnadwipayana dan menamatkannya pada tahun 2000. Program Penyetaraan Magister (S2) di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Institut Pertanian Bogor tahun 2005 – 2006. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor dari sumber pembiayaan yang mandiri pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan diperoleh pada tahun 2006.

Pengalaman kerja antara lain pernah sebagai Kepala Divisi Pembiayaan (Vice President) pada PT.Bank Syariah Bukopin memimpin pemberian pembiayaan skala besar (wholesale), April – Juli 2008, Kepala Divisi (Vice President) UUS PT.Bank Century Tbk Mei 2006-September 2007 dan Marketing Manager Pembiayaan Korporasi (Asistant Vice President) PT.Bank Syariah Mandiri Juli 2003-Mei 2006.

Saat ini penulis bekerja sebagai Senior Advisor (Asset Backed Financing) pada PT. Sumber Daya Kelola (PT.SDK) yang bergerak pada Gas Processing Plant dengan memanfaatkan gas ikutan menjadi Produk LPG, Kondensat, Lean Gas dan CO2, serta

(13)

ii

Halaman

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian... 5

1.3. Kerangka Pemikiran ... 5

1.4. Perumusan Masalah... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

1.6. Novelty (Kebaruan)... 11

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA... 12

2.1. Minyak Bumi ... 12

2.1.1. Eksploitasi Minyak Bumi ... 12

2.1.2. Pengelolaan Reservoir Minyak dan Gas Bumi ... 14

2.2. Sistem Produksi dan Pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi ... 18

2.2.1. Sistem Produksi Minyak Bumi ... 20

2.2.2. Pemisahan Minyak Gas Air... 20

2.3. Gas Alam (Natural Gas) ... 21

2.3.1. Kandungan Energi (Pengukuran Gas Alam)... 23

2.3.2. Pemanfaatan Gas Alam... 23

2.3.3. Gas Alam di Indonesia... 24

2.4. Gas Ikutan (Associated Gas atau FlaringGas) ... 24

2.4.1. Gas Ikutan (associated Gas atau Flaring Gas) di Indonesia 26

2.5. Proses Gas Ikutan Menjadi LPG ... 26

2.6. Potensi Sumber Daya Migas Indonesia... 29

2.7. Kegiatan Eksploitasi Minyak Bumi Indonesia ... 29

2.8. Pengelolaan Lingkungan Kegiatan Ekploitasi Minyak Bumi ... 34

2.9. Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan ... 35

2.10. Pembangunan Berkelanjutan ... 35

2.11. Produksi Besih... 37

2.12. Clean Development Mechanism (CDM) ... 38

2.13. Ekonomi Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan ... 45

(14)

iii

2.15. Pendekatan Sistem ... 50

2.15.1. Sistem Dinamik ... 51

2.15.2. Pengertian Model dan Permodelan ... 53

2.15.3. Jenis-jenis Model ... 54

2.15.4. Proses Permodelan ... 55

BAB III. METODE PENELITIAN... 61

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61

3.2 Rancangan Penelitian... 62

3.2.1. Jenis dan Sumber Data ... 62

3.2.2. Teknik Penetapan Responden ... 65

3.2.3. Pengambilan Sampel Udara... 66

3.2.4. Metode Analisis Data... 66

3.3. Defenisi Operasional ... 66

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN... 72

4.1. Letak Geografis dan Administratif ... 72

4.2. Iklim ... 72

4.3. Penggunaan Tanah ... 72

4.3.1. Ekonomi ... 73

4.3.2. Sosial dan Budaya ... 73

4.3.3. Sumber Daya Alam... 75

4.4. Profil Industri Pengolahan Gas Ikutan Objek Penelitian ... 78

BAB V. STUDI KONDISI SISTEM PENGOLAHAN GAS IKUTAN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA... 80

Abstrak ... 80

5.1. Pendahuluan ... 80

5.2. Metode Analisisi Kondisi dan Sistem Pengolahan Gas Ikutan dan Potensi Pemanfaatannya ... 85

5.3. Hasil dan Pembahasan Studi Kondisi dan Sistem Pengolahan Gas Ikutan dan Potensi Pemanfaatannya ... 85

5.3.1. Kondisi Sistem Pengolahan Gas Ikutan ... 85

5.3.2. Potensi Pemanfaatan Gas Ikutan (Flare Gas) di Lapangan Produksi Munyak Tugu Barat... 103

(15)

iv

Daftar Pustaka... 117

BAB VI. KELAYAKAN EKONOMI PEMANFAATAN GAS IKUTAN DI LAPANGAN MINYAK TUGU BARAT, INDRAMAYU... 119

Abstrak ... 119

6.1. Pendahuluan ... 119

6.2. Metode Analisis Kelayakan Ekonomi Pemanfaatan Gas Ikutan ... 121

6.3. Hasil dan Pembahasan Analisis Kelayakan Ekonomi Pemanfaatan Gas Ikutan... 123

6.4. Kesimpulan ... 131

Daftar Pustaka... 133

BAB VII. DISAIN MODEL PEMANFAATAN GAS IKUTAN (INTERAKSI EKOLOGI, TEKNO-EKONOMI DAN SOSIAL)... 134

Abstrak ... 134

7.1. Pendahuluan ... 134

7.2. Metode Analisis Disain Model Pemanfaatan Gas Ikutan... 135

7.3. Hasil dan Pembahasan Model Pemanfaatan Gas Ikutan Di Lapangan Tugu Barat, Indramayu ... 145

7.3.1. Simulasi Model Pemanfaatan Gas Ikutan... 145

7.3.2. Validasi Model Pemanfaatan Gas Ikutan di Lapangan Tugu Barat ... 160

7.4. Kesimpulan ... 161

Daftar Pustaka... 163

BAB VIII. STRATEGI ARAHAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN GAS IKUTAN YANG MENGUNTUNGKAN SECARA EKONOMI, EKOLOGI DAN SOSIAL...

164

Abstrak ... 164

8.1. Pendahuluan ... 164

8.2. Metode Analisis Strategi Kebijakan Pemanfaatan Gas Ikutan ... 166

8.3. Hasil dan Pembahasan Penyusunan Strategi Kebijakan Pemanfaatan Gas Ikutan... 173

8.4. Kesimpulan ... 194

(16)

v

BAB IX. PEMBAHASAN UMUM... 196

BAB X. REKOMENDASI KEBIJAKAN... 205

10.1. Kebijakan Umum ... 205

10.2. Kebijakan Operasional... 206

BAB XI. KESIMPULAN DAN SARAN... 207

11.1. Kesimpulan ... 207

11.2. Saran-Saran ... 208

DAFTAR PUSTAKA... 209

(17)

vi

Halaman

1. Lapangan minyak on shore yang dikelola PT. Pertamina ... 33

2. Potensi dampak lingkungan kegiatan ekploitasi minyak bumi... 34

3. Karakteristik gas rumah kaca utama ... 40

4. Teknologi rendah emisi disektor energi, industri, dan transportasi... 44

5. Format pengumpulan data lapangan Tugu Barat ... 65

6. Rangkuman tujuan, pendekatan, dan analisis data... 67

7. Estimasi perbandingan penggunaan bahan bakar 2005 pada perusahaan listrik negara ... 83

8. Sejarah produksi dan profil cadangan minyak dan gas di Lapangan Tugu Barat... 88

9. Sejarah produksi dan profil cadangan minyak dan gas di Lapangan Pasir Catang... 89

10. Potensi produksi gas di Lapangan Tugu Barat Kompleks (dalam MMSCFD) Kabupaten Indramayu ... .. 105

11. Analisa komposisi gas di Lapangan Tugu Barat, Indramayu ... 108

12. Kualitas Udara di Lokasi Penelitian... 115

13. Parameter keekonomian proyek pengembangan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat, Indramayu ... 126

14. Perkembangan penduduk Jawa Barat dan DKI tahun simulasi 2002 – 2025... 149

15. Perkembangan hasil olahan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat ... 152

16. Simulasi proyeksi perkembangan gas polutan dengan tanpa pengolahan gas ikutan tahun simulasi 2002-2025 ... 154

17. Simulasi proyeksi perkembangan gas polutan dengan pengolahan gas ikutan tahun simulasi 2002-2025 ... 156

18. Simulasi proyeksi pendapatan dari pemanfaatan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat, Indramayu tahun simulasi 2004-2025... 159

19. Hasil analisis uji validasi kinerja terhadap komponen jumlah penduduk di Jawa Barat dan DKI Jakarta ... 160

20. Skala penilaian perbandingan berpasangan ... 166

(18)

vii

22. Structural self interaction matrix (SSIM) awal elemen ... 171

23. Hasil reachability matrix (RM) final elemen ... 171

24. Hasil analisis AHP strategi kebijakan pemanfaatan gas ikutan ... 173

(19)

viii

Halaman

1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian... 8

2. Bagan alir perumusan masalah ... 10

3. Diagram alir kajian reservoir secara terintegrasi ... 17

4. Proses pengelolaan reservoir migas ... 18

5. Aliran produksi dan pemanfaatan minyak dan gas bumi ... 19

6. Proses pengolahan minyak bumi keluaran sumur... 20

7. Produksi minyak dunia dan gas ikutan ... 25

8. Kondisi Gas Ikutan (Flare Gas) di sektor Hulu dan Hilir... 26

9. Peta Lokasi Gas Flare... 27

10. Skema ilustrasi kegiatan proyek LPG plant dengan memanfaatkan gas ikutan ... 26

11. Peta penyebaran cadangan minyak bumi Indonesia... 27

12. Peta penyebaran cadangan dan Indonesia berdasarkan sumber gas... 27

13. Kondisi saat ini Indonesian-oil products supply & demand balance... 30

14. Tiga sasaran pokok pembangunan berkelanjutan... 34

15. Hubungan antara jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan eksploitasi migas ... 44

16. Intersepsi dunia model dengan dunia nyata ... 51

17. Transformasi kualitatif - kuantitatif ... 52

18. Jenis-jenis model ... 53

19. Sekuen proses permodelan... 54

20. Loop permodelan... 55

21. Tahap-tahap pembuatan simulasi model ... 56

22. Peta lokasi penelitian di Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu... 60

23. Diagram alir tahapan penelitian ... 61

24. Potensi cadangan migas di Kabupaten Indramayu ... 75

25. Kondisi Gas Ikutan (Flare Gas)... 78

26. Perkembangan produksi dan konsumsi minyak di Indonesia sejak tahun 2000-2006 ... 81

27. Indonesian gas production and consumption in 2000-2006... 82

28. Kondisi pemanfaatan gas berdasarkan penggunaan………. 82

(20)

ix

30. Proses block diagram pada amine unit di Lapangan Tugu Barat ... 96 31. Rancangan PFD-process flow diagram – MDEA sweetening unit... 99 32. Rancangan piping dan instrumentation diagram (P & ID) amine unit. 100 33. Tahapan gas kompresi inlet ... 101 34. Gas ikutan (flaring) yang akan di manfaatkan oleh PT.SDK ... 104 35. Rencana jalur distribusi dan pemasaran gas kilang Tugu Barat ... 111 36. Diagram sebab akibat (causal loop) model pemanfaatan gas ikutan

di perusahaan migas ... 139 37. Diagram input-output model pemanfaatan gas ikutan di perusahaan

migas dalam rangka mendukung CDM ... 140 38. Struktur model dinamik pemanfaatan gas ikutan di Lapangan

Tugu Barat, Indramayu ... 145 39. Struktur model dinamik pertumbuhan penduduk Jawa Barat dan DKI

Jakarta ... 147 40. Simulasi pertumbuhan penduduk Propinsi Jawa Barat dan DKI

Jakarta periode 2002-2025... 148 41. Struktur model dinamik pengelolaan gas ikutan ... 150 42. Simulasi perkembangan produksi gas olahan di Lapangan Minyak

Tugu Barat Indramayu tahun 2004-2025... 151 43. Struktur model dinamik perkembangan gas polutan dalam proses

produksi gas ikutan di Lapangan Tugu Barat, Indramayu ... 153 44. Simulasi perkembangan produksi gas ikutan dan terbakar serta

gas polutan di Lapangan Tugu Barat, Indramayu ... 153 45. Simulasi perkembangan produksi gas ikutan, gas olahan, dan

gas terbakar di Lapangan Tugu Barat periode 2004-2025 ... 155 46. Struktur model dinamik sub model ekonomi dalam proses produksi

gas ikutan di Lapangan Tugu Barat, Indramayu... 157 47. Simulasi perkembangan pendapatan dari hasil pengolahan gas ikutan

di Lapangan Tugu Barat, Indramayu tahun 2004-2025 ... 158 48. Pertumbuhan jumlah penduduk aktual dan hasil simulasi model

di Jawa Barat dan DKI Jakarta periode 2002-2006 ... 161 49. Hierarkhi pengambilan keputusan model pemanfaatan gas ikutan

di perusahaan migas dalam rangka mendukung mekanisme

(21)

x

di Lapangan Tugu Barat, Indramayu ... 175 52. Prioritas stakeholder yang berperan dalam pengelolaan gas ikutan

di Lapangan Tugu Barat ... 177 53. Prioritas tujuan yang diharapkan tercapai dalam pengelolaan gas

ikutan di Lapangan Tugu Barat, Indramayu ... 180 54. Prioritas alternatif kebijakan dalam pengelolaan gas ikutan di Lapangan

Tugu Barat, Indramayu ... 185 55. Matriks driver power – dependence untuk elemen dendala dalam

pengelolaan gas ikutan... 188 56. Struktur hierarkhi sub elemen kendala program pengelolaan gas

ikutan di Lapangan Minyak dan Gas Tugu Barat, Indramayu ... 188 57. Matriks driver power – dependence untuk elemen kebutuhan

pengelolaan gas ikutan... 190 58. Struktur hierarkhi sub elemen kebutuhan program pengelolaan gas

(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak dan gas bumi (migas) adalah sumber daya alam tidak terbarukan yang bernilai ekonomis dan strategis. Sampai saat ini migas masih merupakan sumber energi yang menjadi pilihan utama bagi industri, transportasi dan rumah tangga. Selain itu, pemanfaatan berbagai produk akhir atau produk turunan (derivative) minyak bumi juga semakin meningkat sehingga peningkatan akan permintaan minyak dan gas bumi di seluruh dunia telah mengakibatkan pertumbuhan dan ekspansi pada kegiatan eksplorasi dan pengolahan minyak mentah di berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satu daerah yang melakukan kegiatan eksploitasi dan pengolahan minyak mentah cukup tinggi di Indonesia adalah Propinsi Jawa Barat yang menempati peringkat kelima terbesar setelah Riau, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan dan Lampung, dengan volume produksi mencapai 4,31 % dari produksi total Indonesia. Sedangkan untuk gas alam, Jawa Barat yang mempunyai 84 lapangan migas (www.pertamina-javacrb.co.id/wilayah.php) menempati peringkat ketiga dengan produksi 11,27 % dari produksi total gas alam Indonesia. Produksi migas tahunan Jawa Barat pada tahun 2004 sebesar 18.902 barrel oil perday (BOPD) dan 468 million matric standard cubic feet perday (MMSCFD).

Kegiatan produksi minyak dan gas bumi merupakan suatu rangkaian proses yang kompleks dengan melibatkan berbagai kegiatan industri minyak bumi, mulai dari hulu (upstream) sampai hilir (downstream). Kegiatan hulu (Upstream) meliputi kegiatan eksplorasi (pencarian), eksploitasi (pengangkatan) melalui kegiatan pengeboran dan penyelesaian sumur, sarana pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan minyak mentah untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan minyak. Kegiatan hilir (downstream) meliputi kegiatan prosessing (pengolahan) melalui kegiatan kilang minyak (refinery) untuk memproduksi bahan bakar beserta turunannya dan marketing serta distribusi melalui kegitan penyimpanan (storage).

(23)

pengumpul (gathering station atau GS) untuk memisahkan produk minyak bumi dari komponen-komponen lain yang terdapat di dalam fluida, yaitu gas bumi dan air.

Pada saat fluida di permukaan, gas yang terlarut di dalam fluida akan terpisahkan lebih dahulu karena tekanan di dalam reservoir (tempat terkumpulnya dan terjebak minyak dan gas bumi secara alami di bawah tanah) lebih tinggi dibandingkan di bubblepoint (suhu pertama kalinya suatu cairan terbentuk gelembung gas, yang menandakan cairan itu mulai mendidih). Gas yang terlarut dalam fluida ini disebut sebagai associated gas, yang lebih dikenal dengan nama gas ikutan (flaring gas). Gas ikutan atau associated gas (flaring gas) ini terproduksi pada lapangan minyak (oil field), pada waktu pengeboran (drilling) atau pada pekerjaan lanjutan (workover), kilang minyak (refinery) pada waktu proses pengolahan minyak mentah, pabrik kimia (chemical plant) dan lahan sampah (landfill). Gas ikutan yang dibahas pada penelitian ini adalah gas ikutan yang terproduksi pada lapangan minyak. Gas ikutan tersebut pada umumnya digunakan sendiri untuk keperluan operasi produksi di lapangan (own use) atau di recovery (ditangkap) sisanya biasanya dibakar (flare) atau di buang keatmosfer (venting) berdampak pada pencemaran udara.

Kegiatan industri minyak dan gas bumi umumnya berpotensi menimbulkan dampak pada lingkungan. Baik pada proses produksi, pengolahan minyak bumi, penyimpanan maupun industri yang menggunakan minyak bumi, akan dihasilkan bahan-bahan yang merupakan salah satu sumber pencemar lingkungan (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.128 Tahun 2003 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi secara Biologis; dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.129 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi). Bahan-bahan pencemar ini pada akhirnya akan masuk ke dalam lingkungan sehingga jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah pada lingkungan.

(24)

3

setempat atau di industri lainnya yang lokasinya jauh dari lokasi gas tersebut diproduksi, dengan jalan memipakan gas (pipe line) yang dikompresikan terlebih dahulu. Kelebihan gas ikutan yang tidak dapat digunakan untuk keperluan-keperluan tersebut dapat digunakan untuk gas lift, direinjeksikan kembali ke dalam sumur, dibakar (gas flaring), atau dibuang langsung ke atmosfer (venting). Pembakaran gas ikutan dan venting dilakukan untuk alasan (i) safety mengingat di dalam gas ikutan ini masih terdapat senyawa-senyawa yang mudah terbakar, yang apabila terlepas secara langsung di sekitar fasilitas pengolahan minyak dan gas bumi akan mudah terbakar, (ii) ketidakekonomisan melakukan recovery gas di fasilitas produksi, sehingga dibutuhkan unit pembakar dan vent stack.

Adanya pembakaran gas ikutan ini selain akan menimbulkan pencemaran lingkungan, juga secara tidak langsung mengakibatkan terbuangnya potensi sumberdaya yang sebenarnya masih sangat potensial untuk dimanfaatkan. Padahal jumlah yang dihasilkan seharusnya sudah dapat memasok bahan baku industri seperti pada industri petrokimia. Hal ini sesuai dengan laporan Pusdatin ESDM (2006) yang mengatakan bahwa gas yang digunakan untuk bahan baku industri petrokimia (termasuk pupuk) besarnya 7,3 % (591,0 mmscfd). Oleh karena itu Badan Pengatur Minyak dan Gas (BP Migas) (08 May 2007) melalui program zero flaring berupaya untuk meminimalkan gas ikutan dengan cara memanfaatkan gas ikutan yang berada di lapangan produksi minyak bumi yang terbuang percuma dalam upaya pemanfaatan sebagai energi alternatif karena selain memiliki nilai ekonomis juga memiliki nilai strategis dan sekaligus mendukung program pengurangan pemanasan global (global warming).

Berkaitan dengan hal tersebut pada telah diluncurkan Global Gas Flaring Reduction Public-Private Partnership (GGFR) pada World Summit on Sustainable Development di Bulan Agustus 2002. GGFR beranggotakan negara-negara penghasil minyak (OPEC), perusahaan minyak baik yang dimiliki negara-negara maupun perusahaan multi nasional lainnya. Tujuan GGFR adalah memfasilitasi dan mendukung penurunan gas ikutan di dunia dengan cara bersama-sama untuk memanfaatkan gas ikutan sebagai energi yang bersih dan mencairkan hambatan-hambatan dalam pemanfaatan gas ikutan tersebut.

(25)

kebijakan untuk mendukung hal tersebut tertuang pada Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025 yang memuat program-program utama pengelolaan energi nasional. Salah satu program utama yang tertuang pada blueprint tersebut adalah melakukan pemanfaatan kembali (reutilization) gas ikutan yang dihasilkan dari proses produksi minyak bumi (program utama ke enam) menjadi bahan yang bernilai ekonomis sehingga akan menguntungkan secara finansial. Hal ini juga sudah ditindak lanjuti oleh Direktorat Jenderal (Ditjend) Minyak dan Gas (Migas) yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang minyak dan gas bumi melalui program GOGII (Green Oil Gas Industry Initiative) (25 Juli 2008) untuk menjadikan industri migas yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan program zero flare, zero discharge, clean air and go renewable.

Walaupun sudah ada kebijakan dari Dirjen MIGAS melalui Program GOGII namun hingga saat ini kajian yang ada kaitannya dengan pengurangan dan pemanfaatan kembali gas ikutan yang dihasilkan dari proses produksi bahan bakar fossil (BBF) masih sangat terbatas, bahkan penelitian ke arah pemanfaatan gas ikutan yang akan memberikan dampak terbesar pada sektor ekonomi, ekologi dan sosial hingga saat ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu dalam rangka melaksanakan clean development mechanism (CDM) untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, maka penelitian model pemanfaatan gas ikutan di perusahaan MIGAS secara terpadu dan holistik sangat penting untuk dilakukan.

Pada saat ini gas ikutan di beberapa lokasi produksi minyak dan gas bumi sudah mulai dimanfaatkan menjadi LPG, bahan pembangkit tenaga listrik (power generator) atau sebagai kondensat. Selain itu juga telah dilakukan kajian terhadap gas ikutan, yakni oleh Indriani (2005) yang melakukan studi secara komprehensif mengenai potensi clean development mechanism (CDM) ditinjau secara teknik dan ekonomi penurunan gas ikutan di Indonesia pada sektor minyak dan gas. Peneliti lainnya adalah Dewi dan Chandra (2007) yang melakukan kajian tentang pemanfaatan gas ikutan dari fasilitas produksi minyak untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) di bawah mekanisme pembangunan bersih (CDM).

(26)

5

mendukung pembangunan berkelanjutan yang mempunyai manfaat maksimal dengan dampak negatif pada lingkungan yang minimal serta dapat menjadikan perusahaan hidup berdampingan secara harmonis dengan masyarakat sekitarnya. Juga dilakukan penelitian model pemanfaatan gas ikutan di perusahaan migas dalam rangka mendukung mekanisme pembangunan bersih, sehingga dari sini akan dapat diketahui strategi mana yang paling menguntungkan secara ekologi, ekonomi dan sosial. Dalam hal ini apakah gas ikutan tersebut dijadikan LPG, bahan bakar (lean gas) power generator atau menjadi kondensat. Dalam rangka mendapatkan kebijakan pengelolaan gas ikutan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, maka penelitian model pemanfaatan gas ikutan di perusahaan MIGAS perlu segera dilakukan.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini, secara umum bertujuan untuk mengembangkan suatu model pengelolaan kegiatan eksploitasi minyak bumi dalam rangka mendukung mekanisme pembangunan bersih. Penelitian difokuskan pada pemanfaatan kembali gas ikutan sebagai energi yang ramah lingkungan. Untuk membangun model pengelolaan eksploitasi minyak, beberapa tujuan spesifik yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kondisi sistem pengolahan gas ikutan yang ada saat ini dan potensi pemanfaatannya

2. Mengetahui kelayakan ekonomi pemanfaatan gas ikutan dalam eksploitasi migas.

3. Mengembangkan disain model pengelolaan gas ikutan dalam kegiatan eksploitasi minyak bumi yang bersifat site specific.

4. Menentukan strategi kebijakan pengelolaan gas ikutan yang menguntungkan secara ekonomi, ekologi dan sosial.

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan standar dalam pengelolaan kegiatan eksploitasi minyak bumi dalam mendukung mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism in oil industry).

1.3. Kerangka Pemikiran

(27)

ekploitasi tersebut selalu menghasilkan gas ikutan dan limbah yang berpotensi menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan.

Gas ikutan yang dihasilkan pada umumnya langsung dibakar. Pembakaran gas ikutan ini akan menghasilkan gas-gas emisi yang akan terlepas ke udara dan sebagian gas-gas emisi ini (CO2, CH4, dan H2O) akan terakumulasi di atmosfer bumi yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global (global warming).

Demikian pula halnya dengan gas yang dilepas melalui vent stack (cerobong) berupa gas CH4 (methan) yang merupakan salah satu dari komponen gas-gas rumah kaca. Selain mengakibatkan efek rumah kaca, kelebihan gas ikutan yang pada saat ini tidak digunakan dan kemudian dibakar atau venting (dibuang langsung ke atmosfer) juga merupakan salah satu kegiatan inefisiensi mengingat gas ikutan yang dibakar masih memiliki kandungan energi yang cukup untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar atau kandungan komponen-komponen gas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku LPG, kondensat, feed stock industri petrokimia (petrochemical), dan lain-lain.

Hal ini juga dinyatakan pada Protokol Kyoto yang mendorong dunia untuk mengupayakan pengurangan gas-gas emisi rumah kaca dalam rangka mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim, terutama oleh negara-negara industri (developed countries) yang termasuk dalam Annex-I countries pada Protokol Kyoto. Protokol Kyoto juga memungkinkan negara-negara berkembang (developing countries) yang bukan termasuk negara-negara yang wajib menurunkan emisi rumah kaca (non-Annex I countries) untuk dapat ikut serta dalam pelaksanaan pengurangan dampak perubahan iklim dan pemanasan global melalui mekanisme pembangunan bersih atau yang dikenal dengan clean development mechanism (CDM). Sejalan dengan Protokol Kyoto dan implementasi dari Protokol Kyoto tersebut, BP Migas telah berusaha untuk melakukan pembangunan bersih melalui anjuran pengurangan emisi gas ikutan dengan melakukan pengolahan dan pemanfaatan gas tersebut.

(28)

7

gas flaring yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan gas ikutan sebelum gas ini dibakar atau dibuang langsung ke atmosfer (venting) atau menginjeksikannya kembali (reinjection) dan menyimpannya di dalam formasi minyak bumi. Hal ini mengandung arti bahwa gas ikutan yang hendak dibakar, dimanfaatkan menjadi bahan baku produksi LNG, LPG, kondensate, atau produk-produk petrokimia atau sebagai bahan bakar pembangkit listrik dan steam melalui pemipaan gas yang telah dikompresikan terlebih dahulu (CNG= compessed natural gas), sehingga dapat memberikan keuntungan secara finansial yang cukup menarik.

Melalui pengolahan gas ikutan menjadi produk LPG, kondensat dan lean gas maka akan diperoleh dampak positif secara ekonomi, ekologi dan sosial. Secara ekonomi, produk yang dihasilkan merupakan bahan bakar yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan perusahan dan PDRB daerah. Pengolahan gas ikutan juga akan mereduksi jumlah gas ikutan yang dibakar, yang berarti menurunkan pencemaran udara yang dihasilkan dalam proses pembakaran tesebut. Selain itu, usaha pengolahan gas ikutan tersebut akan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat dan masyarakat sekitar berpeluang mendapatkan pembinaan melalui kegiatan corporate social responsibility dari perusahaan pengolah gas ikutan tersebut.

Oleh karena itu perlu dilakukan kajian pengembangan model pengelolaan gas ikutan yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi, ramah lingkungan dan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar. Model tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai arahan dalam merumuskan kebijakan eksploitasi minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Secara ringkas kerangkan pemikiran tersebut di atas dapat dilihat pada bagan alir Gambar 1.

1.4. Perumusan Masalah

Sampai saat ini pengelolaan kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia belum memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan secara holistik, baik kaidah lingkungan binaan dan lingkungan alam, maupun kaidah lingkungan sosial. Konsep pengelolaan lingkungan masih sebatas secara fisik saja, sehingga kurang memperhatikan aspek ekologi dan sosial.

(29)

memiliki nilai ekonomi tinggi, padahal disisi lain kegiatan eksploitasi minyak bumi juga menghasilkan gas ikutan. Gas ikutan tersebut jika tidak dimanfaatkan

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran Pengelolaan

SDA

Eksploitasi Migas

Gas Alam (Natural Gas)

Minyak Mentah

Minyak Mentah mengandung

gas ikutan

Clean Development

Mechanism (CDM) Protokol Kyoto

Penurunan Gas Rumah kaca

Flare (di Bakar)

Pengolahan (Utilization)

Pencemaran

Udara Dampak Positif

Sosial Ekonomi Ekologi

Model Pengelolaan Gas Ikutan

(30)

9

kembali akan masuk ke lingkungan (atmosfir) untuk selanjutnya akan mencemari udara.

Produksi gas ikutan di Indonesia menduduki rangking empat setelah Nigeria, Angola, Irak di antara negara penghasil minyak anggota GGFR (Global Gas Flaring Reduction) yakni organisasi yang tidak mencari keuntungan (nirlaba) bernaung di bawah Bank Dunia yang beranggotakan negara penghasil minyak (OPEC) dan perusahaan minyak milik negara maupun perusahaan minyak multinasional lainnya. Saat ini sudah dilakukan studi pemanfaatan kembali gas ikutan menjadi bahan dan sumber energi baru yang menguntungkan secara ekonomi. Kajian tersebut meliputi konversi dari gas ikutan menjadi LPG, menjadi bahan bakar (lean gas) pembangkit listrik (power generator) atau sebagai kondensat.

Dalam rangka membangun model pemanfaatan gas ikutan guna mendukung pelaksanaan mekanisme produksi bersih pada kegiatan eksploitasi minyak dan gas sebagai landasan penyusunan rekomendasi kebijakan pengelolaan migas yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, ada beberapa pertanyaan yang perlu dipecahkan, yaitu:

1. Bagaimana kondisi sistem pengolahan gas ikutan yang ada saat ini dan bagaimana potensinya untuk dapat dimanfaatkan ?

2. Bagaimana kelayakan ekonomi pemanfaatan gas ikutan dalam eksploitasi migas?

3. Bagaimana disain model pengelolaan gas ikutan dalam kegiatan eksploitasi minyak bumi yang bersifat site spesific?.

4. Bagaimana strategi kebijakan pengelolaan gas ikutan yang menguntungkan secara ekonomi, ekologi dan sosial.

(31)

Gambar 2. Bagan alir perumusan masalah

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memiliki kontribusi dalam pengembangan ilmu lingkungan berupa konsep model pengelolaan eksploitasi minyak bumi dalam mendukung pembangunan berkelanjutan secara ekologi, ekonomi dan sosial dengan pemanfaatan kembali gas ikutan. Selain itu, penelitian ini secara praktis bermanfaat sebagai:

1. masukan tentang pemanfaatan gas ikutan yang menguntungkan secara ekologi, ekonomi dan sosial.

2. alternatif model pemanfatan gas ikutan dalam eksploitasi migas.

3. alternatif kebijakan yang bersifat operasional dalam pengelolaan gas ikutan yang berwawasan lingkungan dalam pola pembangunan berkelanjutan. 4. referensi dalam pengelolaan gas ikutan di industri migas.

EKSPLOITASI MIGAS

PENGOLAHAN GAS IKUTAN

CLEAN DEVELOPMENT

MECHANISM

Kajian kondisi existing system pengolahan dan potensi pemanfaatan gas ikutan

Studi kelayakan Ekonomi pemanfaatan

gas ikutan

Pengembangan desain model pengelolaan gas ikutan

(32)

11

1.6. Novelty

Kajian tentang pemanfaatan gas ikutan telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, antara lain:

- Indriani (2005) melakukan studi secara komprehensif mengenai potensi clean development mechanism (CDM) ditinjau secara teknik dan ekonomi penurunan gas ikutan pada sektor minyak dan gas di Indonesia.

- Dewi dan Chandra (2007) melakukan kajian tentang pemanfaatan gas ikutan dari fasilitas produksi minyak untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) dibawah mekanisme pembangunan bersih (CDM).

Kebaruan penelitian ini adalah applicability CDM pada pemanfaatan associated gas (flaring gas) di lapangan PT Pertamina EP yang memiliki karakteristik cadangan (reservoir) berlapis dan sangat terbatas (site spesific) sehingga harus dikembangkan dengan hati-hati terutama dalam penetapan target serta tingginya kandungan karbon dioksida (CO2) dan hydrogen sulfide (H2S). PT Pertamina EP belum pernah membuat kajian tentang pengelolaan gas ikutan pada lapangan minyak, sehingga srategi konversi gas ikutan yang berwawasan lingkungan dan model pemanfaatan gas ikutan yang bersifat holistik, yang menggambarkan hubungan antar sub sistem ekologi, tekno-ekonomi dan sosial pada kegiatan eksploitasi minyak bumi yang bersifat site specific secara dinamis serta model kebijakan dan pengelolaan eksploitasi minyak bumi yang nantinya dapat dijadikan sebagai arahan dalam merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi pengelolaan migas berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

(33)

2.1. Minyak Bumi

Menurut teori pembentukannya minyak bumi, senyawa-senyawa organik penyusun minyak bumi merupakan hasil alamiah proses dekomposisi tumbuhan selama berjuta-juta tahun (Hofer, 1966). Oleh karena itu, minyak bumi juga dikenal sebagai bahan bakar fosil, selain batubara dan gas alam.

Menurut Hofer (1966)semua bahan bakar fosil dihasilkan oleh senyawa karbohidrat dengan rumus kimia Cx(H2O) yang memfosil. Karbohidrat tersebut dihasilkan oleh tumbuhan dengan mengubah energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Kebanyakan bahan bakar fosil diproduksi kira-kira 325 juta tahun yang lalu, yaitu pada abad Carboniferous dalam era Paleozoic bumi. Setelah tumbuhan mati, maka karbohidrat dapat berubah menjadi senyawa hidrokarbon dengan rumus kimia CxHy akibat tekanan dan temperature yang tinggi serta tidak tersedianya oksigen (anaerob). Hal yang sama dikemukakan pula oleh Chartor dan Somerville (1978) yang menjelaskan bahwa minyak bumi merupakan salah satu produk minyak mentah alami yang dihasilkan dari konversi biomassa pada temperatur dan tekanan yang tinggi secara alami di lingkungan aerob. Senyawa hidrokarbon dapat dirombak oleh berbagai macam mikroba. Perombakan ini membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak sebanding dengan dampak yang akan ditimbulkannya bila minyak bumi tersebut terakumulasi dalam tanah. Kumpulan dari minyak dan gas tersebut membentuk reservoir-reservoir minyak dan gas (BP MIGAS 2004).

2.1.1. Eksploitasi Minyak Bumi

Eksploitasi atau produksi minyak dan gas bumi adalah kegiatan industri minyak dan gas bumi yang menghasilkan minyak dan gas sehingga siap untuk diolah lebih lanjut (PPPTMGB Lemigas, 1999). Setelah mengetahui kapasitas lapangan minyak, sumur berikut yang dibor disebut sumur pengembangan atau sumur produksi. Suatu kandungan kecil mungkin bisa diciptakan dengan menggunakan satu atau lebih sumur appraisal. Kandungan yang lebih besar memerlukan pemboran sumur produksi tambahan (Lemigas,1999).

(34)

13

hidrokarbon bervariasi, tergantung besarnya kandungan dan kondisi geologinya. Ladang minyak bumi yang luas memerlukan seratus atau lebih sumur bor (production well). Setiap sumur yang dibor harus siap berproduksi sebelum rig pemboran dipindahkan (E & P Forum,1997)

Pada tahap awal umumnya minyak bumi dapat mengalir sendiri secara alamiah ke permukaan (natural flowing). Apabila tekanan formasi sudah berkurang, pengangkatan minyak ke permukaan dapat dibantu dengan pompa. Namun demikian, seringkali kegiatan ekspolitasi minyak bumi dari sumur-sumur minyak belum berhasil memperoleh secara maksimal keseluruhan kandungan minyak bumi yang ada. Perolehan minyak bumi dengan metode konvensional hanya mampu menghasilkan minyak sekitar 30 - 40% kandungan minyak secara keseluruhan (Gaffen, 1975 dalam Forbes, 1980). Secara umum, kegiatan eksploitasi minyak bumi meliputi 3 tahap utama, yaitu :

a. Tahap produksi primer (primary recovery), yaitu suatu tahapan memperoleh minyak dimulai dengan mencari dan atau menemukan sumber minyak bumi, penggunaan energi alami dengan memanfaatkan tekanan awal reservoir dan volume air yang dapat menggerakan minyak.

b. Tahapan produksi sekunder (secondary recovery), yaitu tahapan perolehan minyak bumi yang dilakukan dengan menginjeksikan cairan (water flooding) atau gas (steam flooding) ke dalam reservoir dengan tujuan menambah energi reservoir.

(35)

tegangan permukaan atau menurunkan viskositas minyak bumi sehingga dapat merangsang pelepasan minyak dari reservoir.

Kemampuan ini dapat berubah jika terjadi modifikasi di dalam sel mikroba. Modifikasi faktor lingkungan di luar (adanya mutagen) dan di dalam sel mikroba (rekombinasi DNA) secara langsung dapat menghilangkan atau mengubah fraksi hidrokarbon dan mengurangi viskositasnya, sehingga dapat digunakan untuk teknologi MEOR. Penggunaan bakteri untuk pelepasan minyak dari reservoir ini adalah hasil penelitian yang dilakukan Zobell antara tahun 1943-1955. Aplikasi MEOR lebih ekonomis dan aman mengingat penggunaan zat kimia sintetik membutuhkan biaya yang lebih tinggi serta menimbulkan resiko pencemaran lingkungan (Sublett, 1993).

2.1.2. Pengelolaan Reservoir Minyak dan Gas Bumi

Teori antiklinal (anticlinal theory) adalah teori tentang akumulasi minyak, gas dan air pada lapisan cembung dalam tatanan tertentu (air paling bawah) asalkan strukturnya mengandung batuan reservoir, yang berhubungan baik dengan bantuan induk dan ditutupi dengan batuan tudung. Perangkap antiklin (anticlinal trap) adalah lapisan dalam struktur antiklin tempat akumulasi hidrokarbon. Cadangan (reserves) adalah jumlah minyak atau gas bumi yang ditemukan didalam batuan reservoir dan dapat diproduksi. Reservoir adalah tempat terkumpul dan terjebaknya minyak dan gas bumi secara alami di bawah tanah. Tekanan reservoir (reservoir pressure) adalah tekanan yang mendorong fluida ke lubang bor yang menembus reservoir minyak dan gas bumi. Batuan reservoir (reservoir rock) adalah batuan bawah tanah yang berpori dan permeable yang dapat menyimpan minyak dan atau gas (Pusat data dan Informasi, DESDM, 2006).

Pengelolaan dan penanganan reservoir (reservoir management) sejak dini adalah penting, khususnya pada reservoir yang memiliki karakteristik yang unik. Perbedaan cara penanganan terletak pada rencana pengembangannya (plan of development, POD), terutama untuk mengoptimalkan peroleh minyak dan gas.

(36)

15

akan sangat tergantung dari pemanfaatan sumberdaya manusia (SDM), teknologi, peralatan dan finansial untuk memaksimalkan keuntungan (profit) dengan cara mengoptimalkan produksi dan meminimalkan biaya operasi dan investasi. Reservoir management harus dilakukan sejak aktivitas eksplorasi, sampai dengan reservoir tersebut ditemukan, dikembangkan, diproduksikan, hingga akhirnya ditinggalkan (setelah dinilai tidak ekonomis lagi). Dalam prakteknya tentu harus menganut kaidah teknik perminyakan atau petroleum engineering yang baku dan benar, meliputi proses-proses; perencanaan; implementasi dari rencana-rencana tersebut; pemantauan terhadap unjuk kerja; penilaian dan revisi terhadap rencana atau strategi bilamana diperlukan (Satter dan Thakur, 1994).

Suatu pendekatan sinergi dalam petroleum reservoir management banyak dibahas oleh Satter dan Thakur (1994), dan Thakur dan Satter (1998). Hal yang berkali-kali ditekankan adalah pentingnya sebuah team work antar personel dari berbagai displin ilmu yang terlibat aktivitas perminyakan, yakni : geophysicist, geologist, petroleum engineers dan lain-lain. Selain hal tersebut juga diperlukan adanya interaksi yang efektif dan efisien diantara management, engineering, geoscience dan fungsi penunjang. Suatu contoh, data geologi dan keteknikan reservoir atau produksi akan digunakan oleh ahli geofisika untuk menyakinkan adanya perkembangan reservoir yang memungkinkan penambahan pemboran baru. Di lain pihak, hasil interpretasi data seismik dapat digunakan oleh ahli reservoir untuk menilai cadangan, spasi sumur, unjuk kerja sumur dan lain-lain. Interpretasi awal suatu survei seismik 3-D, misalnya, akan sangat mempengaruhi rencana awal pengembangan suatu lapangan. Namun, dengan bertambahnya engineering data dan informasi, suatu interpretasi dapat direvisi dan disempurnakan terus menerus. Adalah bukan hal yang mengejutkan, apabila ternyata dalam plan of futher development (POFD) banyak berubah dari rencana awal. Untuk pengelolaan dan penanganan reservoir karbonat, terlebih dahulu kita harus mengetahui karakteristik batuan karbonat itu sendiri. Keheterogenan karakter yang melekat pada sifat batuan karbonat yang dibawanya sejak awal pembentukannya, dan sepanjang pengembangannya, menyebabkan kita harus ekstra hati-hati dalam menyusun rencana pengembangan, memproduksikannya, merawatnya dan mengelolanya.

(37)

mengembangkan suatu lapangan (field development) semacam ini memerlukan pengelolaan reservoir(reservoir management) dengan perhatian dan pendekatan tertentu. Berbeda dengan reservoir batuan pasir, heterogenitas karakter reservoir karbonat bisa sangat kompleks. Bukan saja karena proses dan lingkungan pembentukannya yang sangat berbeda, namun juga adanya kemungkinan perkembangan yang jauh dari kondisi origin-nya karena proses diagenesis (litifikasi, dolomitisasi) dan perekahan yang diakibatkan oleh adanya patahan maupun pelipatan (Satter dan Thakur, 1994). Dari sisi reservoir management, kehati-hatian dalam menyusun plan of development (POD) maupun plan of further development (POFD) haruslah berangkat dari analisis geologi dan melibatkan reservoirengineering’ssense yang terintegrasi dalam merekonstruksi depositional enviroments (Satter dan Thakur, 1994).

Menurut Satter dan Thakur (1994) dalam membuat rekonstruksi lingkungan pengendapan batuan karbonat atau pasir, sebagai awal dari kajian yang dilakukan, pertama adalah menganalisa sifat fisik batuan (petrophysical analysis), seperti porositas, permeabilitas horizontal dan vertikal, densitas batuan, kurva tekanan kapiler dan lain-lain. Kedua, melakukan analisis petrographic yang akan memberi data lebih detail lagi mengenai jaringan pori, tekstur, komposisi kimia, mineral dan lain-lain untuk dapat memperkirakan proses-proses diagenesis yang terjadi. Hasil-hasil ini akan diintegrasikan dengan hasil interpretasi data seismik, data logging, PVT dan data sumuran lainnya (seperti : tekanan dan produktivitas). Untuk selanjutnya, membuat model geologi, model reservoir dan akhirnya dapat menentukan skenario produksi. Proses kerja (workflow) dari kajian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

(38)

17

Gambar 3. Diagram alir kajian reservoir secara terintegrasi (Satter dan Thakur, 1994)

Selanjutnya, penyiapan fasilitas produksi, baik dari segi desain maupun implementasinya harus mengikuti kajian reservoir yang telah dibuat. Perubahan data baru selalu diinformasikan dan di-update untuk dapat segera merevisi hasil simulasi. Realisasi produksi yang ada kadang-kadang tidak sesuai dengan prediksi hasil simulasi reservoir. Apabila hal ini terjadi, revisi strategi pengembangan lapangan harus segera dilakukan (Satter dan Thakur, 1994).

Dari rangkuman rencana tidak lanjut berdasarkan simulasi reservoir, dapat diambil keputusan apakah pembangunan fasilitas injeksi menjadi prioritas utama dalam pengembangan lapangan selanjutnya. Hal ini merupakan langkah penyelamatan kondisi tekanan reservoir yang sudah berada di bawah titik gelembung, yang umum dikenal dengan pressure maintenance. Dengan menginjeksi air ke dalam reservoir minyak akan naik kembali dan akan

Well Data

Petrophysic Analysis

Cross Correlation

Processing

Interpretation

Inversion

Geology Modeling

Geostatistics

Production Plan

Correlation Matching

Seismic Data

Reservoir Modelling

(39)

terproduksi lebih lama sehingga perolehannya (recovery factor, RF) bertambah. Apabila hal ini terlambat dilakukan, walaupun telah dilakukan penutupan sumur, gas akan tetap keluar sebagai gelembung dan membentuk secondary gas cap. Kalau hal ini terjadi, maka sekian juta barrel minyak yang semula diprediksi dapat terangkat kepermukaan akan gagal (Satter dan Thakur, 1994).

Gambar 4. Proses pengelolaan reservoir migas (Satter dan Thakur, 1994)

2.2. Sistem Produksi dan Pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi

Selain pemanfaatan utama sebagai bahan bakar, minyak dan gas bumi juga dapat dimanfaatkan dalam bentuk lain seperti bahan baku industri. Secara sederhana laju pemanfaatan gas dan minyak bumi disajikan pada Gambar 5. Minyak bumi yang keluar dari sumur minyak tidak dapat secara langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar maupun bahan baku tanpa melalui proses pemurnian dan pemisahan terlebih dahulu. Hal ini didasarkan atas masalah teknis dan ekonomis. Secara teknis minyak bumi diharapkan memiliki karakteristik yang stabil tidak korosif dan bebas dari senyawa-senyawa bawaan lainnya. Sedangkan secara ekonomis akan memperoleh nilai tambah yang tinggi bila produk memiliki kemurnian yang tinggi. Proses pengolahan minyak bumi

Setting Strategi

Developing Plan

Implementation

Monitoring

Evaluating

Completing

(40)

19

diawali dengan proses pemisahan minyak dari komponen bawaan dan pengotornya. Minyak mentah hasil pengolahan awal ini kemudian diangkut atau dialirkan menuju kilang untuk proses pengolahan minyak dibatasi hanya sampai tahap produk minyak mentah atau proses sebelum pengilangan (Pandjaitan, 2005).

Gambar 5. Aliran produksi dan pemanfaatan minyak dan gas bumi (Pandjaitan, 2005)

Seperti halnya minyak bumi, gas bumi tidak dapat digunakan secara langsung tanpa melewati tahapan pemisahan dan pemurnian terlebih dahulu. Tahapan pemisahan awal ditujukan untuk menghilangkan kandungan pengotor dan komponen bawaan lainnya. Selanjutnya proses pemisahan dilakukan untuk memisahkan komponen gas berat (C6+) dari komponen ringan. Selanjutnya gas bumi dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam operasi produksi dari Industri atau dipasarkan secara langsung dalam bentuk LPG, LNG maupun NGL (Pandjaitan, 2005).

Pemanfaatan gas bumi pada industri dapat terjadi dalam beragam bentuk baik sebagai bahan bakar maupun bahan baku. Pada industri jasa pembangkit listrik tenaga gas, gas bumi bersifat sebagai bahan baku sekaligus bahan bakar. Gas bumi dimanfaatkan untuk pembakaran dengan udara menjadi fluida kerja yang kemudian digunakan untuk memutar sudu turbin menghasilkan daya listrik.

(41)

Sedangkan pada industri pupuk, peran gas bumi berperan sebagai bahan baku (feedstock) dan bahan bakar terjadi pada dua unit pemrosesan yang berbeda yaitu unit produksi dan unit utilitas. Dalam unit produksi gas bumi berperan sebagai bahan baku yang akan diubah menjadi produk, sedangkan pada unit utilitas gas bumi berperan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan panas yang digunakan untuk menghasilkan steam. Selain kedua contoh tersebut, banyak industri yang melakukan pemanfaatan gas bumi banyak sekali seperti industri polimer, methanol, pengolahan baja dan lain-lain (Pandjaitan, 2005).

2.2.1 Sistem Produksi Minyak Bumi

Minyak bumi keluaran sumur minyak tidak dalam keadaan murni, tetapi membawa komponen lain seperti air, lumpur (pasir) dan gas terlarut. Supaya minyak bumi tersebut dapat diproses di kilang, minyak bumi keluaran sumur memerlukan beberapa proses pemisahan fisik yang bertujuan untuk menyingkirkan pasir, air dan gas yang terlarut. Rincian proses pengolahan minyak bumi keluaran sumur diperlihatkan dalam Gambar 6

Gambar 6. Proses pengolahan minyak bumi keluaran sumur (Pandjaitan, 2005

2.2.2. Pemisahan Minyak Gas Air

Pemisahan minyak-gas-air bertujuan untuk memisahkan gas dan air (padatan/pasir) dari crude oil. Prinsip pemisahan berdasarkan densitas. Aliran campuran crudeoil masuk ke kolom pemisahan mengalami penurunan tekanan sehingga gas yang terlarut dalam minyak densitasnya turun yang mengakibatkan gas dapat keluar dari minyak. Waktu yang dibutuhkan gas untuk melepaskan diri dari minyak sekitar 30-60 menit. Untuk mengefisienkan pemisahan gas dan

Sumur Minyak (terdapat Minyak, Gas

dan Air)

Pemisahan Minyak-Gas-Air

Gas

Desander

Pasir

Pemisahan Minyak dan air

air

(42)

21

minyak, pada bagian atas kolom dipasang mist extractor yang berfungsi untuk menangkap tetesan-tetesan cairan yang terbawa gas. Tetesan-tetesan tersebut jatuh kembali kebawah. Air yang memiliki densitas besar akan mengendap ke bagian bawah kolom. Waktu yang dibutuhkan air supaya dapat terpisah dari minyak sekitar lima menit. Kolom pemisah tiga fassa paling sederhana terbentuk kolom tertutup vertikal/horizontal (Pandjaitan, 2005).

Lumpur atau pasir yang terbawa aliran minyak bumi keluaran sumur akan terbawa oleh air dari unit pemisahan minyak-gas-air. Prinsip kerja mirip dengan pemisahan minyak-gas-air yaitu berdasarkan perbedaan densitas dengan memanfaatkan gravitasi. Kadangkala unit desander ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari pemisahan minyak-gas-air yang dimodifikasi dengan menambah sand cone (bagian bawah kolom pemisah berbentuk kerucut). Selain kolom tertutup, hydrocyclone merupakan peralatan yang digunakan untuk memisahkan padatan dari cairan. Efisiensi pemisahan hydrocyclone lebih tinggi daripada kolom settling konvensional karena ada pertambahan gaya sentrifugal yang menyebabkan laju pemisahan meningkat (Padjaitan, 2005).

Minyak bumi hasil dari keluaran unit pemisah minyak-gas-air masih mengandung kadar air yang cukup tinggi. Air tersebut disingkirkan dari aliran minyak. Untuk meningkatkan efisiensi pemisahana air dari minyak umumnya ditambahkan unit pemanas sehingga air dapat lebih mudah terpisahkan dari minyak. Pemisahan minyak-air dilakukan antara lain pada kolom tertutup, hydrocyclone dan lain-lain (Pandjaitan, 2005).

2.3. Gas Alam (Natural Gas)

(43)

Komponen utama dalam gas alam adalah metana (CH4), yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Gas alam juga mengandung molekul-molekul hidrokarbon yang lebih berat seperti etana (C2H6), propana (C3H8) dan butana (C4H10), selain juga gas-gas yang mengandung sulfur (belerang). Gas alam juga merupakan sumber utama untuk sumber gas helium. Metana adalah gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan global ketika terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai polutan ketimbang sumber energi yang berguna. Meskipun begitu, metana di atmosfer bereaksi dengan ozon, memproduksi karbon dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana yang terlepas ke udara relatif hanya berlangsung sesaat. Sumber metana yang berasal dari makhluk hidup kebanyakan berasal dari rayap, ternak (mamalia) dan pertanian (diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100 juta ton per tahun secara berturut-turut (www.naturalgas.org/ overview/ background.asp)

Nitrogen, helium, karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan air (H2O) dapat juga terkandung di dalam gas alam. Merkuri dapat juga terkandung dalam jumlah kecil. Komposisi gas alam bervariasi sesuai dengan sumber ladang gasnya. Campuran organosulfur dan hidrogen sulfida adalah kontaminan (pengotor) utama dari gas yang harus dipisahkan. Gas dengan jumlah pengotor sulfur yang signifikan dinamakan sour gas dan sering disebut juga sebagai "acid gas (gas asam)". Gas alam yang telah diproses dan akan dijual bersifat tidak berasa dan tidak berbau. Akan tetapi, sebelum gas tersebut didistribusikan ke pengguna akhir, biasanya gas tersebut diberi bau dengan menambahkan thiol, agar dapat terdeteksi bila terjadi kebocoran gas.

(44)

23

yang lebih ringan, dan konsentrasi diluar rentang 5-15% yang dapat menimbulkan ledakan menurut (www.naturalgas.org/overview/background. asp/page2).

2.3.1. Kandungan Energi (Pengukuran Gas Alam)

Gas alam dapat diukur dalam sejumlah cara, sebagai gas, ia dapat diukur melalui volume pada temperature dan tekanan normal, dinyatakan dalam cubic feet (CF), yang umum dipakai dalam ribuan cubic feet (MCF), jutaan cubic feet (MMCF), atau trilliun cubic feet (TCF). Gas alam juga sering diukur dan dinyatakan dalam British thermal unit (BTU). Satu BTU adalah sejumlah gas alam yang akan menghasilkan energi yang cukup untuk memanaskan satu pound air dengan satu derajat pada tekanan normal. Satu cubic feet gas alam mengandung sekitar 1.027 BTU. Gas alam yang dikirim melalui pipa di USA, diukur dalam satuan therms untuk menggunakan pembayaran. Satu therm adalah ekuivalen dengan 100.000 BTU atau sekitar 97 SCF gas alam.(www.pertamina.com/index.php?option=com_content).

2.3.2. Pemanfaatan Gas Alam

Gambar

Gambar 3. Diagram alir kajian reservoir secara terintegrasi (Satter dan
Gambar 5. Aliran produksi dan pemanfaatan minyak dan gas bumi (Pandjaitan,
Gambar 6. Proses pengolahan minyak bumi keluaran sumur  (Pandjaitan, 2005
Gambar 9. Peta lokasi gas flare (Ditjend Migas, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait