• Tidak ada hasil yang ditemukan

Grafik/Tabel

MINYAK TUGU BARAT, INDRAMAYU Abstrak

6.3. Hasil dan Pembahasan Analisis Kelayakan Ekonomi Pemanfaatan Gas Ikutan Gas Ikutan

= = n t t n t C B

K

t t 1 1 Keterangan:

PI/K = Profitability Indeks

Kt = cost (biaya) modal untuk tahun ke-t Ct = Cost (biaya) rutin untuk tahun ke-t n = Umur ekonomis dari proyek Bt = Benefit (manfaat) untuk tahun ke-t

6.3. Hasil dan Pembahasan Analisis Kelayakan Ekonomi Pemanfaatan Gas Ikutan

Sumber daya alam tidak dapat terbarukan atau sering juga disebut dengan sumber daya terhabiskan (depletable) adalah sumber daya alam yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis. Selain itu, sumber daya alam ini dibentuk melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai sumber daya alam yang siap diolah atau siap pakai. Salah satu contohnya adalah tambang minyak yang memerlukan waktu ribuan bahkan jutaan tahun untuk terbentuk kembali karena ketidakmampuan sumber daya tersebut untuk melakukan regenerasi. Sumber daya alam ini sering kita sebut juga sumber daya alam yang memiliki stok tetap. Sifat-sifat tersebut di atas menyebabkan masalah eksploitasi sumber daya alam tidak terbarukan (non renewable) akan sangat berbeda dengan ekstrasi sumber daya terbarukan (renewable). Pengusaha perminyakan tidak saja harus memutuskan kombinasi yang tepat dari berbagai faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal, namun harus pula memikirkan seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan kendala stok yang terbatas (Fauzi, 2006).

Beberapa perbedaan pokok antara pengelolaan sumber daya alam dan model ekonomi konvensional, antara lain adalah:

1. Dalam model ekonomi kompetetif, maksimisasi keuntungan ditentukan pada saat penerimaan marginal sama dengan biaya marginal. Dalam model sumber daya alam tidak terbarukan, stock yang tidak terekstraksi memiliki nilai yang dicerminkan dari biaya oportunitasnya. Dengan demikian, ekstraksi optimal sumber daya alam tidak hanya ditentukan oleh harga dan marginal tetapi juga oleh biaya oportunitas.

2. Ektraksi sumber daya alam merupakan masalah investasi karena nilai rente sumber daya yang diperoleh terkait oleh waktu, sehingga penentuan rente atau keuntungan (benefit) tidak saja dihitung untuk masa kini tetapi juga sepanjang waktu.

3. Berbeda dengan ekstraksi produk lainnya, ekstraksi sumber daya alam tidak terbarukan menghadapi kendala stock. Artinya, karena tidak adanya proses regenerasi, maka pada waktu tertentu (terminal period), stock tersebut akan habis.

Dari beberapa ciri di atas terlihat bahwa ekstraksi sumber daya alam tidak terbarukan seperti halnya yang terjadi pada industri migas di Lapangan Tugu Barat berkaitan erat dengan aspek intertemporal yang dalam hal ini, peranan waktu sangat krusial untuk diperhatikan. Investasi dalam mengekstraksi sumber daya tidak terbarukan diharapkan memberikan manfat ekonomi yang sangat signifikan bagi pelaku ekstraksi (industri). Untuk mengetahui manfaat ekonomi dari investasi pengolahan gas khususnya pengolahan gas ikutan mini dan menengah di Lapangan produksi minyak Tugu Barat yang dikelolan oleh PT. Sumber Daya Kelola selanjutnya dilakukan perhitungan.

Berdasarkan data yang didapat dari penelitian dan hasil perhitungan, memperlihatkan bahwa pengembangan industri gas di Lapangan Tugu Barat oleh PT. SDK akan menghasilkan produk berupa : liquid petroleum gas (LPG) sebesar 34 ton/hari, lean gas @ 1050 Btu/Scf sebesar 3.99 MMSCF/hari, dan kondensat sebesar 360 Bbl/hari. Mengingat PT. SDK mengembangkan usahanya melalui kontrak kerjasama dengan PT. Pertamina (Persero), maka berdasarkan perhitungan kemungkinan biaya investasi dengan menggunakan data kondisi exising maka PT. Pertamina akan memberikan imbalan jasa kepada PT. SDK sebagai imbalan jasa pengolahan (processing fee) untuk masing-masing jenis produk kurang lebih sebesar US$ 150/ton untuk liquid petroleum gas (LPG), US$ 1.20/MMBTU untuk lean gas @ 1050 Btu/Scf, dan US$ 15/Bbl untuk kondensat.

Adapun estimasi potensi volume metric gas ikutan yang dilakukan dengan pengukuran laju volume metric di jalur pipa menuju menara gas ikutan yang di bakar didasarkan pada persamaan estimasi potensi gas ikutan adalah sebagai berikut :

Potensi gas ikutan (m3)= laju produksi minyak (barrel) X GOR = 500 X 3,95 = 1975 m3.perhari

Dalam rangka memperoleh produksi dengan besaran tersebut, maka PT. Sumber Daya Kelola harus mengeluarkan biayai untuk keseluruhan investasi, sehingga PT SDK dapat meningkatkan produksi LPG, kondensat dan lean gas. Adapun investasi yang harus dikeluarkan bukan hanya dalam proses pengolahan dari gas ikutan, namun termasuk investasi untuk keperluan:

1. Rekayasa dan rancang bangun. 2. Membuat studi kelayakan.

3. Pembelian dan konstruksi seluruh peralatan.

4. Pengoperasian dan pemeliharaan selama 10 (sepuluh) tahun. 5. Penambahan lahan apabila diperlukan.

Mengingat evaluasi kelayakan ekonomi pengembangan industri gas ikutan dalam penelitian ini didasarkan pada masa kontrak antara antara PT. SDK dengan PT. Pertamina selama 10 tahun, maka jangka waktu penghitungan kelayakan ekonomi mengacu pada masa kontrak yang telah disepakati yaitu selama 10 tahun dengan waktu operasi kilang pertahun adalah 340 hari. Dalam perhitungan kelayakan ekonomi ini, waktu kilang operasi tersebut hanya dihitung hari operasi, sehingga masa libur yang jumlahnya kurang lebih 25 hari tidak dimasukan ke dalam perhitungan.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan didapatkan nilai debit to equity ratio sebesar 70/30 dengan alokasi masing-masing 70% untuk bank loan dan 30% untuk equity. Berdasarkan hasil perhitungan yang dibuat berdasarkan prediksi harga-harga yang berlaku saat ini untuk kebutuhan investasi tersebut di atas diperlukan biaya investasi (total project cost) sebesar US$ 6.488.659,04. Untuk keperluan dana diperkirakan tingkat inflasinya (inflation rate) antara 3% – 3,5% (US$ terms), dan tingkat suku bunga yang dihitung di sini adalah tingkat suku bunga pinjaman nominal (nominal interest rate) yang berlaku di perbankan yakni kurang lebih 8%. Berdasarkan perhitungan tersebut didapat extended cost

benefit analysis dengan menggunakan discount rate sebesar 8 %. Dari hasil perhitungan tersebut juga diperoleh nilai internal rate of return (IRR) sebesar 14,42% dan net present value (NPV) sebesar US$ 1.148.174,00 dengan payback investment 5,080 tahun; payback loan sebesar 3,537 tahun dan profitability index 1,41. Untuk mempermudah membandingkan nilai-nilai parameter keekonomian proyek pengembangan industri gas ikutan di Lapangan Tugu Barat secara rinci dinyatakan pada Tabel 13.

Tabel 13. Parameter keekonomian proyek pengembangan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat, Indramayu (hasil perhitungan)

• IRR 14,42% • NPV US$ 1.148.174,00

Payback Investment 5,080 Tahun

Payback Loan 3,537 Tahun • Profitability Index

1,41

Internal rate of return (IRR) merupakan ukuran tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan ekonomi dalam hal ini PT. SDK dalam pengembangan industri gas di Lapangan Tugu Barat untuk sumberdaya yang digunakan karena kegiatan ekonomi tersebut membutuhkan dana lagi untuk membiayai kegiatan operasi dan investasi serta kegiatan ekonomi sampai pada tingkat pulang modal. Atau dengan kata lain IRR merupakan metode untuk menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa akan datang. Hasil perhitungan IRR Total menunjukkan nilai sebesar 14,42% pada pengembangan usaha gas ikutan oleh PT SDK menunjukkan bahwa nilai ini juga dianggap layak karena memiliki nilai IRR yang lebih besar dari bunga investasi di bank sebesar 8 % dengan selisih yang cukup signifikan. Hal ini mengandung arti bahwa jika perusahaan (PT.SDK) memanfaatkan dana pinjaman bank dengan tingkat suku bunga sebesar 8%, maka perusahaan tersebut masih memiliki kemampuan untuk mengembalikan modal pinjaman sampai pada batas waktu yang telah disepakati bersama antara pihak peminjam dengan pihak pemilik modal. Dalam hal ini antara PT. SDK dan perbankan.

NPV merupakan ukuran nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan dari suatu kegiatan penggunaan sumberdaya. Kriteria formal dari penggunaan NPV adalah bahwa jika NPV bernilai positif, maka kegiatan ekonomi layak dilakukan, sebaliknya jika NPV bernilai negatif, maka kegiatan ekonomi

tidak layak dilakukan atau dilanjutkan. Berdasarkan hasil analisis ekonomi yang hasil perhitungannya tertera pada Tabel 13 menunjukkan bahwa pengembangan industri gas ikutan di Lapangan Produksi Minyak Tugu Barat, Indramayu yang dikelola oleh PT. SDK memperlihatkan penampilan yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV yang bernilai positif serta nilai IRR yang lebih besar dari nilai suku bunga bank. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan bersih sebesar US$ 1.142.174,00 selama jangka waktu analisis 10 tahun pada faktor diskonto (suku bunga nominal) sebesar 8 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa berdasarkan perhitungan yang didasarkan pada nilai saat ini, maka penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang akan lebih besar daripada nilai investasi, sehingga perusahaan memperoleh keuntungan.

Nilai payback investment adalah nilai yang digunakan untuk mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali dimana satuan hasilnya bukan persentase, tetapi satuan waktu (bulan atau tahun). Berdasarkan hasil perhitungan nilai payback investment perusahaan di lokasi studi diperoleh nilai sebesar 5,080 tahun untuk payback investment dan 3,537 tahun untuk payback loan. Hal ini mengandung arti bahwa waktu yang diperlukan oleh perusahaan untuk dapat mengembalikan modal yang dikeluarkan berkisar antara masa tiga sampai empat tahun. Dengan kata lain bahwa perusahaan dapat mengembalikan modalnya dalam waktu yang lebih cepat, sebelum masa kontrak berakhir. Dengan demikian maka pada tahun kelima dan seterusnya perusahaan akan memperoleh keuntungan sebesar selisih antara hasil penjualan dengan biaya atau modal yang dikeluarkan. Artinya perusahaan akan memperoleh keuntungan selama sisa kontrak karena periode payback lebih pendek daripada masa kontrak perusahaan yaitu selama 10 tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang akan lebih besar daripada nilai sekarang (pada saat dilakukan investasi), dengan demikian maka PT SDK akan memperoleh keuntungan jika mau memanfaatkan gas ikutan dan mengolahnya menjadi lean gas, kondensat atau LPG.

Hasil perhitungan juga memperlihatkan nilai profitability index sebesar 1,41 (lebih besar dari 1). Berdasarkan nilai-nilai parameter kelayakan keekonomian proyek seperti telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa pengembangan industri gas ikutan di Lapangan Minyak Tugu Barat layak secara

ekonomis. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan gas ikutan akan mempunyai dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi perusahaan dan pembangunan daerah.

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, maka pengembangan industri gas ikutan di Lapangan Tugu Barat Indramayu akan memberikan dampak positif bukan saja untuk perusahaan, namun juga terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Dalam hal ini, gas ikutan yang tadinya tidak dapat dimanfaatkan dan seolah tidak berguna, dengan diolah menjadi barang lain, menjadi bernilai ekonomis sehingga akan menguntungkan pada perusahaan pengolahnya (Tabel 13). Selain itu dengan dimanfaatkannya gas ikutan, maka akan menambah jumlah gas yang jumlah persediaannya semakin menipis, sementara kebutuhannya semakin meningkat. Pemanfaatan gas ikutan juga mempunyai dampak positif pada masyarakat, karena dengan adanya pemanfaatan gas ikutan, sudah barang tentu dibutuhkan pekerja, sehingga akan menjadi peluang membuka lapangan kerja baru.

Adanya pengolahan gas ikutan menjadi LPG merupakan keuntungan ekonomi yang tidak bisa hanya dilihat dengan sebelah mata. Hal ini disebabkan adanya konversi dari minyak tanah yang subsidinya sangat tiggi menjadi LPG, mengakibatkan kebutuhan gas LPG saat ini sangat tinggi. Namun keuntungan yang didapat bukan sekedar memenuhi kebutuhan LPG akibat dari konversi minyak tanah menjadi gas LPG, namun juga secara ekonomi akan sangat menguntungkan, karena untuk memenuhi kebutuhan minyak tanah, pemerintah harus mengeluarkan subsidi yang begitu besar. Oleh karena itu adanya konversi minyak tanah ke LPG, akan meminimalisasi subsidi pemerintah dalam pemenuhan energi di dalam rumah tangga. Selain itu adanya konversi minyak tanah ke LPG juga mempunyai dampak positif pada berkurangnya biaya kebutuhan rumah tangga, dan sekaligus mendatangkan keuntungan ekonomi karena gas ikutan yang biasanya langsung dibuangke lingkungan atau dibakar dapat bernilai ekonomis karena gas metan dan CO2-nya dapat menjadi sumberdaya yang bernilai ekonomis.

Dampak positif lainnya juga akan terjadi pada lingkungan. Dalam hal ini gas ikutan yang biasanya dibuang ke lingkungan atau dibakar sehingga akan menyumbang bahan pencemar di udara dan sekaligus dilepaskannya gas rumah kaca (GRK), dengan dimanfaatkan, maka gas ikutan tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran udara dan tidak menyumbang GRK ke atmosfir.

Mengingat GRK akan berdampak terhadap perubahan iklim global, dan secara perlahan akan mempengaruhi kehidupan, maka berbagai negara maju membuat kesepakatan untuk mengurangi emisi yang diwujudkan dalam Protokol Kyoto dengan tujuan utama untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer. Protokol ini telah menjadi dasar bagi negara-negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca paling sedikit 5 % dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang periode 2008 sampai 2012. Protokol Kyoto juga mengatur mekanisme kerjasama antar negara maju dan negara berkembang dalam melakukan pembangunan berkelanjutan dengan cara melaksanakan mekanisme pembangunan bersih (CDM) yang menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam rangka pengurangan emisi GRK (Appenzeller, 2005). Menurut Murdiarso (2003) CDM juga bertujuan untuk memberi kesempatan kepada negara berkembang yang tidak wajib mereduksi emisi agar dapat berperan dalam pengurangan GRK, sekaligus memungkinkan negara Annex I untuk menurunkan emisi GRK secara lebih murah dibandingkan dengan mitigasi di dalam negerinya sendiri (domestic action). Oleh karenanya, CDM beserta dengan dua mekanisme lainnya dikenal sebagai mekanisme fleksibilitas (flexibility mechanisms). Dalam praktek pelaksanaan CDM, terdapat komoditi yang diperjualbelikan, yakni reduksi emisi GRK tersertifikasi yang biasa dikenal sebagai CER (certified emission reduction). CER merupakan upaya negara Annex I dalam memitigasi emisi GRK dengan nilai yang setara dengan nilai penurunan emisi yang dilakukan secara domestik dalam rangka pemenuhan target penurunan emisi GRK negara Annex I seperti yang disepakati dalam Annex B Protokol Kyoto. Berdasarkan hal tersebut, maka bukan angan-angan jika pemanfaatan gas ikutan menjadi produk yang bernilai ekonomis ini juga dapat diajukan dalam skema CDM/menjadi proyek CDM (dapat diikutkan dalam perdagangan karbon internasional), karena masuk pada kegiatan menurunkan karbon pada sumbernya (Saloh dan Clogh, 2002). Berdasarkan hal tersebut, maka seperti halnya hutan sebagai penyimpan karbon (Granda, 2005), maka pemanfaatan gas ikutan yang bermanfaat untuk menurunkan karbon pada sumbernya akan semakin meningkatkan keuntungan perusahaan. Selain hal tersebut, pemanfaatan gas ikutan juga diharapkan dapat ikut mewujudkan tujuan kebijakan energi yakni menjadikan energi menjadi komoditi yang terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia dan secara nasional berguna untuk menunjang pembangunan (Agenda 21 Sektor Energi, 2001).

Dimanapun dilakukan pembangunan, sudah barang tentu akan ada dampak negatif terhadap lingkungan, begitupun halnya dengan pemanfaatan gas ikutan yang dilakukan oleh PT SDK. Dalam hal pemanfaatan gas ikutan ini, maka dampak negatif yang dapat terjadi adalah munculnya pencemaran lingkungan baik lingkungan perairan, maupun lingkungan udara di sekitar kawasan industri. Pencemaran ini pada umumnya akan terjadi akibat dari limbah-limbah cair yang dihasilkan oleh aktivitas industri (proses pengolahan) yang setelah diolah ataupun tidak mengalami pengolahan terlebih dahulu masuk ke dalam ekosistem perairan. Selain pencemaran air masalah lain yang mungkin timbul dari kegiatan tambahan berupa pemanfaatan gas ikutan adalah adanya pencemaran udara yang berasal dari proses industri, baik berupa pencemaran bahan kimia yang berasal dari pembakaran BBM untuk keperluan produksi maupun munculnya kebisingan.

Pencemaran badan air akibat pembuangan limbah cair yang dihasilkan dari proses industri ini akan mengganggu kehidupan yang terdapat pada ekosistem perairan penerima limbah, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil tangkapan nelayan yang melakukan penangkapan di lokasi tersebut. Jika hasil tangkapan semakin berkurang, maka yang selanjutnya terjadi adalah munculnya konflik-konflik sosial di masyarakat, yang pada umumnya muncul dalam bentuk tekanan dari masyarakat terhadap aktivitas industri. Kondisi yang sama juga akan terjadi jika terjadi pencemaran udara baik yang berasal dari bahan kimia maupun dari kebisingan. Padahal menurut Hung (2005) pencemaran secara tidak langsung akan menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang pada akhirnya akan menyebabkan berkurangnya pendapatan, baik pada para pekerja maupun pada masyarakat sekitar industri.

Berdasarkan hal tersebut, maka hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran adalah melakukan perencanaan yang matang pada saat investasi, dalam hal ini pada saat perencanaan bukan hanya sekedar melakukan investasi terhadap kelima hal tersebut di atas, namun juga dari awal harus sudah direncanakan untuk membuat instalasi pengolah air limbah (IPAL) sehingga dapat memperbaiki kinerja manajemen lingkungan. Khusus untuk pencemaran udara, hal yang harus dilakukan adalah memasang alat peredam suara sehingga akan sangat menurunkan kebisingan dan melakukan pemasangan filter pada cerobong asap. Selain melakukan minimalisasi pencemaran, hal yang tidak kalah pentingnya untuk dilakukan adalah perbaikan

hubungan dengan masyarakat sekitar dan perusahaan juga diharapkan dapat melakukan program-program corparate social responsibility (CSR).

Adanya pemanfaatan gas ikutan di PT SDK yang diikuti dengan melakukan pengelolaan terhadap lingkungan, akan berdampak positif bagi seluruh sektor. Hal ini disebabkan kehadiran industri pengolahan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat Indramayu, Jawa Barat bukan hanya akan memberikan keuntungan pada perusahaan, namun juga akan memberi manfaat bagi masyarakat dan pemerintah setempat baik manfaat langsung maupun manfaat tidaklangsung. Berbagai manfaat yang dapat diperoleh masyarakat maupun pemerintah dalam pengembangan industri gas ikutan ini seperti penyerapan tenaga kerja lokal, pemberian bantuan melalui community development (comdev) atau biasa juga disebut corporate social responsibility (CSR), pemasukan bagi pemerintah daerah melalui pembayaran pajak dan restribusi, dan pengembangan ekonomi masyarakat, serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui kegiatan pelatihan dan kegiatan lainnya.

Walaupun pada pemanfaatan gas ikutan terdapat pencemaran yang akan mengganggu kualitas lingkungan, namun pada penelitian ini, tidak mengukur secara langsung biaya yang digunakan dalam perbaikan kualitas lingkungan dan biaya-biaya sosial lainnya yang sebenarnya dapat ditanggung oleh perusahaan akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri (PT. SDK) dalam menjalankan usahanya (memanfaatkan gas ikutan). Tetapi jika dilihat dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa jika perusahaan mengeluarkan biaya-biaya lain untuk mendukung perbaikan lingkungan dalam rangka menuju mekanisme pembangunan bersih (CDM) dan perbaikan biaya sosial, mencerminkan perusahaan masih mendapatkan keuntungan yang besar.

6.4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa industri pemanfaatan gas ikutan di Lapangan Produksi Minyak Tugu Barat Indramayu secara ekonomi layak untuk dikembangkan, karena keuntungan bersih yang diperolehnya bernilai positif dengan tingkat keuntungan bersih (NPV) sebesar US$ 1.148.174,00 dengan kemampuan mengembalikan modal pinjaman bank yang besar yaitu lebih besar dari tingkat suku bunga bank sampai pada batas waktu yang ditetapkan dengan rata-rata IRR berkisar 14,42 % ( IRR total).

Dilihat dari nilai payback investment perusahaan di lokasi studi diperoleh nilai sebesar 5,080 tahun untuk payback investment dan 3,537 tahun untuk payback loan yang berarti bahwa waktu yang diperlukan oleh perusahaan untuk dapat mengembalikan modal yang dikeluarkan lebih cepat dari masa kontrak; atau dengan kata lain perusahaan akan memperoleh keuntungan selama sisa kontrak karena periode payback lebih pendek daripada masa kontrak perusahaan yaitu selama 10 tahun. Namun demikian biaya-biaya perlindungan lingkungan dan biaya sosial yang perlu dikeluarkan oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya dalam penelitian ini belum diperhitungkan.

Daftar Pustaka

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 259 hal.

Hufschmidt dalam Supranto. J. 2007. Statistik : Teori dan Aplikasi. Jilid I Penerbit Erlangga. Jakarta-Indonesia.

IPCC. 2006. Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories

[PT. SDK] PT. Sumberdaya Kelola. 2005. Profil Bisnis LPG Indonesia. PT. Sumberdaya Kelola. Indramayu

_______2005. Penjelasan Umum Proyek Kilang Mini LPG – Tugu Barat. PT. Sumberdaya Kelola. Indramayu.

EKOLOGI, TEKNO-EKONOMI DAN SOSIAL)