• Tidak ada hasil yang ditemukan

Grafik/Tabel

EKOLOGI, TEKNO-EKONOMI DAN SOSIAL) Abstrak

C.1. Diagram Lingkar Sebab Akibat ( Causal Loop Diagram )

7.3. Hasil dan Pembahasan Model Pemanfaatan Gas Ikutan di Lapangan Tugu Barat Kabupaten Indramayu Tugu Barat Kabupaten Indramayu

7.3.1. Simulasi Model Pemanfaatan Gas Ikutan

Simulasi model pemanfaatan gas ikutan dilakukan untuk mengetahui respon tingkat pertumbuhan penduduk Kabupaten Indramayu yang disebabkan oleh aktivitas industri pemanfaatan gas ikutan, dan dampak terhadap keuntungan perusahaan dan lingkungan sekitar. Simulasi model dinamik ini dibangun melalui logika hubungan antara komponen yang terkait dan interaksinya. Komponen-komponen yang terkait adalah pertumbuhan penduduk, jumlah gas ikutan, jumlah gas hasil pengolahan gas ikutan seperti LPG, lean gas, kondensat, dan CO2, pendapatan terhadap daerah (PAD), dan dampaknya terhadap lingkungan. Sumilasi model yang dibangun terdiri atas empat sub model yaitu (1) sub model pertumbuhan penduduk, (2) sub model pengolahan gas ikutan (3) sub model ekologi (lingkungan) dan (4) sub model ekonomi. Adapun perilaku model dinamik pemanfaatan gas ikutan di Lapangan minyak Tugu Barat dianalisis dengan menggunakan program powersim constructor versi 2.5 dengan struktur model seperti pada Gambar 38 dan formula pada Lampiran 2.

Gambar 38. Struktur model dinamik pemanfaatan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat Indramayu. laju_flare fr_H2S fr_CO2 laju_pengurangan_gas_pol laju_pertambahan_gas_ikutan Laju_pengolahan gas_terbakar fr_prespitasi gas_ikutan exploitasi_minyak lj_emigrasi laju_imigrasi fr_CNG harga_CNG harga_LPG pendapatan_dari_LPG pendapatan_dari_CNG harga_lean_gas pendapatan_dari_prod_CO2 harga_produk_CO2 Gas_olahan pendapatan_dari_Lean_Gas fr_LPG fr_flare pol_H2S pol_lain fr_pol_lain pol_CO2 fr_gas_ikutan laju_kelahiran lj_kematian total_cemaran_flare JML_PDDK faktor_klhr_krn_pencmr fr_emigrasi fr_immigrasi jumlah_KK faktor_umur_krn_pencmr status_pencmr_udara status_pencmr_lingk status_pencmr_udara_akibat_flare status_pencemaran_lain status_pencmr_udara_sumber_lain umur_rata2 fr_lahir LPG IINDUSTRI fr_pertamh_ind laju_pengurangan_industri fr_pengurangan_ind laju_pertumbuhan_industri fr_KK fr_LPG_KK kebutuhan_LPG_RT kebut_LPG_Tot fr_kebut_LPG_ind fr_ind_pengguna_LPG kebut_LPG_ind fr_LPG_industri LPG_dari_industri Total_Pasokan_LPG kekurangan_pasok_LPG Lean_Gas CO2 industr_pengguna_CNG kebutuhan_CNG proporsi_diolah CNG pendapatan_total fr_olahCO2 laju_prod_CO2 fr_lean kap_prod_CO2 kap_prod_Lean_Gas laju_prod_lean kap_prod_CNG laju_prod_CNG kap_prod_LPG laju_prod_LPG LPG fr_kebut_CNG_per_ind fr_ind_pengg_CNG CNG kekurangan_pasok_CNG industr_pengguna_Lean_Gas fr_ind_pengg_Lean_Gas Lean_Gas fr_kebut_Lean_per_ind kebutuhan_Lean_Gas kekurangan_pasok_Lean_Gas CO2 kekurangan_pasok_Co2 kebutuhan_CO2 fr_kebut_CO2_per_indfr_ind_pengg_CO2 industr_pengguna_CO2 pajak_industri PAD

Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada peningkatan kebutuhan akan bahan bakar minyak untuk kebutuhan hidup masyarakat sehingga menyebabkan peningkatan eksploitasi migas. Dalam operasional konvensional, peningkatan eksploitasi migas menyebabkan peningkatan aktivitas flare yang selanjutnya meningkatkan bahan cemaran bagi lingkungan. Peningkatan pencemaran lingkungan akan menurunkan aktivitas eksploitasi migas dan kesehatan masyarakat yang lebih lanjut menurunkan laju pertambahan jumlah penduduk. Dengan adanya teknologi pengolahan gas ikutan, eksploitasi migas akan meningkatkan aktivitas pengolahan gas ikutan. Pengolahan gas ikutan selanjutnya akan menurunkan aktivitas flare dan meningkatkan pendapatan perusahaan. Dampak selanjutnya adalah peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat yang cenderung memperpanjang harapan hidup dan angka kelahiran sehingga meningkatkan jumlah penduduk. Asumsi yang digunakan dalam pemanfaatan gas ikutan di Lapangan Minyak Tugu Barat Indramayu antara lain: 1. Laju kelahiran normal di Jawa Barat dan DKI Jakarta adalah 1.2%

2. Ada pengaruh tingkat pencemaran lingkungan terhadap angka kelahiran 3. Laju imigrasi normal adalah 3,5%

4. Harapan hidup rata-rata penduduk di Jawa Barat dan DKI Jakarta adalah 80 tahun

5. Ada pengaruh tingkat pencemaran lingkungan terhadap harapan hidup masyarakat

6. Angka emigrasi normal adalah 1%

7. Tingkat pencemaran lingkungan dipengaruhi oleh aktivitas flare pada eksploitasi migas

8. Pengolahan gas ikutan akan menambahkan tingkat pendapatan perusahaan dan menurunkan tingkat pencemaran lingkungan

9. Proporsi gas ikutan yang diolah dipengaruhi oleh kemampuan mengolah yang ditentukan oleh tingkat pendapatan perusahaan.

a. Sub Model Pertumbuhan Penduduk

Analisis model dinamik pemanfaatan gas ikutan dilakukan untuk 24 tahun yang akan datang dimulai pada tahun 2002 sampai pada tahun 2025. Jumlah penduduk Jawa Barat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk dan komponen migrasi penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh

angka kelahiran dan kematian penduduk. Angka kelahiran ditentukan oleh tingkat fertilitas pasangan usia subur, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di mana pasangan tersebut tinggal. Angka kematian ditentukan oleh umur rata-rata masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan. Pada lingkungan dengan kandungan CO2 tinggi berpeluang memperpendek umur penduduk yang tinggal di kawasan tersebut sebaliknya pada komposisi CO2 yang lebih rendah berpeluang memperpanjang usia harapan hidup akibat terciptanya lingkungan yang lebih baik. Pada model yang yang dibangun memperlihatkan adanya keterkaitan negatif antara tingkat pencemaran lingkungan dengan angka kelahiran, dan keterkaitan positif antara tingkat pencemaran lingkungan dengan angka kematian. Selain itu, angka kelahiran dan kematian juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatan penduduk. Kepadatan yang semakin tinggi menyebabkan angka kelahiran semakin rendah, tetapi harapan hidup menjadi semakin singkat. Hubungan pertumbuhan penduduk ini merupakan hubungan timbal balik negatif (negative feedback) melalui proses balancing dan hubungan timbal balik positif melalui proses reinforcing.

Pertumbuhan penduduk Jawa Barat juga dipengaruhi tingkat imigrasi dan emigrasi. Tingginya laju imigrasi penduduk dipengaruhi oleh aktivitas industri di sekitar kawasan. Adanya industri di suatu kawasan maka orang akan datang ke kawasan tersebut baik untuk berusahan di sekitar industri ataupun datang karena bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Hubungan antar komponen yang membangun sub model pertumbuhan penduduk di Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 39.

Gambar 39. Struktur model dinamik pertumbuhan penduduk di Jawa Barat Pertumbuhan populasi penduduk Jawa Barat sepeti pada Gambar 37 menunjukkan kecenderungan pertumbuhan mengikuti kurva eksponensial pada

fr_emigrasi fr_immigrasi umur_rata2 faktor_umur_krn_pencmr fr_lahir status_pencmr_lingk faktor_klhr_krn_pencmr laju_kelahiran lj_kematian lj_emigrasi laju_imigrasi JML_PDDK

Time

JML_PDDK

2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 40,000,000 50,000,000 60,000,000

tahun simulasi 2002 sampai tahun 2025. Pertumbuhan eksponensial terjadi akibat dari pertumbuhan positif penduduk (positive growth) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan negatif (negative growth) dengan laju peningkatan yang semakin berkurang. Hal tersebut disebabkan laju pertumbuhan penduduk yang berasal dari angka kelahiran dan penduduk pendatang jauh lebih besar dari pertumbuhan tingkat kematian penduduk dan laju perpindahan penduduk keluar dari Provinsi Jawa Barat.

Gambar 40. Simulasi pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta periode 2002 – 2025

Pada Gambar 40 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Jawa Barat pada tahun simulasi 2002 sampai 2025 yang terus meningkat. Namun karena keterbatasan sumberdaya terutama sumberdaya lahan yang semakin sempit dan menjadi faktor pembatas terhadap pertumbuhan penduduk, maka pada suatu saat pertumbuhan penduduk di Jawa Barat akan menuju pada suatu titik keseimbangan tertentu (stable equilibrium). Hal ini sesuai dengan konsep limit to growth dan dalam model dinamik disebut mengikuti pola dasar “archetype” limit to growth (Muhammadi et al., 2001).

Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat pada tahun 2001 adalah sebesar 36.914.883 jiwa dan pada tahun 2025 diproyeksikan akan meningkat menjadi 66.076.041,2 jiwa. Adapun simulasi pertumbuhan penduduk Jawa Barat seperti pada Tabel 14.

Tingginya tingkat pertumbuhan di Jawa Barat disebabkan oleh tingginya laju tingkat kelahiran dan imigrasi yang datang ke Jawa Barat. Hal ini terlihat

pada tahun 2002, laju kelahiran penduduk hanya sekitar 416.585,93 dan terus meningkat menjadi 700.555,91 pada tahun 2025. Hal yang sama diikuti oleh laju imigrasi penduduk. Pada tahun 2002 laju imigrasi baru mencapai 1.292.020,91 dan terus mengalami peningkatan sampai pada tahun 2025 yang mencapai 2.312.661,44. Hal sebaliknya terjadi pada tingkat kematian dan emigrasi penduduk sebagai penyebab berkurangnya pertumbuhan penduduk. Namun laju pengurangan penduduk akibat kematian dan emigrasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kelahiran penduduk. Hal ini yang menyebabkan bentuk kurva mengikuti kurva pertumbuhan eksponensial. Pada tahun 2002 laju kematian penduduk sekitar 404.111,83 dan terus meningkat sampai pada tahun 2025 yang mencapai nilai 627.292,61. Laju emigrasi, pada tahun 2002 mencapai nilai 369.148,83 dan terus naik sampai pada tahun simulasi 2025 sebesar 660.760,41.

Tabel 14. Perkembangan penduduk Jawa Barat dan DKI (tahun simulasi 2002 – 2025)

b. Sub Model Pengolahan Gas Ikutan

Stock flow diagram (SFD) sub model pengolahan gas ikutan yang menggambarkan hubungan beberapa komponen seperti jumlah gas ikutan, gas olahan, CO2, lean gas, CNG, dan LPG, serta gas bakar sebagai komponen utama dan selanjutnya diikuti oleh komponen lainnya disajikan pada Gambar 41.

Gambar 41. Struktur model dinamik pengelolaan gas ikutan

Pada gambar terlihat bahwa besarnya gas olahan yang diperoleh sangat tergantung pada produksi gas ikutan yang diperoleh. Hasil pengolahan gas ikutan akan diperoleh berbagai jenis gas olahan seperti CNG, LPG, leangas, dan CO2. Selain jenis-jenis gas yang dihasilkan seperti disebutkan, dalam pengolahan gas ikutan ini juga dihasilkan gas bakar yang sangat berpengaruh

laju_flare laju_pengurangan_gas_pol harga_lean_gas harga_produk_CO2 Gas_olahan fr_LPG fr_flare fr_gas_ikutan LPG Lean_Gas CO2 proporsi_diolah CNG fr_olahCO2 laju_prod_CO2 fr_lean kap_prod_CO2 kap_prod_Lean_Gas laju_prod_lean kap_prod_CNG laju_prod_CNG kap_prod_LPG laju_prod_LPG exploitasi_minyak pendapatan_dari_LPG PAD pendapatan_dari_CNG harga_CNG harga_LPG pajak_industri pendapatan_total pendapatan_dari_Lean_Gas gas_terbakar gas_ikutan Laju_pengolahan laju_pertambahan_gas_ikutan fr_prespitasi pendapatan_dari_prod_CO2 fr_CNG

terhadap pencemaran lingkungan. Jumlah gas ikutan yang diperoleh sangat tergantung dari besarnya kegiatan eksploitasi minyak disamping rata-rata fraksi gas ikutan. Demikian pula dengan produksi gas olahan sangat tergantung dari kapasitas produksi masing-masing jenis gas olahan gas ikutan disamping kapasitas produksi gas ikutan. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa semakin besar produksi gas ikutan, maka peluang untuk mendapatkan gas olahan juga akan semakin besar. Adapun perkembangan produksi gas olahan baik CO2, lean gas, CNG, dan LPG dapat dilihat pada Gambar 42.

Gambar 42. Simulasi perkembangan produksi gas olahan di Lapangan Minyak Tugu Barat Indramayu tahun 2004 – 2025.

Pada Gambar 42 memperlihatkan kurva peningkatan produksi gas olahan mengikuti pola pertumbuhan kurva sigmoid (sigmoid curve). Ini berarti bahwa peningkatan produksi gas olahan di Lapangan Minyak Tugu Barat Indramayu mengalami peningkatan yang cukup tajam dengan bertambahnya tahun eksploitasi minyak. Namun perlu diingat bahwa pemanfaatan gas ikutan ini merupakan sumberdaya alam yang tidak terbarukan sehingga pada suatu saat akan menuju suatu titik keseimbangan (stable equilibrium) yang tidak bisa ditingkatkan lagi melainkan mengalami penurunan produksi sebagai akibat dari menurunya deposit minyak yang tersedia.

Hasil simulasi produksi gas ikutan di lapangan produksi minyak Tugu Barat oleh PT. SDK (Tabel 15) memperlihatkan bahwa perkembangan

peningkatan gas hasil olahan. Pada tahun 2004 terlihat gas CO2 dihasilkan sebesar 0,0345 ton, gas CNG sebesar 0,0496 ton, lean gas 0,0134 ton dan LPG 0,0549 ton. Selanjunya mengalami peningkatan dengan meningkatnya produksi gas ikutan. Pada tahun 2025 terlihat gas CO2 meningkat menjadi 137.729,41 ton, CNG 192.821,18 ton, leangas 52.337,18 ton, dan LPG sebesar 213.480,59 ton.

Tabel 15. Perkembangan hasil olahan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat

Peningkatan pengolahan gas ikutan menjadi produk gas lainnya akan berpengaruh terhadap peningkatan gas terbakar dimana gas terbakar ini sangat besar pengaruhnya terhadap lingkungan (ekologi) karena dapat menimbulkan pencemaran. Dampak gas bakar terhadap lingkungan secara rinci dibahas pada sub model sistem ekologi.

c. Sub Model Ekologi

Komponen-komponen yang saling berhubungan dalam sub model sistem ekologi ini adalah jumlah gas ikutan, jumlah gas terbakar, tingkat pencemaran

CO2, NOx, dan polutan lainnya yang dihasilkan dari pembakaran gas. Laju peningkatan bahan pencemar lingkungan (polutan udara) ditentukan oleh laju peningkatan pembakaran gas yang sejalan dengan peningkatan pengolahan gas ikutan. Pada peningkatan laju CO2, NOx, dan poluan lain terjadi proses reinforcing akibat kebutuhan akan gas ikutan semakin meningkat dan proses balancing akibat keterbasan sumberdaya gas ikutan. Model perkembangan gas polutan dalam proses produksi gas ikutan seperti pada Gambar 43.

Gambar 43. Struktur model dinamik perkembangan gas polutan dalam proses produksi gas ikutan di Lapangan Tugu Barat Indramayu.

Gambar 44 memperlihatkan kurva perkembangan gas ikutan, gas olahan, dan gas terbakar, serta produksi gas polutan tanpa dilakukan pengolahan gas ikutan tahun simulasi 2002-2025.

Gambar 44. Simulasi perkembangan produksi gas ikutan, gas olahan, dan gas terbakar (a), serta produksi gas polutan (b) di Lapangan Minyak Tugu Barat Indramayu Tahun 2004 – 2025 Tanpa Pengolahan.

laju_flare fr_CO2 laju_pengurangan_gas_pol laju_pertambahan_gas_ikutan Laju_pengolahan gas_terbakar exploitasi_minyak pol_lain fr_pol_lain pol_CO2 total_cemaran_flare proporsi_diolah gas_ikutan status_pencmr_udara status_pencmr_lingk status_pencmr_udara_akibat_flare tatus_pencemaran_lain tatus_pencmr_udara_sumber_lain fr_flarefr_prespitasi Gas_olahan fr_gas_ikutan pendapatan_total pol_NOx fr_NOx a b

Pada Gambar 44 terlihat bahwa apabila tidak dilakukan pengolahan gas ikutan, maka jumlah gas terbakar yang dihasilkan akan sangat besar (Gambar a) yang dapat berdampak pada tingginya gas polutan (Gambar b). Peningkatan gas terbakar dan gas olahan merupakan fungsi dari gas ikutan. Apabila tidak dilakukan pengolahan gas ikutan maka peluang dihasilkannya gas terbakar sangat besar. Pada awal tahun simulasi terlihat jumlah gas ikutan, gas olahan, dan gas terbakar memperlihatkan jumlah yang relatif sama. Karena dalam simulasi ini tidak dilakukan pengolahan gas ikutan, maka akan mempercepat laju peningkatan gas terbakar yang sangat berpengaruh terhadap tingginya gas polutan yang dihasilkan. Pada tahun 2002 jumlah gas CO2 yang dihasilkan sekitar 2,43 ton dan naik menjadi 1.822.745,31 ton pada tahun 2025. Hal yang sama ditunjukkan pada gas polutan NO2 dan polutan lainnya mengalami peningkatan dengan bertambahnya tahun simulasi. Pada pada tahun 2002 produksi gas NOx hanya sebesar 0,025 ton dan pada tahun 2025 diproyeksikan menjadi 18.716,32 ton, sedangkan polutan lainnya dari 4,00 ton pada tahun 2002 terus mengalami peningkatan sampai pada tahun 2025 menjadi 2.994.611,75 ton. Adapun proyeksi perkembangan gas polutan di lapangan produksi minyak Tugu Barat Indramayu dengan tanpa pengolahan gas ikutan secara rinci disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Simulasi proyeksi perkembangan gas polutan dengan tanpa pengolahan gas ikutan tahun simulasi 2002-2025

Gambar 45 memperlihatkan kurva perkembangan gas ikutan, gas olahan, gas terbakar, dan gas polutan dengan melakukan pengolahan gas ikutan. Pada gambar terlihat bahwa apabila dilakukan pengolahan gas ikutan, peluang dihasilkannya gas olahan sangat besar, sementara gas terbakar yang dihasilkan sangat kecil. Akibatnya gas polutan yang dihasilkan juga akan semakin kecil walaupun pada awal tahun simulasi menunjukkan peningkatan yang cukup tajam, tetapi menjelang tahun 2005 memperlihatkan kecenderungan kurva yang semakin datar. Hal ini disebabkan karena gas ikutan diolah untuk menjadi produk gas olahan seperti LPG, CNG, dan lean gas, walaupun gas polutan juga dihasilkan tetapi dengan proporsi yang sangat kecil.

Gambar 45. Simulasi perkembangan produksi gas ikutan, gas olahan, dan gas terbakar (a), serta produksi gas polutan (b) di Lapangan Minyak Tugu Barat Indramayu tahun 2004 – 2025 dengan pengolahan.

Pada tahun 2002, jumlah gas CO2 yang dihasilkan sama seperti gas CO2

yang dihasilkan dengan tanpa pengolahan gas ikutan yaitu sekitar 2,43 ton. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh gas NOx dan gas polutan lainnya yaitu masing-masing 0,025 ton dan 4,00 ton. Selanjutnya mengalami peningkatan dengan bertambahnya tahun simulasi namun peningkatan tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanpa pengolahan gas ikutan. Pada tahun 2025 jumlah CO2 diproyeksikan akan mencapai nilai 252.652,87 ton. Sedangkan NOx dan polutan lainnya di proyeksikan hanya sekitar 2.594,29 ton dan 415.086,65 ton. Perkembangan gas polutan dengan pengolahan gas ikutan di Lapangan Minyak Tugu Barat Indramayu secara rinci disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Simulasi proyeksi perkembangan gas polutan dengan pengolahan gas ikutan tahun simulasi 2002-2025

d. Sub Model Ekonomi

Komponen-komponen yang saling berhubungan dalam sub model ekonomi adalah jumlah CO2, jumlah CNG, jumlah LPG, dan jumlah lean gas yang akan berpengaruh terhadap komponen pendapatan dari masing-masing gas dan pendapatan total yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Indramayu. Adapun model ekonomi dalam proses produksi gas ikutan seperti pada Gambar 46.

Gambar 46. Struktur model dinamik sub model ekonomi dalam proses produksi gas ikutan di Lapangan Tugu Barat Indramayu.

Pada Gambar 46 terlihat bahwa peningkatan PAD merupakan fungsi dari pendapatan total perusahaan dalam proses produksi gas ikutan. Semakin tinggi total pendapatan maka peluang peningkatan PAD juga akan semakin besar. Sedangkan pendapatan total merupakan fungsi dari peningkatan pendapatan yang diperoleh dari masing-masing gas hasil pengolahan gas ikutan dan besarnya produksi masing-masing gas olahan (CO2, CNG, LPG dan lean gas) merupakan fungsi dari jumlah total gas olahan yang berasal dari jumlah total gas ikutan. Adapun perkembangan pendapatan masing-masing jenis gas olahan disajikan seperti pada Gambar 47.

harga_CNGharga_LPG pendapatan_dari_LPG pendapatan_dari_CNG harga_lean_gas harga_produk_CO2 Gas_olahan pendapatan_dari_Lean_G fr_LPG LPG Lean_Gas CO2 CNG pendapatan_total laju_prod_CO2 fr_lean kap_prod_CO2 kap_prod_Lean_Gas laju_prod_lean kap_prod_CNG laju_prod_CNG kap_prod_LPG fr_olahCO2 PAD pajak_industri laju_prod_LPG fr_CNG pendapatan_dari_prod_CO2

Gambar 47. Simulasi perkembangan pendapatan dari hasil pengolahan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat Indramayu tahun 2004 – 2025.

Pada Gambar 47 terlihat kurva pertumbuhan pendapatan yang diperoleh dari hasil pengolahan gas ikutan menjadi LPG jauh lebih tajam dibandingkan dengan pendapatan dari hasil pengolahan gas ikutan jenis lainnya. Kurva peningkatan pendapatan yang berasal dari CNG juga terlihat mengalami peningkatan, namun peningkatan yang terjadi masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari LPG. Sedangkan pendapatan yang berasal dari lean gas dan CO2 terlihat jauh lebih kecil. Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa PT. SDK dalam pemanfaatan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat Indramayu, pengembangan usahannya lebih diarahkan pada produksi LPG dibandingkan dengan jenis produksi gas ikutan lainnya. Hal ini penting dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah dalam penyediaan energi nasional yang berasal dari bahan bakar gas.

Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa pendapatan yang berasal dari produksi LPG telah menyumbangkan sebesar Rp 153.607,02 pada tahun 2004 yang merupakan nilai yang lebih besar dibandingkan pendapatan yang berasal dari jenis gas olahan lainnya. Pada tahun yang sama, hasil olahan CNG menyumbangkan pendapatan sekitar Rp 14.856,20, lean gas sebesar Rp 295,89, dan CO2 sebesar Rp 379,77. Dengan proses produksi gas ikutan yang berjalan terus sepanjang tahun, akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan. Pada tahun 2025, pendapatan yang berasal dari LPG diproyeksikan akan mencapai nilai sebesar Rp 597.745.648.141,50. Sementara

pendapatan yang berasal dari CNG, lean gas, dan CO2 diproyeksikan akan

memberikan sumbangan pendapatan masing-masing Rp57.846.353.045,95; Rp 1.151.417.884,44; dan Rp 1.477.836.590,91. Dari seluruh jenis gas olahan

tersebut akan memberikan sumbangan pendapatan yang besar baik terhadap perusahaan maupun terhadap pemerintah daerah setempat dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD). Pada tahun 2004, pendapatan total dari pemanfaatan gas ikutan diperoleh sebesar Rp 169.147,87 dan terus mengalami peningkatan sampai pada tahun 2025 apabila proses produksi berjalan terus dan prospek pemasaran berlangsung dengan baik. Pada tahun 2025 pendapatan total dari memanfaatan gas ikutan diproyeksikan akan diperoleh sebesar Rp 658.221.255.663. Adapun perkembangan pendapatan dalam pemanfaatan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat Indramayu seperti pada Tabel 18.

Tabel 18. Simulasi proyeksi pendapatan dari pemanfaatan gas ikutan di Lapangan Tugu Barat Indramayu tahun simulasi 2004-2025

7.3.2. Validasi model Pemanfaatan Gas Ikutan di Lapangan Tugu Barat