ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI PROVINSI RIAU
TESIS
Oleh:
VENESHA JOHAR
127018013/EP
MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI PROVINSI RIAU
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Pada
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
Oleh:
VENESHA JOHAR
127018013/EP
MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI RIAU
Nama Mahasiswa : Venesha Johar
Nomor Pokok : 127018013
Program Studi : Magister (S2) Ekonomi Pembangunan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ramli, MS) (Dr. Rujiman, MA
Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac)
Telah diuji pada
Tanggal : 5 Februari 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ramli, MS
Anggota : Dr. Rujiman, MA
Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Si
Dr. Rahmanta, M.Si
PERNYATAAN
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI PROVINSI RIAU
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Magister Ekonomi Pembangunan
pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara adalah benar
merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Medan, Februari 2015
Penulis
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI PROVINSI RIAU
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh simultan antara variabel-variabel eksogen terhadap variabel-variabel endogen, yakni tenaga kerja, ekspor, suku bunga, PDRB, kurs, inflasi, investasi dan IPM di Provinsi Riau. Jenis penelitian adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dengan runtut waktu dari tahun 1994 sampai dengan 2013 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) di Provinsi Riau. Teknik analisis data menggunakan persamaan simultan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan tenaga kerja berpengaruh positif yang signifikan terhadap PDRB. PDRB, ekspor dan suku bunga secara simultan berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Provinsi Riau, PDRB dan suku bunga secara parsial berpengaruh positif yang signifikan terhadap inflasi di Provinsi Riau, sedangkan ekspor berpengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap inflasi di Provinsi Riau. PDRB dan suku bunga secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kurs di Provinsi Riau, PDRB dan suku bunga secara parsial berpengaruh positif yang signifikan terhadap kurs di Provinsi Riau. Suku bunga, inflasi dan kurs secara simultan berpengaruh tidak signifikan terhadap investasi di Provinsi Riau, inflasi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap investasi di Provinsi Riau, sedangkan suku bunga dan kurs secara parsial berpengaruh positif yang tidak signifikan terhadap investasi di Provinsi Riau. PDRB dan investasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap IPM di Provinsi Riau, PDRB berpengaruh positif yang signifikan terhadap IPM di Provinsi Riau, sedangkan investasi berpengaruh positif yang tidak signifikan di Provinsi Riau.
THE ANALYSIS ON THE FACTORS WHICH INFLUENCE HUMAN DEVELOPMENT INDEX IN RIAU PROVINCE
ABSTRACT
The objective of the research was to analyze the simultaneous influence of the exogenous variables on endogenous variables which consisted of manpower, export, interest rate, PDRB, rate of exchange, inflation, investment, and IPM of Riau Province. The research was a quantitative analysis, using secondary data from 1994 until 2013, obtained from BPS (Central Bureau of Statistics) and from Bank Indonesia in Riau Province. The gathered data were analyzed by using simultaneous equation with Two Stage Least Square (TSLS) method. The result of the research showed that, simultaneously, manpower had positive and significant influence on PDRB, while PDRB, export, and interest rate had significant influence on inflation in Riau Province. Partially, PDRB and interest rate had positive and significant influence on rate of exchange, interest rate, inflation, and rate of exchange simultaneously had insignificant influence investment, inflation had negative but significant influence on investment, while interest rate and rate of exchange had positive but insignificant influence in investment in Riau Province. Simultaneously, PDRB and investment had significant influence on IPM, PDRB had positive and significant influence on IPM, while investment had positive but insignificant influence on IPM in Riau Province.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tesis di bidang Magister Ekonomi Pembangunan
yang berjudul “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan
Manusia Di Provinsi Riau” ini dengan baik. Dan tak lupa shalawat dan salam
kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Tesis ini dapat terselesaikan karena bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam menyelesaikan tesis ini, yakni:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec selaku Ketua Program Studi
Magister Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ramli, M.S selaku Sekretaris Program Studi Magister
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara dan dosen pembimbing I yang telah memberikan bantuan, bimbingan
dan masukan untuk penyelesaian tesis ini.
4. Bapak Dr. Rujiman, M.A selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bantuan, bimbingan dan masukan untuk penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, Bapak Dr. Rahmanta, M.Si dan Ibu
Dr. Badikenita, M.Si. selaku dosen pembanding yang telah memberikan
6. Para Staf Pengajar dan Staf Administrasi yang telah membantu dari mulai
masa perkuliahan sampai dengan penyelesaian tesis di Program Studi
Magister Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
7. Kedua orang tua bapak Joniwar dan mama Suhartina, kedua adik, nenek serta
seluruh keluarga besar yang telah memberikan perhatian, semangat dan do’a
demi kelancaran dan kesuksesan dari masa perkuliahan sampai dengan
penyelesaian tesis ini.
8. Teman-teman dan sahabat khususnya Angkatan XXIV Magister Ekonomi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang telah mendukung, memotivasi
dan membantu dari masa perkuliahan sampai dengan penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih adanya kekurangan dalam penelitian ini,
namun harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat. Mohon maaf atas
segala kesalahan dan kesilapan yang telah penulis lakukan, semoga kita selalu
berada dalam lindungan Allah SWT.
Medan, Februari 2015
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Venesha Johar
Tempat / Tanggal Lahir : Pekanbaru, 7 Juni 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Nama Ayah : Joniwar, SE, M.Si
Nama Ibu : Suhartina, S.Sos
Jumlah Saudara : 2 Orang
Alamat : Jl. Selais No.1B, Pekanbaru, Riau
Email : veeje_yuk@yahoo.com
Riwayat Pendidikan Formal
1993-1994 : TK Pertiwi Pekanbaru
1994-2000 : SDN 030 Pekanbaru
2000-2003 : SMPN 13 Pekanbaru
2003-2006 : SMAN 9 Pekanbaru
2006-2010 : Ekonomi Pembangunan Universitas Riau
2012-2014 : Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara
Riwayat Pekerjaan
DAFTAR ISI
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 11
1.3 Tujuan Penelitian ... 12
1.4 Manfaat Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 14
2.1.1 Indeks Pembangunan Manusia ... 14
2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto ... 24
2.1.3 Ekspor ... 27
2.2 Landasan Penelitian Terdahulu ... 36
2.3 Kerangka Konseptual ... 42
2.4 Hipotesis Penelitian ... 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 44
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 44
3.4 Definisi Operasional ... 45
3.5 Teknik Analisis Data ... 46
3.6 Uji Statistik ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Riau ... 51
4.2 Perkembangan Variabel Penelitian ... 53
4.2.1 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia ... 53
4.2.2 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto ... 54
4.2.3 Perkembangan Ekspor ... 57
4.2.5 Perkembangan Investasi ... 61
4.2.6 Perkembangan Inflasi ... 63
4.2.7 Perkembangan Suku Bunga ... 65
4.2.8 Perkembangan Kurs ... 67
4.3 Hasil Persamaan ... 68
4.3.1 Hasil Persamaan Struktural PDRB ... 69
4.3.2 Hasil Persamaan Struktural Inflasi ... 70
4.3.3 Hasil Persamaan Struktural Kurs ... 71
4.3.4 Hasil Persamaan Struktural Investasi ... 71
4.3.5 Hasil Persamaan Struktural IPM ... 72
4.4 Uji Statistik ... 73
4.4.1 Uji Statistik Persamaan Struktural PDRB ... 73
4.4.2 Uji Statistik Persamaan Struktural Inflasi ... 74
4.4.3 Uji Statistik Persamaan Struktural Kurs ... 75
4.4.4 Uji Statistik Persamaan Struktural Investasi ... 76
4.4.5 Uji Statistik Persamaan Struktural IPM ... 77
4.5 Pembahasan ... 77
4.5.1 Analisis Persamaan Tenaga Kerja Terhadap PDRB ... 77
4.5.2 Analisis Persamaan PDRB, Ekspor dan Suku Bunga Terhadap Inflasi ... 78
4.5.3 Analisis Persamaan PDRB dan Suku Bunga Terhadap Kurs ... 80
4.5.4 Analisis Persamaan Suku Bunga, Inflasi dan Kurs Terhadap Investasi ... 82
4.5.5 Analisis Persamaan PDRB dan Investasi Terhadap IPM.. . 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 86
5.2 Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1.1 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi/Nasional Tahun 2004-2013 ... 9
2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM ... 21
2.2 Theorical Maping ... 38
3.1 Identifikasi Persamaan Simultan ... 48
4.1 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Riau 1994-2013 ... 53
4.2 Produk Domestik Regional Bruto (Non Migas) Harga Konstan 2000 Provinsi Riau 1994-2013 ... 55
4.3 Ekspor Provinsi Riau 1994-2013 ... 57
4.4 Tenaga Kerja Provinsi Riau 1994-2013 ... 59
4.5 Investasi Provinsi Riau 1994-2013 ... 61
4.6 Inflasi Provinsi Riau 1994-2013 ... 63
4.7 Suku Bunga Provinsi Riau 1994-2013 ... 65
4.8 Kurs Provinsi Riau 1994-2013 ... 67
4.9 Hasil Persamaan Simultan PDRB ... 69
4.10 Hasil Persamaan Simultan Inflasi ... 70
4.11 Hasil Persamaan Simultan Kurs ... 71
4.12 Hasil Persamaan Simultan Investasi ... 72
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1.1 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Riau Tahun 2004-2013 ... 11
2.1 Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia ... 20
2.2 Kerangka Konseptual ... 42
4.1 Peta Provinsi Riau ... 52
4.2 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Riau ... 54
4.3 Produk Domestik Regional Bruto (Non Migas) Harga Konstan 2000 Provinsi Riau ... 56
4.4 Ekspor Provinsi Riau ... 58
4.5 Tenaga Kerja Provinsi Riau ... 60
4.6 Investasi Provinsi Riau ... 62
4.7 Inflasi Provinsi Riau ... 64
4.8 Suku Bunga Provinsi Riau ... 66
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1 Tabulasi Data Variabel Per Tahun ... 92
2 Tabulasi Data Logaritma ... 93
3 Hasil Persamaan Simultan PDRB ... 94
4 Hasil Persamaan Simultan Inflasi ... 95
5 Hasil Persamaan Simultan Kurs ... 96
6 Hasil Persamaan Simultan Investasi ... 97
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI PROVINSI RIAU
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh simultan antara variabel-variabel eksogen terhadap variabel-variabel endogen, yakni tenaga kerja, ekspor, suku bunga, PDRB, kurs, inflasi, investasi dan IPM di Provinsi Riau. Jenis penelitian adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dengan runtut waktu dari tahun 1994 sampai dengan 2013 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) di Provinsi Riau. Teknik analisis data menggunakan persamaan simultan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan tenaga kerja berpengaruh positif yang signifikan terhadap PDRB. PDRB, ekspor dan suku bunga secara simultan berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Provinsi Riau, PDRB dan suku bunga secara parsial berpengaruh positif yang signifikan terhadap inflasi di Provinsi Riau, sedangkan ekspor berpengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap inflasi di Provinsi Riau. PDRB dan suku bunga secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kurs di Provinsi Riau, PDRB dan suku bunga secara parsial berpengaruh positif yang signifikan terhadap kurs di Provinsi Riau. Suku bunga, inflasi dan kurs secara simultan berpengaruh tidak signifikan terhadap investasi di Provinsi Riau, inflasi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap investasi di Provinsi Riau, sedangkan suku bunga dan kurs secara parsial berpengaruh positif yang tidak signifikan terhadap investasi di Provinsi Riau. PDRB dan investasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap IPM di Provinsi Riau, PDRB berpengaruh positif yang signifikan terhadap IPM di Provinsi Riau, sedangkan investasi berpengaruh positif yang tidak signifikan di Provinsi Riau.
THE ANALYSIS ON THE FACTORS WHICH INFLUENCE HUMAN DEVELOPMENT INDEX IN RIAU PROVINCE
ABSTRACT
The objective of the research was to analyze the simultaneous influence of the exogenous variables on endogenous variables which consisted of manpower, export, interest rate, PDRB, rate of exchange, inflation, investment, and IPM of Riau Province. The research was a quantitative analysis, using secondary data from 1994 until 2013, obtained from BPS (Central Bureau of Statistics) and from Bank Indonesia in Riau Province. The gathered data were analyzed by using simultaneous equation with Two Stage Least Square (TSLS) method. The result of the research showed that, simultaneously, manpower had positive and significant influence on PDRB, while PDRB, export, and interest rate had significant influence on inflation in Riau Province. Partially, PDRB and interest rate had positive and significant influence on rate of exchange, interest rate, inflation, and rate of exchange simultaneously had insignificant influence investment, inflation had negative but significant influence on investment, while interest rate and rate of exchange had positive but insignificant influence in investment in Riau Province. Simultaneously, PDRB and investment had significant influence on IPM, PDRB had positive and significant influence on IPM, while investment had positive but insignificant influence on IPM in Riau Province.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara
maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan
bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Pembangunan pada
dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan perubahan pada indikator sosial
maupun ekonomi masyarakat menuju ke arah yang lebih baik dan
berkesinambungan (Kuncoro, 2006 dan Todaro, 2009). Tujuan utama dari
pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi
rakyatnya untuk menikmati hidup sehat, umur panjang dan menjalankan
kehidupan yang produktif. Untuk menciptakan ketiga unsur tersebut dilakukan
upaya konkrit dan berkesinambungan. Misalnya untuk mencapai umur yang
panjang ataupun angka harapan hidup yang tinggi, harus didukung oleh tingkat
kesehatan yang baik, status gizi yang baik dan semua prasarana lingkungan yang
baik. Untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan, manusia harus
meningkatkan kualitas pendidikannya, pembangunan pendidikan harus
diutamakan di mana angka melek huruf ditingkatkan. Untuk itu rata-rata lama
bersekolah harus di atas 12 tahun atau setingkat tamat SLTA.
Di samping itu penduduk harus mempunyai kesempatan untuk merealisasi
pengetahuan dan keterampilan dengan tersedianya lapangan pekerjaan, sehingga
dapat direfleksikannya dalam kegiatan produktif yang menghasilkan pendapatan
kebutuhannya dengan cara meningkatkan daya beli. Akhirnya dengan ketiga unsur
di atas diharapkan masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan
mencapai standar hidup yang layak. Selain itu secara umum, pembangunan
manusia dalam pengertian luas mengandung konsep teori pembangunan ekonomi
yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber
daya manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan dan pendekatan
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan
peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Pembangunan SDM
menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu
sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai
pemanfaatan (beneficiares) bukan sebagai objek perubahan dasar memfokuskan
pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup. Manusia sebagai subjek dan
objek pembangunan dalam kehidupannya harus mampu meningkatkan kualitas
hidupnya sebagai insan pembangunan. Pembangunan sumber daya manusia secara
fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang
kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses
pembangunan. Konsep pembangunan manusia memenuhi dimensi yang sangat
luas dan banyak pilihan, hanya mungkin tercapai jika penduduk tersebut memiliki
peluang angka harapan hidup yang tinggi atau umur panjang dan sehat, memiliki
pengetahuan dan keterampilan atau keahlian serta mempunyai peluang atau
kesempatan untuk merealisasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan yang
produktif sehingga penduduk memiliki daya beli. Dengan kata lain manusia itu
harus berkualitas, serta berproduktivitas tinggi sehingga dapat mewujudkan
Salah satu cara untuk mengukur keberhasilan atau kinerja (performance)
suatu negara atau wilayah dalam bidang pembangunan manusia, digunakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Hubungan
pembangunan manusia dengan pertumbuhan ekonomi sangat erat sekali dan
merupakan prasyarat tercapainya pembangunan manusia, karena peningkatan
pembangunan ekonomi akan mendukung peningkatan produktivitas melalui
pengisian kesempatan kerja dengan usaha-usaha produktif sehingga tercipta
peningkatan pendapatan (UNDP, 1996). Pembangunan manusia memperkenalkan
konsep yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua pilihan
yang dimiliki oleh manusia pada semua golongan masyarakat dan semua tahap
pembangunan. Pembangunan manusia merupakan perwujudan tujuan jangka
panjang dari suatu masyarakat dan meletakkan pembangunan di sekeliling
manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan.
Pembangunan manusia menurut UNDP (United Nations Development
Programme) adalah proses memperluas pilihan-pilihan penduduk. Dari sekian
banyak pilihan, ada tiga pilihan yang dianggap paling penting, yaitu: panjang
umur dan sehat, berpendidikan dan akses ke sumber daya yang dapat memenuhi
standar hidup yang layak. Pilihan lain yang dianggap mendukung tiga pilihan di
atas adalah kebebasan politik, hak asasi manusia dan penghormatan hak pribadi.
Dengan demikian, pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan
ekonomi, lebih dari sekedar peningkatan pendapatan dan lebih dari sekedar proses
produksi komoditas serta akumulasi modal. (Ginting, 2008)
Provinsi Riau memiliki 12 kabupaten/kota, masing-masing kabupaten/kota
tergambar pula keterbatasan kemampuan untuk mengelola baik dari Pemerintahan
Daerah maupun dari masyarakat. Sehingga untuk mendukung koordinasi
antarpelaku pembangunan, mengoptimalkan partisipasi masyarakat, menjamin
tercapainya sumber daya secara efisien dan berkeadilan serta menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergis diperlukan suatu dokumen
perencanaan, yaitu melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ini disusun dengan
maksud menyediakan sebuah dokumen perencanaan komprehensif lima tahunan
(2010-2014), yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana
Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD), Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renja SKPD) sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, RPJM ini juga
disusun dengan memperhatikan statistik regional dan lokal seperti (1) statistik
berbagai fungsi pemerintahan di bidang ekonomi, seperti lapangan pekerjaan
utama dan tingkat pendapatan rata-rata masyarakat, keberadaan potensi sektor
unggulan daerah yang dapat dikembangkan dalam rangka memacu laju produksi
lokal dan penciptaan lapangan kerja baru, keberadaan sektor informal dan
kandungan potensi sumber daya daerah; (2) statistik fungsi-fungsi pemerintahan
di bidang sosial budaya, seperti kondisi tingkat kesehatan rata-rata masyarakat,
angka kemiskinan, tingkat pengangguran, angka partisipasi kasar dan angka
partisipasi murni pendidikan dasar dan menengah; (3) statistik bidang fisik
kantong-kantong kemiskinan dan kawasan tertinggal serta kondisi ekologi dan lingkungan
hidup daerah dan (4) kapasitas fiskal dan keuangan daerah. RPJM pada periode
2010-2014 disusun dengan maksud menyediakan acuan resmi bagi Pemerintah
Daerah (berupa RKPD) dan DPRD dalam menyusun Renstra SKPD, Renja SKPD
sekaligus merupakan acuan pilihan-pilihan program kegiatan tahunan daerah yang
akan dibahas dalam rangkaian forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) Daerah secara berjenjang, yaitu mulai dari desa, kecamatan sampai
tingkat kabupaten. Oleh karena itu isi dan substansinya mencakup indikasi
rencana program dan kegiatan secara lintas sumber pembiayaan dari APBN,
APBD Provinsi dan APBD Kabupaten. Alokasi sumber pembiayaan dari APBN,
APBD Provinsi dan APBD Kabupaten yang tertuang dalam RPJM tersebut
diperkirakan belum menunjukkan kontribusi pengaruh yang bermanfaat dalam
upaya menanggulangi tingkat kemiskinan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Untuk mengukur pemenuhan ketiga unsur IPM yaitu kesehatan,
pendidikan dan kemampuan daya beli, badan dunia yang menangani
program-program pembangunan, yaitu United Nation Development Program (UNDP) telah
menyusun indeks komposit berdasarkan 3 (tiga) indikator. Ketiga indikator
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Angka Harapan Hidup (life expectancy at age: e0).
2. Indikator Pendidikan, yang terdiri dari:
a. Angka Melek Huruf (adult literacy rate: Lit).
3. Purchasing Power Parity (PPP) yang merupakan ukuran pendapatan yang
telah disesuaikan dengan paritas daya beli.
Indikator pertama mengukur umur panjang dan kesehatan, kemudian dua
indikator berikutnya mengukur tingkat pengetahuan (knowledge) dan
keterampilan (skill), sedang indikator ketiga mengukur kemampuan mengakses
sumber daya ekonomi dalam arti luas. Ketiga indikator inilah yang digunakan
sebagai komponen dasar dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Indeks pembangunan manusia bermanfaat untuk membandingkan kinerja
pembangunan manusia baik antarnegara maupun antardaerah (Mudrajad, 2006).
Pembangunan manusia menjadi penting karena apabila suatu daerah tidak
memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial maka dapat menggunakan
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk membangun dan memajukan daerahnya.
Jadi, sumber daya manusia sangat berperan penting dalam pembangunan suatu
daerah.
Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelegasian kewenangan yang
disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana dan
sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Beberapa
manfaat melaksanakan desentralisasi adalah untuk meningkatkan kinerja
pemerintah lokal, meningkatkan ketertanggapan permerintah terhadap kebutuhan–
kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan dasar yang ditunjukkan dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau disebut
juga dengan Human Development Index (HDI) adalah indeks komposit untuk
mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup secara
IPM juga digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah
negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk
mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup (UNDP,
1996). IPM mulai digunakan oleh UNDP sejak tahun 1990 untuk mengukur upaya
pencapaian pembangunan manusia suatu negara. IPM merupakan indikator
komposit tunggal yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan
manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah (UNDP, 2004). Walaupun tidak
dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan, namun mampu mengukur
dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status
kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Sumber daya manusia menunjuk
pada manusia sebagai salah satu faktor produksi, yaitu sebagai tenaga kerja yang
produktivitasnya harus ditingkatkan. Dalam hal ini manusia hanya sebagai alat
(input) untuk mencapai tujuan yaitu peningkatan output barang dan jasa.
Sedangkan manusia di dalam IPM lebih diartikan sebagai tujuan pembangunan
yang berorientasi akhirnya pada peningkatan kesejahteraan manusia. Salah satu
ukuran IPM adalah besarnya pendapatan nasional yang digunakan untuk belanja
pendidikan. (Kuncoro, 2004)
Indeks pembangunan manusia (IPM) di berbagai daerah di Indonesia
cenderung membaik seiring dengan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010-2014. Demikian hasil evaluasi awal Laporan Pembangunan Manusia 2013 yang dikeluarkan badan PBB untuk
program pembangunan, UNDP, baru-baru ini memperlihatkan bahwa Indonesia
telah menunjukkan kemajuan yang kuat dalam setiap indikator Indeks
yang dilakukan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNDP), Pemerintah Indonesia, dan Badan Kerja Sama Internasional Jerman
(GIZ).
Nilai IPM Indonesia pada tahun 2013 meningkat menjadi 0,684, meski
mengalami kenaikan sebesar 0,003 poin belum mampu menaikkan peringkat dari
tahun 2012 (0,681) yaitu di peringkat 108 dari 187 negara. Di ASEAN, IPM
Indonesia berada di atas Myanmar, Laos, Kamboja, Timor-Leste, Vietnam dan
Filipina, dan berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand
IPM Indonesia masih di bawah rata-rata dunia yaitu sebesar 0,694
(pemberlakuan perhitungan baru). Indonesia dikategorikan sebagai Negara
Pembangunan Menengah.
Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi/Nasional Tahun 2004-2013
Catatan: Mulai tahun 2005, angka IPM Provinsi dan Kabupaten/Kota disajikan dalam dua digit atau dua desimal dibelakang koma.
Pada tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) seluruh Provinsi/Nasional di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan setiap tahunnya dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini. Dengan
memiliki IPM tertinggi dari provinsi lainnya selama sepuluh tahun ini, yakni pada
tahun 2013 sebesar 78,59. Ini disebabkan DKI Jakarta merupakan ibukota negara, segala pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain banyak terdapat
disana. Kemudian diikuti juga oleh Provinsi Yogyakarta, Sulawesi Utara,
Kalimantan Timur dan Riau yang masing-masing memiliki IPM sebesar 77,37, 77,36, 77,33 dan 77,25 pada tahun 2013.
Jika dibandingkan IPM antara Provinsi DKI Jakarta dengan Provinsi
Papua yang memiliki IPM terendah yaitu pada tahun 2013 sebesar 66,25, jumlah selisihnya cukup jauh sebesar 12,34. Dapat dilihat bahwa ketimpangan
kesejahteraan masyarakat antara pusat dan daerah cukup besar. Serta terdapat
pemekaran provinsi baru pada tahun 2012 yakni Provinsi Kalimantan Utara yang
memiliki jumlah IPM sebesar 74,72.
Provinsi Riau memiliki IPM tertinggi dari seluruh provinsi yang terdapat
di Pulau Sumatera. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir IPM Provinsi Riau
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini dapat disebabkan semakin
meningkatnya kualitas sumber daya manusia yang ada, khususnya dalam bidang
pendidikan, kesehatan, serta ekonomi. Seiring dengan hal tersebut, Provinsi Riau
Sumber: Data Tabel 1.1
Gambar 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Riau Tahun 2004-2013
Berdasarkan pernyataan dan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dan menuangkannya dalam sebuah judul tesis yaitu:
“Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Di
Provinsi Riau”.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka didapat rumusan
masalah penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kontribusi tenaga kerja terhadap PDRB di Provinsi Riau?
2. Bagaimanakah kontribusi PDRB, ekspor dan suku bunga terhadap inflasi
di Provinsi Riau?
3. Bagaimanakah kontribusi PDRB dan suku bunga terhadap kurs di Provinsi
Riau?
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
4. Bagaimanakah kontribusi suku bunga, inflasi dan kurs terhadap investasi
di Provinsi Riau?
5. Bagaimanakah kontribusi PDRB dan investasi terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Riau?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis besarnya pengaruh tenaga kerja terhadap PDRB di
Provinsi Riau.
2. Untuk menganalisis besarnya pengaruh PDRB, ekspor dan suku bunga
terhadap inflasi di Provinsi Riau.
3. Untuk menganalisis besarnya pengaruh PDRB dan suku bunga terhadap
kurs di Provinsi Riau.
4. Untuk menganalisis besarnya pengaruh suku bunga, inflasi dan kurs
terhadap investasi di Provinsi Riau.
5. Untuk menganalisis besarnya pengaruh PDRB dan investasi terhadap
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian dari penelitian ini yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah daerah Provinsi Riau, diharapkan penelitian ini dapat
menjadi informasi untuk dijadikan acuan dalam membuat kebijakan
ekonomi agar lebih dapat meningkatkan sumber daya manusia.
2. Bagi akademis, diharapkan dapat menjadi informasi serta referensi bagi
mahasiswa dan peneliti selanjutnya terutama dibidang yang sama.
3. Bagi penulis, dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Indeks Pembangunan Manusia
2.1.1.1Definisi Pembangunan Manusia
UNDP (United Nation Development Programme) mendefenisikan
pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan
bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan
akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai
sarana (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya
tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah
produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995). Secara
ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Produktivitas
Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan
berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah.
Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian
dari model pembangunan manusia.
2. Pemerataan
Penduduk harus memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk
mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial.
Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses
kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang
dapat meningkatkan kualitas hidup.
3. Kesinambungan
Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak
hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya
fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.
4. Pemberdayaan
Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang
akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk
berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.
Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai
disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat
luas seperti kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampai kesempatan untuk
menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan
harkat pribadi dan jasmani hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari
paradigma tersebut. Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia
memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa informasi kapabilitas manusia seperti
perbaikan taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah
pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif,
kultural, sosial dan politik. Jika kedua sisi itu tidak seimbang maka hasilnya
adalah frustasi masyarakat.
Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih baik
dari pada teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model
kesejahteraan dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model
pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi
nasional (GNP). Pembangunan manusia terutama sebagai input dari proses
produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat
manusia sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan
dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.
Untuk dapat membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka UNDP
mensponsori sebuah proyek tahun 1989 yang dilaksanakan oleh tim ekonomi dan
pembangunan, tim tersebut menciptakan kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu
adalah umur panjang, pengetahuan dan daya beli. Umur panjang yang
dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat lahir atau sering disebut Angka
Harapan Hidup/AHH (e0). Pengetahuan dikuantifikasikan dalam kemampuan
baca tulis/angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah. Daya beli
dikuantifikasikan terhadap kemampuan mengakses sumberdaya yang dibutuhkan
untuk mencapai standar hidup yang layak.
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara
atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan
hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa
terkecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar
hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100,
semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.
Karena hanya mencakup tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai
penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan
analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang
penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik,
kesinambungan lingkungan, kemerataan antar generasi.
Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang peka untuk dapat
memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya
beli yang dalam kasus Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang
terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi dan moneter tersebut
berdampak pada tingkat pendapatan yang akibatnya banyak PHK dan kesempatan
kerja yang kemudian dipengaruhi tingkat inflasi yang tinggi selama tahun
1997-1998. Tingkat kesempatan kerja dalam konteks pembangunan manusia merupakan
terputusnya jembatan yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan
upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk.
Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan
menurunnya daya beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya
peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan
beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang
dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.
Pembangunan di bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya
pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini
secara nyata telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang
kemudian berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk dalam
konteks Indonesia, sesungguhnya merupakan upaya yang mempercepat terjadinya
ditinjau dari berbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang masih
rendah.
Berdasarkan kajian aspek status pembangunan manusia, tinggi rendahnya
status pembangunan manusia menurut UNDP dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
golongan, yaitu:
1. Tingkatan rendah, jika IPM < 50.
2. Tingkatan menengah, jika 50 < IPM < 80.
3. Tingkatan tinggi, jika IPM > 80.
Namun untuk perbandingan antar daerah di Indonesia, yaitu perbandingan
antar kabupaten/kota, maka kriteria kedua yaitu tingkatan menengah, dipecah
menjadi 2 (dua) golongan, sehingga gambaran status akan berubah menjadi
sebagai berikut:
1. Tingkatan rendah, jika IPM < 50
2. Tingkatan menengah-bawah, jika 50 < IPM < 66
3. Tingkatan menengah-atas, jika 66 < IPM < 80
4. Tingkatan atas, jika IPM > 80
Berdasarkan kajian aspek tingkat pertumbuhannya, IPM dapat digunakan
sebagai ukuran kemajuan pembangunan, melalui 2 (dua) cara, yaitu:
1. Perbandingan Antar Wilayah, yaitu suatu posisi relatif dari satu wilayah
terhadap wilayah yang lain berdasarkan peringkatnya dalam suatu
kawasan tertentu.
2. Pengukuran Tingkat Kemajuan, yaitu untuk mengkaji pencapaian tingkat
kemajuan pencapaian setelah berbagai program diimplementasikan dalam
per tahun (annual reduction shortfall). Semakin besar reduksi shortfall (r)
di suatu wilayah menunjukkan semakin besar kemampuan yang dicapai
oleh wilayah tersebut dalam periode tertentu.
Kecepatan pencapaian dalam hal ini mengukur perbandingan antara
capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus (seharusnya)
ditempuh untuk mencapai titik ideal IPM, yakni IPM = 100. Kecepatan
pencapaian = r, terbagi kedalam 4 (empat) tingkatan:
1. Kecepatan pencapaian sangat lambat, jika r < 1,30
2. Kecepatan pencapaian lambat, jika 1,30 < r < 1,50
3. Kecepatan pencapaian menengah, jika 1,50 < r < 1,70
4. Kecepatan pencapaian cepat, jika r > 1,70
2.1.1.2Metode Perhitungan
Adapun komponen IPM disusun dari tiga komponen yaitu lamanya hidup
diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, tingkat pendidikan diukur dengan
kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua
per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga), dan tingkat
kehidupan yang layak yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah
disesuaikan (PPP rupiah), indeks ini merupakan rata-rata sederhana dari ketiga
komponen tersebut diatas:
IPM = 1
3 (�1 +�2+�3)
Dimana :
�1 = Indeks Harapan Hidup
�3 = Indeks Standar Hidup Layak
Sebelum menghitung IPM, setiap komponen dari setiap indeksnya harus
dihitung terlebih dahulu dengan formula perhitungan sebagai berikut:
�� = (�(�� – ��min) ����– ��min)
Dimana :
�� = Indeks komponen IPM ke-i
�� = Indikator ke-i
����� = Nilai minimum dari ��
����� = Nilai maksimal dari ��
Sumber: Panduan Kongres Nasional Pembangunan Manusia, 2006
2.1.1.3Komponen-Komponen IPM
1. Lamanya Hidup (Longevity)
Lamanya hidup adalah kehidupan untuk bertahan lebih lama diukur
dengan indikator harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth) (e0),
angka e0 yang disajikan merupakan ekstrapolasi dari angka e0 pada akhir tahun
yang merupakan penyesuaian dari angka kematian bayi (infant mortality rate).
Dalam publikasi, angka IMR untuk tingkat provinsi dihitung berdasarkan data
yang diperoleh dalam sensus penduduk tahun 1990, 2000, 2010 serta data
gabungan dari SUPAS 2005 dan SUSENAS 2010.
Perhitungan dilakukan secara tidak langsung berdasarkan dua data dasar
yaitu rata-rata jumlah lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup dari wanita
yang pernah kawin. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan
menstandarkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya,
seperti yang tercantum pada tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Indikator Komponen IPM
(=X(I))
Nilai Minimum Nilai maksimum Catatan
Angka Harapan PDB per kapita riil
yang disesuaikan
a)
Sumber: BPS, Bappenas, UNDP, 2014
Keterangan: a) Perkiraan maksimum pada akhir Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II tahun 2018.
2. Tingkat Pendidikan
Dalam perhitungan IPM, komponen tingkat pendidikan diukur dari dua
indikator, yaitu: angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS).
Angka melek huruf adalah persentase dari pendidik usia 15 tahun ke atas yang
bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya. Rata-rata lama
sekolah, yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15
tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani atau
sedang menjalani. Indikator ini dihitung dari variabel pendidikan yang tertinggi
yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang ditamatkan dan tingkat
pendidikan yang sedang diduduki. Tabel 2.1 menyajikan faktor konversi dari tiap
jenjang pendidikan, rata-rata lama sekolah (MYS) dihitung berdasarkan formula
sebagai berikut:
MYS = tahun konversi + kelas tertinggi yang pernah diduduki – 1
3. Standar Hidup Layak
Standar hidup dalam perhitungan IPM, didekati dari pengeluaran riil per
kapita yang telah disesuaikan. Untuk menjamin keterbandingan antar daerah dan
antar waktu, dilakukan penyesuaian sebagai berikut:
a. Menghitung pengeluaran per kapita dari modul SUSENAS (= Y).
b. Menaikkan nilai Y sebesar 20% (= Y1), karena berbagai studi
diperkirakan bahwa data dari SUSENAS cenderung lebih rendah dari
20%.
c. Menghitung nilai daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) untuk
terhadap harga kelompok barang yang sama di daerah yang ditetapkan
sebagai standar.
d. Menghitung nilai riil Y1 dengan mendeflasikan Y1 dengan indeks harga
konsumen (CPI) (= Y2).
e. Membagi Y2 dengan PPP untuk memperoleh Rupiah yang sudah
disetarakan antar daerah (= Y3).
f. Mengurangi nilai Y3 dengan menggunakan formula Atkinson untuk
mendapatkan estimasi daya beli (= Y4). Langkah ini ditempuh
berdasarkan prinsip penurunan manfaat marginal dari pendapatan.
Dimensi lain dari ukuran kualitas hidup manusia adalah standar hidup
layak. Dalam cakupan lebih luas, standar hidup layak menggambarkan tingkat
kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin
membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan
Produk Domestik Bruto (PDRB) riil yang disesuaikan. Sedangkan investasi dapat
meningkatkan pendapatan melalui peningkatan modal-modal produksi sehingga
akan meningkatkan daya beli masyarakat.
BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata
pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson. Rumus
Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil secara
matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
C (I) = C(i) jika C(i) < Z
= Z + 2(C(i) – Z) (1/2) jika Z < C(i) < 2Z
= Z + 2(Z) (1/2)+ 3(C(i) – 2Z) (1/3) jika 2Z < C(i) < 3Z
Dimana:
C (I) = Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit.
Z = Batas tingkat pengeluaran yang sudah ditetapkan sebagai
Rp 547.500 per kapita per tahun atau Rp 1.500 per kapita
per hari.
2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) menyatakan
pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa.
Tujuan GDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu
selama periode waktu tertentu. Ada dua cara statistik untuk melihat GDP sebagai
pendapatan total dari setiap orang didalam perekonomian dan pengeluaran total
atas output barang dan jasa perekonomian. Setiap transaksi yang mempengaruhi
pengeluaran harus mempengaruhi pengeluaran, dan setiap transaksi yang
mempengaruhi pendapatan harus mempengaruhi pengeluaran. (Mankiw, 2007)
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB
pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. (Widodo,
Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara konseptual
menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan
pengeluaran dan pendekatan pendapatan (www.bps.co.id). Sebagai berikut:
1. Pendekatan Produksi
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang
dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu
daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit
produksi dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha
(sektor), yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2)
pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan
air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7)
pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa
perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).
2. Pendekatan Pengeluaran
Produk Domestik Regional Bruto adalah semua komponen permintaan
akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan
lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal
tetap domestik bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto
(merupakan ekspor dikurangi impor).
3. Pendekatan Pendapatan
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi
di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas
keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak
langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan
dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
Sementara itu, PDRB berdasarkan penggunaan dikelompokkan dalam 6
komponen, yaitu:
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, mencakup semua pengeluaran
untuk konsumsi barang dan jasa dikurangi dengan penjualan neto barang
bekas dan sisa yang dilakukan rumah tangga selama setahun.
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, mencakup pengeluaran untuk belanja
pegawai, penyusutan dan belanja barang pemerintah daerah, tidak
termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan.
3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, mencakup pembuatan dan
pembelian barang-barang modal baru dari dalam daerah dan barang modal
bekas atau baru dari luar daerah. Metode yang dipakai adalah pendekatan
arus barang.
4. Perubahan Inventori. Perubahan stok dihitung dari PDRB hasil
penjumlahan nilai tambah bruto sektoral dikurangi komponen permintaan
akhir lainnya.
5. Ekspor Barang dan Jasa. Ekspor barang dinilai menurut harga free on
board (fob).
6. Impor Barang dan Jasa. Impor barang dinilai menurut cost insurance
2.1.3 Ekspor
Ekspor merupakan proses transportasi barang atau komoditas dari suatu
negara ke negara lain, memperhitungkan perdagangan dengan negara lain,
kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Ekspor
Menurut Soekartawi (1991) alasan yang mendesak mengapa suatu negara
perlu menggalakkan ekspor adalah untuk meningkatkan kekayaan negara yang
juga berarti meningkatkan pendapatan per kapita. Soekartawi lebih jauh
mengungkapkan bahwa sebagai bagian dari perdagangan internasional ekspor
dimungkinkan oleh berbagai kondisi, antara lain:
adalah penjualan
barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran, kualitas,
kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir
dan importir.
1. Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan tersebut
dapat dijual ke luar negeri melalui kebijakan ekspor.
2. Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk meskipun untuk
kebutuhan di dalam negeri sendiri belum memadai.
3. Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan keluar negeri
dibandingkan dengan penjualan di dalam negeri, karena harga pasar dunia
yang lebih menguntungkan.
4. Adanya barter antar produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan
dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
5. Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politis.
Secara teoritis menurut Soelistyo dalam Soekartawi (1991) bahwa konsep
perdagangan antar daerah. Barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah
didasarkan atas keuntungan alamiah saja tetapi juga atas dasar proporsi dan
intensitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan
barang-barang tersebut.
Negara-negara berkembang juga dapat mengandalkan kelancaran arus
pendapatan devisa dan kegiatan ekonomi yang berasal dari ekspor untuk
meningkatkan kekayaan atau pendapatan negara, yang berarti pula akan
meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat (the export let growth
hypothesis). (Soekartawi, 1991)
2.1.4 Tenaga Kerja
Tenaga Kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja.
Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk diri sendiri
ataupun anggota keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah atau mereka
yang sesungguhnya bersedia dan mampu untuk bekerja, dalam arti mereka
menganggur dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja. (Sumarsono,
2009)
Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja
(berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa.
Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia
10 tahun ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1980, 1990, 2000). Namun sejak
Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, tenaga kerja
adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih.
Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah/sedang bekerja, sedang
mencari pekerjaan dan melakukan pekerjaan lain seperti bersekolah dan mengurus
rumah tangga. Di Indonesia yang dimaksud tenaga kerja yaitu penduduk yang
berumur 15 tahun atau lebih, Indonesia tidak mengenal batasan umur maksimum
alasannya Indonesia masih belum memiliki jaminan kesehatan nasional. Sebagian
kecil penduduk Indonesia yang menerima tunjangan dihari tua, yaitu pegawai
negeri dan sebagian kecil pegawai perusahaan swasta.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk
tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja.
Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia merupakan faktor
terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua faktor produksi yang
lainnya, yakni barang modal, bahan mentah serta teknologi, bisa dibeli atau
dipinjam dari negara lain. Tetapi penerapan teknik-teknik produktivitas tinggi atas
kondisi-kondisi lokal hampir selalu menuntut tersedianya manajemen,
ketrampilan produksi, dan keahlian yang hanya bisa diperoleh melalui angkatan
kerja terampil yang terdidik. Ini terlihat jelas bahwa dengan meningkatnya
kualitas tenaga kerja maka akan meningkatkan pula pertumbuhan ekonomi yang
ditandai dengan meningkatnya PDRB disuatu wilayah. (Samuelson dan Nordhaus,
2.1.5 Investasi
Investasi merupakan konsep aliran (flow concept), karena besarnya
dihitung selama satu interval periode tertentu. Tetapi investasi akan
mempengaruhi jumlah barang modal yang tersedia (capital stock) pada satu
periode tertentu. Tambahan stok barang modal adalah sebesar pengeluaran
investasi satu periode sebelumnya. (Rahardja, 2008)
Investasi (investment) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk
penggunaan masa depan. Baik perusahaan maupun rumah tangga membeli
barang-barang investasi. Perusahaan membeli barang-barang investasi untuk
menambah persediaan modalnya dan mengganti modal yang ada setelah habis
dipakai. Rumah tangga membeli rumah baru, yang juga menjadi bagian dari
investasi. Jadi menurut para ekonom investasi adalah menciptakan modal baru
(Mankiw, 2007).
Jumlah barang-barang modal yang diminta bergantung pada tingkat bunga
yang mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi.
Investasi merupakan unsur GDP yang paling sering berubah. Ketika pengeluaran
atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari penurunan itu
berkaitan dengan anjloknya pengeluaran investasi. Ada tiga bentuk pengeluaran
investasi yakni investasi tetap bisnis, investasi residensial dan investasi
persediaan. Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki
saat ini, pinjaman dari pihak lain, ataupun dari tabungan.
Secara lebih khusus lagi, ada beberapa alasan mengapa seorang melakukan
investasi, antara lain adalah:
Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf
hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana
mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak
berkurang di masa yang akan datang.
2. Mengurangi tekanan inflasi.
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain,
seseorang dapat menghindarkan diri dari resiko penurunan nilai kekayaan
atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
3. Dorongan untuk menghemat pajak
Beberapa negara di dunia banyak melakukan pemberian fasilitas perpajak
kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha
tertentu.
2.1.6 Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum dan terus-menerus.
Inflasi sering dihitung dengan menggunakan indeks harga konsumen (consumer
price index, CPI), indeks harga produsen (producer price index, PPI) atau deflator
PDRB (Widodo, 2006). Inflasi merupakan indikator untuk melihat tingkat
perubahan dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara
terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi.
Pada perekonomian modern inflasi sangat bersifat inersial artinya bahwa
gejala inflasi memang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gejala
ekonomi tersebut sehingga disebut inflasi inersial. Gejala inflasi inersial bersifat
mengalami perubahan manakala timbul guncangan (shock) pada sisi permintaan
agregat atau perubahan harga minyak dunia, pergeseran nilai tukar, kegagalan
panen, dan sebagainya (Yuliadi, 2008). Sama halnya ketika tingkat PDRB
meningkat maka akan meningkatkan jumlah uang yang beredar sehingga akan
meningkatkan angka inflasi.
Ada dua faktor yang menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan
inflasi dalam negara berkembang berdasarkan teori strukturalis, yaitu:
1. Ketidakelastisan penerimaan ekspor, yaitu ekspor berkembang secara
lamban dibanding sektor lain dalam perekonomian. Hal ini disebabkan
naiknya harga barang-barang komoditi negara-negara berkembang (hasil
alam), dalam jangka panjang perkembangannya sangat lamban dibanding
harga barang industri.
2. Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan dalam negeri,
berakibat pertumbuhan produksi bahan makanan tidak secepat
pertumbuhan penduduk dan pendapatan, sehingga harga bahan makanan
cenderung untuk meningkat melebihi kenaikan harga barang-barang lain.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), efek-efek buruk dari inflasi
yaitu sebagai berikut:
1. Inflasi dan perkembangan ekonomi. Inflasi yang tinggi tingkatnya akan
menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik
menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka
pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan
ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran
akan terwujud.
2. Inflasi dan kemakmuran rakyat. Disamping menimbulkan efek buruk ke
atas kegiatan ekonomi negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek
terhadap individu dan masyarakat.
3. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan
tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan
harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang
berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun.
4. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian
kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank,
simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lain
merupakan simpanan keuangan, nilai riilnya akan menurun apabila inflasi
berlaku. Maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas
pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi
penurunan pendapatan riil dan kekayaan.
5. Memperburuk pembagian kekayaan. Telah ditunjukkan bahwa penerima
pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil
pendapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami
penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Sebagian penjual/pedagang dapat
mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi
menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap
dengan pemilik-pemilik harga tetap dan penjual/pedagang akan menjadi
2.1.7 Suku Bunga
Suku bunga merupakan persentase dari pokok utang yang dibayarkan
sebagai imbal jasa (bunga) dalam satu periode tertentu. Menurut Karl dan Fair
(2001), suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman dalam
bentuk persentase, dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima
tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.
Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku
bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai
persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan kata lain, orang harus
membayar kesempatan untuk meminjam uang. Biaya peminjaman uang, diukur
dalam dolar per tahun, per dolar yang dipinjam adalah suku bunga. (Samuelson
dan Nordhaus, 2004)
Pembayaran ke atas modal yang dipinjam dari pihak lain, yang dinyatakan
dalam persentase dari modal dinamakan suku bunga (Sukirno, 2005). Pada
umumnya persentase yang dinyatakan menunjukkan suku bunga dari sejumlah
modal di dalam satu tahun. Dengan demikian jika dinyatakan suku bunga adalah
15 persen, maka artinya modal yang dipinjamkan memperoleh suku bunga
sebanyak 15 persen setahun.
2.1.8 Kurs
Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang
disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs
Pertukaran suatu mata uang dengan mata uang lainnya disebut transaksi
valas, foreign exchange transaction (Kuncoro, 1996). Harga suatu mata uang
terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar mata uang (exchange
rate). (Salvatore, 1997)
Mankiw (2007) menambahkan, kurs nominal (nominal exchange rate)
adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Kurs riil (real exchange rate)
adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara.
Dalam sistem kurs bebas nilai kurs yang mengalami depresiasi atau
apresiasi akan mendorong terjadinya arus perubahan ekspor dan impor barang dan
jasa dari suatu negara ke negara lainnya sehingga akan tercapai keseimbangan
nilai kurs dimana nilai ekspor sama dengan nilai impornya. (Yuliadi, 2008)
Perubahan nilai tukar dianggap penting, karena dapat berdampak pada
harga komoditas ekspor dan impor, upah tenaga kerja relatif, suku bunga, jumlah
pengangguran, dan tingkat produksi (Saeed et al, 2012), sehingga perlu adanya
upaya menstabilkan nilai tukar di suatu negara. Secara umum menunjukkan
bahwa determinasi nilai tukar ditentukan oleh variabel-variabel makroekonomi,
seperti supply uang diferensial, suku bunga diferensial, PDB riil diferensial, dan
inflasi diferensial.
Oleh karena penentuan nilai tukar mata uang dalam sistem mengambang
bebas ditentukan oleh mekanisme pasar, maka hal tersebut akan sangat
bergantung pada kekuatan faktor-faktor ekonomi yang diduga dapat
mempengaruhi kondisi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar valuta
asing (Madura, 2000). Faktor-faktor tersebut, antara lain adalah:
2. Perbedaan tingkat suku bunga antara kedua negara.
3. Perbedaan tingkat pendapatan nasional (Gross Domestik Product, GDP)
antara kedua negara.
2.2 Landasan Penelitian Terdahulu
Pratowo (2009) meneliti tentang seberapa besar variabel Belanja Daerah,
Gini Rasio, Pengeluaran Non Makanan, dan Rasio Ketergantungan berpengaruh
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini
menganalisis dengan data sekunder maka di dapat hasil penelitian tersebut bahwa
Belanja Daerah dan Pengeluaran non Makanan secara signifikan berpengaruh
positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan Gini Rasio dan Rasio
Ketergantungan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia.
Setiawan dan Hakim (2013) meneliti tentang Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia dengan variabel yang digunakan Produk Domestik Bruto
(PDB), Pajak Pendapatan (PPN), Dummy Desentralisasi (DD), dan Dummy
Krisis Ekonomi (DK). Data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitian
tersebut adalah Produk Domestik Bruto (PDB) secara signifikan berpengaruh
positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia sedangkan Pajak Pendapatan
(PPN) secara signifikan berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia.
Saddewisasi dan Ariefiantoro (2011) meneliti tentang Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Kota
selama tiga tahun terakhir (2006-2008) pengaruh variabel Kesehatan, Pendidikan,
Standar Hidup Layak dan Ketenagakerjaan terhadap Indeks Pembangunan
Manusia Kota Semarang secara umum belum mengalami perubahan yang berarti.
Mirza (2012) meneliti tentang Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan
Ekonomi, dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa
Tengah Tahun 2006-2009. Data yang digunakan adalah data sekunder, hasil
penelitiannya adalah bahwa Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal secara
signifikan berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan
Kemiskinan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia.
Badrudin (2011) meneliti tentang Pengaruh Pendapatan dan Belanja
Daerah Terhadap Pembangunan Manusia Di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut didapat kesimpulan bahwa variabel
Pengeluaran Pemerintah pada sektor pendidikan, kesehatan dan infrastuktur tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia di Provinsi DI
Yogyakarta. Keberhasilan pembangunan manusia lebih banyak ditentukan oleh
sense of education masyarakat yang dilakukan secara mandiri dan sangat
dipengaruhi oleh kondisi dan kekuatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat itu
sendiri.
Kusumawardhani, et al (2012) meneliti tentang Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi PDB Indonesia Dengan Persamaan Simultan 2SLS. Penelitian ini
menggunakan data PDB tahunan statistik Indonesia dari tahun 1991 sampai
bahwa PDB yang diduga pajak dan kurs berpengaruh signifikan terhadap investasi
di Indonesia.
Yasinta A, et al (2008) meneliti tentang Pemodelan PDRB Jawa Timur
Dengan Pendekatan Sistem Persamaan Simultan. Data yang digunakan adalah
data sekunder yang meliputi data PDRB atas dasar harga konstan 2000, data upah
sektor pertanian, data pengeluaran untuk belanja pegawai; belanja barang dan
jasa; belanja modal, serta data jumlah tenaga kerja per sektor (1992-2007). Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam
persamaan adalah sektor tenaga kerja, dimana variabel tenaga kerja memiliki nilai
elastisitas yang lebih besar dari pada variabel-variabel yang lainnya.
Tabel 2.2 Theorical Maping
N
N positif terhadap IPM sedangkan Pajak Pertambahan (PPN) secara signifikan berpengaruh negatif terhadap IPM.
N