• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pasar Modal - Pengaruh Faktor Makro Ekonomi dan Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pasar Modal - Pengaruh Faktor Makro Ekonomi dan Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis

2.1.1. Pasar Modal

Menurut Silvanita (2009:3), pasar modal merupakan pasar keuangan yang

mentransaksikan sekuritas instrumen yang memiliki waktu jatuh tempo lebih dari

satu tahun. Instrumen pasar modal adalah: corporate stock,corporate bonds, U.S. government securities, state and local government bond.

Manfaat pasar modal diantaranya (Darmaji dan Fakhruddin, 2006:3):

1. Menyediakan sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka panjang) bagi

dunia usaha, sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara

optimal.

2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan

upaya diverifikasi.

3. Menyediakan indikator utama bagi tren ekonomi negara.

4. Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan

masyarakat menengah.

5. Menciptakan lapangan kerja/ profesi yang menarik.

6. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dengan prospek

yang menarik.

7. Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko

yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi

(2)

8. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses

kontrol sosial.

9. Mendorong pengolaan perusahan dengan iklim terbuka, pemanfaatan

manajemen profesional, dan penciptaan iklim berusaha yang sehat.

2.1.2. Saham

Saham adalah tanda bukti memiliki perusahaan di mana pemiliknya

disebut juga juga sebagai pemegang saham (Samsul, 2006:45). Saham terdiri atas

dua, yaitu:

1. Saham preferen (preferrend stock)

Saham preferen adalah saham yang mempunyai kombinasi karakteristik

gabungan dari obligasi maupun saham biasa karena saham preferen

memberikan pendapatan yang tetap seperti obligasi dan juga mendapatkan

hak kepemilikan seperti pada saham biasa. (Tandelilin, 2001:18)

Menurut Koch (2008:130), ciri-ciri dari saham preferen adalah:

- Memiliki dividen lebih tinggi

- Didahulukan saat likuidasi

- Tidak memiliki hak residual

Menurut Mishkin (dalam Silvanita, 2009:105), pemegang saham preferen

berbeda dengan pemegang saham biasa dalam beberapa hal, yaitu:

1) Pemegang saham preferen memperoleh dividen tetap (fixed dividend) 2) Harga dari saham preferen relatif stabil

3) Pemegang saham preferen tidak selalu menggunakan hak suaranya

(3)

4) Pemegang saham preferen mendapat prioritas klaim terhadap aset

dibandingkan pemegang saham biasa, tetapi setelah pemegang

obligasi.

2. Saham biasa (common stock)

Saham biasa adalah sekuritas yang menunjukkan bahwa pemegang saham

biasa tersebut mempunyai hak kepemilikan atas aset-aset perusahaan

(Tandelilin, 2001:18). Menurut Anoraga dan Pakarti (2006:54), saham

biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang

saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh dividen sepanjang

perseroan memperoleh keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara

pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan jumlah saham

yang dimilikinya (one share one vote).

Menurut Anoraga dan Pakarti (2006:54), dengan memiliki saham suatu

perusahaan maka manfaat yang diperoleh di antaranya sebagai berikut:

1. Dividen, bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada

pemilik saham.

2. Capital gain, keuntungan yang diperoleh dari selisih harga jual dan belinya.

3. manfaat non-finansial yaitu timbulnya kebanggaan dan kekuasaan

memperoleh hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan.

Bagi pihak yang memiliki saham akan memperoleh beberapa keuntungan

sebagai bentuk kewajiban yang harus diterima, yaitu (Fahmi, 2012:275-276):

(4)

2. Memperoleh capital gain, yaitu keuntungan pada saat saham yang dimiliki tersebut dijual kembali pada harga yang lebih mahal.

3. Memiliki hak suara suara bagi pemegang saham jenis common stock

(saham biasa).

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:8-9), ditinjau dari kinerja

perdagangannya, maka saham dapat dikategorikan:

1. Blue chips: yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi yang tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis, memiliki

pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.

2. Income stock: yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari dividen rata-rata yang dibayarkan

pada tahun sebelumnya.

3. Growth stock (well known): yaitu saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai pemimpin di industri

sejenis yang mempunyai reputasi tinggi.

4. Speculative stock: yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, namun memiliki

kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun

belum pasti.

(5)

Menurut Fahmi (2012:277), ada beberapa alasan yang menjelaskan

mengapa suatu perusahaan memutuskan untuk menerbitkan dan menjual saham,

yaitu:

1. Membutuhkan dana dalam jumlah yang besar dan pihak perbankan tidak

mampu untuk memberikan pinjamna karena berbagai alasan seperti

tingginya risiko yang akan dialami jika terjadi kemacetan.

2. Keinginan perusahaan untuk mempublikasikan kinerja perusahaan secara

lebih sistematis.

3. Menginginkan harga sahan perusahaan terus naikdan terus diminati oleh

konsumen secara luas, sehingga ini nantinya akan memberi efek kuat

bagi perusahaan seperti rasa percay diri di kalangan manajemen

perusahaan.

4. Mampu memperkecil risiko yang timbul karena permasalahan risiko

diselesaikan dengan pembagian dividen.

Adapun para pelaku di pasar saham disamping perusahaan yang

bersangkutan juga turut melibatkan pihak lain, yaitu (Fahmi, 2012:278):

1. Emiten, yaitu perusahaan yang terlibat dalam menjual sahamnya di pasar

modal.

2. Underwriter atau penjamin, yaitu yang menjamin perusahaan dalam menjual sahamnya di pasar modal.

(6)

2.1.3. Harga Saham

Harga pasar saham akan sangat berarti bagi perusahaan karena harga

tersebut akan menetukan besarnya nilai perusahaan. (Tandelilin, 2001:19)

Pada monitor-monitor yang memantau perdangangan saham, tertera beberapa

istilah harga saham, yaitu (Darmadji, 2006:131) :

1. Previous Price menunjukkan harga pada penutupan hari sebelumnya. 2. Open atau Opening Price menujukkan harga pertama kali pada saat

pembukaan sesi I perdagangan, yaitu jam 09.30 pagi.

3. High atau Highest Price menunjukkan harga tertinggi atas suatu saham yang terjadi sepanjang perdangangan pada hari tersebut.

4. Low atau Lowest Price menunjukkan harga terendah atas suatu saham yang terjadi sepanjang perdangangan pada hari tersebut.

5. Last Price menunjukkan harga terakhir yang terjadi atas suatu saham. 6. Change menunjukkan selisih antara harga pembukaan dengan harga yang

terjadi.

7. Close atau Closing Price menunjukkan harga penutupan suatu saham pada saat akhir sesi II, yaitu jam 16.00 sore.

Berdasarkan fungsinya, nilai suatu saham dibagi atas tiga jenis, yaitu

sebagai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2006:58-59):

1. Par Value (Nilai Nominal)/Stated Value /Face Value

Nilai yang tercantum pada saham untuk tujuan akuntasi. Nilai nominal ini

tidak digunakan untuk mengukur sesuatu. Dalam pencatatan akuntansi

(7)

2. Base Price (Harga Dasar)

Harga dasar akan berubah sesuai dengan aksi emiten. Pada saham baru,

harga dasar merupakan harga perdananya.

3. Market Price

Market price merupakan harga pada pasar riil, dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada

pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah tutup, maka harga

pasar adalah harga penutupannya (closing price).

Ada beberapa kondisi dan situasi yang menentukan suatu saham tersebut

akan mengalami fluktuasi, yaitu (Fahmi, 2012:276-277):

1. Kondisi mikro dan makro ekonomi.

2. Kebijakan perusahaan dalam memutuskan untuk ekspansi, seperti

membuka kantor cabang, kantor cabang pembantu baik yang dibuka di

domestik maupun luar negeri.

3. Pergantian direksi secara tiba-tiba.

4. Adanya direksi atau pihak komisaris perusahaan yang terlibat tindak

pidana dan kasusnya sudah masuk ke pengadilan.

5. Kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan dalam setiap

waktunya.

6. Risiko sistematis, yaitu suatu bentuk risiko yang terjadi secara menyeluruh

dan telah ikut menyebabkan perusahaan terlibat.

7. Efek dari psikologi pasar yang ternyata mampu menekan kondisi teknikal

(8)

2.1.4. Faktor Makro

Menurut Murhadi (2009:19), Ada beberapa variabel/indikator makro

ekonomi yang mempengaruhi pergerakan harga saham seperti Gross Domestic Product (GDP)/Produk Domestik Bruto (PDB), interest rate/tingkat suku bunga, inflasi, exchange rate/nilai tukar, oil prices and commodity prices, hedging,

busines cycle/siklus bisnis dan lainnya.

Sedangkan menurut Harianto dan Sudomo (2001:9), ukuran aktivitas

ekonomi yang biasa digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat

inflasi, tingkat bunga, tingkat pengangguran, dan nilai tukar Rupiah.

2.1.4.1. Suku Bunga

Menurut Harianto dan Sudomo (2001:19-20), tingkat bunga adalah ukuran

keuntungan investasi yang dapat diperoleh oleh pemodal dan juga merupakan

ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan

dana dari pemodal. Sedangkan menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:190),

suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut

sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan.

Faktor-faktor penting yang menentukan tingkat suku bunga adalah (Bodie

et.al, 2006:180):

1. Suplai dana dari para penabung terutama sektor rumah tangga.

2. Permintaan terhadap dana dari sektor bisnis untuk keperluan pembiayaan

investasi dalam bentuk pabrik, peralatan dan persediaan.

3. Penawaran dan permintaan bersih pemerintah terhadap dana yang terlihat

(9)

2.1.4.2. Inflasi

Menurut Mankiw (2006:75), inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga

rata–rata, dan harga adalah tingkat dimana uang dipertukarkan untuk

mendapatkan barang dan jasa. Sedangkan menurut Putong dan Andjaswati

(2010:133), inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus

menerus.

Inflasi adalah ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang

peningkatan harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi oleh sistem

perekonomian. (Harianto dan Sudomo, 2001: 18-19)

Menurut Putong dan Andjaswati (2010:138-139), inflasi dibagi atas:

1. Menurut sifatnya, dibagi menjadi 4 kategori:

a. Inflasi merayap/ rendah yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10%

per tahun

b. Inflasi menengah besarnya antara 10 - 30% pertahun yang ditandai

dengan naiknya harga-harga secara cepat dan relatif besar.

c. Inflasi berat, yaitu inflasi yang besarnya antara 30 - 100% pertahun.

Dalam kondisi ini harga-harga secara umum naik.

d. Inflasi sangat tinggi yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga

secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%). Pada kondisi ini

masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang karena nilainya merosot

(10)

2. Berdasarkan sebabnya

a. Demand pull inflation. Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi disatu pihak, dipihak lain kondisi produksi

telah mencapai kesempatan kerja penuh. Untuk mengatasinya

diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi baru dengan

penambahan tenaga kerja baru.

b. Cost push inflation. Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi yang dapat terjadi karena tidak efisiennya

perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh/

menurun, dan sebagainya.

3. Berdasarkan asalnya

a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri yang timbul karena terjadinya

defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada

anggaran belanja negara. Untuk mengatasinya biasa pemerintah

mencetak uang baru.

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri. Karena negara yang menjadi

mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi, maka harga

barang dan ongkos produksi relatif mahal sehingga bila terpaksa,

negara lain harus mengimpor barang tersebut maka harga jual di

dalam negeri tentu akan bertambah mahal.

2.1.4.3. Kurs

Nilai tukar atau kurs valuta asing menunjukkan harga atau nilai mata uang

(11)

asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan,

yaitu banyaknya Rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang

asing. (Supriana, 2008:201)

Menurut Supriana (2008:201), ada dua cara untuk menyatakan kurs, yaitu:

1. Model Eropa yang sering disebut dengan indirect quote.

Penetapan kursnya dilakukan berdasarkan pada beberapa unit mata uang

asing yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang dalam negeri.

2. Model Amerika yang sering disebut direct quote.

Model ini menjelaskan beberapa unit Rupiah yang dibutuhkan untuk

membeli satu unit US Dollar. Kurs ini merupakan kurs yang biasa dipakai

di Indonesia.

Cara lainnya dalam menentukan niali tukar valuta asing adalah:

1. Berdasarkan permintaan dan penawaran mata uang asing pasar bebas.

2. Ditentukan oleh pemerintah.

Nilai tukar valuta asing dapat dibedakan menjadi 2, yaitu (Supriana,

2008:202-204):

1. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate)

Dalam sistem ini, niali tukar ditentukan oleh pemerintah. Pemerintah

melakukan intervensi dalam menentukan nilai tukar valuta asing.

Tujuannya adalah untuk memastikan nilai tukar yang terjadi tidak

memberikan pengaruh buruk terhadap perekonomian.

Apabila harga suatu mata uang domestik yang ditetapakan oleh

(12)

domestik dinilai terlalu rendah (undervalued currency). Sedangkan apabila harga mata uang domestik yang ditetapakan oleh pemerintah lebih tinggi

dari yang ditentukan oleh pasar bebas, maka mata uang tersebut

dinamakan mata uang yang dinilai terlalu tinggi (overvalued currency). Sistem nilai tukar tetap membutuhkan cadangan devisa yang sangat

besar karena Bank Sentral harus berukang kali mengintervensi pasar agar

nilai tukar berada pada posisi yang dikehendaki.

2. Sistem Nilai Tukar Mengambang (Flexible Exchange Rate)

Dalam sistem ini, nilai tukar ditentukan oleh besarnya jumlah

permintaaan dan jumlah penawaran. Sistem ini tidak membutuhkan

cadangan devisa dan Bank Sentral juga tidak perlu mengintervensi pasar

karena kurs valuta asing ditetapkan oleh interaksi antara permintaan dan

penawaran mata uang yang bersangkutan.

Semakin tinggi harga suatu mata uang, semakin sedikit permintaan

mata uang tersebut. sebaliknya semakin rendah harga suatu mata uang

semakin besar permintaan terhadap maat uang tersebut.

Menurut Supriana (2008:204-205), terdapat 6 sistem nilai tukar yang

dipakai oleh banyak negara di dunia, yaitu:

1. Sistem Fixed (Pegged), dimana otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu

mata uang asing tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa

(13)

2. Sistem Adjustable Peg, dimana otoritas moneter terikat untuk mempertahankan nilai tukar valuta asing. Namun otoritas moneter berhak

mengubah kurs apabila terjadi perubahan kebijakan.

3. Sistem Crawling Peg, dimana otoritas moneter menguatkan mata uang dalam negeri terhadap satu atau beberapa mata uang asing. Nilai tukar

valuta asing dalam sistem ini diubah secara periodik dan berangsur-angsur

dalam persentase yang kecil.

4. Sistem Managed Float, dimana otoritas moneter tidak terikat untuk mempertahankan nilai tukar valuta asing tertentu. Namin otoritas moneter

secara kontinu mengintervensi pasar berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya karena cadangan devisa yang menipis.

5. Sistem Wider Band, dimana otoritas moneter membiarkan nilai tukar valuta asing mengambang atau berfluktuasi diantara dua titik tertinggi atau

terendah, misalnya di antara Rp. 4.000 – Rp. 3.000 US Dollar. Jika

keadaan perekonomian menyebabkan kurs bergerak melampaui dua titik

tersebut, maka otoritas moneter akan mengintervensi pasar dengan cara

membeli atau menjual Rupiah atau US Dollar.

2.1.5. Faktor Fundamental

Faktor fundamental sering dipakai sebagai salah satu faktor yang

dipergunakan dalam menganalisis harga saham. Analisis fundamental didasarkan

pada premis bahwa sekuritas mempunyai nilai intrinsik atau nilai sesungguhnya

yang dapat diestimasi oleh seorang investor. Bagi seorang investor, analisis

(14)

(Fahmi, 2006:31). Menurut Jogiyanto (2003:89), analisis fundamental adalah

analisis untuk menghitung nilai intrinsik saham dengan menggunakan data

keuangan perusahaan.

Menurut Siswoyo (2011:3-4), analisis fundamental memperhitungkan

berbagai faktor yang dapat mempengatuhi perekonomian, baik perekonomian

secara makro maupun mikro. Secara makro seperti kondisi perekonomian global,

perekonomian suatu negara, adanya krisis atau masalah perekonomian dalam

suatu negara dan sebagainya. Secara mikro, dengan mempelajari laporan

keuangan perusahaan, menganalisis kebijakan perusahaan dan sebagainya.

Anoraga dan Pakarti (2006:109) menyatakan bahwa analisis fundamental

menyangkut analisis tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan, bagimana

kegiatan operasionalnya, dan juga bagaimana prospeknya di masa yang akan

datang.

Fungsi analisis fundamental adalah untuk mendapat informasi apakah

suatu saham layak untuk dibeli dan dipertahankan dalam jangka panjang atau

tidak. Tujuan analisis fundametal adalah untuk memilih saham-saham yang baik

untuk berinvestai. (Widoatmodjo, 2012:132)

2.1.5.1. Price Earning Ratio (PER)

PER menunjukkan rasio dari harga saham terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan

(15)

perusahaan dalam menghasilkan laba. Bagi investor, semakin kecil PER suatu

saham, semakin bagus, karena saham tersebut termasuk dalam kategori murah.

Rumusnya adalah:

PER = harga pasar saham

laba bersih (Jogiyanto, 2003:105) 2.1.5.2. Return on Investment (ROI)

ROI merupakan rasio yang menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang

digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang

efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya (Kasmir, 2013:114).

Menurut Sartono (2010:123), ROI menunjukkan kemampuan perusahaan

menghasilkan laba dari aktivitas yang dipergunakan.

Rumusnya adalah:

ROI = laba setelah bunga dan pajak

total aset

(Kasmir, 2013:114)

2.1.5.3. Debt to Equity Ratio (DER)

DER merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan

ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan

peminjam dengan pemilik perusahaan. (Kasmir, 2013:112). Semakin tinggi rasio

ini maka semakin besar risiko yang dihadapi, dan investor akan meminta tingkat

keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi

modal sendiri yang redah untuk membiayai aktiva. (Sartono, 2010:121)

Rumusnya adalah:

DER

=

total hutang

(16)

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu disajikan dalam Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1

terhadap harga saham

EPS dan PER berpengaruh positif dan signifikan

terhadap harga saham

Wijaya

Secara parsial hanya nilai tukar yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG

Inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang yang beredar secara

(17)

Priatinah

Return on Investment, Earning per Share

dan Dividen per Share secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Harga Saham

Return

on Investment,

Earning per Share

dan Dividen per Share secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap (Studi Kasus di BEJ Periode Suku Bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG

Amanda dan Pratomo (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Fundamental dan Resiko Sistematis terhadap Harga Saham Perbankan yang

(18)

BETA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham sedangkan EPS

dan PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.

Wijaya (2013) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Fundamental

Ekonomi Makro Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Pada Bursa Efek

Indonesia Periode 2002-2011”. Hasil penelitian ini menunjukkan secara simultan

variabel Inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang yang beredar

berpengaruh terhadap IHSG. Secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel

nilai tukar yang berpengauh negatif dan signifikan terhadap IHSG.

Kewal (2012) dalam penelitiannya berjudul “Pengaruh Inflasi, Suku

Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan PDB Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi,suku bunga, kurs, dan pertumbuhan

PDB secara simultan berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Secara parsial hanya

variabel kurs yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG.

Prabandaru dan Kusuma (2012) melakukan penelitiannya yang berjudul

“Pengaruh Return on Investment (ROI), Earning per Share (EPS), dan Dividen per Share (DPS) Terhadap Harga Saham Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008–2010”. Hasil penelitian ini

menunjukkan secara simultan variabel Return on Investment, Earning per Share

(19)

Murni (2010) dalam penelitiannnya yang berjudul “Pengaruh Faktor

Makro Ekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dengan Volume

Perdagangan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus di BEJ Periode Januari

2004 – Desember 2008)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai tukar dan

Suku Bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG.

2.3. Kerangka Konseptual

Terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara nilai tukar dan harga

saham di pasar modal. Efek positif yang terjadi terlihat pada depresiasi mata uang

Rupiah terhadap harga saham. Pada jangka pendek, Rupiah cukup terdepresiasi

pada saat pemerintah mengambil kebijakan menaikkan suku bunga dengan tujuan

untuk menahan jatuhnya nilai rupiah. Tapi dengan tingginya suku bunga, sangat

mungkin dapat mengakibatkan turunnya present value dari future cash flow

perusahaan, sehingga mengakibatkan harga saham menjadi jatuh (Fahmi,

2006:32). Suku bunga mempengaruhi harga saham karena pengaruhnya terhadap

laba. Penjualan saham sebagai tanggapan atas naiknya suku bunga akan menekan

harga saham (Brigham dan Houston, 2001:161). Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap harga

saham.

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk

secara keseluruhan. Inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya

(20)

Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini

akan merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko

daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan riil (Tandelilin, 2001:212-213).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap

harga saham.

Nilai tukar atau kurs valuta asing menunjukkan harga atau nilai mata uang

suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Peningkatan yang

terus menerus terjadi pada harga saham akan membantu terdorongnya mata uang

domestik pada pasar modal domestik. Tindakan investor asing akan membeli mata

uang domestik untuk diinvestasikan pada pasar modal yang mengalami bullish

(Naik) dan tekanan ini akan menyebabkan terapresiasinya mata uang domestik

dalam jangka panjang. Meningkatnya nilai tukar mempunyai efek positif pada

harga saham secara keseluruhan dalam jangka pendek (Fahmi, 2006:31). Maka

dapat disimpulkan bahwa tingkat kurs berpengaruh negatif terhadap harga saham

Price Earning Ratio (PER) menunjukkan rasio dari harga saham terhadap

earnings. PER yang tinggi adalah baik bagi suatu perusahaan, karena menunjukkan bahwa publik yang berinvestasi menganggap perusahaan itu dalam

kondisi yang menguntungkan. Suatu penurunan yang terus-menerus dalam rasio

PER mencerminkan turunnya kepercayaan investor atas potensi pertumbuhan dari

perusahaan itu (Siegel et.al, 2006:357). Dengan turunnya kepercayaan investor

atas potensi pertumbuhan perusahaan, maka investor tidak akan berinvestasi pada

(21)

tersebut jatuh. Maka dapat disimpulkan bahwa PER berpengaruh positif terhadap

harga saham.

Return on Investment (ROI) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih dari jumlah dana yang diinvestasikan

perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu

memanfaatkan aset yang dimiliki untuk memperoleh laba bersih perusahaan

(Sitanggang, 2012:30-31). Perolehan laba bersih yang tinggi akan menarik

investor untuk berinvestasi pada saham suatu perusahaan. Sesuai dengan hukum

permintaan yang menyatakan bila permintaan naik maka harga akan naik, maka

harga saham akan meningkat seiring dengan bertambahnya permintaan investor

akan saham perusahaan tersebut. Maka dapat disimpulkan, ROI berpengaruh

positif terhadap harga saham.

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio antara total hutang dengan total ekuitas dalam perusahaan yang memberikan gambaran perbandingan antara

total hutang dengan modal sendiri perusahaan. Semakin besar rasio ini berarti

semakin besar peranan hutang dalam membiayai aset perusahaan dan sebaliknya

(Sitanggang, 2012:25-26). DER yang rendah berarti perusahaan dalam kegiatan

operasionalnya lebih sedikit menggunakan hutang. Hal ini akan meningkatkan

kepercayaan investor terhadap saham perusahaan tersebut karena resiko

perusahaan tersebut bangkrut karena tidak dapat membayar hutang menjadi lebih

kecil. Dengan meningkatnya kepercayaan investor, maka harga saham perusahaan

tersebut akan cenderung meningkat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

(22)

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka dapat disusun kerangka konseptual yang menggambarkan

pengaruh makro ekonomi dan fundamental terhadap harga saham seperti pada

Gambar 2.1 berikut ini.

Sumber: Sitanggang (2012), Fahmi (2006), Tandelilin (2001),Siegel et.al (2006)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual diatas maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Faktor makro ekonomi yang terdiri dari suku bunga, inflasi dan kurs dan

faktor fundamental yang terdiri dari Price Earning Ratio (PER), Return on Investment (ROI), dan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan asuransi di Bursa Efek Indonesia

Suku Bunga

Inflasi

Kurs

PER

ROI

DER

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 berikut ini.

Referensi

Dokumen terkait

• UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) adalah kegiatan pengukuran capaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh Satuan Pendidikan untuk semua mata pelajaran

Kaldera Batur adalah sisa gunung api yang sangat besar. Sebagian tubuh gunung itu ambruk akibat letusan dahsyat, sehingga terbentuk kawah sangat besar yang disebut

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar WUS tidak pernah melakukan pemeriksan IVA, walaupun sudah ada dukungan dari petugas kesehatan karena wanita usia

Seminar tersebut terselenggara berkat kerjasama antara Universitas Negeri Padang dengan Universiti Kebangsaan Malaysia yang mengundang keynote speaker sebanyak 8 (delapan)

Pengetahuan empiris pemanfaatan pakundalang ( Blumea balsamifera ) di beberapa desa di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa pakundalang telah turun

jabatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tanah Laut sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lestari melakukan analisis jumlah pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan perbankan syariah melalui website dengan hasil skor IFR bank syariah paling banyak jumlahnya pada

10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank