• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usia maturasi seksual dan pertumbuhan badan laki-laki Kabupaten Sragen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Usia maturasi seksual dan pertumbuhan badan laki-laki Kabupaten Sragen"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i

USIA MATURASI SEKSUAL DAN PERTUMBUHAN

BADAN LAKI-LAKI KABUPATEN SRAGEN

SURATNO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Usia Maturasi Seksual dan Pertumbuhan Badan Laki-laki Kabupaten Sragen adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

ii sexual development, dramatic increase in secretion of sex hormones. The development characteristics during puberty are growth spurt, sexual maturation. These characteristics are affected by nutrients and food, urban areas and social economic status. Stages of sexual maturation can be examined by measuring Sexual Maturation Ratting (SMR). It is the best and cheap method for clinical test. The common indication used to determine the timing of development is defined as Tanner genital maturation and pubic hair development. Body growth can be determined by calculating the Body Mass Index (BMI), which is the ratio between weight (kg) and the square of height (m2). The aim of this research was to investigate the sexual maturation and the pattern of body growth Sragen Boys. A population-based sample of 645 boys aged 9 to 19 years. Horizontal method was used to collect data. Data were analyzed using Probit and Avas method. The result showed that Sragen boys had their spermarche in the median age 12.60 year. Estimation of the median age at Tanner stage 2 for pubic hair development were 11.62 year, at stage 3 were 13.01 year, at stage 4 were 14.15 year, at stage 5 were 16.37 year. Weight growth spurt at the age 10 years old, height growth spurt at the age 13 years old. The correlation value between BMI and weight was 0.83, while the correlation value of the BMI to height was 0.29. Pubic hair develope very rapidly in the phase of puberty, especially after spermarche. The Body Mass Index tends to be determine by weight not by height.

(4)

iii

RINGKASAN

SURATNO. Usia Maturasi Seksual dan Pertumbuhan Badan Laki-laki Kabupaten Sragen. Dibimbing oleh BAMBANG SURYOBROTO dan DEDY DURYADI SOLIHIN

Pubertas merupakan kejadian berdurasi pendek (beberapa hari atau minggu) yang terjadi ketika fase kanak-kanak berakhir. Pubertas menyatakan perubahan biologis yang berkaitan dengan kapasitas reproduksi. Pubertas adalah reaktifasi sistem syaraf pusat untuk perkembangan seksual yang ditandai oleh peningkatan hormon seks secara drastis.. Pada masa remaja terjadi pacu tumbuh dan maturasi seksual. Perbaikan nutrisi dan gizi, keadaan lingkungan urban (perkotaan) serta status sosial ekonomi mempengaruhi tingkat maturasi seksual. Tahap-tahap kematangan seksual dapat dilihat dari percepatan tercapainya stadium Tingkat Maturasi Seksual (TMS) yang merupakan cara yang baik dan murah untuk penilaian klinis. Spermarke (saat awal mengeluarkan sperma) merupakan tanda umum yang digunakan untuk menentukan saat terjadinya maturasi pada laki-laki. Pencapaian stadium tingkat maturasi seksual dengan melihat perkembangan genital dan rambut pubis. Pertumbuhan badan dapat diketahui dengan cara menghitung nilai indeks massa tubuh (IMT) yang merupakan rasio antara berat badan (kg) dan kuadrat tinggi badan (m2). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji saat terjadinya maturasi seksual dan pola pertumbuhan badan laki-laki daerah urban di Kabupaten Sragen.

Subyek penelitian adalah anak laki-laki dengan jumlah 645 orang pada rentang usia 9 sampai 19 tahun. Kunjungan terhadap probandus untuk pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2008 – Agustus 2008. Peneliti memberikan penjelasan atau diskusi terarah mengenai latar belakang penelitian kepada para siswa. Pengukuran hanya dilaksanakan bila sekolah menyetujui mengikuti kegiatan penelitian dan siswanya pun bersedia dengan sukarela untuk mengisi kuesioner dan pengamatan visual serta mendapatkan pengukuran antropometri. Selain itu informed consent (persetujuan) diperoleh dari orang tua siswa SD atau langsung dari siswa / anak yang bersangkutan. Probandus mengisi sendiri (kecuali pada usia SD; orang tua/wali) kuesioner yang berisi data pribadi beserta data orang tua. Pengisian formulir didampingi asisten peneliti untuk memberikan penjelasan jika diperlukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode horizontal. Pengukuran hanya dilakukan sekali untuk setiap subyek.

Usia spermarke diperoleh dengan menanyakan langsung kepada subyek apakah dia sudah mengalami spermarke (metode status quo). Maturasi seksual pada subyek berdasarkan perkembangan rambut pubis ditentukan menurut deskripsi Marshall & Tanner (1970). Probandus yang diamati diminta membuka sebagian celana penutup genitalnya sedemikian rupa sehingga secara langsung dapat terlihat jelas pola penyebaran tumbuhnya rambut pubis di sekitar genital. Hasil pengamatan visual (visual inspection) selanjutnya diklasifikasikan menurut 5 tahapan Tanner.

(5)

iv lipatan kulit. Data hasil pengukuran antropometri dicatat pada lembar data pengukuran. Berat badan biasanya digunakan untuk menentukan status nutrisi, terutama jika digabungkan dengan tinggi badan. Berat badan dan tinggi badan merupakan indikator yang relatif lebih baik untuk menggambarkan massa lemak tubuh secara keseluruhan. Parameter tersebut dapat ditransformasi menjadi indek cadangan energi tubuh yaitu IMT ( Indeks Massa Tubuh).

Untuk setiap kelas usia, peneliti menghitung berapa persen anak laki-laki yang sudah mengalami spermarke. Persentase-persentase ini diplotkan sepanjang kelas usia yang ada. Titik-titik ini mengikuti sebaran probit. Kurva yang cocok bagi titik-titik observasi ini dihitung dengan menggunakan metode Probit-GLM (Generalized Linear Models). Garis horizontal yang ditarik dari 50 % memotong kurva di suatu titik, usia titik ini adalah median usia spermarke. Metode ini juga digunakan untuk menentukan median usia pada setiap tahap/tingkatan perkembangan rambut pubis.

Regresi non-parametrik didasarkan pada prosedur Additivity and Variance Stabilization (AVAS). Regresi ini digunakan untuk menentukan nilai-nilai distribusi frekwensi tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh untuk setiap kelompok usia. Distribusi data dinyatakan dalam persentil antara 2.3 dan 97.7 sehingga rentang datanya adalah 95.4 %. Persentil adalah sebuah nilai spesifik pada distribusi normal yang memberikan persentase keadaan diatas dan dibawah dari nilai spesifik tersebut. Median atau persentil ke-50 menunjukan bahwa 50 % dari seluruh data terletak di atas nilai P50 dan 50 % lagi terletak di

bawah nilai P50. Pola pertumbuhan merupakan gambaran rata-rata pertumbuhan

yang terjadi di suatu populasi. Pola pertumbuhan tersebut diperoleh dengan cara menghubungkan nilai median pada setiap kelompok usia.

Jumlah subyek yang sudah mengalami spermarke diperoleh 77.83 % dari total subyek yang ada (n=645). Berdasarkan metode status quo subyek yang mengalami spermarke paling awal pada usia 11.5 tahun (11.76 %) dan pada usia 15 tahun 100 % populasi sudah mengalami spermarke. Hasil menunjukkan bahwa laki-laki daerah urban di Kabupaten Sragen mengalami spermarke pada median usia 12.60 tahun. Median usia untuk mencapai maturasi seksual tahap 2 perkembangan rambut pubis pada usia 11.62 tahun, tahap 3 pada usia 13.01 tahun, tahap 4 pada usia 14.15 tahun, tahap 5 pada usia 16.37 tahun. Lonjakan laju pertumbuhan berat badan pada usia 10 tahun sebesar 6.20 kg/th, lonjakan laju tinggi badan pada usia 13 tahun sebesar 71.70 mm/th. Nilai korelasi IMT dan berat badan adalah 0.83, sedangkan tinggi badan dan IMT adalah 0.29. Perkembangan rambut pubis relatif sangat cepat ketika memasuki masa pubertas khususnya setelah usia spermarke. IMT lebih ditentukan oleh berat badan dari pada tinggi badan.

Berdasarkan usia saat spermarke dan perkembangan rambut pubis, maturasi seksual dan lonjakan laju pertumbuhan tinggi badan laki-laki Kabupaten Sragen terjadi pada usia 13 tahun.

(6)

v

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

vi

USIA MATURASI SEKSUAL DAN PERTUMBUHAN

BADAN LAKI-LAKI KABUPATEN SRAGEN

SURATNO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Mayor Bio Sains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

viii Halaman Pengesahan

Judul Tesis : Usia Maturasi Seksual dan Pertumbuhan Badan Laki-laki Kabupaten Sragen

Nama : Suratno NIM : G352070291

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Bambang Suryobroto Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Bambang Suryobroto Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(10)

ix

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2008 ini ialah maturasi seksual, dengan judul Usia Maturasi Seksual dan Pertumbuhan Badan Laki-laki Kabupaten Sragen. Sumber dana penelitian berasal dari beasiswa Departemen Agama Republik Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Bambang Suryobroto dan Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kepala SMK Negeri 2 Sragen, Bapak Kepala SMP Negeri 1 Sragen, Bapak Kepala SMP Negeri 2 Sragen, Ibu Kepala SMP Negeri 5 Sragen, Bapak Kepala SD Negeri 3 Sragen, dan Bapak Kepala MA Nahdlatul Ulama 1 Gondang-Sragen, yang telah membantu selama pengumpulan data.

Kepada Endang Triningsih belahan jiwa yang senantiasa berdoa dan memberikan dukungan, penulis sangat bangga akan ketabahan, keshobaran dan pengorbanan yang telah dilakukan. Kepada Reshita, Heradhyta, Tristand-Zenna, dan Floradyna, semua adalah buah hati yang selalu menjadi kebanggaan dan motivasi tersendiri bagi penulis. Kepada ibu Hj. Budjo, bude Hj. Rosy, Om Darto, dan semua saudara, penulis mengucapkan terima kasih atas doa, kasih sayang serta dukungan yang diberikan selama menjalankan penelitian hingga penulisan tesis.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu Tetri, ibu Irma, pak Mahran, ibu Sekar, mbak Dian_Fu, mas Arip, dan rekan-rekan BUD Depag 2007

serta seluruh warga “Pondok Asad”, khususnya mas Novan, mas Omad, mas

Yudhi, kang Ikhsan, Alwin_si-Tampan, mas Eko, mas Zuand dan mas Yasril, atas saran, diskusi serta dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

i

USIA MATURASI SEKSUAL DAN PERTUMBUHAN

BADAN LAKI-LAKI KABUPATEN SRAGEN

SURATNO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Usia Maturasi Seksual dan Pertumbuhan Badan Laki-laki Kabupaten Sragen adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(13)

ii sexual development, dramatic increase in secretion of sex hormones. The development characteristics during puberty are growth spurt, sexual maturation. These characteristics are affected by nutrients and food, urban areas and social economic status. Stages of sexual maturation can be examined by measuring Sexual Maturation Ratting (SMR). It is the best and cheap method for clinical test. The common indication used to determine the timing of development is defined as Tanner genital maturation and pubic hair development. Body growth can be determined by calculating the Body Mass Index (BMI), which is the ratio between weight (kg) and the square of height (m2). The aim of this research was to investigate the sexual maturation and the pattern of body growth Sragen Boys. A population-based sample of 645 boys aged 9 to 19 years. Horizontal method was used to collect data. Data were analyzed using Probit and Avas method. The result showed that Sragen boys had their spermarche in the median age 12.60 year. Estimation of the median age at Tanner stage 2 for pubic hair development were 11.62 year, at stage 3 were 13.01 year, at stage 4 were 14.15 year, at stage 5 were 16.37 year. Weight growth spurt at the age 10 years old, height growth spurt at the age 13 years old. The correlation value between BMI and weight was 0.83, while the correlation value of the BMI to height was 0.29. Pubic hair develope very rapidly in the phase of puberty, especially after spermarche. The Body Mass Index tends to be determine by weight not by height.

(14)

iii

RINGKASAN

SURATNO. Usia Maturasi Seksual dan Pertumbuhan Badan Laki-laki Kabupaten Sragen. Dibimbing oleh BAMBANG SURYOBROTO dan DEDY DURYADI SOLIHIN

Pubertas merupakan kejadian berdurasi pendek (beberapa hari atau minggu) yang terjadi ketika fase kanak-kanak berakhir. Pubertas menyatakan perubahan biologis yang berkaitan dengan kapasitas reproduksi. Pubertas adalah reaktifasi sistem syaraf pusat untuk perkembangan seksual yang ditandai oleh peningkatan hormon seks secara drastis.. Pada masa remaja terjadi pacu tumbuh dan maturasi seksual. Perbaikan nutrisi dan gizi, keadaan lingkungan urban (perkotaan) serta status sosial ekonomi mempengaruhi tingkat maturasi seksual. Tahap-tahap kematangan seksual dapat dilihat dari percepatan tercapainya stadium Tingkat Maturasi Seksual (TMS) yang merupakan cara yang baik dan murah untuk penilaian klinis. Spermarke (saat awal mengeluarkan sperma) merupakan tanda umum yang digunakan untuk menentukan saat terjadinya maturasi pada laki-laki. Pencapaian stadium tingkat maturasi seksual dengan melihat perkembangan genital dan rambut pubis. Pertumbuhan badan dapat diketahui dengan cara menghitung nilai indeks massa tubuh (IMT) yang merupakan rasio antara berat badan (kg) dan kuadrat tinggi badan (m2). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji saat terjadinya maturasi seksual dan pola pertumbuhan badan laki-laki daerah urban di Kabupaten Sragen.

Subyek penelitian adalah anak laki-laki dengan jumlah 645 orang pada rentang usia 9 sampai 19 tahun. Kunjungan terhadap probandus untuk pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2008 – Agustus 2008. Peneliti memberikan penjelasan atau diskusi terarah mengenai latar belakang penelitian kepada para siswa. Pengukuran hanya dilaksanakan bila sekolah menyetujui mengikuti kegiatan penelitian dan siswanya pun bersedia dengan sukarela untuk mengisi kuesioner dan pengamatan visual serta mendapatkan pengukuran antropometri. Selain itu informed consent (persetujuan) diperoleh dari orang tua siswa SD atau langsung dari siswa / anak yang bersangkutan. Probandus mengisi sendiri (kecuali pada usia SD; orang tua/wali) kuesioner yang berisi data pribadi beserta data orang tua. Pengisian formulir didampingi asisten peneliti untuk memberikan penjelasan jika diperlukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode horizontal. Pengukuran hanya dilakukan sekali untuk setiap subyek.

Usia spermarke diperoleh dengan menanyakan langsung kepada subyek apakah dia sudah mengalami spermarke (metode status quo). Maturasi seksual pada subyek berdasarkan perkembangan rambut pubis ditentukan menurut deskripsi Marshall & Tanner (1970). Probandus yang diamati diminta membuka sebagian celana penutup genitalnya sedemikian rupa sehingga secara langsung dapat terlihat jelas pola penyebaran tumbuhnya rambut pubis di sekitar genital. Hasil pengamatan visual (visual inspection) selanjutnya diklasifikasikan menurut 5 tahapan Tanner.

(15)

iv lipatan kulit. Data hasil pengukuran antropometri dicatat pada lembar data pengukuran. Berat badan biasanya digunakan untuk menentukan status nutrisi, terutama jika digabungkan dengan tinggi badan. Berat badan dan tinggi badan merupakan indikator yang relatif lebih baik untuk menggambarkan massa lemak tubuh secara keseluruhan. Parameter tersebut dapat ditransformasi menjadi indek cadangan energi tubuh yaitu IMT ( Indeks Massa Tubuh).

Untuk setiap kelas usia, peneliti menghitung berapa persen anak laki-laki yang sudah mengalami spermarke. Persentase-persentase ini diplotkan sepanjang kelas usia yang ada. Titik-titik ini mengikuti sebaran probit. Kurva yang cocok bagi titik-titik observasi ini dihitung dengan menggunakan metode Probit-GLM (Generalized Linear Models). Garis horizontal yang ditarik dari 50 % memotong kurva di suatu titik, usia titik ini adalah median usia spermarke. Metode ini juga digunakan untuk menentukan median usia pada setiap tahap/tingkatan perkembangan rambut pubis.

Regresi non-parametrik didasarkan pada prosedur Additivity and Variance Stabilization (AVAS). Regresi ini digunakan untuk menentukan nilai-nilai distribusi frekwensi tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh untuk setiap kelompok usia. Distribusi data dinyatakan dalam persentil antara 2.3 dan 97.7 sehingga rentang datanya adalah 95.4 %. Persentil adalah sebuah nilai spesifik pada distribusi normal yang memberikan persentase keadaan diatas dan dibawah dari nilai spesifik tersebut. Median atau persentil ke-50 menunjukan bahwa 50 % dari seluruh data terletak di atas nilai P50 dan 50 % lagi terletak di

bawah nilai P50. Pola pertumbuhan merupakan gambaran rata-rata pertumbuhan

yang terjadi di suatu populasi. Pola pertumbuhan tersebut diperoleh dengan cara menghubungkan nilai median pada setiap kelompok usia.

Jumlah subyek yang sudah mengalami spermarke diperoleh 77.83 % dari total subyek yang ada (n=645). Berdasarkan metode status quo subyek yang mengalami spermarke paling awal pada usia 11.5 tahun (11.76 %) dan pada usia 15 tahun 100 % populasi sudah mengalami spermarke. Hasil menunjukkan bahwa laki-laki daerah urban di Kabupaten Sragen mengalami spermarke pada median usia 12.60 tahun. Median usia untuk mencapai maturasi seksual tahap 2 perkembangan rambut pubis pada usia 11.62 tahun, tahap 3 pada usia 13.01 tahun, tahap 4 pada usia 14.15 tahun, tahap 5 pada usia 16.37 tahun. Lonjakan laju pertumbuhan berat badan pada usia 10 tahun sebesar 6.20 kg/th, lonjakan laju tinggi badan pada usia 13 tahun sebesar 71.70 mm/th. Nilai korelasi IMT dan berat badan adalah 0.83, sedangkan tinggi badan dan IMT adalah 0.29. Perkembangan rambut pubis relatif sangat cepat ketika memasuki masa pubertas khususnya setelah usia spermarke. IMT lebih ditentukan oleh berat badan dari pada tinggi badan.

Berdasarkan usia saat spermarke dan perkembangan rambut pubis, maturasi seksual dan lonjakan laju pertumbuhan tinggi badan laki-laki Kabupaten Sragen terjadi pada usia 13 tahun.

(16)

v

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(17)

vi

USIA MATURASI SEKSUAL DAN PERTUMBUHAN

BADAN LAKI-LAKI KABUPATEN SRAGEN

SURATNO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Mayor Bio Sains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)
(19)

viii Halaman Pengesahan

Judul Tesis : Usia Maturasi Seksual dan Pertumbuhan Badan Laki-laki Kabupaten Sragen

Nama : Suratno NIM : G352070291

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Bambang Suryobroto Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Bambang Suryobroto Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(20)

ix

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2008 ini ialah maturasi seksual, dengan judul Usia Maturasi Seksual dan Pertumbuhan Badan Laki-laki Kabupaten Sragen. Sumber dana penelitian berasal dari beasiswa Departemen Agama Republik Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Bambang Suryobroto dan Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kepala SMK Negeri 2 Sragen, Bapak Kepala SMP Negeri 1 Sragen, Bapak Kepala SMP Negeri 2 Sragen, Ibu Kepala SMP Negeri 5 Sragen, Bapak Kepala SD Negeri 3 Sragen, dan Bapak Kepala MA Nahdlatul Ulama 1 Gondang-Sragen, yang telah membantu selama pengumpulan data.

Kepada Endang Triningsih belahan jiwa yang senantiasa berdoa dan memberikan dukungan, penulis sangat bangga akan ketabahan, keshobaran dan pengorbanan yang telah dilakukan. Kepada Reshita, Heradhyta, Tristand-Zenna, dan Floradyna, semua adalah buah hati yang selalu menjadi kebanggaan dan motivasi tersendiri bagi penulis. Kepada ibu Hj. Budjo, bude Hj. Rosy, Om Darto, dan semua saudara, penulis mengucapkan terima kasih atas doa, kasih sayang serta dukungan yang diberikan selama menjalankan penelitian hingga penulisan tesis.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu Tetri, ibu Irma, pak Mahran, ibu Sekar, mbak Dian_Fu, mas Arip, dan rekan-rekan BUD Depag 2007

serta seluruh warga “Pondok Asad”, khususnya mas Novan, mas Omad, mas

Yudhi, kang Ikhsan, Alwin_si-Tampan, mas Eko, mas Zuand dan mas Yasril, atas saran, diskusi serta dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(21)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 21 Maret 1969 dari ayah Soedjiman Martopawiro dan ibu Lasmini. Penulis merupakan putra ketujuh dari sepuluh bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di program Biologi-MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, lulus pada tahun 1997.

Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister Sains Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2007. Penulis memilih mayor Biosains Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Agama Republik Indinesia.

Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar sejak tahun 1998 dan tahun 2002 ditempatkan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Sragen, Jawa Tengah. Bidang yang diampu sampai sekarang adalah Guru Mata Pelajaran Biologi.

(22)

xi Pubertas pada Laki-laki ... 5 Karakteristik Seks Primer ... 5 Karakteristik Seks Sekunder ... 6 Tingkat Maturasi Seksual Laki-laki ... 6 Karakteristik Seks Sekunder yang lain ... 7 Fisiologi Maturasi Seksual Laki-laki ... 8 Pertumbuhan Badan Laki-laki ... 9 Puncak Kecepatan Tumbuh (Peak Height Velocity) ... 9 Pertumbuhan Jaringan Lemak ... 10 Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Presentase Lemak Tubuh (PLT) ... 11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Maturasi ... 12

METODE PENELITIAN

Subyek Penelitian (Probandus) ... 13 Pengamatan Maturasi Seksual ... 16 Usia Spermarke ... 16 Perkembangan Rambut Pubis ... 17 Pengukuran Pertumbuhan Badan ... 19 Tebal Lipatan Kulit ... 19 Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 19 Persentase Lemak Tubuh (PLT) ... 21 Analisis Data ... 21 Maturasi Seksual ... 21 Pola Pertumbuhan Badan ... 22

HASIL

(23)

xii Persentase Lemak Tubuh (PLT) ... 29 Korelasi PLT dan IMT ... 31

PEMBAHASAN

Maturasi Seksual Laki-laki ... 32 Spermarke ... 32 Perkembangan Rambut Pubis ... 34 Pertumbuhan Badan Laki-laki ... 37 Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) ... 37 Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Presentase Lemak Tubuh (PLT) ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 40 Saran ... 40

(24)

xiii DAFTAR TABEL

Halaman

(25)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman

(26)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(27)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seorang anak mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Di antara dua masa tersebut terdapat masa peralihan yang dikenal dengan istilah pubertas. Menurut Bogin (1999), pubertas merupakan kejadian berdurasi pendek (beberapa hari atau minggu) yang terjadi ketika fase kanak-kanak berakhir. Pubertas menyatakan perubahan biologis yang berkaitan dengan kapasitas reproduksi. Pubertas adalah reaktifasi sistem syaraf pusat untuk perkembangan seksual yang ditandai oleh peningkatan hormon seks secara drastis. Perubahan itu terjadi pada sistem regulasi hormon di hipotalamus, pituitari, kelamin (gonad), dan kelenjar adrenal.

(28)

2 Pertumbuhan badan yang cepat disebabkan oleh sekresi hormon gonadotropin yang meningkatkan produksi hormon kelamin steroid, selanjutnya meningkatkan produksi hormon pertumbuhan. Pertumbuhan tinggi badan ditentukan oleh pertumbuhan tulang, sedangkan berat merupakan penjumlahan dari lemak tubuh ditambah massa bebas lemak / Fat Free Mass (FFM), misalnya otot, tulang dan kardiovaskular (Bogin 1999). Nilai pertumbuhan berat dan tinggi badan berpengaruh pada besar tubuh yang diukur melalui perhitungan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT). Beberapa data menunjukkan bahwa remaja laki-laki yang mempunyai status gizi baik dan hidup di daerah urban mempunyai usia maturasi seksual lebih cepat dan percepatan pertumbuhan lebih tinggi (Bogin 1999).

Data mengenai usia spermarke dan perkembangan karakteristik seks sekunder di luar negeri sudah banyak dicatat dan didiskusikan (Herman-Giddens 2001; Janssen 2007). Data-data untuk masyarakat Indonesia belum diketahui secara rinci, padahal data ini sangat penting untuk melihat perkembangan penduduk secara biologis. Informasi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pola pendidikan remaja yang sesuai dengan tahapan maturasi seksualnya. Informasi pola pertumbuhan dapat dijadikan referensi untuk menilai status kesehatan, gizi dan pola pertumbuhan anak Indonesia. Penelitian tentang tahap-tahap kematangan seksual perempuan dan usia menarke telah dilakukan di Wilayah Bogor oleh Suhartini (2007) dan di Kabupaten Pekalongan oleh Ulinnuha (2008). Penelitian mengenai perkembangan seksual sekunder laki-laki juga pernah dilakukan di Kodya Yogyakarta oleh Wirawan et al. (2002), namun terbatas pada usia tingkat Sekolah Dasar. Data tentang pubertas dan estimasi usia maturasi seksual laki-laki dengan rentang umur yang lebih luas (usia SD hingga SLTA) masih kurang sehingga perlu ada penelitian untuk melengkapi penelitian yang sudah ada.

(29)

3 terletak pada posisi tengah-tengah pulau Jawa. Kota Sragen berada di Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Penduduknya terutama yang berdomisili di daerah perkotaan/urban sebagian besar mempunyai status sosial ekonomi baik. Penelitian tentang usia maturasi seksual dan pola pertumbuhan badan laki-laki di Kabupaten Sragen layak dilakukan.

Tujuan Penelitian

(30)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Remaja dan Pubertas

Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut Biro Pusat Statistik (2006), remaja merupakan kelompok usia dengan jumlah terbesar dalam struktur penduduk, yaitu 38.5 % dari penduduk Indonesia. Jumlah remaja dari penduduk Jawa Tengah sebesar 43 % dan yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 51.5 %. Data penduduk Kabupaten Sragen pada semester pertama tahun 2006 terdiri dari 861.989 jiwa, 49.43 % berjenis kelamin laki-laki. Persentase penduduk yang berusia 5 – 19 tahun adalah 24.37 % (66.55 % usia SD, 18.55 % usia SLTP, 12.49 % usia SLTA). Data-data tersebut akan terus berubah dengan pesat seiring dengan bertambahnya waktu. Masa remaja ini merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya maturasi seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda.

Pembahasan soal remaja seringkali mengggunakan istilah pubertas. Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi pesat dari masa anak-anak ke masa dewasa, teutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa (Soetjiningsih 2004 ). Pubertas adalah reaktifasi sistem syaraf pusat untuk perkembangan seksual yang ditandai oleh peningkatan hormon seks secara drastis. Pubertas merupakan kejadian berdurasi pendek (beberapa hari atau minggu) yang terjadi ketika fase juvenile berakhir (Bogin 1999).

(31)

5 Pubertas pada laki-laki

Pada anak laki-laki, pubertas sebagian besar merupakan respon tubuh terhadap kerja androgen yang meluas, yang disekresi oleh testis yang baru aktif di bawah pengaruh gonadotropin yang disekresi oleh hipofisis anterior. Awal mula pubertas ditandai oleh meningkatnya ukuran testis dan skrotum. Pembesaran ukuran kulit skrotum dan testis tidak kentara, pertama terlihat rata-rata pada usia 11,5 tahun, antara usia 9 dan 14 tahun ( Rosen 2004). Ciri-ciri seksual sekunder lain secara progresif akan tampak dalam 2 – 2.5 tahun kemudian. Sekitar 5 % dari total androgen yang bersirkulasi pada laki-laki bertanggung jawab dalam memulai pertumbuhan rambut pubis dan rambut aksila. Rambut wajah yang tampak paling akhir, belum tumbuh sempurna sampai usia 20 – 25 tahunan dalam proses biologis pubertas (Heffner & Schust 2006; Muir 2006).

Karakteristik Seks Primer

Karaktaristik seks primer adalah tanda-tanda yang berkaitan dengan system reproduksi: perkembangan vas deferens dan duktus-duktus lain, perkembangan struktur reproduksi eksternal (penis dan skrotum), dan produksi sperma (Campbell et al. 2004). Karena itu kadang-kadang sekitar usia 12 tahun, pada remaja laki-laki ditandai dengan keluarnya air mani pertama (spermarke) biasanya pada malam hari (mimpi basah / wet dream / nocturnal emission). Kebanyakan anak laki-laki pengalaman mimpi basah terjadi sesaat selama pubertas dan juga terjadi setelah setelah dewasa ( Janssen 2007).

(32)

6 Karakteristik Seks Sekunder

Karakteristik seks sekunder adalah ciri yang tidak secara langsung berkaitan dengan system reproduksi, yang meliputi perubahan suara menjadi berat, persebaran rambut di muka dan di pubis, dan pertumbuhan otot ( androgen merangsang sintesis protein). Hormon dari pituitary anterior dan hypothalamus mengontrol sekresi androgen maupun produksi sperma oleh testis (Campbell et al. 2004).

Timbulnya karakteristik seks sekunder merupakan manifestasi somatik dari aktifitas gonad. Karaktreistik ini dibagi dalam beberapa tahap yang berurutan, oleh Marshall and Tanner (1970) disebut sebagai Tingkatan Maturasi Seksual (TMS) atau Sexual Maturity Rating (SMR).

Tingkatan Maturasi Seksual Laki-laki

Marshall dan Tanner (1970), membuat klasifikasi Tingkatan Maturasi Seksual (TMS) remaja menjadi 5 stadium, yaitu TMS 1 sampai TMS 5. Pembagian tersebut berdasarkan perkembangan genital dan rambut pubis. Gambaran pertumbuhan remaja memperlihatkan hubungan yang erat dengan tingkat maturasi seksualnya. TMS 1 dan TMS 2 merupakan masa remaja awal, TMS 3 dan 4 masa remaja menengah, dan TMS 5 adalah masa remaja lanjut/dewasa dan maturitas seksual penuh.

(33)

7 Karakteristik Seks Sekunder Yang Lain

Menurut Malina et al. (2004), dalam beberapa keadaan, pemeriksaan perkembangan genital dan rambut pubis dianggap tidak praktis. Oleh karena itu beberapa indikator maturasi yang kadang-kadang digunakan antara lain;

1. Rambut ketiak (Axillary hair)

Rambut ketiak sering dinilai pada skala tiga-tahap: 1 = belum ada; 2 = tumbuh tipis; 3 = distribusi dewasa. Jika axillary hair dicukur, pola persebarannya masih dapat diketahui.

2. Perubahan suara (Voice change)

Pada anak laki-laki juga merupakan karakteristik seksual sekunder yang lain. Hal tersebut dapat dinilai dalam skala tiga-tahap : 1 = tidak ada perubahan (kanak-kanak, prapubertal); 2 = tanda-tanda berubah tetapi tidak berubah sepenuhnya (dengan kata lain, suatu perubahan yang jelas pola titinada suara); 3 = perubahan suara jelas atau karakteristik dewasa. Pada beberapa hal, digunakan skala dua-tahap : suara tidak berubah dan suara berubah.

3. Rambut Wajah (Facial hair)

Pada anak laki-laki dapat juga dinilai. Suatu skala empat-tahap yang sering digunakan : 1 = tidak ada sama sekali, hanya rambut halus; 2 = pertambahan pada panjang dengan pigmentasi rambut pada sudut-sudut di bibir atas, yang mana menyebar ketengah untuk menyempurnakan kumis; 3 = rambut pada bagian pipi yang atas dan pada garis tengah tepat dibawah bibir bawah; dan 4 = rambut pada pinggir bawah dari dagu.

(34)

8 Fisiologi Maturasi Seksual Laki-laki

Pubertas terjadi karena adanya perubahan-perubahan regulasi neuroendokrin berupa perubahan-perubahan regulasi pada gonadotropin, growth hormon dan seks steroid. Sehingga perubahan ini akan menyebabkan terjadinya pacu tumbuh, munculnya tanda-tanda seks sekunder dan perubahan psikisosial. Secara normal munculnya tanda-tanda pubertas pada laki-laki umur 9 tahun – 14 tahun. Bila sebelum waktunya sudah muncul tanda-tanda pubertas disebut pubertas dini, bila setelah umur tersebut belum muncul disebut pubertas terlambat (Wheeler 1991).

. Hipotalamus mengeluarkan hormon yang bersifat mengatur sekresi hormon yang dikeluarkan oleh hipofise, seperti hormon GnRH (gonadotropin releasing hormone) yang dikeluarkan oleh hipotalamus mengatur sekresi hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone) yang dikeluarkan oleh hipofise anterior. Hormon FSH yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan sel gonad, sedangkan hormon LH berfungsi merangsang fungsi kelenjar gonad untuk mengeluarkan hormon seks seperti hormon testoteron dan hormon estradiol (Soetjiningsih 2004).

Amplitudo dan frekuensi dari sekresi GnRH mempengaruhi jumlah gonadotropin yang diproduksi untuk merangsang gonad selama pubertas. Pada saat pubertas peningkatan kadar FSH akan memacu berkembangnya sel leydig pada testis dan sel granulose pada ovarium dan dilanjutkan dengan sekresi LH yang meningkat serta merangsang pengeluaran testoteron oleh sel leydig serta pengeluaran estrogen oleh sel granulose. Peningkatan kadar gonadotropin yaitu FSH dan LH akan mematangkan sel leydig dan mengeluarkan hormon testoteron pada laki-laki serta hormon estrogen pada perempuan sebelum menstruasi. Selanjutnya merangsang pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder serta menyiapkan proses fertilisasi (Rosen 2004).

(35)

9 sekresi testoteron sel leydig, yang mana dalam keadaan aktif mendesak control feed back negatif pada sekresi LH. Sebagai kelanjutan pubertas, spermatogenesis dimulai dan kemudian didukung oleh FSH dan oleh testoteron yang diproduksi oleh sel leydig dibawah control LH ( Wheeler 1991).

Pertumbuhan Badan Laki-laki

Menurut Bogin (1999), pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler yang tampak secara fisik dan dapat diukur dengan menggunakan satuan panjang atau satuan berat. Bahu yang lebih lebar, pinggul yang lebih sempit, kaki yang lebih panjang, dan ekstremitas atas yang relatif lebih panjang adalah dimorfisme yang khas pada remaja laki-laki. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh hormon androgen (Soetjiningsih 2004).

Lonjakan pertumbuhan terjadi berkaitan dengan pubertas. Lonjakan ini disebabkan oleh sekresi hormon gonadotropin yang meningkatkan produksi hormon kelamin steroid, selanjutnya meningkatkan produksi hormon pertumbuhan. Menurut Neinstein (2002), maturasi tulang dipengaruhi oleh hormon thyroid, adrenal, androgen, dan gonadal seks steroid. Kelebihan sekresi hormon-hormon ini mengakibatkan maturasi tulang yang cepat, dan waktu pubertas, sedangkan kekurangan mengakibatkan pubertas terlambat. Pada masa pubertas, hormon seks steroid dan hormon pertumbuhan berperan pada pacu tumbuh pubertas.

Puncak Kecepatan Tumbuh (Peak Height Velocity)

(36)

10 kenaikan berat badan dan puncak kecepatan berat badan (peak weight velocity), sangat bervariasi.

Selama pubertas semua otot mengalami pertumbuhan, otot skeletal perannya membentuk penampilan fisik luar, terutama pada laki-laki. Pada mulanya otot tumbuh menjadi besar dengan bertambahnya volume serat otot, kemudian baru terjadi penambahan kekuatan otot sekitar satu tahun kemudian, karena pengaruh hormon androgen pada struktur protein dan aktifitas enzimatik (Bogin 1999). Walaupun penambahan kekuatan otot terjadinya pada pubertas akhir, tetapi kekuatan otot terus bertambah pada laki-laki, terutama dengan latihan/olah raga, mencapai maksimum sekitar usia 25 tahun. Karena androgen memegang peranan utama dalam kekuatan otot, maka meningkatnya kekuatan otot berhubungan erat dengan tahap maturasi seksual (Soetjiningsih 2004).

Pertumbuhan Jaringan Lemak

Selain otot-otot, jaringan lemak juga menentukan ukuran bentuk tubuh seseorang. Banyak dan besarnya lemak menentukan gemuk atau kurusnya seseorang. Selama masa pubertas terjadi perubahan jumlah jaringan lemak tubuh baik pada remaja laki-laki maupun perempuan. Terdapat dimorfisme seksual, juga terdapat perbedaan deposisi dan kehilangan lemak di berbagai bagian tubuh. Jaringan lemak sub-kutan didaerah anggota gerak (yang diukur sebagai tebal lemak sub-kutan di trisep, biseps, dan paha), terus bertambah tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat pada kedua jenis kelamin pada masa sebelum terjadi lonjakan pertumbuhan tinggi. Penimbunan jaringan lemak subkutan di daerah truncal (yang diukur sebagai tebal lemak subkutan di daerah subscapular, suprailiacal atau abdomen), relatif konstan pada masa sebelum lonjakan (Neinstein 2002).

(37)

11 Tinggi badan maksimum laki-laki dan remaja perempuan Bogor terjadi pada usia 18 tahun yaitu sebesar 169.27 cm pada remaja laki-laki Bogor dan 156.74 cm pada remaja perempuan Bogor.

Pada anak laki-laki usia 4 sampai usia 14 tahun di Purwakarta menurut Miharja (2008), lonjakan berat badan terjadi pada usia 11 tahun sebesar 3.05 kg/thn. Laju pertumbuhan berta badan terus meningkat sampai usia 13 tahun dan melambat setelahnya. Lonjakan tinggi badan terjadi pada usia 12 tahun sebesar 55.99 mm/thn. Anak laki-laki terus mengalami pertumbuhan tinggi badan hingga usia 14 tahun.

Pacu tinggi badan dimulai sekitar setahun setelah pembesaran testis dan mencapai puncak kecepatan tinggi ( peak heigh velocity ) pada tahun berikutnya bila pertumbuhan penis mencapai maksimum dan rambut pubis pada stadium 3–4 (Soetjiningsih 2004)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Persentase Lemak Tubuh (PLT)

Nilai pertumbuhan berat dan tinggi badan berpengaruh pada besar tubuh yang selanjutnya dapat diukur dengan perhitungan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) (Neinstein 2002). IMT merupakan suatu rumus matematika dimana berat badan seseorang (dalam kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam m2). IMT orang dewasa lebih berhubungan dengan lemak tubuh dibandingkan dengan indikator lainnya untuk tinggi badan dan berat badan. Lemak tubuh anak-anak sejalan dengan pertumbuhannya berubah dari tahun ke tahun. Interpretasi IMT tergantung kepada usia anak. Selain itu, lemak tubuh anak perempuan dan anak laki-laki berbeda.

(38)

12 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Maturasi

Pubertas terjadi secara bervariasi karena adanya pengaruh dari faktor-faktor tertentu. Menurut Bogin (1999), faktor-faktor-faktor-faktor yang memepengaruhi variasi terjadinya pubertas adalah faktor genetik (gen dan hormon) dan lingkungan (nutrisi/gizi, migrasi/urbanisasi, sosial ekonomi, mobilitas masyarakat). Anak cenderung menyerupai orang tua mereka didalam tinggi badan, proporsi tubuh, komposisi tubuh, dan kecepatan perkembangan. Kesamaan-kesamaan ini menggambarkan pengaruh dari gen orang tua kepada keturunannya. Hormon tubuh yang mempengaruhi pertumbuhan, seperti growth hormone, thyroxine, insulin, dan corticosteroids (mempengaruhi kecepatan pertumbuhan), leptin (mengubah komposisi tubuh), dan parathyroid hormone, 1,25-dihydrokxy-vitamin D, and calcitonin (berdampak pada mineralisasi tulang) (Bogin 1999 ; Neinstein 2002).

(39)

13

METODE PENELITIAN

Subyek Penelitian (Probandus)

Subyek penelitian adalah anak laki-laki SD, SMP, SMK/STM, MA dengan jumlah 645 orang pada rentang usia 9 sampai 19 tahun (Tabel 1), kisaran usia yang karakteristik seksualnya sedang berkembang (Bogin 1999). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode horizontal yang berarti setiap probandus mewakili kelompok usia tertentu di dalam populasi (Gambar 1). Subyek berasal dari dari 16 kecamatan, dari keseluruhan 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Sragen (Lampiran 1). Jumlah terbanyak berasal dari kecamatan Sragen (38.76%); Karang Malang (17.67 %); dan Sidoharjo (12.09 %). Ketiga kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang berada di daerah perkotaan / urban (Gambar 2).

Tabel 1. Jumlah probandus berdasarkan asal sekolah dan kisaran usia

Asal Sekolah Jumlah

(40)

14 pada usia SD; orang tua/wali) kuesioner yang berisi data pribadi beserta data orang tua. Pengisian formulir didampingi asisten peneliti untuk memberikan penjelasan jika diperlukan. Pengukuran hanya dilakukan sekali untuk setiap subyek.

Gambar 1. Jumlah subyek berdasarkan kelompok usia (tahun)

Gambar 2. Jumlah subyek penelitian berdasarkan asal kecamatan

(41)

15 Probandus pada penelitian ini memiliki latar belakang ekonomi yang baik. Status sosial ekonomi probandus tergantung dari orang tua mereka. Ekonomi baik pada penelitian ini maksudnya orang tua/keluarga mempunyai pengeluaran untuk konsumsi makan per bulan melebihi upah minimal regional (UMR). Dengan asumsi besarnya pengeluaran untuk makan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan gizi, sehingga pertumbuhan dan maturasi menjadi optimal. Sebanyak 98.60 % berasal dari keluarga yang memiliki pengeluaran untuk konsumsi makan per bulan melebihi upah minimum Kabupaten Sragen sebesar Rp. 607.500 (Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 561.4/51/2007 tanggal 19 Nopember 2007 tentang Penetapan Upah Minimum pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008). Presentase jumlah probandus yang berasal dari keluarga dengan konsumsi pengeluaran untuk makan per bulan Rp. 600.001 – Rp. 900.000 (42.95%); Rp. 900.001 – Rp. 1.200.000 (31.94 %); Rp. 1.200.001 – Rp.1.500.000 (18.29 %); dan > Rp.1.500.000 (5.43 %) (Tabel 2).

Tabel 2. Jumlah probandus berdasarkan konsumsi makan dalam keluarga

Konsumsi Makan per Hari (n,Rp)

Jumlah

Probandus Persentase (%)

n ≤ 20.000 9 1.40

20.001 ≤ n ≤ 30.000 277 42.95

30.001 ≤ n ≤ 40.000 206 31.94

40.001 ≤ n ≤ 50.000 118 18.29

n > 50.000 35 5.43

(42)

16 Pengamatan maturasi seksual

Usia Spermarke

Maturasi seksual laki-laki pada penelitian terdiri atas usia spermarke dan perkembangan rambut pubis (Gambar 3). Usia spermarke diperoleh dengan menanyakan langsung kepada probandus apakah dia sudah mengalami spermarke (metode status quo) (Malina et al. 2004).

Gambar 3. Skema perkembangan maturasi seksual laki-laki pada penelitian

LAHIR

DEWASA

RAMBUT PUBIS Tahap 1 - 5

(Marshall & Tanner 1970)

SPERMARKE

(Malina et al. 2004)

(43)

17 Perkembangan rambut pubis

Maturasi seksual probandus ditentukan berdasarkan perkembangan rambut pubis menurut deskripsi Marshall & Tanner (1970). Probandus yang diamati diminta membuka sebagian celana penutup genitalnya sedemikian rupa sehingga secara langsung dapat terlihat jelas pola penyebaran tumbuhnya rambut pubis di sekitar genital (Gambar 4). Hasil pengamatan visual (visual inspection) selanjutnya diklasifikasikan menurut 5 tahapan Tanner ( Tabel 3 ).

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

(44)

18 Tabel 3. Perkembangan rambut pubis laki-laki (Marshall & Tanner 1970)

Gambar skematis Deskripsi

rambut pubis Gambar foto

Tahap 1

Prapubertas, belum ada rambut pubis, hanya rambut villus saja (tidak lebih tebal dari rambut dinding abdomen).

Tahap 2

Pertumbuhan tipis dari rambut halus, lurus, dan sedikit berpigmen pada pangkal penis. menyerupai tipe dewasa tetapi distribusi terlihat lebih sedikit

Tahap 5

(45)

19 Pengukuran Pertumbuhan Badan

Berat badan biasanya untuk menentukan status nutrisi, terutama jika digabungkan dengan tinggi badan. Berat badan dan tinggi badan merupakan indikator yang relatif lebih baik untuk menggambarkan massa lemak tubuh secara keseluruhan. Parameter tersebut dapat ditransformasi menjadi indek cadangan energi tubuh yaitu IMT ( Indeks Massa Tubuh) (Norgan 2005).

Penentuan lemak tubuh berguna untuk penentuan status nutrisi individu atau populasi. Metode yang digunakan dengan mengukur lingkar lengan atas dan lipatan kulit trisep. Pengukuran lingkar otot lengan atas dapat untuk menunjukan massa otot tubuh yang merupakan tempat penyimpanan protein utama di dalam tubuh. Menurut Bogin (1999), tebal lipatan kulit trisep menggambarkan distribusi keadaan lemak pada area ekstremitas. Tebal lipatan kulit sub-scapula menggambarkan distribusi lemak dalam tubuh.

Tebal Lipatan Kulit

Pengukuran ketebalan lapisan lemak (fat-fold) dilakukan dengan mengukur lipatan kulit (skinfold) menggunakan Skinfold Calliper berskala 0.5 mm. Kulit dan jaringan lemak subkutan dipisahkan dengan jaringan di bawahnya menggunakan ibu jari dan telunjuk kira-kira setebal 2 cm, sehingga memungkinkan rahang spring-actuated caliper memegang jaringan tersebut. Setelah jaringan ditekan oleh caliper, tebal lipatan lemak dapat diketahui dengan melihat/membaca jarum petunjuknya selama beberapa detik (Malina et al. 2004). Lokasi titik pengukuran adalah otot trisep dan bisep di pertengahan lengan atas, di bagian sub-scapula dengan membentuk sudut 450 dari tulang belakang dan di bagian supra-spinal/supra-illiac serta di bagian betis.

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Besar tubuh dihitung menggunakan pendekatan nilai indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh diperoleh dari nilai berat badan (kg) dan tinggi badan (m) kuadrat. Selanjutnya IMT dinyatakan dengan satuan kg/m2 (Malina et al. 2004).

(46)

20 a. Pengukuran Tinggi Badan

Tinggi badan diukur menggunakan alat pengukur yang telah dikalibrasi berskala 0.1 cm dan bidang vertikal sebagai tempat pengukuran. Probandus tanpa menggunakan alas kaki berdiri tegak dengan posisi kaki dirapatkan, pandangan lurus ke depan dan lutut diluruskan. Tumit, bokong, bahu dan kepala menyentuh bidang vertikal, serta bidang Frankfurt berada dalam posisi horizontal. Bidang Frankfurt merupakan garis khayal yang melintasi meatus auditory dan puncak tulang pembentuk rongga mata bagian bawah. Kemudian proyeksi puncak kepala di bidang vertikal ditandai (Gambar 5) dan nilai yang diperoleh dinyatakan sebagai tinggi badan (Miharja 2008).

Gambar 5. Pengukuran Tinggi Badan (Rogol et a.l 2000) b. Pengukuran Berat Badan

(47)

21 Persentase Lemak Tubuh (PLT)

Persentase lemak tubuh dihitung berdasarkan densitas tubuh sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Densitas didekati dengan menggunakan tebal lipatan kulit (Williams et al. 1992).

Dt = [(1.0600 – (0.00227 x STSS) + (0.000015 x STSS2) + (0.00243 x Usia)]

PLT = [(5.68 – (0.041 x Usia)) / Dt] –[ (5.31 – (0.045 x Usia))] x 100

Keterangan : Dt : Densitas Tubuh

STSS : Jumlah tebal lipatan kulit trisep dan subscapula

Analisis data Maturasi Seksual

(48)

22 Gambar 6. Estimasi usia saat probandus spermarke

Pola pertumbuhan badan

Regresi non-parametrik didasarkan pada prosedur Additivity and Variance Stabilization (AVAS) (Tango 1998). Regresi ini digunakan untuk menentukan nilai-nilai distribusi frekwensi tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh untuk setiap kelompok usia. Distribusi data dinyatakan dalam persentil antara 2.3 dan 97.7 sehingga rentang datanya adalah 95.4 %. Menurut Malina et al. (2004), persentil adalah sebuah nilai spesifik pada distribusi normal yang memberikan persentase keadaan diatas dan dibawah dari nilai spesifik tersebut. Median atau persentil ke-50 menunjukan bahwa 50 % dari seluruh data terletak di atas nilai P50 dan 50 % lagi terletak di bawah nilai P50. Pola pertumbuhan merupakan

gambaran rata-rata pertumbuhan yang terjadi di suatu populasi. Pola pertumbuhan tersebut diperoleh dengan cara menghubungkan nilai median pada setiap kelompok usia.

Umur (tahun)

P

re

se

ntase

10 11 12 13 14 15 16

0% 50% 100%

(49)

23

HASIL

Maturasi Seksual Laki-laki Spermarke

Subyek mengalami spermarke paling awal pada usia 11.5 tahun (11.76 %) dan pada usia 15 tahun 100 % populasi sudah mengalami spermarke. Hasil penelitian memperoleh median usia spermarke 12.60 ± 0.07 tahun (Gambar 7). Usia spermarke dapat dikategorikan menjadi cepat, normal, dan lambat. Estimasi ini didapatkan dari pembagian persentase pada Gambar 6 yaitu : 0 – 25 % (< 12.05 tahun) yang dikategorikan cepat; 25 – 75 % (12.05 – 13.15 tahun ) dikategorikan normal; dan >75 % ( > 13.15 tahun ) dikategorikan lambat. Dengan demikian, terdapat enam orang subyek (1.20 %) yang mengalami kategori pubertas terlambat, yaitu lima subyek berusia 14 tahun dan satu subyek berusia 14.5 tahun belum mengalami spermarke.

(50)

24 Perkembangan rambut pubis

Berdasarkan tahapan perkembangan rambut pubis menurut Marshall & Tanner (1970), persentase subyek penelitian tahap 1 pada usia 9 – 10 tahun sebesar 100 % ; tahap 2 diawali pada usia 10.5 (22.22 %); awal usia tahap 3 adalah 11 tahun (9.09 %); tahap 4 diawali pada usia 12 tahun (2.63 %); dan awal usia mencapai tahap 5 adalah 13.5 tahun (1.61 %) (Gambar 8).

Gambar 8. Presentase subyek berdasarkan tingkatan perkembangan rambut pubis.

Estimasi median usia untuk mencapai maturasi seksual berdasarkan perkembangan rambut pubis laki-laki (Marshall & Tanner 1970) di Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut : tahap 2, berusia 11.62 tahun (Gambar 9); tahap 3 pada usia 13.01 tahun (Gambar 10); tahap 4 pada usia 14.15 tahun (Gambar 11); dan pada tahap 5 di usia 16.37 tahun (Gambar 12).

0

(51)

25 Gambar 9. Estimasi usia perkembangan rambut pubis tahap 2

Gambar 10. Estimasi usia perkembangan rambut pubis tahap 3

Sragen: Usia saat Tanner tahap II

Usia (tahun)

Sragen: Usia saat Tanner tahap III

(52)

26

Gambar 11. Estimasi usia perkembangan rambut pubis tahap 4

Gambar 12. Estimasi usia perkembangan rambut pubis tahap 5

Sragen: Usia saat Tanner tahap IV

Usia (tahun)

10.5 11.5 12.5 13.5 14.5 15.5 16.5 17.5 18.5 0%

50% 100%

14.15

Sragen: Usia saat Tanner tahap V

(53)

27 Pola Pertumbuhan Badan

Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB)

Laju pertumbuhan berat badan laki-laki Kabupaten Sragen mengalami lonjakan pada usia 9 tahun ke usia 10 tahun sebesar 6.20 kg/th, kemudian melambat setelahnya. Laju pertumbuhan tinggi badan laki-laki di Kabupaten Sragen dimulai pada usia 9 tahun dan terus meningkat hingga usia 13 tahun, kemudian mengalami penurunan (Tabel 4). . Lonjakan laju tinggi badan tertinggi terjadi pada usia 12 tahun ke usia 13 tahun yaitu sebesar 71.70 mm/th. Saat terjadi lonjakan tinggi badan tersebut bertepatan dengan saat laki-laki Sragen mengalami spermarke yaitu pada usia 12.60 ± 0.07 tahun. Saat usia 13 tahun ini, berdasarkan perkembangan rambut pubisnya subyek sudah mencapai tahapan Tanner 3.

Tabel 4. Median berat dan tinggi badan pada setiap kelompok usia

Kurva pola pertumbuhan berat dan tinggi badan laki-laki untuk berbagai persentil disajikan pada Gambar 13. Pola pertumbuhan berat badan menunjukan peningkatan yang pesat sejak usia 9 tahun sampai usia 14 tahun. Kemudian pada usia 15 sampai usia 19 tahun pola pertumbuhan berat badan laki-laki di Kabupaten Sragen menunjukan peningkatan yang kurang pesat. Sedangkan pola pertumbuhan tinggi menunjukkan peningkatan. Peningkatan sangat pesat terjadi pada usia antara 11.5 tahun dan 14 tahun. Kemudian pola menunjukan peningkatan yang tidak pesat lagi di usia 15 – 19 tahun.

Kelompok Usia (tahun)

(54)

28 Gambar 13. Kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan

(55)

29 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan National Health and Nutrition Examination Survey / NHNES (1988) yang digunakan dalam penelitian-penelitian di dunia, Indeks massa tubuh (IMT) merupakan ratio BB/TB2 (kg/m2). Nilai median IMT laki-laki di Kabupaten Sragen memakai persentil ke-50. Nilai median pertumbuhan IMT hasil penelitian menunjukan kenaikan yang relatif konstan pada kisaran 19.64 kg/m2 dan 19.87 kg/m2 (Tabel 5).

Persentase Lemak Tubuh (PLT)

Data median persentase lemak tubuh diperoleh dari pengukuran tebal lipatan kulit trisep dan subscapula (Williams et al.1992). Pola pertumbuhan Indeks Massa Tubuh (Gambar 14) dan Persentase Lemak Tubuh disajikan pada Gambar 15. Data lengkap nilai persentil Indeks Massa Tubuh dan Presentase Lemak Tubuh terangkum pada Lampiran 11.

Tabel 5. Median IMT dan PLT Laki-laki Sragen berdasarkan kelompok usia

(56)

30

Gambar 14. Kurva pertumbuhan IMT laki-laki Sragen

Gambar 15. Kurva pertumbuhan PLT laki-laki Sragen

(57)

31 Korelasi Presentase Lemak Tubuh (PLT) dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil penelitian pada laki-laki Kabupaten Sragen menunjukkan bahwa korelasi PLT dengan IMT adalah positif. Nilai korelasinya sebesar 0.26 dengan nilai p sebesar 0.0 % , sehingga korelasinya adalah sangat signifikan (Gambar 16).

Gambar 16. Korelasi antara PLT dan IMT laki-laki Sragen

10 15 20 25 30 35

PLT & IMT Laki-laki Sragen

(58)

32

PEMBAHASAN

Pubertas adalah reaktivasi system syaraf pusat untuk perkembangan seksual yang ditandai oleh peningkatan hormon seks secara dratis dan merupakan kejadian berdurasi pendek, yang terjadi ketika masa juvenile berakhir (Bogin 1999). Ejakulasi pertama atau spermarke sering dihubungkan awal fertilitas / kematangan seksual laki-laki (Neinstein 2004). Selain itu kejadian spermarke diasosiasikan/dihubungkan dengan karakteristik kematangan seks sekunder seperti genital luar dan rambut pubis (Shemesh et al. 1985).

Usia pubertas bervariasi pada setiap individu. Selain dari faktor genetik, diantara faktor lingkungan penting yang mempengaruhi usia pubertas adalah nutrisi dan gizi. Laki-laki yang status nutrisi dan gizi baik cenderung mempunyai velositas (kecepatan) pertumbuhan dan maturitas seksual (usia spermarke dan pekembangan genital/rambut pubis) yang lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki yang status nutrisi dan gizinya buruk (Bogin 1999; Muir 2006; Heffner & Schust 2006)

Maturasi Seksual Laki-laki

Spermarke

(59)

33 Tabel 6. Perbandingan estimasi usia spermarke berbagai negara dan etnis (Janssen

et al. 2007)

China Mongoloid 2002 13.80/14.24

Hongkong Mongoloid 2002 13

Amerika Kaukasoid 2002 13.2

Swedia Kaukasoid 2002 13.6

Zimbagwe Negroid 2005 12.02±0.03 Indonesia Mongoloid 2008 12.60±0.07

Berdasarkan hasil penelitian para ahli dari baerbagai negara dan etnik/ras pada Tabel 11 subyek penelitian mengalami usia spermarke dengan estimasi yang berbeda-beda. Akan tetapi sebagian besar masih dalam kisaran usia 9 sampai 14 tahun, usia termuda berasal dari Negara Jepang (Mongoloid) pada tahun 1980 dengan estimasi usia median spermarke 11.7 tahun. Usia tertua berasal dari Negara China (Mongoloid) pada tahun 2002 untuk daerah urban 14.80 tahun dan daerah rural 14.24 tahun. Usia spermarke pada ras/etnik Kaukasoid yang termuda berasal dari negara Jerman (1994) adalah 12.6 tahun, sedangkan usia tertua berasal dari negara Swedia (2002) adalah 13.6 ± 0.05 tahun. Ras/etnik Negroid (Nigeria) pada tahun 1989 estimasi usia spermarkenya 12.3 tahun dan Zimbagwe (2005) pada usia 12.02 ± 0.03 tahun. Variasi usia spermarke tersebut dipengaruhi oleh faktor etnik yang berbeda, Negroid cenderung lebih cepat dari pada Mongoloid dan Kaukasoid (Bogin 1999; Rogol 2000; Herman-Giddens 2001: Heffner & Schust 2006).

(60)

34 Yogyakarta pada usia 10.97 ± 1.25 tahun. Estimasi tersebut ternyata lebih cepat dari Sragen (12.60 ± 0.07). Hal ini kemungkinan karena adanya perbedaan lokasi penelitian, status sosial ekonomi, dan metode penelitian. Kodya Yogyakarta mempunyai peradaban yang sedikit lebih maju dan faktor sosial ekonomi serta latar pendidikan orang tua yang lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Sragen.

Perkembangan Rambut Pubis

Estimasi median usia yang dicapai dari maturasi seksual tahap 2 sampai 5 berdasarkan perkembangan rambut pubis pada laki-laki Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut : tahap 2 (usia 11.60 tahun), tahap 3 ( usia 13.00 tahun), tahap 4 (usia 14.20 tahun), dan tahap 5 (usia 16.40). Hasil tersebut sesuai dengan kisaran usia anak laki-laki Amerika menurut Hefner & Schust (2006), tahap 2 (11.2 – 15.6 tahun), tahap 3 (11.9 – 16.0), tahap 4 (12.2 – 16.5), dan tahap 5 (13.0 – 17.3).

Kharakteristik seksual sekunder (perkembangan rambut pubis) secara progresif setelah spermarke akan tampak dalam 2 – 2.5 tahun kemudian (Rosen 2004). Perbandingan maturasi seksual laki-laki berdasarkan perkembangan rambut pubis di beberapa negara dan etnik dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan median usia perkembangan rambut pubis di berbagai negara dan etnis (Marshall & Tanner 1970; Herman-Giddens et al. African-America Negroid 1988-94 11.16 12.51 13.73 15.32

(61)

35 Tabel 7 menunjukkan subyek mencapai median usia maturasi seksual tahap 2 paling muda pada usia 11.16 berasal dari African-America (Negroid) tahun 1988-94. Sedangkan usia maturasi tertua 13.44 tahun yang berasal dari London Inggris (Kaukasoid) tahun 1970. Seperti maturasi seksual pada usia spermarke, berdasarkan perkembangan rambut pubis maturasi juga dipengaruhi oleh ras/etnik, kulit hitam cenderung lebih cepat dari kulit putih (Bogin 1999; Rogol 2000; Herman-Giddens 2001: Heffner & Schust 2006).

Selanjutnya dibandingkan dengan kisaran usia tersebut, hasil penelitian laki-laki di Kabupaten Sragen diperoleh 11.60 tahun adalah lebih mendekati dengan etnik Negroid (Afican-America) 11.16 tahun bahkan lebih dini dibandingkan dengan etnik Kaukasoid (Inggris, Amerika, dan Meksiko). Laki-laki Kabupaten Sragen (Indonesia) adalah termasuk rasial/etnik Mongoloid, yang secara rasial posisinya cenderung lebih mendekati Negroid yang berkulit hitam dari pada Kaukasoid yag berkulit putih.

Data usia spermarke laki-laki Kabupaten Sragen (12.6 tahun) tidak berbeda jauh atau bahkan sama dengan usia spermarke rasial Kaukasoid, seperti Jerman (12.6); Inggris & Israel (13 tahun); Amerika (13.2 tahun). Spermarke merupakan indikator dalam rangkaian kejadian pubertas laki-laki terjadi pada umumnya maturasi seksual tahap 3 (Rosen 2004). Hasil penelitian seperti pada Gambar 17, laki-laki Kabupaten Sragen mengalami usia spermarke menjelang perkembangan rambut pubis tahap 3. Tanner tahap 3 terjadi pada median usia 13.01 tahun berdekatan dengan median usia spermarke 12.60 tahun.

(62)

36 Gambar 17. Maturasi seksual laki-laki Kabupaten Sragen

(63)

37 Rentang waktu yang diperlukan untuk perkembangan rambut pubis dari Tanner tahap 2 ke Tanner tahap 3 kurang lebih 1.4 tahun. Hal ini sedikit lebih lambat dengan waktu yang dibutuhkan dari Tanner tahap 3 ke Tanner tahap 4 yaitu berkisar 1.2 tahun. Selanjutnya dibutuhkan waktu sekitar 2.2 tahun dari Tanner tahap 4 ke Tanner tahap 5. Perkembangan rambut pubis relatif sangat cepat ketika memasuki masa pubertas khususnya setelah usia spermarke.

Dengan demikian berdasarkan perkembangan rambut pubis (tahap-3) dan saat terjadinya spermarke, maturasi seksual laki-laki Kabupaten Sragen terjadi pada usia 13 tahun.

Pertumbuhan Badan Laki-laki

Pertumbuhan badan laki-laki Kabupaten Sragen mulai dari usia 9 tahun sampai 19 tahun merupakan bagian terpenting dalam rangkaian pertumbuhan manusia dari lahir hingga dewasa. Hal ini dikarenakan pada rentang usia tersebut terjadi fenomena pubertas yang mempengaruhi terjadinya lonjakan pertumbuhan (growth spurt). Untuk mencapai fase pubertas yang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Menurut Bogin (1999) & NHNES (1988), tingkat tercapainya potensi biologik seseorang (pertumbuhan) merupakan hasil interaksi faktor keturunan (genetik) dan lingkungan. Faktor lingkungan yang berhubungan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan diantaranya nutrisi / gizi, pendidikan orang tua, dan faktor sosial ekonomi.

Latar belakang sosial ekonomi subyek penelitian sebagian besar (68.52 %) bertempat tinggal di daerah perkotaan (urban) dalam wilayah Kabupaten Sragen. Sehingga subyek diasumsikan mempunyai tingkat sosial ekonomi dan kebutuhan nutrisi dan gizi baik serta mempunyai potensi biologik untuk tumbuh kembang yang optimal.

Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB)

(64)

38 menurun sampai usia 13 tahun. Pada usia 13 tahun menuju usia 14 tahun mengalami sedikit kenaikan tetapi pada usia 15 tahun mengalami penurunan lagi sampai usia 19 tahun. Pada laju pertumbuhan tinggi badan mulai mulai dari usia 9 tahun terus meningkat dan terjadi lonjakan pada usia 12 tahun menuju usia 13 tahun sebesar 71.70 mm/thn atau 7.17 cm/thn. Lonjakan tersebut bertepatan dengan saat laju pertumbuhan berat mengalami penurunan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Bogin (1999) bahwa pada saat terjadi lonjakan pertumbuhan tinggi badan, anak laki-laki kehilangan lemaknya dan sebaliknya massa otot mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan subyek penelitian banyak kehilangan lemak tubuh yang digunakan untuk peningkatan massa otot, densitas tulang, fungsi kardiopulmonari, penambahan volume darah, dan semakin meningkatnya densitas sel darah merah. Karena itu laki-laki Sragen memiliki massa otot yang lebih besar di setiap usia.

Menurut Neinstein (2004), peningkatan androgen pada remaja laki-laki berperanan juga untuk meningkatkan pertumbuhan. Testoteron sebagai androgen anabolik peningkatan BB laki-laki secara seimbang lebih banyak pada otot, dibandingkan deposisi lemak lemak. Peningkatan pertumbuhan linearnya akan menghasilkan skeleton yang bertambah berat dan perkembangan massa sel darah merah yang lebih besar. Berat badan merupakan penjumlahan dari massa lemak/Fat Mass (FM) dan massa bebas lemak/Fat Free Mass (FFM) Malina et al. (2004).

Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Presentase Lemak Tubuh (PLT)

(65)

39 mulai usia 10 tahun. Sedangkan laju pertumbuhan tinggi meningkat terus sampai usia 13 tahun.

(66)

40

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Laki-laki perkotaan Kabupaten Sragen mengalami spermarke pada usia 12.60 tahun. Median usia perkembangan rambut pubisnya mencapai tahap 2 pada usia 11.62 tahun atau lebih kurang satu tahun sebelum spermarke. Tahap 3 pada usia 13.01 tahun. Tahap 4 pada usia 14.15 tahun. Tahap 5 terjadi pada usia 16.36 tahun. Perkembangan rambut pubis laki-laki sangat cepat ketika memasuki masa pubertas khususnya setelah usia spermarke. Berdasarkan saat spermarke dan perkembangan rambut pubis tahap tiga, maturasi seksual laki-laki Kabupaten Sragen terjadi pada usia 13 tahun

Lonjakan pertumbuhan berat badan tertinggi terjadi dari usia 9 tahun ke usia 10 tahun sebesar 6.20 kg/th. Pada pertumbuhan tinggi badan lonjakan pertumbuhan terjadi dari usia 12 tahun ke usia 13 tahun sebesar 71.70 mm/th atau 7.17 cm/th. Nilai korelasi Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Berat Badan (BB) adalah 0.83, sedangkan nilai antara IMT dengan Tinggi Badan (TB) adalah 0.29. Persentase Lemak Tubuh (PLT) cenderung terus menurun seiring dengan bertambahnya usia. IMT dan PLT korelasinya positif dengan nilai korealsi 0.26 dan nilai p nya 0.0 %. Pertumbuhan badan laki-laki lebih ditentukan oleh massa bebas lemak (Fat Free Mass / FFM), misalnya tulang, cardiovascular dan otot.

Saran

Gambar

Gambar 1. Jumlah subyek berdasarkan kelompok usia (tahun)
Tabel 2. Jumlah probandus berdasarkan konsumsi makan dalam keluarga
Gambar 3.  Skema perkembangan maturasi seksual laki-laki pada  penelitian
Gambar 4. Penyebaran rambut pubis di sekitar genital laki-laki
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pandangan ini dapat dipahami bahwa menganut agama selain Islam atau beragama yang tidak disertai sikap pasrah dan berserah diri kepada Tuhan adalah suatu sikap yang

Oleh karena itu untuk mengetahui pengaruh intensitas terhadap energi kinetik dengan persamaan dari Wischmier dan Smith (1978) dan Hudson (1985) dapat dilakukan dengan

Analisis rasio keuangan saat ini masih banyak dilakukan dengan perhitungan manual, sehingga akan memakan cukup banyak waktu untuk melakukan perhitungan dan pemilihan

Steers (2004: 109) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai berikut: Komitmen organisasi adalah rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi),

Menurut Alqashan (2008), program pelatihan dipandang lebih menguntungkan dibandingkan dengan sesi konseling konvensional karena beberapa alasan, yaitu: (1)

Pembuatan komposisi lagu sebagai original soundtrack untuk sebuah film tidaklah terlalu sulit jika kita paham tahap – tahap yang harus dilalui dalam pembuatan komposisi

(1) pemilihan VST instrumen dibagi menjadi VST sintesis dan sample yang didukung dengan vst efek (2) proses sound design lebih banyak menggunakan preset (3) proses komposisi

Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Kegunaan* Kandungan kimia** kersik, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol, potasium, sodium, fosfor, vitamin B1, B2, C, katesin,