• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kinerja interkoneksi IPv4 dan IPv6 berbasis DSTM (dual stack transition mechanism)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kinerja interkoneksi IPv4 dan IPv6 berbasis DSTM (dual stack transition mechanism)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

GALLAN SAPUTRA AJI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Oleh:

GALLAN SAPUTRA AJI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

GALLAN SAPUTRA AJI. Analisis Kinerja Interkoneksi IPv4 dan IPv6 Berbasis DSTM (Dual

Stack Transition Mechanism). Dibimbing oleh HERU SUKOCO dan SRI WAHJUNI.

IP versi 6 (IPv6) merupakan protokol Internet baru yang dikembangkan pada tahun 1994 oleh

Internet Engineering Task Force (IETF) untuk menggantikan IP versi 4 (IPv4) yang saat ini tengah mendekati ambang batas alokasi alamatnya. Ruang alamat IPv6 ini menggunakan sistem pengalamatan 128 bits yang berarti mampu mengalokasikan alamat IP sebanyak 296 kali lebih banyak dibandingkan IPv4.

Penyebaran IPv6 dalam menggantikan IPv4 memakan waktu yang sangat lama sehingga pada masa ini akan tercipta kondisi jaringan Internet di mana IPv6 dan IPv4 berjalan bersamaan. Dengan demikian, diperlukan mekanisme transisi untuk menjembatani keduanya agar dapat saling berkomunikasi.

Dual Stack Transition Mechanism (DSTM) merupakan salah satu mekanisme transisi untuk menghubungkan IPv4 dan IPv6. DSTM adalah solusi yang ditujukan untuk jaringan yang

didominasi IPv6.Mekanisme ini memungkinkan komunikasi antara host dalam jaringan dominasi

IPv6 dengan host dalam jaringan lain yang didominasi IPv4 secara efektif dan tanpa modifikasi secara besar-besaran. Melalui penelitian ini, kinerja interkoneksi DSTM dapat diketahui dan dapat memberikan gambaran umum mengenai mekanisme transisi untuk pengembangan jaringan IPv6 di masa mendatang.

Throughput yang dihasilkan interkoneksi berbasis DSTM hanya terpaut kurang dari 11% dibandingkan dengan koneksi IPv4 dan IPv6. Selain itu sistem transisi DSTM terbukti memiliki kinerja yang sangat baik dalam hal utilisasi CPU, round-trip time dan waktu resolusi nama. Berdasarkan pengujian, DSTM memiliki sedikit kelemahan dalam peningkatan fragmentasi pada interkoneksi IPv4 ke IPv6. Peningkatan utilisasi CPU sekitar 3%, RTT yang naik kurang dari 0.7

ms, dan peningkatan waktu resolusi nama sebesar 10 ms tidak akan mempengaruhi kinerja

jaringan secara keseluruhan. Kelemahan DSTM ini dapat dioptimalkan dengan penggunaan link

transmisi dengan MTU yang lebih besar di sisi link transmisi penghubung jaringan IPv4.

(4)

NRP

: G64103015

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Heru Sukoco, S.Si., M.T.

Ir. Sri Wahjuni, M.T.

NIP. 132 282 666

NIP. 132 311 920

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP. 131 473 999

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1985 di Banjarnegara. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Djoko Effendi dan Heru Wahyati.

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa manusia ke arah terang benderang.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, baik selama penelitian berlangsung maupun selama proses penyusunan karya ilmiah ini khususnya kepada Bapak Heru Sukoco, S.Si., M.T. dan Ibu Ir. Sri Wahjuni, M.T. selaku pembimbing.

Dalam menyelesaikan karya tulis ini, penulis mendapatkan banyak sekali bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, antara lain kepada:

1) Papah, Mamah, serta segenap keluarga di Kendal yang senantiasa memahami kesibukan

penulis serta kasih sayang, perhatian, dan dukungannya selama ini.

2) Bapak Dr. Sugi Guritman yang telah bersedia menjadi penguji tugas akhir.

3) Bayu Himawan, Yulia Rahmawati, dan Dhany Nughraha Ramdhany yang telah bersedia

menjadi pembahas pada seminar tugas akhir.

4) Semua Dosen, Staf Pengajar, dan Karyawan Departemen Ilmu Komputer, atas bantuannya

selama ini.

5) Dhiku, Dina, Regi, Holan, Firat, Amel, Dona, dan teman-teman seperjuangan Ilkomerz 40 lainnya untuk pengalaman dan kenangan yang tak ternilai.

6) Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan bantuan selama pengerjaan penelitian ini

namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Bogor, Agustus 2007

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

Ruang Lingkup ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Arsitektur IPv4 ... 1

Struktur Header IPv4 ... 2

Arsitektur IPv6 ... 2

Struktur Header IPv6 ... 3

Mekanisme Transisi ... 3

DSTM ... 4

Bandwidth Management ... 4

DNS ... 4

MTU ... 4

Fragmentasi ... 4

Throughput ... 5

RTT ... 5

Resolusi Nama ... 5

Utilisasi CPU ... 5

METODOLOGI PENELITIAN ... 5

Analisis Kebutuhan Sistem ... 5

Perancangan Sistem ... 6

Pengujian ... 7

Analisis Kinerja Sistem ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

Throughput ... 8

Throughput TCP ... 8

Throughput UDP ... 9

RTT ... 11

Waktu Resolusi Nama ... 12

Utilisasi CPU ... 12

KESIMPULAN DAN SARAN ... 13

Kesimpulan ... 13

Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(8)

DAFTAR TABEL

1 Pembagian kelas IP ... 1

2 Spesifikasi sistem pengujian ... 5

3 Waktu resolusi nama ... 12

4 Utilisasi CPU ... 12

DAFTAR GAMBAR

1 Jaringan dominasi IPv4/IPv6. ... 1

2 Struktur header IPv4. ... 2

3 Contoh penulisan alamat IPv6. ... 3

4 Struktur header IPv6 ... 3

5 Komunikasi data DSTM. ... 4

6 Topologi DSTM. ... 4

7 Konfigurasi sistem koneksi IPv4. ... 6

8 Konfigurasi sistem koneksi IPv6. ... 6

9 Konfigurasi sistem interkoneksi IPv4 dan IPv6 ... 7

10 Throughput TCP jaringan sederhana. ... 8

11 Throughput TCP jaringan IPB. ... 8

12 Throughput UDP jaringan sederhana (pengirim). ... 9

13 Throughput UDP jaringan sederhana (penerima)... 9

14 Throughput UDP jaringan IPB (pengirim). ... 10

15 Throughput UDP jaringan IPB (penerima). ... 10

16 RTT jaringan sederhana. ... 11

17 RTT jaringan IPB. ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengujian throughput TCP/UDP ... 16

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

IP versi 6 (IPv6) merupakan protokol Internet baru yang dikembangkan pada tahun 1994 oleh Internet Engineering Task Force

(IETF) untuk menggantikan IP versi 4 (IPv4) yang saat ini tengah mendekati ambang batas alokasi alamatnya. Ruang alamat IPv4 ini diperkirakan akan habis pada tahun 2011 (Huston 2005). Tujuan utama

dikembangkannya IPv6 adalah untuk

meningkatkan ruang alamat Internet sehingga

mampu mengakomodasi perkembangan

jumlah pengguna Internet yang semakin pesat. IPv4 yang pada dasarnya tidak pernah berubah sejak 1981 memiliki panjang alamat

IP sebesar 32 bits yang artinya hanya mampu

mengakomodasi 232 alamat (Postel 1981). Di lain pihak, IPv6 dengan panjang alamat 128

bits mampu menampung 296 kali jumlah

alamat yang dapat disediakan oleh IPv4 (Deering 1995).

Pengembangan IPv6 akan menciptakan keadaan di mana jaringan yang masih menggunakan IPv4 berdampingan dengan jaringan yang sudah mengimplementasikan IPv6 seperti pada Gambar 1. Oleh karena itu, yang menjadi perhatian utama pada masa ini adalah bagaimana jaringan IPv6 yang telah dikembangkan mampu berinteraksi dengan jaringan IPv4 yang sudah ada sebelumnya.

Dalam implementasi IPv6 ke dalam infrastruktur jaringan Internet yang masih terdapat IPv4 ini, diperlukan mekanisme transisi yang memungkinkan keduanya untuk

saling berhubungan. Mekanisme tunneling

(IPv6-over-IPv4) merupakan solusi utama

pada masa awal pembangunan IPv6.

Tunneling sangat tepat dalam mengampu jaringan yang didominasi IPv4.

Gambar 1 Jaringan dominasi IPv4/IPv6. Seiring dengan pembangunan infrastruktur jaringan berbasis IPv6 yang dimulai pada tahun 1995, IPv6 tidak lagi berada pada masa percobaan. Tahapan akhir pembangunan

protokol Internet ini sudah hampir

menyeluruh terutama di negara-negara Asia-Pasifik (APJII 1996). Dengan demikian, beberapa mekanisme transisi menjadi tidak

sesuai untuk diterapkan pada jaringan yang didominasi IPv6.

Dual Stack Transition Mechanism

(DSTM) merupakan solusi yang ditujukan

untuk jaringan yang didominasi IPv6.

Mekanisme ini memungkinkan komunikasi antara host dalam jaringan dominasi IPv6

dengan host dalam jaringan lain yang

didominasi IPv4 secara efektif dan tanpa modifikasi secara besar-besaran (Bound 2004).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi kinerja interkoneksi antara jaringan IPv6 dan jaringan IPv4 menggunakan mekanisme transisi DSTM.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan ke depan untuk pengembangan jaringan IPv6 dan memberikan

gambaran umum tentang mekanisme

interkoneksi IPv4 dan IPv6.

Ruang Lingkup

Hal-hal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

1 Implementasi interkoneksi menggunakan DSTM.

2 Pengukuran kinerja interkoneksi meliputi

throughput, round-trip time (RTT), utilisasi

CPU, dan waktu resolusi nama (name

resolution time).

TINJAUAN PUSTAKA

Arsitektur IPv4

Sistem pengalamatan IPv4 menggunakan

notasi biner sebesar 32 bits. Sistem

pengalamatan ini dipetakan secara oktet (8

bits) untuk mempermudah pembacaannya.

Jadi secara umum, selain dikatakan sebagai sistem pengalamatan 32 bits, IPv4 juga sering disebut sebagai sistem pengalamatan 4-oktet atau pengalamatan 4-bytes (1 byte = 8 bits).

Pada dasarnya, arsitektur IPv4 menganut konsep classful addressing, yaitu pembagian ruang alokasi alamat ke dalam 5 kelas (50% A, 25% B, 12.5% C, 6.25% D, dan 6.25% E). Bila direpresentasikan dengan notasi desimal, pembagian kelas ini dapat dilihat dari

byte/oktet pertama seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Pembagian kelas IP

Kelas IP Byte pertama

A 0 sampai 127

B 128 sampai 191

(10)

Kelas IP Byte pertama

mengidentifikasikan suatu jaringan sedangkan

hostid menunjukkan satu host spesifik dalam

jaringan tersebut. Kedua bagian memiliki

panjang yang berbeda-beda untuk setiap kelas. Kelas A terdiri dari 1 byte netid dan 3 bytes hostid. Kelas B terbagi dua bagian yang sama yaitu 2 bytes untuk masing-masing netid dan blok, alamat IP memiliki netid yang sama dan

hostid yang berbeda untuk setiap host

sering disebut dengan datagram, selalu

diawali dengan header terlebih dahulu. IPv4

memiliki header berukuran 20 hingga 60

bytes. Besarnya ukuran ini bergantung pada pemakaian informasi options di bagian akhir

header tersebut.

Behrouz A. Forouzan (2003) menjelaskan setiap bagian dari header IPv4 pada Gambar 2 sebagai berikut:

Version (Ver), menunjukkan versi Internet Protocol yang digunakan. Dalam hal ini bernilai 4.

Header Length (Hlen), menunjukkan

ukuran header yang digunakan dalam

satuan per 4 bytes.

Differentiated Services (DS), umumnya disebut juga dengan tipe of service. Bagian ini menunjukkan layanan yang hendak dipakai oleh paket yang bersangkutan.  Total Length, menunjukkan ukuran paket

yang terdiri dari header dan data.

Identification, menunjukkan identitas suatu fragmen yang digunakan dalam penyatuan kembali (reassembly) menjadi paket utuh.

Flags, menunjukkan tanda-tanda tertentu dalam proses fragmentasi.

Fragmentation Offset, menunjukkan posisi setiap fragmen.

Time to Live, menunjukkan jumlah node maksimal yang dapat dilalui oleh setiap paket yang dikirim.

Protocol, menunjukkan protocol di lapisan yang lebih tinggi.

Header Checksum, menunjukkan nilai

yang digunakan dalam pengecekan

kesalahan terhadap header sebelum

dengan sesudah pengiriman.

Source IP Address, menunjukkan alamat pengirim paket.

Destination IP Address, menunjukkan alamat penerima.

Options, menunjukkan informasi yang memungkinkan suatu paket meminta layanan tambahan.

Arsitektur IPv6

Sistem pengalamatan IPv6 disebut juga

dengan IPng (Internet Protocol, next

generation) karena merupakan generasi terbaru pengganti IPv4 sebagai standar IP. IPv6 menggunakan sistem pengalamatan 128

bits, 4 kali lebih besar daripada IPv4 yang artinya mampu menghasilkan alokasi alamat sebesar 2(128-32) kali lebih besar daripada IPv4. Sistem pengalamatan ini dipetakan secara

heksa (16 bits) untuk mempermudah

pembacaannya. Setiap 16 bits tersebut

ditampilkan dalam bentuk section secara

heksadesimal 4 digit dengan dipisahkan oleh tanda titik dua.

Walaupun ditampilkan secara

heksadesimal, IPv6 dirasa terlalu rumit untuk diingat karena panjangnya mencapai 32 digit angka. Selain itu, IPv6 seringkali terdiri dari banyak angka nol sehingga dianggap kurang efisien. Pada kasus tersebut, IPv6 memiliki kelonggaran untuk memperpendek alamatnya dengan ketentuan sebagai berikut:

1 Angka nol yang mengawali setiap section

dapat dihilangkan.

(11)

3 Section yang berurutan dan hanya terdiri dari angka nol dapat diganti dengan tanda titik dua yang ditulis rangkap. Ketentuan ini hanya berlaku satu kali penulisan. Sebagai contoh penulisannya, dapat dilihat pada Gambar 3.

58DD:0000:0000:0000:FF01:0000:0000:08AC

58DD:0:0:0:FF01:0:0:8AC

58DD::FF01:0:0:8AC

Gambar 3 Contoh penulisan alamat IPv6. Pada dasarnya, IPv6 terdiri dari 2 bagian utama yaitu prefiks yang menunjukkan tipe pengalamatan dan sisanya mengikuti sistem yang digunakan prefiks tersebut. Provider

-based unicast address merupakan tipe prefiks yang umum digunakan sebagai pengalamatan

unicast pada host yang spesifik. Pengalamatan

unicast memungkinkan suatu host

berkomunikasi dengan satu host yang lain.

Provider-based unicast address

menggunakan prefiks 3 bits berupa “010”

dengan diikuti sistem pengalamatannya

sebagai berikut (Forouzan 2003):

1 Registry identifier, 5 bits penunjuk agensi pusat IPv6 yang telah mengalokasikan alamatnya. Sebagai contoh, untuk kawasan Asia-Pasifik dengan agensi pusat APNIC menggunakan kode 10100.

2 Provider identifier, menunjukkan ISP (Internet Service Provider) yang digunakan. Umumnya menggunakan 16

bits.

3 Subscriber identifier, menunjukkan kode

berlangganan terhadap ISP tertentu.

Umumnya menggunakan 24 bits.

4 Subnet identifier, menunjukkan subnet

(sub jaringan) spesifik yang berada di bawah manajemen pengguna. Umumnya menggunakan 32 bits.

5 Node identifier, menunjukkan alamat

spesifik suatu host di bawah subnet

tertentu. Umumnya menggunakan 48 bits.

Struktur Header IPv6

Datagram IPv6 terbagi menjadi dua

bagian utama yaitu header dan payload.

Header IPv6 memiliki ukuran yang tetap yakni 40 bytes. Akan tetapi, terdapat header

tambahan (extension) untuk meningkatkan

fungsionalitasnya di bagian payload. Dengan

demikian, payload berisikan data paket

beserta header tambahan tersebut.

VER (Extension headers + Data packet)

Gambar 4 Struktur header IPv6. Behrouz A. Forouzan (2003) menjelaskan setiap bagian dari header IPv6 pada Gambar 4 sebagai berikut:

Version (VER), menunjukkan versi

Internet Protocol yang digunakan. Dalam hal ini bernilai 6.

Priority (PRI), menunjukkan prioritas paket dalam menghadapi padatnya trafik.  Flow Label, menunjukkan nilai khusus

yang ditujukan kepada router untuk lebih mengendalikan flow (aliran paket).

Payload Length, menunjukkan besarnya ukuran payload.

Next Header, menunjukkan header

berikutnya yang tidak lain adalah header

tambahan yang ada di bagian payload.

Hop Limit, menunjukkan jumlah jalur maksimal yang dapat dilalui oleh setiap paket yang dikirim.

Source Address, menunjukkan alamat pengirim paket.

Destination Address, menunjukkan tujuan akhir pengiriman paket.

Mekanisme Transisi

Mekanisme transisi secara umum

didefinisikan sebagai sekumpulan teknik yang berupaya agar node IPv6 dapat saling berkomunikasi dengan node IPv4 yang sudah ada sebelumnya (Chown 2002). Mekanisme

ini terbagi menjadi empat kategori

berdasarkan teknik yang digunakan, yaitu

mekanisme hybrid (dual IPv4/IPv6),

aplication-layer gateways, penerjemahan

protokol, dan tunneling. Masing-masing

kategori tersebut memiliki cara kerja dan tujuan yang berbeda-beda.

(12)

menghubungkan IPv4 dan IPv6 dengan cara enkapsulasi-dekapsulasi paket. Secara umum

tunneling berupa IPv6-over-IPv4 yaitu membungkus paket IPv6 ke dalam paket IPv4 untuk kemudian dibuka kembali. Mekanisme ini sangat sesuai dalam kondisi jaringan yang didominasi IPv4 dan keberadaan node IPv6 yang menyebar tidak beraturan untuk saling berkomunikasi. Akan tetapi mekanisme ini kurang sesuai jika suatu jaringan didominasi IPv6. DSTM sebagai salah satu mekanisme

tunneling terbaru menggunakan sistem yang berkebalikan yaitu IPv4-over-IPv6.

DSTM

Dual Stack Transition Mechanism

(DSTM) merupakan salah satu mekanisme transisi tunneling (IPv4-over-IPv6) dengan membungkus paket IPv4 ke dalam bentuk paket IPv6 di sisi host IPv6 untuk kemudian dibuka kembali di batas akhir IPv6 ke IPv4 dan dikirim menuju host dalam jaringan IPv4 (Bound 2002). Begitu pula sebaliknya untuk arah yang berlawanan. Mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar 5 Komunikasi data DSTM.

DSTM client (IPv6) dapat berkomunikasi

dengan host IPv4 dengan cara meminta alamat

IPv4 terlebih dahulu ke server DSTM. Server

DSTM memberikan IPv4 secara dinamis

kepada DSTM client yang kemudian

dipetakan (address mapping) dengan alamat

IPv6-nya dalam cache (penyimpanan

sementara). Setelah mendapatkan IPv4

tersebut, DSTM client akan membangun

Dynamic Tunnel Interface (DTI) sebagai jalur khusus paket IPv4. Paket IPv4 yang akan

dikirim oleh DSTM client akan dibungkus

dalam paket IPv6 menuju DSTM Tunnel End

Point (DSTM TEP) untuk dibuka kembali dan dikirim sesuai tujuannya di jaringan IPv4. Topologi DSTM dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Topologi DSTM.

DSTM juga memungkinkan komunikasi sebaliknya antara host dalam jaringan IPv4 dengan jaringan IPv6. Dengan membaca

address mapping dalam cache yang telah disediakan secara temporal sebelumnya, komunikasi data dapat segera berjalan. Namun jika address mapping tidak ada atau sudah hilang, maka perlu berhubungan dengan

Domain Name System (DNS) untuk

mengarahkan alamat sebenarnya dalam

jaringan IPv6 (Ruiz 2002).

Bandwidth Management

Bandwidth adalah ukuran banyaknya bits

maksimum yang dapat dikirim dan atau diterima dari satu komputer ke komputer lainnya dalam satu satuan waktu.

Bandwidth management adalah sistem yang berusaha mengoptimalkan penggunaan

bandwidth untuk semua bagian dari suatu jaringan. Walaupun demikian, sistem ini tidak

bertujuan untuk meningkatkan kinerja

jaringan (Visolve 2002).

DNS

Domain Name System (DNS) adalah sebuah sistem basis data terdistribusi yang berisi keterkaitan nama-nama host dan alamat IP (Blank 2004). DNS dibangun untuk memudahkan dalam mengingat nama-nama

host tanpa perlu mengetahui alamat IP yang

sebenarnya dari host tersebut. Secara

sederhana, prinsip kerja DNS adalah

memetakan sebuah nama host ke dalam

sebuah alamat IP atau sebaliknya. Klien DNS menggunakan prosedur yang dinamakan

resolver untuk meminta alamat IP yang sesuai dengan nama host yang diberikannya kepada

server DNS.

MTU

Maximum Transmission Unit (MTU)

adalah batasan maksimum datagram yang

dapat dibawa dalam sebuah frame pada

lapisan kedua pemodelan TCP/IP. Layer ini tidak didisain untuk dapat menerima atau

mengirim datagram yang berukuran lebih dari

yang ditetapkan MTU. Datagram merupakan

paket hasil enkapsulasi data berdasarkan protokol IP yang dipergunakan, sedangkan

frame adalah datagram yang dienkapsulasi sesuai protokol fisik jaringan (Forouzan 2003).

Fragmentasi

(13)

lebih besar dari MTU yang telah ditetapkan.

Jika paket tersebut memiliki ukuran datagram

yang lebih besar maka harus dipecah menjadi fragmen-fragmen yang berukuran tidak lebih dari MTU. Proses pemecahan paket menjadi lebih kecil inilah yang disebut fragmentasi.

Masing-masing fragmen dikirim secara

individu ke tujuannya. Setelah semua fragmen

diterima oleh host tujuan kemudian akan

disusun kembali menjadi paket yang utuh (Forouzan 2003).

Throughput

Throughput didefinisikan sebagai besarnya paket data yang diperoleh pada satuan waktu tertentu secara aktual.

Throughput =

Throughput secara umum merupakan ukuran aktifitas dalam suatu komunikasi.

Nilai throughput yang besar menunjukkan

kinerja jaringan yang tinggi (Peterson 2003).

RTT

Round-trip time (RTT) adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan oleh suatu paket untuk

melakukan perjalanan dari suatu host

pengirim ke host tujuan kemudian kembali lagi ke pengirimnya. Besarnya nilai RTT

menunjukkan keterlambatan (delay) yang

semakin besar pula. Sebaliknya, nilai RTT yang kecil menunjukkan kinerja jaringan yang baik (Peterson 2003).

Resolusi Nama

Resolusi nama adalah proses pencarian

alamat IP yang sesuai dengan nama host yang

diberikan. Proses tersebut meliputi pengiriman kueri ke suatu DNS untuk meminta alamat IP yang terkait dengan namanya dan pengiriman

kembali hasil pencarian ke host yang

melakukan permintaan (Peterson 2003).

Utilisasi CPU

Utilisasi CPU merupakan persentase ukuran alokasi penggunaan CPU dalam melakukan suatu proses (Blank 2004). Pengukuran dalam penelitian ini dilakukan di komputer yang berlaku sebagai perantara antar jaringan untuk melihat beban yang ditimbulkan oleh sistem. Komputer perantara

yang dimaksud adalah router DSTM.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Andra Rizky

Aquary 2005. Pada penelitian sebelumnya berfokus pada mekanisme NAT-PT yang terbukti memakan utilisasi CPU terlalu besar dan mengalami kegagalan dalam menangani paket-paket berukuran lebih besar dari MTU.

Penelitian ini akan mengevaluasi kinerja pada mekanisme DSTM. Beberapa ukuran kinerja (throughput, RTT, waktu resolusi nama, dan utilisasi CPU) yang akan diamati

dalam penelitian ini diperoleh dengan

melakukan serangkaian pengujian.

Analisis Kebutuhan Sistem

Sistem uji akan dibangun dengan

menggunakan tiga buah komputer yang salah

satunya berperan sebagai router dengan

sistem multihomed (penggunaan lebih dari

satu kartu jaringan). Spesifikasi ketiga komputer tersebut tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2 Spesifikasi sistem pengujian

A B C

Selain itu, perangkat lunak yang digunakan yaitu

 Iperf, merupakan pembangkit trafik yang

dapat mengirimkan paket-paket TCP (Transmission Control Protocol) maupun

UDP (User Datagram Protocol) dalam

jumlah yang sangat besar. Iperf juga memiliki kemampuan untuk menghitung

throughput suatu jaringan berdasarkan paket-paket yang telah dikirimkannya.

 Ping/Ping6, merupakan aplikasi jaringan

yang biasa digunakan untuk mengecek

konektifitas antara dua host dalam

jaringan. Ping mengirim paket ICMP (Internet Control Message Protocol) berupa echo request dan akan menerima

echo reply jika terhubung dengan host

yang dituju. Ping juga melaporkan waktu yang dibutuhkan oleh proses tersebut.

 Iostat, merupakan aplikasi yang

(14)

penggunaan CPU dan hardisk. Dalam

penelitian ini, pengukuran hanya

difokuskan pada penggunaan CPU.

 Dig, merupakan aplikasi yang melakukan

request (permintaan) alamat IP kepada

server DNS dengan mengirimkan nama

host dan menampilkan jawaban yang

diberikan server DNS. Dig melaporkan

selisih waktu antara pengiriman request

hingga diterimanya jawaban tersebut.

 Ethereal, merupakan aplikasi penangkap

informasi tentang paket-paket yang

berlalu-lalang dalam jaringan. Ethereal

dapat membantu mencari dan

menyelesaikan masalah yang terjadi pada

jaringan dengan informasi yang

ditangkapnya.

 Gawk, merupakan perangkat lunak yang

berfungsi menguraikan isi suatu file atau

sering disebut dengan parsing. Gawk

menelusuri isi file secara baris-per-baris dengan pola tertentu dan kemudian melakukan seleksi terhadap data yang akan dicari.

 Gnuplot, merupakan perangkat lunak

yang berfungsi membangun grafik

berbasis command-line. Perangkat ini

mampu menghasilkan berbagai macam grafik dengan baik. Beragam pilihan dengan fungsi khusus pun tersedia di dalamnya.

Perancangan Sistem

Untuk melakukan pengujian dibutuhkan 3 sistem uji yang berbeda. Sistem pertama merupakan sistem koneksi dengan jaringan hanya IPv4, sistem kedua adalah sistem koneksi dengan jaringan hanya IPv6, dan sistem terakhir adalah interkoneksi yang menggabungkan penggunaan jaringan IPv4 dan IPv6. Ketiga sistem pengujian tersebut dibangun di lab pribadi dan lab Departemen Ilmu Komputer.

Sistem Koneksi IPv4 (IPv4 ke IPv4)

Pada pengujian ini sistem akan disusun dengan hanya menggunakan pengalamatan IPv4. Konfigurasi alamat untuk sistem ini adalah sebagai berikut:

 Komputer A dikonfigurasikan dengan

alamat 192.168.2.11/24.

 Komputer B dikonfigurasikan sebagai

router dengan 2 alamat, yaitu 192.168.2.1/24 dan 192.168.0.1/24.

 Komputer C dikonfigurasikan dengan

alamat 192.168.0.11/24.

Pengujian dilakukan satu arah dengan aliran trafik dari komputer A menuju ke komputer C. Gambar 7 menunjukkan implementasi sistem pengujian tersebut.

Gambar 7 Konfigurasi sistem koneksi IPv4. Untuk mengamati kinerja koneksi IPv4 di jaringan yang lebih kompleks, pengujian juga dirancang di jaringan IPB dengan konfigurasi alamat otomatis. Aliran trafik dilakukan searah menuju server 172.17.0.11/24 untuk

pengujian throughput dan server

172.17.0.18/24 untuk pengujian RTT.

Pengujian throughput dan RTT dilakukan di alamat yang terpisah karena keterbatasan akses yang diijinkan.

Sistem Koneksi IPv6 (IPv6 ke IPv6)

Sistem pengujian ini menggunakan

konfigurasi IPv6 sebagai berikut.

 Komputer A dikonfigurasikan dengan

alamat 2000:1::11/96.

 Komputer B dikonfigurasikan sebagai

router dengan 2 alamat, yaitu 2000:1::1/96 dan 2000:2::1/96.

 Komputer C dikonfigurasikan dengan

alamat 2000:2::11/96.

Gambar 8 Konfigurasi sistem koneksi IPv6. Pengujian dilakukan satu arah dari komputer

A menuju komputer C. Gambar 8

menunjukkan implementasi sistem pengujian tersebut. Sistem pengujian ini tidak dapat dirancang di intranet IPB karena jaringan IPB belum mengimplementasikan IPv6.

Sistem Interkoneksi IPv4 dan IPv6

Sistem pengujian ini menggunakan

konfigurasi IPv6 dan IPv4 sebagai berikut.

 Komputer A dikonfigurasikan dengan

alamat 192.168.0.11/24.

 Komputer B dikonfigurasikan sebagai

(15)

 Komputer C dikonfigurasikan dengan alamat IPv6 2000:2::11/96.

Pengujian dilakukan secara dua arah dengan aliran trafik dari komputer A menuju ke komputer C dan sebaliknya dari komputer C

menuju ke komputer A. Gambar 9

menunjukkan implementasi sistem pengujian tersebut.

Gambar 9 Konfigurasi sistem interkoneksi IPv4 dan IPv6.

Sistem pengujian ini dirancang juga di jaringan IPB dengan konfigurasi sebagai berikut:

 Komputer A dikonfigurasikan dengan

alamat IPv4 secara otomatis. Dalam hal ini, alamat IPv4 yang digunakan adalah 172.18.78.111/24.

 Komputer B dikonfigurasikan sebagai

router DSTM dengan alamat IPv6 berupa 2000:2::1/96 dan alamat IPv4 berupa 172.18.78.110/24

 Komputer C sebagai host IPv4 ditetapkan

di server proxy yang beralamatkan

172.17.0.11/24 untuk pengujian

throughput dan 172.17.0.18/24 untuk pengujian RTT.

Pengujian

Pengujian dilakukan dengan menggunakan kapasitas jalur transmisi 100 Mbps dan waktu pengujian yang bervariasi untuk setiap ukuran kinerja yang diamati.

Agar mendapatkan hasil yang lebih mewakili perilaku trafik secara umum, maka diberlakukan parameter lain selain kedua di atas. Parameter tersebut adalah ukuran paket yang masing-masing berukuran 64, 128, 256, 512, 768, 1024, 1536, 1792, dan 2048 bytes. Keragaman ukuran paket diperlukan untuk dapat melihat perilaku fragmentasi yang terjadi pada masing-masing pengujian.

Pengukuran kinerja dalam hal throughput

meliputi dua jenis trafik yang dialirkannya. Kedua jenis trafik tersebut adalah trafik TCP dan UDP. Pengujian trafik TCP dilakukan dengan variasi ukuran paket seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Hal yang sama juga berlaku pada pengujian dengan trafik

UDP. Trafik UDP yang dialirkan

menggunakan bandwidth 100 Mbps.

Pengujian UDP dilakukan di dua sisi yang

berbeda yaitu pengirim dan penerima karena UDP bersifat unreliable yang berarti data yang terkirim belum tentu semuanya diterima.

Pengujian throughput TCP/UDP ini

menggunakan perangkat lunak iperf, gawk, ethereal, dan gnuplot.

Pengukuran kinerja RTT dilakukan dengan

menggunakan bantuan perangkat lunak

ping/ping6, gawk, ethereal, dan gnuplot. Variasi ukuran paket juga diberlakukan dalam pengujian ini. Pengukuran RTT dilakukan selama 60 detik. Dalam kurun waktu tersebut dikirimkan sebanyak 60 paket ICMP dan dicatat waktunya. Untuk selanjutnya, RTT yang dihasilkan di setiap pengujian diambil nilai rata-ratanya.

Utilisasi CPU diukur dengan

menggunakan iostat dan gawk selama 60

detik. Pengujian dilakukan dengan

mengalirkan trafik dalam jumlah besar

melalui router untuk melihat beban yang

diberikan kepada CPU router tersebut.

Pencatatan beban CPU dilakukan setiap satu detik sekali kemudian hasil pencatatan tersebut dirata-ratakan.

Pengujian lainnya yaitu pengukuran waktu resolusi nama yang dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 60 kali dengan menggunakan dig, ethereal, dan gawk. Hal ini perlu diketahui karena merupakan salah satu proses yang pertama kali terjadi ketika suatu

host akan berkomunikasi dengan host lainnya

dengan menggunakan nama host tersebut

sebagai inisial alamatnya. Proses resolusi nama sangat sering digunakan karena nama suatu alamat IP lebih mudah diingat daripada alamat itu sendiri.

Analisis Kinerja Sistem

Hasil-hasil pengukuran kinerja

interkoneksi IPv4 dan IPv6 kemudian

dianalisis dengan cara membandingkannya dengan hasil pengukuran kinerja koneksi IPv4 dan juga koneksi IPv6. Ukuran kinerja yang

akan dibandingkan meliputi throughput,

round-trip time, utilisasi CPU, dan waktu resolusi nama.

Dari hasil perbandingan tersebut

diharapkan dapat terlihat perbedaan kinerja di antara beberapa konfigurasi sistem pengujian. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan fitur yang menyertai masing-masing protokol misalnya permasalahan fragmentasi atau

perbedaan struktur header. Analisis yang

(16)

diperoleh gambaran yang lebih baik tentang apa yang terjadi di jaringan dan dapat segera diketahui penyebab suatu permasalahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian ini ditampilkan dalam bentuk grafik untuk mempermudahkan dalam mengamati perbedaan kinerja yang terjadi antara beberapa jenis koneksi dan interkoneksi yang diujicobakan.

Throughput

Pengukuran throughput dilakukan untuk

dua jenis trafik yang berbeda yaitu TCP dan UDP. Keduanya merupakan protokol utama lapisan transport yang digunakan dalam dunia jaringan/Internet.

Throughput TCP

Pengujian throughput TCP dilakukan di

dua jaringan yang berbeda. Pengujian pertama dilakukan di jaringan sederhana yang hanya terdiri dari 3 node dengan semua variasi koneksi dan interkoneksi. Pengujian kedua dilakukan di jaringan IPB dengan hanya menerapkan sistem uji koneksi IPv4 saja tanpa menyertakan koneksi IPv6 karena IPB belum mengimplementasikan IPv6 secara

keseluruhan. Akan tetapi, pengukuran

interkoneksi IPv6 ke IPv4 dan IPv4 ke IPv6

dapat dilakukan berkat diijinkannya

penggunaan server proxy sebagai salah satu node dalam pengujian.

Gambar 10 menunjukkan hasil pengujian

throughput TCP pada pengujian pertama. Hasil pengujian ini terlihat sangat rata karena dilakukan di jaringan sederhana yang relatif bersih dari trafik lain. Secara umum,

throughput mengalami penurunan di

parameter ukuran paket 64 bytes karena

ukuran tersebut kurang ideal dalam

menghasilkan throughput yang optimal.

Komunikasi akan dipadati oleh banyaknya paket-paket kecil sehingga flow control akan memperlambat pengiriman paket tersebut.

Flow control merupakan mekanisme TCP dalam memperlambat laju pengiriman paket jika host penerima tidak mampu menghadapi trafik yang terlalu padat.

Pada grafik terlihat bahwa throughput

antara koneksi IPv4 dan koneksi IPv6 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Throughput TCP yang didapat dari koneksi IPv6 hanya terpaut 1% s/d 3% lebih rendah daripada koneksi IPv4. Perbedaan ini terjadi karena paket IPv6 pada dasarnya memiliki

header 20 bytes lebih besar daripada paket IPv4.

Gambar 10 Throughput TCP jaringan

sederhana.

Di satu sisi, interkoneksi IPv4 ke IPv6 dan IPv6 ke IPv4 menunjukkan hasil yang

berhimpitan. Throughput TCP yang didapat

dari interkoneksi IPv4 ke IPv6 dan IPv6 ke IPv4 terpaut 5% s/d 7% dari koneksi IPv4. Dengan demikian, mekanisme transisi DSTM

terbukti tidak terlalu mempengaruhi

throughput TCP yang didapat.

Gambar 11 menunjukkan hasil pengukuran

throughput TCP pada jaringan intranet IPB. Dari grafik tersebut, throughput IPv6 ke IPv4

hampir selalu berhimpitan dengan throughput

koneksi IPv4. Hanya saja pada saat

menggunakan parameter paket berukuran 256

bytes, hasil pengukuran terkesan berbeda. Hal ini terjadi diperkirakan karena pengaruh faktor

kesibukan trafik. Secara umum, throughput

TCP IPv6 ke IPv4 hanya terpaut 1% s/d 11% saja dari koneksi IPv4.

(17)

Di lain sisi, hasil pengukuran IPv4 ke IPv6 menunjukkan hasil yang jauh di bawah normal. Hal ini terjadi karena adanya

bandwidth management yang diterapkan IPB

dalam mengatur jumlah throughput yang

diterima sisi node server proxy yang dijadikan sebagai host IPv4. Hal ini tidak berpengaruh

pada pengukuran throughput koneksi IPv4

dan interkoneksi IPv6 ke IPv4 karena pengukuran dilakukan dari sisi node jaringan penguji.

Grafik pada Gambar 9, 10 dan 11 menampilkan garis yang tidak terputus. Hal

ini menunjukkan bahwa fragmentasi

berlangsung dengan baik di setiap pengiriman paket. Kegagalan fragmentasi sama sekali tidak terjadi dalam setiap pengujian.

Pengujian throughput TCP di jaringan IPB membuktikan bahwa interkoneksi berbasis DSTM menghasilkan kinerja yang hanya terpaut sekitar 10% dari koneksi IPv4.

Walaupun throughput yang didapat tidak

setinggi koneksi IPv4, namun perbedaan ini tidak akan banyak mempengaruhi kinerja jaringan IPB secara keseluruhan.

Throughput UDP

Pengujian throughput UDP juga dilakukan

di dua jaringan yang berbeda seperti halnya dalam pengujian throughput TCP. Selain itu, pengukuran dilakukan dari dua sisi yang berbeda yaitu pengirim dan penerima. Hal ini dilakukan karena sifat UDP yang lebih berorientasi pada komunikasi antar proses daripada komunikasi antar host itu sendiri.

Hasil throughput UDP jaringan sederhana

yang diukur dari sisi pengirim dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Throughput UDP jaringan

sederhana (pengirim).

Pada gambar tersebut, grafik menunjukkan hasil pengukuran saling berhimpitan. Koneksi IPv4 mempunyai kinerja yang lebih baik daripada koneksi IPv6 untuk paket kecil berukuran 64, 128, dan 256 bytes. Sebaliknya, kinerja koneksi IPv6 menunjukkan hasil yang lebih baik daripada koneksi IPv4 untuk paket berukuran lebih besar atau sama dengan 512

bytes. Hal ini terjadi karena ukuran header

IPv6 berfungsi lebih optimal daripada header

IPv4 pada ukuran paket yang besar. Perbedaan ukuran header yang lebih besar antara IPv6 dan IPv4 tidak berpengaruh buruk pada

throughput UDP saat mengirim paket berukuran besar, namun justru sebaliknya.

Kinerja interkoneksi IPv4 ke IPv6 dalam komunikasi UDP menunjukkan hasil yang selalu berhimpitan dengan interkoneksi IPv6 ke IPv4. Selain itu, pada ukuran paket 512

bytes ke atas, pengujian juga menunjukkan hasil yang selalu berhimpit dengan koneksi IPv4. Hal ini membuktikan bahwa dalam komunikasi UDP, kinerja throughput dari sisi pengirim untuk kedua interkoneksi berbasis DSTM tersebut tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan dengan koneksi IPv4. Bahkan, hasilnya sangat berhimpit untuk paket yang berukuran besar.

Gambar 13 menunjukkan hasil throughput

UDP jaringan sederhana yang diukur dari sisi

penerima. Pengujian throughput tersebut

menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan pengujian sebelumnya yang diukur dari sisi pengirim. Hal ini terjadi karena kedua pengujian tersebut dilakukan di jaringan sederhana yang bersih dari trafik lain.

Gambar 13 Throughput UDP jaringan

sederhana (penerima).

(18)

parameter ukuran paket. Walaupun demikian, koneksi IPv6 masih menunjukkan kinerja yang sedikit lebih baik daripada koneksi IPv4.

Throughput kedua interkoneksi di pengujian ini menunjukkan hasil yang sama dan selalu berhimpitan dengan koneksi IPv4. Hal ini membuktikan bahwa interkoneksi

berbasis DSTM menghasilkan throughput

UDP dari sisi penerima dengan sangat baik dan cenderung sama dengan koneksi IPv4.

Pengujian throughput UDP yang

dilakukan di jaringan IPB menunjukkan kinerja yang sedikit berbeda. Hasil pengujian

throughput dari sisi pengirim dapat dilihat

pada Gambar 14. Pengukuran kinerja

interkoneksi IPv6 ke IPv4 menghasilkan kurva throughput UDP dari sisi pengirim yang tidak berhimpitan dengan interkoneksi IPv4 ke IPv6. Hal ini terjadi karena pengukuran kedua interkoneksi tersebut dilakukan dari arah yang berbeda.

Pengukuran throughput UDP interkoneksi

IPv6 ke IPv4 dilakukan dari arah DSTM client

menuju host IPv4 yang dalam hal ini adalah

server proxy IPB dengan alamat 172.17.0.11/24. Hasil pengukuran tersebut relatif sama dengan pengukuran di jaringan sederhana. Kinerja interkoneksi IPv6 ke IPv4 selalu berhimpitan dengan koneksi IPv4 dan hanya terpaut 0.5% s/d 20%. Penurunan ini terjadi karena trafik UDP yang dialirkan harus melalui router DSTM terlebih dahulu untuk mencapai host IPv4. Di lain pihak, koneksi IPv4 dapat secara langsung mengalirkan

paket-paket UDP-nya menuju server proxy

tersebut.

Gambar 14 Throughput UDP jaringan IPB

(pengirim).

Kinerja interkoneksi IPv4 ke IPv6 diukur dari arah yang berbeda. Pengukuran dilakukan dengan mengalirkan trafik UDP dari host IPv4

(server proxy IPB) ke host IPv6 (DSTM

client). Proses mengalirkan trafik ini

mengalami bottleneck yaitu penurunan

bandwidth di bagian tertentu dari jalur yang dilaluinya. Bottleneck terjadi karena adanya

bandwidth management yang diterapkan

untuk menjamin pembagian bandwidth di

jaringan IPB.

Pengiriman trafik UDP dari koneksi IPv4 dan interkoneksi IPv6 ke IPv4 tidak

terpengaruh oleh bandwidth management. Hal

ini terjadi karena pada dasarnya UDP bersifat

unreliable yakni pengiriman dilakukan dengan mengabaikan status paket setelah dikirim dan tanpa adanya proses pengiriman

ulang (retransmission) jika mengalami

kegagalan. Selain itu, UDP juga tidak

menerapkan mekanisme flow control sehingga

aliran trafik dilakukan secara terus menerus tanpa memperdulikan kondisi host tujuan.

Transmisi UDP yang begitu sederhana berimbas pada throughput yang diterima oleh

host tujuan. Hasil pengukuran di sisi penerima dapat dilihat di Gambar 15. Pada gambar tersebut, grafik menunjukkan hasil yang jauh

berbeda dari pengukuran sebelumnya.

Penurunan throughput UDP di sisi penerima sangat jelas terlihat pada koneksi IPv4 dan interkoneksi IPv6 ke IPv4. Walaupun tidak menutup kemungkinan dipengaruhi oleh sibuknya trafik saat itu, namun hal ini lebih

disebabkan bandwidth management dalam

membatasi trafik yang masuk ke host tujuan.

Gambar 15 Throughput UDP jaringan IPB

(penerima).

Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh interkoneksi IPv4 ke IPv6. Throughput saat pengiriman menunjukkan hasil yang tidak terlalu tinggi seperti koneksi IPv4 ataupun

interkoneksi IPv6 ke IPv4. Walaupun

(19)

bandwidth management tersebut dapat diteruskan dengan baik tanpa mempengaruhi

throughput UDP di sisi host penerima yang dalam hal ini adalah DSTM client (IPv6).

Pengujian throughput TCP/UDP di

jaringan sederhana pada dasarnya mampu mewakili kinerja interkoneksi IPv4 dan IPv6 berbasis DSTM secara keseluruhan. Di lain sisi, pengujian di jaringan IPB lebih mampu

menggambarkan kinerja DSTM dalam

padatnya trafik jaringan kompleks. Meskipun demikian, pengujian di jaringan IPB terbentur

oleh bandwidth management yang diterapkan.

Oleh karena itu, tidak semua pengukuran di jaringan IPB menunjukkan kinerja yang sebenarnya.

RTT

Pengujian round-trip time juga dilakukan di dua jaringan yang berbeda. Pengujian pertama dilakukan di jaringan sederhana yang hanya terdiri dari 3 node dengan semua variasi koneksi dan interkoneksi. Pengujian kedua dilakukan di jaringan IPB dengan semua variasi sistem uji kecuali koneksi IPv6.

Hasil pengukuran RTT di jaringan sederhana ditunjukkan oleh Gambar 16. Perbandingan kinerja RTT antara koneksi IPv4 dan IPv6 menunjukkan bahwa IPv6 lebih unggul dengan perolehan waktu yang lebih cepat daripada IPv4. Hasil yang sama diperoleh di hampir semua parameter ukuran

paket. Penggunaan header yang lebih

sederhana membantu mengurangi delay saat

melewati router atau perangkat lain. Header

IPv6 memiliki bentuk yang terpisah antara bagian utama dan bagian pelengkap. Hal ini

mempercepat proses routing karena router

hanya melihat bagian utamanya saja.

Gambar 16 RTT jaringan sederhana.

Pengukuran interkoneksi IPv4 ke IPv6 dan IPv6 ke IPv4 menunjukkan hasil yang selalu berhimpitan dengan koneksi IPv4. Hal ini membuktikan bahwa interkoneksi berbasis

DSTM tidak menghasilkan delay yang

mempengaruhi penurunan kinerja jaringan secara keseluruhan.

Pengukuran RTT di jaringan IPB

ditunjukkan pada Gambar 17. Pada dasarnya kinerja kedua interkoneksi dan koneksi IPv4 menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara signifikan. Pengukuran koneksi IPv4 diukur secara langsung dengan mengirim paket

ICMP berupa echo request menuju host

tujuan. Di lain sisi, pengukuran pada

interkoneksi diharuskan melewati router

DSTM terlebih dahulu. Walaupun demikian, perbedaan kinerja RTT antara 0.1 ms hingga 0.7 ms tidak akan banyak mempengaruhi trafik pada umumnya.

Gambar 17 RTT jaringan IPB. Interkoneksi IPv6 ke IPv4 menghasilkan RTT yang lebih baik dibandingkan IPv4 ke IPv6. Hal ini terjadi karena dalam pengiriman paket ICMP berupa echo request, pencarian

host tujuan mengalami sedikit perbedaan di antara keduanya. Pada interkoneksi IPv6 ke IPv4, paket dikirim dengan melewati router

DSTM yang memang berada dalam satu jaringan IPv6 dengannya. Dengan demikian, proses pencarian host tujuan dapat segera dilaksanakan melalui forwarding (pengalihan)

router tersebut. Di lain pihak, interkoneksi IPv4 ke IPv6 harus mencari host tujuan di

router lain terlebih dahulu sebelum

menemukannya di router DSTM. Hal ini

meningkatkan delay yang diterima setiap

paket. Penerapan DSTM pada jaringan dominasi IPv6 dipastikan akan mengurangi

(20)

Waktu Resolusi Nama

Kinerja waktu resolusi nama menunjukkan

kemampuan server DNS untuk menjawab

kueri/permintaan client untuk sebuah alamat yang sesuai. Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran waktu resolusi nama untuk koneksi IPv4 dan interkoneksi IPv6 ke IPv4.

Pengujian tidak dapat dilakukan untuk koneksi IPv6 dan interkoneksi IPv4 ke IPv6 karena keterbatasan DNS IPB yang hanya mencakup IPv4 saja. Selain itu, pengukuran juga hanya dilakukan di jaringan IPB saja karena keterbatasan waktu dan jumlah komputer yang tersedia dalam membangun

server DNS IPv4/IPv6 di jaringan sederhana.

Tabel3 Waktu resolusi nama

Arah komunikasi Waktu resolusi

nama (rataan ms)

IPv4 ke IPv4 20.51667

IPv6 ke IPv4 30.36667

Pada tabel tersebut terlihat bahwa koneksi IPv4 mengungguli kinerja interkoneksi IPv6 ke IPv4. Perbedaan ini lebih dikarenakan perbedaan jalur yang ditempuh keduanya. Jalur yang ditempuh interkoneksi IPv6 ke IPv4 harus melewati router DSTM terlebih dahulu. Perbedaan waktu resolusi nama yang hanya terpaut 10 ms saja tidak akan banyak mempengaruhi lamanya proses permintaan

alamat tersebut. Hasil pengukuran ini

dipastikan akan berbeda jika IPv6 diterapkan di jaringan intranet IPB secara dominan

dengan keberadaan server DNS berdekatan

dengan router DSTM ataupun TEP yang

beralamatkan IPv4. Pada dasarnya, jika jalur yang ditempuh sama maka waktu resolusi nama yang dihasilkan interkoneksi IPv6 ke

IPv4 tidak akan terpaut banyak bila

dibandingkan dengan koneksi IPv4.

Utilisasi CPU

Pengujian untuk mengetahui utilisasi CPU hanya dilakukan pada sistem uji jaringan sederhana saja. Hal tersebut tidak dilakukan pada jaringan kompleks seperti IPB karena hasilnya akan relatif sama.

Pengujian meliputi empat jenis arah komunikasi yaitu IPv4 ke IPv4, IPv4 ke IPv6, IPv6 ke IPv4, dan IPv6 ke IPv6. Khusus untuk IPv4 ke IPv4, pengujian dilakukan tanpa peran serta DSTM sebagai router pembatas antar jaringan. Keempat pengujian tersebut dilakukan dengan mengirimkan trafik TCP

dan UDP dengan paket berukuran 2048 bytes

selama 60 detik. Ukuran paket ini digunakan

untuk melihat besarnya utilisasi CPU yang terjadi di router terkait dengan fragmentasi yang terjadi. Utilisasi CPU ini meliputi pemakaian sumber daya pada sisi pengguna (user) dan sistem.

Komunikasi IPv6 ke IPv6 ternyata menggunakan uitilisasi CPU paling sedikit daripada koneksi lainnya pada kedua jenis trafik yang dialirkan. Hasil pengukuran utilisasi CPU terhadap keempat jenis koneksi dapat dilihat pada Tabel 4. Dalam komunikasi IPv6 ke IPv6, fragmentasi terjadi pada sisi pengirimnya sehingga router tidak terbebani

proses tersebut. IPv4 membebankan

keseluruhan fragmentasi paket di router

sehingga memakan sumber daya CPU terlalu tinggi. Hal ini membuktikan keunggulan IPv6 dibandingkan IPv4 dalam hal utilisasi CPU di

router.

Tabel 4 Utilisasi CPU

Arah

IPv4 ke IPv4 13.441170 12.625333

IPv4 ke IPv6 16.225167 14.749500

IPv6 ke IPv4 14.523667 12.077500

IPv6 ke IPv6 11.230333 11.718833

Fragmentasi yang terjadi pada komunikasi IPv4 ke IPv4 membuatnya menggunakan lebih banyak sumber daya CPU 2.2% untuk jenis trafik TCP dan 0.9% untuk jenis trafik UDP. Secara umum penggunaan CPU untuk jenis trafik UDP lebih rendah dibandingkan dengan TCP. Hal ini disebabkan karena sifat UDP yang mengirim tanpa menggunakan kontrol tertentu sehingga mengurangi beban CPU.

Hal tersebut sedikit berbeda dengan

koneksi IPv6 yang justru mengalami

peningkatan utilisasi CPU pada trafik UDP. Peningkatan utilisasi CPU ini terjadi karena proses deteksi paket oleh sistem DSTM yang

dilakukan secara berlebihan. Walaupun

demikian, peningkatan tersebut masih

menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada koneksi IPv4.

Proses fragmentasi yang meningkatkan

utilisasi CPU juga mempengaruhi

interkoneksi IPv4 ke IPv6. Frame yang

dikirim dari host IPv4 memiliki datagram

yang berukuran sebesar MTU ethernet yakni 1500 bytes. Sementara itu, frame yang telah

(21)

penambahan header IPv6 sehingga bertambah

ukurannya. Penambahan tersebut

menyebabkan router harus melakukan

fragmentasi ulang agar frame dapat dikirim melalui jalur ethernet yang digunakan sebagai

link transmisi menuju host IPv6. Proses ini menggunakan utilisasi CPU yang cukup besar bila dibandingkan dengan interkoneksi IPv6 ke IPv4 dan kedua koneksi lainnya.

Penggunaan utilisasi CPU yang cukup besar pada interkoneksi IPv4 ke IPv6 dipastikan tidak akan terjadi jika sistem DSTM diterapkan secara dominan di jaringan IPB. Selain itu, penggunaan link transmisi dengan MTU yang lebih besar di penghubung antara jaringan dominan IPv6 dan jaringan Internet IPv4 akan memperkecil perbedaan utilisasi CPU interkoneksi IPv4 ke IPv6 dan koneksi IPv4. Hal ini dapat dipastikan karena

dengan MTU yang besar seperti pada link

transmisi fiber optic yang telah diterapkan

IPB, perbedaan ukuran header IPv6 tidak

akan mempengaruhi besarnya proses

fragmentasi. Dengan demikian, utilisasi CPU yang digunakan dalam interkoneksi IPv4 ke IPv6 tidak akan terpaut jauh dari koneksi IPv4. Bahkan, penggunaan utilisasi CPU akan semakin optimal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kinerja DSTM menunjukkan hasil yang sangat baik dalam hal throughput TCP/UDP. Sebagai mekanisme transisi, DSTM dapat menghubungkan interkoneksi IPv4 dan IPv6 tanpa penurunan throughput yang signifikan bila dibandingkan dengan koneksi IPv4. Secara umum, throughput interkoneksi IPv4 ke IPv6 dan IPv6 ke IPv4 memiliki perbedaan yang sangat kecil dan hampir selalu sama dengan koneksi IPv4.

Perbandingan throughput interkoneksi

yang diukur dari jaringan IPB tidak

menunjukkan hasil yang sebenarnya karena

terbentur oleh bandwidth management yang

diterapkan IPB. Walaupun demikian, hasil

throughput interkoneksi DSTM masih menunjukkan hasil yang cukup baik.

Grafik hasil pengukuran sistem uji menampilkan garis yang tidak terputus. Hal

ini menunjukkan bahwa fragmentasi

berlangsung dengan baik di setiap pengiriman paket. Kegagalan fragmentasi sama sekali tidak terjadi dalam setiap pengujian.

Pengujian waktu resolusi nama

menunjukkan hasil interkoneksi IPv6 ke IPv4 lebih besar daripada koneksi IPv4. Walaupun

demikian, perbedaan waktu dalam satuan mili detik tidak akan menimbulkan penurunan

kinerja jaringan secara keseluruhan.

Interkoneksi berbasis DSTM masih dapat dikatakan cukup baik dalam kecepatan resolusi nama tersebut.

Dari pengujian RTT, IPv6 menunjukkan hasil yang lebih unggul daripada IPv4. Mekanisme fragmentasi yang dilakukan di sisi pengirim memperkecil delay yang didapat di sisi router. Pengujian akan menghasilkan RTT yang lebih baik dibandingkan IPv4 jika diujicobakan melalui jaringan yang lebih besar. Kelebihan IPv6 ini didukung oleh

header yang lebih disempurnakan daripada IPv4.

Kinerja IPv6 juga menunjukkan

keunggulannya dibandingkan dengan IPv4 dalam hal utilisasi CPU yang dibebankan di sisi router. Fragmentasi IPv6 diproses di sisi

host pengirim sehingga router sama sekali tidak memerlukan sumber daya yang tinggi.

Kinerja IPv6 dalam hal RTT dan utilisasi CPU juga mempengaruhi kinerja interkoneksi DSTM menjadi tidak terlalu jauh terpaut dengan koneksi IPv4. Meskipun pada sistem uji jaringan IPB menunjukkan hasil yang kurang sesuai, namun perbedaan tersebut

lebih dikarenakan penerapan bandwidth

management dan jalur yang ditempuh sedikit berbeda.

Saran

Penelitian berikutnya dapat dikembangkan pada beberapa hal, yakni penelitian untuk:

1 menganalisis lebih jauh

parameter-parameter lain seperti delay, jitter, PLR (Packet Lost Ratio), PRR (Packet Received Ratio), BER (Bit Error Rate), FER (Frame Erasure Ratio),

communication establishment overhead, packet missorder ratio, dan retransmission rate.

2 menganalisis aspek keamanan enkripsi

paket IPv6 dalam mekanisme transisi dari IPv4 ke IPv6 dan sebaliknya.

3 melibatkan jaringan wifi (IEEE 802.11)

sebagai bagian dari infrastruktur IPv4 dan IPv6.

DAFTAR PUSTAKA

APJII. 1996. Riset IPv6 di Indonesia.

http://www.apjii.or.id/risetIPv6.html [25

(22)

Blank AG. 2004. TCP/IP Foundation. San Francisco: Sybex.

Bound J. 2004. Dual Stack Transition

Mechanism. IETF draft-bound-dstm-exp-01.txt.

Chown T, Feng M, Saywell M. 2002. Review

of IPv6 Transition Scenarios for European Academic Network. University of Southampton.

Deering S, Hinden R. 1995. Internet Protokol, Version 6 (IPv6) Specification. Request of Comment 1883. IETF.

Forouzan BA. 2003. TCP/IP Protocol Suite. Ed ke-2. USA: McGraw-Hill.

Huston G. 2005. IPv4 Address Report.

http://www.potaroo.net/tools/ipv4/index.ht ml [27 Juli 2007 ].

Peterson LL, Davie BS. Computer Networks: A System Approach. Ed ke-3. 2003. Morgan Kaufmann: San Fransisco.

Postel J. 1981. Internet Protocol. Request of Comment 791. IETF.

Ruiz PM. 2002. Dual Stack Transition

Mechanism. www.ipv6-es.com/02/docs/ pedro_ruiz_2.pdf [10 Agustus 2007].

Visolve. 1995. QOS: Bandwidth Management.

(23)
(24)

Lampiran 1 Hasil pengujian throughput TCP/UDP 1 Throughput TCP jaringan sederhana (rataan Mbps)

Ukuran Paket

(bytes) IPv4-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv6

64 60,7 56,3 56,6 59,6

128 92,8 87,7 87,9 91,8

256 93,8 89,7 89,9 90,6

512 93,9 89,8 89,9 92,5

768 93,8 89,8 90,0 92,5

1024 93,9 89,8 90,0 92,5

1280 93,8 89,8 89,9 92,5

1536 93,9 89,9 90,0 92,3

1792 93,9 89,9 89,9 92,5

2048 93,9 89,8 89,9 92,6

2 Throughput TCP jaringan IPB (rataan Mbps) Ukuran Paket

(bytes) IPv4-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv6

64 53,4 51,6 22,6 -

128 62,4 59,2 24,6 -

256 80,0 61,7 21,5 -

512 80,6 71,6 24,4 -

768 80,6 78,3 24,7 -

1024 79,8 78,9 32,6 -

1280 81,6 78,0 36,8 -

1536 79,9 78,0 41,0 -

1792 78,9 78,0 38,2 -

2048 78,9 78,1 42,9 -

3 Throughput UDP jaringan sederhana di sisi pengirim (rataan Mbps) Ukuran Paket

(bytes) IPv4-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv6

64 18,7 18,2 18,5 18,1

128 38,6 38,4 38,9 36,2

256 82,9 69,9 69,9 72,8

512 82,7 82,7 82,7 85,5

768 87,8 87,8 87,8 89,8

1024 90,5 90,5 90,5 92,1

1280 86,2 86,2 86,1 93,6

1536 88,2 88,2 88,2 89,4

1792 89,7 89,7 89,7 90,8

(25)

4 Throughput UDP jaringan sederhana di sisi penerima (rataan Mbps) Ukuran Paket

(bytes) IPv4-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv6

64 17,4 16,9 17,2 16,8

128 35,7 35,6 34,0 33,4

256 61,0 64,6 64,6 66,7

512 76,5 76,4 76,4 78,3

768 81,0 81,0 81,0 80,5

1024 83,5 83,5 83,5 82,4

1280 79,5 79,5 79,5 83,7

1536 77,9 79,9 77,8 78,9

1792 67,9 68,0 67,8 68,7

2048 60,2 60,1 60,1 59,2

5 Throughput UDP jaringan IPB di sisi pengirim (rataan Mbps)

Ukuran Paket

(bytes) IPv4-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv6

64 18,6 18,5 3,55 -

128 48,7 38,9 9,07 -

256 77,2 70,6 14,4 -

512 88,5 82,8 24,1 -

768 92,0 87,8 35,6 -

1024 93,8 90,5 44,7 -

1280 93,0 86,1 57,8 -

1536 92,5 88,2 52,7 -

1792 93,4 89,7 52,2 -

2048 94,2 90,8 58,4 -

6 Throughput UDP jaringan IPB di sisi penerima (rataan Mbps)

Ukuran Paket

(bytes) IPv4-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv6

64 22,1 12,7 3,55 -

128 30,8 30,8 9,03 -

256 47,2 47,2 14,3 -

512 64,8 27,1 23,9 -

768 44,2 34,6 35,3 -

1024 48,9 33,7 43,5 -

1280 40,9 35,6 56,1 -

1536 35,9 19,9 49,8 -

1792 29,3 31,4 47,5 -

(26)

Lampiran 2 Hasil pengujian round-trip time

1 Round-trip time jaringan sederhana(rataan ms)

Ukuran Paket

(bytes) IPv4-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv6

64 0,174 0,196 0,202 0,167

128 0,203 0,224 0,228 0,193

256 0,278 0,274 0,277 0,205

512 0,349 0,369 0,372 0,339

768 0,442 0,462 0,466 0,434

1024 0,538 0,555 0,559 0,526

1280 0,631 0,667 0,659 0,620

1536 0,740 0,716 0,751 0,703

1792 0,780 0,832 0,818 0,730

2048 0,894 0,911 0,926 0,779

2 Round-trip time jaringan IPB(rataan ms) Ukuran Paket

(bytes) IPv4-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv4 IPv6-IPv6

64 0,246 0,368 0,517 -

128 0,318 0,439 0,509 -

256 0,570 0,564 0,627 -

512 0,600 0,790 1,000 -

768 0,979 1,074 1,132 -

1024 1,030 1,321 1,360 -

1280 1,450 1,624 1,609 -

1536 1,545 1,651 1,669 -

1792 1,445 1,667 1,662 -

(27)

GALLAN SAPUTRA AJI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(28)

ABSTRAK

GALLAN SAPUTRA AJI. Analisis Kinerja Interkoneksi IPv4 dan IPv6 Berbasis DSTM (Dual

Stack Transition Mechanism). Dibimbing oleh HERU SUKOCO dan SRI WAHJUNI.

IP versi 6 (IPv6) merupakan protokol Internet baru yang dikembangkan pada tahun 1994 oleh

Internet Engineering Task Force (IETF) untuk menggantikan IP versi 4 (IPv4) yang saat ini tengah mendekati ambang batas alokasi alamatnya. Ruang alamat IPv6 ini menggunakan sistem pengalamatan 128 bits yang berarti mampu mengalokasikan alamat IP sebanyak 296 kali lebih banyak dibandingkan IPv4.

Penyebaran IPv6 dalam menggantikan IPv4 memakan waktu yang sangat lama sehingga pada masa ini akan tercipta kondisi jaringan Internet di mana IPv6 dan IPv4 berjalan bersamaan. Dengan demikian, diperlukan mekanisme transisi untuk menjembatani keduanya agar dapat saling berkomunikasi.

Dual Stack Transition Mechanism (DSTM) merupakan salah satu mekanisme transisi untuk menghubungkan IPv4 dan IPv6. DSTM adalah solusi yang ditujukan untuk jaringan yang

didominasi IPv6.Mekanisme ini memungkinkan komunikasi antara host dalam jaringan dominasi

IPv6 dengan host dalam jaringan lain yang didominasi IPv4 secara efektif dan tanpa modifikasi secara besar-besaran. Melalui penelitian ini, kinerja interkoneksi DSTM dapat diketahui dan dapat memberikan gambaran umum mengenai mekanisme transisi untuk pengembangan jaringan IPv6 di masa mendatang.

Throughput yang dihasilkan interkoneksi berbasis DSTM hanya terpaut kurang dari 11% dibandingkan dengan koneksi IPv4 dan IPv6. Selain itu sistem transisi DSTM terbukti memiliki kinerja yang sangat baik dalam hal utilisasi CPU, round-trip time dan waktu resolusi nama. Berdasarkan pengujian, DSTM memiliki sedikit kelemahan dalam peningkatan fragmentasi pada interkoneksi IPv4 ke IPv6. Peningkatan utilisasi CPU sekitar 3%, RTT yang naik kurang dari 0.7

ms, dan peningkatan waktu resolusi nama sebesar 10 ms tidak akan mempengaruhi kinerja

jaringan secara keseluruhan. Kelemahan DSTM ini dapat dioptimalkan dengan penggunaan link

transmisi dengan MTU yang lebih besar di sisi link transmisi penghubung jaringan IPv4.

(29)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

IP versi 6 (IPv6) merupakan protokol Internet baru yang dikembangkan pada tahun 1994 oleh Internet Engineering Task Force

(IETF) untuk menggantikan IP versi 4 (IPv4) yang saat ini tengah mendekati ambang batas alokasi alamatnya. Ruang alamat IPv4 ini diperkirakan akan habis pada tahun 2011 (Huston 2005). Tujuan utama

dikembangkannya IPv6 adalah untuk

meningkatkan ruang alamat Internet sehingga

mampu mengakomodasi perkembangan

jumlah pengguna Internet yang semakin pesat. IPv4 yang pada dasarnya tidak pernah berubah sejak 1981 memiliki panjang alamat

IP sebesar 32 bits yang artinya hanya mampu

mengakomodasi 232 alamat (Postel 1981). Di lain pihak, IPv6 dengan panjang alamat 128

bits mampu menampung 296 kali jumlah

alamat yang dapat disediakan oleh IPv4 (Deering 1995).

Pengembangan IPv6 akan menciptakan keadaan di mana jaringan yang masih menggunakan IPv4 berdampingan dengan jaringan yang sudah mengimplementasikan IPv6 seperti pada Gambar 1. Oleh karena itu, yang menjadi perhatian utama pada masa ini adalah bagaimana jaringan IPv6 yang telah dikembangkan mampu berinteraksi dengan jaringan IPv4 yang sudah ada sebelumnya.

Dalam implementasi IPv6 ke dalam infrastruktur jaringan Internet yang masih terdapat IPv4 ini, diperlukan mekanisme transisi yang memungkinkan keduanya untuk

saling berhubungan. Mekanisme tunneling

(IPv6-over-IPv4) merupakan solusi utama

pada masa awal pembangunan IPv6.

Tunneling sangat tepat dalam mengampu jaringan yang didominasi IPv4.

Gambar 1 Jaringan dominasi IPv4/IPv6. Seiring dengan pembangunan infrastruktur jaringan berbasis IPv6 yang dimulai pada tahun 1995, IPv6 tidak lagi berada pada masa percobaan. Tahapan akhir pembangunan

protokol Internet ini sudah hampir

menyeluruh terutama di negara-negara Asia-Pasifik (APJII 1996). Dengan demikian, beberapa mekanisme transisi menjadi tidak

sesuai untuk diterapkan pada jaringan yang didominasi IPv6.

Dual Stack Transition Mechanism

(DSTM) merupakan solusi yang ditujukan

untuk jaringan yang didominasi IPv6.

Mekanisme ini memungkinkan komunikasi antara host dalam jaringan dominasi IPv6

dengan host dalam jaringan lain yang

didominasi IPv4 secara efektif dan tanpa modifikasi secara besar-besaran (Bound 2004).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi kinerja interkoneksi antara jaringan IPv6 dan jaringan IPv4 menggunakan mekanisme transisi DSTM.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan ke depan untuk pengembangan jaringan IPv6 dan memberikan

gambaran umum tentang mekanisme

interkoneksi IPv4 dan IPv6.

Ruang Lingkup

Hal-hal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

1 Implementasi interkoneksi menggunakan DSTM.

2 Pengukuran kinerja interkoneksi meliputi

throughput, round-trip time (RTT), utilisasi

CPU, dan waktu resolusi nama (name

resolution time).

TINJAUAN PUSTAKA

Arsitektur IPv4

Sistem pengalamatan IPv4 menggunakan

notasi biner sebesar 32 bits. Sistem

pengalamatan ini dipetakan secara oktet (8

bits) untuk mempermudah pembacaannya.

Jadi secara umum, selain dikatakan sebagai sistem pengalamatan 32 bits, IPv4 juga sering disebut sebagai sistem pengalamatan 4-oktet atau pengalamatan 4-bytes (1 byte = 8 bits).

Pada dasarnya, arsitektur IPv4 menganut konsep classful addressing, yaitu pembagian ruang alokasi alamat ke dalam 5 kelas (50% A, 25% B, 12.5% C, 6.25% D, dan 6.25% E). Bila direpresentasikan dengan notasi desimal, pembagian kelas ini dapat dilihat dari

byte/oktet pertama seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Pembagian kelas IP

Kelas IP Byte pertama

A 0 sampai 127

B 128 sampai 191

Gambar

Gambar 2  Struktur header IPv4.
Gambar 4  Struktur header IPv6.
Gambar 5  Komunikasi data DSTM.
Tabel 2 Spesifikasi sistem pengujian
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang menjadi variabel independen adalah pengetahuan dan motivasi yang dibagi atas motivasi intrinsik dan ekstrinsik tentang perilaku seksual pranikah sedangkan yang

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sandra, Dewi dan Dewi (2012) menyebutkan bahwa hasil yang penelitian terhadap responden yang manjalani terapi

Menurut Arikunto (2002) metode kuantitatif dilakukan untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang dengan menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,

ALOKASI UMUM (DAU), LUAS WILAYAH DAN SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN (SiLPA) TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL”. (Studi kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota

Proses quenching dilakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media udara, air sumur, oli dan larutan garam. Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan

Filsafat Kontruktifis Dalam Pendidikan, Jakarta: Konisius, 1997 Suryabrata, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1997 ---.. Mengajar Belajar

Metode yang digunakan adalah metode penelitian studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan 19 kata majemuk yang tidak membedakan apakah rangkaian kata tersebut berupa