BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
Menurut Ensiklopedia Amerika Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003) merumuskan bahwa Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang
ada di lingkungan sekitarnya (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses stimulus terhadap suatu organism, kemudian organism ini merespon, maka teori Skinner
disebut teori“SOR“atau stimulus organism respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap suatu stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan
belum dapat diamati oleh orang lain.oleh karena itu disebut covert behavior atau unobservable behavior, misalnya: seorang remaja yang tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seksual pranikah, dan ibu hamil yang tahu pentingnya periksa kehamilan dan
sebagainya.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon satau reaksi seseorang terhadap suatu stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dapat dengan mudah diamati oleh orang lain . oleh karena itu disebut dengan
kehamilannya ke puskesmas, remaja yang ikut pelatihan tentang resiko perilaku seksual pranikah dan sebagainya.
Menurut Notoadmodjo (1993) proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri (internal) dan dari luar diri (eksternal). Faktor internal mencakup pengetahuan, motivasi, persepsi, kecerdasan emosi dan sebagainya dan berfungsi
untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun nonfisik seperti iklim, manusia, social, ekonomi, budaya dan lain-lain.
2.1.1. Pengetahuan (knowledge)
Menurut Notoadmodjo (2005), bahwa Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh indra pendengaran
(telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan , yaitu:
a. Tahu (know)
paling rendah. Kata kerja yang dapat mengukur apakah orang tersebut tahu tentang sesuatu yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami sebuah objek bukan hanya sekedar tahu tentang objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkannya, tetapi orang tersebut dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut. c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek tersebut dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip atau cara yang diketahui tersebut terhadap situasi yang lain. Dengan kata lain aplikasi atau penggunaan rumus-rumus, hukum, metode, prinsip, dan
sebagainya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah
atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang tersebut telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat memisahkan atau membedakan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut .
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seeorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada kriteria yang didtentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
2.1.2. Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif yang berarti “dorongan” atau “daya penggerak” yang
ada dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan atau aktifitas (Herijulianti, 2001).
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menuaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 1998).
Motivasi berasal dari bahasa latin “mevore” berarti “menggerakkan” yaitu kekuatan
psikologis yang menggerakkan seseorang ke arah beberapa jenis tindakan dan sebagai suatu
kesediaan untuk menerima pembelajaran dengan kesiapan sebagai bukti dari motivasi, dengan hasil faktor internal dan faktor eksternal dan bukan hasil manipulasi eksternal saja (Haggard, 2001).
Menurut Djamarah (2002), motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dari dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu. motivasi intrinsik datang dari hati sanubari umumnya karena kesadaran.
Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang memengaruhi motivasi intrinsik yaitu : 1) Kebutuhan (need)
Seseorang melakukan aktifitas atau kegiatan karena adanya faktor-faktor kebutuhan baik biologis maupun psikologis.
2) Harapan (Expentancy)
Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang. keberhasilan dan harga diri meningkat dan
menggerakkan seseorang kearah pencapaian tujuan. 3) Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh (tanpa adanya pengaruh dari ornag lain).
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah
motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu (Hamzah, 2009).
Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang memengaruhi motivasi ekstrinsik adalah : 1) Dorongan keluarga
Seseorang melakukan perilaku seksual pranikah bukan kehendak sendiri tapi
ayah, ibu, kakak, adik dan lainnya karena berbagai alasan. Dukungan dan dorongan dari keluarga semakin memantapkan anak tersebut untuk melakukan
seksual pranikah. 2) Lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal, lingkungan dapat
memengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam mengubah
tingkah lakunya. Di lingkungan indekost yang bebas dan tidak terkontrol oleh ibu kos akan mempermudah seseorang untuk melakukan hal yang menyimpang, selain itu didukung oleh teman-teman yang cuek atau tidak mau tahu apa yang
dilakukan oleh temannya, akan memotivasi seorang mahasiswa melakukan perilaku seksual pranikah.
3) Media
Media adalah faktor yang sangat berpengaruh bagi responden dalam memotivasi mahasiswa indekost untuk melakukan perilaku seksual pranikah. karena pada era globalisasi ini tekhnologi semakin canggih dan semakin mudah bagi mahasiswa
itu untuk memperoleh informasi atau pengetahuan mengenai perilaku seksual. seperti menonton video porno, membaca di majalah, dan lain-lain.
Adapun berbagai pendekatan dalam motivasi antara lain : a. Pendekatan insting
Instink adalah pola perilaku yang kita bawa sejak lahir yang secara biologis diturunkan.
hidup. seks adalah salah satu instink untuk hidup karena terkait dengan fungsi reproduksi. Sedangkan menjelajah/eksplorasi didasari oleh instink menyelamatkan diri. Karena motivasi
bukan sesuatu yang dapat secara langsung dipelajari maka cara mempelajari motivasi dengan menelaah mengenai kebutuhan manusia. Kebutuhan adalah ketidakseimbangan maka kita akan berusaha memenuhi kebutuhan agar terjadilah keseimbangan.
b. Pendekatan pemuasan kebutuhan (drive-reduction)
Teori ini menekankan pada apa yang menarik seseorang untuk berprilaku atau drive
theory ini menjelaskan motivasi dalam suatu gerak sirkuler. Manusia terdorong untuk berprilaku tertentu guna mencapai tujuannya sehingga tercapailah keseimbangan. Dengan demikian teori ini merupakan teori yang berusaha menjelaskan apa yang menarik seseorang untuk berprilaku
tertentu atau disebut juga sebagai push theory. c. Pendekatan insentif
Teori ini berlawanan dengan dorongan yang memfokuskan diri pada apa yang mendorong seseorang untuk berprilaku tertentu, maka push theory lebih tertarik untuk mempelajari apa yang
dapat menarik seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Insentif merupakan stimulus yang menarik seseorang untuk melakukan sesuatu karena dengan perilaku tersebut seseorang akan mendapatkan imbalan.
d. Pendekatan Arousal
Pendekatan ini mencari jawaban atas tingkah laku dimana tujuan dari perilaku ini adalah
untuk memelihara atau meningkatkan rasa ketegangan. Teori ini disebut juga teori oponen-proses. Pada umumnya manusia cenderung mencari kesenangan atau kenikmatan, namun pada suatu titik tertentu rasa nikmat itu sudah beradaptasi dan kenikmatan ini kemudian turun pada
e. Pendekatan kognitif
Pendekatan kognitif menjelaskan bahwa motivasi merupakan produk dari pikiran,
harapan dan tujuan seseorang (Feldman, 2003). Dalam pendekatan ini dibedakan antara motif intrinsik atau motif yang berasal dari dalam diri, dengan motif ekstrinsik atau motif dari luar diri.
Motivasi dapat dibagi dalam dua jenis motif, yaitu motif biologis dan motif sosial. motif
biologis yaitu motif yang tidak dipelajari terlebih dahulu dan sudah ada sejak lahir, sedangkan motif sosial adalah motif yang dipelajari dan tidak dibawa sejak lahir. Pengukuran motivasi bisa
dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan test proyektif, kuesioner, dan observasi perilaku. 2.1.3. Tindakan atau praktik (practice)
Menurut Notoadmodjo (2005), sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk
terwujudnya suatu tindakan perlu factor lain adanya fasilitas atau sarana prasarana. Praktik atau tindakan memiliki beberapa tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:
a. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatau tetapi masih tergantung pada tuntunan atau
menggunakan panduan.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis
maka disebut praktik atau tindakan mekanis. c. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktek yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Menurut Notoadmodjo (2005) faktor yang menentukan atau membentuk perilaku disebut dengan determinan. Dalam bidang perilaku kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi acuan
dalam penelitian-penelitian kesehatan masyarakat. Teori tersebut antara lain : a. Teori Lawrence Green
Green membedakan ada dua determinan masalah perilaku, yaitu behavioral factor (faktor
perilaku), dan non behavioral factors atau faktor non-perilaku. Selanjutnya faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :
1. Faktor faktor predisposisi (disposing faktors)
Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan
sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling faktors)
Adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud faktor pemungkin adalah sarana prasarana untuk terjadinya perilaku kesehatan
misalnya, puskesmas, posyandu, rumah sakit dan sebagainya. 3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Adalah faktor yang mendorong atau yang memperkuat terjadinya perilaku dan merupakan
kelompok referensi dari kelompok masyarakat.kadang kala, meskipun orang mampu untuk berprilaku sehat, tetapi tidak mau melakukannya. Misalnya, harus ada anjuran dar orang tua dan
tokoh masyarakat.
Secara sistematis perilaku sehat menurut Green dapat digambarkan sebagai berikut :
B = Behavior F = Fungsi
Pf= Predisposing factors Ef= Enabling factors Rf= Reinforcing factors
b. Teori Snehandu B.Karr
Karr mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :
1. Niat seseorang untuk bertindak sehubumgan dengan objek atau stimulus di luar dirinya (intention)
2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitar (social support)
3. Terjangkaunya informasi yang terkait dengan kegiatan yang akan diambil seeorang (accessibility of information)
4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan (personnal autonomy).
5. Adanya kondisi atau situasi yang memungkinkan untuk seseorang bertindak (action situation).
Secara sistematis Teori Karr dapat dirumuskan sebagai berikut :
B = Behavior F = Fungsi
Bi = Behavior intention Ss = Sosial support
Ai = Accessibility information
c. Teori WHO
WHO mengatakan bahwa seseorang berprilaku karena adanya 4 alasan pokok
(determinan), yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)
Modal awal untuk bertindak dan berprilaku adalah hasil pemikiran-pemikiran dan
perasaan seseorang yang menghasilkan pertimbangan peribadi terhadap objek atau stimulus. Yakni dalam bentuk kepercayaan, sikap, persepsi dan nilai-nilai seseorang terhadap suatu objek
dalam hal ini khususnya objek kesehatan.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dapat dipercaya (personnal references).
3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendudkung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat
4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.
Teori dari tim WHO ini dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut :
B = Behavior
F = Fungsi
Tf = Thougts and feeling Pr = Personal references
R = Resouces C = Culture
2.2. Perilaku seksual
Perilaku seksual menurut Sarwono (2004), ialah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk bentuk tingkah laku ini bermacam-macam ada yang dimulai dari pasangan tertarik sampai berkencan, bercumbu dan
bersenggama. Objekbya bisa orang lain, diri sendiri atau bahkan dalam khayalan.
Menurut Setyawan (2007), perilaku seksual atau hubungan seksual adalah persenyawaan,
persetubuhan, dan satu aktivitas merangsang dari sentuhan kulit secara keseluruhan, sampai mempertemukan alat kelaminm laki-laki kedalam organ vital wanita. Rangsangan ini adalah naluri alamiah semua makhluk hidup untuk menyamb ung generasi seterusnya agar gen ini tidak
terputus.
Beberapa tahapan dari perilaku seksual yang biasanya dilakukan, dimana tahapan
selanjutnya adalah lebih berat sifatnya dan lebih mengarah pada perilaku seksual. Tahapan tersebut antara lain (London, 1978 dalam Amalia, 2007) :
Rangsangan terhadap diri sendiri dengan cara berfantasi, menonton film, dan membaca buku-buku porno.
2. Autosexuality/mansturbation
Perilaku merangsang diri sendiri dengan melakukan mansturbasi untuk mendapatkan kepuasan seksual.
3. Heterosexuality:kissing and necking
Saling merangsang dengan pasangannya tetapi tidak mengarah kedaerah sensitive
pasangannya, hanya sebatas cium bibir dan leher pasangannya. 4. Heterosexuality
a. Light petting
Perilaku saling menempelkan anggota tubuh dan masih dalam keadaan memakai pakaian. b. Heavy petting
Perilaku saling menggesek-gesekkan alat kelamin dan dalam keadaan tidak memakai pakaian untuk mencapai kepuasan.tahap ini adalah awal terjadinya hubungan seks.
5. Heterosexuality;capulaation
Perilaku melakukan hubungan seksual dengan melibatkan organ seksual masing-masing.
2.3. Perilaku seksual pranikah
Menurut Setyawan (2007), perilaku seksual pranikah adalah tindakan seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama
2.3.1. Dampak melakukan hubungan seksual pranikah 2.3.1.1. Aspek medis
Dari aspek medis melakukan hubungan seksual pranikah memiliki banyak konsekuensi, sebagai berikut :
1. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada usia muda karena minimnya informasi tentang “bagaimana seorang permpuan bisa hamil”dan mempertinggi kasus kehamilan yang
tidak diinginkan. menurut data PKBI, 37.700 perempuan mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan .dari jumlah itu 30,0 % adalah masih remaja, 27,0% masih menikah dan 12,5% masih berstatus pelajar dan mahasiswa dan sisanya adalah ibu rumah tangga (Yudhi, 2008 dalam Joko Pranoto 2009).
2. Terjangkit penyakit menular seksual
PMS atau penyakit menular seksual adalah penyakit yang dapat ditularkan dari seseorang
kepada orang lain melalui hubungan seksual. seseorang beresiko tinggi terkena penyakit menular seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal.bila tidak diobati
dengan benar penyakit ini dapat berakibat serius bagi kesehatan reproduksi seperti, kemandulan, kebutaan pada bayi baru lahir bahkan kematian. Di indonesia penyakit menular seksual yang banyak ditemukan saat ini adalah Gonore (GO), Sifilis (raja singa), Herpes simpleks, Klamidia,
Trikomoniasis vagina, Kutil kelamin hingga HIV/AIDS. 2.3.1.2. Aspek-sosial psikologis
Adapun gangguan seksual yang dapat dialami laki-laki dan perempuan karena melakukan hubungan seksual pranikah dari segi psikologis yaitu:
1. Impotensi : jika itu terjadi akibat dari aspek psikologis, maka gangguan itu muncul karena perasaan khawatir yang berlebihan, takut kalau pacarnya hamil dan lain-lain.
2. Jika laki-laki mendapatkan ejakulasi sebelum terjadi atau beberapa detik setelah penetrasi, ini terjadi karena akibat rasa cemas akan takut dosa, atau ketahuan orang dan lain-lain.
Gangguan pada perempuan :
1. Frigiditas : kelainan yang menyebabkan perempuan tidak atau kurang mempunyai gairah seksual. ini terjadi karena hubungan psikologis seperti cewek tidak senang dengan
pasangan seksualnya, rasa malu, takut, perasaan bersalah, disamping bisa juga karena faktor organik.
2. Anorgasmus : tidak tercapainya orgasme atau kepuasan seksual. ini terjadi akibat perempuan mengalami tekanan psikologis karena telah melakukan hubungan seksual pranikah.
3. Vaginismus : kejang dari 1/3 bagian bawah otot vagina. ini bisa terjadi karena perempuan memiliki pengalaman buruk pada hubungan seksual pranikah.
4. Disparemia : rasa sakit timbul saat melakukan hubungan seksual (Ma’shum, 2004). 2.4. Kesehatan Reproduksi
Reproduksi adalah proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi
kelestarian hidupnya.sedangkan alat reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia (BKKBN, 2004).
Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan social yang sempurna dan bukan sekedar terbebas dari sakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang
berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya. Pengertian sehat bukan semata-mata bebas dari penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental maupun cultural.remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memilki informasi yang benar
mengenai proses reproduksi serta bagaimana factor yang ada di sekitarnya. dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki tingkah laku yang bertangung jawab mengenai proses
reproduksi yang dialaminya.
Pengetahuan dasar yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai wawasan kesehatan reproduksi yang baik adalah :
1. Pengenalan mengenai system, proses dan fungsi alat reproduksi
2. Mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin dan perlu merencanakan
kehamilan agar sesuai dengan keinginanya dan pasangannya.
3. Pengenalan mengenai penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya
terhadap kondisi kesehatan reproduksi.
4. Bahaya narkoba dan miras terhadap kesehatan reproduksi. 5. Peran dan pengaruh media terhadap kesehatan reproduksi.
6. Kekerasan seksual dan bagaimana cara menghadapinya.
7. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan
diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negative. 8. Hak-hak reproduksi.
2.5. Mahasiswa
Defenisi mahasiswa menurut kamus besar bahasa Indonesia (Kamisa, 1997) adalah individu yang sedang belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa dalam perkembangannya berada
dalam kategori remaja akhir yang berada pada rentang usia 18-24 tahun (Monks dkk, 2001). Menurut Papalia, dkk (2007), usia ini berada pada tahap perkembangan dari remaja atau
adolescence menuju dewasa muda atau young adulthood. pada usia ini, perkembangan individu diawali dengan pencarian identitas diri, adanya pengaruh lingkungan serta telah dapat memilih jalan hidup yang akan di tempuhnya.
Mahasiswa merupakan agent of change atau agen perubahan serta amanat perguruan tinggi sebagai darma baktinya untuk pengabdian kepada masyarakat. Mahasiswa harus memiliki kepekaan social yang terjadi dimasyarakat.
Adapun ciri-ciri mahasiswa pada rentang usia 18-24 tahun ialah : a. Stabilitas dalam kepribadian mulai meningkat
b. Pandangan yang realistik tentang diri sendiri dan lingkungan hidupnya.
c. Keterampilan untuk memahami segala macam permasalahan secara lebih matang.
d. Gejolak-gejolak dalam alam perasaan mulai berkurang.
2.6. Mahasiswa indekost dan perilaku seksual
Rumah kost menjadi dominan sebagai pembentuk sikap mahasiswa, kost adalah dunia dimana penghuninya adalah penguasa yang menentukan tentang bentuk maupun fungsi kost
tersebut. Sangatlah disayangkan manakala kost tidak mampu dikelola dengan baik sehingga fungsinya tidak lebih sekedar tempat melepas lelah semata.
pemimpin yang hebat. Akan tetapi dengan semakin berkembangnya kemajuan zaman, fungsi utama rumah kost telah dikesampingkan karena sudah di pengaruhi oleh pergaulan bebas.
Sangat lemahnya pengawasan orang tua dalam membangun komunikasi dengan anak orang tua hanya berfikir bagaimana mengirimkan uang kuliah atau biaya hidup pada anaknya yang kost.umumnya remaja yang kost bebas memasukkan pacar atau teman lelakinya dari pagi
hingga larut malam, hal ini agar tidak diketahui oleh pemilik kost atau penjaga di lingkungan kost tersebut. Dari segi biaya dan citra, salah satu mahasiswa yang kost mengatakan bahwa
melakukan hubungan seksual dikamar kost tidak membutuhkan biaya. Perilaku seks bebas dikamar kost juga bisa menutupi pandangan orang terhadap sebutan cewek nakal (Kompas, 2008).
Jumlah remaja yang mengalami masalah kehidupan seks terus bertambah akibat adanya pola hidup seks bebas, karena pada kenyataannya pengaruh gaya seks bebas yang mereka terima
jauh lebih kuat dari control yang mereka terima maupun pembinaan secara keagamaaan baik dari orang tua maupun mendapatkannya sendiri dari lingkungn sekitar.
Umumnya remaja atau mahasiswa yang tinggal di kost lebih bebas dan enjoy dengan pergaulan seks tanpa kompromi dengan dosa. Maupun hanya French kiss atau petting, bahwa mahasiswa yang melalakukan hubungan seksual ditempat kost karena beberapa faktor yang
menguntungkan yaitu sebagian besar teman-teman kost yang mengetahui mendukung perilaku bebas tersebut. Dan bahkan ada juga penjaga kost yang mengijinkan atau malah mengambil
keuntungan dari perilaku tersebut, contohnya dengan menerima bayaran apabila ada anak kost yang membawa teman lawan jenisnya menginap.
Faktor–faktor penyebab perilaku seksual pada mahasiswa indekost adalah sebagai berikut :
1. Gaya hidup
Segala hal yang berasal dari Negara luar sering dianggap menjadi trend dan harus ditiru, berdasarkan penelitian sebagian besar remaja dan mahasiswa di Jogyakarta sangat menikmati
istilah dugem ke diskotik, gaya hidup seperti ini sangat memengaruhi perilaku dan aktivitas seksual, karena dilakukan di malam hari dengan menikmati musik bersama lawan jenis dan
sampai mengkonsumsi barang-barang haram. Diskotek bukan hanya tempat bersenang-senang tetapi juga diiringi dengan semakin permisifnya perilaku seksual remaja. Hal ini sangat berdampak negative bagi generasi penerus bangsa.
2. Religiusitas
Berdasarkan penelitian terhadap 450 mahasiswa usia 18-24 tahun mengungkapkan 64%
mengakui sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan norma agama dan sisanya mengatakan bahwa hubungan seks adalah sudah biasa dan wajar dilakukan
dan tidak melanggar norma agama. hal tersebut menunjukkan bahwa pemahaman agama berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja dan mahasiswa (Media Indonesia, 27 januari 2010).
3. Teman sebaya
Pada masa remaja kedekatan terhadap teman sebaya nya sangat tinggi karena selain
ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, maka tidak heran remaja cenderung mengadopsi informasi yang diterima nya dari teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dipercaya, informasi-informasi tersebut dalam hal ini
membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. untuk membuktikan hal itu mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seksual pranikah itu sendiri (Tempo, 2006).
4. Kurangnya informasi tentang seks
Pada remaja putra-putri sebenarnya sudah cukup waktu untuk mempersiapkan dirinya untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki. akan tetapi, pada umumnya, mereka
memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang seks. selama hubungan pacaran berlangsung, pengetahuan itu bukan saja tidak bertambah akan tetapi bertambahnya malah
dengan informasi-informasi yang salah. kurangnya informasi berawal dari keluarga yang masi tabu membicarakan seks dengan anaknya sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat. selanjutnya dikampus hal tabu tentang seks masih sering di jumpai. meskipun sudah
mahasiswa, mendengar masalah seks, mereka anggap sebagai lelucon dan bahkan mereka jijik dengan adanya gambar-gambar alat reproduksi yang ditunjukkan oleh dosen. hal ini tentu saja
mengakibatkan pengetahuan mahasiswa tentang perilaku seks sangat rendah. 5. Kondisi rumah kost
Kondisi rumah kost sangat memengaruhi perilaku seksual pranikah, sebagian besar rumah kost tidak diawasi oleh penjaga kost dan pemilik kost. maka anak anak kost memiliki kebebasan penuh dalam mengatur hidupnya tanpa ada larangan dan pengawasan dari orang tua
atau siapapun.sehingga mereka dapat bergaul dengan siapa saja dilingkungan manapaun baik dilingkungan yang negative yang lambat laun akan memengaruhi perilaku negative pula. Adapun
rumah kost yang diawasi oleh pemilik kost yang tinggal bersama anak-anak kostnya akan meminimalisir perilaku seks bebas di kamar kost. karena adanya peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemilik kost dan adanya tempat khusus untuk menerima tamu (Natalia, 2008).
Variabel independen Variabel dependen
Gambar diatas menjadi kerangka konsep penelitian pada hubungan pengetahuan dan
motivasi mahasiswa indekost terhadap tindakan hubungan seksual pranikah,kerangka konsep diatas merupakan gabungan dari pendapat Notoadmojo tentang pengetahuan dan John Elder
tentang motivasi. yang menjadi variabel independen adalah pengetahuan dan motivasi yang dibagi atas motivasi intrinsik dan ekstrinsik tentang perilaku seksual pranikah sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah tindakan hubungan seksual pranikah pada mahasiswa indekost
di Jalan Sei Padang kelurahan Padang Bulan Selayang I Medan. 2.9. Hipotesis
Pengetahuan :
H0 = Tidak ada hubungan antara pengetahuan mahasiswa indekost tentang seksual pranikah terhadap tindakan seksual pranikah di jalan Sei Padang Kelurahan
Padang Bulan Selayang I Medan.
Ha = Terdapat hubungan antara pengetahuan mahasiswa indekost tentang seksual
pranikah terhadap tindakan seksual pranikah di Jalan Sei Padang Kelurahan Padang Bulan Selayang I Medan.
Motivasi : PENGETAHUAN
MOTIVASI - Intrinsik - Ekstrinsik
TINDAKAN HUBUNGAN
H0 = Tidak ada hubungan antara motivasi mahasiswa indekost tentang seksual pranikah terhadap tindakan seksual pranikah di Jalan Sei Padang Kelurahan Padang Bulan
Selayang I Medan.
Ha = Terdapat hubungan antara motivasi mahasiswa indekost tentang seksual pranikah terhadap tindakan seksual pranikah di Jalan Sei Padang Kelurahan Padang Bulan