• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN KALIUM PADA MASA ADAPTASI PENURUNAN SALINITAS DAN WAKTU PENGGANTIAN PAKAN

ALAMI OLEH PAKAN BUATAN TERHADAP PERFORMA PASCALARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei )

FERDINAND HUKAMA TAQWA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)”, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

(3)

3

ABSTRACT

FERDINAND HUKAMA TAQWA. The Effect of Potassium Addition during Salinity Acclimatization and Natural Food Substitution Time by Artificial Diet on Performance Pacific White Shrimp Postlarvae (Litopenaeus vannamei). Under direction of D. DJOKOSETIYANTO and RIDWAN AFFANDI.

The objectives of this research were to study the effect of potassium addition during salinity acclimatization from 25 ppt until 2 ppt and natural food substitution time by artificial diet after salinity acclimatization on performance of Litopenaeus vannamei postlarvae. The first experiment was done to determine optimal dosage of potassium which can increase survival and reduce stress level after salinity acclimatization. Animal test used was PL20 of white shrimp (0,001

g). Experimental design used was completely randomized design with four treatments and three replications of different potassium addition level to freshwater : 0 ppm (A), 25 ppm (B), 50 ppm (C) and 75 ppm (D). Dilution of salinity was done in gradual using freshwater during 4 days from 25 ppt to 2 ppt. The research of the second experiment was conducted to determine natural food substitution time by artificial diet after salinity acclimatization which can increase survival and growth. The densities of PL25 white shrimp were 20 PLs/50 liters of

2 ppt media. Design experiment was completely randomized design with five treatments and three replications of food substitution time by artificial diet at day : 1 (A), 7 (B), 14 (C), 21 (D) and full natural food without artificial diet (E) during 28 days rearing period. Artificial diet (40,71% of crude protein) and natural food frozen Chironomus sp (62,76% of crude protein) was used in this experiment. The result of the first experiment indicated that addition of 25 ppm potassium (potassium level in media was 51 ppm) increase survival, also reduce energy cost for osmoregulation and level of stress of PL24 after passing a period of salinity

acclimatization during 4 days. The result of the second experiment showed that the use of artificial diet as soon as after salinity acclimatization (PL25) gives best

performance production compared to which only that was given natural food Chironomus sp during experiment or with treatment by artificial diet substitution at day-7, day-14 or day-21.

(4)

RINGKASAN

FERDINAND HUKAMA TAQWA. Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO and RIDWAN AFFANDI.

Kalium merupakan salah satu mineral penting yang dibutuhkan pascalarva udang vaname di media bersalinitas rendah terutama untuk mempertahankan keadaan konstan dalam hemolim dan berhubungan dengan aktifitas enzim Na+K+ -ATPase. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap. Penelitian tahap pertama merupakan penelitian untuk mendapatkan penambahan kalium optimal yang dapat menurunkan beban osmotik, tingkat stres dan laju metabolisme standar sehingga dapat meningkatkan sintasan pascalarva udang vaname setelah melalui masa adaptasi penurunan salinitas. Penelitian tahap kedua merupakan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan pascalarva udang vaname hasil aklimatisasi tebaik tahap pertama selama masa pemeliharaan 28 hari di media bersalinitas 2 ppt dengan kadar kalium media yang optimum.

Dalam penelitian tahap pertama, hewan uji yang digunakan adalah PL20

udang vaname yang sebelumnya telah didaptasikan di laboratorium. Wadah percobaan berupa akuarium kaca ukuran 59x29x40 cm. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan yang diterapkan ialah penambahan kalium ke air tawar pengencer masing-masing sebanyak 0 ppm (A), 25 ppm (B), 50 ppm (C) dan 75 ppm (D). Penurunan salinitas dilakukan secara gradual selama 4 hari dari salinitas 25 ppt hingga mencapai 2 ppt. Pakan yang diberikan berupa Artemia salina yang telah diperkaya dengan vitamin C sebanyak 100 mg/l selama 12 jam. Data yang diolah secara statistik meliputi sintasan, tingkat kerja osmotik dan kadar glukosa darah, sedangkan tingkat konsumsi oksigen dan fisika kimia air diinterpretasikan secara deskriptif. Hasil percobaan tahap pertama menunjukkan bahwa penambahan kalium sebanyak 25 ppm hingga kadar kalium media menjadi 51 ppm dapat meningkatkan sintasan dan menurunkan beban osmotik, tingkat stres serta laju metabolisme standar pascalarva udang vaname setelah melalui masa adaptasi penurunan salinitas selama 96 jam (4 hari).

Pada penelitian tahap kedua dilakukan pemeliharaan lanjutan PL25 selama

(5)

5

alami Chironomus sp beku dengan kadar protein 62%. Hasil percobaan tahap kedua menunjukkan bahwa pemberian pakan buatan segera setelah masa adaptasi penurunan salinitas (hari ke-1 atau saat stadia PL25) memberikan performa

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB

(7)

7

PENGARUH PENAMBAHAN KALIUM PADA MASA ADAPTASI PENURUNAN SALINITAS DAN WAKTU PENGGANTIAN PAKAN

ALAMI OLEH PAKAN BUATAN TERHADAP PERFORMA PASCALARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei )

FERDINAND HUKAMA TAQWA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Budidaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Nama : Ferdinand Hukama Taqwa

NRP : C151060101

Program Studi : Ilmu Perairan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA Dr. Ir. Ridwan Affandi,DEA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perairan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr.Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar N, MS

(9)

9

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)”. Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi tentang metode aklimatisasi penurunan salinitas dengan penambahan kalium di media pengencer dan waktu penggantian alami oleh pakan buatan yang tepat sehingga dapat meminimalkan stres, meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih udang vaname di media bersalinitas rendah.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA dan Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku

komisi pembimbing atas saran dan pengarahan dalam penyusunan tesis ini. 2. Evi Aprianti, S.Si dan ananda Azrell Ilham Ferdinand atas doa, pengertian dan

kesabarannya selama penulis menyelesaikan studi serta dukungan moril orang tua, mertua dan keluarga besar di Pekalongan dan Prabumulih.

3. Catur Agus P dan Hidayat Suryanto S atas kebersamaan dari awal perkuliahan, beserta Erly Kaligis dan Azis dalam perjuangan kelulusan studi. 4. Agung dan Dina dari PT TSI Labuan Banten atas bantuan PL udang vaname. 5. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan

mahasiswa program studi Ilmu Perairan, sekolah Pascasarjana IPB angkatan 2006 atas kekompakan, kerjasama yang baik serta bantuannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan yang perlu dilengkapi sehingga segala saran untuk perbaikan akan sangat dihargai demi kesempurnaan hasil penelitian ini di masa mendatang. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan budidaya udang vaname di media pemeliharaan bersalinitas rendah.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, pada tanggal 8 Februari 1976 dari pasangan Bapak Akhmad Lazim Rozaq, B.Sc dan Ibu Sri Endah Rahadjeng, BA sebagai anak pertama dari 4 bersaudara. Tahun 2004 penulis menikah dengan Evi Aprianti, S.Si dan dikaruniai seorang putra Azrell Ilham Ferdinand pada tahun 2005.

(11)

11

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

Pendahuluan ... 1

Latar Belakang ... 1

Permasalahan ... 4

Pemecahan Masalah ... 5

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

Hipotesis ... 7

Tinjauan Pustaka ... 9

Taksonomi dan Biologi Udang Vaname ... 9

Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan ... 10

Salinitas ... 12

Aklimatisasi ... 13

Mineral Kalsium dan Kalium ... 13

Glukosa Darah sebagai Indikator Respon terhadap Stres ... 16

Fisika Kimia Air ... 17

Metodologi Penelitian ... 19

Metode Penelitian ... 19

Penelitian Tahap 1 ... 19

Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat ... 20

Pelaksanaan Percobaan ... 21

Pengambilan Data ... 23

Parameter yang Diukur ... 24

Analisis Data ... 25

Penelitian Tahap 2 ... 25

(12)

Bahan dan Alat ... 26

Pelaksanaan Percobaan ... 27

Pengambilan Data ... 27

Parameter yang Diukur ... 28

Analisis Data ... 30

Hasil dan Pembahasan ... 31

Penelitian Tahap Pertama ... 31

Hasil ... 31

Pembahasan ... 35

Penelitian Tahap Kedua ... 42

Hasil ... 42

Pembahasan ... 47

Simpulan dan Saran ... 52

Daftar Pustaka ... 53

(13)

13

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut ... 14 2. Kandungan mineral pada udang (USDA, 2006) ………..……… 15 3. Alat dan metode pengukuran parameter fisika kimia air ... 25 4. Konsentrasi mineral pada air bersalinitas rendah (2 ppt) yang

digunakan selama masa aklimatisasi penurunan salinitas ... 31 5. Kisaran nilai fisika kimia air selama penelitian tahap ke-1 ... 31 6. Rerata sintasan pascalarva udang vaname pada setiap perlakuan

selama 4 hari masa aklimatisasi dengan penambahan kalium

pada air tawar pengencer ... 32 7. Nilai rataan kadar glukosa darah (mg/dl) pascalarva udang

vaname akibat penambahan K+ pada media aklimatisasi ... 34 8. Rerata konsumsi pakan pascalarva udang vaname di akhir

percobaan (dalam gram bahan kering) ... 43 9. Data laju pertumbuhan bobot harian (LPBH) pascalarva udang

vaname untuk setiap perlakuan (% bobot basah) ... 45 10. Efisiensi pakan pascalarva udang vaname untuk setiap

perlakuan (% bobot kering) ... 45 11. Rerata sintasan pascalarva udang vaname pada setiap perlakuan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir pendekatan masalah pengaruh penambahan Ca2+ 50 ppm dan penambahan mineral kalium pada masa aklimatisasi pascalarva udang vaname ke media bersalinitas rendah dan pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah dengan waktu penggantian pemberian pakan alami oleh pakan buatan yang berbeda ...

8 2. Skema rangkaian kegiatan penelitian ...…….. 19 3. Hubungan tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname

dengan penambahan K+ selama masa adaptasi penurunan

salinitas ... 33 4. Pengaruh penambahan K+ terhadap tingkat konsumsi oksigen

pascalarva udang vaname selama masa aklimatisasi penurunan

salinitas ... 35 5. Retensi protein pascalarva udang vaname untuk setiap

perlakuan ... 43 6. Retensi energi pascalarva udang vaname untuk setiap

(15)

15

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur pengukuran osmolaritas media dan cairan tubuh pascalarva udang vaname (SOP Osmometer Automatic Roebling Type 13) ... 59 2. Metode pengambilan hemolim pascalarva udang vaname ... 60 3. Prosedur analisis kadar glukosa darah menggunakan KIT

Glucose GOD FS dari DiaSys International ... 60 4. Prosedur pengoperasian spektrofotomer untuk analisis kadar

glukosa darah (SOP CAMSPEC SERI 2001) ... 61 5. Prosedur pengukuran tingkat konsumsi oksigen pascalarva

udang vaname ... 62 6. Prosedur preparasi sampel air dan pengukuran kandungan

mineral air dengan metode spektrofotomer serapan atom

(AAS) (SOP Shimadzu AA-680) ... 62 7. Prosedur analisis proksimat pakan dan tubuh pascalarva udang

vaname ... 64 8. Sintasan pascalarva udang vaname setelah melalui masa

aklimatisasi pada penelitian tahap ke-1 ... 68 9. Osmolaritas hemolim, osmolaritas media dan tingkat kerja

osmotik (TKO) pascalarva udang vaname setelah melalui masa

aklimatisasi ... 69 10. Kadar glukosa darah pascalarva udang vaname setelah melalui

masa aklimatisasi di media bersalinitas rendah ... 70 11. Tingkat konsumsi oksigen (OC) pascalarva udang vaname

pada masing-masing perlakuan ... 70 12. Sintasan pascalarva udang vaname selama masa pemeliharaan

28 hari di media bersalinitas rendah (2 ppt) ... 71 13. Data bobot rerata pada awal dan akhir penelitian, konsumsi

pakan, efisiensi pakan dan laju pertumbuhan harian selama 28 hari masa pemeliharaan pascalarva udang vaname di media

(16)

udang komersil serta proksimat tubuh pascalarva udang

vaname pada awal dan akhir penelitian ... 73 15 Penghitungan retensi protein pascalarva udang vaname (dalam

gram bahan kering) ... 74 16. Penghitungan retensi energi pascalarva udang vaname (dalam

gram bahan kering) ... 75 17. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data sintasan pascalarva

udang vaname pada percobaan tahap pertama (SAS Ver. 6.12) ... 76 18. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data tingkat kerja

osmotik pascalarva udang vaname pada percobaan tahap

pertama (SAS Ver. 6.12) ... 77 19. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data kadar glukosa darah

pascalarva udang vaname pada percobaan tahap pertama (SAS Ver. 6.12) ... 78 20. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data konsumsi pakan

pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS

Ver. 6.12) ... 79 21. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data retensi protein

pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS

Ver. 6.12)... 80 22. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data retensi energi

pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua

(SAS Ver. 6.12) ... 81 23. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data laju pertumbuhan

harian pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua

(SAS Ver. 6.12) ... 82 24. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data efisiensi pakan

pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS

Ver. 6.12) ... 83 25. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data sintasan pascalarva

(17)

17

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang telah menjadi perhatian dunia perikanan, karena pertumbuhannya yang cukup cepat dan salah satu komoditi perikanan yang nilai ekonomisnya tinggi sebagaimana ditunjukkan dengan semakin meningkatnya permintaan pasar udang vaname baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini berarti peluang untuk mengembangkan komoditas udang vaname semakin tinggi. Selain itu komposisi daging udang vaname (66-68%) yang ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan udang windu (62%) menjadi faktor pendorong lainnya bagi berkembangnya budidaya udang vaname (Subjakto, 2005).

Setelah melalui serangkaian penelitian dan kajian, maka pemerintah melalui SK Menteri KP No. 41/2001 secara resmi melepas udang vaname sebagai varietas unggul pada tanggal 12 juli 2001 (Anonim, 2003; Poernomo, 2002; Widigdo, 2002). Beberapa keunggulan udang vaname antara lain lebih tahan terhadap penyakit, pertumbuhan lebih cepat, tahan terhadap gangguan lingkungan, waktu pemeliharaan lebih pendek yakni sekitar 90-100 hari per siklus, sintasan tergolong tinggi, hemat pakan dan dapat dibudidayakan dengan padat tebar yang tinggi. Selain itu udang vaname bersifat euryhalin (Haliman dan Adijaya, 2005) sehingga dapat dipelihara di daerah perairan pantai dengan kisaran salinitas 1-40 ppt (Bray et al., 1994).

(18)

mengoptimalkan potensi lahan tambak bersalinitas rendah melalui budidaya udang vaname, karena udang jenis ini mempunyai kisaran toleransi yang tinggi terhadap perubahan salinitas.

Selain itu masalah lain yang kadang dijumpai pada unit pembesaran udang vaname adalah tidak semua lokasi tambak dekat dengan sumber air laut, sehingga dijumpai pada suatu area tambak beragam tingkat salinitasnya. Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketergantungan pasokan air laut dalam pemeliharaan benih udang vaname hingga mencapai ukuran konsumsi adalah dengan melakukan adaptasi benih udang vaname pada media bersalinitas rendah dan pada masa mendatang tidak tertutup kemungkinan untuk membudidayakan udang ini di lingkungan air tawar. Hal ini penting dilakukan mengingat banyaknya sentra perikanan budidaya air payau yang berlokasi jauh dari daerah pantai dan mempunyai potensi besar untuk pengembangan budidaya udang vaname.

Di Indonesia, prospek budidaya udang vaname di tambak bersalinitas rendah sangat menjanjikan mengingat di beberapa daerah, banyak terdapat tambak yang berjarak 2-3 km dari pantai yang bersalinitas rendah bahkan mendekati 0 ppt. Selain itu budidaya udang di air tawar dapat mencegah terjangkitnya penyakit terutama virus dan bakteri penyebab kematian udang (Sugama, 2002). Akan tetapi kendala yang dihadapi adalah ketersediaan bibit udang yang siap tebar pada kondisi salinitas rendah sangat terbatas sehingga teknologi adaptasi dari air laut ke air bersalinitas rendah mutlak diperlukan. Keberhasilan pada tahap pengadaptasian awal merupakan faktor yang sangat menentukan untuk proses berikutnya demi mendapatkan benih yang tahan dan berkualitas sehingga setelah ditebar di tambak bersalinitas rendah menghasilkan performa produksi yang signifikan.

(19)

19

metode dan teknik aklimatisasi udang vaname ke media bersalinitas rendah telah banyak dikembangkan diantaranya oleh McGraw et al., (2002); Davis et al., (2002) dan Saoud et al., (2003). Kendala yang masih dijumpai pada tahap pemeliharaan lanjutan udang vaname di media pemeliharaan bersalinitas rendah yaitu masih tingginya tingkat mortalitas sehingga produksi budidaya belum maksimal. Oleh sebab itu teknik aklimatisasi yang diterapkan harus disempurnakan terutama dalam hal perbaikan karakteristik lingkungan media aklimatisasi sehingga dapat menekan mortalitas.

Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup benih udang vaname saat aklimatisasi ke media bersalinitas rendah ialah dengan penambahan mineral penting dalam media air tawar pengencer. Ketika terjadi perubahan salinitas secara bertahap ke media bersalinitas rendah maka akan diiringi penurunan alkalinitas dan pH, sehingga udang mudah stres/lemah, kurang nafsu makan, serta cenderung berkulit tipis. McGraw et al., (2002) dan Hana (2007) melaporkan tentang teknik aklimatisasi benih udang vaname hingga mencapai salinitas 2 ppt, namun kelangsungan hidup pascalarva udang vaname yang diperoleh masih rendah (di bawah 50%). Upaya yang dapat dilakukan pada aklimatisasi ke salinitas rendah yaitu dengan penambahan mineral kalsium dalam media pemeliharaan. Davis et al., (2004) menyatakan bahwa alkalinitas sangat berperan bagi udang yang dipelihara di media bersalinitas rendah. Peningkatan pH salah satunya dapat dilakukan dengan penambahan kalsium karbonat (CaCO3). Selain itu kalsium berguna untuk

osmoregulasi dan pergantian kulit (kalsifikasi) pada krustasea. Hasil penelitian Hukom (2007) mengindikasikan bahwa dengan penambahan kalsium pada proses aklimatisasi benih udang vaname ke salinitas rendah dapat meningkatkan kelangsungan hidup benih udang vaname tersebut, akan tetapi masih terdapat keterbatasan informasi tentang tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih udang vaname pada tahap pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah.

(20)

kemungkinan dibutuhkan upaya penambahan mineral lain selama masa adaptasi penurunan salinitas dan pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Davis et al., (2002); McGraw dan Scarpa (2003) menunjukkan bahwa kurangnya kalium (K+) di media bersalinitas rendah secara signifikan mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva vaname. Dengan dasar pemikiran tersebut maka dengan pemberian kalsium dan kalium dalam media kemungkinan dapat mengurangi beban osmotik selama masa aklimatisasi, sehingga akan meningkatkan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname.

Selain itu, untuk menunjang proses fisiologis dalam rangka menopang pertumbuhan dan kelangsungan hidup dibutuhkan makanan sebagai sumber energi dan materi. Pada stadia larva sumber makanan yang biasa digunakan adalah makanan alami, namun penggunaaan pakan alami yang berlanjut secara praktis dan ekonomis tidak menguntungkan. Demikian juga kandungan gizi pakan alami seringkali sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pascalarva udang vaname, sehingga pemberian pakan yang tepat merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname selama masa pemeliharaan di media bersalinitas rendah.

Permasalahan

(21)

21

Untuk mengatasi permasalahan yang ada diperlukan upaya pengaturan aklimatisasi salinitas dan media yang tepat. Penelitian Hana (2007) menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup pascalarva vaname masih rendah (48%) saat diaklimatisasikan ke salinitas 2 ppt selama 96 jam. Selanjutnya Hukom (2007) menambahkan mineral kalsium pada saat penurunan ke salinitas rendah dalam media air tawar pengencer dan ternyata dapat meningkatkan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname hingga mencapai 100% selama aklimatisasi 96 jam, tetapi kualitas benih pada pemeliharaan tahap berikutnya belum diketahui.

Mineral kalsium dalam bentuk kapur berperan dalam menunjang proses fisiologis udang, serta dapat mempertahankan kualitas air (pH) media ketika terjadi penurunan salinitas. Oleh karena itu untuk mempertahankan kelangsungan hidup baik pada masa aklimatisasi maupun pemeliharaan selanjutnya di media bersalinitas rendah maka perlu dilakukan penambahan mineral penting lainnya.

Salah satu mineral penting yang diduga berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname di media pemeliharaan bersalinitas rendah adalah kalium (K+). Oleh karena itu perlu dikembangkan teknik aklimatisasi baru dengan penambahan kalium, begitu pula selama pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah selain dilakukan penambahan mineral kalium dalam media kultur juga perlu ditunjang dengan pemberian pakan yang tepat terutama dari kandungan nutrisi, sehingga kebutuhan mineral pascalarva udang vaname terutama yang berperan penting untuk metabolisme akan terpenuhi.

Pemecahan Masalah

(22)

rendah. Mineral kalsium berfungsi utama dalam menetralisir pH air dan mineralisasi kulit (eksoskeleton).

Mineral kalsium bersama dengan ion kalium (K+) berperan dalam mekanisme kerja osmotik udang. Saat kemampuan osmoregulasi pascalarva meningkat maka akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pascalarva. Mineral kalsium merupakan kofaktor proses enzimatik (Davis dan Gatlin III, 1991). Kelarutan kalsium yang optimal dalam media akan meningkatkan efisiensi enzim Na+K+-ATPase. Selain itu adanya keseimbangan mineral media juga mempengaruhi keseimbangan isoosmotik antara cairan tubuh dan lingkungan. Pada saat kondisi media optimal maka kebutuhan energi (beban osmotik) akan berkurang untuk aktifitas enzim Na+K+-ATPase sehingga tersedia banyak energi (katabolisme) yang dipergunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup udang saat kondisi stres. Sedangkan penambahan kalium (K+) berpengaruh terhadap metabolisme yaitu dalam kestabilan transpor sel sehingga kemampuan kerja/aktifitas enzim berjalan normal walaupun terjadi fluktuasi salinitas lingkungan. Dengan adanya penambahan kedua mineral ini pada media bersalinitas rendah maka pascalarva udang vaname mampu mempertahankan kelangsungan hidup karena kebutuhan akan mineral penting terpenuhi.

(23)

23

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan tujuan :

1) Mengetahui pengaruh penambahan kalium terhadap performa pascalarva udang vaname selama masa aklimatisasi ke media bersalinitas rendah.

2) Mengetahui pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname selama pemeliharaan di media bersalinitas rendah dengan kadar kalium yang optimum.

Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh informasi tentang kadar kalium terbaik yang dapat meminimalkan stres sehingga meningkatkan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname. Disamping itu dengan diketahuinya saat penggantian pakan alami oleh pakan buatan yang tepat, dapat lebih mengefisienkan penggunaan pakan dan memacu pertumbuhan pascalarva udang vaname.

Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut :

1. Apabila penambahan mineral kalium pada masa adaptasi penurunan salinitas rendah mampu menunjang pemenuhan kebutuhan mineral pascalarva udang vaname, maka tingkat stres akan minimal dan kelangsungan hidup akan meningkat.

(24)

Efisien

Gambar 1. Diagram alir pendekatan masalah pengaruh penambahan Ca2+ 50 ppm dan penambahan mineral kalium pada masa aklimatisasi pascalarva udang vaname ke media bersalinitas rendah dan pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah dengan waktu penggantian pemberian pakan alami oleh pakan buatan yang berbeda

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Biologi Udang Vaname

Wyban dan Sweeney (1991) mengklasifikasikan udang vaname dalam filum: Arthropoda, kelas : Malacostraca, sub kelas: Eumalacostraca, superordo: Eucarida, ordo: Decapoda, subordo: Dendrobrachiata, famili : Penaeidae, genus : Litopenaeus serta dalam species : Litopenaeus vannamei. Udang vaname disebut udang putih karena berwarna putih bening dengan corak kebiru-biruan, mempunyai 10 kaki dan bagian karapas berkembang hingga menutupi seluruh kepala dan thorak. Ciri lain udang vaname adalah gigi pada rostrum bagian atas dan bawah dimana bagian ventral dari rostrum terdapat 2 gigi, sedangkan bagian dorsal terdapat 8-9 gigi. Selain itu pada udang vaname mempunyai telikum terbuka tanpa tempat penyimpanan sperma pada udang betina serta ciri antena yang panjang.

(26)

Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Air beserta kandungan yang terlarut di dalamnya merupakan media bagi kehidupan organisme perairan. Setiap jenis organisme perairan dapat hidup dan melakukan semua aktifitas kehidupan dengan baik jika ditunjang oleh kualitas perairan baik secara fisik, kimia maupun biologi. Kelangsungan hidup organisme perairan ditentukan oleh kualitas perairannya. Udang mempunyai kisaran kualitas air tertentu dan toleransi berbeda-beda untuk melangsungkan aktifitas kehidupannya dengan baik.

Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme awal saat penebaran yang dinyatakan dalam bentuk persen dimana semakin besar nilai persentase menunjukkan makin banyak organisme yang hidup selama pemeliharaan (Effendie, 2002). Faktor lingkungan merupakan hal yang paling mempengaruhi tingkat kelulusan hidup organisme secara langsung (Holliday, 1969). Jika salinitas diturunkan ternyata udang vaname masih tetap dapat hidup, tetapi masih dihadapkan pada tingkat kelangsungan hidup yang masih rendah (47%) selama pemeliharaan 125 hari pada salinitas 2-5 ppt (Green, 2004).

(27)

11

sel dari bagian tubuh. Secara keseluruhan resultantenya merupakan perubahan ukuran (Effendie, 2002).

Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa pendekatan dalam mempelajari pertumbuhan dapat dilakukan melalui : (1) model pertumbuhan metabolik, (2) model matematik yaitu penelaahan pertumbuhan melalui pendekatan persamaan matematik dan kurva, dan (3) analisa pada tingkat sel melalui penelaahan pertumbuhan melalui perkembangan sel (multiplication, regeneration dan hypertrophy). Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa aspek yang berkaitan dengan pertumbuhan individu terutama yang berkaitan proses fisiologis meliputi regenerasi, metamorfosa dan moulting. Regenerasi berkaitan dengan kondisi binatang/hewan yang memiliki kemampuan untuk menyusun kembali jaringan/bagian tubuh yang telah hilang, baik pada waktu proses fisiologis normal maupun rusak karena luka. Metamorfosa dihubungkan dengan reorganisasi jaringan pada stadia pasca embrio yang biasanya dialami suatu organisme dalam rangka mempersiapkan diri untuk hidup dalam suatu habitat yang berbeda. Pengertian moulting berkenaan dengan proses pelepasan secara periodik cangkang yang sudah tua dan pembentukan cangkang baru dengan ukuran yang lebih besar. Pada krustase (udang), pertumbuhan terjadi secara berkala setelah pergantian kulit. Pertambahan panjang dan bobot tubuh akan terhambat bila tidak didahului oleh ganti kulit.

(28)

Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai jumlah padatan dalam gram dari garam-garam yang terlarut dalam satu kilogram air laut, setelah semua karbonat diubah menjadi oksida, semua bromide dan ion iodin sudah ditansformasikan sehingga ekuivalen dan semua bahan organik telah dioksidasi (Stickney, 1979). Definisi lain dari salinitas adalah konsentrasi total ion-ion yang terlarut di dalam air dan biasanya dinyatakan dalam satuan g/kg atau ‰. Terdapat 7 ion yang sangat berpengaruh dalam menentukan salinitas perairan, yaitu Na, K, Mg, Ca, Cl, sulfat dan bikarbonat (Boyd, 1982).

Salinitas merupakan salah satu faktor yang ada dalam sifat kimia air dan keberadaanya di dalam air dapat menjadi faktor penghambat atau pemacu pertumbuhan ikan. Salinitas merupakan faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan organisme yakni jumlah pakan yang dikonsumsi, laju pertumbuhan, nilai konversi makanan dan daya kelangsungan hidup (Kinne, 1964). Salah satu aspek fisiologis ikan yang dipengaruhi oleh salinitas adalah tekanan dan konsentrasi osmotik serta konsentrasi ion dalam cairan tubuh (Holliday, 1969).

Perbedaan konsentrasi cairan tubuh ikan dengan konsentrasi lingkungannya akan mengganggu kelangsungan poses fisiologis yang normal dalam tubuh ikan. Untuk mengatasi hal tersebut ikan akan melakukan proses osmoregulasi. Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologis tubuhnya berjalan normal (Rahardjo, 1980). Apabila salinitas meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk pertumbuhan (Haliman dan Adijaya, 2005). Perubahan salinitas akan menyebabkan perubahan tekanan osmotik, dimana semakin rendah salinitas maka akan semakin rendah tekanan osmotiknya (Vernberg and Vernberg, 1972).

(29)

13

osmotik larutan akan semakin tinggi sehingga semakin tinggi juga tekanan osmotik media. Ion-ion yang dominan dalam menentukan tekanan osmotik air laut yaitu Na+ dan Cl- dengan kandungan 30,61% dan 55,04% dari total seluruh ion yang terlarut di dalam air (Nybakken, 1988).

Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan respon kompensasi dari suatu organisme terhadap perubahan beberapa faktor lingkungan, sedangkan jika hanya dipengaruhi oleh satu faktor lingkungan disebut dengan aklimasi (Affandi dan Tang, 2002). Larva udang vaname diproduksi pada salinitas 28-35 ppt, tetapi pada stadia pascalarva salinitas yang digunakan biasanya lebih rendah. Sebelum dimasukkan ke tambak, pascalarva udang vaname harus diadaptasikan terlebih dahulu pada salinitas rendah secara gradual yang bertujuan untuk mengurangi resiko kematian akibat stres. Penurunan salinitas yang dilakukan tidak boleh lebih dari 1 atau 2 ppt per jam (Boyd, 1982). Krustase laut yang ditempatkan dalam air laut yang lebih encer akan mengalami kehilangan ion-ion melalui permukaan tubuh dan urin. Organisme tersebut bisa mati bila perubahan osmotik yang dialami sangat besar. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan sejumlah energi metabolik yang besar dan sebanding dengan laju kehilangan ion dari tubuh maupun urin (Lockwood, 1967 dalam Riani, 1990).

Pada salinitas yang diturunkan, udang masih dapat hidup dan tumbuh, hanya saja masih sangat tergantung pada stadia udang. Pascalarva 10 udang vaname dapat hidup lebih baik pada salinitas di atas 4 ppt dibandingkan pada salinitas 2 ppt, namun pada PL15 hingga PL20 dapat hidup hingga 1 ppt. Selain stadia umur,

aklimatisasi dan nutrisi, keberadaan unsur seperti kalium, kalsium dan sulfat juga mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang yang dibudidayakan di media bersalinitas rendah (Davis et al., 2002).

Mineral Kalsium dan Kalium

(30)

(Deshimaru dan Yone, 1978; Wickins dan Lee, 2002). Kebutuhan kuantitas mineral adalah tidak tetap diantara individu spesies dan kondisi lingkungan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh perbedaan karakteristik kandungan konsentrasi mineral yang terdapat pada air laut dan air tawar. Perbedaan kandungan konsentrasi ion yang terdapat pada air tawar dan air laut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut

Ion Konsentrasi (ppm)

Air Tawar* Air Laut#

Cl- 3-50 18.800

Na+ 2-100 10.770

SO42- 1-100 2.715

Mg2+ 1-70 1.290

Ca2+ 4-100 412

K+ 0,2-10 380

HCO3- 2-300 180

Br- - 67

H3BO3- - 26

Sr2+ - 8

Fe2+ 0,1-3 -

Sumber : * = Rump dan Krist (1992) dalam Effendi (2003) # = Gunter (1977) dalam Soewardi (2006)

Kalsium tidak terdapat dalam bentuk bebas, namun berupa kation yang bermuatan dua ion positif (Piliang, 2005). Kalsium mempunyai peranan penting dalam pembentukan jaringan tubuh terutama tulang atau eksoskeleton. Hal ini disebabkan 99% kalsium dalam tubuh terdapat dalam jaringan eksoskeleton atau tulang. Penambahan kalsium pada kolam budidaya lewat pengapuran bertujuan untuk menetralkan ion Al, Fe, H, dan Mn, serta menambah unsur Ca dan Mg ke dalam perairan. Penetral utama dalam kapur yaitu karbonat (CO32-) yang

(31)

15

udang. Untuk golongan penaeid alkalinitas yang diperlukan sekitar 150-200 mg/l CaCO3 (Wickins dan Lee, 2002).

Dalam osmoregulasi, keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dan air media sangat penting bagi kehidupan hewan air. Fungsi biokimia mineral pada spesies perairan sama dengan hewan daratan. Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan energetik untuk pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang isoosmotik, dengan demikian energi yang disimpan dapat cukup substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al., 2003).

Kalium adalah suatu elemen intraseluler yang penting. Ion ini sangat berpengaruh dalam metabolisme ketika pengeluaran energi dibutuhkan dalam rangka menjaga konsentrasi konstan gradien melewati dinding sel. Berbagai jenis bahan yang dibutuhkan sel dibawa melalui transpor aktif natrium (Na+) yang terhubungkan dengan transpor K+ di bagian dalam sel melalui sepasang pompa ion. Sistem ini menggunakan energi dari ATP yang digambarkan sebagai Na+K+ATPase (Larvor, 1983). Ion kalium (K+) merupakan unsur pokok yang ditemukan sedikit dalam perairan payau dan tawar. Pada krustase aktifitas enzim tergantung konsentrasi K+ yang berperan mempertahankan keadaan konstan dalam hemolim ketika terjadi fluktuasi salinitas lingkungan perairan (McGraw dan Scarpa 2003). Kandungan mineral yang terdapat dalam udang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan mineral pada udang (USDA, 2006) Jenis Mineral Konsentrasi (mg/kg)

(32)

Berbagai penelitian melaporkan mengenai aklimatisasi ke media bersalinitas rendah, dan menunjukkan bahwa pemanfaatan kalium ternyata paling dominan berperan dalam peningkatan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname (Davis et al., 2002; Davis et al., 2005; Roy et al., 2007). Roy et al., (2007 ) melaporkan bahwa adanya peningkatan K+ media secara signifikan meningkatkan persentasi penambahan bobot dan kelangsungan hidup benih udang vaname. Perlakuan yang dicobakan yaitu 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, dan 40 ppm. Hasil maksimal yang dicapai yaitu pada konsentrasi kalium 40 ppm, sehingga belum memenuhi kebutuhan kalium optimal. Penelitian lain mengungkapkan bahwa penggunaan senyawa yang mengandung kalium ternyata dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname setelah aklimatisasi (Davis et al., 2005). Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kalium yang terkandungdalam bentuk larutan KCl atau campuran KCl dan MgCl2

dalam media menghasilkan nilai kelangsungan hidup benih udang vaname relatif sama, sedangkan pada media tanpa penambahan kalium memperlihatkan tingkat kelangsungan hidup benih udang vaname yang rendah.

Glukosa Darah sebagai Indikator Respon terhadap Stres

Perubahan lingkungan (enviromental changes) akibat perubahan salinitas perairan dapat mengakibatkan stres pada udang. Bila udang mengalami stres, udang tersebut menanggapinya dengan mengembangkan suatu kondisi homeostatis yang baru dengan mengubah metabolismenya. Stres didefinisikan sebagai sejumlah respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostasis. Respon terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol (Barton et al., 1980) dan katekolamin (Woodward, 1982). Sandnes dan Waagbo (1991) dalam Marzuqi et al., (1997) menyatakan bahwa akan terjadi peningkatan metabolisme glukosa pada tubuh yang dipicu oleh hormon kortisol dan katekolamin tersebut.

(33)

17

glukoneogenesis, lipolisis, glikogenesis, dan lipogenesis. Homeostatis kadar glukosa dalam darah dipertahankan oleh beberapa mekanisme, yaitu mekanisme yang mengatur kecepatan konversi glukosa menjadi glikogen atau lemak yang disimpan, dan mekanisme yang mengatur pelepasan kembali dari bentuk simpanan untuk dikonversi menjadi glukosa yang masuk ke dalam darah. Oleh karena itu, dengan banyaknya mekanisme yang berperan dalam mempertahankan homeostatis glukosa darah, kestabilan glukosa darah menjadi sangat penting bagi kesehatan bahkan kehidupan (Piliang dan Djojosoebagio, 2000).

Fisika Kimia Air

Kelangsungan hidup udang sangat dipengaruhi oleh kualitas air yang menjadi media tempat hidupnya. Bila kualitas air tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka kelangsungan hidup udang akan terganggu. Kualitas air dapat dinyatakan dalam berbagai parameter, yaitu parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi. Salah satu parameter fisika perairan yang sangat berperan terhadap kehidupan organisme air adalah temperatur. Suhu air sangat mempengaruhi laju metabolisme dan pertumbuhan organisme perairan (Effendi, 2003). Menurut Boyd (1982) bahwa laju biokimia akan meningkat 2 kali lipat setiap peningkatan suhu 100C. Hirono (1992) dalam Budiardi (1998) menyatakan suhu optimal bagi pertumbuhan udang antara 28-320C.

Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman suatu perairan dan mewakili konsentrasi ion-ion hidrogen (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003). Udang dapat hidup baik pada pH 6-9 (Boyd, 1991). Konsentrasi pH air akan berpengaruh terhadap nafsu makan udang dan reaksi kimiawi di dalam air. Selain itu pH air yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam ganti kulit dimana kulit menjadi lembek serta kelangsungan hidup menjadi rendah (Chien, 1992).

(34)

Huang, 1975 dalam Chien, 1992). Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer.

Alkalinitas merupakan kemampuan perairan untuk menyangga asam atau kapasitas perairan untuk menerima proton pada perairan alami, berhubungan dengan konsentrasi karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3-) dan hidroksida (OH-)

(Wheaton, 1977 dalam Budiardi, 1998). Boyd (1991) mengemukakan bahwa alkalinitas yang baik bagi udang hendaknya lebih dari 20 mg/l CaCO3. Kesadahan

menggambarkan kandungan ion Ca2+ dan Mg2+ serta ion logam polivalen lainya. Kesadahan air yang paling utama adalah ion Ca2+ dan Mg2+, oleh karena itu hanya diarahkan pada penetapan kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam air (Boyd, 1982). Kesadahan yang baik untuk menunjang kehidupan organisme perairan berkisar 20-150 mg/l CaCO3 equivalen (Stickney, 1979).

Amoniak merupakan salah satu hasil sampingan dari proses perombakan bahan organik di dalam air yang bersifat racun. Kandungan amoniak sangat terkait dengan tingkat oksidasi di dalam air. Kandungan oksigen yang tinggi akan menyebabkan kandungan amoniak menjadi rendah karena dioksidasi menjadi NH4

yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis (Widigdo dan Soewardi, 1999). Konsentrasi amoniak dalam air sangat tergantung pada pH, suhu dan salinitas. Jika pH atau suhu meningkat maka kandungan amoniak akan meningkat relatif lebih tinggi daripada amonium, serta meningkatkan daya racunnya terhadap udang. NH3 relatif lebih rendah daripada NH4+ pada perairan

yang bersalinitas dan sadah (Stickney, 1979). Toksisitas amoniak meningkat dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Konsentrasi NH3 yang relatif aman

untuk udang Penaeus sp adalah di bawah 0,1 mg/l (Liu, 1989).

(35)

19

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang dilaksanakan secara laboratoris, dengan sistem pengamatan dan pencatatan secara teratur dari fenomena yang diteliti. Data yang dianalisis berasal dari hasil pengukuran secara langsung maupun analisis laboratorium. Penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan kalium terhadap pemenuhan kebutuhan mineral penting selama masa adaptasi penurunan salinitas terhadap performa pascalarva udang vaname ini terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama yaitu penambahan mineral kalium selama aklimatisasi pascalarva udang vaname ke media bersalinitas rendah dan pada tahap kedua berupa waktu penggantian pemberian pakan buatan pada pemeliharaan lanjutan setelah tahapan aklimatisasi dalam media bersalinitas rendah dengan dosis kalium terbaik yang didapat dari penelitian tahap 1. Data yang diukur yaitu dari PL20 sampai PL53. Hasil yang

didapat dari setiap tahapan penelitian merupakan rangkaian yang saling berkaitan, penelitian tahap satu akan dijadikan pedoman untuk melandasi penelitian berikutnya. Skema rangkaian tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 2 berikut ini :

Gambar 2. Skema rangkaian kegiatan penelitian

Penelitian Tahap 1

Penelitian tahap pertama merupakan penelitian untuk mendapatkan penambahan kalium optimal yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan

(36)

tingkat stres paling rendah dari pascalarva udang vaname selama diaklimatisasikan ke media bersalinitas rendah. Rancangan percobaan tahap pertama penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 taraf perlakuan dan masing-masing taraf perlakuan diulang 3 kali. Langkah awal berupa aklimatisasi PL 7 udang vaname hingga PL20 pada media bersalinitas 25

ppt yang dilakukan di laboratorium. Selanjutnya mulai PL20 diaklimatisasikan ke

media pemeliharaan melalui pengenceran dari salinitas 25 ppt hingga 2 ppt selama 4 hari (96 jam) yang telah ditambah kalsium (CaCO3) dalam air tawar sebanyak

50 ppm dengan penerapan perlakuan penambahan kalium (K+) sebagai berikut : Perlakuan A : Tanpa penambahan K+ (0 ppm) sebagai kontrol

Perlakuan B : Penambahan 25 ppm K+ pada media pengencer Perlakuan C : Penambahan 50 ppm K+ pada media pengencer Perlakuan D : Penambahan 75 ppm K+ pada media pengencer

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tahap pertama dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi FPIK IPB selama lebih kurang 18 hari, mencakup tahapan aklimatisasi laboratorium selama 14 hari dan dilanjutkan percobaan aklimatisasi salinitas dengan berbagai penambahan kalium selama 4 hari (96 jam) yang telah ditambahkan kalsium sebanyak 50 ppm. Pengukuran tekanan osmotik hemolim dan media dilakukan di Laboratorium Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok, sedangkan kadar glukosa darah dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan IPB. Analisis parameter fisika kimia air dilakukan di Laboratorium Lingkungan FPIK IPB.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1) Hewan uji berupa pascalarva 7 udang vaname yang diaklimatisasi selama 14 hari hingga mencapai PL20

(37)

21

4) Kapur yang digunakan berupa kapur pertanian (CaCO3) dan kalium dalam

bentuk K2CO3

5) Wadah percobaan berupa akuarium kaca ukuran 59 x 29 x 40 cm sebanyak 12 unit yang dilengkapi dengan sistem pengatur salinitas, pengatur suhu, dan aerator

6) Sarana dan prasarana produksi penunjang budidaya dan alat pengukur fisika kimia air

Pelaksanaan Percobaan a. Pengkayaan pakan alami

Pakan alami yang digunakan yaitu nauplius Artemia salina yang diperkaya dengan vitamin C (asam askorbat). Wadah yang digunakan untuk pengkayaan adalah akuarium berukuran 30 x 30 x 40 cm yang diisi air laut bersalinitas 25 ppt sebanyak 10 liter. Dosis vitamin C yang digunakan sebanyak 100 mg/l air media. Kepadatan nauplius Artemia yang digunakan sekitar 300.000 individu/liter yang diperkaya dengan vitamin C selama 12 jam. Proses pengkayaan dimulai sebelum aklimatisasi pascalarva. Penyediaan pakan alami yang diperkaya dengan vitamin C dilakukan setiap hari selama tahapan aklimatisasi.

b. Pascalarva udang vaname

Pascalarva yang digunakan adalah PL7 yang berasal dari pemijahan satu

induk. Benih didapatkan dari balai pembenihan udang vaname di Carita, Jawa Barat. Pemberian pakan alami nauplius Artemia yang telah diperkaya dengan vitamin C dilakukan 4 kali per hari mulai PL7 hingga PL24.

c. Aklimatisasi salinitas dengan penambahan kalsium dan kalium

(38)

Air laut yang digunakan sebagai media berasal dari hatchery komersil, dan ditampung dalam bak penampungan. Pengadaan salinitas awal 25 ppt berdasarkan teknik pengenceran salinitas yaitu dengan metode pengenceran air laut yang menggunakan rumus :

Va x Na = V1 x N1

Keterangan : Va = Volume akhir yang dikehendaki (l)

Na = Salinitas akhir yang dikehendaki (ppt)

V1 = Volume air laut yang diencerkan (l)

N1 = Tingkat salinitas air laut yang diencerkan (ppt)

Air bersalinitas 25 ppt kemudian dimasukkan ke semua wadah percobaan sebanyak 5 liter per akuarium. Sebelum percobaan dimulai seluruh wadah diaerasi selama 1 hari sehingga kelarutan oksigennya jenuh.

Larutan air tawar yang berbeda kandungan kalium dengan penambahan kalsium 50 ppm merupakan media pengencer ke salinitas rendah. Sumber air tawar berasal dari air danau yang telah diendapkan di laboratorium. Penurunan salinitas dari 25 ppt menjadi 2 ppt dengan cara menambahkan air tawar yang sebelumnya telah ditambahkan kalsium 50 ppm dengan penambahan kalium berbeda yang dilakukan secara gradual. Penurunan salinitas ini dilakukan sedikit demi sedikit secara kontinyu, sehingga pada jam ke-24 salinitas media menjadi 18 ppt, jam ke-48 mencapai salinitas 12 ppt, jam ke-72 menjadi 6 ppt dan pada akhir aklimatisasi (jam ke-96) salinitas media menjadi 2 ppt. Penetesan disesuaikan melalui pengaturan pada kran sehingga akan sama penurunan salinitas pada semua wadah perlakuan.

Pascalarva udang vaname yang digunakan dalam percobaan aklimatisasi adalah PL20. Seluruh benih telah melewati tahapan aklimatisasi laboratorium, dan

(39)

23

aerasi, serta pembuangan feses dan sisa pakan. Suhu media akan dipertahankan pada 28-290C, demikian juga penurunan salinitas akan diusahakan sama pada semua perlakuan.

Pengambilan Data

Penghitungan jumlah pascalarva yang hidup dalam penentuan tingkat kelangsungan hidup dilakukan tiap 24 jam selama masa aklimatisasi 96 jam. Penghitungan tingkat kerja osmotik udang berdasarkan data osmolaritas cairan tubuh dan osmolaritas media yang dilakukan pada hari ke-4 (96 jam). Sekitar 20 individu dari tiap akuarium dipisahkan, kemudian digerus dan disentrifus. Bagian supernatan yang merupakan cairan tubuh dipisahkan sebanyak 200 µl setiap perlakuan. Sedangkan untuk sampel media perlakuan diambil sebanyak 300 µl dari setiap wadah untuk pengukuran osmoralitas media. Pengukuran tekanan osmotik dilakukan dengan alat osmometer (Osmometer Automatic Roebling Type 13) seperti tersaji pada Lampiran 1.

Untuk mengetahui respon stres pascalarva udang vaname setelah diberi perlakuan salinitas rendah dengan penambahan mineral kalium dan kalsium maka dilakukan pengukuran kadar glukosa darah. Metode yang digunakan untuk pengukuran kadar glukosa darah disajikan pada Lampiran 2. Selain itu tingkat metabolisme udang selama mengalami stres karena aklimatisasi ditentukan dengan pengukuran tingkat konsumsi oksigen pada keadaan standar (basal) yang pelaksanaannya pada saat hari ke-5. Pascalarva tiap perlakuan pada hari ke-4 diambil secara acak sebanyak 10 individu, kemudian dipuasakan selama 24 jam. Selanjutnya pascalarva dimasukkan dalam wadah berisi 200 ml media perlakuan yang diberi penutup stirofom dan diaerasi penuh. Setelah mencapai oksigen jenuh, aerasi dihentikan. Pengukuran penurunan kandungan oksigen terlarut dalam media dilakukan selama 1 jam menggunakan peralatan DO-meter.

(40)

Parameter yang Diukur

Parameter yang diukur untuk penelitian tahap pertama meliputi : sintasan pascalarva, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen, dan fisika kimia media selama proses aklimatisasi berlangsung.

1. Sintasan pascalarva (Effendie, 2002) :

2. Tingkat kerja osmotik (Anggoro, 1992) :

TKO = │Osmolaritas hemolim udang (mOsm/l H2O - Osmolaritas media

(mOsm/l H2O) │

3. Kadar glukosa darah (Wedemeyer dan Yasutake, 1977) : [GD] = 4. Tingkat konsumsi oksigen (Liao dan Huang, 1975) :

(41)

25

5. Fisika kimia air

Alat dan metode pengukuran beberapa parameter fisika kimia air yang dilakukan tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Alat dan metode pengukuran parameter fisika kimia air

No Parameter Alat Metode

1 Temperatur Termometer Insitu

2 Salinitas Refraktometer Insitu

3 Oksigen terlarut DO-meter Insitu

4 pH pH-meter Insitu

5 Kesadahan Buret Titrimetri

6 Amoniak Spektrofotometer Phenat

Analisis Data

Parameter yang dianalisis secara statistik pada penelitian tahap pertama adalah sintasan, tingkat kerja osmotik dan kadar glukosa darah. Keseluruhan data nilai tengah dilakukan uji respon pada tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat perbedaan antar perlakuan, data dianalisis lanjut dengan uji Duncan yang bertujuan mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan (Steel dan Torrie, 1991). Alat bantu dalam pengolahan data statistik menggunakan program SAS versi 6.12. Sedangkan data tingkat konsumsi oksigen dan fisika kimia air dianalisis secara deskriptif.

Penelitian Tahap 2

Penelitian tahap kedua merupakan penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup pascalarva udang vaname pada media pemeliharaan bersalinitas rendah setelah melalui masa aklimatisasi. Penelitian tahap kedua ini merupakan pemeliharaan PL25 hingga

PL53 di media bersalinitas 2 ppt dengan penambahan kalsium 50 ppm dan kadar

(42)

menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan dan 3 kali ulangan. Penentuan perlakuan yang diterapkan dalam penelitian tahap kedua adalah sebagai berikut :

Perlakuan A : Pemberian pakan buatan pada hari ke-1 masa pemeliharaan (segera setelah selesai pelaksanaan aklimatisasi salinitas)

Perlakuan B : Waktu penggantian pakan alami Chironomus sp oleh pakan buatan pada hari ke-7 masa pemeliharaan

Perlakuan C : Waktu penggantian pakan alami Chironomus sp oleh pakan buatan pada hari ke-14 masa pemeliharaan

Perlakuan D : Waktu penggantian pakan alami Chironomus sp oleh pakan buatan pada hari ke-21 masa pemeliharaan

Perlakuan E : Pemberian pakan alami Chironomus sp selama masa pemeliharaan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tahap kedua dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi FPIK IPB selama 28 hari pemeliharaan pascalarva udang vaname dari PL25 hingga PL53.

Analisis proksimat pakan alami Chironomus sp, pakan udang komersil dan hewan uji dilakukan di di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB. Sedangkan analisis fisika kimia air dilakukan di Laboratorium Lingkungan FPIK IPB.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1) Hewan uji berupa pascalarva 25 udang vaname

2) Pakan alami Chironomus sp beku

3) Pakan buatan berupa pakan udang komersil dengan kadar protein 40% 4) Kapur pertanian (CaCO3) dan kalium (K2CO3)

5) Wadah percobaan berupa akuarium kaca ukuran 59 x 29 x 40 cm yang dilengkapi dengan sistem pengatur suhu dan aerator

(43)

27

Pelaksanaan Percobaan

Wadah percobaan berupa akuarium kaca berjumlah 15 unit dengan ukuran 59 x 29 x 40 cm. Seluruh wadah dibersihkan dengan sabun deterjen, direndam dengan larutan PK dan dibilas dengan air bersih. Tahap berikutnya dilakukan pengaturan wadah secara acak menurut perlakuan. Setiap unit akuarium diaerasi dari aerator induk untuk memenuhi kebutuhan oksigen, serta dilengkapi pengukur suhu (termometer). Penyediaan air laut bersalinitas 2 ppt dilakukan melalui metode pengenceran dengan air tawar yang telah ditambahkan kalsium 50 ppm dan kalium terbaik pada penelitian tahap ke-1. Selanjutnya media perlakuan dimasukkan ke semua unit akuarium dengan volume 50 liter per akuarium.

Dalam penelitian tahap kedua hewan uji yang digunakan adalah PL25 udang

vaname. Pascalarva diaklimatisasi sebelumnya dengan hasil terbaik penelitian tahap pertama. Pascalarva 25 selanjutnya diseleksi dan ditimbang agar seragam saat digunakan sebagai hewan uji. Setiap akuarium diisi pascalarva berjumlah 20 individu.

Pemberian pakan untuk pascalarva sebanyak 4 kali perhari secara ad libitum. Jika dalam wadah perlakuan masih terdapat pakan yang tersisa maka pemberian pakan dikurangi. Selama penelitian berlangsung kualitas fisika kimia media dijaga melalui penyiponan sisa pakan yang tertinggal di dasar wadah dan dihitung sebagai pakan tak terkonsumsi. Penggantian air dilakukan setiap hari sebanyak 30-40% dengan air pengganti yang telah dipersiapkan sebelumnya, dan dilaksanakan sebelum pemberian pakan pada siang hari. Penyiponan sisa-sisa pakan dilakukan sekali sehari sebelum penggantian air.

Pengambilan Data

(44)

Analisis proksimat pakan (alami dan buatan) dan hewan uji yaitu meliputi pengukuran kadar protein kasar, kadar lemak kasar, serat kasar, kadar abu, kadar air, dan BETN. Hewan uji diukur kandungan proksimat pada awal dan akhir percobaan untuk analisis retensi protein dan retensi energi. Sedangkan pakan alami Chironomus sp dan pakan buatan diukur kandungan proksimat pada awal penelitian. Analisis proksimat untuk protein kasar menggunakan metode Kjeldhal, sedangkan untuk pengukuran lemak kasar dengan metode ekstraksi dengan alat Soxhlet. Setelah diketahui kandungan proksimat dilakukan perhitungan retensi protein dan retensi energi.

Parameter fisika kimia air yang diukur meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, kesadahan total, alkalinitas, amoniak dan nitrit. Suhu dan salinitas diukur secara in situ setiap hari (pagi dan sore). Untuk pH dan DO diukur setiap 7 hari sedangkan kesadahan total, alkalinitas, amoniak dan nitrit diukur saat awal, pertengahan dan akhir percobaan.

Parameter yang Diukur

Dalam penelitian tahap kedua, beberapa parameter yang diukur meliputi tingkat konsumsi pakan, retensi protein, retensi energi, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, sintasan dan fisika kimia air.

1. Retensi protein (Takeuchi, 1988) :

Bobot protein tubuh akhir - bobot protein tubuh awal (g)

RP (%) = x 100

Bobot total protein yang dikonsumsi (g) 2. Retensi energi (Takeuchi, 1988) :

RE = E

IE -FE

x 100

Keterangan : RE = retensi energi (%)

FE = total energi tubuh pada waktu t (kkal)

(45)

29

Kandungan energi total pada pakan dan tubuh pascalarva udang vaname dihitung berdasarkan koefisien konversi protein, lemak dan karbohidrat (BETN) berturut-turut sebesar 23,6 kJ/g, 39,5 kJ/g dan 17,2 kJ/g. Nilai konversi energi sebesar 1 kJ setara dengan 4,2 kkal (Zonneveld et al., 1991). 3. Laju pertumbuhan harian (Huisman, 1976) : 4. Efisiensi pakan (Takeuchi, 1988) :

EP =

5. Sintasan pascalarva (Effendie, 2002) :

(46)

6. Fisika kimia air

Alat dan metode pengukuran fisika kimia air yang dilakukan pada tahap kedua serupa dengan penelitian tahap 1 dengan tambahan pengukuran parameter alkalinitas dan nitrit pada media pemeliharaan.

Analisis Data

(47)

31

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tahap Pertama

Hasil

Dari hasil pengamatan dan pengukuran selama penelitian tahap pertama, diperoleh data sintasan, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen, serta fisika kimia media. Selain itu dengan adanya penambahan kalsium sebanyak 50 ppm dan kalium sesuai perlakuan pada air tawar pengencer menghasilkan komposisi mineral kalium yang berbeda di air bersalinitas 2 ppt. Konsentrasi mineral K+, Na+, Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat di air bersalinitas 2 ppt pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 4, sedangkan hasil pengukuran parameter fisika kimia air yang meliputi suhu, salinitas, pH, O2 terlarut, kesadahan total dan NH3 pada media adaptasi pascalarva

udang vaname selama penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Konsentrasi mineral pada air bersalinitas rendah (2 ppt) yang digunakan selama masa aklimatisasi penurunan salinitas

Perlakuan Konsentrasi mineral yang terkandung (ppm)

K Na Ca Mg

A 32,39 841,01 37,01 52,88

B 51,78 841,01 37,01 52,88

C 87,71 841,01 37,01 52,88

D 115,15 841,01 37,01 52,88

Tabel 5. Kisaran nilai fisika kimia air selama penelitian tahap ke-1

Parameter Perlakuan

A B C D

Suhu (0C) 28,0-29,0 28,0-28,5 27,5-28,0 27,5-28,0

Salinitas (ppt)* 2-25 2-25 2-25 2-25

(48)

1. Sintasan Pascalarva

Hasil percobaan dengan perlakuan perbedaan penambahan kalium pada media pengencer air tawar terhadap sintasan pascalarva udang vaname disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung rerata sintasan pascalarva seperti yang tersaji pada Tabel 6.

Sintasan pascalarva semakin menurun seiring masa aklimatisasi selama 4 hari tetapi masih dalam kisaran yang tinggi yaitu di atas 90%. Rata-rata nilai tingkat kelulusan hidup yang lebih tinggi ditemukan pada perlakuan C sebesar 98,33% sedang terendah pada perlakuan D yaitu 94%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwasannya diantara perlakuan yang diterapkan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelulusan hidup pascalarva udang vaname tetapi cenderung semakin meningkat dengan adanya penambahan kalium.

Tabel 6. Rerata sintasan pascalarva udang vaname pada setiap perlakuan selama 4 hari masa aklimatisasi dengan penambahan kalium pada air tawar pengencer

Perlakuan

(Penambahan K+, Kadar K+ air) (ppm)

Rerata Sintasan (%)

A (0, 32) 95,33 + 2,51a

B (25, 51) 97,00 + 3,00a

C (50, 87) 98,33 + 0,57 a

D (75, 115) 94,00 + 3,00a

Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p > 0,05)

2. Tingkat Kerja Osmotik

(49)

33

Hasil analisis ragam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda (P<0,05) terhadap tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname setelah melalui masa adaptasi penurunan salinitas dengan penambahan kalium. Tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa penambahan kalium, sedangkan tingkat kerja osmotik terendah terdapat pada pascalarva udang vaname yang telah diadaptasikan pada media bersalinitas 2 ppt dengan penambahan kalium 50 ppm. Hasil analisis uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa antara perlakuan penambahan kalium sebanyak 25 ppm dan 50 ppm memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap beban osmotik pascalarva udang vaname selama 4 hari masa adaptasi penurunan salinitas dari salinitas 25 ppt menjadi 2 ppt.

Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)

Gambar 3. Hubungan tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname dengan penambahan K+ selama masa adaptasi penurunan salinitas

3. Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah pascalarva 24 udang vaname pada akhir masa adaptasi penurunan salinitas disajikan pada Tabel 7. Kadar glukosa darah pascalarva udang vaname tertinggi pada akhir pengamatan ditemukan pada media aklimatisasi tanpa penambahan kalium, yaitu sebesar 223,19 mg/dl dan terendah pada media

783,00 + 15,56a

659,00 + 8,48bc

612,00 + 22,63c

(50)

aklimatisasi dengan penambahan kalium 50 ppm yaitu 163,04 mg/dl. Selanjutnya secara berturut-turut hingga kadar glukosa darah terendah terdapat pada perlakuan dengan penambahan kalium 75 ppm dan 25 ppm.

Rerata kadar glukosa darah pascalarva 20 udang vaname pada awal percobaan ialah 139,73 mg/dl. Seiring bertambahnya waktu aklimatisasi, kadar glukosa darah pada masing-masing perlakuan cenderung meningkat. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kalium mengakibatkan perubahan kadar glukosa darah yang signifikan di akhir masa adaptasi dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa antara perlakuan penambahan kalium 25 ppm dan 50 ppm tidak menyebabkan perbedaan terhadap perubahan kadar glukosa darah.

Tabel 7. Nilai rataan kadar glukosa darah (mg/dl) pascalarva udang vaname akibat penambahan K+ pada media aklimatisasi

Perlakuan

(Penambahan K+, Kadar K+ air) (ppm)

Rerata kadar glukosa darah (mg/dl)

A (0, 32) 223,19 + 6,98a

B (25, 51) 171,50 + 5,14b

C (50, 87) 163,04 + 8,07b

D (75, 115) 193,72 + 2,93c Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang

berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)

4. Tingkat Konsumsi Oksigen

Setelah melalui masa aklimatisasi selama 4 hari, tahap selanjutnya pascalarva udang vaname dipuasakan selama 24 jam. Tingkat konsumsi oksigen diperoleh dari hasil pengukuran pada hari ke-5 atau saat stadia PL25. Hasil dari

pengukuran tingkat konsumsi oksigen untuk semua perlakuan disajikan pada Gambar 4.

Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi oksigen tertinggi terdapat pada perlakuan A yaitu sebesar 0,385 mg O2/g/jam, sedangkan tingkat

konsumsi oksigen terendah terdapat pada perlakuan C yaitu 0,313 mg O2/g/jam.

(51)

35

kalium maka semakin rendah tingkat konsumsi oksigen. Tingkat konsumsi oksigen pascalarva 25 udang vaname pada semua perlakuan cenderung sama yaitu dalam kisaran 0,300 mg O2/g/jam.

Gambar 4. Pengaruh penambahan K+ terhadap tingkat konsumsi oksigen pascalarva udang vaname selama masa aklimatisasi penurunan salinitas

Pembahasan

Berdasarkan data hasil pengukuran fisika kimia air pada tabel 5, maka parameter fisika kimia media masih berada pada kondisi yang layak untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname. Nilai amoniak yang cukup tinggi pada masa adaptasi penurunan salinitas ini yang berkisar antara 0,159 hingga 0,189 mg/l menandakan bahwa pascalarva udang vaname masih mampu mentolerir kadar amoniak yang terdapat di media adaptasi hingga level tersebut.

(52)

pascalarva setelah melalui aklimatisasi ke media bersalinitas rendah 2 ppt terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar kalium pada tingkatan tertentu maka terjadi peningkatan kelulusan hidup, walaupun hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda terhadap sintasan pascalarva udang vaname selama masa adaptasi penurunan salinitas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan K+ pada air bersalinitas rendah berperan dalam menunjang kelangsungan hidup pascalarva udang vaname. Sintasan yang diperoleh selama 4 hari masa adaptasi penurunan salinitas dari 25 ppt menjadi 2 ppt pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan metode aklimatisasi pascalarva 20 udang vaname selama 2 hari hingga mencapai salinitas 2 ppt yang dilakukan oleh McGraw et al., (2002) dengan kisaran sintasan 87-90%. Hasil penelitian Tantulo dan Fotedar (2006) menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup juvenil udang windu semakin meningkat ketika dipelihara pada air tanah bersalinitas 5 ppt yang telah diperkaya dengan penambahan ion K+ sebanyak 100% sehingga konsentrasi K+ menjadi 51 mg/l. Penambahan 100% ion K+ ke media air tanah bersalinitas rendah ini menyebabkan rasio Na+/K+ mendekati rasio Na+/K+ di air laut, sehingga air bersalinitas rendah dapat mendukung aktifitas Na+K+ATPase secara normal. Burton (1995) dan Pillard et al., (2002) dalam Tantulo dan Fotedar (2006) menyatakan bahwa aktifitas Na+K+ATPase bertanggung jawab menjaga gradien Na+ interseluler dan kestabilan membran sel.

(53)

37

pada percobaan ini (7,30-25,96) disebabkan oleh perbedaan media yang digunakan, dimana air bersalinitas rendah yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari pengenceran air laut dengan air tawar. Sedangkan percobaan tentang adaptasi penurunan salinitas dan pemeliharaan udang vaname di media bersalinitas rendah sebagian besar menggunakan air laut buatan maupun sumber air tanah bersalinitas rendah dengan penambahan garam NaCl (McGraw dan Scarpa, 2003; Saoud et al., 2003; Davis et al., 2005; Roy et al., 2007).

Dersjant-Li et al., (2001) menyatakan nilai rasio Na/K yang terkandung di air berhubungan dengan energi yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara K+ dan Na+ yang sesuai di cairan intraseluler dan ekstraseluler, agar proses fisiologis dapat berjalan dengan baik. Pada penelitian ini adanya peningkatan sintasan pascalarva udang vaname selama masa adaptasi penurunan salinitas rendah dengan adanya penambahan K+ diduga dapat menyebabkan penggunaan energi yang lebih sedikit untuk pengaturan konsentrasi K+ di hemolim. Jika konsentrasi K+ dinaikkan ke level yang sesuai, pertumbuhan pascalarva udang vaname tidak dipengaruhi lagi oleh konsentrasi K+ tetapi lebih dipengaruhi oleh salinitas itu sendiri (Tantulo dan Fotedar, 2006).

McGraw et al., (2002) serta McGraw dan Scarpa (2004) menunjukkan bahwa umur pascalarva, salinitas akhir dan laju penurunan salinitas berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pascalarva udang vaname selama aklimatisasi ke media bersalinitas rendah. Meskipun aklimatisasi dapat dilakukan selama 24 hingga 48 jam namun sintasan pascalarva masih lebih rendah jika dibandingkan dengan sintasan pascalarva hasil aklimatisasi pada rentang waktu yang lebih lama (Saoud et al., 2003). Selain itu Saoud et al., (2003) dan Davis et al., (2005) mengamati adanya korelasi positif antara kelangsungan hidup pascalarva udang vaname selama aklimatisasi ke media bersalinitas rendah dengan berbagai tingkatan konsentrasi K+.

(54)

keperluan osmoregulasi berkaitan erat dengan tingkat kerja osmotik yang dilakukan dalam upaya melakukan respon terhadap perubahan tekanan osmotik medianya., terutama melalui transpor ion baik secara difusi maupun tranpor aktif. Tingkat kerja osmotik yang semakin rendah menyebabkan semakin sedikitnya energi yang digunakan untuk osmoregulasi sehingga porsi energi untuk pertumbuhan makin besar.

Berdasarkan data osmolaritas hemolim dan osmolaritas media pada tiap perlakuan dengan berbagai penambahan K+, ternyata menyebabkan perbedaan tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname yang signifikan setelah melalui masa adaptasi penurunan salinitas pada penelitian ini. Hal ini mengindikasikan bahwa pascalarva udang vaname mempunyai kemampuan osmoregulasi yang berbeda pada osmolaritas hemolimnya sehubungan dengan penambahan kalium atau dengan kata lain bahwa perbedaan konsentrasi K+ mempengaruhi kemampuan udang untuk mengatur osmolaritas hemolimnya. Tantulo dan Fotedar (2006) menyatakan bahwa osmolaritas serum juvenil udang windu akan semakin meningkat secara linear seiring dengan peningkatan salinitas.

Pada salinitas 2 ppt pascalarva udang vaname melakukan kerja hiperosmotik terhadap medianya yang terlihat dari osmolaritas hemolimnya lebih tinggi dari osmolaritas media (Lampiran 9). Kisaran tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname di media bersalinitas 2 ppt pada penelitian ini (612 hingga 783 mOsm/l H2O) lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kerja osmotik juvenil udang windu

di media bersalinitas 5 ppt yang berkisar antara 500 hingga 600 mOsm/l H2O

(Tantulo dan Fotedar, 2006). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tingkat kerja osmotik juvenil udang windu di salinitas 25 ppt lebih rendah jika dibandingkan di salinitas 5 dan 45 ppt. Pada salinitas 25 ppt, aktifitas osmoregulasi juvenil lebih sedikit untuk menjaga osmolaritas serum pada kisaran isoosmotik sehingga pertumbuhannya pun lebih tinggi. Hagman dan Uglow (1982) dalam Tantulo dan Fotedar (2006) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk menjaga komposisi hemolim merupakan bagian yang perlu diperhatikan dari total produksi energi

Gambar

Gambar 1. Diagram alir pendekatan masalah pengaruh penambahan Ca 2+ 50 ppm dan penambahan mineral kalium pada masa aklimatisasi pascalarva udang vaname ke media bersalinitas rendah dan pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah dengan waktu penggantian pemberian pakan alami oleh pakan buatan yang berbeda
Tabel  1.  Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut
Tabel 2. Kandungan mineral pada udang (USDA, 2006)
Gambar 2.  Skema rangkaian kegiatan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait