• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Tarif Angkutan Umum Bus Kota Berdasarkan Analisis Willingness To Pay An Ability To Pay (Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor 2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Tarif Angkutan Umum Bus Kota Berdasarkan Analisis Willingness To Pay An Ability To Pay (Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor 2)"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM BUS KOTA BERDASARKAN ANALISIS WILLINGNESS TO PAY DAN ABILITY TO PAY

(Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor 2)

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh : Eva Ayu Lestari

10611012

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Evaluasi Tarif Angkutan Umum Bus Kota Berdasarkan Analisis Willingness to Pay dan Ability to Pay (Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor 2)” dengan bak tanpa adanya halangan yang berarti.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Strata I pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota di Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang selama penyusunan tugas akhir ini telah banyak memberi bantuan baik berupa moril dan materil maupun berupa saran, dan dorongan semangat kepada penulis. Secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua Orang tua, Bapak Jaja Jasma, S.pd. dan Ibu Titi Naryati yang selalu

mendukung dengan sepenuh hati baik moril maupun materi, dan dengan doa-doanya yang selalu mengiringi sehingga dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

3. Bapak Prof. Dr. H.Denny Kurniadie, Ir., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia.

4. Ibu Rifiati Safariah, ST., MT. selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia

5. Ibu Ir. Romeiza Syafriharti, M.T, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan pengarahan dan bimbingan selama pengerjaan tugas akhir ini.

6. Ibu Dr. Lia Warlina, Ir., M.Si. selaku Dosen Wali angkatan 2011 yang telah menjadi orang tua wali di kampus UNIKOM.

(6)

telah diajarkan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis melaksanakan perkuliahan.

8. Kakak dan keluarga (Yaya Cahlia, Yanti Susilawati, dan Surya Saputra), adik (Della Rahmah Dayanti) beserta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa dalam pengerjaan tugas akhir ini.

9. Catur Waluyo Jati yang telah memberikan bantuan, dukungan serta doa kepada penulis untuk kelancaran dalam penyusunan tugas akhir.

10. Riri Endah Lestari, Rudi Setia, Adnan Fauzi Rahmansyah, Luthfi Latif, Catur Waluyo Jati, yang telah membantu dalam penyebaran kuesioner. 11. Sahabat-sahabat PWK 2011 Riri, Widi, Deby, Nanda, Rudi Setia, Rudi

Guntara, Adnan, Lutfi, Esda, Heri, Rinaldy, Bibra, Erwin, dan Syahrul, dan Satria. Terima kasih atas pengalaman, kebersamaan dan persahabatan ini takkan lekang oleh waktu.

12. Semua pihak yang terlibat selama pengerjaan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala bantuannya. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah mereka berikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Amin.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis berusaha membuat dan menyelesaikannya dengan sebaik mungkin, namun kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya semata-mata karena keterbatasan penulis dalam kemampuan dan pengetahuan. Oleh karena itu saran dan kritik yang tentunya sangat bermanfaat dan sangat diharapkan demi kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata penulis berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca dan pihak-pihak yang memerlukan pada umumnya.

Bandung, Agustus 2015

(7)

DAFTAR ISI

1.7 Sistematika Penulisan……….... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.2.2.4 Aspek Keterjangkauan ... 19

2.2.2.5 Aspek Keteraturan ... 19

3.1.1 Tujuan Pengoperasian TMB ... 32

(8)

3.3 Profil Responden ... 41

3.3.3.1 Persepsi Mengenai Keamanan ... 53

3.3.3.2 Persepsi Mengenai Keselamatan ... 55

3.3.3.3 Persepsi Mengenai Kenyamanan ... 57

3.3.3.4 Persepsi Mengenai Kecepatan ... 59

3.3.3.5 Persepsi Mengenai Ketepatan ... 61

3.3.3.6 Persepsi Mengenai Keteraturan ... 64

3.3.4 Informasi Biaya Transportasi ... 66

3.3.4.1 Persepsi Mengenai Keamanan ... 66

3.3.4.2 Persepsi Mengenai Keselamatan ... 67

BAB IV EVALUASI TARIF TMB BERDASARKAN ANALISIS ABILITY TO PAY DAN WILLINGNESS TO PAY ... 69

4.1 Analisis Kemauan Membayar (Willingness to Pay) ... 69

4.1.1 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Berdasarkan Persepsi Terhadap Tarif ... 72

4.1.2 Korelasi Variabel Willingness To Pay dengan Persepsi Tarif... 73

4.1.3 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Jenis Kelamin ... 74

4.1.4 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Usia ... 75

4.1.5 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Penghasilan ... 76

4.1.6 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Frekuensi ... 78

4.1.7 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Keamanan ... 80

4.1.8 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Keselamatan ... 82

4.1.9 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Keteraturan ... 88

(9)

4.2 Analisis Kemampuan Membayar (Ability to Pay) ... 92

4.2.1 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Berdasarkan Rekomendasi Tarif ... 93

4.2.2 Korelasi Variabel Ability to Pay dengan Rekomendasi Tarif ... 94

4.2.3 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna TMB berdasarkan Penghasilan ... 96

4.2.4 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Biaya Total Pengeluaran Untuk TransPortasi ... 98

4.2.5 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna TMB berdasarkan Biaya Total Pengeluaran Untuk TMB ... 100

4.2.6 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Frekuensi Penggunaan ... 102

4.2.7 Sebaran Persepsi Tarif Berdasarkan Seluruh Variabel ... 103

4.3 Perbandingan Nilai ATP dan WTP... 106

BAB V KESIMPULAN ... 107

5.1 Kesimpulan ... 107

5.1.1 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna Trans Metro Bandung ... 107

5.1.2 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna Trans Metro Bandung ... 108

5.2 Rekomendasi... 110

5.3 Keterbatasan dan Studi Lanjutan ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi ……….…. 5

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran ………... 11

Gambar 3.1 Pegangan Tangan didalam Trans Metro Bandung ……… 31

Gambar 3.2 Fasilitas Keamanan ……… 34

Gambar 3.3 Interior Trans Metro Bandung ………... 34

Gambar 3.4 Pendingin Ruangan ……… 35

Gambar 3.5 Penjaga Keamanan ………. 36

Gambar 3.6 Kursi Prioritas ………...………. 36

Gambar 3.7 Rute TMB Koridor 2 ……….. 38

Gambar 3.8 Jumlah Penumpang TMB koridor 2 tahun 2012-2014……...……… 40

Gambar 3.9 Perentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum-Cibeureum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014………... 42

Gambar 3.10 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum - Cibeureum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014……….. 43

Gambar 3.11 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2014………... 44

Gambar 3.12 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Pekerjaan tahun 2014………... 45

Gambar 3.13 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Tingkat Usia tahun 2014 ………... 46

Gambar 3.14 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Tingkat Usia Tahun 2014 ………... 47

Gambar 3.15 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Tingkat Penghasilan Tahun 2014 ………... 48

Gambar 3.16 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Tingkat Penghasilan Tahun 2014 ………... 49

Gambar 3.17 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan StatusTahun 2014 ………... 51

Gambar 3.18 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Status Tahun 2014 ………... 53

Gambar 3.19 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Status Tahun 2014 ………... 54

Gambar 3.20 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan jumlah anggota keluarga yang bekerja Tahun 2014 ………... 55

Gambar 3.21 Pengguna TMB Jalur Cicaheum- Cibeureum Berdasarkan Frekuensi Menggunakan TMB ………... 56

Gambar 3.22 Pengguna TMB Jalur Cibeureum- Cicaheum Berdasarkan Frekuensi Menggunakan TMB ………... 57

(11)

Gambar 3.24 Persepsi pengguna terhadap Keamanan TMB Koridor 2 (Cicaheum-

Cibeureum) ………..……….. 59

Gambar 3.25 Persepsi Pengguna Terhadap Keamanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ……… 60

Gambar 3.26 Persepsi pengguna terhadap Keselamatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….. 61

Gambar 3.27 Persepsi Pengguna Terhadap Kemanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 62

Gambar 3.28 Persepsi Pengguna Terhadap Kenyamanan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….. 63

Gambar 3.29 Persepsi Pengguna Terhadap Kecepatan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ……… 64

Gambar 3.30 Persepsi Pengguna Terhadap Kecepatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….………. 65

Gambar 3.31 Persepsi Pengguna Terhadap Ketepatan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 66

Gambar 3.32 Persepsi Pengguna Terhadap Ketepatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ………... 68

Gambar 4.1 Persepsi Tarif Pengguna TMB……… 72

Gambar 4.2 Rekomendasi Tarif Pengguna TMB ……….. 93

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel I-1 Variabel Penelitian ……… 9

Tabel I-2 Matriks Kebutuhan Data…...………. 10

Tabel II-1 Faktor Penentu ATP dan WTP………... 23

Tabel II-2 Penelitian Terdahulu ……….……… 25

Tabel III-1 Jumlah Shelter……… 39

Tabel III-2 Jumlah penumpang TMB koridor 2 tahun 2012-2014………... 40

Tabel III-3 Pengguna TMB Jalur Cicaheum-Cibeureum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014………... 41

Tabel III-4 Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014……….……… 42

Tabel III-5 Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2014………... 43

Tabel III-6 Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Pekerjaan tahun 2014………... 44

Tabel III-7 Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Tingkat Usia tahun 2014 ………... 45

Tabel III-8 Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Tingkat Usia Tahun 2014 ……….………... 46

Tabel III-9 Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Tingkat Penghasilan Tahun 2014 ……….…………... 47

Tabel III-10 Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Tingkat Penghasilan Tahun 2014 ………... 48

Tabel III-11 Pengguna TMB Berdasarkan Alamat Tempat Tinggal Tahun 2014……. 50

Tabel III-12 Pengguna TMB Jalur Cicaheum- Cibeureum Berdasarkan Frekuensi Menggunakan TMB ………... 51

Tabel III-13 Pengguna TMB Jalur Cibeureum- Cicaheum Berdasarkan Frekuensi Menggunakan TMB ………... 52

Tabel III-14 Persepsi pengguna terhadap Keamanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 54

Tabel III-15 Persepsi pengguna terhadap Keamanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ……….…... 55

Tabel III-16 Persepsi pengguna terhadap Kemanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 56

Tabel III-17 Persepsi pengguna terhadap keselamatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ………..….……. 57

Tabel III-18 Persepsi pengguna terhadap Kemanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………...…... 58

Tabel III-19 Persepsi pengguna terhadap kenyamanan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……… 59

Tabel III-20 Persepsi pengguna terhadap Kecepatan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 60

Tabel III-21 Persepsi pengguna terhadap kecepatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….………... 61

(13)

Cicaheum) ……...……….……….

Tabel III-24 Persepsi pengguna terhadap Keteraturan TMB Koridor 2 (Cicaheum-

Cibeureum) ……….……….. 64

Tabel III-25 Persepsi pengguna terhadap keteraturan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….…………...…………. 65

Tabel III-25 Pengguna TMB Berdasarkan Total Biaya Transportasi Perminggu Termasuk Menggunakan TMB Tahun 2015………..………… 66

Tabel III-25 Pengguna TMB Berdasarkan Biaya Transportasi Menggunakan TMB Tahun 2015………... 67

Tabel IV-1 Persepsi Tarif Pengguna TMB………...………… 72

Tabel IV-2 Korelasi Variabel Willingness to Pay dengan Persepsi Tarif…………... 73

Tabel IV-3 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Gender ……… 74

Tabel IV-4 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Usia ……… 75

Tabel IV-5 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Penghasilan ………… 77

Tabel IV-6 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Frekuensi ……… 79

Tabel IV-7 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Keamanan …………... 80

Tabel IV-8 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Keselamatan ………... 82

Tabel IV-9 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Kenyamanan ………... 84

Tabel IV-10 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Ketepatan ……… 85

Tabel IV-11 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Kecepatan …………... 87

Tabel IV-12 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Keteraturan …………. 88

Tabel IV-13 Persepsi Tarif Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi……… 90

Tabel IV-14 Persepsi Tarif Berdasarkan Karakteristik Perilaku Perjalana……… 90

Tabel IV-15 Persepsi Tarif Berdasarkan Karakteristik Pelayanan TMB...……… 91

Tabel IV-16 Rekomendasi Tarif Pengguna TMB ………. 93

Tabel IV-17 Korelasi Variabel Ability to Pay dengan Rekomendasi Tarif ……… 94

Tabel IV-18 Persentase Rekomendasi Tarif TMB berdasarkan Penghasilan ………... 95

Tabel IV-19 Persentase Rekomendasi Tarif TMB berdasarkan Biaya Total Pengeluaran untuk Transportasi ……… 97

Tabel IV-20 Persentase Rekomendasi Tarif TMB berdasarkan Biaya untuk TMB …. 99 Tabel IV-21 Persentase Rekomendasi Tarif TMB berdasarkan Frekuensi Penggunaan ………... 101

Tabel IV-22 Persentase Rekomendasi Tarif Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi………. 103

Tabel IV-23 Persentase Rekomendasi Tarif Berdasarkan Karakteristik Perilaku Perjalanan………. 103

(14)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan dalam penelitian yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup yang terdiri dari ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini.

1.1. Latar Belakang

Transportasi darat khususnya angkutan umum perkotaan yang berada di kota-kota besar sangatlah penting keberadaannya dalam menjalankan salah satu fungsi utamanya yaitu sebagai pengangkut pergerakan masyarakat untuk mengerjakan aktifitas sehari-harinya dimana pelayanan yang diberikan diharapkan dilakukan secara cepat, aman, nyaman, murah dan efisien. Dengan kemudahan dan kelancaran pergerakan diharapkan fungsi keberadaan seseorang dan nilai kegunaan suatu barang dapat memaksimalkan baik dipandang dari segi tempat maupun segi waktu sehingga membantu dalam mempercepat pertumbuhan suatu kota.

Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan peningkatan aktifitas serta pergerakan penghuninya, perkembangan ruang kota menjadi salah satu faktor perkembangan transportasi dan menyebabkan perubahan sistem transportasi itu sendiri serta pelayanan terhadap pengguna jasa transportasi. Jasa transportasi terus berkembang dari masa kemasa seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, penyediaan fasilitas transportasi diperlukan untuk melayani aktifitas dan pergerakan penduduk tersebut. angkutan merupakan sarana untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya, setiap kota yang ada di Indonesia harus memiliki suatu sistem angkutan umum yang dapat bekerja secara efektif dan efisien.

(15)

penumpang sangatlah penting dan diperlukan suatu pengaturan agar dapat melayani penumpang secara maksimal.

Pada saat ini banyak masyarakat yang lebih memilih kendaraan pribadi khususnya sepeda motor dibandingkan dengan menggunakan angkutan umum dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti pergi bekerja. Pemilihan masyarakat terhadap sepeda motor sebagai angkutan saat berpergian karena dinilai biaya yang lebih murah dibandingkan dengan menggunakan angkutan umum. Padahal, semakin banyak masyarakat yang memilih sepeda motor ataupun kendaraan pribadi lainnya akan semakin banyak menimbulkan masalah kemacetan.

Sebagai salah satu solusi dalam pemecahan masalah kemacetan tersebut pemerintah kota berupaya memperbaiki sarana angkutan umum massal. Khususnya di Kota Bandung, pemerintah menerapkan sarana angkutan umum masal tersebut dengan nama Trans Metro Bandung (TMB). Berbeda dengan Trans Jakarta (TJ), TMB ini tidak mempunyai lajur khusus. TMB koridor 1(rute Cibiru-Cibeureum) mulai beroperasi pada tahun 2008 dan pada tanggal 6 november tahun 2012 dioperasikan TMB koridor 2 (Cicaheum-Cibeureum) dengan melibatkan PERUM DAMRI.

Pada tahun 2013 jumlah penduduk Kota Bandung mencapai 2.483.977 jiwa. Sementara Pengguna Trans Metro Bandung dari tahun 2010-2014 semakin meningkat. Bahkan peningkatannya hampir mencapai 100%.

Agar masyarakat lebih memilih angkutan umum massal dibandingkan dengan sepeda motor maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh angkutan umum massal diantaranya aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan (Menteri Perhubungan, 2012). Sedangkan untuk pemilihan moda transportasi antara zona A ke zona B didasarkan pada perbandingan antara berbagai karakteristik operasional moda transportasi yang tersedia misalnya waktu tempuh, tarif, waktu tunggu, dan lain-lain (Tamin, 2000).

(16)

dengan pelayanan yang diberikan oleh suatu moda angkutan umum massal, pelayanan tersebut diantaranya keamanan, keselamatan, kenyamanan, keteraturan serta kesetaraan. dengan begitu akan banyak yang lebih memilih sarana angkutan umum massal Tetapi, apakah masyarakat menilai bahwa ada kesetaraan antara tarif yang ditawarkan oleh TMB tersebut sebanding dengan pelayan yang diberikan.

Semejak pertama kali didakannya TMB ini yaitu pada tahun 2008, tarif tidak ada perubahan, sedangkan harga BBM sudah beberapa kali naik dalam kurun waktu 7 tahun ini. Sehingga dibutuhkan peningkatan kinerja pada Trans Metro Bandung ini dalam melayani masyarakat.

Pentingnya peran angkutan umum masal di sebuah kota besar seperti Bandung memerlukan adanya peningkatan pelayanan yang dapat diharapkan meningkatkan pengguna TMB. Oleh karena itu penelitian ini mengevaluasi tarif yang telah ada agar menemukan tarif ideal yang baik dipandang dari sisi TMB sebagai operator, dan juga baik bila dipandang dari sisi pengguna jasa TMB sebagar user. Besarnya tarif yang baik masih dibawah tingkat kemauan membayar (WTP) dari masyarakat yang erat hubungannya dengan penilaian seberapa penting Trans Metro Bandung bagi mereka tanpa melupakan ukuran kemampuan membayar atau daya beli (ATP) dari masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan sebelumnya maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebgai berikut:

1. Apakah tarif Trans Metro Bandung yang berlaku sesuai dengan Willingness to Pay (WTP) pengguna berdasarkan persepsi tentang pelayanan Trans Metro Bandung?

2. Bagaimana Ability to Pay (ATP) pengguna sehubungan dengan tarif Trans Metro Bandung saat ini?

1.3. Tujuan Dan Sasaran

(17)

1. Mendeskripsikan tarif Trans Metro Bandung yang berlaku sesuai dengan

Willingness to Pay (WTP) pengguna berdasarkan persepsi tentang pelayanan Trans Metro Bandung

2. Mendeskripsikan Ability to Pay (ATP) pengguna sehubungan dengan tarif Trans metro Bandung saat ini

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitan ini terbagi menjadi dua yaitu ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah. Ruang lingkup materi akan menguraikan hal-hal yang menjadi pokok pembahasan penelitian. Sedangkan ruang lingkup wilayah akan mendeskripsikan wilayah yang menjadi lokasi penelitian. Adapun ruang lingkup materi dan wilayah adalah sebagai berikut:

14.1 Ruang Lingkup Wilayah

Berdasarkan jumlah penumpang yang telah diperoleh dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 dketahui bahwa jumlah penumpang koridor 2 lebih banyak daripada jumlah penumpang di koridor 1. Pada tahun 2014 diketahui jumlah penumpang di koridor 2 sebanyak 356.744 penumpang sedangkan di koridor 1 hanya sebanyak 280.265 penumpang. oleh karena itu, dalam penelitian ini jalur TMB pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP dijadikan sebagai lokasi penelitian.

(18)

Gambar 1.1

(19)

1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Pembahasan studi dalam penelitian ini adalah perolehan besar nilai Abillity to Pay dan Willingness to Pay masyarakat pengguna Trans Metro Bandung. Adapun materi yang akan dibahas untuk pencapaian tujuan penelitian ini meliputi: 1. Untuk mengidentifikasi kesetaraan antara tarif dan pelayanan Trans Metro Bandung maka dilakukan perhitungan nilai Ability to Pay dan Willingness to Pay. Perhitungan nilai ATP dilakukan untuk mengukur kemampuan masyarakat untuk membayar pelayanan yang diterimanya pendekatannya didasarkan atas alokasi pengeluaran untuk transportasi dan pendapatan yang diterimanya. Sedangkan perhitungan WTP dilakukan untuk mengukur adalah kemauan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang telah diterimanya, pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan atas presepsi pengguna terhadap tarif dan jasa pelayanan angkutan umum tersebut.

2. Untuk mengidentifikasi ketersediaan dan kemampuan masyarakat untuk membayar tarif Trans Metro Bandung dengan menggunakan analisis Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP). Maka dilakukan identifikasi mengenai karakteristik pengguna Trans Metro Bandung. Salah satu karakteristik dari pengguna Trans Metro Bandung yang diidentfikasi untuk melakukan perhitungan ATP dan WTP yaitu sosial-ekonominya, seperti pendapatan rata-rata perbulan, pengeluaran rata-rata untuk Trans Metro Bandung perbulan, frekuensi menggunakan Trans Metro Bandung perbulan serta presepsi pengguna terhadap tarif dan jasa pelayanan Trans Metro Bandung. Pelayanan tersebut diantaranya adalah dari segi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keteraturan dan kesetaraan.

1.5. Metodologi Penelitian

(20)

1.5.1. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendukung penelitian ini akan dilakukan dua metode pengumpulan data, yaitu survey data primer dan survey data sekunder.

1. Survey data sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan data yang diperoleh dari pihak lain yang bersangkutan seperti dinas-dinas terkait atau penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini diperlukan data yang menunjukan jumlah trayek Trans Metro Bandung, rute Trans Metro Bandung, serta jumlah pengguna Trans Metro Bandung yang didapatkan dari Dinas Perhubungan Kota Bandung.

2. Survey data Primer

Sample dalam studi ini merupakan pengguana dari Trans Metro Bandung yang membayar penuh untuk setiap perjalanan. Responden yang dipilih adalah pengguna Trans Metro Bandung yang membayar langsung tiket Trans Metro Bandung. Asumsi pengambilan responden yang diambil adalah responden yang memiliki pekerjaan dan merupakan kepala keluarga ataupun yang dikiranya mereka tahu pengeluaran yang di anggarkan untuk transportasi umum dalam suatu keluarga.

1.5.2. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan utama ada dua, yaitu analisis deskriptif dan analisi korelasi yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Analisis Statistik Deksriptif

Analisis statistik deskriptif adalah salah satu metode yang berusaha menggambarkan atau menjelaskan objek sesuai dengan apa adanya. Pada analisis ini akan menjelaskan bagaimana keadaan pengguna TMB berdasarkan pada variabel-variabel yang berkaitan dengan ATP dan WTP.

2. Analisis Korelasi

(21)

1.5.3.Metode Penentuan Sampel

Untuk memperoleh data melelui penyebatan kuesioner, perlu dilakukan sampling terhadap calon responden. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi yang besar dan keterbatasan waktu serta biaya yang ada, sehingga sampling menjadi elemen yang sangat penting.

Untuk penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus slovin, dimana yang menjadi sasaran yaitu pengguna TMB koridor II Cicaheum – Cibeureum PP.

Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus slovin yaitu:

Maka jumlah sampel yang diperlukan untuk menyebarkan kuesioner dihitung dengan rumus slovin dengan tingkat eror (e) 10%, dan N menggunakan jumlah pengguna TMB berdasarkan pada tahun 2014, yaitu:

n =

n=

=99,9 Sampel, dibulatkan menjadi 100 Sampel.

Jumlah yang didapatkan dari perhitungan sampel menggunakan rumus

slovin dengan minimal sampel adalah sebanyak 100. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada penumpang TMB sebanyak 150. Tetapi jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 135 responden, karena data yang dapat diambil hanya berdasarkan responden yang bekerja dan untuk lebih memperkuat data yang djadikan sampel.

1.5.4.Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam memperoleh informasi yang berkaitan dengan studi penelitian ini, yang terbagi kepada variabel sosial

n =

N

(22)

ekonomi, perilaku perjalanan, serta persepsi pelayanan dari Trans Metro Bandung. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel I-1 - rekomendasi tarif

Kuesioner Analsis

(23)

1.5.5.Metode Pengumpulan Data

Kebutuhan data dalam penelitian ini berdasarkan sasaran yang ada akan dipaparkan dalam tabel berikut.

Tabel I-2

Matriks Kebutuhan data

Sasaran Primer Sekunder

Observasi Kuesioner dengan tarif Trans Metro Bandung saat ini

√ √

Penelitian ini menggunakan dua jenis metode pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengguna TMB sebagai objek penelitian ini, sedangkan data sekunder merupakan data yang diambil dari sumber kedua/ bukan sumber aslinya.

(24)

1.6 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikran bertujuan untuk merumuskan/ menggambarkan jalannya penrlitian yang akan digambarkan pada gambar berikut:

Gambar 1.2

KERANGKA PEMIKIRAN Tarif merupakan faktor utama dalam pemilihan moda

Tarif haruslah sebanding dengan pelayanan

- Jenis Kelamin - Usia

- Pendapatan

- Frekuensi menggunakan TMB - Keamanan

- Kenyamanan - Keselamatan - Kecepatan - Ketepatan - Persepsi Tarif

Ability to pay pengguna jasa TMB Willingnes to pay pengguna jasa TMB

Karakterstik pengguna TMB

-Frekuensi Perjalanan

- Alokasi total biaya transportasi - Alokasi biaya untuk TMB - Rekomendasi tarif

- Penghasilan

(25)

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memberkan gambaran menyeluruh mengenai isi laporan ini, maka pada sub bab ini menjelaskan tentang sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan dalam penelitian yang terdari dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup yang terdiri dari ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ni akan dibahas mengenai Angkutan umum, angkutan umum massal, pelayanan angkutan umum misal tarif angkutan, analisis Willingness to Pay

(WTP) dan Ability to Pay (ATP). BAB III GAMBARAN UMUM

Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran umum yang meliputi: Gambaran umum pelayanan TMB yang terdiri dari tujuan pengoperasian, pelayanan TMB, dan standar pelayanan minimal TMB, serta pelayanan koridor 2 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai Willingness to Pay (WTP) dan Ability to Pay

(ATP) Pengguna Trans Metro Bandung (TMB) di koridor 2 Cicaheum-Cibeureum.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai angkutan umum, angkutan umum massal, pelayanan angkutan umum massal tarif angkutan, analisis Willingness to Pay (WTP) dan Ability to Pay (ATP). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini.

2.1 Terminologi Evaluasi

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebaga kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi & dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai sesuatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yg diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan (Dunn, 1999).

Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat kedepan daripada melhat kesalahan-kesalahan dimasa lalu, dan ditunjukan pada upaya peningkatan kesempatan dem keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program.

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Menurut Dunn fungsi evaluasi, yaitu:

1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan, tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai,

(27)

dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analisis dapat menguji alternatif sumber nilai (kelompok kepentingan, pegawai negeri, kelompok-kelompok klien), maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, sosial, dan substantif),

3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan, sebagai contoh dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu didefinisi ulang. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.

Terdapat tiga pendekatan besar dalam evaluasi kebijakan menurut Dunn (1999), yakni evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi keputusan teoritis. Selanjutnya masing-masing pendekatan akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Evaluasi Semu

Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan, tanpa mempersoalkan lebih jauh tentang nilai dan manfaat dari hasil kebijakan tersebut bagi individu, kelompok sasaran, dan masyarakat dalam skala luas. Analisis yang menggunakan pendekatan ini mengasumsikan bahwa nilai atau manfaat dari suatu hasil kebijakan akan terbukti dengan sendirinya serta akan diukur dan dirasakan secara langsung, baik oleh individu, kelompok, maupun masyarakat.

2. Evaluasi Formal

(28)

formal oleh pembuat kebijakan dan tenaga administratif kebijakan. Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa tujuan dan target yang telah ditetapkan dan diumumkan secara formal merupakan ukuran yang paling tepat untuk mengevaluasi manfaat atau nilai suatu kebijakan.

Evaluasi formal terdiri dari evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi yang bersifat sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur pencapaian target atau tujuan segera setelah selesainya suatu kebijakan yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu yang biasanya bersifat pendek dan menengah. Sedangkan evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang relatif panjang untuk memantau pencapaian target dan tujuan suatu kebijakan.

3. Evaluasi Teoritis

Evaluasi keputusan teoritis (decision-theoretic evaluation) adalah kegiatan evaluasi yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk mengumpulkan informasi yang valid dan akuntabel tentang hasil kebijakan, yang dinilai secara eksplisit oleh para pelaku kebijakan. Evaluasi jenis ini bertujuan untuk menghubungkan antara hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari para pelaku kebijakan tersebut.

Perbedaan mendasar evaluasi ini dengan dua pendekatan sebelumnya adalah bahwa evaluasi ini berusaha untuk menemukan dan mengeksplisitkan tujuan dan target dari pelaku kebijakan, baik yang nyata maupun tersembunyi. Dengan demikian, individu maupun lembaga pelaksana kebijakan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi dilibatkan di dalam mengukur pencapaian tujuan dan target suatu kebijakan.

2.2 Tipe dan Pelayanan Angkutan Umum

(29)

kendaraan umum yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara. (Warpani,2002).

Angkutan umum menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang angkutan jalan, kendaraan umum adalah perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Dari segi kelompok konsumen terdapat dua kelompok konsumen jasa angkutan yaitu paksawan (captive riders) yang tidak memilki akses dalam menggunakan kendaraan pribadi dan pilihan (choice riders) yang mampu memiliki kendaraan sendiri atau memilih moda yang akan digunakan (Warpani,2002).

2.2.1 Angkutan Umum Massal

Pada dasarnya sarana angkutan umum massal diadakan yaitu untuk mengurangi beban lalulintas dalam system transportasi, tetapi pada dasarnya tidak berjalan sesuai yang diharapkan, ternyata ada satu dampak yang ditimbulkan dengan adanya sarana angkutan umum massal yaitu kemacetan. Namun hal itu dapat terjadi karena pengelolaan system yang kurang baik sehingga terjadi demikian (Tamin, 2000).

Angkutan umum massal di Indonesia pada umumnya dilayani dengan bus sedang dan kecil, sedangkan bus besar hanya melayani angkutan kota di beberapa kota besar. Selebihnya, bus besar melayani angkutan antar kota antar provinsi. 2.2.2 Pelayanan Angkutan Umum Massal

(30)

Aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia.

2.2.2.1. Aspek Keselamatan

Aspek keselamatan ini meliputi; fasilitas kemanan, fasilitas kesehatan, dan alat bantu pegangan tangan.

A. Fasilitas Keamanan

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya tersebut disebutkan untuk fasilitas keamanan harus berupa suatu alat untuk melindungi kemanan pengguna yang terdiri dari palu pemecah kaca, tabung pemadam kebakaran, tombol pintu otomatis.

B. Fasiltas Kesehatan

Menurut standar pelayanan minimal tersebut disebutkan untuk fasilitas kesehatan harus berupa satu kotak alat kesehatan dimana di letakan di setiap bus/armada. Kotak obat beisi obat-obatan yang tidak kadaluarsa dan mendukung pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) meliputi cairan yodium, cairan alkohol, kapas steril, plester, pembalut luka/ perban, dan gunting kecil.

C. Fasilitas Alat Bantu Pegangan Tangan

Untuk alat bantu pegangan tangan harus berupa alat untuk pegangan waktu berdiri dimana dilihat dari jumlah yang berfungsi, kondisi dan 100% harus berfungsi sesuai standar teknis.

2.2.2.2Aspek Keamanan

Aspek keamanan ini meliputi; lampu penerangan, petugas keamanan, aduan pelayanan, identitas kendaraan, identitas pengemudi, dan kaca film.

A. Petugas Keamanan

Untuk standar petugas kemanan menurut peraturan tersebut 42 bahwa harus ada orang yang bertugas untuk keamanan didalam bus disebutkan bahwa jumlah petugas kemanan yang harus ada di dalam bus sebanyak 1 orang.

B. Aduan Pelayanan

(31)

C. Identitas Kendaraan

Berdasarkan peraturan PM. Nomor 10 untuk identitas kendaraan yang harus ada yaitu nomor seri kendaraan serta nama trayek yang di tempelkan di depan atau di belakang minimal satu jumlahnya.

D. Identitas Pengemudi

Berdasarkan peraturan PM. Nomor 10 untuk tanda pengenal pengemudi berupa papan/kartu identitas pengemudi yang diletakan di depan.

2.2.2.3Aspek Kenyamanan

Aspek kenyamanan ini meliputi; lampu penerangan, kapasitas penumpang, fasilitas kebersihan, dan pengatur suhu ruangan.

A. Lampu Penerangan

Untuk standar lampu penerangan di hitung jumlah yang berfungsi dan minimal 95% sudah sesuai dengan standar teknis.

B. Kapastas Penumpang

Jumlah penumpang sesuai kapasitas angkut dan maksimal 100% sesuai kapasitas angkut. Kapasitas penumpang yang dianjurkan adalah 55 orang dengan 30 orang duduk dan 25 penumpang berdiri.

C. Fasilitas Kebersihan

Menurut Standar minimal pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya disebutkan fasilitas kebersihan harus berupa alat tempat sampah minimal terdapat dua buah dimana posisinya harus di depan dan di belakang. Sedangkan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pengoperasian Angutan Umum Massal Bus Trans Metro Bandung setiap kendaraan harus dlengkapi dengan tempat sampah yang tertutup.

D. Pengatur Suhu Ruangan

(32)

2.2.2.4 Aspek Keterjangkauan

Aspek keterjangkauan ini meliputi; integrasi moda lain dan biaya/tarif. A. Integrasi Moda Lain

Standar tersebut untuk integrasi moda lain harus tersedia memberikan akses kemudahan untuk memperoleh trayek angkutan umum lainnya.

B. Biaya/ Tarif

Menurut Peraturan Mentri No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya tersebut disebutkan tarif/biaya harus sesuai dengan SK penetapan tarif oleh pemerintah setempat. Untuk tariff TMB sekali jalan Rp.3.000 untuk umum dan Rp. 1500 untuk pelajar.

2.2.2.5Aspek Keteraturan

Aspek kesetaraan yang diambil dalam penelitian ini meliputi; waktu tunggu bus, kecepatan bus, lama waktu berhenti tiap halte, dan informasi kedatangan bus. A. Waktu Tunggu

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa untuk waktu tunggu bus pada waktu puncak minimal 7 menit dan waktu non pucak selama 15 menit.

B. Kecepatan Bus

Berdasarkan standar pelayanan untuk kecepatan bus pada waktu puncak maksimal perjalanan 30 Km/Jam dan non puncak maksimal 50 Km/Jam.

C. Lama Waktu berhenti setiap halte

Berdasarkan standar tersebut untuk waktu berhenti di halte waktu puncak 45 detik dan waktu non pucak maksimal 60 detik.

D. Informasi Kedatangan Bus

Untuk kondisi informasi kedatangan bus berdasarkan standar pelayanan harus berupa bentuk, tempat dan kondisi. Dalam bentuk bisa berbentuk visual harus ditempatkan di sisi yang strategis, kondisinya harus berfungsi dengan baik dan sesuai kondisi teknis.

2.3 Penetapan Tarif Angkutan

(33)

penyediaan fasilitas dimana besaran biaya tersebut ditetapkan oleh pemerintah (Suhartono et al. 2003).

Tarif bagi penyedia jasa transportasi (operator) adalah harga dari jasa yang diberikan. Sedangkan bagi pengguna, besarnya tarif, merupakan biaya yang harus dibayarkan untuk jasa yang telah dipakainya. Penentuan tarif ini harus berdasarkan sistem pembentukannya yang diatur oleh pemerintah.

Menurut Purnomo dan Jatisulistio ada 2 hal yang dipertimbangkan dalam menangani kebijaksanaan tarif. Hal pertama tingkatan tarif merupakan besarnya tarif yang dikenakan yang mempunyai rentang dari tarif bebas / gratis sampai pada tingkatan tarif yang dikenakan akan menghasilkan keuntungan pada pelayanan. Kedua mempertimbangkan struktur tarif yang merupakan cara bagaimana tarif tersebut dibayarkan. Beberapa pilihan yang umum adalah :

1. Tarif Seragam (Flat Fare)

Tarif ini dikenakan kepada penumpang yang besarnya sama rata terhadap semua penumpang dalam trayek yang bersangkutan tanpa membedakan jarak yang dilewati, jauh atau dekat membayar sama. Tarif ini memudahkan kondektur dalam pengumpulannya, namun merugikan penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek.

Dalam sistem tarif datar tarif ditarik berdasarkan jauhnya jarak yang dapat dicover. Tarif datar menawarkan berbagai jenis keuntungan khususnya dalam hubungan antara pengumpulan ongkos dalam kendaraan. Hal ini memperbolehkan transaksi tunai terutama sangat penting kepada kendaraan besar.

Semakin besar perbedaan antara panjang jarak perjalanan rata-rata dan frekuensi terbanyak, akan semakin besar dampak yang merugikan pada penumpang jarak dekat, sedangkan penumpang jarak jauh menikmati biaya perjalanan yang menguntungkan secara sesuai.

(34)

Tarif berhubungan dengan rute dapat digunakan bila struktur panjang perjalanan dari daerah tangkapan tidak memenuhi penggunaan secara general namun memperbolehkan penggunaannya pada beberapa kasus rute yang spesifik. 2. Tarif Berdasarkan Jarak (Distance-Based fare)

Dalam struktur ini, sejumlah tarif dibedakan secara mendasar oleh jarak yang ditempuh. Perbedaan ini dibuat berdasarkan tarif kilometer, tahapan, dan zona.

a. Tarif Kilometer

Penetapan tarif kilometer sangat tergantung pada jarak kilometer yang ditempuh, sehingga penetapan besarnya tarif dilakukan dengan pengkalian ongkos tetap pada tiap kilometer dengan panjang perjalanan yang ditempuh oleh setiap penumpang dengan biasanya ditetapkan jarak minimumnya (tarif minimum). Hal ini menyulitkan dalam pengumpulan ongkos karena seagian besar peumpang melakukan perjalanan relatif pendek sehingga memerlukan waktu lama dalam pengumpulan.

b. Tarif Bertahap

Struktur tarif ini dihitung berdasarkan jarak yang ditempuh oleh penumpang. Tahapan disini adalah suatu penggal rute yang jaraknya antara satu atau lebih tempat perhentian digunakan sebagai dasar perhitungan tarif sehingga rute trayeknya dibagi dalam segmen – segmen rute yang kasar mempunyai panjang yang sama dan jarak antara kedua titik tahapan pada umumnya berkisar antara dua sampai tiga kilometer dan masing – masing titik perubahan harus mudah dikenali serta cukup spesifik.

c. Tarif Zona

(35)

2.4 Willingness to Pay (WTP) dan Ability to Pay (ATP)

Willingness to Pay (WTP) adalah kemauan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang telah diterimanya, pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan atas presepsi pengguna terhadap tarif dan jasa pelayanan angkutan umum tersebut (Tamin, et al. 1999).

Faktor yang mempengaruhi antara lain :

- Persepsi pengguna terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengusaha - Utilitas pengguna terhadap angkutan umum tersebut.

Sedangkan menurut Saweda dan Wikarma (2012). Dalam permasalahan transportasi WTP dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:

- Produk yang ditawarkan/disediakan oleh operator jasa pelayanan transportasi. - Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan.

- Utilitas pengguna terhadap angkutan tersebut. - Perilaku pengguna.

Nilai WTP didapat dengan merata-ratakan persepsi tarif yang dipilih oleh setiap jenis pekerjaan:

WTPjenis pekerjaan=

WTPseluruh kategori pekerjaan =

Ability to Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal (Tamin, et al. 1999). Beberapa faktor yang mempengaruhi ATP antara lain:

a) Besar penghasilan

b) Presentase biaya untuk transportasi dari penghasilan

c) Persentase alokasi biaya untuk angkutan umum dari alokasi biaya untuk transportasi

d) Intensitas perjalanan Rumusnya sebagai berikut:

ATP =

(36)

Pelaksanaan dalam menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya ATP dan WTP. Kondisi tersebut diantaranya adalah:

a. ATP lebih besar daripada WTP

Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar daripada keinginan membayar jasa tersebut. ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.

b. ATP lebih kecil daripada WTP

Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi sebelumnya dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar daripada kemampuan membayarnya hal ini mungkin terjadi pada pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa angkutan sangat tinggi sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut relatif lebih dipengaruhin oleh utilitas. Pada kondisi ini pengguna disebut captive riders. c. ATP sama dengan WTP

Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa tersebut adalah sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut.

B

iay

a

Per

J

ar

ak

s

atu

an

Prosentase responden yang mempunyai ATP dan WTP tertentu ATP

(37)

Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan WTP dan ATP adalah seperti yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel II-1 Faktor penentu ATP dan WTP

Faktor Penentu Variabel

Ukuran rumah tangga Jumlah anggota keluarga

Penghasilkan keluarga Rata-rata penghasilkan yang diterima keluarga perbulan

Kebutuhan Transportasi Jumlah perjalanan yang dilakukan per hari

Total biaya transportasi Rata-rata presentase penghasilan untuk biaya transportasi

Panjang perjalanan Rata-rata panjang perjalanan harian Sumber: Wicaksono, Riyanto, Kusumastuti (2006)

Rekomendasi kebijakan penentuan tarif angkutan umum berdasarkan analisis perbandingan ATP dan WTP dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip berikut ini, yaitu:

- Karena WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, bila nilai WTP masih dibawah ATP, maka masih memungkinkan kenaikan nilai tarif dengan perbaikan tingkat pelayanan angkutan umum.

- Karena ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, maka besaran tarif angkutan umum yang diberlakukan tidak boleh melebih nilai ATP kelompok sasaran.

- Intervensi/ campur tangan pemerintahan dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi dimana besaran tarif angkutan umum yang berlaku lebih besar dari ATP. Hingga didapat besaran tarif angkutan umum maksimum sama dengan nilai ATP.

Penentuan/ Penyesuaian tarif dianjurkan sebagai berikut: - Tidak melebihi ATP

(38)

- Bila tarif yang diajukan berada dibawah perhitungan tarif, namun berada diatas nilai ATP maka selisih tersebut dapat dianggap sebagai beban yang harus ditanggung oleh pemerintah,

- Bila perhitungkan tarif, pada suatu jenis kendaraan berada jauh dibawah ATP dan WTP maka terdapat keleluasaan dalma perhitungan/ pengajuan nilai tarif baru, yang selanjutnya dapat dijadikan peluang penerapan subsidi silang terhadap jenis kendaraan lain yang kondisi perhitungan tarifnya diatas ATP. 2.5 Penelitian Terdahulu

(39)

Tabel II-2 Penelitian Terdahulu No Judul Artikel, Penulis,

Judul Jurnal

Isu, Permasalahan, Tujuan

Lokasi Data (Primer/ Sekunder, agregat/

Disagregat)

Metode Variabel Output

1 Judul Artikel: Analisa Tarif Jalan Tol Berdasarkan Pendekatan

Willingness to Pay (Wtp) Dan Ability to Pay (Atp)

( Studi Kasus : Rencana Jalan Tol Medan - Binjai) Penulis:

Indra Ferdinan Panjaitan, 2013

Nama Jurnal:

Jurnal Teknik Sipil USU, Vol. 2 No.3, 2013

Masalah:

Penetapan tarif tol awal berorientasi kepada analisa dari pada masyarakat . Tujuan:

Untuk mengetahui dan menganalisa tarif awal Jalan Tol Medan-Binjai oleh pemerintah adalah sebesar Rp.600/km.

2 Judul Artikel:

Analisis Keterjangkauan Daya Beli Pengguna Jasa

(40)

Angkutan Umum dalam

PILAR volume 12, nomor 2, september 2003 : apabla user memiliki ATP dan WTP yang lebih rendah dari besarnya tarif ngktan kota yg ditetapkan pemerintah. Sehingga umum yang titik beratkan kepada analisis ATP dan WTP serta kombinasi dari keduanya atau dengan parameter lainnya dengan mengambil studi kasus masyarakat pengguna jasa angkutan kota di kabupaten kudus rata tarif angkutan kota yang berlaku saat ini yaitu sebesar Rp.985,-

• rata-rata WTP

(41)

Nama Jurnal: dan daya beli masyarakat (A-WTP).

Tujuan:

untuk mengetahui tarif yang telah diterapkan oleh pemerintah dapat memenuhi BOKA madiun jaya ekspres dan mengetahui tarif yang telah ditetapkan sesuai dengan daya beli penumpang Solo atau Yogyakarta – Sragen terjadi kondisi Tarif > WTP > ATP Membayar Tarif Angkutan Kota

(Studi Kasus Pengguna Jasa Angkutan Kota Pada Empat Kecamatan Di Kota tarif angkutan umum di Kota Semarang cenderung yang ada oleh Pemerintah

Pengguna

rata-rata tarif angkutan kota yang berlaku saat ini sebesar Rp. 851,50 berada di bawah ATP

(42)

Riyanto, Dianita Ratna Kusumastuti

Nama Jurnal:

Pilar Volume 15, Nomor 1, April 2006 : Halaman 31 - 35

Daerah sebagai regulator

dipandang masyarakat berpihak kepada operator

sebaliknya bagi operator, kenaikan tarif tersebut belum layak mengingat kenaikan harga suku cadang dan harga bahan bakar yang cukup tinggi. demikian tar if yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Semarang masih terjangkau oleh daya beli masyarakat meskipun prosentase yang mampu membayar kurang dari 50 %.

penetapan tarif resmi Bus Rapid Transit (BRT) konsumen tidak akan mau beralih moda

• berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) bus dapat ditetapkan tarif sebesar Rp. 2.500,- per penumpang,

(43)

Menganalisis tarif Bus Rapid Transit (BRT)

Sarbagita yang telah diberlakukan secara resmi, berdasarkan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Penyedia Jasa dan Ability To Pay (ATP), Willingness To Pay (WTP) masyarakat pengguna (Users).

Rp. 3.500,- per penumpang merupakan penetapan tarif yang relatif masih tinggi dibandingkan Biaya tersebut masih diluar jangkauan ATP dan WTP masyarakat pemakai (users). 6. Judul Artikel:

Exploring The Willingness and Ability to pay For Paratransit In Bandung, Indonesia berdasarkan mereka W / ATP. Dengan demikian, kondisi keuangan

(44)

membayar dari pengguna paratransit

diterima dari kenaikan tersebut.

Judul Artikel:

Evaluasi Tarif Angkutan Umum Dan Analisis Ability to Pay (ATP) Dan

Kusumawati, Arie Sarif Munandar, Bagus Hario Seriadji pada daya beli masyarakat pengguna itu sendiri. Dilain pihak, adanya kenaikan harga-harga di beberapa sektor yang drasakan juga oleh sektor transportasi angkutan umum

Tujuan:

untuk mengetahu apakah tarif yang berlaku pada saat ini telah sesuai atau masih berada dibawah/diatas tarif yng semestinya berlaku.

(45)

BAB III Gambaran Umum

Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran umum yang meliputi: Gambaran umum pelayanan Trans Metro Bandung yang terdiri dari tujuan pengoperasian, pelayanan TMB, dan standar pelayanan minimal TMB. Serta Pelayanan Koridor 2 dan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini.

3.1. Gambaran Pelayanan Trans Metro Bandung

Trans Metro Bandung (TMB) adalah sebuah upaya Pemerintah Kota Bandung untuk meningkatkan pelayanan publik, khususnya pada sektor transportasi darat di kawasan perkotaan Bandung dengan berbasis bus mengganti sistem setoran menjadi sistem pembelian pelayanan bus terjadwal. Berhenti di halte-halte khusus, aman, nyaman, andal, terjangkau dan ramah bagi lingkungan. Berbeda dengan Trans Jakarta (TJ), TMB ini tidak mempunyai lajur khusus. TMB koridor 1(rute Cibiru-Cibeureum) mulai beroperasi pada tahun 2008 sejauh 16 km, terdapat 16 halte di jalur TMB, bus koridor I ini hanya melewati Jalan By Pass Soekarno-Hatta. Pada tanggal 6 november tahun 2012 dioperasikan TMB koridor 2 (Cicaheum-Cibeureum) dengan melibatkan PERUM DAMRI.

3.1.1. Tujuan Pengoperasian Trans Metro Bandung

Trans Metro Bandung bermaksud untuk mereformasikan sistem angkutan umum perkotaan melalui menegemen pengelolaan maupun penyediaan sarana angkutan masal sesuai dengan keinginan masyarakat yang aman, nyaman, murah, mudah dan tepat waktu yang dapat melayani penumpang perkotaan dan penumpang luar kota Bandung. Adapun maksud dan tujuan dari penyelenggaraan Bus Trans Metro Bandung adalah sebagai berikut:

Maksud penyelenggaraan Trans Metro Bandung:

a) Reformasi sistem angkutan umum perkotaan melalui manajemen pengelolaan maupun penyediaan sarana angkutan umum massal sesuai dengan keinginan masyarakat yaitu aman, nyaman, mudah, tepat waktu dan murah.

(46)

Tujuan penyelenggaraan Trans Metro Bandung: a) Perbaikan sistem angkutan umum perkotaan,

b) Perbaikan manajemen pengelolaan angkutan umum perkotaan,

c) Perbaikan pola operasi angkutan umum perkotaan (misalnya berhenti pada halte yang telah ditentukan, standarisasi armada bus)

d) Penghubung simpul transportasi (Terminal Bus, stasiun KA, serta bandara) dan pusat kegiatan masyarakat dan

e) Penghubung seluruh wilayah perkotaan 3.1.2. Penyelenggaraan Trans Metro Bandung

Penyelenggaraan Trans Metro Bandung diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan di kawasan Kota Bandung. Pengoperasian Trans Metro Bandung ini dibentuk oleh DISHUB Kota Bandung. Dengan menggunakan bus bantuan dari Departemen Perhubungan berupa bus sedang AC sebanyak 10 unit, Trans Metro Bandung (TMB) efektif beroperasi bulan september 2009 dengan DAMRI sebagai operator TMB. Pada awalnya TMB hanya melayani Koridor 1 (Cibiru-Cibeureum) dengan 9 unit bus darin total 10 armada, dan di bangun shelter permanen kerjasama antara pemerinta Kota Bandung dan phak swasta. TMB ini menjadi proyek patungan antara pemerintah Kota Bandung dengan Perum DAMRI Bandung dalam memberikan layanan transportasi massal dengan murah, fasilitas dan kenyamanan yang terjamin serta tepat waktu ke tujuan.

3.1.3. Pelayanan Trans Metro Bandung

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 10 Tentang Standar Minimal Pelayanan Angkutan Massal Berbasi Jalan. dalam peraturan tersebut terdapat variabel dari setiap aspek yang harus mengikuti peraturannya. Diantaranya adalah adalah aspek keselamatan, aspek kenyamanan, aspek keamanan, aspek keterjangkauan dan aspek keteraturan.

A. Aspek Keselamatan

(47)

alat bantu pegangan tangan di dalam TMB sendiri terdapat sebanyak 30 buah, yang terdiri dari 15 buah di sebelah kanan dan 15 buah di sebelah kiri yang semuanya berfungsi dengan baik .

Gambar 3.1

Pegangan Tangan di dalam Trans Metro Bandung

Sedangkan dilihat dari fasilitas keamanannya di dalam TMB ini hanya terdapat palu untuk memecahkan kaca dan pintu emergency. Dan belum terdapat alat pemadam kebakaran.

Gambar 3.2

Fasilitas Keamanan

(48)

B. Aspek Kenyamanan

Kapasitas penumpang setiap armada TMB idealnya adalah 55 orang, yaitu 30 penumpang menggunakan kursi, serta 25 penumpang berdiri. Di dalam bus TMB tidak terdapat fasilitas kebersihan seperti tempat sampah sehingga penumpang membuang sampah sembarangan didalam bus.

Gambar 3.3

Interior Trans Metro Bandung

Untuk TMB sendiri sudah terdapat AC di semua armada TMB dan jumlahnya hampir disetiap sisi lebih dari standar yang diterapkan. Artinya sudah memenuhi standar pelayanan teknis.

Gambar 3.4

(49)

C. Aspek Keamanan

Petugas keamanan yang juga berperan sebagai kondektur/ pemungut ongkos dari penumpang yang berada di dalam TMB ada sebanyak 1 orang. Berdasarkan aturan PM nomor 10 kondisi tersebut ditidakbolehkan seharusnya petugas kemanan berjaga/berdiri di samping pintu keluar tepatnya di tengah-tengah bus.

Gambar 3.5

Penjaga Keamanan

D. Aspek Kesetaraan

(50)

Gambar 3.6 Kursi Prioritas

E. Aspek Keterjangkauan

Keterjangkauan dilihat dengan kemudahan integrasi dengan moda lain, serta dilihat dari ongkos. Saat ini, untuk ntergrasi dengan moda lain sangat mudah, karwna terhubung dengan beberapa koridor yang melewati banyak angkutan umu lain, baik untuk dalam kota maupun untuk keluar kota. Artinya untuk integrasi dengan moda lain sudah memenuhi standar.

Berdasarkan Keputusan Walikota Bandung Nomor: 551.2/Kep.694-DISHUB/2008 tentang tarif angkutan umum massal trans metro bandung, penerapan tarif trans metro bandung dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung dengan berpedoman pada undang-undang. Tarif Trans Metro Bandung (TMB) per penumpang ditetapkan sebagai berikut:

a) Untuk pelajar/mahasiswa, sebesar Rp. 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah); b) Untuk penumpang umum sebesarRp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah)

F. Aspek Keteraturan

(51)

3.2. Pelayanan Trans Metro Bandung Koridor 2

Trans Metro Bandung Koridor 2 (Cicaheum-Cibeureum) mulai diresmikan oleh Pemerintah pada tanggal 6 November 2012.

3.2.1. Rute TMB Koridor 2

Panjang koridor 2 Cicaheum -Cibeureum yaitu 22.3 Km. Pengoperasian Trans Metro Bandung melalui rute sebagai berikut:

a) Rute keberangkatan

Terminal cicaheum- Jl Jend. Ahmad Yani- Jl. Ibrahim Aji- Jl. Jakarta- Jl. Ahmad Yani- Jl. Asia Afrika- Jl. Jend. Sudirman- Jl. Elang Cibeureum

b) Rute Kembali

Cibeureum- Jl. Elang- Jl. Rajawali Barat- Jl. Rajawali Timur- Jl. Kebonjati- Jl. Suniaraja- Jl. Stasiun Timur- Jl. Perintis Kemerdekaan- Jl. Braga- Jl. Lembong- Jl. Veteran- Jl. Jend. Ahmad Yani- Terminal Cicaheum

Gambar 3.7

(52)

3.2.2. Jumlah Shelter

Shelter merupakan tempat naik dan turunnya penumpang serta tempat menunggunya waktu kedatangan bus. Shelter direncanakan setiap 300 meter.

Shelter TMB Koridor 2 (Cicaheum-Cibeureum) tersebar menjadi 26 titik. tetapi oada kenyataannya shelter ditempatkan menyesuaikan dengan lokasi, karena setiap jarak 300 meter ada yang tidak memungkinkan untuk dijadikan shelter. Berikut ini titik-titik lokasi halte Trans Metro Bandung Koridor 2 (Cicaheum-Cibeureum):

Tabel III-1 Jumlah Shelter TMB

No. Ruas Jalan Titik Lokasi Keterangan

1 Jl. Elang Samping Indomart Shelter 1 2 Jl. Rajawali Timur 60 m Setelah Persimpangan Garuda Shelter 2 3 Jl. Rajawali Timur Depan Rajawali Plaza Shelter 3 4 Jl. Kebon Jati Depan RS Kebonjati Shelter 4 10 Jl. Ah. Nasution Area Terminal Cicaheum Shelter 10 11 Jl. Ahmad Yani Depan BCA Cicadas Shelter 11 12 Jl. Ibrahim Adjie Depan Ex. Matahari Shelter 12 13 Jl. Jakarta 70 m setelah Persimpangan Kircon Shelter 13 14 Jl. Ahmad Yani Depan Stadion Persib Shelter 14 15 Jl. Ahmad Yani Depan Bengkel One Day (Rel KA) Shelter 15 16 Jl. Ahmad Yani Depan Kantor Pos Kosambi Shelter 16 17 Jl. Asia Afrika Depan Bank Panin Shelter 17

18 Jl. Asia Afrika Alun-Alun Shelter 18

19 Jl. Sudirman +70 m sebelum Bundaran Cibeureum Shelter 19 20 Jl. Sudirman Depan SDN Raya Barat Shelter 20 21 Jl. Sudirman Depan pal 3 (Cijerah) Shelter 21 22 Jl. Rajawali Barat Depan gudang Shelter 22 23 Jl. Perintis

Kemerdekaan

(53)

3.2.3. Jumlah Penumpang

Jumlah pengguna Trans Metro Bandung setiap tahunnya semakin bertambah. Dari semejak beroperasi pada tanggal 6 November 2012 jumlah pengguna TMB Koridor 2 sebanyak 12.946 dan pada tahun 2014 sebanyak 356.744. untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel III-2

Jumlah penumpang TMB koridor 2 tahun 2012-2014

No Tahun Jumlah

Penumpang Umum

Jumlah Penumpang Pelajar

Jumlah total

1 2012 10,595 2,351 12,946 2 2013 166,049 114,216 280,265 3 2014 192,351 164,393 356,744

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandung

Gambar 3.8

Jumlah penumpang TMB koridor 2 tahun 2012-2014

0 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000

2012 2013 2014

(54)

3.3. Profil Responden

Untuk gambaran umum pengguna Trans Metro Bandung didapatkan berdasarkan survey langsung ke lapangan dengan cara menyebarkan kuesioner dimana sampel yang diambil sebanyak 100 responden. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dibawah ini:

3.3.1 Informasi Responden

Pada Informasi responden akan di bahas mengenai jenis kelamin, jenis pekerjaan, usai, tingkat pendidikan, penghasilan, alamat tempat tinggal dan status dalam keluarga. Untuk lebih jelasnya dibahas di bawah ini:

3.3.1.1Jenis Kelamin

A. Jalur TMB Cicaheum – Cibeureum

Informasi jenis kelamin merupakan salah satu informasi dasar pengguna Trans Metro Bandung Koridor 2. Berdasarkan jenis kelaminnya, pengguna TMB dapat dilihat pada Tabel III-3 dan Gambar 3.9 sebagai berikut:

Tabel III-3

Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014

No Jenis Kelamin Jumlah

Pengguna Presentase

1 Laki - Laki 48 60%

2 Perempuan 32 40%

Jumlah 80 100%

(55)

Sumber : Hasil Analisis 2014

Gambar 3.9

Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014

Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa pengguna Trans Metro Bandung jalur Cicaheum – Cibeureum berdasarkan jenis kelamin di dominasi oleh laki – laki sebesar 60% sedangkan perempuan sebesar 40%. Hal ini menujukan bahwa perilaku perjalanan untuk bekerja lebih di dominasi oleh laki – laki sebagai kepala keluarga.

B. Jalur TMB Cibeureum – Cicaheum

Informasi jenis kelamin merupakan salah satu informasi dasar pengguna Trans Metro Bandung Koridor 2. Berdasarkan jenis kelaminnya, pengguna TMB dapat dilihat pada Tabel III-4 dan Gambar 3.10 sebagai berikut:

Tabel III-4

Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014

No Jenis Kelamin Jumlah

Pengguna Presentase

1 Laki - Laki 22 40%

2 Perempuan 33 60%

Jumlah 55 100%

Sumber : Hasil Analisis 2014

Laki - Laki 60% Perempuan

40%

(56)

Sumber : Hasil Analisis 2014

Gambar 3.10

Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014

Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa pengguna Trans Metro Bandung jalur Cibeureum – Cicaheum berdasarkan jenis kelamin di dominasi oleh perempuan sebesar 60% sedangkan laki - laki sebesar 40%. Hal ini menujukan bahwa perilaku perjalanan untuk bekerja pada jalur Cibeureum – Cicaheum lebih di dominasi oleh perempuan, artinya perempuan memiliki aktivitas yang sama dengan laki – laki terutama dalam hal melakukan perjalanan untuk bekerja.

3.4.1.2 Jenis Pekerjaan

A. Jalur TMB Cicaheum - Cibeureum

Berikut ini akan menjelaskan mengenai informasi pengguna TMB Koridor 2. Berdasarkan Jenis Pekerjaan, untuk itu dapat dilihat pada Tabel III-5 dan Gambar 3.11berikut ini:

Tabel III-5

Pengguna TMB berdasarkan jenis pekerjaan tahun 2014

No Jenis Pekerjaan Jumlah Pengguna Presentase

1 PNS/TNI 16 20%

2 Pegawai Swasta 44 55%

3 Wiraswasta 20 25%

Jumlah 80 100%

Sumber : Hasil Analisis 2014

Laki - Laki 40%

Perempuan 60%

Gambar

Gambar 3.1 Pegangan Tangan di dalam Trans Metro Bandung
Gambar 3.3
Gambar 3.7
Tabel III-2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan Project Charter merupakan titik awal penting Pengembangan Project Charter merupakan titik awal penting untuk memulai proyek, menetapkan definisi proyek yang akan

Tindakan sosial (social action) pedagang diwujudkan dengan partisipasi, keterlibatan pedagang baik secara fisik, material maupun non- fisik yaitu berupa sumbangan ide dan

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia, Yogyakarta, 17 Januari 2005.. Yogyakarta : Pusat Studi Ilmu Teknik UGM,

Agar dapat lebih meningkatkan minat masyarakat terhadap jasa pendidikan yang ditawarkan, yang dapat memaksimalkan target seperti yang ditetapkan atau diharapkan,

Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit berpengaruh sangat nyata terhadap Vitamin C yang dihasilkan, sehingga analisa

Dalam aspek perkembangan ini, diawali oleh fase usia remaja yang dikatakan sebagai fase puncaknya emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang sangat tinggi. Sehingga dalam

Dengan memperhatikan skor pangan, kontribusi energi setiap kelompok pangan dan angka kecukup- an energi rata-rata penduduk, maka kebutuhan pangan per kapita baik dalam bentuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya bangunan prasarana transportasi berdampak pada: (1) mobilitas masyarakat meningkat, waktu tempuh dan biaya transportasi ke