• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN LKS MEMANFAATKAN MEDIA BERBASIS LABORATORIUM VIRTUAL PADA MATERI OPTIK FISIS DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN LKS MEMANFAATKAN MEDIA BERBASIS LABORATORIUM VIRTUAL PADA MATERI OPTIK FISIS DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN LKS MEMANFAATKAN MEDIA BERBASIS LABORATORIUM VIRTUALPADA MATERI OPTIK FISIS

DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

Oleh Ana Kurnia Sari

Penelitian pengembangan ini bertujuan mengembangkan LKS yang memanfaatkan laboratorium virtual menggunakan model pembelajaran PBL dengan pendekatan saintifik, mendeskripsikan kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan LKS, serta mendeskripsikan keefektifan LKS untuk menuntaskan hasil belajar siswa dalam penilaian ranah kognitif dan afektif pada materi difraksi dan interferensi cahaya. Telah dilakukan penelitian pengembangan LKS dengan memanfaatkan simulasi PhET bagi siswa di SMA Negeri 1 Pringsewu kelas XI MIA 2 sebanyak 26 siswa.

Prosedur pengembangan tersebut meliputi potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian. Metode pengumpulan data diperoleh dengan cara observasi, pengisian angket, dan tes khusus. Produk yang telah divalidasi oleh ahli materi dan ahli desain menunjukkan kualitas LKS sangat menarik, mudah digunakan, dan sangat bermanfaat serta efektif digunakan sebagai media pembelajaran.

Hasil belajar pada penilaian kognitif setelah menggunakan LKS adalah 92,31% siswa telah mencapai KKM, yaitu 24 siswa dari jumlah seluruhnya sebanyak 26 siswa. Hasil penilaian sikap adalah 100% dari seluruh jumlah siswa telah mancapai KKM. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan LKS memanfaatkan laboratorium virtual dengan pendekatan saintifik pada materi difraksi dan interferensi cahaya efektif dan dapat membantu siswa memahami materi tersebut karena penggunaan LKS dapat menuntaskan hasil belajar kognitif dan afektif siswa dengan baik.

(2)

PENGEMBANGAN LKS MEMANFAATKAN MEDIA BERBASIS LABORATORIUM VIRTUALPADA MATERI OPTIK FISIS

DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

Oleh

Ana Kurnia Sari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu pada tanggal 10 Juni 1993, sebagai anak pertama

dari tiga bersaudara pasangan Bapak Indrayadi dan Ibu Reni Febriani.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK ABA 1 Pringsewu yang diselesaikan

pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Muhammadiyah

Pringsewu pada Tahun 2005. Sekolah Menegah Pertama (SMP) diselesaikan di

MTs Negeri Pringsewu pada Tahun 2008, dan Sekolah Menegah Atas (SMA)

diselesaikan di SMA Negeri 1 Pringsewu pada Tahun 2011. Pada tahun 2011,

penulis diterima di program studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.

Selama menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Fisika, penulis

memiliki pengalaman organisasi, yaitu sebagai Pengurus Himasakta, Panitia

Khusus Pemilihan Gubernur FKIP dan asisten praktikum mata kuliah fisika bagi

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wata’ala yang selalu melimpahkan nikmat-Nya dan semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad

shalallahu ‘alaihi wasallam, penulis mempersembahkan karya sederhana ini

sebagai tanda bakti dan kasih cintaku yang tulus dan mendalam kepada:

1. Orang tuaku tercinta, Ibu Reni Febriani dan Bapak Indrayadi yang telah

sepenuh hati membesarkan, mendidik, dan mendo’akan kebaikan kepada

adinda selama ini. Semoga adinda bisa membahagiakan Ibunda dan

Ayahanda dengan cara yang adinda pilih.

2. Kedua adikku, Annisa Zhafirah dan Muhammad Rizki tersayang, yang telah

memberikan doa dan semangatnya untuk keberhasilanku. Semoga

adik-adikku menjadi hamba yang ta’at beribadah dan bermanfaat bagi umat.

3. Para pendidik yang telah mengajarkan banyak hal baik ilmu agama,

pengetahuan, maupun ilmu untuk bertahan hidup di dunia yang hanya

sementara ini.

4. Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekurangan

yang ku miliki, dari kalian aku belajar ketulusan dan keikhlasan dalam hidup.

(8)

MOTTO

“esungguhnya Allah, segenap malaikat, penduduk langit dan bumi sampai semut di sarangnya dan ikan di lautan turut mendoakan kebaikan

untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia

(Hadits riwayat At-Tirmidzi, dishahihkan Oleh Al-Bani)

“Harta, tahta, dan keluarga tidak akan menemani kita sampai mati karena semua itu hanya titipan Yang Maha Raja, namun hanya ilmu yang bermanfaat,

amal ibadah yang ikhlas, dan harta yang disedekahkan yang akan jadi teman sejati di akhirat kelak.”

(9)

SANWACANA

Bismillaahirrohmaanirrohim...

Segala puji hanya milik Allah subhanahu wata’ala, karena atas nikmat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di FKIP

Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak bantuan dari

berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada

lembar ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

3. Bapak Drs. Eko Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Fisika.

4. Bapak Dr. Chandra Ertikanto, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik dan Dosen

Pembimbing Utama atas kesediaannya yang telah membimbing, memotivasi,

dan mengarahkan penulis selama proses penyelesaian skripsi.

5. Bapak Wayan Suana, S.Pd, M.Si., selaku Pembimbing Kedua atas

kesediaannya yang telah membrikan bimbingan, arahan, dan motovasi kepada

(10)

xi

6. Bapak Drs. Feriansyah Sesunan, M.Pd., selaku Pembahas yang telah banyak

memberikan saran dan kritik yang bersifat positif dan membangun untuk

skripsi yang penulis kembangkan.

7. Bapak Ismu Wahyudi, S.Pd., M.P.Fis., dan Bapak Antomi Saregar, M.Pd.,

M.Si. selaku evaluator uji ahli, terima kasih atas waktu dan sarannya.

8. Bu Viyanti, S.Pd., M.Pd., Drs. Nengah Maharta, M.Si., Dr. Agus Suyatna,

M.Si., Dr. Abdurrahman, M.Si., Dr. Undang Rosidin, M.Pd., Drs. I Dewa Putu

Nyeneng, M.Sc.

9. Bapak Drs. Yulizar,M.M., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Pringsewu

beserta jajaran yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di

sekolah.

10.Bapak Warsana, S.Pd., dan Ibu Ris Purwaningsih, S.Pd., selaku guru fisika

dan murid-murid Kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Pringsewu atas bantuannya.

11.Teman-teman terdekat Al-Kahfiyyah: Isti, Nisa, Puspita, Inayah, Rizki, dan

Adel, terima kasih kalian telah mengajariku tentang arti kebersamaan,

ketulusan, dan cara memahami pribadi kita yang tak sama. Semoga kita bisa

mengambil pelajaran atas semua yang telah kita lalui bersama.

12.Teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi: Evi, Ummu, Yulia,

Husnun, Rini, Sofya, Tata, Febriana, Erlina, Tiara, Rara, Tari, Afifah, Bertha,

Lusi, iyos, Desma, dan para akhwat ikhwan lainnya yang tidak bisa saya

sebutkan satu-per satu.

13.Seluruh keluarga besar Pendidikan Fisika terutama angkatan 2010, 2009, 2008

(11)

xii

14.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua dan berkenan membalas semua budi yang diberikan kepada penulis,

serta semoga skripsi yang sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandarlampung, April 2015 Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Pengembangan ... 8

B. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 9

C. Media Pembelajaran ... 11

D. Laboratorium Virtual ... 13

E. Hakikat Kurikulum 2013 dengan Pendekatan Saintifik... 18

(13)

xiv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan ... 41

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Skor penilaian dalam instrumen uji ahli materi dan desain ... 38

2. Skor penilaian uji kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan .... 39

3. Konversi skor penilaian menjadi pernyataan nilai kualitas ... 40

4. Hasil penilaian uji ahli ... 44

5. Hasil rekomendasi perbaikan uji ahli untuk LKS ... 45

6. Hasil penilaian uji coba produk ... 46

7. Hasil penilaian uji kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan .... 48

8. Data penilaian kognitif ... 50

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Observasi Sumber Daya Sekolah dan Inventaris Sumber Daya .... 65

2. Angket Analisis Kebutuhan Guru ... 67

3. Angket Analisis Kebutuhan Siswa ... 69

4. Silabus ... 72

5. Sebaran KD ... 76

6. RPP ... 83

7. Kisi-kisi Instrumen Uji Ahli Materi ... 90

8. Kisi-kisi Instrumen Uji Ahli Desain ... 93

9. Hasil Uji Kelayakan oleh Ahli Materi ... 95

10.Hasil Uji Kelayakan oleh Ahli Desain ... 100

11.Kisi-kisi Instrumen Uji Kemenarikan, Kemudahan, dan Kemanfaatan ... 103

12.Instrumen Uji Kemenarikan, Kemudahan, dan Kemanfaatan LKS ... 106

13.Hasil Uji Coba Produk Kelompok Terbatas ... 109

14.Kisi-kisi Soal Uji Efektivitas ... 111

15.Penilaian Afektif ... 116

16.Hasil Uji Kemenarikan Kelompok Kecil ... 118

17.Rekap Nilai Uji Keefektifan ... 120

18.Rekap Penilaian Afektif ... 122

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Cahaya yang melewati celah sempit ... 22

2. Difraksi celah tunggal ... 23

3. Interferensi konstruktif dan destruktif ... 24

4. Diagram sinar interferensi cahaya ... 26

5. Prosedur penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ... 30

6. One One-Shot Case Study ... 37

7. Grafik kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan LKS ... 55

(17)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan salah satu pelajaran IPA yang menarik untuk dipelajari karena

fenomena-fenomena fisika terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh

fenomena tersebut adalah fatamorgana, pembentukan pelangi, prinsip kerja

kamera, manfaat lensa cekung bagi penderita rabun jauh, dan lain-lain.

Fenomena-fenomena tersebut dikaji secara mendalam oleh para ilmuwan, sehingga

menghasilkan suatu prinsip atau konsep yang dapat membantu dan memberikan

kemudahan bagi manusia untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Namun

kenyataannya, ada banyak siswa yang menganggap sulit mata pelajaran ini dan

belum menyadari sepenuhnya manfaat mempelajari fisika.

Ada banyak kendala yang ditemui oleh siswa saat mempelajari konsep fisika yang

bersifat abstrak. Kesulitan siswa dalam memahami konsep fisika adalah siswa

sangat jarang melakukan praktikum disebabkan alat-alat praktikum yang belum

memadai, sehingga guru lebih sering mengajar dengan menggunakan metode

ceramah dalam menjelaskan materi. Oleh karena itu, membuat siswa menjadi

sulit membayangkan konsep yang sebenarnya karena mereka hanya diberikan

(18)

2

Media pembelajaran yang digunakan pun hanya buku paket dari perpustakaan

sekolah yang masih menggunakan kurikulum lama dan lembar kerja siswa (LKS)

yang disediakan sekolah tidak ada tuntunan kegiatan praktikum yang dapat

dilakukan, kurang adanya gambar yang menarik, serta hanya berisi materi dan

soal-soal latihan. Hal ini diketahui berdasarkan hasil analisis kebutuhan angket

yang diberikan kepada 32 siswa Kelas XII IPA 1 di SMA Negeri 1 Pringsewu

yang telah mempelajari tentang materi optik fisis.

Hal ini jelas kurang sesuai dengan kurikulum baru yang digagas oleh

Kemendikbud yaitu kurikulum 2013 yang menggunakan pembelajaran dengan

pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik dilakukan dengan lima langkah

pembelajaran, yaitu tahap mengamati, bertanya, mencoba, melakukan asosiasi,

dan mengkomunikasikan. Kelima tahapan ini dipandang mampu membantu siswa

untuk mencapai keterampilan berpikir, merasa, dan melakukan.

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran merujuk pada pandangan bahwa

pembelajaran pada dasarnya merupakan proses ilmiah. Pendekatan ilmiah

dipandang paling cocok dalam pengembangan sikap, keterampilan, dan

pengetahuan siswa. Pada proses belajar, guru diharapkan menggunakan berbagai

macam metode belajar yang memungkinkan siswa untuk melatih berpikir kritis,

mentradisikan aktifitas kreatif, mengembangkan kemerdekaan berpikir, serta

mengeluarkan ide dan pendapatnya.

Salah satu metode belajar yang efektif adalah eksperimen atau melakukan

(19)

3

dipraktikan karena ketidaktersedian alat peraga atau kotak instrumen terpadu

(KIT) yang dapat menunjang untuk melakukan percobaan di laboratorium. Salah

satu contohnya adalah materi optik fisis pada submateri difraksi dan interferensi

cahaya. Interferensi cahaya pada kenyataannya sangat sulit untuk ditemui karena

fenomena tersebut berlangsung sangat cepat, sehingga untuk melakukan

percobaan ini membutuhkan alat dan tempat yang benar-benar mendukung.

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, media

elektronik dapat menjadi solusi dari kendala yang ditemui oleh guru dan siswa

saat melakukan pembelajaran materi tersebut. Percobaan yang sulit dilakukan di

laboratorium biasa dapat dilakukan dengan menggunakan laboratorium virtual

yang dijalankan menggunakan komputer. Program-program laboratorium virtual

telah banyak dikembangkan oleh para fisikawan untuk mempermudah siswa

mempelajari fisika, salah satu contohnya adalah program simulasi PhET.

Program ini merupakan simulasi percobaan nyata yang dijadikan suatu aplikasi

(software) yang dapat diakses di mana pun oleh guru dan siswa dengan menggunakan komputer atau laptop.

Pembelajaran berbasis media simulasi yang memanfaatkan media laboratorium

virtual sudah cukup banyak digunakan sebagai media pembelajaran dan

penggunaannya dapat meningkatkan hasil belajar bagi siswa. Hal ini dibuktikan

dari penelitian yang dilakukan oleh Taufiq (2008), diperoleh informasi bahwa

laboratorium virtual memberikan kesan yang positif, menarik, dan menghibur,

serta membantu penjelasan secara mendalam tentang suatu fenomena alam. Oleh

(20)

4

senang dan mudah untuk mempelajarinya. Selain itu, Lailiyah (2009)

mengemukakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan simulasi lebih efektif

dibandingkan pembelajaran dengan demonstrasi dan ceramah. Ini menunjukkan

bahwa pembelajaran dengan menggunakan simulasi dapat membantu siswa untuk

lebih memahami persoalan yang dipelajari.

Sementara dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihatiningtyas, dkk. (2013)

mengenai penerapan simulasi dan KIT sederhana untuk mengajarkan

keterampilan psikomotor siswa pada pokok bahasan alat optik, diketahui bahwa

hasil belajar dengan menggunakan laboratorium virtual lebih baik dibandingkan

menggunakan KIT sederhana dalam membantu siswa memahami konsep fisika

yang bersifat abstrak. Pembelajaran dengan menggunakan KIT sederhana

membutuhkan waktu yang lebih lama karena siswa masih merasa kesulitan saat

merangkai KIT dibandingkan pembelajaran dengan simulasi yang praktis dan

menyenangkan. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk

mengembangkan LKS yang disertai panduan bagi guru dengan judul penelitian

“Pengembangan LKS Memanfaatkan Media Berbasis Laboratorium Virtual pada

Materi Optik Fisis dengan Pendekatan Saintifik”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian pengembangan ini adalah:

1. Bagaimana produk pengembangan LKS yang memanfaatkan media berbasis

laboratorium virtual pada materi optik fisis khususnya submateri difraksi dan

(21)

5

2. Bagaimana kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan pengembangan LKS

yang memanfaatkan media berbasis laboratorium virtual pada materi optik fisis

khususnya submateri difraksi dan interferensi cahaya dengan pendekatan

saintifik?

3. Bagaimana keefektifan pengembangan LKS yang memanfaatkan media

berbasis laboratorium virtual pada materi optik fisis khususnya submateri

difraksi dan interferensi cahaya dengan pendekatan saintifik dalam ranah

pengetahuan dan sikap?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian pengembangan ini

sebagai berikut:

1. Menghasilkan produk berupa LKS disertai panduan bagi guru dengan

memanfaatkan media berbasis laboraturium virtual untuk pembelajaran Fisika

SMA pada materi optik fisis khususnya submateri difraksi dan interferensi

cahaya.

2. Mendeskripsikan kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan LKS yang

memanfaatkan media berbasis laboratorium virtual pada materi optik fisis

khususnya submateri difraksi dan interferensi cahaya dengan pendekatan

saintifik.

3. Mendeskripsikan keefektifan LKS yang memanfaatkan media berbasis

laboratorium virtual pada materi optik fisis khususnya submateri difraksi dan

interferensi cahaya dengan pendekatan saintifik dalam ranah pengetahuan dan

(22)

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:

1. Bagi siswa,

a. dapat membantu siswa untuk memahami materi yang sulit untuk

dipraktikan khususnya materi tentang difraksi dan interferensi cahaya.

b. dapat menjadi salah satu media pembelajaran yang menarik dalam

mengaitkan antara teori atau konsep dengan percobaan untuk mencapai

penguasaan kompetensi.

2. Bagi guru,

a. dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan keefektifan proses

pembelajaran dengan memanfaatkan laboraturium virtual.

b. dapat menjadi dasar pertimbangan untuk merancang dan mengembangkan

LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa pada materi-materi yang lain.

3. Bagi peneliti,

a. dapat menambahan pengalaman mengajar, keterampilan meneliti, dan

wawasan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam terutama pada bidang

yang dikaji.

b. dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian

(23)

7

E.Ruang Lingkup Penelitian

Agar sasaran penelitian ini dapat tercapai seperti yang diharapkan dan untuk

menghindari terjadinya kesalahpahaman terhadap masalah yang akan dibahas,

maka ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut:

1. LKS fisika yang dikembangkan menuntun siswa untuk melakukan

praktikum menggunakan media berbasis laboratorium virtual, yaitu dengan

menjalankan aplikasi simulasi PhET di kelas. Physics Education

Technology (PhET) merupakan simulasi interaktif fenomena-fenomena fisis berbasis riset yang diberikan secara gratis oleh Universitas Colorado.

2. Pengembangan LKS dilakukan untuk pembelajaran fisika SMA kelas XII

pada materi optik fisis khususnya submateri difraksi dan interferensi cahaya,

serta dilengkapi dengan panduan bagi guru.

3. Model pembelajaran yang digunakan adalah Problem Based Learning

(PBL). PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk

memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Aspek

terpenting dalam PBL adalah pembelajaran dimulai dengan suatu

permasalahan yang akan menentukan arah pembelajaran.

4. Uji coba pemakaian LKS dilakukan pada siswa yang belum pernah

mempelajari materi optik fisis sebelumnya. Produk diujicobakan kepada

siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pringsewu Tahun Ajaran 2014/2015

dengan sistem pembelajaran yang digunakan sekolah adalah sistem SKS

(paket).

5. Penilaian yang dilakukan kepada siswa mencakup ranah pengetahuan

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Pengembangan

Penelitian adalah suatu kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara

alamiah dalam bidang tertentu untuk mendapatkan suatu informasi yang datanya

dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah yang menjadi pusat

perhatian peneliti. Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu.

Sugiyono (2011: 243) menjelaskan bahwa secara umum tujuan penelitian ada tiga

macam, yaitu yang bersifat penemuan, pembuktian dan pengembangan.

Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang

benar-benar baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian berarti data

yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap

informasi atau pengetahuan tertentu. Sementara pengembangan berarti

memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah ada.

Penelitian dan pengembangan merupakan konsep yang relatif masih baru di

bidang pendidikan. Munawaroh (2011:1) menjelaskan bahwa:

(25)

9

proses atau cara yang dilakukan untuk mengembangkan sesuatu menjadi baik atau sempurna.

Jika arti penelitian dan pengembangan dikaitkan menjadi satu kata utuh yaitu

penelitian pengembangan, maka dapat diartikan sebagai kegiatan pengumpulan,

pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan

objektif yang disertai dengan kegiatan mengembangkan sebuah produk untuk

mengembangkan sesuatu menjadi lebih baik atau sempurna.

Penelitian pengembangan bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk baru atau

menyempurnakan produk yang sudah ada yang dapat dipertanggungjawabkan.

Produk yang dihasilkan tidak harus berbentuk perangkat keras (hardware), namun juga dapat berupa benda yang tidak kasat mata atau perangkat lunak (software). Produk yang dihasilkan (dalam dunia pendidikan) dapat berupa model

pembelajaran, multimedia pembelajaran atau perangkat pembelajaran, seperti

RPP, buku, LKS, soal-soal, dan lain-lain atau bisa juga penerapan teori

pembelajaran dengan menggabungkan pengembangan perangkat pembelajaran.

B. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS merupakan salah satu sumber belajar untuk membantu siswa dalam

mencapai kompetensi dasar yang diharapkan di dalam proses pembelajaran. LKS

memuat kegiatan-kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk

memahami dan membentuk kemampuan dasar sesuai dengan indikator

pencapaian. LKS harus dibuat oleh guru bidang studi yang bersangkutan agar

(26)

10

sehingga keberadaan LKS membuat siswa dapat memaksimalkan pemahaman

dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian yang

ditempuh.

Suyitno dalamAhliswiwite (2007) memaparkan bahwa manfaat yang diperoleh

dengan menggunakan LKS dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

(1) mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran; (2) membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep; (3) melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses; (4) sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran; (5) membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar; dan (6) membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.

LKS dibuat sebagai penuntun siswa dalam melakukan praktikum, sehingga guru

berperan sebagai pembimbing agar praktikum berjalan dengan baik. Indrianto

dalam Ahliswiwite (2007) menyatakan bahwa ada dua macam LKS yang

dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:

(1) LKS tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk menyampaikan pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang dapat dipakai untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik; dan (2) LKS berstruktur memuat informasi, contoh, dan tugas-tugas. LKS ini dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu program kerja atau mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk mencapai sasaran

(27)

11

LKS berstruktur merupakan jenis LKS yang menjadi pusat perhatian peneliti

dalam melakukan penelitian ini. LKS ini dirancang agar dapat membantu siswa

menemukan suatu konsep berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan sedikit

bantuan pembimbing untuk mencapai indikator yang diharapkan. Dengan

demikian, siswa diharapkan mampu meningkatkan keterampilannya dalam

memahami suatu konsep sains.

Depdiknas dalam Rusdi (2008) menyatakan bahwa langkah-langkah dalam

persiapan pembuatan LKS sebagai berikut:

(1) analisis kurikulum adalah analisis yang dilakukan dengan

memperhatikan materi pokok, pengalaman belajar siswa, dan kompetensi yang harus dicapai siswa; (2) menyusun peta kebutuhan LKS yaitu peta kebutuhan LKS yang berguna untuk mengetahui jumlah kebutuhan LKS dan urutan LKS; (3) menentukan judul-judul LKS yakni judul LKS harus sesuai dengan KD, materi pokok, dan pengalaman belajar; (4) penulisan LKS: langkah-langkahnya adalah (a) perumusan KD yang harus dikuasai; (b) menentukan alat penilaian; (c) penyusunan materi dari berbagai sumber; (d) memperhatikan struktur LKS yang meliputi judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas dan langkah-langkah kerja, dan penilaian.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa serangkaian kegiatan

sebelum persiapan LKS seperti analisis kurikulum, analisis kebutuhan, dan

menentukan judul LKS yang sesuai dengan kompetensi inti (KI) dan kompetensi

dasar (KD) perlu dilakukan sebelum pembuatan LKS yang akan dikembangkan.

C. Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan suatu komponen sumber belajar yang

mengandung materi terstruktur yang dapat merangsang siswa untuk berpikir dan

(28)

12

berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang

secara harfiah berarti perantara atau pengantar.

Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai media menurut Sadiman, dkk.

(2010: 6) diantaranya:

(1) Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of

Education and Communication Technology-AECT) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi; (2) Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat

merangsangnya untuk belajar; sedangkan (3) Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta

merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya.

Pendapat Sudrajat (2008: 2),terdapat berbagai jenis media belajar antara lain:

(1) media visual: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik; (2) media audial: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya;(3)

projected still media: slid, over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya;dan (4) projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer, dan sejenisnya.

Susilana (2007: 6) mengemukakan bahwa media pembelajaran terdiri dari dua

unsur yang saling berkaitan, yatu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya atau perangkat lunak (message/software). Media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan atau konten yang

dalam bentuk perangkat keras seperti komputer, televisi, proyektor, dan perangkat

lunak seperti program atau aplikasi yang digunakan dalam perangkat keras.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dan dapat

merangsang kemauan, sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada

(29)

13

siswa untuk belajar dikarenkan setiap siswa memiliki cara/ metode belajar yang

berbeda-beda. Dengan demikian, pembelajaran menjadi bervariasi, sehingga dapat

menimbulkan motivasi belajar, interaksi secara langsung antara siswa dan

lingkungannya, dan dapat meningkatkan kedisiplinan siswa untuk belajar sendiri

sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

D.Laboratorium virtual

Perkembangan teknologi yang sangat pesat berpengaruh dalam dunia pendidikan.

Perkembangan ini dimulai dari negara maju, sehingga Indonesia sebagai negara

berkembang perlu menyejajarkan diri dengan negara-negara yang sudah maju

tersebut. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin mendorong

upaya-upaya pembaharuan pemanfaatan teknologi dalam proses belajar. Choiron

(2013) menyatakana bahwa perkembangan Information Communication and Technology (ICT)menjadi potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan, karena teknologi dapat menyimpan informasi tentang segala hal yang

tak terbatas, maka hal ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan

pendidikan yang tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Oleh karena itu,

pemanfaatan ICT diperlukan dalam rangka efektivitas dan efisiensi pembelajaran

bagi siswa.

Yusuf (2010) mengemukakan: “Pemanfaatan ICT di lembaga-lembaga

pendidikan, baik formal maupun non formal meliputi komputer, laptop, network computer, printer, scanner, video/ DVD player, digital camera, tape/ CD, dan

(30)

14

menjadi salah satu alat pendukung dalam meningkatkan mutu pembelajaran.

Penggunaan komputer saat ini mulai dirasakan manfaatnya baik bagi siswa

maupun guru pada proses pembelajaran.

Choiron (2013) memaparkan bahwa komputer efektif digunakan dalam

pelaksanakan pembelajaran, dikarenakan: (1) dapat memperluas dan

mempermudah akses informasi dalam pembelajaran dengan cepat; (2) dapat

membantu memvisualisasikan materi-materi yang bersifat abstrak; (3) dapat

menampilkan materi pembelajaran menjadi lebih menarik; dan (4)

memungkinkan terjadinya interaksi dengan materi yang sedang dipelajari.

Berdasarkan hal tersebut, pemanfaatan komputer dengan optimal dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran.

Rusman & Cepi (2012:96) memaparkan bahwa secara garis besar komputer

dimanfaatkan pada dua macam penerapan, yaitu pembelajaran dengan bantuan

komputer (Computer Assisted Instruction-CAI) dan pembelajaran berbasis komputer (Computer Based Instruction-CBI). Pada CAI, komputer berfungsi untuk membantu proses pembelajaran dalam menyampaikan materi yang sudah

diprogramkan, sehingga peran guru tidak semuanya dihilangkan dan komputer

hanya berperan sebagai pendamping guru dalam menyampaikan materi.

Sementara pada CBI, komputer berfungsi sebagai perangkat sistem pembelajaran

untuk mengomunikasikan materi, sehingga siswa dapat berperan lebih aktif dan

(31)

15

Penggunaan komputer sebagai CAI pada pembelajaran lebih cenderung untuk

memudahkan guru untuk menampilkan dalam menyampaikan materi, contohnya

penggunaan Ms. power point untuk mempresentasikan materi, media player untuk menampilkan materi dalam bentuk audio dan audiovisual, penggunaan PDF reader untuk menampilkan buku sekolah elektronik, dan lain-lain. Penggunaan komputer sebagai CBI membuat komputer sebagai pusat kegiatan pembelajaran

siswa dengan menggunakan progaram komputer yang berisi tentang materi dan

evaluasi pembelajaran, contoh pembelajaran dengan menggunakan multimedia

pembelajaran interaktif, kuis interaktif, laboratorium virtual, dan lain-lain.

Sistem komputer dapat menyampaikan secara individual kepada siswa dengan

cara berinteraksi dengan mata pelajaran yang diprogramkan ke dalam sistem

komputer untuk mencapai ketuntasan dalam belajar. Dalam hal ini, pembelajaran

dengan menggunakan laboratorium virtual termasuk ke dalam pembelajaran

berbasis komputer (CBI). Hal ini dikarenakan komputer menjadi pusat kegiatan

siswa dengan mengoperasikan aplikasi laboratorium virtual yang dapat

menyampaikan isi/ materi pelajaran kepada siswa di kelas.

Imron (2012) mengemukakan bahwa laboratorium virtual atau bisa disebut

dengan istilah virtual labs adalah serangkaian alat-alat laboratorium yang berbentuk perangkat lunak (software), yang dioperasikan dengan komputer dan dapat mensimulasikan kegiatan di laboratorium seakan-akan pengguna berada

pada laboratorium sebenarnya. Pengembangan laboratorium virtual ini diharapkan

(32)

16

mengatasi permasalahan biaya dalam pengadaan alat dan bahan yang digunakan

untuk melakukan kegiatan praktikum bagi sekolah-sekolah yang kurang mampu.

Farreira dalam Imron (2012) menyatakan bahwa beberapa manfaat yang dapat

diperoleh dengan menggunakan laboratorium virtual adalah:

(1) mengurangi keterbatasan waktu; (2) ekonomis; (3) meningkatkan kualitas eksperimen karena memungkinkan untuk diulang untuk memperjelas keraguan dalam pengukuran di laboratorium; (4)

meningkatkan efektivitas pembelajaran; dan (5) meningkatkan keamanan dan keselamatan.

Melalui pembelajaran multimedia berbasis laboratorium virtual, proses

pembelajaran menjadi lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar

dapat dikurangi, kualitas belajar dapat ditingkatkan, dan proses belajar mengajar

dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Salah satu aplikasi pembelajaran berbasis laboratorium virtual adalah simulasi

PhET. Tim PhET (2015) menjelaskan bahwa Physics Education Technology

(PhET) merupakan sebuah situs yang menyediakan simulasi pembelajaran fisika,

biologi, matematika, dan kimia yang diberikan secara gratis oleh Universitas

Colorado untuk kepentingan pengajaran di kelas atau dapat digunakan untuk

kepentingan belajar individu. Simulasi dalam PhET dioperasikan dengan Java dan

Flash, dan dapat dijalankan menggunakan browser web standar.

Proyek PhET di Universitas Colorado telah mengembangkan serangkaian simulasi

yang sangat menguntungkan dalam pengintegrasian teknologi komputer ke dalam

(33)

17

melakukan pembelajaran secara langsung. Berdasarkan hal tersebut, simulasi

PhET dapat dijadikan suatu pendekatan pembelajaran yang membutuhkan

keterlibatan dan interaksi dengan siswa dan membuat pembelajaran lebih menarik

karena sisa dapat belajar sekaligus bermain pada simulasi tersebut.

Hal tersebut dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Nur (2013: 162-166)

menyatakan bahwa kelas yang menggunakan perangkat pembelajaran bersinergi

dengan simulasi PhET, hasil belajar siswa lebih baik dibandingkan dengan siswa

yang tanpa menggunakan simulasi PhET. Respon siswa terhadap pembelajaran

fisika dengan laboratorium virtual secara umum tertarik dan merasa antusius.

Seluruh siswa yang berjumlah 20 anak tuntas semua setelah mengikuti

pembelajaran, yaitu berupa hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa

pada materi fluida bergerak sangat baik.

Selain itu, Podolefsky, dkk. (2010) menyatakan:

Interactive simulations can be engaging tools for student learning, allowing students to explore phenomena by asking questions and seeking answers through use of the simulation. PhET simulations allow this process to happen dynamically so that students can continuously probe and explore the underlying science.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, diketahui bahwa simulasi PhET efektif

digunakan pada pembelajaran karena simulasi yang ditampilkan dapat

menggambarkan fenomena materi, sehingga siswa tertarik untuk mengajukan

pertanyaan mengenai materi yang dipelajari. Simulasi PhET memungkinkan

proses belajar yang dinamis, sehingga siswa dapat terus menyelidiki dan

(34)

18

Penelitian lain mengenai simulasi PhET dilakukan oleh Adams, dkk. (2008)

menemukan bahwa ketika siswa berinteraksi dengan simulasi PhET saat

pembelajaran berlangsung, siswa dapat menggambarkan materi yang awalnya

sulit untuk dipahami. Desain pada simulasi yakni memiliki tata letak, penggunaan

alat, bantuan, dan representasi percobaan yang sebenarnya dengan baik, sehingga

efektif pada proses pembelajaran.

E.Hakikat Kurikulum 2013 dengan Pendekatan Saintifik

Kurikulum sangat penting untuk dunia pendidikan karena merupakan kunci utama

untuk mencapai sukses dalam dunia pendidikan. Kurikulum memberikan

pedoman kepada guru untuk menyusun dan melaksanakan program pembelajaran.

Kurikulum 2013 diperlukan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang

memihak pada siswa, yang memungkinkan siswa berbuat aktif. Kurikulum ini

harus menitikberatkan pada kebutuhan siswa, sehingga kegiatan pembelajaran

mencapai sasaran dan tujuan belajar.

Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran merujuk pada pandangan bahwa

pembelajaran pada kurikulum 2013 merupakan proses ilmiah. Pendekatan ilmiah

dipandang paling cocok dalam pengembangan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan siswa. Pada pendekatan atau proses kerja ilmiah, para ilmuwan lebih

(35)

19

induktif dilakukan dengan mengamati fenomena atau situasi spesifik untuk

menarik kesimpulan secara keseluruhan.

Nasution (2013) mengemukakan bahwa:

Pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student

centered approach) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Pembelajaran berpusat pada siswa menjadi pendekatan yang diterapkan bagi

pembelajaran kurikulum 2013 yang mendahulukan kepentingan dan kemampuan

siswa. Pembelajaran ini harus memberi ruang bagi siswa untuk belajar menurut

ketertarikannya, kemampuan pribadinya, dan gaya belajar siswa. Guru berperan

sebagai fasilitator yang harus mampu membangkitkan ketertarikan siswa terhadap

suatu materi belajar, dan menyediakan beraneka metode belajar yang paling sesuai

bagi siswa.

Dalam hal ini, pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang

berpusat pada siswa. Berdasarkan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013

(2013: 34) tentang pembelajaran dengan pendekatan saintifik, siswa

mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya sendiri. Bagi siswa, pengetahuan yang

dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari

ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas,

dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang

berkembang, siswa akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yaitu

(36)

20

Berdasarkan Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 (2013: 3), kurikulum 2013

dirancang dengan karakteristik “Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan

keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan

masyarakat”. Oleh karena itu, kurikulum 2013 mengarahkan guru untuk

melakukan penilaian secara autentik yang mencakup penilaian kognitif, afektif

dan psikomotor. Penilaian dapat diartikan sebagai proses penafsiran atas berbagai

data tentang hasil belajar siswa. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui tingkat

penguasaan atau pencapaian tujuan dan untuk menentukan tindak lanjut yang

mungkin diberikan atas tingkat pencapain tujuan pembelajaran. Penilaian autentik

mencakup penilaian sikap siswa sebagai efek penyertaan selama proses

pembelajaran. Sikap-sikap yang dimaksud dinyatakan dalam KI 1 (spiritual) dan

KI 2 (sosial) secara tertulis dalam silabus.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang standar penilaian,

pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri

(self assessment), penilaian teman sejawat (peer assessment), dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian

antarsiswa adalah dengan daftar cek atau skala penilaian yang disertai rubrik,

sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.

Kosasih (2014: 136-137) mengemukakan bahwa:

(37)

21

Penilaian sikap dengan kedua jenis tersebut bermanfaat bagi siswa dan guru.

Siswa akan mengetahui perkembangan sikapnya selama proses pembelajaran,

sehingga dapat memperbaiki sikap yang belum tercapai, sedangkan guru dapat

memanfaatkan penilaian tersebut sebagai pelengkap atas data yang didapatkannya

melalui penilaian observasi.

F. Optik Fisis

Optika fisis adalah cabang studi cahaya yang mempelajari sifat-sifat cahaya yang

tidak terdefinisikan oleh optik geometris dengan pendekatan sinarnya. Optik fisis

membahas tentang polarisasi, dispersi, difraksi, dan interferensi cahaya. Pada

penelitian ini, fokus materi yang dibahas adalah mengenai difraksi dan

interferensi cahaya.

1. Difraksi cahaya

Pada pelajaran gerak gelombang, telah diperkenalkan bahwa gelombang

permukaan air yang melewati sebuah penghalang berupa sebuah celah sempit

akan mengalami lenturan (difraksi). Menurut prinsip Huygens, tiap bagian

celah berlaku sebagai sebuah sumber gelombang. Dengan demikian, cahaya

dari satu bagian celah dapat berinterferensi dengan cahaya dari bagian lainnya

dan intensitas resultannya pada layar bergantung pada arah θ. Suatu bidang

celah sempit disinari berkas cahaya monokromatik yang sejajar, maka

sinar-sinarnya akan mengalami pembelokan sehingga bentuk muka gelombangnya

(38)

22

Pada layar yang diletakkan sejajar celah akan terbentuk pola interferensi

sebagai akibat difraksi yang terdiri dari garis terang dan garis gelap. Garis

terang yang paling lebar terjadi di O (pusat layar), sedangkan garis terang yang lebih sempit terjadi di P diantara titik-titik tersebut terdapat garis gelap.

Sinar-sinar yang menuju titik O ini menempuh lintasan yang sama panjang L, sehingga di tempat itu terjadi garis terang. Garis terang yang lain dalam arah

θ secara umum dapat terjadi bila selisih lintasan cahaya merupakan kelipatan

bilangan ganjil dari setengah panjang gelombang (1/2λ). Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut ini merupakan diagram sinar saat terjadinya

difraksi cahaya.

Sumber:www.sefria.web.unair.ac.id

(39)

23

Interferensi minimum (pita gelap) terjadi jika kedua gelombang berbeda fase

180o atau beda lintasannya sama dengan setengah panjang gelombang:

2 sin θ =

2

sin θ = �

(2.1)

Jika celah dibagi menjadi empat bagian dan memakai cara yang sama, maka

diperoleh pita gelap:

4 sin θ =

2

sin θ = 2�

(2.2)

Secara umum dapat dinyatakan bahwa pita gelap ke-n terjadi jika:

d sin θ = n� dengan n = 1, 2, 3, . . . (2.3)

Keterangan: d sin θ = selisih lintasan cahaya

θ = sudut simpangan (deviasi)

(Walker, 2010: 990-991)

Sumber:Walker (2010 :990)

(40)

24

2. Interferensi Cahaya

Interferensi adalah perpaduan dua gelombang atau lebih menjadi satu

gelombang baru. Jika kedua gelombang yang terpadu sefase, maka terjadi

interferensi konstruktif (saling menguatkan). Gelombang resultan memiliki

amplitudo maksimum. Jika kedua gelombang yang terpadu berlawanan fase,

maka terjadi interferensi destruktif (saling melemahkan).

Warna-warni pelangi menunjukkan bahwa sinar matahari adalah gabungan

dari berbagai macam warna dari spektrum kasat mata. Di lain pihak, warna

pada gelombang sabun, lapisan minyak, warna bulu burung merah, dan

burung kalibri bukan disebabkan oleh pembiasan. Hal ini terjadi karena

interferensi konstruktif dan destruktif dari sinar yang dipantulkan oleh suatu

lapisan tipis. Adanya gejala interferensi ini bukti yang paling menyakinkan

bahwa cahaya itu adalah gelombang. Interferensi cahaya bisa terjadi jika ada

dua atau lebih berkas sinar yang bergabung.

Sumber:www.animals.howstuffwork.com

(41)

25

Jika cahayanya tidak berupa berkas sinar, maka interferensinya sulit diamati.

Interferensi cahaya sulit diamati karena dua alasan:

(a) panjang gelombang cahaya sangat pendek, kira-kira 1% dari lebar rambut;

dan (b) setiap sumber alamiah cahaya memancarkan gelombang cahaya yang

fasenya sembarang (acak) sehingga interferensi yang terjadi hanya dalam

waktu sangat singkat.

Interferensi cahaya tidaklah senyata seperti interferensi pada gelombang air

atau gelombang bunyi. Interferensi terjadi jika terpenuhi dua syarat, yaitu:

(a) Kedua gelombang cahaya harus koheren, dalam arti bahwa kedua

gelombang cahaya harus memiliki beda fase yang selalu tetap, oleh sebab itu

keduanya harus memiliki frekuensi yang sama; dan (b) Kedua gelombang

cahaya harus memiliki amplitudo yang hampir sama.

Bila seberkas cahaya sebagai gelombang datang pada satu celah sempit atau

dua celah sempit, maka terjadi pembelokan arah rambat cahaya. Peristiwa

pembelokan arah rambat gelombang cahaya disebut difraksi. Dari gejala

difraksi, sinar-sinar yang terdifraksi saling menutupi (terpadu), sehingga pada

layar terbentuk jalur terang dan jalur gelap. Saat cahaya datang menuju ke

layar yang diberi celah S1 dan S2, cahaya yang keluar akan menghasilkan

interferensi dengan pola teratur pada layar. Pola interferensi terdiri atas

(42)

26

a) Garis terang (interferensi maksimum)

Intensitas cahaya di P adalah resultan dari intensitas cahaya yang datang dari kedua celah. Pada Gambar 2.4 tampak bahwa lintasan yang ditempuh oleh

cahaya dari S1 (S1P) lebih pendek dari pada cahaya dari S2 (S2P). Selisih

antara keduanya disebut beda lintasan. Pada kasus ini, jarak antara celah ke

layar L jauh lebih besar dibandingkan dengan jarak antara kedua celah

(L>>d), sehingga sinar S1 dapat dianggap sejajar dengan sinar S2. Jadi, beda

lintasan adalah:

Δ S = S2 P – S1P

Δ S = S2R (2.4)

Jika daerah arsir kuning pada Gambar 2.7 ditulis secara matematis maka:

sin θ = �� �

ΔS = d sin θ (2.5)

Sumber:Serway & John (2014: 1137)

(43)

27

Fase sama antara dua gelombang terjadi jika beda lintasan antara keduanya

sama dengan 0, , 2, 3, . . .

Δ S = d sin θ = 0, , 2, 3, . . .

Δ S=d sin θ =n �; dengan n= 0, 1, 2, 3, . . . (2.6) Dengan n= 0 untuk pita terang pusat, n= 1 untuk pita terang pertama, n= 2

untuk pita terang kedua dan seterusnya.

b) Garis gelap (interferensi minimum)

Diantara garis-garis terang terdapat garis gelap. Garis gelap terjadi jika

sinar-sinar yang berasal dari S1 dan S2 setelah sampai di layar mempunyai fase

yang berlawanan atau memiliki beda lintasan Δ S sama dengan 1 2�,1

1 2�, 21

2�, . . dan seterusnya. Jika beda lintasannya merupakan kelipatan bilangan ganjil dari setengah panjang gelombang maka terjadi garis gelap terang

(interferensi minimum), jadi secara matematis dapat ditulis:

Δ S = d sin θ = 1 pita gelap kedua, n = 2 untuk pita gelap ketiga, dan seterusnya.

c) Jarak pita terang atau pita gelap ke-n dari terang pusat

Perhatikan ΔPOQ siku-siku pada Gambar 2.4. Sudut θ cukup kecil ) dan

L sangat panjang dari P (L P), maka berlaku:

(44)

28

Untuk pita terang, masukkan nilai persamaan 2.8 ke dalam persamaan 2.6

sehingga diperoleh:

d sin θ = n

d [

]

= n ��

= n ; dengan n = 0, 1, 2, 3, . . .

Untuk pita gelap, masukkan nilai persamaan 2.8 ke dalam persamaan 2.7

sehingga diperoleh:

d sin θ = (n + 1 2) d [

]

= (n +

1 2)

��

= (n + 1

2) ; dengan n = 0, 1, 2, 3, . . . Keterangan: d = jarak dua celah

� = jarak garis terang dari terang pusat (P - O)

L = jarak tabir (layar) dengan celah � = panjang gelombang cahaya

n = orde terang (n = 0, 1, 2, 3, 4...)

(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Pengembangan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian dan

pengembangan (research and development). Metode penelitian pengembangan digunakan untuk menghasilkan sebuah produk tertentu dalam menguji

kemenarikan, kemudahan, kemanfaatan, dan keefektifan produk agar bermanfaat

dalam pembelajaran fisika. Pada penelitian ini, lembar kerja siswa (LKS) yang

dikembangkan dengan memanfaatkan laboratorium virtual sebagai media

pembelajaran fisika untuk materi optik fisis khususnya submateri difraksi dan

interferensi cahaya.

Prosedur penelitian ini menggunakan metode penelitian yang mengacu pada

prosedur penelitian dan pengembangan media intruksional menurut Sugiyono

(2011: 409), yang memuat prosedur pokok penelitian pengembangan yang

bertujuan untuk menghasilkan suatu produk. Produk yang dihasilkan pada

penelitian pengembangan ini berupa seperangkat LKS. Prosedur pengembangan

tersebut meliputi delapan tahap pengembangan produk dan uji produk, yaitu:

(1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan informasi, (3) desain Produk, (4)

validasi produk, (5) perbaikan produk, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8)

(46)

30

Berdasarkan prosedur penelitian dan pengembangan yang dikembangkan oleh

Sugiyono, maka dilakukan penyederhanaan yaitu langkah-langkah tersebut

dibatasi hanya sampai dengan uji coba pemakaian karena disesuaikan dengan

kebutuhan. Berikut ini bagan prosedur penelitian yang digunakan:

Gambar 5. Prosedur penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono

Adapun penjelasan mengenai prosedur pengembangan yang dilakukan adalah

sebagai berikut.

1. Potensi dan Masalah

Penelitian dilakukan atas dasar adanya potensi dan masalah. Potensi adalah

segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki suatu nilai tambah

pada produk yang diteliti. Sementara masalah akan terjadi jika terdapat

penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi. Terdeteksinya

masalah dilakukan dengan melakukan analisis kebutuhan yang merupakan

langkah awal yang harus dilakukan dalam kegiatan penelitian pendahuluan di

bidang pengembangan.

(47)

31

Analisis kebutuhan pengembangan ini dilakukan dengan cara observasi

sumber daya sekolah dan pemberian angket analisis kebutuhan diberikan

kepada guru fisika SMA dan siswa yang telah mempelajari materi optik fisis.

Analisis kebutuhan dimaksudkan untuk mengetahui potensi dan masalah yang

dialami siswa dalam mempelajari fisika berdasarkan kurikulum 2013 dan

mengetahui kebutuhan apa saja yang diperlukan guna mengatasi masalah

yang ditemui dalam kegiatan pembelajaran.

Hasil observasi sumber daya sekolah dan pemberian angket analisis

kebutuhan tersebut digunakan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran

materi optik fisis dan sebagai landasan dalam penyusunan latar belakang

masalah penelitian pengembangan ini.

2. Pengumpulan Informasi

Setelah mengetahui potensi dan masalah dalam penelitian pengembangan ini,

langkah berikutnya yaitu mengumpulkan berbagai informasi yang dapat

digunakan mengatasi masalah. Informasi diperoleh dengan cara studi pustaka

dengan cara membaca langsung dari buku, jurnal, dan artikel yang diakses

melalui internet. Informasi yang dikumpulkan berupa materi-materi yang

diperlukan untuk menunjang dalam pengembangan produk. Hasil

pengumpulan informasi ini selanjutnya digunakan untuk menentukan

(48)

32

3. Desain Produk

Setelah mengumpulkan informasi, langkah selanjutnya adalah membuat

produk awal berupa LKS dengan materi difraksi dan interferensi cahaya

dengan memanfaatkan media berbasis laboratorium virtual, sehingga bermanfaat bagi siswa dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang

berimplikasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.

Spesifikasi produk yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan

memperhatikan hasil analisis kebutuhan di sekolah dan informasi berupa

konsep dan landasan teoritis yang memperkuat produk yang dikembangkan.

Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

(a) menentukan topik atau materi pokok pembelajaran yang akan

dikembangkan; (b) mengidentifikasi kurikulum untuk mendapatkan

identifikasi materi pelajaran dan indikator ketercapaian dalam pembelajaran;

(c) menentukan buku-buku fisika yang akan dijadikan rujukan materi

penunjang; (d) menentukan model pengembangan LKS; dan (e) penyusunan

LKS.

Rancangan LKS yang dikembangkan berdasarkan langkah-langkah di atas

adalah LKS terbagi menjadi dua bagian. Bagian awal memuat sampul, kata

pengantar, daftar isi, dan memuat tujuan pembelajaran. Bagian isi memuat

pengenalan tentang simulasi PhET, dua materi pokok mengenai difraksi dan

interferenis cahaya yang masing-masing terdapat kegiatan percobaan

(49)

33

4. Validasi Produk

Setelah produk awal selesai dibuat, langkah selanjutnya uji validitas kepada

tim ahli yang terdiri dari ahli materi dan ahli desain. Ahli materi mengkaji

indikator sajian materi berupa kelayakan isi, kesesuaian isi untuk proses

pebelajaran dan kelayakan bahasa. Ahli materi yang dipilih adalah seorang

dosen Pendidikan Fisika Unila yang berkompeten dalam bidang ilmu

pendidikan fisika.

Sementara ahli desain mengkaji indikator desain berupa kesesuaian

komponen pada sampul, kesesuaian komponen desain pada isi LKS, dan

keseluruhan pengemasan desain LKS. Uji ini dilakukan oleh ahli desain

media pembelajaran yang merupakan seorang dosen Pendidikan Fisika Unila

yang berkompeten dalam ilmu pendidikan dan teknologi.

5. Perbaikan Produk

Setelah desain produk divalidasi oleh ahli materi dan ahli desain, maka dapat

diketahui kelemahannya dan kedua ahli memberikan saran atau masukan

perbaikan produk. Kelemahan tersebut kemudian diperbaiki sesuai saran

untuk menghasilkan produk yang diinginkan.

6. Uji Coba Produk

Produk yang telah selesai dibuat, selanjutnya diuji coba dalam kegiatan

pembelajaran pada kelompok terbatas. Uji coba ini dimaksudkan untuk

mendapatkan informasi mengenai LKS yang dikembangkan. Uji coba tahap

(50)

34

mewakili populasi target terhadap LKS yang dibuat. Dari hasil uji tersebut

akan diperoleh saran atau masukan terkait kemenarikan, kemudahan, dan

kemanfaatan produk yang dihasilkan. Berdasarkan masukan-masukan

tersebut oleh pengembang akan dilakukan penyempurnaan, sehingga dapat

melakukan revisi produk akhir pengembangan.

7. Revisi Produk

Hasil pengujian kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan LKS kepada

siswa dijadikan bahan perbaikan dan penyempurnaan LKS yang dibuat. Pada

tahap ini dilakukan pencetakan produk setelah dilakukan perbaikan dari hasil

uji coba produk. Produk pada penelitian pengembangan ini tidak diproduksi

secara masal, tetapi hanya dibuat satu buah sebagai model hasil

pengembangan.

8. Uji Coba Pemakaian

Setelah melakukan revisi LKS, maka selanjutnya produk yang berupa LKS

dengan memanfaatkan media laboratorium virtual diuji coba ke kelompok

kecil. LKS diuji untuk mengetahui tingkat kemenarikan, kemudahan dan

kemanfaatan LKS optik fisis yang digunakan, serta untuk menilai hasil

belajar siswa dalam ranah kognitif dan afektif.

B. Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pringsewu pada semester genap Tahun

Ajaran 2014/2015. Sekolah tersebut dipilih karena memenuhui kriteria sekolah

(51)

35

dilakukan. Adapun untuk memperoleh data mengenai kemenarikan, kemudahan,

kemanfaatan, dan keefektifan produk, subjek penelitian yang digunakan adalah

siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Pringsewu dengan jumlah siswa 26 orang

yang sistem pembelajarannya menggunakan sistem SKS (paket).

C. Data dan Metode Pengumpulan Data

1. Data

Pada penelitian pengembangan ini, data yang diperoleh adalah:

a) Data kuantitatif

Data kuantitatif pada penelitian ini berupa data hasil belajar dalam ranah

kognitif (pengetahuan) siswa Kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Pringsewu

sebanyak 26 siswa.

b) Data kualitatif

Data kualitatif pada penelitian ini berupa data kelengkapan sarana dan

prasarana di sekolah, analisis kebutuhan guru dan siswa, respon dari uji

ahli, dan uji lapangan berupa penilaian tingkat kemenarikan, kemudahan

dan kemanfaatan produk, serta penilaian sikap (afektif).

2. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan tiga macam metode, yaitu:

a) Metode observasi

Observasi berfungsi sebagai alat pengumpul data yang dilakukan secara

sistematis untuk mendapatkan informasi variabel-variabel yang akan

(52)

36

sumber belajar dan sumber daya sekolah seperti ketersedian media dan

sumber belajar, laboratorium, dan perpustakaan sekolah.

b) Metode angket

Angket yang digunakan berupa daftar pertanyaan yang diberikan oleh

kepada responden untuk mendapatkan keterangan dari berbagai sumber

mengenai suatu masalah. Data dalam penelitian ini yang diperoleh dengan

menggunakan instrumen angket berupa angket analisis kebutuhan guru dan

siswa mengenai media pembelajaran fisika dan proses pembelajaran fisika,

sehingga peneliti dapat mengambil keputusan terhadap penelitian yang

akan dilakukan.

Instrumen angket lainnya digunakan untuk melakukan uji validasi kepada

ahli materi dan ahli desain. instrumen angket uji kemenarikan LKS kepada

subjek penelitian. Pada tahap uji coba pemakaian, metode angket pun

digunakan untuk menilai hasil belajar dalam ranah afektif (sikap).

c) Metode tes khusus

Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat keefektifan produk yang

dihasilkan sebagai media pembelajaran dengan memberikan soal uji

kompetensi kepada siswa. Pada tahap ini produk digunakan sebagai

sumber belajar, pengguna (siswa) dipilih berdasarkan teknik acak atas

dasar kesetaraan subjek penelitian untuk memenuhi kebutuhan

(53)

37

X O

One-Shot Case Study. Gambar desain yang digunakan dalam Sugiyono (2011: 110) dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 6. One-Shot Case Study

Keterangan: X = Treatment (penggunaan LKS ) O = Hasil belajar siswa

Tes khusus ini dilakukan oleh satu kelas sampel siswa Kelas XI SMA Negeri 1

Pringsewu. Pada tahap ini, siswa menggunakan LKS dengan memanfaatkan

laboraturium virtual yang telah dibuat sebagai media dalam proses

pembelajaran. Kemudian para siswa diberikan soal uji kompetensi sebagai

hasil belajar dalam ranah kognitif. Dengan demikian, hasil belajar dianalisis

ketercapaian tujuan pembelajarannya sesuai dengan nilai Kriteria ketuntasan

minimal (KKM) yang harus terpenuhi.

D. Teknik Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan pada penelitian pendahuluan, validitas produk, uji

coba produk, dan uji coba pemakaian yang terdiri dari uji kemenarikan,

kemudahan, dan kemanfaatan, penilaian kognitif dan afektif. Data pada penelitian

pendahuluan diperoleh melalui observasi sumber daya sekolah, analisis kebutuhan

guru dan siswa. Hasil analisis data pada observasi sumber daya sekolah dilakukan

dengan cara deskripsi mengenai ketersedian media dan sumber belajar, keadaan

laboratorium fisika, dan keadaan perpustakaan sekolah. Sementara pengumpulan

data untuk analisis kebutuhan guru dilakukan dengan pengisian angket dengan

(54)

38

kebutuhan siswa dilakukan dengan pengisian angket dengan pilihan jawaban

disesuaikan dengan pernyataan pada angket.

Data kesesuaian materi dan desain produk diperoleh dari hasil uji ahli materi dan

ahli desain produk oleh validator. Data kesesuaian tersebut digunakan untuk

mengetahui tingkat kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan produk yang

dihasilkan untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Instrumen uji ahli

materi terdiri tiga instrumen, yaitu uji kelayakan isi LKS, uji kesesuaian isi LKS,

dan uji kelayakan bahasa LKS. Sementara itu, uji ahli desain menilai tentang

kesesuaian komponen desaim pada sampul LKS, kesesuaian komponen desaim

pada isi LKS, dan keseluruhan pengemasan desain LKS. Adapun

instrumen-instrumen tersebut memiliki empat pilihan jawaban sesuai konten pernyataan

seperti pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Skor penilaian dalam instrumen uji ahli materi dan desain

Pilihan Jawaban Pilihan Jawaban Pilihan Jawaban Skor

Sangat layak Sangat sesuai Sangat baik 4

Layak Sesuai Baik 3

Kurang layak Kurang sesuai Kurang baik 2

Tidak layak Tidak sesuai Tidak baik 1

Data kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan LKS diperoleh dari uji coba

produk pada kelompok terbatas dan uji coba pemakaian pada kelompok kecil.

Angket ini diberikan kepada siswa sebagai pengguna LKS untuk mengetahui

tingkat kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan LKS. Angket ini memiliki

empat pilihan jawaban sesuai dengan konten pernyataan seperti pada Tabel 2 di

(55)

39

Tabel 2. Skor penilaian dalam uji kemenarikan, kemudahan, dan kemanfaatan

Pilihan Jawaban Pilihan Jawaban Pilihan Jawaban Skor

Sangat menarik Sangat mudah Sangat bermanfaat 4

Menarik Mudah Bermanfaat 3

Kurang menarik Kurang mudah Kurang bermanfaat 2 Tidak menarik Tidak mudah Tidak bermanfaat 1

Pada uji coba pemakaian terdapat penilaian kognitif dan afektif. Penilaian kognitif

diperoleh dengan cara memberikan uji kompetensi berupa soal uraian kepada

siswa yang bobot penilaiannya disesuaikan dengan tingkat kesulitan soal. KKM

yang menjadi acuan dalam penilaian kognitif yaitu 77 sesuai dengan nilai

KKM yang berlaku di sekolah yang menjadi tempat penelitian. Sementara itu,

penilaian afektif dilakukan untuk menilai keingintahuan, kejujuran, kedisiplinan,

tanggung jawab, kesantunan, dan ketelitian siswa selama proses pembelajaran.

Penilaian afektif dilakukan oleh siswa dengan cara penilaian diri sendiri (self-assessment) dan penilaian antarteman (peer-assessment). Angket penilaian memiliki empat pilihan jawaban pada tiap sikap yang dinilai, yaitu sangat baik

dengan skor 4, baik dengan skor 3, cukup baik dengan skor 2, dan kurang baik

dengan skor 1. KKM untuk nilai sikap dalam kurikulum 2013 dinyatakan tuntas

apabila mencapai kategori baik atau B (3,00) menurut standar yang ditetapkan

dalam Permendikbud No. 104 Tahun 2014 mengenai KKM pada kurikulum 2013.

Berdasarkan Permendikbud No. 81A Tahun 2013, untuk menentukan skor

penilaian total dapat dicari dengan menggunakan rumus:

Skor penilaian =Jumlah skor yang diperoleh

(56)

40

Hasil dari skor penilaian tersebut kemudian dikonversikan ke pernyataan

penilaian untuk menentukan kualitas produk yang dihasilkan berdasarkan

pendapat pengguna. Pengonversian skor penilaian ini dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Konversi skor penilaian menjadi pernyataan nilai kualitas

Rentang Nilai Konversi Huruf Mutu Predikat

96 – 100 3,67 - 4,00 A

Efektivitas produk dalam penelitian ini adalah keberhasilan siswa mencapai

KKM pada penilaian kognitif dan afektif yang ditetapkan oleh sekolah setelah

menggunakan LKS fisika yang memanfaatkan media berbasis simulasi dalam

pembelajaran. Apabila 85% dari jumlah seluruh siswa telah tuntas belajar atau

mencapai nilai KKM, baik pada penilaian kognitif maupun afektif pada uji coba

pemakaian, maka media pembelajaran ini dapat dikatakan efektif sebagai

(57)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penelitian dan pengembangan yang dilakukan menghasilkan LKS yang

memanfaatkan media berbasis laboratorium virtual pada materi optika fisis

khususnya materi difraksi dan interferensi cahaya dengan pendekatan saintifik

yang telah divalidasi oleh ahli materi dengan skor 3,05 (baik) dan ahli desain

dengan skor 3,36 (sangat baik), sehingga produk layak untuk digunakan

sebagai media pembelajaran.

2. Hasil uji kemenarikan pada kelompok kecil mengenai pengembangan LKS

yang memanfaatkan media berbasis laboratorium virtual memiliki skor

kemenarikan 3,36 (sangat menarik), kemudahan 3,15 (sangat mudah), dan

kemanfaatan 3,38 (sangat bermanfaat), sehingga penggunaan LKS secara

signifikan dapat membantu penguasaan konsep siswa pada materi difraksi dan

interferensi cahaya.

3. LKS yang memanfaatkan media berbasis laboratorium virtual memiliki

keefektifan 92,31% siswa telah mencapai KKM pada aspek pengetahuan.

Sementara pada penilaian sikap diperoleh 100% siswa telah mencapai KKM,

sehingga LKS efektif dalam membantu siswa memvisualisasikan materi

(58)

61

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dihasilkan saran untuk penelitian pengembangan ini

sebagai berikut:

1. Bagi guru perlu diperhatikan pengelolaan waktu harus baik dalam

pembelajaran dengan menggunakan laboratorium virtual karena kegiatan

percobaan membutuhkan waktu yang relatif lama dan diusahakan agar setiap

kelompok diskusi siswa memiliki minimal satu laptop untuk mempermudah

saat pembelajaran berlangsung dalam pengumpulan data percobaan.

2. Bagi pengembang selanjutnya, komposisi gambar dan desain LKS dapat dibuat

lebih menarik lagi agar lebih memotivasi siswa dalam mempelajari konsep

fisika. Kemudian, cakupan kegiatan percobaan optik fisis sebaiknya dilengkapi

dengan materi polarisasi menggunkan simulasi lainnya dan baiknya lebih

(59)

62

DAFTAR PUSTAKA

Adams, W.K., Reid, S., LeMaster, R., McKagan, S., Perkins, K., Dubson, M., & Wieman, C.E. 2008. A Study of Educational Simulations Part II – Interface Design. Journal of Interactive Learning Research. Vol. 19(4), 551-577. Ahliswiwite. 2007. LKS Berbasis Web. (Online) Tersedia: http://www.ahliswiwite.

files.wordpress.com. Diakses 25 Juli 2014.

Choiron, M. 2013. Memanfaatkan Media ICT dalam Pembelajaran (Online) Tersedia: http://www.teknologi.kompasiana.com/terapan/2013/11/28/ memanfaatkan-media-ict-dalam-pembelajaran-614758.html. Diakses 03 Maret 2015.

Depdikbud. 2013. Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentangStandar Penilaian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

. Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 tentangKerangka Dasar dan Struktur Kurikulum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. . Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentangImplementasi

Kurikulum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdikbud. 2014. Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 tentangPenilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat. Imron, M. (2012). Memanfaatkan laboratorium Virtual. (Online) Tersedia:

http://www.mazguru.wordpress.com/2012/04/19/ayo-manfaatkan-laboratorium-virtual. Diakses 12 Oktober 2014.

Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Yrama Widya.

Gambar

Gambar  Halaman
Gambar 1.  Cahaya yang melewati celah sempit
Gambar 2.  Difraksi celah tunggal
Gambar 3. Interferensi konstruktif dan destruktif
+6

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan aktivitas makrofag dari mencit yang diberi perlakuan ekstrak etanol daun katuk dapat dilihat dari kemampuan jumlah makrofag yang memfagosit lateks

atas dapat dikemukakan bahwa hasil penelitian yang menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran tematik dilakukan oleh guru secara terus menerus, bertujuan tidak

Sedangkan manfaat kegiatan ini adalah meningkatkan pemberdayaan perempuan (sebagai istri dan anak) untuk ikut berperan dalam pengelolaan anggota keluarga yang menderita DM

(3) Menyangkal anteseden: berarti bahwa bagian kalimat “jika...” adalah salah. Premis mayor berupa pernyataan kondisional. Premis minor berupa penyangkalan atau penolakan

/eang demam diiuti hemi$aresis sementara @Heme$aresis (33d yang berlangsung bebera$a am sam$ai hari. 2angitan eang yang berlangsung lama lebih sering teradi

Adapun hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun srikaya dosis 3 (1440 mg/KgBB) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan suhu tubuh tikus

(2001) yang mengekstraksi warna dan tekstur sebagai parameter input untuk mengidentifikasi lima jenis obyek citra terumbu karang yaitu karang hidup, karang mati, karang mati

Karena hanya ada satu CI test yang digunakan untuk memeriksa keterhubungan tersebut (arah sudah diketahui dari informasi node ordering), sehingga cut set yang tepat dapat