PENGEMBANGAN LKS IPA BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK SISWA KELAS IV MATERI SIFAT-SIFAT BUNYI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Arvista Sella Nindiyastuti Nim: 131134054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PENGEMBANGAN LKS IPA BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK SISWA KELAS IV MATERI SIFAT-SIFAT BUNYI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Arvista Sella Nindiyastuti Nim: 131134054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas curahan rahmat dan berkat yang berlimpah
Almamater Universitas Sanata Dharma
Orangtuaku, Ediyono dan Astuti Purwaningsih
Kakak dan adikku, Puja dan Engga
Yayasan Yohanes Gabriel yang telah memberikan kepercayaan kepadaku untuk
melanjutkan pendidikan di Jenjang SI Universitas Sanata Dharma
Saudara-saudaraku yang telah memberikan doa, kasih, dukungan, dan semangat.
Terimakasih atas semua yang telah diberikan kepadaku
Sahabat-sahabat yang selalu memberikanku nasehat dan semangat (Assa Prima,
Maria Adevnsia Sari, Julison Halawa, Ama Eka, Pricilia Wijayanti, Yustin
Wijayanti, Maria Dessy Natalia, dan Prapaska Purwandalu)
Para sahabatku yang tak bisa kusebutkan satu persatu
Terimakasih atas semua kebaikan yang telah diberikan kepadaku
MOTTO
ABSTRAK
PENGEMBANGAN LKS IPA BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK SISWA KELAS IV MATERI SIFAT-SIFAT BUNYI
Arvista Sella Nindiyastuti Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk memaparkan prosedur pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) IPA berbasis pendekatan saintifik pada materi sifat-sifat bunyi untuk siswa kelas IV SD dan memaparkan kualitas produk LKS IPA berbasis pendekatan saintifik untuk siswa kelas IV SD.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan
(Research and Development). Model yang digunakan adalah model pengembangan yang dipaparkan oleh Dick and Carey (2003). Model tersebut dimodifikasi ke dalam delapan langkah pengembangan, yaitu analisis kebutuhan, merumuskan tujuan khusus, mengembangkan instrumen, mengembangkan strategi, mengembangkan isi LKS, evaluasi formatif, revisi, dan evaluasi sumatif. Subjek uji coba pengembangan yaitu enam siswa kelas IV semester ganjil SDN Demangan Yogyakarta.
Hasil pengembangan LKS berupa LKS IPA berbasis pendekatan saintifik divalidasi oleh ahli IPA dan guru SD. Hasil validasi dari ahli IPA menunjukkan
skor rerata 2,8 dengan kategori “baik. Validasi dari guru SD memperoleh skor rerata 3,71 dengan kategori “sangat baik”. LKS IPA berbasis pendekatan saintifik memiliki rerata skor validasi produk 3,25 yang menunjukkan kualitas “baik”.
Hasil validasi tersebut berpedoman pada 4 aspek yaitu (1) konten atau isi, (2) tampilan, (3) bahasa, dan (4) penggunaan dan penyajian. LKS IPA berbasis pendekatan saintifik memiliki dampak pada proses dan hasil belajar siswa. Siswa menjadi lebih antusias, lebih aktif, dan lebih berkonsentrasi dalam kegiatan belajar. LKS IPA berbasis pendekatan saintifik yang dikembangkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa sebanyak 33% berdasarkan hasil pretest dan
posttest. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa LKS IPA berbasis
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF STUDENT WORKSHEET OF SCIENCE BASED ON SCIENTIFIC APPROACH FOR THE FOURTH GRADE STUDENT ABOUT THE MATERIAL OF THE CHARACTERISTICS OF SOUND
Arvista Sella Nindiyastuti
Sanata Dharma University
2017
The purpose of this research is to explain the procedure of the development of student worksheet of science based on the scientific approach to the material of the characteristic od sounds for the grade four student of elementary school.
The method of this research are research and development method. The model used is the model of Dick & Carey’s development (2003). This model is modified into eight stages of development. There are the analysis of needs, formulate specific goals, developing instruments, develop a strategy, develop the content of LKS, formative evaluation, revision, and summative evaluation. The subject of this research are six students from grade four of SDN Demangan Yogyakarta.
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat serta
karunia-Nya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengembangan LKS IPA
Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Siswa Kelas IV Materi Sifat-sifat Bunyi
dengan tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tak lepas dari dukungan
berbagai pihak melalui berbagai cara. Atas peran tersebut, perkenankanlah peneliti
menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa memberikan
rahmat kekuatan, kesehatan, dan Kelancaran dalam proses penelitian
penyusunan skripsi ini.
2. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Kaprodi PGSD.
4. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakaprodi PGSD.
5. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku dosen
pembimbing I, terimakasih atas bimbingan, dukungan, dan kesabaran yang
telah diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.
6. Kintan Limiansih, M.Pd. selaku dosen pembimbing II, yang telah
membimbing dan mendampingi peneliti dalam proses penyusunan skripsi
ini.
7. Albertus Hariwangsa Panambuh, M.Sc. selaku dosen IPA yang telah
membantu peneliti dalam melakukan validasi produk penelitian.
8. Muryanto, S.Pd. selaku kepala SDN Demangan Yogyakarta yang telah
memberikan izin serta dukugan selama proses pelaksanaan penelitian di
SD tersebut.
9. Subekti Hari W selaku guru kelas IV SDN Demangan Yogyakarta yang
telah membantu peneliti dalam melakukan validasi produk penelitian.
10. Subekti Hari W selaku guru kelas IV SDN Demangan Yogyakarta yang
uji coba lapangan terbatas kepada siswanya dan segenap guru SDN
Demangan yang telah membantu proses pengujian instrumen.
11. Siwa-siswa SDN Demangan yang telah membantu dalam uji coba terbatas.
12. Siswa-siswi SDN Demangan yang telah membantu dalam uji empiris dan
uji keterbacaan instrumen.
13. Para dosen PGSD, yang dengan sabar dan selalu mendampingi serta
mendidik penulis selama menempuh ilmu di PGSD.
14. Sekretariat PGSD, yang dengan sabar dan ramah telah memberikan
kemudahan berbagai urusan sehingga penulis tidak menghadapi rintangan
yang berarti.
15. Orangtuaku tercinta, Bapak Ediyono dan Ibu Astuti Purwaningsih yang
selalu mendukung dalam segala hal, doa, motivasi, semangat, dan
perhatian yang sangat besar selama proses penelitian ini.
16. Kakakku Engga Editya Pradana Putra yang selalu mendukung dan
mendoakanku.
17. Adikku tercinta yang selalu menjadi motivasi selama proses perkuliahan.
18. Teman-teman skripsi payung R and D, Maria Advensia Sari, Assa Prima,
Ama Eka, Pricilia Wijayanti, dan Julison Halawa yang selalu mendukung,
menyemangatiku, berjuang bersamaku, dan mengingatkanku dalam segala
kondisi selama penyusunan skripsi ini.
19. Teman-teman perantauan yang memberikan pengalaman hidup selama
peneliti tinggal di Yogyakarta.
20. Teman-teman PPL SDN Demangan, Ndalu, Sari, Suster Hellen, Yossi,
Nike, Dessy, dan Sonia yang membantu selama proses penelitian.
21. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat, ketenangan, dan
kegembiraan.
22. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun telah
banyak membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menemui banyak kendala dalam penyusunan skripsi ini. Meskipun
demikian, kendala tersebut membuat peneliti menjadi menyerah dan berputus asa,
namun menjadikan semangat untuk terus maju dan menyelesaikan skripsi dengan
DAFTAR ISI
2.1.2. Pembelajaran IPA di SD ...12
2.1.2.1. Hakikat Pembelajaran IPA... 12
2.1.2.2. Ciri-ciri Sikap Ilmiah IPA... 13
2.1.2.3. Unsur-unsur Utama IPA ... 14
2.1.2.4. Tujuan Pembelajaran IPA ... 15
2.1.3. Pendekatan Saintifik ...16
2.1.3.1. Pengertian Pendekatan Saintifik ... 16
2.1.3.2. Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 16
2.1.3.3. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik... 17
2.1.3.4. Tujuan Pembelajaran Pendekatan Saintifik ... 17
2.1.3.5. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 18
HALAMAN JUDUL ....L
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
2.1.4. Lembar Kerja Siswa ...20
2.1.4.1. Pengertian Lembar Kerja Siswa... 20
2.1.4.2. Karakteristik LKS ... 21
2.1.4.3. Fungsi dan tujuan LKS ... 22
2.1.4.4. Jenis-jenis LKS ... 22
2.1.4.5. Langkah-langkah Penyusunan LKS... 23
2.1.5. Materi Sifat-sifat Bunyi ...24
2.1.5.1. Pengertian Bunyi... 24
2.1.5.2. Sifat-sifat bunyi... 24
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan ...27
2.3. Kerangka Berpikir...32
3.6.2.2. Wawancara Guru Kelas IV ... 47
3.6.2.3. Wawancara Siswa kelas IV ... 47
3.6.3. Kuesioner ...48
3.6.3.1. Kuesioner Analisis Kebutuhan... 48
3.6.3.2. Kuesioner Validasi Produk ... 49
3.6.4. Soal Tes ...50
3.8. Teknik Analisis Data...52
3.8.1. Analisis Data Kuantitatif ...53
3.8.2. Analisis Data Kualitatif ...56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...57
4.1. Hasil Penelitian ...57
4.1.1. Deskripsi Potensi dan Masalah ...57
4.1.1.1. Identifikasi Potensi... 57
4.1.1.2. Identifikasi Masalah... 57
4.1.2. Proses Pengembangan LKS ...64
4.1.2.1. Analisis kebutuhan... 64
4.1.2.2. Merumuskan Tujuan Khusus ... 65
4.1.2.3. Mengembangkan Instrumen... 66
4.1.2.4. Mengembangkan strategi ... 68
4.1.2.5. Mengembangkan Isi LKS ... 68
4.1.2.6. Evaluasi Formatif... 71
4.1.2.7. Revisi ... 72
4.1.2.8. Evaluasi Sumatif ... 73
4.1.3. Kualitas LKS ...73
4.2. Pembahasan ...76
BAB V PENUTUP...83
5.1. Kesimpulan ...83
5.2. Keterbatasan Peneliti ...83
5.3. Saran ...84
DAFTAR REFERENSI ...85
LAMPIRAN...89
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data Analisis Kebutuhan ...52
Gambar 3.2 Triangulasi Sumber Data Wawancara...52
Gambar 4.1 Triangulasi Sumber Data Wawancara Identifikasi Masalah ...60
Gambar 4.2 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data Analisis Kebutuhan ...64
Gambar 4.3 Kegiatan mengamati ...70
Gambar 4.4. Kegiatan menanya...70
Gambar 4.5. Kegiatan menalar ...70
Gambar 4.6 Kegiatan mencoba...71
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Literature Map Hasil Penelitian yang Relevan ...31
Bagan 3.1 Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan Dick & Carey...36
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi Pembelajaran IPA kelas IV ...46
Tabel 3.2 Rencana wawancara dengan Kepala Sekolah ...47
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara dengan Guru Kelas IV...47
Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Terbuka untuk Guru...48
Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Tertutup untuk Guru ...49
Tabel 3.7 Kisi-kisi Kuesioner untuk Siswa...49
Tabel 3.8 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli ...49
Tabel 3.9 Kisi-kisi Instrumen Tes...50
Tabel 3.10 Tabel Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif...54
Tabel 3.11 Tabel Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif...55
Tabel 4.1 Jenis dan Tujuan Instrumen ...66
Tabel 4.2 Hasil Rekapitulasi Validitas Tes...67
Tabel 4.3 Hasil Reliabilitas Instrumen Tes ...67
Tabel 4.4 Pemetaan KI, KD, Indikator, dan Tujuan Kegiatan...68
Tabel 4.5 Komentar dan Saran dari Ahli ...72
Tabel 4.6 Hasil Skor Penilaian Ahli ...73
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1 Perbandingan Nilai Pretest dan Posttest pada Masing-masing Siswa .75
DAFTAR RUMUS
Halaman
Rumus 3.1.Rumus perhitungan rerata hasil penilaian dengan skala Likert ...54
Rumus 3.2 Rumus perhitungan persentase jawaban kuesioner ...55
Rumus 3.3 Perhitungan Nilai Pretest dan Posttest ...55
Rumus 3.4 Rumus rerata siswa ...56
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Hasil Validasi Pedoman Observasi ...90
Lampiran 2 Hasil Observasi Pembelajaran di kelas ...91
Lampiran 3 Lembar Hasil Validasi Pedoman Wawancara Guru Oleh Ahli ...92
Lampiran 4 Hasil Wawancara Guru ...94
Lampiran 5 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ...95
Lampiran 6 Lembar Hasil Validasi Analisis Kebutuhan Kuesioner Guru oleh ahli
...96
Lampiran 7 Hasil Analisis Kebutuhan Kuesioner Guru ...100
Lampiran 8 Lembar Hasil Validasi Analisis Kebutuhan Kuesioner Siswa oleh
Ahli...102
Lampiran 9 Lembar Hasil Analisis Kebutuhan Kuesioner Siswa ...105
Lampiran 10 Lembar Hasil Validasi Produk LKS oleh Ahli IPA ...108
Lampiran 11 Lembar Hasil Validasi Produk LKS oleh Ahli Guru ...113
Lampiran 12 Output SPSS untuk perhitungan validitas instrumen tes ...118
Lampiran 13 Output SPSS untuk perhitungan reliabilitas instrumen tes ...120
Lampiran 14 Surat Ijin Penelitian ...121
Lampiran 15 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ...122
Lampiran 16 LKS IPA ...123
BAB I PENDAHULUAN
Uraian dalam bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk dan definisi
operasional.
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan manusia
untuk mengembangkan dirinya, sehingga mampu menjadi manusia yang
berkualitas dan berpotensi serta mampu bersaing di era globalisasi. Sumber daya
manusia yang berkualitas akan menentukan mutu kehidupan pribadi, masyarakat,
bangsa dan negara dalam rangka mengatasi persoalan-persoalan dan tantangan
kehidupan di masa kini dan masa yang akan datang. Untuk meningkatkan sumber
daya manusia perlu dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan perlu
dilakukan secara menyeluruh meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan nilai-nilai Pancasila, hal ini selaras dengan tujuan Kurikulum 2013.
Permendikbud No.67 tahun 2013 menjelaskan bahwa tujuan dari penerapan
Kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Dengan ini
diharapkan agar pendidikan di Indonesia dapat berkembang jauh lebih baik
daripada sebelumnya terutama di bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Salah
satu tujuan manusia belajar IPA, karena IPA salah satu bidang ilmu pengetahuan
yang dapat diterapkan dan mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta
dengan segala isinya (Darmojo, dalam Samatowa, 2011: 4). Alasan perlunya IPA
diajarkan di sekolah salah satunya adalah IPA merupakan salah satu mata
pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis dan jika IPA diajarkan
melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA
Pada saat ini terjadi perubahan kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum
2013. Hal ini dikarenakan, Kurikulum 2013 lebih efektif hasilnya dibandingkan
dengan KTSP. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 di sektor pendidikan, bahwa perubahan kurikulum dilakukan
untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah agar peserta didik mampu
bersaing di masa depan. Selain itu, alasan perubahan kurikulum adalah kurikulum
sebelumnya dianggap memberatkan peserta didik dan terlalu banyak materi
pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik sehingga malah membuatnya
terbebani. Sementara itu, Kurikulum 2013 titik beratnya bertujuan untuk
mendorong peserta didik mampu lebih baik dalam melakukan kegiatan
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Oleh karena
itu, diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
jauh lebih baik.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013,
maka guru perlu menggunakan berbagai metode dan strategi dalam kegiatan
pembelajaran. Salah satunya adalah menggunakan pendekatan saintifik.
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa
agar peserta didik secara aktif mengkontruksi konsep, hukum, atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan
mengomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang “ditemukan” (Daryanto,
2014:51). Pada pendekatan saintifik materi pembelajaran akan disampaikan
berdasarkan fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau
penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira ataupun khalayan. Maka dari itu, guru
harus dapat menerapkan pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran. Guru
harus memfasilitasi siswa untuk mengembangkan berbagai keterampilan ilmiah
yaitu meliputi kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengolah data,
menyimpulkan, menyajikan, dan mengomunikasikan pada kegiatan pembelajaran,
sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuannya melalui interaksi dalam
Salah satu bantuan yang dapat guru berikan dalam memfasilitasi siswa adalah
mengaktifkan siswa melalui bahan ajar berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS
merupakan lembaran yang berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan kegiatan
terprogam (Trianto, 2010: 212). Selain itu, LKS merupakan alat belajar siswa
yang memuat berbagai kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa secara aktif.
Melalui LKS yang dirancang oleh guru, diharapkan dapat memfasilitasi siswa
dalam menggali suatu konsep melalui serangkaian kegiatan-kegiatan dalam proses
pembelajaran IPA khususnya pada materi sifat-sifat bunyi.
Sifat-sifat bunyi merupakan salah satu materi IPA kelas IV semester ganjil
yang mempelajari tentang proses terjadinya bunyi, perambatan sumber bunyi,
pemantulan bunyi, dan penyerapan bunyi. Materi tersebut dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-sehari dan mudah dipelajari oleh siswa karena bahan-bahan
yang digunakan sangat sederhana dan mudah didapatkan. Oleh karena itu, guru
tidak perlu kesulitan dalam mencari sumber belajar yang dapat mendukung proses
pembelajaran. Guru hanya perlu menyediakan media yaitu LKS berbasis
pendekatan saintifik untuk melatih siswa menemukan konsep, mengarahkan siswa
aktif melakukan berbagai kegiatan, mengajak siswa mencari berbagai sumber
informasi, dan mengarahkan siswa untuk melaksanakan lima tahapan pendekatan
saintifik.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di sekolah, LKS yang
digunakan hanya berasal dari pemerintah dan penerbit saja, guru tidak membuat
LKS sendiri. Selain itu, LKS yang digunakan tidak berbasis pendekatan saintifik
hanya berisi rangkuman materi, kumpulan-kumpulan soal berupa pertanyaan,
perpaduan warna yang kurang menarik, petunjuk dalam LKS kurang jelas, dan
soal-soal yang sulit dimengerti sehingga siswa kurang memahami isi LKS
tersebut. Hal ini, juga didukung dengan penyampaian materi, guru hanya
menggunakan metode ceramah yang cenderung membuat siswa kurang antusias
dan kurang semangat. Kemudian, guru juga tidak mempunyai ide kreatif guna
menarik minat dan perhatian siswa supaya fokus dalam mengikuti pembelajaran
di kelas.
Hal yang serupa peneliti temui di SDN Demangan. Berdasarkan hasil
dan diperkuat dengan observasi pembelajaran IPA pada tanggal 25 Juli 2016.
Berdasarkan observasi peneliti, sekolah tersebut sudah menggunakan Kurikulum
2013 dan telah menerapkan pendekatan saintifik. Tetapi masih ada guru yang
belum paham tentang pendekatan saintifik dan belum melaksanakan seutuhnya
lima tahapan pendekatan saintifik yaitu sebanyak 100%. Guru cenderung
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dalam pembelajaran. Siswa hanya
mendengarkan, mencatat, dan menghafal apa yang disampaikan oleh guru. Selain
itu, guru juga terpaku menggunakan Power Point dalam penyampaian materi,
disini guru hanya membaca apa yang ia tulis di power point tanpa ada keaktifan
yang dilakukan oleh siswa. Meskipun guru telah membagi siswa dalam kelompok,
keaktifan siswa tidak terlihat. Para siswa cenderung pasif dan kurang tertarik
dalam mengikuti pembelajaran. Seringkali siswa meletakkan kepalanya di atas
meja, karena materi yang disampaikan membosankan dan sulit untuk dipahami.
Hal tersebut dapat diketahui ketika guru bertanya kepada siswa mengenai
pembelajaran yang telah disampaikan. Sebagian besar siswa hanya diam dan tidak
menjawab. Saat guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab, siswa tersebut
tidak menjawab dengan tepat. Dari hasil observasi, ada pula LKS yang digunakan
oleh guru dalam pembelajaran, namun LKS tersebut kurang lengkap, karena guru
hanya mencontoh dari kegiatan yang tercantum dalam buku panduan/siswa,
kemudian ditulis ulang atau di fotocopy dan dibagikan kepada siswa untuk
kegiatan percobaan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu bahan ajar yang dapat
membantu keaktifan siswa melakukan suatu kegiatan dan mendorong siswa untuk
membangun konsepnya sendiri.
Penggunaan LKS berbasis pendekatan saintifik memberikan pengaruh yang
cukup besar dalam proses pembelajaran, hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmayani (2016)
mengembangkan LKS menggunakan pendekatan saintifik subtema tugas-tugas
sekolahku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian LKS pada kelas II SD
memperoleh rerata skor 4,20 dengan skala 1-5 dengan kategori “baik” dan dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar. Penelitian yang dilakukan
oleh Shalikhah (2015) mengembangkan LKS IPA berbasis pendekatan saintifik
menunjukkan bahwa penggunaan produk LKS IPA berbasis pendekatan saintifik
dapat meningkatkan keterampilan proses sains. Hal ini dapat dibuktikan pada
hasil tanggapan siswa kelas eksperimen mengenai produk pengembangan LKS
IPA sebesar 92,29% dengan kategori interval “Setuju dan Sangat setuju”.
Kemudian, ada perbedaan secara signifikan yaitu 0,01 < 0,05 dari hasil observasi
keterampilan proses sains siswa yang menggunakan LKS berbasis pendekatan
saintifik dengan siswa yang tidak menggunakan LKS berbasis pendekatan
saintifik. Penelitian lain dilakukan oleh Mbasi (2016) mengembangkan LKS
menggunakan pendekatan saintifik pada sub tema hewan di sekitarku. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada pengujian LKS menggunakan pendekatan
saintifik menghasilkan rerata skor 4,01 dari rentang skor 1-5 dengan kategori
“baik”. Selain itu, terjadi peningkatan secara signifikan pada penelitian yang
dilakukan oleh Mustofa (2013) mengembangkan LKS berbasis observasi pada
taman sekolah sebagai sumber belajar sains. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pengembangan LKS berbasis observasi dapat meningkatkan aktivitas siswa
sebesar 94,6% dan persentase siswa tuntas belajar sebanyak 90% dengan rerata
nilai sebesar 7,08 pada pengujian LKS di kelas skala kecil. Sedangkan pengujian
pada kelas skala besar, dapat meningkatkan aktivitas siswa sebesar 100% dan
persentase siswa tuntas belajar sebanyak 92,11% dengan rerata nilai sebesar 7,84.
Penelitian yang dilakukan oleh Afifah (2015) mengembangkan LKS IPA berbasis
metode percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan LKS IPA
berbasis metode percobaan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari
perhitungan rata-rata pretest sebesar 69 dan posttest sebesar 76, sehingga dalam
pembelajaran mengalami peningkatan sebanyak 100%. Penelitian lain dilakukan
oleh Sinatra (2012) mengembangkan LKS berbasis inkuiri pokok bahasan energi
dan perubahannya. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan LKS berbasis inkuiri
dapat membuat siswa lebih aktif, senang, dan antusias dalam kegiatan belajar. Hal
ini dapat terlihat dari persentase angket siswa sebesar 96,25%. Adanya perbedaan
dan persamaan dari penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Penelitian dari Rachmayani, Shalikhah, dan Mbasi memiliki
persamaan pada penelitian yang dilakukan yaitu sama-sama mengembangkan
Afifah, dan Sinatra dengan penelitian yang dilakukan. Mustofa mengembangkan
LKS berbasis observasi, Afifah mengembangkan LKS berbasis metode
percobaan, dan Sinatra mengembangkan LKS berbasis inkuiri, sedangkan
penelitian yang dilakukan mengembangkan LKS berbasis pendekatan sainitifik.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dikembangkan suatu bahan
ajar pembelajaran yaitu LKS berbasis pendekatan saintifik bagi siswa dan hasil
penelitian mengenai pendekatan saintifik yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada paparan di atas. Peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dan
pengembangan (Research and Development). Peneliti melakukan penelitian dan
pengembangan LKS IPA berbasis pendekatan saintifik untuk siswa kelas IV
materi sifat-sifat bunyi. Pengembangan LKS IPA memperhatikan empat
karakteristik LKS berbasis pendekatan santifik yaitu mengarahkan siswa aktif
melakukan berbagai kegiatan pembelajaran, mengajak siswa untuk mencari
sumber informasi yang beragam (lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat),
mengarahkan siswa untuk membangun konsep berpikir secara mandiri, dan
mengarahkan siswa untuk melaksanakan lima tahapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran. Kemudian, empat karakteristik tersebut dikembangkan peneliti
menjadi 8 ciri khusus yaitu (1) LKS mengarahkan siswa melakukan kegiatan di
dalam dan luar kelas, (2) LKS mengarahkan mencari sumber informasi (koran,
majalah, internet, dan sebagainya), (3) siswa melakukan pengamatan benda-benda
di sekitar, (4) siswa melakukan kegiatan bertanya tentang permasalahan yang
ditemukan dalam pengamatan sebelumnya, (5) siswa melakukan kegiatan
percobaan secara mandiri dalam pembelajaran IPA, (6) siswa menceritakan hasil
kerja di dalam kelompok, (7) siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di
depan kelas, (8) siswa menggunakan gambar, poster, foto, grafik, atau tabel untuk
menunjukkan hasil kerja. Penelitian ini dibatasi hanya sampai pada tahap evaluasi
sumatif dan menghasilkan produk pengembangan LKS IPA berbasis pendekatan
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana mengembangkan Lembar Kerja Siswa (LKS) IPA berbasis
pendekatan saintifik pada materi sifat-sifat bunyi untuk siswa kelas IV SD?
1.2.2. Bagaimana kualitas produk Lembar Kerja Siswa (LKS) IPA berbasis
pendekatan saintifik untuk siswa kelas IV SD?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Mengembangkan Lembar Kerja Siswa (LKS) IPA berbasis pendekatan
saintifik pada materi sifat-sifat bunyi untuk siswa kelas IV SD.
1.3.2. Mengetahui kualitas produk LKS IPA berbasis pendekatan saintifik untuk
siswa kelas IV SD.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi sekolah
Sekolah mendapatkan wawasan baru mengenai LKS IPA berbasis
pendekatan saintifik yang baik digunakan dalam proses pembelajaran. Selain itu,
sekolah juga dapat mengembangkan LKS sendiri berbasis pendekatan saintifik.
Dengan demikian, sekolah dapat mengoptimalkan peserta didik untuk aktif dan
kreatif dalam kegiatan belajar mengajar.
1.4.2. Bagi guru
LKS IPA berbasis pendekatan saintifik dapat membantu guru dalam
menyampaikan materi melalui kegiatan percobaan. Selain itu, guru dapat
menyadari bahwa LKS IPA penting dalam proses pembelajaran dan membantu
mengaktifkan siswa untuk berpikir kritis secara ilmiah.
1.4.3. Bagi siswa
Siswa mendapatkan pengalaman belajar menggunakan LKS IPA berbasis
pendekatan saintifik dan mempermudah siswa dalam memahami materi sifat-sifat
bunyi melalui kegiatan percobaan. Kemudian, siswa memperoleh pembelajaran
yang menyenangkan dan menumbuhkan keaktifkan belajar untuk menemukan
1.4.4. Bagi peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman langsung dalam mengembangkan LKS
IPA berbasis pendekatan saintifik untuk siswa kelas IV SD. LKS IPA yang
dikembangkan menumbuhkan pemikiran yang baru bagi mahasiswa mengenai
pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran di
kelas.
1.5. Spesifikasi Produk
Spesifikasi Produk yang akan dihasilkan dalam penelitian ini yaitu bahan
ajar pada pembelajaran IPA berupa sebuah LKS IPA berbasis pendekatan
saintifik. Produk yang dikembangkan berupa LKS IPA yang sesuai dengan
Kurikulum 2013 yang terdiri dari kegiatan mengamati, menanya, menalar,
mencoba, dan mengomunikasikan). LKS yang dikembangkan berdasarkan
pemetaan Kompetensi Dasar (KD) 3.5 tentang memahami sifat-sifat bunyi melalui
pengamatan dengan indera pendengaran. Selanjutnya peneliti merumuskan
indikator dan tujuan, serta rincian kegiatan yang dilakukan oleh siswa. LKS ini
berisikan beberapa kegiatan atau percobaan yang berkaitan dengan “Sifat-sifat
Bunyi”. LKS ini terdiri dari petunjuk dan langkah kerja, alat dan bahan
percobaan, serta soal evaluasi. Pengembangan LKS ini berfungsi untuk
mengarahkan siswa aktif melakukan berbagai kegiatan pembelajaran, mengajak
siswa untuk mencari sumber informasi yang beragam (lingkungan sekolah,
rumah, dan masyarakat), mengarahkan siswa untuk membangun konsep berpikir
secara mandiri, dan mengarahkan siswa untuk melaksanakan lima tahapan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran. LKS dibuat dengan menggunakan
aplikasi Microsoft Word. Bentuk dari LKS dicetak menyerupai buku dengan
ukuran tinggi 25 cm dan lebar 18 cm. Kertas yang digunakan adalah HVS B5 80
gram dan cover LKS diprint menggunakan kertas ivori 230 gram. LKS disusun
dengan bahasa yang singkat, sederhana, dan sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik. Selain itu, LKS disusun dengan tampilan menarik sehingga
1.6. Definisi Operasional
1.6.1. LKS adalah lembaran-lembaran yang berisi kegiatan yang dilakukan oleh
siswa baik individu maupun kelompok dan terdapat cerita atau pertanyaan
secara singkat di awal kegiatan untuk memancing berpikir kritis siswa
tentang percobaan yang akan dilakukan.
1.6.2. Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang dilakukan dengan
sadar untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan
kebiasaan yang dilakukan relatif tetap karena adanya pengalaman.
1.6.3. Pembelajaran adalah suatu proses yang dipersiapkan untuk mendukung
siswa dalam belajar agar dapat belajar secara optimal.
1.6.4. Pendekatan saintifik adalah suatu proses mengamati, menanya, menalar,
mencoba, dan mengomunikasikan yang menuntut kemampuan berpikir
kritis, berpikir kreatif, dan berkomunikasi dalam upaya meningkatkan
pemahaman siswa.
1.6.5. IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam yang disusun
secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan
yang dilakukan oleh manusia.
1.6.6. Sifat-sifat bunyi adalah bunyi yang dapat merambat, dipantulkan, diserap
melalui media perantara.
1.6.7. Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk menciptakan
produk berkualitas tinggi sehingga masyarakat memiliki minat untuk
membeli.
1.6.8. Siswa SD adalah sekelompok anak didik yang menerima dan mencari
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari kegiatan
belajar. Istilah belajar didefinisikan secara beragam oleh para ahli. Belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang sebagai hasil
belajar yang ditunjukkan dalam bentuk perubahan pengetahuan, pemahaman,
sikap, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta aspek-aspek lain yang mengalami
perubahan (Sudjana, dalam Jihad & Haris, 2008: 2). Serupa dengan pendapat di
atas, Belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan dengan
sengaja untuk memperoleh konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru yang
memungkinkan perubahan perilaku yang relatif tetap dalam berpikir, merasa, dan
bertindak (Susanto, 2013: 4).
Piaget mengatakan bahwa dengan adanya banyak pengalaman yang
dimiliki oleh siswa semakin mengembangkan pemikiran dan pengetahuannya.
Pengetahuan tersebut dibentuk sendiri oleh siswa melalui objek yang sedang
dipelajari melalui kegiatan belajar. Proses belajar seharusnya dapat membantu
siswa untuk aktif mengonstruksikan pengetahuannya (Piaget, dalam Suparno,
2001: 106-141). Kegiatan belajar sebaiknya mendorong siswa aktif untuk
memperoleh pengalaman, mencari informasi, mengatur, dan mengorganisasikan Uraian dalam bab ini terdiri dari kajian pustaka, penelitian yang relevan,
dan kerangka berpikir.
.1. Kajian Pustaka
Uraian dalam subbab ini terdiri dari beberapa teori pendukung penelitian.
Peneliti membahas beberapa hal diantaranya adalah belajar dan pembelajaran,
pembelajaran IPA, pendekatan saintifik, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan materi
sifat-sifat bunyi.
.1.1. Belajar dan Pembelajaran
Subbab ini menguraikan mengenai belajar dan pembelajaran. Berikut adalah
uraian dari subbab tersebut.
informasi yang telah diketahui untuk mencapai suatu pengalaman yang baru
(Dwijandono, 2006: 151).
Belajar tidak hanya berkaitan dengan proses, namun juga berkaitan
dengan hasil. Hasil belajar dikelompokkan menjadi 3 aspek, yaitu pemahaman
konsep (aspek kognitif), sikap siswa (aspek afektif), dan keterampilan proses
(aspek psikomotorik) (Susanto, 2013: 5). Hasil akhir dalam kegiatan belajar
adalah kemampuan siswa yang tinggi. Oleh karena itu, belajar perlu dipahami
sebagai suatu kegiatan yang membantu siswa secara optimal untuk memperoleh
kemajuan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang sesuai dengan
tahap perkembangannya (Suyono & Hariyanto, 2011: 18).
Pembelajaran berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang
diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan “pembelajaran”
berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Tim
Redaksi Kamus Besar Indonesia Pusat Bahasa, 2008: 23). Pengertian
pembelajaran juga didefinisikan oleh beberapa ahli. Gagne mengatakan bahwa
pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang membantu memudahkan
seseorang dalam belajar, sehingga terjadi belajar yang optimal (Kurniawan, 2014:
27). Selain itu, Winkel berpendapat bahwa pembelajaran adalah pengaturan
kondisi di luar siswa yang dapat mendukung proses belajar siswa (Winkel, dalam
Siregar & Nara, 2011: 12). Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai proses
untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik (Susanto, 2013: 19).
Pembelajaran mengandung ciri-ciri. Ciri-ciri pembelajaran dikemukakan
oleh Kustandi dan Sutjipto (2011: 5-6) menjelaskan bahwa terdapat lima ciri
dalam pembelajaran, yaitu (1) siswa merupakan individu yang dapat berkembang Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses perubahan perilaku yang dilakukan dengan sadar untuk memperoleh
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang dilakukan relatif
tetap karena adanya pengalaman. Pengalaman belajar akan menjadi bermakna
apabila melibatkan siswa dalam berbagai kegiatan atau percobaan. Karena itu,
dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan LKS sebagai alat belajar siswa
yang memuat berbagai kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa secara aktif.
apabila disediakan kondisi yang menunjang, (2) menekankan pada aktivitas siswa,
(3) merupakan upaya sadar dan disengaja, (4) bukan kegiatan insidental tanpa
persiapan, dan (5) pemberian bantuan yang memungkinkan siswa untuk belajar.
Selain memuat ciri-ciri tersebut, pembelajaran juga harus memperhatikan sarana
belajar. Pendekatan konstruktivistika, siswa menggunakan bahan, media,
peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya untuk membangun pengetahuannya
sendiri.
Lingkungan belajar sangat mendukung dalam memunculkan pandangan
dan aktivitas sehingga dapat membangun usaha belajar konstruktivistik (Siregar &
Nara, 2011: 41). Ciri-ciri lingkungan belajar yang konstruktif juga dikemukakan
oleh Hujono (dalam Trianto, 2009: 19) sebagai berikut (1) menyediakan
pengalaman belajar yang menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa sehingga terjadi pembentukan pengetahuan, (2)
menyediakan alternatif pengalaman belajar, (3) melibatkan pengalaman konkret,
(4) menimbulkan interaksi dan kerjasama antar siswa, (5) memanfaatkan berbagai
media agar lebih menarik, dan (6) melibatkan siswa secara sosial emosional.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu proses yang dipersiapkan untuk mendukung siswa
dalam belajar agar dapat belajar secara optimal. Dalam pembelajaran, lingkungan
belajar menjadi hal yang penting guna membantu siswa mencari informasi
mengenai kegiatan atau percobaan yang sedang dilakukan. Oleh karena itu,
penelitian ini menghasilkan suatu produk berupa LKS yang membantu siswa
dalam menyelesaikan suatu tugas dari guru dan LKS tersebut dapat dibawa
kemana-kemana. Selain itu, lingkungan juga memperkuat pemahaman siswa
secara nyata tentang hal yang belum diketahui siswa sebelumnya.
IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam, terjemahan dari
Natural Science atau Sciences. Science (sains) artinya ilmu pengetahuan
(Iskandar, 1997: 2). Sebagai sekumpulan pengetahuan, sains merupakan susunan
sistematis hasil temuan yang dilakukan para ilmuwan. Hasil temuan tersebut
.1.2. Pembelajaran IPA di SD
berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori maupun model ke dalam kumpulan
pengetahuan sesuai dengan bidang kajiannya, misalnya biologi, kimia, fisika, dan
sebagainya (Fatonah, 2014: 6). IPA tidak hanya merupakan kumpulan
pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara
berpikir, dan cara memecahkan masalah (Winaputra, dalam Samatowa, 2011: 3).
IPA merupakan rumpun ilmu yang memiliki karakteristik khusus yaitu
mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan
(reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya (Wisudawati, 2014:
22). Ada dua hal berkaitan yang tidak terpisahkan dengan IPA, yaitu IPA sebagai
produk, pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakogitif, dan IPA sebagai proses, yaitu kerja ilmiah. Serupa
dengan pendapat Wisudawati, Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah (Sumanto, dalam
Putra, 2013: 40).
Ketika memecahkan suatu masalah seorang ilmuwan sering berusaha
mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usahanya mencapai hasil yang
diharapkan. Sikap itu dikenal dengan nama sikap ilmiah. Ciri-ciri sikap ilmiah itu,
antara lain (1) objektif terhadap fakta, objektif artinya tidak dicampuri oleh
perasaan senang atau tidak senang terhadap sesuatu. Jika fakta menunjukkan
bahwa sesuatu itu hitam, maka ia harus mengatakan itu hitam, meskipun menurut
pendapatnya seharusnya itu putih; (2) tidak tergesa-gesa dalam mengambil
keputusan, bila belum cukup data yang menyokong kesimpulan itu. Dalam
mengambil keputusan harus dilakukan secara hati-hati dan harus dipikir secara
matang; (3) berhati terbuka, artinya bersedia mempertimbangkan pendapat atau
penemuan orang lain, sekalipun pendapat atau penemuannya itu bertentangan
dengan penemuannya sendiri. Bila cukup data menunjukkan bahwa penemuannya
sendiri salah, ia tidak ragu-ragu menolak penemuannya sendiri dan menerima Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa IPA atau Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala
alam termasuk makhluk hidup.
penemuan orang lain; (4) tidak mencampur adukkan fakta dengan pendapat; (5)
bersifat hati-hati; (6) ingin menyelidiki (Iskandar, 1997:10).
Dalam prosesnya, terdapat 4 unsur utama dalam IPA, yaitu IPA sebagai
sikap, proses, produk, aplikasi (Parmin, 2013: 13). Pertama, IPA sebagai sikap.
IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup,
serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar (IPA bersifat open ended). Apabila rasa
ingin tahu tersalurkan, maka sikap butuh belajar akan menjadikan dorongan dari
dalam diri untuk bisa dan bekerja keras;
Kedua, IPA sebagai proses. Prosedur pemecahan masalah melalui
metode ilmiah, metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan
eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan.
Kekuatan dan keterbatasan kerja ilmiah ada pada panca indera. Kelainan pada alat
indera dan ketidaktelitian pada saat pengamatan menjadi perhatian guru yang
sedang membimbing kerja ilmiah;
Ketiga, IPA sebagai produk. IPA menghasilkan produk berupa fakta,
prinsip, teori, dan hukum. Belajar dengan berbuat, itu yang sangat diharapkan
peserta didik. Karya sederhana apabila dihargai oleh guru, misalnya dengan
memajang produk di ruang kelas akan menjadi dorongan untuk menghasilkan
karya-karya berikutnya.
Keempat, IPA sebagai aplikasi. Penerapan metode ilmiah dan konsep
IPA dalam kehidupan sehari-hari. Seberapa manfaat yang dirasakan pesera didik
dari konsep yang telah dipelajari, itu yang menciptakan dorongan untuk
melanjutkan belajar.
Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat
muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh Dalam pengajaran IPA untuk sekolah dasar struktur kognitif anak tidak
dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan. Mereka perlu diberi
kesempatan untuk berlatih berpikir dan memiliki sikap ilmiah, maka pengajaran
IPA dan keterampilan proses IPA untuk mereka hendaknya dimodifikasi sesuai
dengan tahap perkembangan kognitifnya.
IPA menyediakan berbagai pengalaman untuk memahami konsep dan
proses. Paling disukai oleh peserta didik dengan karakter yang berbeda-beda
ketika belajar menyelesaikan suatu masalah. Cara belajar dapat disalurkan dari
berbagai gaya yang berbeda. Berikut empat tujuan pembelajaran IPA bagi peserta
didik (Parmin, 2013: 11).
Tujuan pertama yaitu membentuk sikap positif terhadap IPA dengan
menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa. Kedua yaitu memupuk sikap jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis,
dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini bisa muncul apabila guru
memfasilitas melalui suatu kerja ilmiah. Bersikap jujur sesuai hasil yang
diperoleh, menyampaikan sesuai data atau fakta, terbuka dalam menerima kritik
dan masukan, semangat bekerja keras, senang menyelesaikan masalah dan bekerja
tidak individual, sehingga dominasi peserta didik tertentu ketika belajar tidak
terjadi lagi.
Ketiga yaitu mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan
menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengomunikasikan hasil percobaan
secara lisan dan tertulis. Keempat yaitu mengembangkan penguasaan konsep dan
prinsip IPA dan saling keterkaitannya dengan bidang lainnya, serta
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. Kelima yaitu
menerapkan konsep dan prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi
sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia. Peserta didik dilatih
membuat suatu karya dari konsep-konsep yang memungkinkan diteruskan
menjadi suatu karya; dan Keenam yaitu meningkatkan kesadaran dan berperan
serta dalam menjaga kelestarian lingkungan. Menciptakan rasa cinta lingkungan,
misalnya dengan menanam, memisahkan sampah organik dan anorganik, dan
membudayakan hidup bersih.
dan menggunakan rasa ingin tahunya untuk memahami fenomena alam melalui
kegiatan pemecahan masalah yang menerapkan langkah-langkah metode ilmiah.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkontruksi
konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan
masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan
berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan
konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan” (Daryanto, 2014: 51).
Pendekatan pembelajaran ilmiah menekankan pada pentingnya
kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik dalam menyelesaikan setiap
permasalahan dalam pembelajaran (Majid, 2014: 195). Oleh karena itu, guru
sedapat mungkin menciptakan pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada
standar proses dimana pembelajarannya diciptakan dengan mengedepankan
kondisi peserta didik yang berperilaku ilmiah dengan bersama-sama diajak
mengamati, menanya, menalar, merumuskan, menyimpulkan, dan
mengomunikasikan, sehingga peserta didik dapat dengan benar menguasai materi
yang dipelajari dengan baik. Dalam pembelajaran saintifik, peserta didik
diharapkan untuk mencari tahu dari berbagai sumber informasi, karena informasi
bisa berasal dari mana saja, kapan saja, dan tidak bergantung pada informasi
searah dari guru (Hosnan, 2014: 34).
Dalam proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu
nilai-nilai, prinsip-prinsip atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika
memenuhi kriteria (Kemendikbud, dalam Abidin, 2014: 130) yaitu (1) substansi
atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
.1.3. Pendekatan Saintifik
.1.3.1. Pengertian Pendekatan Saintifik
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
saintifik merupakan pendekatan ilmiah yang melibatkan proses mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Pendekatan ilmiah diyakini
sebagai acuan utama perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik. Dalam pelaksanaan proses-proses tersebut, bantuan
guru sangat diperlukan. Dalam hal ini, guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan
pembimbing jika ada siswa mengalami kesulitan atau kekeliruan.
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada
keunggulan pendekatan tersebut (Hosnan, 2014: 36). Beberapa tujuan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut (1)
meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa; (2) membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik; (3) terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa dengan logika atau penalaran tertentu bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda,
atau dongeng semata; (2) penjelasan guru, respons peserta didik, dan interaksi
edukatif guru-guru peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta,
pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis; (3)
mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analisis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran; (4) mendorong dan menginspirasi peserta
didik mampu berpikir berdasarkan hipotesis dalam melihat perbedaan, kesamaan,
dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran; (5)
mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons
substansi atau materi pembelajaran; (6) berbasis pada konsep, teori, dan fakta
empiris yang dapat dipertanggungjawabkan; dan (7) tujuan pembelajaran
dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
.1.3.3. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik memiliki beberapa prinsip (Daryanto, 2014: 58)
yaitu (1) pembelajaran berpusat pada siswa; (2) pembelajaran membentuk student
self concept; (3) pembelajaran terhindar dari verbalisme; (4) pembelajaran
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi
konsep, hukum, dan prinsip; (5) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan
kemampuan berpikir siswa; (6) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar
siswa dan motivasi mengajar guru; (7) memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melatih kemampuan dalam komunikasi; dan (8) adanya proses validasi
terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur
kognitifnya.
Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Berikut
Langkah-langkah pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran menurut
beberapa para ahli, antara lain.
Langkah pertama, mengamati (observing). Kegiatan ini mengutamakan
kebermaknaan proses pembelajaran (meaningful learning) (Daryanto, 2014: 60).
Kegiatan mengamati memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media
objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Pengamatan sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu
peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Dengan observasi, peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara
objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan mengamati yang dilakukan menggunakan panca indera untuk
memperoleh informasi (Sani, 2014: 54). Pengamatan yang cermat sangat
dibutuhkan untuk dapat menganalisis suatu permasalahan atau fenomena. Guru
dapat menanyangkan sebuah video dan meminta siswa melakukan pengamatan
tentang hal-hal tertentu serta membuat catatan (Sani, 2014: 57).
Kedua, menanya (questioning). Kegiatan selanjutnya setelah siswa
mengamati, siswa menjadi penasaran, ingin tahu yang diwujudkan dengan
mengajukan pertanyaan. Siswa perlu dilatih untuk merumuskan pertanyaan terkait
dengan topik yang akan dipelajari. Aktivitas belajar ini, sangat penting untuk
meningkatkan keingintahuan (curiosity) dalam diri siswa dan mengembangkan
kemampuan mereka untuk belajar sepanjang hayat (Sani, 2014: 57). Pada saat
guru bertanya, pada saat itu guru membimbing atau memandu peserta didiknya
belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika
itu pula guru mendorong muridnya untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang
baik (Kurniasih & Sani, 2014: 32). Di sini, peserta didik masih memerlukan
bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat dimana peserta bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan; (4) diperolehnya hasil belajar yang
tinggi; (5) melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis artikel ilmiah; dan (6) mengembangkan karakter siswa.
didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya,
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya,
maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan (Daryanto, 2014: 64).
Ketiga, menalar (associating). Fase pembelajaran ini dilakukan saat
siswa sudah memperoleh informasi dari hasil penelitian yang dilakukan. Dengan
data yang telah dikumpulkannya, siswa dapat membandingkan antara yang telah
diketahuinya sebelumnya dengan fakta dari fenomena atau objek yang
diamatinya. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan
mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk
kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori (Daryanto, 2014: 71).
Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan
dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah
tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman
sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai mengasosiasi. Agar
penguasaan konsep siswa lebih bermakna dan kokoh, siswa didorong untuk
melakukan refleksi dengan memeriksa ulang penguasaan konsep sebelum dan
sesudah pembelajaran. Dengan cara ini siswa akan tumbuh pengetahuan
metakognitif.
Keempat, mencoba (experimenting). Langkah selanjutnya adalah
mencoba. Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik
harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi
yang sesuai (Kurniasih & Sani, 2014: 41). Kegiatan mencoba dilakukan dalam
rangka mengumpulkan informasi. Aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan
melalui mengeksplorasi, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak,
melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan
data dari narasumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/
menambahi/mengembangkan. Kegiatan mengumpulkan informasi akan
menumbuhkan kemampuan kolaborasi, bekerja dengan tim, belajar empati,
sharing, dan sikap-sikap sosial lainnya seperti jujur, teliti, disiplin, tanggung
jawab, dan peduli.
Kelima, mengomunikasikan (networking). Langkah terakhir adalah
yang telah dibangunnya. Guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari (Daryanto, 2014:
80). Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan
pola. Hasil tersebut disampaikan di depan kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil
belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Bekerja sama dalam
sebuah kelompok merupakan salah satu cara membentuk kemampuan siswa untuk
dapat membangun jaringan dan berkomunikasi. Setiap siswa perlu diberi
kesempatan untuk berbicara dengan orang lain, menjalin persahabatan yang
potensial, mengenal orang yang dapat memberi nasihat atau informasi, dan
dikenal oleh orang lain (Sani, 2014: 71). Melalui kegiatan ini siswa belajar untuk
berkomunikasi secara efektif, menumbuhkan etika berkomunikasi, menggunakan
bahasa yang baik dan efektif. Selain itu kegiatan ini juga melatih siswa untuk
berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, menghargai
pendapat orang lain, berpendapat secara kritis dan proaktif.
Lembar Kerja Siswa (student work sheet) merupakan lembaran-lembaran
berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kerja ini berisi petunjuk
dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru
kepada siswanya (Majid, 2009: 176). Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa
dapat berupa tugas teori dan tugas praktik. Tugas teoritis misalnya tugas membaca
sebuah cerita, kemudian membuat rangkuman dan selanjutnya dipresentasikan,
sedangkan tugas praktis dapat berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan,
misalnya siswa mengamati sebuah alat musik yang dimainkan, kemudian siswa
diminta untuk menganalisis dan menyimpulkan benda yang telah diamatinya
tersebut.
LKS bukan merupakan “Lembar Kegiatan Siswa”, akan tetapi “Lembar
Kerja Siswa” (Prastowo, 2014: 269). LKS merupakan materi ajar yang sudah
dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi
ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, siswa akan mendapatkan materi,
.1.4. Lembar Kerja Siswa
ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu, dalam LKS siswa
dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang
diberikan.
Lembar kegiatan siswa merupakan lembaran yang berisi pedoman bagi
siswa untuk melakukan kegiatan terprogam (Trianto, 2010: 212). Selain itu,
Lembar kegiatan siswa merupakan alat belajar siswa yang memuat berbagai
kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa secara aktif. Kegiatan yang diberikan
dapat berupa pengamatan, eksperimen, dan pengajuan pertanyaan (Depdikbud,
dalam Trianto, 2010: 212).
LKS dibagi dua karakteristik, yaitu lembar kerja yang berisi sarana untuk
melatih, mengembangkan keterampilan peserta didik dalam menemukan konsep
dalam suatu tema, dan lembar kerja ini tidak terstruktur; lembar kerja siswa yang
dirancang untuk membimbing siswa dalam suatu proses pembelajaran tanpa
bimbingan guru dan lembar kerjanya terstruktur (Trianto, 2010: 212). Dalam
menyusun lembar kerja siswa, ada beberapa kriteria yang harus ditentukan, yaitu
mengacu pada kurikulum; mendorong siswa untuk belajar dan bekerja; bahasa
yang digunakan mudah dipahami oleh peserta didik; dan tidak dikembangkan
untuk menguji konsep-konsep yang sudah diujikan guru dengan cara duplikasi.
Dalam mengembangkan lembar kerja, siswa harus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu: persyaratan pedagogik, persyaratan konstruksi, dan teknis.
Maksud dari persyaratan pedagogik adalah lembar kegiatan siswa yang dibuat
harus berdasarkan asas-asas pembelajaran yang efektif, seperti memberi proses
menemukan konsep dan petunjuk mencari tahu (Ibrahim, dalam Trianto, 2010:
213). Maksud dari persyaratan konstruksi adalah dalam mengembangkan lembar
kerja siswa, harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami yang sesuai
dengan usianya, menggunakan struktur kalimat yang sederhana dan pendek, serta
jelas. Selain itu, harus memiliki tujuan belajar jelas, memiliki identitas untuk
memudahkan mengadministrasikannya. Maksud dari persyaratan teknis adalah Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa LKS
merupakan lembaran-lembaran yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk yang
harus dikerjakan siswa.
Setiap LKS disusun dengan materi dan tugas-tugas tertentu yang dikemas
sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Ada lima jenis LKS, adalah sebagai
berikut (Prastowo, 2014: 272-273).
Pertama, LKS Penemuan (membantu siswa menemukan suatu konsep).
Sesuai dengan prinsip konstruktivisme, seseorang akan belajar jika ia aktif
mengkonstruksi pengetahuan di dalam otaknya. Ini merupakan salah satu
karakteristik pembelajaran tematik. LKS jenis ini memuat apa yang (harus)
dilakukan siswa, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis. Rumuskan
langkah-langkah yang harus dilakukan siswa kemudian mintalah siswa untuk
mengamati fenomena hasil kegiatannya, dan berilah pertanyaan analisis yang
membantu siswa mengaitkan fenomena yang diamati dengan konsep yang akan
dibangun siswa dalam benaknya.
Kedua, LKS Aplikatif-Integratif (membantu siswa menerapkan dan
mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan). Di dalam sebuah
pembelajaran, setelah siswa berhasil menemukan konsep, siswa selanjutnya kita
latih untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
Ketiga, LKS Penuntun (berfungsi sebagai penuntun belajar). LKS
penuntun berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku. Siswa
dapat mengerjakan LKS tersebut jika ia membaca buku, sehingga fungsi utama dalam mengembangkan lembar kerja siswa, harus mencakup tulisan, gambar, dan
tampilan.
.1.4.3. Fungsi dan tujuan LKS
LKS memiliki peran yang sangat penting dalam suatu kegiatan
pembelajaran. Berikut ini akan diuraikan fungsi dan tujuan LKS bagi kegiatan
pembelajaran. LKS mempunyai empat fungsi, yaitu (1) LKS, sebagai bahan ajar
yang bisa meminimalkan peran pendidik namun lebih mengaktifkan siswa; (2)
LKS, sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi yang
diberikan; (3) LKS, sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk
berlatih; dan (4) LKS memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa
(Prastowo, 2014: 270).
LKS ini ialah membantu siswa mencari, menghafal, dan memahami materi
pembelajaran yang terdapat di dalam buku.
Keempat, LKS Penguatan (berfungsi sebagai penguatan). LKS penguatan
diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. Materi pembelajaran
yang dikemas di dalam LKS penguatan lebih menekankan dan mengarahkan
kepada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam
buku ajar.
Kelima, LKS Praktikum (berfungsi sebagai petunjuk praktikum). Kita
dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan LKS. Dengan
demikian, dalam bentuk LKS ini, petunjuk praktikum merupakan salah satu
konten dari LKS.
Ada empat langkah yang perlu diperhatikan dalam menyusun LKS
(Prastowo, 2014: 280-285), antara lain pertama, menentukan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai siswa ke dalam LKS, dalam latihan ini harus menentukan
desain menurut tujuan pembelajaran; kedua, pengumpulan materi, langkah yang
perlu dilakukan adalah menentukan materi dan tugas yang akan dimasukkan
dalam LKS. Kumpulkan bahan atau materi dan buat perincian tugas yang harus
dilaksanakan siswa. Bahan yang akan dimuat dalam LKS dapat dikembangkan
sendiri atau dapat dengan memanfaatkan materi yang sudah ada. Tambahkan pula
ilustrasi atau bagan yang dapat memperjelas penjelasan naratif yang akan
disajikan;
Ketiga, menyusun elemen atau unsur-unsur LKS, pada bagian ini, guru
mengintegrasikan desain (hasil dari langkah pertama) dengan tugas (sebagai hasil
dari langkah kedua) hasilnya akan memperoleh produk LKS; dan keempat,
pemeriksaan dan penyempurnaan, pada langkah ini, guru tidak langsung
memberikan LKS tersebut kepada siswa. Sebelum LKS dibagikan kepada siswa, LKS yang digunakan dalam pengembangan adalah gabungan antara LKS
yang penemuan (membuat siswa menemukan suatu konsep), LKS yang
aplikatif-integratif (membuat siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep
yang telah ditemukan), LKS yang penuntun (berfungsi sebagai penuntun belajar),
dan LKS yang praktikum (berfungsi sebagai petunjuk praktikum).
guru hendaknya melakukan pengecekan kembali terhadap LKS yang sudah
dikembangkan dan memperbaiki jika ada kesalahan. Guru perlu mencermati
kembali apakah LKS yang sudah dikembangkan sudah sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang diambil dari kompetensi dasar, sesuai dengan materi dan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa, kejelasan penyampaian LKS mudah
dibaca dan apakah tersedia cukup ruang untuk mengerjakan tugas yang diminta.
LKS yang sudah dikembangkan segera dilakukan evaluasi. Cara mengevaluasinya
dengan meminta siswa untuk mengomentari LKS setelah menggunakan LKS
tersebut. Masukan dari siswa dapat digunakan untuk menyempurnakan LKS yang
dikembangkan.
Energi bunyi dapat berpindah tempat dengan cara merambat melalui
media tertentu. Bunyi juga dapat dipantulkan dan diserap, berikut penjelasan dari
sifat-sifat bunyi.
1. Bunyi Merambat melalui Benda Gas
Udara merupakan benda gas. Udara menjadi perantara bunyi ketika
berkomunikasi. Oleh sebab itu, dimana pun kamu berada, akan mudah
berkomunikasi. Bahkan dalam jarak cukup jauh pun dapat dilakukan, asal
suaranya dikeraskan (Rositawaty, 2008: 142). Selain itu, kita dapat mendengar
suara orang berbicara dan burung berkicau karena getaran suara itu masuk ke
telinga kita. Hal itu menunjukkan bahwa suara dapat merambat melalui udara.
Demikian juga halnya pada guntur. Pada saat hari mendung, kita sering
.1.5. Materi Sifat-sifat Bunyi
.1.5.1. Pengertian Bunyi
Bunyi adalah sesuatu yang terdengar (didengar) atau ditangkap oleh
telinga. Banyak macam bunyi yang kita dengar. Ada bunyi yang kuat dan bunyi
yang lemah. Bunyi yang kuat disebut juga bunyi yang keras karena ditimbulkan
dari getaran yang kuat, sedangkan bunyi yang lemah ditimbulkan oleh getaran
yang lemah. Bunyi dapat merambat, proses perambatan itulah yang membuat
kamu dapat mendengar. Maka, setiap getaran benda yang dapat menghasilkan
bunyi dinamakan sumber bunyi (Rositawaty, 2008: 141).