• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN

TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp.

Oleh

NINDRI YARTI

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN

TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis

sp.

Oleh

NINDRI YARTI

Nannochloropsis sp. memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, merupakan pakan alami yang digunakan sebagai pakan larva ikan laut. Perubahan salinitas dan nitrogen dapat mempengaruhi pertumbuhan Nannochloropsis sp. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan salinitas dan nitrogen terhadap kandungan protein total Nannochloropsis sp., dilakukan pada Oktober sampai November 2012. Nannochloropsis sp. dikultur dengan kepadatan awal 1,1 x 106 sel/ml dan diberi perlakuan A (salinitas 30-34 ppt dan NaNO3 100 gr/l), B

(salinitas 30-34 ppt dan NaNO3 50 gr/l), C (salinitas 35-38 ppt dan NaNO3 100

gr/l), dan D (salinitas 35-38 ppt dan NaNO3 50 gr/l). Hasil penelitian

menunjukkan kepadatan dan kandungan protein tertinggi pada perlakuan salinitas 35 – 38 ppt dan NaNO3 100 gr/l. Hasil uji chi-square menunjukkan peningkatan

salinitas dan penurunan nitrogen berpengaruh terhadap kepadatan

Nannochloropsis sp. pada akhir kultur, tetapi tidak berpengaruh terhadap kandungan protein total Nannochloropsis sp. Hubungan antara kepadatan dan kandungan protein total Nannochloropsis sp. menunjukkan korelasi positif yang artinya bahwa bertambahnya kepadatan mampu meningkatkan kandungan protein total Nannochloropsis sp.

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Hal.

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Manfaat ... 3

1.4. Kerangka Pikir ... 4

1.5. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. ... 7

2.2. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Nannochloropsis sp. ... 8

2.2.1. Faktor Lingkungan ... 8

2.2.2. Pertumbuhan Nannchloropsis sp. ... 9

2.3. Nitrogen ... 10

2.4. Protein ... 11

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ... 16

3.2. Materi Penelitian ... 16

3.2.1. Biota Uji ... 16

3.2.2. Media Ujia ... 16

3.2.3. Alat dan Bahan ... 17

(6)

3.4. Prosedur Penelitian ... 18

3.4.1. Persiapan Penelitian ... 18

a. Sterilisasi Alat ... 18

b. Sterilisasi Media (Air) ... 19

c. Pembuatan Pupuk Conwy ... 19

3.4.2. Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.5. Parameter ... 21

3.5.1. Penghitungan Kepadatan Nannochloropsis sp. ... 21

3.5.2. Uji Proksimat Protein ... 21

3.5.3. Kualitas air ... 21

3.6. Analisis Data ... 22

3.6.1. Uji Chi-square... 22

3.6.2. Regresi dan Korelasi ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kepadatan Nannochloropsis sp. ... 25

4.2. Protein Total Nannochloropsis sp. ... 30

4.3. Hubungan antara Kepadatan dan Protein Total ... 33

4.4. Kualitas Air ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 36

5.2. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(7)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.

Peningkatan benih berkualitas mampu didapatkan dengan pengontrolan panti

benih dan pakan benih. Benih berkualitas mampu dipenuhi dengan produksi benih

secara intensif dan berkelanjutan. Ketersediaan pakan alami yang cukup

merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan hasil benih yang berkualitas.

Pakan alami belum mampu digantikan oleh pakan buatan, sehingga kualitas dan

kuantitas pakan alami menjadi faktor penentu kualitas benih ikan laut (Sumiarsa

dan Irwan, 2010).

Benih ikan membutuhkan pakan alami pada tahap awal kehidupannya. Pakan

alami tersebut harus memiliki kualitas nutrisi (protein) yang tinggi untuk

pertumbuhan benih. Salah satu pakan alami yang dipergunakan untuk pemenuhan

kebutuhan nutrisi benih yaitu mikroalga. Mikroalga adalah alga kecil (ukuran 2-20

µm) berupa tanaman talus yang memiliki klorofil sehingga mampu melakukan

fotosintesis. Mikroalga bereproduksi secara aseksual melalui pembelahan sel

(Sasmita dkk, 2004). Salah satu mikroalga yang biasa digunakan sebagai pakan

alami bagi benih ikan, juga berperan sebagai pakan bagi zooplankton adalah

(8)

Nannochloropsis sp. memiliki klorofil a dan c, serta termasuk jenis yang memiliki

daya tahan yang paling tinggi dan mudah penanganannya, sehingga dapat dikultur

secara massal (Aliabbas, 2002). Nannochloropsis sp. memiliki kandungan protein

33% (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Pertumbuhan Nannochloropsis sp.

dipengaruhi oleh lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, juga kandungan nitrogen

yang ada di media kultur (Gunawan, 2012). Nannochloropsis sp. dapat tumbuh

dengan baik pada suhu 25-30oC, pH 8 - 9,5, dan salinitas 30-32 ppt (Budiman,

2009).

Nannochloropsis sp. membutuhkan nutrien dalam pertumbuhannya, baik dalam

bentuk makronutrien maupun mikronutrien. Makronutrien untuk pertumbuhan

Nannochloropsis sp. yaitu unsur Nitrogen, P (Posfat), K (Kalium), C (Karbon), Si

(silikat), S (Sulfat) dan Ca (Kalsium). Unsur mikronutrien terdiri atas Fe (Besi),

Zn (Seng), Cu (Tembaga), Mg (Magnesium), Mo (Molybdate), Co (Kobalt), dan

B (Boron). Makronutrien yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan

Nannochloropsis sp. yaitu nitrogen. Richmond (1986) dalam Yanuaris dkk (2012)

menyatakan bahwa ketersediaan unsur nitrogen mempengaruhi pertumbuhan

Nannochloropsis sp. Perbedaan jenis media kultur mempengaruhi kepadatan

Nannochloropsis sp. Yanuaris dkk (2012) menyatakan kultur Nannochloropsis sp.

dengan media menggunakan pupuk dari kotoran sapi yang telah difermentasikan

memiliki kepadatan lebih tinggi dibandingkan dengan media menggunakan pupuk

Walne. Pemenuhan sumber hara (N, P, dan K) yang mencukupi kebutuhan dapat

(9)

Pemberian perubahan lingkungan yang meliputi salinitas, suhu, fotoperiode,

intensitas cahaya, dan nutrient dapat mempengaruhi biokimia mikroalga

(Widianingsih dkk, 2011). Beberapa penelitian melaporkan bahwa mikroalga

mengalami perubahan komposisi biokimia ketika kondisi kultur bervariasi.

Penelitian Arifin (2010), perubahan salinitas dan CO2 pada tahap kedua dapat

meningkatkan kepadatan dan mengubah kandungan lipid. Penelitian Muhaemin

(2011) menyatakan bahwa kombinasi antara peningkatan salinitas dan penurunan

nitrogen pada kultur Duniella sp. mampu menghasilkan lipid yang tinggi sebesar

31,45%. Penelitian salinitas dan kandungan nitrogen terhadap kultur

Nannochloropsis sp. belum banyak dilakukan sehingga perlu adanya penelitian

mengenai pengaruh peningkatan salinitas dan penurunan kandungan nitrogen pada

saat kultur terhadap kandungan protein Nannocholoropsis sp.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh perubahan salinitas dan nitrogen

terhadap kandungan protein total Nannochloropsis sp.

1.3. Manfaat

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu cara peningkatan protein

(10)

1.4. Kerangka Pikir

Pakan alami yang diberikan bagi benih pada awal fase hidup adalah fitoplankton

(mikroalga) dan zooplankton. Salah satu fitoplankton (mikroalga) yang berperan

sebagai pakan bagi zooplankton(Brachionus plicatilis) dan pakan alami bagi

benih ikan adalah Nannochloropsis sp. Penelitian sebelumnnya menyatakan

bahwa mikroalga mengalami perubahan komposisi biokimia ketika kondisi kultur

yang bervariasi. Safitri dkk (2013) menyatakan bahwa fotoperiode yang berbeda

mempengaruhi kandungan lemak Nannochloropsis sp. pada fase stasioner. Pada

jenis mikroalga lain yaitu Chaetoceros gracilis, perbedaan media kultur

mempengaruhi kandungan protein dan lemaknya (Jati dkk, 2012). Dengan

beberapa penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa manipulasi lingkungan dapat

mempengaruhi biokimia dari mikroalga.

Manipulasi lingkungan media kultur dengan cara peningkatan salinitas dan

pengurangan sumber nitrogen dapat meningkatkan kandungan nutrisi

Nannochloropsis sp. Muhaemin (2011) peningkatan salinitas dan penurunan

nitrogen pada media kultur dapat meningkatkan kandungan lemak total sebesar 31

%. Manipulasi lingkungan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kandungan

protein Nannochloropsis sp., sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami

(11)

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

1.5. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian yaitu:

a. Hipotesis perlakuan dengan kandungan protein total Nannochloropsis sp.

H0= perubahan salinitas dan nitrogen pada media tidak berpengaruh pada

meningkatkan kandungan protein total Nannochloropsis sp. Manipulasi lingkungan

(peningkatan salinitas dan penurunan nitrogen) pada

Nannochloropsis sp.

Meningkatkan nutrisi (protein) pada

Nannochloropsis sp.

Pakan alami berkualitas untuk benih

(12)

H1= perubahan salinitas dan nitrogen pada media berpengaruh pada meningkatkan

kandungan protein total Nannochloropsis sp.

b. Hipotesis hubungan antara kepadatan dan kandungan protein total

Nannochloropsis sp.

H0 = kepadatan tidak berhubungan terhadap peningkatan kandungan protein total

Nannochloropsis sp.

H1 = kepadatan berhubungan terhadap peningkatan kandungan protein total

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Nannochloropsis sp.

Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

larva ikan dan zooplankton (Maula, 2008). Nannochloropsis sp. merupakan mikro

alga berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola

dan berukuran kecil. Nannochloropsis sp. merupakan pakan Brachionus plicatilis,

dan Artemia (Fachrullah, 2011).

Klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah sebagai berikut (Hibberd, 1981):

Filum : Chromophyta

Kelas : Eustigmatophyceae

Ordo : Eustigmatales

Famili : Eustigmataceae

Genus : Nannochloropsis

Spesies : Nannochloropsis sp.

Sel Nannchloropsis sp. berbentuk bulat memanjang dengan diameter sel berkisar

2 sampai 4 μm (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Memiliki stigma di

(14)

salah satunya flagel berambut tipis yang terbuat dari komponen selulosa

(Aliabbas, 2002).

Nannochloropsis sp. memiliki kandungan energi yang tinggi diatas 20 kJ/g berat

kering dan kandungan total lemak dari berat kering 10,3 % - 16,1 % (Mourente et

al., 1990 dalam Maula, 2010). Kandungan nutrisi yang tinggi berupa protein

52,11 %, karbohidrat 12,32 %, vitamin C 0,85 %, klorofil a 0,89 %, dan kalori

48,4 % (Maula, 2010).

2.2. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Nannochloropsis sp.

2.2.1. Faktor Lingkungan

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga Nannochlorpsis sp.

diantaranya adalah suhu, pH, cahaya, salinitas, dan nutrien.

Pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada suhu 25-30 0C, juga dapat tumbuh pada

kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya 1.000 – 10.000 lux (Fachrullah, 2011).

Nannochloropsis sp. dapat tumbuh pada salinitas 0-35 ppt (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995). Salinitas optimum untuk pertumbuhannya sebesar 25-35 ppt

(Fahcrullah, 2011). Kepadatan optimum yang dapat dicapai untuk skala

laboratrium 50-60 juta sel/mL, skala semi masal 20-25 juta sel/mL dan massal

15-20 juta sel/mL dengan masa kultur 4-7 hari (Fachrullah, 15-2011).

Mikroalga Nannochloropsis sp. dalam pertumbuhannya membutuhkan nutrien

(15)

N, P, K, C, Si, S, dan Ca. Unsur mikro nutrien terdiri atas Fe, Zn, Cu, Mg, Mo,

Co, Mn, dan B (Prabowo, 2009). Unsur N dan P merupakan dua unsur terpenting

yang tersedia dalam media kultur alga (Wahyudi, 1999 dalam Maula, 2010).

Nitrogen merupakan salah satu makronutrien yang sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan produktifitas biomassa alga karena dibutuhkan untuk

pembentuk protein, lemak dan klorofil (Maula, 2010).

2.2.2. Pertumbuhan Nannochloropsis sp.

Nannochloropsis sp. berkembang secara aseksual, dengan pembelahan sel atau

pemisahan autospora dari sel induknya (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Pertumbuhan mikroalga ditandai dengan bertambahnya ukuran sel atau jumlah

sel. Kepadatan sel tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui

pertumbuhan Nannochloropsis sp. (Fachrullah, 2011). Lima fase pertumbuhan

(Kartikasari, 2010)yaitu:

1. Fase lag disebut sebagai fase adaptasi kondisi lingkungan yang ditandai

dengan peningkatan populasi yang tidak nyata.

2. Fase eksponensial disebut sebagai fase pertumbuhan, ditandai dengan

peningkatan laju pertumbuhan beberapa kali lipat.

3. Fase pengurangan pertumbuhan yang ditandai dengan terjadinya penurunan

pertumbuhan jika dibandingkan dengan fase eksponensial.

4. Fase stasioner yang ditandai dengan laju pertumbuhan stabil.

5. Fase kematian ditandai dengan laju kematian lebih tinggi dari laju

(16)

Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp.

2.3.Nitrogen

Nitrogen dapat dimanfaatkan langsung oleh beberapa organisme akuatik dalam

bentuk gas. Nitrogen di perairan berupa nitrogen organik dan nitrogen anorganik.

Nitrogen anorganik terdiri dari amonia (NH3), amonium (NH4 +), nitrit (NO2-),

nitrat (NO3-), dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Nitrogen organik

berupa protein, asam amino, dan urea (Effendi, 2003).

Nitrogen organik merupakan bentuk nitrogen yang terikat pada senyawa organik,

terutama nitrogen bervalensi tiga yang biasanya berupa partikular yang tidak larut

dalam air. Nitrogen organik biasa disebut amino atau albuminoid nitrogen.

Senyawa tersebut berupa protein, polipeptida, asam amino, urea (N2NCONH2),

dan senyawa lainnya. Sumber dari nitrogen organik berasal dari proses

pembusukan makhluk hidup yang telah mati (Effendi, 2003).

Nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-) merupakan bentuk dari nitrogen anorganik yang

dimanfaatkan. Nitrat (NO3-) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan

1

2

3

4 5 Keterangan:

1. Fase lag

2. Fase eksponensial

3. Fase lambat

4. Fase stasioner

(17)

merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat

mudah larut dalam air dan bersifat stabil. senyawa tersebut dihasilkan dari

oksidasi sempurna senyawa nitrogen dan berlangsung secara aerob. Oksidasi

amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, yang ditunjukkan

dalam persamaan reaksi berikut (Effendi, 2003):

Nitrosomonas

2 NH3 + 3 O2 2 NO2- + 2 H+ + 2 H2O

Terjadi oksidasi nitrit menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter,

ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut (Effendi, 2003):

Nitrobacter

2 NO2- + O2 2 NO3

-Nitrat inilah yang menjadi sumber nitrogen bagi tumbuhan yang selanjutnya

dikonversi menjadi protein. Proses tersebut dapat dilihat pada persamaan reaksi

berikut (Effendi, 2003):

NO3- + CO2 + tumbuhan + cahaya matahari  protein

Tumbuhan membentuk protein dari CO2 , H2O dan senyawa nitrogen (NO3-).

2.4.Protein

Protein merupakan suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang

bervariasi. Berdasarkan strukturnya, protein terbagi dalam dua golongan besar

yaitu golongan protein sederhana yang terdiri dari protein fiber dan protein

(18)

polipeptida yang memanjang dan dihubungkan satu dengan lain oleh beberapa

ikatan silang hingga terbentuk serat atau serabut yang stabil. Protein globular

umumnya berbentuk bulat satu atau elips dan terdiri atas rantai polipeptida yang

berlipat. Sedangkan protein gabungan ialah protein yang berikatan dengan

senyawa yang bukan protein seperti lipoprotein yaitu protein yang larut dalam air

dengan lipid berupa lesitin dan kolesterol (Poedjiadi, 1994).

Protein komponen penting yaitu sebagai pembentukan sel-sel tubuh, juga dapat

digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh (Poedjiadi, 1994). Serta, fungsi dari

protein sebagai biokatalisator yang berupa enzim (Page, 1981). Komposisi

rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein adalah: karbon 50%, hidrogen 7%,

oksigen 23%, nitrogen 16%, sulfur 0-3%, dan fosfor 0-3%. Jumlah protein dalam

tubuh juga ditentukan dengan jumlah nitrogennya (Poedjiadi, 1994).

Protein mempunyai molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5000

sampai jutaan. Hidrolisis oleh asam atau oleh enzim, protein akan menghasilkan

asam-asam amino. Asam-asam amino tersebut terikat oleh ikatan peptida sehingga

terbentuklah protein (Poedjiadi, 1994). Asam amino tidak hanya berperan sebagai

bahan pembangun protein, juga sebagai pelopor kimia bagi banyak senyawa yang

mengandung nitrogen (Page, 1981).

Reaksi metabolisme asam amino, melibatkan pelepasan gugus asam amino,

kemudian perubahan kerangka karbon pada molekul asam amino. Proses tersebut

adalah transaminasi dan deaminasi. Transaminasi merupakan reaksi yang

melibatkan satu asam amino ke asam amino lainnya. Reaksinya gugus amino dari

(19)

asam piruvat, α ketoglutarat atau aksaloasetat, sehingga senyawa keto berubah

menjadi asam keto. Reaksi transaminasi ada dua jenis enzim yang penting yaitu

alanin transaminase dan glutamate transminase yang bekerja sebagai berikut

(Poedjiadi, 1994):

Alanin transaminase

Asam amino + asam piruvat asam α keto + alanin

Glutamate transaminase

Asam amino + asam α ketoglutarat asam α keto + asam glutamate asam α keto + asam glutamat

Reaksi transaminasi bersifat reversible, sehingga tidak ada gugus asam amino

yang hilang. Karena gugus amino yang dilepaskan oleh asam amino diterima oleh

asam keto (Poedjiadi, 1994)

Asam amino yang diubah menjadi asam glutamate pada reaksi transaminasi dalam

beberapa sel misalnya dalam bakteri, mengalami deaminasi oksidatif yang

menggunakan glutamate sebagai dehidrigenase sebagai katalis.

Asam glutamat + NAD+ Asam α ketoglutarat + NH4+ + NADH + H+

Asam glutamat melepaskan gugus amino dalam bentuk NH4+. Selain NAD +

glutamat dehidrogenase menggunakan pula NADP+ sebagai akseptor electron.

Oleh karena asam glutamat merupakan hasil akhir proses transaminase, maka

glutamat dehidrogenase merupakan enzim yang penting dalam metabolisme asam

(20)

Selain metabolisme gugus amino, asam amino dapat mengalami reaksi-reaksi

yang mengakibatkan berubahnya rantai karbon. Poedjiadi (1994) menggambarkan

skema metabolisme rantai karbon asam amino yang dikaitkan dengan siklus asam

sitrat pada Gambar 3.

(21)

Terlihat pada skema bahwa asetil koenzim A merupakan senyawa penghubung

antara metabolisme asam amino dengan siklus asam sitrat. Jalur metabolik yang

menuju pembentukan asetil koenzim A, yaitu melalui asam piruvat dan asam

asetoasetat (Poedjiadi, 1994).

Asam amino yang merupakan komponen dari protein memiliki fungsi yang besar

pada sel organisme. Protein adalah salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan bagi

larva ikan sebagai pembentuk jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan (Serang,

2006). Protein dapat digunakan oleh organisme hidup setelah diuraikan menjadi

komponen-komponen penyusunnya, misalnya asam amino. Ketersediaan asam

amino yang merupakan komponen dari protein dalam pakan dapat mempengaruhi

tingkat kelangsungan hidup larva (Zonneveld dkk, 1991). Asam amino tersebut

dibutuhkan sebagai suplai energi untuk proses metabolisme tubuh (Putra, 2008).

Pemanfaatan protein dalam tubuh dinyatakan dalam penyimpanan nitrogen

(22)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

Fitoplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung.

3.2. Materi penelitian 3.2.1. Biota Uji

Biota uji yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang

dikultur pada skala laboratorium di BBPBL dengan kepadatan awal 1,1 x 106

sel/ml dan volume air 2 l.

3.2.2. Media Uji

Media yang dipergunakan dalam kultur Nannochloropsis sp. berbentuk cair atau

larutan yang tersusun dari senyawa kimia (pupuk) yang merupakan sumber

nutrien untuk keperluan hidup. Pupuk yang akan digunakan dalam penelitian

(23)

Tabel 1. Komposisi pupuk Conwy untuk fitoplankton skala laboratorium (1 liter)

100 gram (sumber nitrogen 100%) 50 gram (sumber nitrogen 50 %) 1 ml

1 cc

Hingga 1 liter

Tabel 2. Larutan Trace metal solution

No. Bahan Kimia Komposisi

3.2.3. Alat dan Bahan

Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

No. Alat dan bahan Kegunaan Selang dan batu aerasi Haemocytometer

Wadah media kultur Nannochloropsis sp. Perangkat sirkulasi aerasi media

Penghitungan kepadatan Nannochloropsis sp. Pengamatan Nannochloropsis sp.

Pengamatan pH Pengamatan DO Pengambilan sampel Sumber cahaya

Alat untuk sterilisasi air laut sebagai media kultut Nannochloropsis sp.

Penutup media kultur setelah disterilkan, sebelum dipergunakan

Biota Uji

Air media kultur

Sterilisasi untuk alat berbahan kaca

(24)

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian terdiri dari 3 perlakuan dan 1 kontrol yang masing-masing diulang 3

kali. Perlakuan tersebut sebagai berikut:

Perlakuan A : kultur Nannochloropsis sp. pada salinitas 30-34 ppt dan NaNO3 100

gr/l.

Perlakuan B : kultur Nannochloropsis sp. pada salinitas 30-34 ppt dan NaNO3 50

gr/l.

Perlakuan C : kultur Nannochloropsis sp. pada salinitas 35-38 ppt dan NaNO3 100

gr/l.

Perlakuan D : kultur Nannochloropsis sp. pada salinitas 35-38 ppt dan NaNO3 50

gr/l.

Tabel 4. Kontingensi perlakuan salinitas dan nitrogen

Perlakuan NaNO3 (gr/l) Total

100 50

Salinitas (ppt) 30 - 34 Perlakuan A Perlakuan B A+B 35 - 38 Perlakuan C Perlakuan D C+D

Total A+C B+D N

3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1. Persiapan Penelitian a. Sterilisasi Alat

Sterilisasi alat seperti toples direndam kaporit 100 ppm selama 24 jam, dicuci

dengan air bersih dan dibilas hingga bersih dengan air tawar. Setelah bersih

(25)

berbahan plastik dilakukan dengan perendaman kaporit 100 ppm selama 24 jam.

Dibersihkan dengan air tawar, lalu dilakukan perebusan selama 20 menit.

b. Sterilisasi Media (Air)

Air laut dialirkan ke UV sterilizer dan diberi ozon menggunakan Ozon sterilizer.

Selanjutnya direbus hingga mendidih. Air laut diukur salinitasnya menggunakan

refraktometer, kemudian dilakukan perebusan berulang kali hingga mendapatkan

stok air laut salinitas yang diinginkan yaitu air laut salinitas 30-34 ppt dan air laut

salinitas 35 - 38 ppt. Kemudian disaring dengan menggunakan plankton net mesh

size 15 mikron.

c. Pembuatan Pupuk Conwy

Pupuk yang digunakan pada kultur Nannochloropsis sp. yaitu pupuk Conwy.

Komposisi pupuk Conwy adalah NaEDTA 45 gram, FeCl3.6H2O 1,3 gram, H2BO3

33,6 gram, NaHPO4 20 gram, NaNO3 100 gram dan 1 Liter aquades (Tabel. 1).

Pembuatan pupuk Conwy dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-bahan,

kemudian ditambahkan trace metal 1cc yang terdiri dari ZnCl2 2.1 gr,

CoCl2.6H2O 2 gr, CuSO4.5H2O 2 gr, dan (NH4) M7O24 0.9 gr (Tabel 2) yang

masing-masing telah dicairkan dengan aqubides 100 ml. Pupuk kultur

Nannochlropsis sp. perlakuan pengurangan kadar nitrogen hingga 50% tidak

dilakukan dengan mengencerkan larutan pupuk kultur Conwy stok. Pembuatan

pupuk kultur perlakuan pengurangan kadar nitrogen hingga 50% dibuat dengan

cara mengurangi penggunaan NaNO3 hingga 50% dari kebutuhan standar NaNO3

(26)

3.4.2. Pelaksanaan Penelitian

Mikroalga Nannochloropsis sp. dikultur pada toples 2 liter dengan kepadatan 11 x

106 sel/ml masing-masing pada 12 (4 perlakuan x 3 ulangan) toples. Pupuk Conwy

diberikan sebanyak 1 ml/liter kultur, dilakukan pengukuran kualitas air setelah

biota dibiakkan. Media kultur disusun di rak kultur dan diberi aerasi kuat pada

pencahayaan lampu TL 38 W. Kepadatan Nannochlopsis sp. diamati pada

mikroskop setiap 6 jam sekali pada tiap media kultur. Setelah mencapai fase akhir

eksponensial atau pada fase awal stasioner (waktu panen), dilakukan pengukuran

kualitas air kembali. Kemudian Nannochloropsis sp. dipanen secara total dengan

cara dibuat natan menggunakan larutan NaOH. Larutan tersebut dimasukkan

kedalam kultur sedikit demi sedikit sambil diaduk searah jarum jam. Setelah

cukup homogen, putar arah adukan secara berlawanan hingga larutan terasa

mengental. Larutan didiamkan hingga biakan mengendap. Kemudian

masing-masing biakan dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah dibersihkan dan

disemprot alkohol, dan disimpan dalam lemari pendingin. Langkah terakhir yang

dilakukan yaitu sampel yang telah disimpan dalam botol sampel dibawa untuk

(27)

3.5. Parameter

3.5.1. Penghitungan Kepadatan Nannochloropsis sp.

Penghitungan kepadatan Nannochloropsis sp. dengan cara Nannochloropsis sp.

pada media kultur diambil sebanyak 1 ml dengan pipet, kemudian diamati dengan

Haemacytometer dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10 dengan

menggunakan rumus yang dikembangkan oleh BBPBL:

Keterangan : N = Kepadatan

n = Jumlah kotak hitungan

Ki = Kepadatan plankton ke-i

K1-K5 = jumlah Nannochloropsis sp. dalam lapang pandang (kotak) hitungan ke

1 hingga 5

3.5.2. Uji Proksimat Protein

Uji proksimat protein pada Nannochloropsis sp. dengan menggunakan metoda

Gunning di laboratorium Politeknik Lampung (Lampiran 3).

3.5.3. Kualitas air (oksigen terlarut, pH, dan suhu media kultur)

Pengukuran oksigen terlarut, pH, dan suhu media kultur menggunakan DO meter,

pH meter, dan termometer. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan 2 kali,

yaitu 24 jam sejak Nannochloropsis sp. di tempatkan di media kultur dan

(28)

3.6. Analisis Data

3.6.1. Uji Chi Square (χ2)

Analisis data yang digunakan untuk menguji hasil perlakuan adalah uji Chi square

(χ2

). Uji Chi square (χ2) merupakan teknik nonparametrik yang berguna untuk

menganilisis data yang terpisah bila kedua sampel bebas. Uji tersebut dipakai

apabila nilai-nilai yang didapat dari dua sampel acak bebas semuanya masuk

dalam salah satu dari dua kelas yang berbeda satu sama lain. Setiap subyek dalam

kedua kelompok tersebut mendapatkan satu dari dua nilai yang mungkin.

Nilai-nilai tersebut dipresentrasikan dalam frekuensi-frekuensi suatu tabel kontingensi

(Siegel, 1985) (Tabel 4).

Siegel (1985) menyatakan bahwa perhitungan data dengan uji chi square (χ2)

menggunakan dua pendekatan berdasarkan jumlah data (N) pada penelitian:

a. Jika kepadatan Nannochloropsis sp. berjumlah N > 40 maka rumus yang

digunakan:

| |

Keterangan:

N = jumlah total nilai data

A = Kepadatan Nannochloropsis sp. perlakuan A

B = Kepadatan Nannochloropsis sp. perlakuan B

C = Kepadatan Nannochloropsis sp. perlakuan C

D = Kepadatan Nannochloropsis sp. perlakuan D

A B

A+B

(i.1)

C D C+D(i.2)

(29)

b. Jika kandungan protein total Nannocholropsis sp. berjumlah N < 20 maka

rumus yang digunakan:

∑( )

Keterangan :

Oij = frekuensi pengamatan ke-ij i = jumlah baris

Eij = frekuensi harapan ke-ij j = jumlah kolom

in = jumlah data pada baris ke-n

jn = jumlah data pada kolom ke-n

Jika nilai dari χ2lebih besar dari pada χ 2

tabel pada taraf nyata 0,05, maka

diputuskan untuk menolak H0. Jika nilai dari χ 2lebih kecil dari pada χ 2 tabel pada

taraf nyata 0,05, maka diputuskan untuk menerima H0 (Gaspersz, 1991).

3.6.2. Regresi dan Korelasi

Analisis regresi dan korelasi digunakan untuk mempelajari hubungan antara dua

variabel atau lebih. Hubungan antar variabel tersebut dapat dipergunakan untuk

memperkirakan besarnya dampak kuantitatif yang terjadi dari perubahan satu

kejadian terhadap kejadian lainnya. Regresi linier merupakan model hubungan

antara dua variable berdasarkan persamaan garis linier (Supangat, 2007).

Model regresi yang dipergunakan adalah:

(30)

X = kepadatan Nannochlropsis sp.

= titik potong Y, nilai perkiraan bagi Y ketika X = 0

= kemiringan garis atau perubahan rata-rata pada Y untuk setiap

satu unit perubahan (naik atau turun) pada variabel bebas X

Koefisen korelasi merupakan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih.

Korelasi merupakan ukuran atau besaran yang menyatakan ada atau tidaknya

hubungan diantara variabel-variabel yang bersangkutan dinyatakan dengan notasi

(r). Nilai korelasi (r) dapat diartikan sebagai tingkat kekuatan hubungan amtara

dua variabel atau lebih (besarnya kontribusi yang diberikan oleh variabel yang

mempengaruhi), baik secara langsung maupun tidak langsung. Tingkat korelasi

bernilai antara -1 < r < 1. Jika nilai r berada pada kisaran -1 < r < 0, maka korelasi

cenderung bersifat korelasi negatif. Jika nilai r berada pada kisaran 0 < r < 1,

maka korelasi cenderung bersifat positif. Penentuan nilai korelasi menggunakan

persamaan berikut (Supangat, 2007):

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]

Keterangan: r = nilai korelasi

n = jumlah sampel

X = data kepadatan Nannochloropsis sp. Y = data protein total Nannochloropsis sp.

Koefisiensi determinasi (R2) merupakan ukuran (besar) untuk menyatakan tingkat

kekuatan hubungan dalam bentuk persentasi (%). Koefisien tersebut dihitung

dengan mengkuadratkan koefisensi korelasi, sebagai berikut (Supangat, 2007) :

(31)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. Peningkatan salinitas dan penurunan nitrogen tidak berpengaruh nyata

terhadap kandungan protein total Nannochloropsis sp., namun berpengaruh

nyata terhadap kepadatan pada akhir kultur Nannochloropsis sp.

b. Hubungan antara kepadatan dan protein total Nannochloropsis sp. cenderung

bersifat korelasi linier positif dan lemah.

c. Peningkatan salinitas cenderung meningkatkan kandungan protein total,

sedangkan penurunan nitrogen menurunkan kandungan protein total

Nannochloropsis sp.

5.2. Saran

Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian mengenai salinitas dan nitrogen,

terutama variasi dari salinitas yang digunakan saat kultur Nannochlorpsis sp.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. 2010. Pengaruh Salinitas dan Konsentrasi CO2 Terhadap Pertumbuhan

dan Kadar Lipid Mikroalga Nannochloropsis sp. Bioteknologi.

Aliabbas, A. 2002. Kualitas Nannochloropsis sp. Akibat Lama Penyimpanan Nata de Nanno. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Hal. 3-18.

Asriyana, dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta. Hal. 125.

Bellinger, E. G. dan David C. S. 2010. Freswater Algae: Identification and use as Bioindicators. Wiley-Blackwell. UK. p: 73.

Budiman. 2009. Penentuan Intensitas Cahaya Optimum Pada Pertumbuhan dan Kadar Lipid Mikroalga Nannochloropsis sp.Tesis. Proram Magister Kimia. Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal. 66-156.

Fachrullah, M. R. 2011. Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis

Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi Menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan Timah Di Pulau Bangka. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Hal. 3-11.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung. Hal. 440-445.

Gunawan. 2012. Pengaruh Perbedaan pH pada Pertumbuhan Mikroalga Klas

Chlorophyta. Jurnal Bioscientiae, 9 (2): 62 – 65.

Hibberd, D. J. 1981. Noteron the Taxonomy and Nomenclature of the Alha Classes Eustigmatophyceae and Tribophyceae (Synonym Xanthiphyceae).

Journal of the Linnean Society of London. Botany 82 : 92-119.

Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan

(33)

Jati, F., Johanes H., dan Vivi E.H. 2012. Pengaruh Penggunaan Dua Jenis Media Kultur yang Berbeda Terhadap Pola Pertumbuhan, Kandungan Protein dan Asam Lemak Omega 3 EPA (Chaetocerosgracilis). Jurnal of Aquaculture Management and Technology. 1 (1): 221 -235.

Kartikasari, D. 2010. Pengaruh Penggunaan Media Yang Berbeda Terhadap Kemampuan Penyerapan Logam Berat Pb Pada Nannochloropsis sp.

Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Maula, R.N. 2010. Optimasi Kultivasi Mikroalga Laut NannochloropsisOculata

Dengan Perlakuan Pupuk Urea Untuk Produksi Lemak Nabati.Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Malang.

Muhaemin, M. 2011. Lipid Production of Nannochloropsis under Environmental Stress. Jurnal Penelitian Sains. 14 (3): 61-62.

Page, D. S. 1981. Prinsip-prinsip Biokimia. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta.UI-Press. 472 hlm.

Prabowo, D. A. 2009. Optimasi Pengembangan Media Untuk Pertumbuhan

Chlorella sp. pada Skala Laboratorium. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Hal 7 – 14.

Putra, A. N. 2008. Aplikasi Pemberian Taurine Pada Larva Ikan Kerapu Bebek (Cromileptesaltivelis). Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Safitri, M. E., Rara D., Suparmono, dan Moh. Muhaemin. 2013. Kandungan Lemak Total Nannochloropsis sp.pada Fotoperiode yang Berbeda. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 1: 127-134.

Sasmita, P.G., I.G. Wenten, dan G. Suantika. 2004. Pengembangan Teknologi Ultrafiltrasi Untuk Pemekatan Mikroalga. Universitas Diponegoro Semarang. Hal. 1-5.

Serang, A. M. 2006. Pengaruh Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Pakan Berbeda Terhadap Kinerja Pertumbuhan Benih Rajungan (Portunus

pelagicus). Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal. 5-23.

Siegel, S. 1985. Statistik Nonparametrik. Gramedia. Jakarta. 130-137 hlm.

(34)

Supangat, A. 2007. Statistika: Dalam Kajian Deskriptif, Inferasi, dan

Nonparametrik. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Hal. 325-357.

Sutomo. 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan

Chaetocerosgracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap

Pertumbuhan C. gracilis di Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi. No. 37 :43-58.

Sylvester, B., Nelvy, dan Sudjiharno. 2002. Biologi Fitoplankton, Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Makara. Teknologi. 9: 3-23.

Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistik. Gramedia. Jakarta. 340-372 hlm.

Widianingsih, Retno H., H. Endarwati., Ervia Y., dan Valentina R.I. 2011. Pengaruh Pengurangan Konsentrasi Fosfat dan Nitrat Terhadap Kandungan Lipid Total Nannochloropsis sp. Jurnal Kelautan. 16: 24-29.

Yanuaris, L, M., Rahayu K. dan Kismiyati. 2012. Pengaruh Fermentasi

Actinobacillus sp. Pada Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Terhadap Pertumbuhan

Nannochloropsis sp.Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. 4 : 21-26.

(35)

A B A+B

perlakuan Nitogen Total

N1 N2

Perlakuan Nitogen Total

N1 N2

salinitas S1 1370 1167 2537

S2 1370 1344 2714

(36)

 Kepadatan Awal - Akhir

Awal Akhir Total

perlakuan Nitogen Total

(37)

Antar Perlakuan 0.04116 0.00973 0.00976

< χ2 tabel 0.05 = 5.99

0.30077 0.63563 0.07633 0.3361 0.7103 0.08529

(38)

A 121 140 110 371

0.54838 0.79821 0.03347 0.54673 0.79581 0.03336

< χ2 tabel 0.05 = 5.99

0.31148 0.35111 0.00426 0.29207 0.32923 0.004

(39)

C 120 108 104 332 0.03953 0.10185 0.01429

(40)

438.34 453.335

χ2 hitung

0.37096 0.21273 0.02962 0.39065 0.21288 0.02964

> χ2 tabel 0.05 = 5.99 0.06843 0.50821 0.19412

> χ2 tabel 0.05 = 5.99 3.38584 3.44637 0.02025

(41)

426.42 485.809 431.771

χ2 hitung

5.36279 3.0372 0.20501 4.66052 2.63947 0.17816

> χ2 tabel 0.05 = 5.99

Awal dan Akhir Kultur - Perlakuan A –A’ 0.18915 0.79076 0.19478

(42)

B 104 127 100 331

0.86259 0.03666 0.44212 0.24445 0.01039 0.12529

> χ2 tabel 0.05 = 5.99

0.30373 0.00192 0.26956 0.0736 0.00046 0.06532

0.00254 0.07644 0.05459 0.00067 0.02008 0.01434

(43)
(44)
(45)

< χ2 tabel 0.05 = 5.99

 Perlakuan C – D

U1 U2 U3 Total

C 0.2868 0.2986 0.256 0.8414

D 0.2249 0.1772 0.2426 0.6447

Total 0.5117 0.4758 0.4986 1.4861

db (r-1) (k-1) = (2-1) (3-1) = 2 χ2

tabel 0.05 = 5.99

< χ2 tabel 0.05 = 5.99

Eij U1 U2 U3

A 0.2897 0.2694 0.2823

(46)
(47)

Uji proksimat protein pada Nannochloropsis sp. dengan menggunakan metoda

Gunning.

1. Nannochloropsis sp. yang dipanen diberi NaOH, setelah 24 jam dipindahkan

natan yang terbentuk ke wadah sampel uji.

2. Ditimbang 0,5 – 1,0 gr bahan kering uji yang telah dihaluskan dan

dimasukkan dalam labu kjeldahl, tambahkan 10 gr K2S atau Na2SO4 anhidrat,

dan 10 – 15 ml H2SO4 pekat. Kalau distruksi sukar dilakukan perlu ditambah

0,1 – 0,3 gr CuSO4 dan gojok

3. Kemudian bahan uji dilakukan distruksi diatas pemanas listrik dalam lemari

asam, mula mula dengan api kecil, setelah asap hilang api dibesarkan,

pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi jernih tak berwarna lagi

4. Dibuat perlakuan blangko, yaitu seperti perlakuan diatas tanpa contoh.

5. Setelah dingin ditambahkan kedalam labu kjeldahl aquades 100 ml, serta

larutan NaOH 45 % sampai cairan bersifat basis, dipasang labu kjeldahl

dengan segera pada alat distilasi.

6. Dipanaskan labu Kjeldahl sampai amonia menguap semua, distilat ditampung

dalam erlenmeyer berisi 25 ml HCL 0,1N yang sedang diberi indikator

PhenolPtalein (pp) 1 % beberapa tetes. Distilasi diakhiri setelah distilat

tertampug sebanyak 150 ml atau setelah distilat yang keluar tak bersifat basis.

7. Kelebihan HCl 0,1 N dalam distilat dititrasi dengan larutan basa standar

(larutan NaOH 0,1 N)

Gambar

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
Gambar 2. Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp.
Gambar 3. Skema metabolisme rantai karbon asam amino yang dikaitkan dengan siklus asam sitrat (Poedjiadi, 1994)
Tabel 1. Komposisi pupuk Conwy untuk fitoplankton skala laboratorium (1 liter)
+3

Referensi

Dokumen terkait

َ‫ص ْحا بِ ِ ا َ ْ َم ِعيْن‬ َ ‫َو اْل ُم ْر‬ َ ‫س ِليْنَ َو َعلَى ا َ ِل ِ َو ا‬ Puji dan syukur Allhamdulillah, peneliti ucapkan

Keterbukaan antara konselor Pusat Pelayanan Terpadu Provinsi Jawa Timur dalam konseling yang dilakukan dengan konseli sudah cukup baik, sehingga meningkatkan

Kepadatan Anopheles tertinggi (4,1 ekor/orang/ jam) pada kelembaban udara 85,3 % dan terrendah 1,0 ekor/orang/jam pada saat kelembaban udara 78,5% dan 76,0% dengan

module input PLC sebagai triger, PLC memproses sinyal digital tersebut dengan bahasa pemrograman yang telah disimpan pada memori PLC yaitu berupa instruksi-instruksi

Secara umum, dari 138 kecarnatan yang diana/isis, hanya sebiJgian ked/ kecarnatan {36%} yang tergoIong berhasi/ da/am peJaksanaan Program PPK, &#34;diukur dari

[r]

Kempen Hijaukan Sekolah- Membuat Buku Skrap 9..

Penelitian menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendapatkan, gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena recording IB pada ternak