• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review jurnal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Review jurnal"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN KONFLIK REVIEW JURNAL INTERNASIONAL

“MEMAHAMI GAYA MANAJEMEN KONFLIK WARGA THAILAND DAN AMERIKA DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL DI THAILAND”

Oleh :

1. YULIA AMIDA SUSANTI 12040674060 2. ELIS FEDYA ULFA 12040674070 3. LILIS ZAKIYATUL 12040674081 4. MIFTA HUSNA ZSAZSANING A. 12040674250

5. RENTY YUNIAR 12040674263

PROGRAM STUDI S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA TAHUN 2014

(2)

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga dapat menyelesaikan paper review jurnal internasional ini dengan tepat waktu. Paper ini penyusun susun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Manajemen Konflik yang diampu oleh Eva Hany Fanida, S.AP. M.AP. Secara umum, paper ini membahas tentang ulasan jurnal internasional yang berjudul “Memahami Gaya Manajemen Konflik Thailand dan Amerika dalam Perusahaan Multinasional di Thailand dan kaitannya dengan teori-teori manajemen konflik.

Dalam penyusunan paper ini, penyusun memenuhi banyak tantangan dan hambatan. Namun, atas bantuan dari berbagai pihak, tantangan dan hambatan itu dapat diatasi. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini.

Penyusun menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan, baik bentuk penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar dapat menjadi referensi untuk memperbaiki penulisan paper di kemudian hari.

Akhir kata, penyusun berharap semoga paper ini bermanfaat dan dapat membantu para pembaca dalam memperluas wawasan dan pengetahuan.

Surabaya, 12 Maret 2014

Penyusun

(3)

COVER JUDUL

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

PENDAHULUAN ... 1

RINGKASAN JURNAL ... 2

ANALISIS ... 13

PENUTUP ... 19

REFERENSI ... 20

(4)

Banyak orang mengatakan bahwa konflik merupakan bumbu dalam kehidupan. Tidak ada konflik berarti tidak ada interaksi antarsesama mereka. Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu configere yang berarti saling memukul. Munculnya konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu di dalam berinteraksi dengan individu lain. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, budaya, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial tersebut, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antaranggotanya atau dengan kelompok masyarakat lain. Dapat dikatakan pula bahwa konflik akan muncul bersamaan dengan lahirnya masyarakat dan konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

(5)

dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca mengenai manajemen konflik di negara Thailand dan Amerika.

RINGKASAN JURNAL a. Identitas Jurnal

Judul

“Understanding Conflict Management Styles of Thais and Americans in Multinational Corporation in

(6)

untuk pertumbuhan dan keuntungan yang paling besar antara lain jenis mode entri kerjasama antar perusahaan (Olson dan Singsuwan, 1997).

Negara-negara berkembang adalah target utama bagi perusahaan-perusahaan multinasional ((Multinational Companies) (MNC)). Thailand adalah salah satu negara yang telah menarik banyak perusahaan multinasional dari seluruh dunia, terutama karena pemerintah Thailand mendukung upaya Thailand untuk menjadi sebuah negara industri. Baru-baru ini di Thailand menduduki peringkat ke-20 lokasi yang paling populer untuk investasi secara keseluruhan oleh di Direksi Penanaman Modal Asing (FDI) . Indeks tahun 2005, dimana Australia peringkat kepopuleran di Thailand sebagai pasar yang paling menarik yang ketujuh, dan investor peralatan transportasi peringkat kepopuleran di Thailand sebagai kelima pada indeks (AT Kearney, Inc, 2005). Meskipun di Thailand layak disebut kolektif, tinggi-konteks yang, dan jarak budaya berdaya tinggi, ada banyak ciri khas budaya Thailand yang perlu dieksplorasi jika salah satu memiliki pemahaman yang baik mengenai bagaimana mengelola konflik budaya dan antar intra di Thailand.

MNC merupakan salah satu tempat di mana wakil-wakil dari budaya yang berbeda melakukan kontak, memahami perbedaan budaya dalam perusahaan multinasional. Keberhasilan perusahaan multinasional sangat bergantung pada seberapa sukses konflik akibat perbedaan budaya mereda. Tren di seluruh dunia mengenai pembentukan MNC meningkat di awal 1990, tetapi banyak berakhir tanpa hasil. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 50 persen dari 110 usaha bersama antara perusahaan Amerika dan Asia mengalami kegagalan akibat kurangnya "kualitas lintas budaya dari para eksekutif" (Komin, 1995, hal. 3). Seiring dengan itu, Kuhn dan Poole (2000) memberikan bukti bahwa perusahaan multinasional sering gagal karena kesalahpahaman yang berbasis budaya.

(7)

(8)

multinasional di Thailand. Penelitian ini dirancang terutama untuk menguji implikasi wujud teori negosiasi (Ting-Toomey 1988; Ting-Toomey dan Kurogi 1998) yang menyatakan bahwa orang-orang dari budaya individualistis (misalnya warga Amerika) cenderung lebih suka mendominasi, mengendalikan konflik dan gaya manajemen yang kompetitif sedangkan orang-orang dari budaya kolektif (misalnya warga Thailand) cenderung memilih gaya manajemen konflik yang mewajibkan dan menghindari konflik. Penelitian ini memperpanjang penelitian sebelumnya yang melibatkan perbedaan budaya dalam preferensi untuk gaya konflik dengan berfokus pada gaya manajemen konflik Thailand dan Amerika dalam konteks perusahaan multinasional di Thailand sebagai data dalam konteks ini langka. Selain itu, jenis kelamin dan paparan panjang terhadap budaya lain juga dibawa untuk memperhitungkan pengaruh pada preferensi untuk gaya manajemen konflik.

Penelitian ini membahas pertanyaan-pertanyaan penelitian lanjutan:

1. Apakah gaya manajemen konflik yang ingin dilakukan warga Thailand dan Amerika yang bekerja di perusahaan multinasional? 2. Bagaimana jenis kelamin dari seseorang dan paparan terhadap

budaya lain memengaruhi preferensi untuk gaya manajemen konflik warga Thailand dan Amerika yang bekerja di organisasi peringkat kelima diantara 65 masalah organisasi (Putnam dan Poole, 1992). Dibawah ini beberapa pengertian konflik menurut para sarjana : a. Folger et al.

(9)

Secara tradisional, orang sering menganggap bahwa konfik merupakan suatu hal yang negatif, berbahaya, dan fenomena harus yang harus dihindari. Banyak peneliti telah menekankan hasil negatif dari konflik, mulai dari ketidaknyamanan, kesalahpahaman, dan gangguan hubungan yang berakibat pada runtuhnya organisasi (Komin, 1995; Robbins, 2005; Ting-Toomey, tahun 1997; Tjosvoldet al. , 1999 ). Kemudian, Nicotera 1997 menyatakan bahwa bahwa bagaimanapun, konflik itu sendiri adalah netral. Cara orang mengelola konflik, sebaliknya, adalah indikasi dari kemungkinan hasilnya.

b. Ting-Toomey (1999 : 194), konflik sebagai ketidakcocokan yang dirasakan atau aktual nilai-nilai, norma, proses, atau tujuan antara minimal dua pihak budaya atas konten, identitas, relasional, dan isu-isu prosedural.

c. Putnam dan Poole, 1992, konflik adalah bagian alami dari kehidupan masyarakat dalam organisasi karena berbagai alasan, seperti persaingan untuk sumber daya, koordinasi sistem, pembagian kerja, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan.

Menurut Putnam dan Poole, konflik organisasi dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu :

- Antarpribadi, yaitu konflik antarindividu dalam organisasi, misalnya rekan kerja atau atasan dan bawahan

- Tawar menawar dan negosiasi, misalnya antara tenaga kerja dan manajemen

- Antarkelompok, misalnya antardepartemen - Interorganisasional, misalnya antara perusahaan

Dalam studi ini, konflik interpersonal merupakan hal utama yang menarik.

- Gaya manajemen konflik

(10)

setiap situasi konflik yang ia hadapi. Individu dapat mengadopsi dan memberlakukan gaya manajemen konflik lain.

Menurut Rahim (1985:2002), gaya manajemen konflik interpersonal dibagi menjadi 5 kategori : Mengintegrasikan, mewajibkan, mendominasi, menghindari, dan mengorbankan.

- Dimensi budaya dan gaya konflik manajemen

Studi perbandingan perilaku manusia dari budaya yang berbeda sering membagi budaya menjadi empat dimensi utama sesuai dengan kerangka yang diberikan oleh Hofstede. Perbedaan-perbedaan budaya, beberapa diantaranya telah disorot sebagai hambatan utama dalam pertemuan antarbudaya terutama di MNC, adalah individualisme-kolektivisme, jarak kekuasaan, maskulinitas-femininitas, ketidakpastian penghindaran. Dalam penelitian ini, individualisme-kolektivisme adalah dimensi budaya yang menarik karena tampaknya menjadi salah satu yang paling penting untuk membedakan antara budaya dalam ilmu sosial dan penelitian psikologis dan menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan bagaimana orang-orang dari budaya yang berbeda mengelola konflik.

(11)

dirinya. Orang-orang dari budaya individualistis , misalnya AS lebih peduli dengan tujuan individu, hak-hak, kebutuhan, dan keberhasilan dibandingkan dengan orang-orang dari kelompok mereka. Sebaiknya anggota budaya kolektivisme, misalnya Thailand menilai tujuan kelompok, hak, kebutuhan, dan keberhasilan lebih dari individu.

Beberapa karakteristik utama yang membedakan individualis dan kolektivisme dalam kaitannya dengan situasi konflik ditunjukkan pada tabel 1 :

- Konflik dan gaya manajemen konflik dalam konteks organisasi.

Studi konflik lintas budaya melibatkan fenomena dalam berbagai konteks. Rahim (1985) menunjukkan bahwa semua gaya manajemen konflik yang tepat adalah dalam berbagai situasi. Secara umum orang Amerika diharapkan segera mendapatkan solusi untuk suatu masalah, sedangkan eksekutif Thailand lebih toleran dalam kondisi yang kurang sempurna dalam organisasi serta melihat hubungan aliansi strategis sebagai komitmen jangka panjang. Nilai ini konsisten dengan preferensi Thailand demi kelancaran hubungan interpersonal, fleksibilitas,dan orientasi penyesuaian.

(12)

Seorang laki laki mungkin lebih kompetitif dalam situasi konflik dan lebih suka gaya konflik langsung, seperti mendominasi, lebih dari wanita. Wanita sebaliknya, seolah-olah lebih kooperatif dan kolaboratif, mewajibkan dan menghindari strategi konflik (misalnya Tannen 1990). Mengandalkan peserta Amerika, Tannen menegaskan bahwa perempuan disosialisasikan untuk menjadi saling tergantung, sedangkan laki laki disosialisasikan untuk menjadi independen dan terpisah dari pengasuh mereka. Berfokus pada konsep diri, Construal, Cross, dan Madsen (1997) menemukan bukti yang mendukung kecenderungan laki laki dan perempuan. Namun, bukti penelitian ini menunjukkan hasil yang beragam dengan beberapa mendukung stereotip khas. Dan beberapa bertentangan dengan stereotip peran seks. Meskipun hasil yang beragam tampak nyata, adalah penting untuk dicatat bahwa literatur sebelumnya bersangkutan orang dalam hubungan dekat bukan orang bekerja sama dalam konteks organisasi.

- Adaptasi budaya

Budaya menyediakan anggotanya dalam kerangka kerja dan standar yang memandu mereka perilaku dan membantu mereka memahami lingkungan mereka. Literatur ilmiah sebelumnya menunjukan bahwa satu waktu menghabiskan di kebudayaan lain dapat mempengaruhi adaptasi budaya dalam banyak cara. Mengeksplorasi hubungan antara derajat akulturasi dan preferensi untuk gaya manajemen konflik yang berbeda. Boonsathron (1999) ditentukan bahwa semakin lama waktu peserta Asia di habiskan di AS . dilaporkan mereka semakin mendominasi gaya manajemen konflik. Secara khusus semakin tinggi tingkat dilaporkan akulturasi, semakin preferensi lebih diungkapkan untuk mengintregasikan dan mendominasi, dan semakin sedikit mereka melaporkan diberlakukanya gaya mewajibkan manajemen konflik. Karena studi ini termasuk ekspatriat Amerika dan Thailand (banyak diantaranya memilih mengabiskan banyak waktu di luar negeri) yang bekerja di perusahaan multinasional di Thailand, isu adaptasi ke budaya lain tidak bisa diabaikan.

(13)

Jenis Penelitian Penelitian Kuantitatif Instrumen Penelitian Kuisioner (Bahasa Inggris)

Lokasi Penelitian 73 Perusahaan Multinasional (MNC di Thailand

Fokus Penelitian Konflik antarbudaya dalam konteks organisasi

Populasi dan sampel

Menggunakan teknik random sampling yang hasilnya sebanyak 319 responden dari 73 perusahaan dari 39 bidang usaha yang berbeda. Dengan rincian 250 warga Thailand, 64 warga Amerika Serikat, 2 warga Australia, dan 2 Warga Kanada. Serta salah satu orang melaporkan bahwa ia Thai-Amerika.

Namun, dalam studi ini yang menjadi fokus adalah warga Thailand dan

Teknik Analisis Data Menggunakan ANOVAs dan Korelasi Pearson

Pembahasan

(14)

H1 : da

Ke Kemudian setelah itu peneliti memilih secara acak perusahaan multinasional dan para responden yang akan terlibat dalam penelitiannya. Untuk mendapatkan itu, peneliti pertama kali menghubungi American Chamber of Commerce di Thailand dan meminta nama-nama perusahaan yang terdaftar sebagai anggota (dapat ditemukan di www.amchamthailand.com). Kemudian peneliti memilih dan meminta izin kepada perusahaan untuk melakukan penelitian yang melibatkan karyawannya (dalam hal ini karyawan Thailand dan Amerika).

Setelah hal tersebut selesai, peneliti mulai untuk merancang pembuatan kuisioner. Kuisioner terdiri dari 28 item yang menyangkut instrumen gaya manajemen konflik dan satu set informasi demografis. Setelah data terkumpul, peneliti mulai melakukan penganalisaan data dengan menggunakan teknik ANOVA untu mengetahui pengaruh dimensi budaya terhadap preferensi gaya manajemen konflik.

H1 Dalam perusahaan multinasional warga Thailand lebih suka gaya manajemen konflik menghindari dan mengharuskan daripada yang warga Amerika lakukan.

H2 Dalam perusahaan multinasional, amerika lebih memilih gaya manajemen konflik mengintegrasikan, mendominasi dan mengorbankan dari yang warga Thailand lakukan.

H3 Dalam perusahaan multinasional, terdapat hubungan antara perbedaan jenis kelamin dengan gaya manajemen konflik antara warga Thailand dengan Amerika.

(15)

Berikut kami sajikan hasil analisisnya :

Temuan : Thailand cenderung lebih suka menghindari dan mewajibkan gaya manajemen konflik, tapi ada korelasi negatif antara lama tinggal di luar negri untuk Thailand dan preferensi untuk menghindari dan mewajibkan gaya manajemen konflik. Tidak ada yang signifikan perbedaan yang preferensi untuk jenis kelamin

Selanjutnya, Wasita melakukan penganalisisan data dengan menggunakan Korelasi Pearson untuk menentukan hubungan antara preferensi gaya manajemen konflik dengan waktu yang dihabiskan dalam budaya lain.

(16)

Temuan : lama waktu yang dihabiskan dalam budaya lain berkorelasi negatif dengan gaya manajemen konflik menghindari dan mewajibkan, namun berkorelasi positif dengan gaya manajemen konflik mendominasi.

ANALISIS JURNAL

Konflik memang menjadi suatu hal yang wajar terjadi dalam proses berinteraksi dengan orang lain. Penyebab terjadinya konflik sangat beragam, bisa disebabkan oleh perbedaan pendapat, persepsi, atau ideologi, bahkan perbedaan budaya. Begitupun juga dengan pemilihan gaya manajeman konfliknya. berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Boonsathorn bahwa gaya manajemen konflik dipengaruhi oleh budaya. Di bawah ini adalah hasil analisis yang kami lakukan terhadap jurnal yang kami angkat :

1. Relevansi antara topik jurnal dengan karya dan bidang keahlian penulis

(17)

di School of Human Resource Development, National Institute of Development Administration (NIDA), Bangkok, Thailand.

Oleh karena itu hasil penelitian dari jurnal ini, sesuai dengan bidang keahlian peneliti sehingga penelitian dapat dijelaskan secara sistematis dan terperinci.

2. Pokok – pokok argumentasi peneliti dalam pendahuluan

Di dalam pendahuluan peneliti menjelaskan bahwa batas-batas geografi, jenis kelamin semakin dikaburkan seiring dengan masuknya era globalisasi. Interaksi manusia dari berbagai budaya akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemiihan gaya manajemen konflik. Begitu juga dengan gaya manajemen konflik yang dianut oleh warga Thailand dan Amerika. Warga Thailand merupakan warga yang kolektivisme sehingga cenderung tidak suka dan menghindari konflik, berbeda dengan warga Amerika yang merupakan warga individual sehingga mereka cenderung mendominasi, mengendalikan konflik, dan gaya manajemen yang kompetitif. Oleh karena itu, untuk menguji implikasi wujud teori negosiasi tersebut maka peneliti melakukan penelitian ini dengan melibatkan warga Thailand dan Amerika di dalam perusahaan multinasional (MNC).

3. Membahas pemilihan dan cakupan kajian teori

Kajian teori yang peneliti gunakan berdasarkan jurnal adalah :

- Konflik

- Gaya manajemen konflik

- Dimensi budaya dan gaya manajemen konflik

- Gaya manajemen konflik Thailand

- Konflik dan gaya manajemen konflik dalam konteks organisasi

- Gender dan gaya manajemen konflik

- Adaptasi budaya

(18)

Cakupan kajian teori hanya difokuskan pada tema jurnal, sehingga tidak ada pembahasan teori yang melebar atau diluar tema yang nantinya dapat membingungkan pembaca.

4. Membahas metodologi penelitian yang digunakan dan relevansinya.

Jenis Penelitian Penelitian Kuantitatif Instrumen Penelitian Kuisioner (Bahasa Inggris)

Lokasi Penelitian 73 Perusahaan Multinasional (MNC di Thailand

Fokus Penelitian Konflik antarbudaya dalam konteks organisasi

Populasi dan sampel

Menggunakan teknik random sampling yang hasilnya sebanyak 319 responden dari 73 perusahaan dari 39 bidang usaha yang berbeda. Dengan rincian 250 warga Thailand, 64 warga Amerika Serikat, 2 warga Australia, dan 2 Warga Kanada. Serta salah satu orang melaporkan bahwa ia Thai-Amerika.

Namun, dalam studi ini yang menjadi fokus adalah warga Thailand dan

Teknik Analisis Data Menggunakan ANOVAs dan Korelasi Pearson

(19)

menggunakan instrumen penelitian berupa kuisioner. Selain itu, dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan adalah ANOVAs dan Korelasi Pearson. Hal ini bisa dibuktikan dari cara peneliti yang menggunakan teknik ANOVAs untuk mengetahui preferensi gaya manajemen konflik dengan budaya dan jenis kelamin serta Korelasi Pearson untuk menentukan hubungan antara preferensi gaya manajemen konflik dan waktu yang dihabiskan dalam budaya lain.

5. Membahas kerangka berfikir penulis pada bagian pembahasan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti merumuskan hipotesis :

H1 : dalam perusahaan multinasional warga Thailand lebih suka gaya manajemen konflik menghindari dan mengharuskan daripada yang warga Amerika lakukan.

H2 : dalam perusahaan multinasional, Amerika lebih memilih gaya manajemen konflik mengintegrasikan, mendominasi dan mengorbankan dari yang warga Thailand lakukan.

H3 : dalam perusahaan multinasional, terdapat hubungan antara perbedaan jenis kelamin dengan gaya manajemen konflik antara warga Thailand dengan Amerika.

H4 : waktu yang dihabiskan oleh warga Thailand dan amerika dalam budaya lain mempunyai hubungan terhadap preferensi gaya manajemen konflik yang mereka pilih.

Kemudian peneliti menguji hipotesis tersebut dengan menggunakan teori sebagai acuan dan menyebarkan kuisioner kepada 319 responden yang bekerja di 73 perusahaan multinasional di Thailand.

6. Membahas tentang kesimpulan dan saran yang digunakan peneliti serta implikasinya pada penelitian berikutnya

Kesimpulan :

(20)

manajemen konflik menghindari dan mewajibkan. Di sisi lain, semakin banyak waktu yang dihabiskan di Thailand, semakin mereka menunjukkan preferensi untuk gaya mendominasi konflik. Tidak ada hubungan yang signifikan antara gaya manajemen konflik orang Amerika dengan waktu yang mereka habiskan dalam budaya lain.

Dengan adanya penelitian ini menyajikan sumber informasi yang sangat berguna bagi orang-orang yang bekerja di perusahaan multinasional dan pelatih di bidang komunikasi antar budaya.

Rekomendasi untuk penelitian berikutnya :

(21)

PENUTUP

Dari serangkaian paparan diatas, kami sependapat dengan hasil penelitian yang dikemukakan peneliti pada jurnal ini, khususnya hasil penelitian mengenai preferensi gaya manajemen konflik terhadap dimensi budaya. Namun, kami menemukan satu kelemahan pada penelitian ini yaitu perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan pada sampel Amerika dan sampel Thailand. Hanya ada 7 (tujuh) perempuan dan 49 (empat puluh sembilan) laki-laki dalam sampel Amerika, sedangkan 149 (seratus empat puluh sembilan) perempuan dan 95 (sembilan puluh lima) laki-laki pada sampel Thailand.

Saran yang dapat kami berikan adalah untuk penelitian selanjutnya supaya lebih memperhatikan dalam pengambilan sampel antara laki-laki dengan perempuan.

REFERENSI

(22)

Konflik. (online). (http://id.wikipedia.org/Konflik, diakses tanggal 12 Maret 2014).

Gambar

tabel 1 :

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

RRG = Panjang akar akhir (B) – Panjang akar awal (A) RRG> 2,50 cm (toleran), RRG < 2,50 (sensitif) (Maulana, 2011). Kecambah toleran dibiarkan tumbuh selama

If the limiting factor is demand, that is, pairs of shoes, the more profitable product is Air Max. If the limiting factor is demand, that is, pairs of shoes, the more profitable

Terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa menimbulkan pengetahuan baru yang dapat dilakukan melalui komunikasi dua arah antar dokter gigi dan pasien

No Kompetensi Pengetahuan dan Keterampilan Indikator Pencapaian Kompetensi Materi Pokok Pembelajaran Kegiatan Rencana Penilaian Tertulis membuat bagan/skema tentang ruang lin

[r]

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian autentik dan non autentik. Penilaian autentik merupakan pendekatan utama dalam penilaian hasil

Disisi lain, apabila berkaca pada hukum kebiasaan internasional, sebuah Negara yang melakukan perlindungan terhadap penegakan hak asasi manusia, maka Negara tersebut

ESTI ROHIMAH. Kajian Kesejahteraan Keluarga: Keragaan Pemenuhan Kebutuhan Pangan dan Perumahan pada Keluarga Nelayan di Daerah Rawan Bencana. Dibimbing Oleh EUIS SUNARTI. Bencana