ABSTRAK
PENGARUH SUASANA TOKO TERHADAP MINAT BELI ULANG KONSUMEN PADA PUTRA BARU SWALAYAN BANDAR JAYA
(STUDI KASUS CABANG BANDAR JAYA TIMUR)
Oleh
Muhammad Fathul Huda
Ritelmerupakankegiatanbisnis yang familiar bagisebagianbesarmasyarakat
Indonesia.Saatini, jenis-jenisritel modern di Indonesia sangatbanyakmeliputipasar modern, PasarSwalayan, Department Store, Boutique, Factory Outlet, Specialty Store, Trade Center dan
Mall/Supermall/Plazasesuaiperkembanganperekonomian, teknologidangayahidupmasyarakat. Putra
BaruSwalayanmerupakansalahsatudaribisnisritel yang ada di Indonesia.Putra BaruSwalayanberlokasi di daerahPoncowati, TerbanggiBesar, Lampung Tengah.
Masalahdalampenelitianiniadalahpelaksanaansuasanatoko yang dilakukanoleh Putra BaruSwalayan Bandar Jaya Timur,
tanggapankonsumenterhadappelaksanaansuasanatoko yang dilakukanoleh Putra BaruSwalayan Bandar Jaya
Timurdanbagaimanasuasanatokodapatmempengaruhiminatbelikonsumen,
kemudianpermasalahannyaadalahapakahterdapatpengaruhsuasanatokoterhadapmi natbeliulangkonsumenpada Putra BaruSwalayanCabang Bandar Jaya Timur.
Timurdanmenganalisisseberapabesarpengaruhsuasanatokoterhadapminatbeliulang konsumenpadaPutra BaruSwalayanCabang Bandar Jaya Timur.Metodeanalisis yang
digunakanuntukmemecahkanmasalahdalampenelitianinimenggunakanaplikasi SPSS yaituUjiAnalisisRegresiBergandadanstatistikUji T sertaUji
F.Populasidalampenelitianiniadalahseluruhkonsumen Putra BaruSwalayan yang jumlahnyasecarapastitidakdiketahuidanmetodepengambilansampelmenggunakann on-probability sampling (penarikansampelsecaratidakacak)
dengandenganjumlahsampelsebanyak 100 orang.
Penelitianinimengaplikasikan model penelitianempirisdenganpendekatan survey dandilihatdarisudutpandangsifat yang dihimpunnya,
penelitianinimerupakanpenelitiandeskriptifkuantitatif.Variabelpadapenelitianiniter diridarivariabelsuasanatokodenganempatindikator (bagianluartoko,
bagiandalamtoko, tataletaktoko, desainpemikat)
danvariabelminatbeliulangkonsumen.Seluruhindikatorakandirumuskanmenjadikui sionerpenelitiandalambentukpertanyaandanmenggunakanskalaLikertdengan level 5 pilihan.
Berdasarkanpadahasilperhitungananalisisregresi linier berganda, didapatnilai R Square (R2) =0,267. Hal iniberarti, indikatorvariabel X (suasanatoko)
berperandalammempengaruhisetiapvariabel Y (minatbeliulang) sebesar 26,7% dansisanyadipengaruhiolehfaktor lain yang
tidakterdapatpadapenelitian.Berdasarkanhasilujihipotesisdapatdiketahuibahwanilai F hitungsebesar 8,662.Hal inimenunjukanbahwanilaidariFhitung>Ftabel, maka Ho ditolakdan Ha diterima.Hasiluji T
menunjukanbahwanilaiThitung>Ttabel.Olehkarenaitu, dapatpenelitisimpulkanhipotesispadapenelitianiniyaitu
“suasanatokoberpengaruhterhadapminatbeliulangkonsumen.”
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, Lampung Tengah, pada tanggal 30 April 1991,
sebagai anak terakhir, putra dari pasangan Bapak Machrus Harjono dan Ibu
Gusmarni. Penulis mempunyai dua orang saudara kandung yang bernama Anis
Mardiana dan Heny Rahmawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 5 Bandar Jaya
pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Terbanggi Besar
pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Terbanggi Besar pada
tahun 2009.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Lampung pada tahun 2010, melalui jalur SNMPTN (Seleksi
MOTO
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong mu. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”
(QS. Al-Baqarah: 212)
“Orang terkaya adalah orang yang mau menerima pembagian takdir dari Allah
dengan senang hati” _ (Ali Bin Hussain)
“Jangan pernah merendahkan diri sendiri. Jika kamu tidak bahagia dengan
PERSEMBAHAN
“Kepada ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW, hanya rahmat-Mu
hamba dapat menyelesaikan skripsi ini, dan atas rengkuhan kasih-Mu
hamba persembahkan skripsi ini untuk Orang tua tercinta
dan orang – orang tersayang”
SANWACANA
Alhamdulillahhirobbil’alaamiin segala puji bagi ALLAH SWT, Rabb yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat teriring salam senantiasa tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, para sahabat serta para pengikutnya yang semoga kelak
mendapatkan syafa’at, Aamiin.
Penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Suasana Toko Terhadap Minat Beli
Ulang Konsumen Pada Putra Baru Swalayan Bandar Jaya (Studi Kasus Cabang
Bandar Jaya Timur)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi di Universitas Lampung.
Penulis berharap, karya yang merupakan wujud dari kerja keras, do’a dan
pemikiran maksimal serta didukung dengan bantuan dan keterlibatan berbagai
pihak ini akan bermanfaat dikemudian hari. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat-Nya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Orang tua tercinta yang selalu mendo’akan dan memotivasi penulis sehingga
4. Ibu Hj. Aida Sari, S.E., M.Si. selaku ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
5. Ibu Yuningsih, S.E., M.M. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
6. Bapak Dr. Nasrullah Yusuf, S.E., M.B.A selaku dosen pembimbing, atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, pengetahuan, kritik dan saran
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. Ibu Faila Shofa, S.E., M.S.M selaku dosen pendamping, atas kesediannya
dalam memberikan bimbingan, pengetahuan, kritik dan saran dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak Mustafid, S.E., M.M selaku penguji utama pada ujian skripsi atas
kesediannya dalam memberikan pengarahan dan pengetahuan dalam proses
penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas kritik dan saran yang telah
disampaika pada seminar hasil.
9. Bapak Mudji Rachmat Ramelan, S.E., M.B.A selaku pembimbing akademi,
atas kesediannya dalam memberikan bimbingan, pengetahuan, kritik dan
saran dalam proses akademik.
10. Seluruh staf yang bekerja di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung.
11. Kakak tersayang Anis Mardiana dan Heny Rahmawati yang selalu
mendo’akan dan memotivasi, sehingga penulis selalu bersemangat dalam
ada disaat suka maupun duka dan selalu memberikan motivasi penuh kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Sahabat-sahabat, Nurrul Aslichah, Ita Khulanis, Dewi Kartika Candra,
Ismaini, Arista Sari, Linna Novita, Andri Bramanto dan Eko Kurniawan,
terima kasih atas bantuan, dukungan, doa dan motivasi kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
14. Sahabat-sahabat Manajemen Sukses 2010 terima kasih atas bantuan,
dukungan, motivasi dan kebersamaan selama ini.
15. Teman – teman yang secara tidak langsung turut membantu dalam proses
pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi masih belum sempurna karena kesempurnaan
hanya milik ALLAH, namun ada harapan semoga skripsi yang sedernaha ini dapat
bermanfaat bagi semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 10 Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Kerangka Pemkiran ... 11
1.6. Hipotesis ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pemasaran ... 15
2.1.1. Konsep Pemasaran ... 16
2.2. Pemasaran Jasa ... 18
2.2.1. Kualitas Jasa ... 20
2.3. Pengertian Ritel ... 23
2.4. Pengertian Suasana Toko ... 24
2.4.1. Elemen Suasana Toko ... 26
2.4.2. Afeksi ... 31
2.5. Keputusan Pembelian ... 32
2.6. Minat Beli Konsumen ... 35
2.7. Kajian Penelitian Terdahulu ... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 41
3.1.1. Jenis Penelitian ... 41
3.1.2. Sumber Data ... 41
3.2. Metode Pengumpulan Data ... 42
3.5. Uji Alat Analisis ... 48
3.5.1. Uji Validitas ... 48
3.5.2. Uji Reliabilitas ... 48
3.6. Metode Analisis ... 49
3.6.1. Analisis Kuantitatif ... 49
3.6.2. Analisis Regresi ... 50
3.6.3. Uji t dan Uji F ... 50
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Profil Putra Baru Swalayan ... 53
4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53
4.2.1 Hasil Uji Validitas ... 54
4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 56
4.3 Analisis Kualitatif ... 57
4.3.1 Hasil Analisis Variabel Demografi ... 57
4.4 Pernyataan Konsumen Mengenai Suasana Toko ... 60
4.4.1 Bagian Luar Toko (X1) ... 61
4.4.2 Bagian Dalam Toko (X2) ... 62
4.4.3 Tata Letak Toko (X3) ... 63
4.4.4 Dekorasi Pemikat (X4) ... 64
4.4.5 Total Nilai Variabel Suasana Toko ... 64
4.5 Pernyataan Konsumen Mengenai Minat Beli Ulang ... 68
4.6 Analisis Kuantitatif ... 68
4.6.1 Uji Regresi Linier Berganda ... 69
4.6.2 Uji Koefisien Regresi Secara Serentak (Uji F) ... 71
4.6.3 Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 74
5.2 Saran ... 75
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Data Penjualan Tahun 2013 ... 4
Tabel 1.1. Data Pesaing Putra Baru Swalayan ... 6
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ... 37
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 46
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas ... 55
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 57
Tabel 4.3 Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57
Tabel 4.4 Persentase Berdasarkan Usia ... 58
Tabel 4.5 Persentase Berdasarkan Pekerjaan ... 58
Tabel 4.6 Persentase Berdasarkan Pendapatan Per Bulan ... 59
Tabel 4.7 Persentase Berdasarkan Intensitas Kunjungan ... 60
Tabel 4.8 Pernyataan Variabel X1 ... 61
Tabel 4.9 Pernyataan Variabel X2 ... 62
Tabel 4.10 Pernyataan Variabel X3 ... 63
Tabel 4.11 Pernyataan Variabel X4 ... 64
Tabel 4.12 Analisis Total Nilai Variabel Suasana Toko ... 66
Tabel 4.13 Pernyataan Variabel Y ... 68
Tabel 4.14 Analisis Determinasi (R2) ... 69
Tabel 4.15 Hasil Uji F ... 71
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Grafik Data Penjualan Tahun 2013 ... 4
Gambar 1.2 Paradigma Penelitian ... 13
Gambar 2.1 Model Kualitas Jasa ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ... Kuesioner
Lampiran 2 ... Uji Validitas
Lampiran 3 ... Uji Reliabilitas
Lampiran 4 ... Data Responden
Lampiran 5 ... Tanggapan Responden
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bicara mengenai bisnis, akhir-akhir ini marak bermunculan yang namanya bisnis
ritel atau dalam bahasa inggris disebut retail. Ritel merupakan kegiatan bisnis yang familiar bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Bisnis ritel di Indonesia
dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yakni Ritel Tradisional dan Ritel
Modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel
tradisional.
Ritel Tradisional merupakan ritel sederhana dengan tempat yang tidak terlalu luas
dan barang yang dijual jenisnya terbatas. Berbeda dengan ritel modern yang
memiliki tempat lebih luas, jenis barang yang dijual lebih beraneka ragam,
memiliki manajemen yang terorganisir, dan harganya telah menjadi harga tetap
(sumber: diakses melalui www.anneahira.com).
Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian,
perubahan selera konsumen, teknologi, dan gaya hidup yang membuat masyarakat
menuntut kenyamanan yang lebih dalam berbelanja. Saat ini, jenis-jenis ritel
modern di Indonesia sangat banyak meliputi pasar modern, Pasar Swalayan,
Mall/Supermall/Plaza sesuai perkembangan perekonomian, teknologi dan gaya hidup masyarakat (Media Data, Peta Persaingan Bisnis Ritel di Indonesia;2009)
diakses melalui (http://www.academia.edu/)
“Every man lives by exchanging yang artinya setiap orang hidup dengan
pertukaran atau perdagangan (diakses melalui, www.goodreads.com).” Pendapat
yang dikemukakan oleh Adam Smith tersebut nampaknya merupakan hal yang
mendasari berkembangnya bisnis ritel. Manusia sejak dulu selalu mendasari
hidupnya dengan kegiatan jual beli dan tanpa sadar, kegiatan tersebut menjadi
suatu kebiasaan yang terus – menerus berkembang hingga memunculkan peluang
– peluang bisnis, salah satunya ialah bisnis ritel.
Perkembangan industri ritel dalam beberapa tahun terakhir berkembang dengan
sangat pesat. Hal ini didorong oleh munculnya kebijakan yang pro terhadap
liberalisasi ritel, antara lain diwujudkan dalam bentuk KEPRES NO 96/2000
tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan tertentu bagi penanaman modal.
Kebijakan tersebut telah menyebabkan tidak adanya lagi pembatasan kepemilikan
dalam industri ritel. Setiap pelaku usaha yang memiliki modal cukup untuk
mendirikan perusahaan ritel di Indonesia, maka dapat segera melakukannya.
Akibatnya, pelaku usaha di industri ini terus bermunculan dan terus mengalami
Saat ini, ritel dihadapkan pada tantangan yang cukup berat seperti perubahan
perkiraan dari faktor-faktor ekonomi, demografi, dan sosial budaya. Contoh dari
faktor – faktor tersebut misalnya, pendapatan konsumen, pemilihan lokasi yang
strategis dan lingkungan yang aman, perilaku atau kebiasaan konsumen dalam
berbelanja yang perlu menyesuaikan dengan keadaan swalayan tersebut, agar
merasa nyaman dalam berbelanja.
Faktor – faktor tersebut sepertinya menjadi hal yang juga diperhatikan oleh Putra
Baru Swalayan. Putra Baru Swalayan merupakan salah satu swalayan yang cukup
besar dan sukses dalam usahanya dibidang ritel. Menyediakan berbagai macam
keperluan konsumen mulai dari keperluan rumah tangga, keperluan sekolah,
pakaian, sepatu dan berbagai macam barang keperluan lain, menjadikan Putra
Baru Swalayan sukses bersaing dengan pengusaha-pengusaha ritel lain.
Putra Baru Swalayan yang berlokasi di daerah Poncowati, Lampung Tengah, kini
telah sukses membuka cabang baru dengan kualitas dan kelengkapan produk yang
lebih baik dibanding perusahaan aslinya. Putra Baru Swalayan kini telah
membuka dua cabang di daerah Bandar Jaya, Lampung Tengah dan satu cabang di
daerah kota Metro. Berikut penulis lampirkan data penjualan Putra Baru
Swalayan Bandar Jaya cabang Bandar Jaya Timur, Lampung Tengah pada tahun
Tabel 1.1 Data Penjualan Putra Baru Swalayan Tahun 2013
Bulan Volume Penjualan (unit)
Profit (Rp) Profit (%)
Januari 137.816 175.795.468 17,77
Februari 120.707 154.193.104 17,44
Maret 118.355 138.841.411 16,20
April 116.155 155.058.509 18,13
Mei 112.552 122.408.252 15,34
Juni 119.403 126.211.562 14,24
Juli 185.622 206.742.967 17,89
Agustus 266.210 281.899.877 19,15
September 126.423 160.816.129 17,66
Oktober 117.300 169.704.903 18,33
November 112.874 157.154.722 18,06
Desember 112.872 157.145.410 18.06
T O T A L 1.646.289 2.006.351.098 17.55
Sumber : Putra Baru Swalayan 2013
Gambar 1.1 Grafik Data Penjualan Tahun 2013
Tabel 1.1 menjelaskan tentang data penjualan atau total penjualan barang yang
telah dilakukan Putra Baru Swalayan selama hampir satu tahun. Melihat data
penjualan tersebut, dapat diketahui bahwa penjualan yang dilakukan oleh Putra
Baru Swalayan tidak selalu konsisten atau tetap. Terlihat pada awal bulan hingga
bulan ketiga, penjualan Putra Baru Swalayan mengalami penurunan dari 113.816
unit menjadi 120.707, kemudian pada bulan keempat, penjualan kembali
meningkat dan terus menurun lagi hingga bulan keenam.
Bulan ketujuh sepertinya menjadi bulan yang menguntungkan bagi Putra Baru
Swalayan. Banyaknya kebutuhan yang diperlukan oleh konsumen dalam
menyambut bulan Ramadhan, menjadikan penjualan meningkat tajam melebihi
bulan-bulan sebelumnya, yaitu sebesar 185.622 unit, dan tidak berhenti disitu saja,
pada bulan Agustus kembali terjadi peningkatan penjualan yang lebih tinggi yaitu
sebesar 266.210 unit.
Hal ini menunjukan bahwa Putra Baru Swalayan cukup sukses dalam mengelola
kegiatannya dibidang bisnis ritel, terbukti selain telah membuka tiga cabang baru
di tiga wilayah, penjualan Putra Baru Swalayan pun tidak selalu konsisten
mengalami penurunan. Meskipun pada bulan selanjutnya terjadi penurunan
penjualan, namun besar penurunan tidak terlalu besar dan terus terjadi
peningkatan yang signifikan.
Putra Baru Swalayan menargetkan total penjualan mencapai 200.000 unit per
bulan sebagai target penjualannya. Namun sayangnya, hal ini belum bisa tercapai
Target penjualan baru terpenuhi menjelang pelaksanaan ibadah puasa dan Idhul
Fitri dengan total penjualan bahkan lebih dari Rp 200 ribu unit, mengingat
kebutuhan konsumen yang mulai bertambah dalam rangka menyambut bulan suci
Ramadhan
Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur, lebih menargetkan konsumen
usia remaja hingga ibu rumah tangga, mengingat produk – produk yang dijual
lebih menekankan kepada kehidupan sehari – hari dan mebel disamping swalayan.
Hal ini berbeda dengan Putra Baru Swalayan Pusat di wilayah Poncowati
Terbanggi Besar yang lebih mengutamakan produk bagi anak sekolah yang jauh
lebih lengkap karena lokasinya yang memang berada di lingkungan sekolah dari
mulai SD, SMP hingga SMA / SMK, selain juga menjual kebutuhan sehari – hari
dan lain-lain. Pebisnis, dalam menjalankan usahanya pasti memiliki pesaing,
begitu pula Putra Baru Swalayan. Berikut tabel pesaing Putra Baru Swalayan :
Tabel 1.2 Data Pesaing Putra Baru Swalayan
No Nama Swalayan Alamat Swalayan
1 Indomaret Jln. Jendral Sudirman, Bandar Jaya Timur, Lampung Tengah
2 Alfamart Jln. Jendral Sudirman, Bandar Jaya Timur, Lampung Tengah
3 Chandra Dept. Store
Jln. Proklamator Raya, Bandar Jaya, Lampung Tengah
4 Plaza Bandar Jaya Jln. Proklamator Raya, Bandar Jaya, Lampung Tengah
Sumber : Survei Peneliti, 2014
Levy and Weitz (2001) dalam Rubiyanti (2004; 6) mengatakan bahwa, “Customer purchasing behavior is also influenced by the store atmosphere (keputusan
mengandung makna bahwa, suasana toko (store atmosphere) memiliki peranan yang cukup penting dalam mendukung keberhasilan bisnis ritel.
Suasana Swalayan Putra Baru Swalayan sendiri sudah cukup memberikan
kenyamanan terhadap konsumen. Hal ini peneliti ketahui dengan melakukan
observasi langsung ke lokasi tersebut. Peneliti mengamati bagaimana petugas
swalayan bersikap ramah dalam menyapa konsumen mulai dari satpam hingga
karyawan swalayan tersebut. Para konsumen juga terlihat akrab dengan petugas
kasir sehingga tidak jarang beberapa pelanggan terlihat mengobrol dengan petugas
kasir sambil menunggu transaksi selesai. Karyawan yang ramah dengan
penampilan yang rapih dan sopan, tampaknya menambah kenyamanan bagi
konsumen dalam melakukan transaksi penjualan.
Kondisi swalayan tersebut terdiri dari berbagai macam yang dapat peneliti
gambarkan yaitu mulai dari tempat parkir yang cukup luas serta pintu masuk yang
juga lebar sehingga tidak menimbulkan kemacetan. Pada bagian dalam, bagian
kiri terdapat tempat penitipan barang, kemudian disebelah kanan terdapat kursi
tunggu bagi konsumen dengan makanan-makanan yang dijual disebelahnya, ini
merupakan ruang tunggu bagi konsumen yang hanya mengantar dan tidak ingin
membeli, seperti suami yang mengantar istrinya atau keluarganya.
Penempatan kasir sendiri terletak dibagian depan dekat dengan ruang tunggu
konsumen, hal ini tentu memudahkan konsumen karena setelah melakukan
dengan jumlah empat mesin kasir yang dapat mempercepat proses transaksi dan
mengurangi jumlah antrian.
Putra Baru Swalayan juga selalu memutar alunan-alunan musik dengan berbagai
genre untuk menambah kenyamanan konsumen. Barang-barang yang djual terdiri dari tas, sepatu, ATK, mainan, susu. tisu, parfum, alat mandi, snack, minuman,
barang pecah belah dan alat-alat listrik, serta pakaian. Ruang karyawan sendiri
terdapat dibagian belakang. Hal yang kurang dari Putra Baru Swalayan terdapat
pada bagian temperatur udara, karena Putra Baru Swalayan hanya menggunakan
kipas angin, meskipun dengan ukuran yang cukup besar, tetap saja tidak akan
memberikan kesegaran seperti swalayan lain yang menggunakan Air Conditioner
(AC).
Store Atmosphere atau pada penelitian ini selanjutnya akan dipakai dengan istilah suasana toko, merupakan suatu cerminan yang menggambarkan identitas dari toko
tersebut. Suasana toko yang baik dapat menjadikan identitas toko tersebut juga
baik dimata para konsumen. Suasaa toko setiap toko selalu berbeda dan tidak akan
pernah sama. Hal inilah yang menjadi alasan suasana toko dapat menjadi identitas
dari toko tersebut.
Definisi dari Suasana Toko itusendiri menurut Utami (2006:238), mengatakan
bahwa, “suasana tokoadalah desain lingkungan melalui komunikasi visual,
pencahayaan, warna, musik, dan wangi-wangian untuk merancang respon
membeli barang”. Berman & Evan (2001) dalam Rubiyanti (2004;7) membagi
elemen-elemen suasana tokoke dalam empat elemen, yaitu: Exterior (bagian luar toko),General Interior (bagian dalam toko), Store Layout (tata letak toko),
Interior Point of Purchase (POP) Display (dekorasi pemikat dalam toko).
Suasana toko yang baik dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan untuk
bertahan terhadap persaingan dalam membentuk pelanggan yang loyal. Suasana
toko dapat menjadi identitas dari toko atau swalayan tersebut untuk seterusnya
dapat diingat oleh konsumen. Proses pelaksanaan suasana toko yang dilakukan
oleh toko atau swalayan, akan menentukan bagaimana konsumen
mendeskripsikan identitas toko atau swalayan tersebut.
Semakin baik pelaksanaan suasana toko, semakin baik pula identitas toko tersebut
akan diingat oleh konsumen. Suasana tokomerupakan salah satu sarana
komunikasi yang dapat berdampak positif dalam proses perkembangan suatu
perusahaan terutama dalam bidang ritel. Berdasarkan latar belakang di atas,
penulis tertarik untuk mengambil judul“Pengaruh Suasana Toko terhadap Minat Beli Ulang Konsumen pada Putra Baru Swalayan, Bandar Jaya (Studi Kasus Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur).”
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan suasana toko yang
dilakukan oleh Putra Baru Swalayan Bandar Jaya Timur, bagaimana tanggapan
Swalayan Bandar Jaya Timur dan bagaimana pula suasana toko dapat
mempengaruhi minat beli konsumen.
Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka permasalahan dalam penelitan
ini adalah “Apakah terdapat pengaruh suasana toko terhadap minat beli ulang
konsumen pada Putra Baru Swalayan Bandar Jaya Cabang Bandar Jaya Timur.”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan analisis dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana pelaksanaan suasana toko toko pada Putra Baru
Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur.
2. Mempelajari tanggapan konsumen terhadap pelaksanaan toko pada Putra Baru
Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur.
3. Menganalisis seberapa besar pengaruh suasana toko terhadap minat beli ulang
konsumen pada Putra Baru Swalayan Bandar Jaya Cabang Bandar Jaya Timur.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Bagi Perusahaan
Sebagai sumbangan informasi dan masukkan agar pihak perusahaan dapat
mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan suasana toko terhadap
minat beli ulang konsumen.
2. Bagi Akademis
penelitian kembali pada penelitian yang akan datang.
3. Bagi Peneliti.
Menambah wawasan tentang suasana toko serta penerapannya dan menjadi
syarat dalam meraih gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Lampung.
1.4 Kerangka Pemikiran
Para pebisnis khususnya pebisnis ritel, agar tetap mampu bertahan dalam
menghadapi persaingan, harus dapat menarik minat beli konsumen. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menampilkan suasana toko yang kuat dan kreatif yang
merupakan unsur-unsur tampilan di dalam maupun di luar toko dengan segala
suasananya. Perusahaan menerapkan suasana toko yang baik, dengan harapan
para konsumen akan datang dan tidak beralih pada pesaing.
Ma’ruf (2005:201 ) menjelaskan bahwa, suasana toko atau atmosfer dalam gerai
merupakan salah satu teori dari berbagai unsur dalam retail marketing mix. Gerai kecil yang tertata rapi dan menarik, akan lebih mengundang pembeli
dibandingkan gerai yang di atur biasa saja. Suasana lingkungan dapat digunakan
sebagai alat untuk membedakan antara satu retailer dengan retailer lainnya dan
untuk menarik kelompok yang spesifik dari konsumen yang mencari
keinginannya melalui suasana lingkungan toko yang menyenangkan.
Berman dan Evan (2001) dalam Meldarianda dan Lisan (2010;99), membagi
1. Exterior (Bagian Luar Toko)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka sebaiknya memberikan
kesan yang menarik. Selain itu, hendaknya menunjukan spirit perusahaan dan
sifat kegiatan yang ada di dalamnya. Karena bagian depan berfungsi sebagai
identifikasi atau tanda pengenalan, maka perlu dipasang simbol atau lambing
yang menunjukan identitas perusahaan yang mudah dikenal dan diingat oleh
konsumen. Contoh: desain gedung, area parkir, logo swalayan, dan pintu
masuk.
2. General Interior (Bagian Dalam Toko)
Hal utama yang dapat membuat penjualan setelah pembeli berada di toko
adalah display. Desain interior dari suatu toko harus dirancang untuk
memaksimalkan visual merchandising. Display yang baik yaitu yang dapat menarik perhatian pengunjung dan membantu meraka agar mudah
mengamati, memeriksa, dan memilih barang dan akhirnya
melakukanpembelian. Contoh: pencahayaan, musik, temperatur udara, label
harga, jarak antara rak barang, karyawan yang tanggap, penempatan kasir,
kecanggihan mesin kasir, dan kebersihan.
3. Store Layout (Tata Letak Toko)
Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan
fasilitas toko. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko
seefektif mungkin. Contoh: alokasi ruang tunggu konsumen,
4. Interior Point of purchase (Desain Pemikat)
Interior point of purchase (POP) mempunyai dua tujuan, yaitu memberikan informasi kepada konsumen dan menambah store atmosphere, hal ini dapat
meningkatkan penjualan dan laba toko. Contoh: display toko,dan pemasangan tanda petunjuk.
Elemen – elemen dari kreativitas penataan toko seringkali mempengaruhi proses
pemilihan toko dan niat beli konsumen, kreativitas penciptaan susasana toko
yang baik melalui display (penataan barang) yang kreatif, desain bangunan yang menarik, pengaturan jarak antara rak, temperatur udara, musik yang dialunkan,
tidak hanya memberikan nilai tambah bagi produk yang dijual, tetapi juga
menciptakan suasana lingkungan pembelian yang menyenangkan bagi konsumen,
sehingga konsumen menjadi loyal dan nyaman dalam melakukan proses
pembelian.
Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka disusun paradigm penelitian sebagai
[image:30.595.113.508.558.681.2]berikut:
Gambar 1.2 Paradigma Penelitian
Sumber : Berman & Evan (2001) dalam Rubiyanti (2004;7)
MINAT BELI ULANG (Y)
DESAIN PEMIKAT (X4) BAGIAN DALAM TOKO (X2)
TATA LETAK TOKO (X3)
BAGIAN LUAR TOKO (X1)
1.5 Hipotesis
Rusdian (1999), menyatakan bahwa strategi suasana toko adalah suatu
strategi dengan melibatkan berbagai atribut store untuk menarik keputusan pembelian konsumen. Pendapat ini didukung oleh pendapat yang mengatakan
bahwa suasana toko dapat mempengaruhi keadaan emosinal positif pembeli
dan keadaan tersebutlah yang dapat menyebabkan pembelian terjadi. Keadaan
emosional yang positif akan membuat dua perasaan yang dominan yaitu
perasaan senang dan membangkitkan keinginan (Sutisna dan Pawitra : 2001)
dalam Meldarianda dan Lisan (2010; 103).
Kedua pendapat tersebut menejalaskan bahwa suasana toko merupakan salah
satu strategi penjualan yang dapat digunakan oleh pengusaha bisnis terutama
bisnis ritel dalam mengembangkan kegiatan usahanya. Seperti yang dijelaskan
oleh Sutisna dan Pawitra (2001) dalam Meldarianda dan Lisan (2010; 103),
bahwa suasana toko dapat mempengaruhi emosional positif konsumen
sehingga menyebabkan pembelian.
Berdasarkan latar belakang masalah serta kerangka pemikiran yang ada, maka
hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Suasana Toko berpengaruh terhadap minat beli ulang konsumen pada Putra
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh
perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya .Hal tersebut disebabkan karena
pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, di mana secara langsung
berhubungan dengan konsumen.
Secara harfiah, pemasaran berasal dari kata pasar yang berarti demand potential
atau dengan kata lain konsumen yang memiliki kemampuan, keinginan dan
kemauan untuk merealisasikan kebutuhannya melalui kegiatan transaksi. Pada
pengertian lama atau klasik, pasar diartikan sebagai tempat terjadinya transaksi,
namun seiring perkembangan, pasar diartikan sebagai proses dari kegiatan
transaksi tersebut. Kegiatan pemasaran sendiri dapat diartikan secara sempit dan
dalam arti luas.
Arti sempit, kegiatan pemasaran berarti proses penyampaian barang dan atau jasa
dari produsen ke konsumen tanpa memperhatikan kepuasan konsumen. Secara
dalam arti luas, kegiatan pemasaran terfokus pada upaya dalam memuaskan
pelanggan sekaligus merealisir volume penjualan dan tujuan dari perusahaan.
Konsep pemasaran sendiri terjadi ketika suatu perusahaan atau organisasi
memusatkan seluruh upayanya untuk memuaskan pelanggan. Terdapat tiga ide
atau inti dalam konsep pemasaran, yaitu kepuasan pelanggan, upaya total
perusahaan, dan laba atau keuntungan bukan hanya sekedar penjualan (Mustafid,
2010; 4).
2.1.1 Konsep Pemasaran
Menurut Kotler dan Amstrong (2008: 18), kegiatan pemasaran terbagi menjadi
dua konsep yang merupakan dasar pelaksanaan dalam kegiatan pemasaran suatu
organisasi yaitu konsep penjualan dan konsep pemasaran.
1. Konsep Produksi
Konsep ini menegaskan bahwa konsumen akan memilih produk yang tersedia
dimana – mana dan murah. Manajer dari bisnis yang berorientasi pada
produksi, berkonsentrasi mencapai efisiensi produksi yang tinggi, biaya
rendah, dan distribusi masal.
2. Konsep Produk
Konsep produk menyatakn bahwa konsumen akan lebih menyukai produk –
produk yang menawarkan fitur – fitur paling bermutu, berprestasi, dan
inovatif. Manajer dalam konsep ini berfokus pada membuat produk yang
3. Konsep penjualan
Dasar pertimbangan awal pada konsep penjualan adalah pada proses produksi
yang menghasilkan barang atau jasa, kemudian perusahaan melaksanakan
kegiatan pemasaran yang masih relatif sederhana dengan penekanan pada
promosi dibidang periklanan yang keseluruhannya diarahkan untuk merealisir
volume penjualan sehingga dapat mewujudkan tujuan perusahaan berupa laba
atau keuntungan. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa konsep dasar dalam
penjualan adalan proses produksi dengan tujuan volume penjualan dan laba.
4. Konsep pemasaran
Pertimbangan awal pada konsep pemasaran adalah perilaku konsumen yang
intinya pada kepuasan konsumen, kemudian perusahaan melaksanakan bauran
pemasaran secara terpadu untuk mewujudkan kepuasan konsumen sekaligus
merealisir volume penjualan sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan
perusahaan berupa laba. Konsep dasar dalam konsep pemasaran adalah
perilaku dan kepuasan konsumen dengan tujuan tambahan yaitu kepuasan
konsumen, bukan hanya sekedar volume penjualan dan laba.
5. Konsep Pemasaran Holistik
Keseluruhan perangkat kekuatan yang tampak dalam dasawarsa terakhir
menuntut praktik pemasaran dan bisnis baru. Perusahaan memiliki kapabilitas
baru yang dapat mengubah cara mereka melakukan pemasaran. Perusahaan
membutuhkan pemikiran segar tentang bagaimana beroperasi dan bersaing
Kesimpulan dari kelima konsep tersebut ialah, dalam kegiatan pemasaran tidak
hanya mencakup proses produksi barang dan/ jasa, melainkan juga tujuan
perusahaan berupa volume penjualan dan kepuasan pelanggan demi meraih laba
atau keuntungan. Perusahaan perlu menfokuskan kegiatannya untuk memuaskan
pelanggan agar dapat meningkatkan volume penjualan. Konsumen yang merasa
puas, akan memberikan loyalitas terhadap perusahaan dan tidak berpihak kepada
pesaing, ini berarti laba atau keuntungan bagi perusaahaan semakin besar.
2.2 Pemasaran Jasa
Menurut Saladin (2004:134),
“Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak pada
pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak
dikaitkan dengan suatu produk fisik.”
Menurut Zeithaml dalam Hurriyati (2005; 28)
“Jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukanlah produk atau
konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada
saat bersamaan, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan,
hiburan, kecepatan, dan kesehatan) yang secara prinsip tidak berwujud pada
Menurut Tjiptono (2005;16)
“Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak terwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dengan suatu produk
fisik.”
Berdasarkan pengertian para ahli terserbut, dapat disimpulkan bahwa jasa
merupakan produk yang tidak dapat dilihat atau disentuh, namun dapat dirasakan
manfaatnya. Pengertian pemasaran jasa sendiri adalah suatu kegiatan
penyampaian jasa dan bukan produk fisik, dari produsen kepada konsumen
sehingga dapat dirasakan manfaatnya dalam upaya memuaskan pelanggan.
Jasa memiliki empat karakteristik menurut Kotler dan Keller (2007: 39), yaitu :
1. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba sebelum jasa tersebut dibeli.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan). Barang fisik biasanya diproduksi , kemudian dijual lalu dikonsumsi oleh konsumen. Jasa pada umumnya
ditawarkan atau dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Kunci keberhasilan bisnis jasa,
terdapat pada proses rekruitmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan
karyawan.
3. Variability (berubah – ubah). Jasa bersifat variabel karena merupakan non standart output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung
4. Perishability (tidak tahan lama). Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain,
atau dikembalikan kepada produsen jasa dimana konsumen membeli jasa
tersebut.
2.2.1 Kualiatas Jasa
Kotler dan Keller (2007: 56), membagi kualitas jasa sebagai berikut :
1. Keandalan
Kemampuan melaksanakan pelayanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan
akurat.
2. Daya Tanggap
Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.
3. Jaminan
Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka dalam
menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
4. Empati
Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada
pelanggan.
5. Benda Berwujud
Penampilan, fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi,
misalnya peralatan modern, karyawan yang rapih dan professional dll.
Proses penyampaian jasa dari produsen, terkadang banyak yang tidak sesuai
dengan kualitas jasa yang ada. Kenyataannya, seringkali keinginan konsumen
menunjukkan perbedaan antara harapan pengguna jasa dengan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kepuasan pelanggan dapat
terpenuhi apabila jasa anggapan berada diatas jasa yang diharapkan, dalam arti
konsumen akan merasa puas apabila mendapatkan pengalaman yang melebihi
harapannya.
Kotler dan Keller (2007: 51), mengatakan terdapat lima GAP atau kesenjangan
dalam model pemasaran jasa, antara lain:
1. Gap persepsi manajemen (management perception of consumer expectations), yaitu kesenjangan yang terjadi akibat adanya perbedaan antara persepsi
manajemen mengenai ekspektasi konsumen, atau dengan kata lain, terdapat
perbedaan penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna.
Gap ini dapat terjadi disebabkan pihak manajemen perusahaan tidak dapat
merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat.
Akibatnya, manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya
didesain dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan
pelanggan.
2. Gap spesifikasi kualitas, yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen
mengenai harapan konsumen dengan spesifikasi kualitas jasa yang
dikembangkan. Terdapat situasi dimana manajemen mampu memahami secara
tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu
standar kinerja tertentu yang jelas, sehingga timbul kesenjangan.
3. Gap penyampaian pelayanan, yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa
Kesenjangan ini merupakan ketidaksesuaian kinerja pelayanan karena
karyawan tidak mampu atau tidak memiliki keinginan untuk menyampaikan
jasa menurut tingkat pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan.
4. Gap komunikasi pemasaran, yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa
dengan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian antara pelayanan yang dijanjikan dan pelayanan yang
disampaikan.
5. Gap dalam pelayanan yang dirasakan, yaitu perbedaan persepsi antara jasa
yang dirasakan atau diterima (perceived service) dengan jasa yang diharapkan oleh pelanggan (expected service). Jika jasa yang diterima lebih baik dari jasa yang diharapkan, atau jasa yang diterima sama dengan yang diharapkan, maka
perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif, tetapi jika terjadi
sebaliknya, maka akan timbul permasalahan bagi perusahaan.
[image:39.595.139.466.450.713.2]Kelima kesenjangan (Gap), dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Model Kualitas Jasa
2.3 Pengertian Ritel
Ritel berasal dari bahasa Perancis “Retailler” yang berarti memotong atau
memecah sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), eceran
berarti satu – satu, sedkit – sedikit tentang penjualan atau pembelian barang;
ketengan. Ritel adalah kegiatan pejualan dalam sejumlah komoditas kecil atau
eceran kepada konsumen.
Levy dan Weitz (2001) dalam rubiyanti (2004; 11), menyatakan “Retailing
adalah satu rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa
yang dijual kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah tangga”. Jadi,
konsumen yang menjadi sasaran dari retailing adalah konsumen akhir yang
membeli produk untuk dikonsumsi sendiri, tidak jauh berbeda dengan pendapat
Kotler (2007; 592) yang menyatakan bahwa retailing adalah : “Penjualan eceran meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada
konsumen akhir untuk dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis”.
Berdasarkan definisi-definisi retailing yang telah dijelaskan di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan retailing, yaitu: 1. Retailing atau usaha eceran adalah mata rantai terakhir dari saluran distribusi.
2. Retailing mencakup berbagai macam aktivitas, namun aktivitas yang paling
pokok adalah kegiatan menjual produk secara langsung kepada konsumen.
3. Produk yang ditawarkan dapat berupa barang, jasa atau kombinasi keduanya.
4. Pasar sasaran atau konsumen yang menjadi target adalah konsumen non bisnis,
Berman dan Evans (2001) dalam Rubiyanti (2004; 14), mengatakan pada intinya
karakteristik retailing ada tiga, yaitu:
a. Small Average Sale
Tingkat penjualan retailing pada toko tersebut relatif kecil, dikarenakan targetnya merupakan konsumen akhir yang membeli dalam jumlah kecil.
b. Impulse Purchase
Pembelian yang terjadi dalam retailing sebagian besar merupakan pembelian yang tidak direncanakan. Hal ini yang harus dicermati pengecer, yaitu
bagaimana mencari strategi yang tepat untuk memaksimalkan pembelian
untuk mengoptimalkan pendapatan.
c. Popularity Of Stores
Keberhasilan dari retailing sangat tergantung akan popularitas dan image dari
toko atau perusahaan. Semakin terkenal toko atau perusahaan maka semakin
tinggi pula tingkat kunjungan yang pada akhirnya berdampak pada
pendapatan.
2.4 Pengertian Suasana Toko
Suasana toko adalah suatu rangkaian penataan toko untuk menciptakan suasana
yang nyaman bagi konsumen, mulai dari dekorasi depan toko, penataan musik dan
temperature udara dibagian dalam, penataan rak – rak barang, penempatan kasir
hingga lahan parkir yang berkaitan dengan pencintraan toko tersebut. Suasana
toko yang diaplikasikan, akan menjadi cirri khas bagi toko tersebut dimata
konsumen. Pelaksanaan suasana toko yang baik, semakin menjadikan nilai tambah
Menurut Kotler (2005) dalam Meldarianda dan Lisan. S (2010; 98)
“Atmosphere (suasana toko) adalah suasana terencana yang sesuai dengan
pasar sasarannya dan yang dapat menarik konsumen untuk membeli.”
Menurut Utami, (2006: 255):
“ Suasana toko (Store Atmosphere) merupakan kombinasi dari karateristik
fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna,
temperature, musik, aroma yang secara menyeluruh akan mencipta kan citra
dalam benak. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan oleh ritel, ritel
berupaya untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan,
harga, maupun ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashionable.”
Menurut Ma’aruf (2005: 201)
“Store atmosphere adalah salah satu marketing mix dalam gerai yang
berperan penting dalam memikat pembeli, membuat mereka nyaman dalam
memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka produk apa yang ingin
dimiliki baik untuk keperluan pribadi, maupun untuk keperluan rumah
tangga”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa store atmosphere
merupakan keseluruhan aspek visual maupun aspek non-visual kreatif yang
sengaja dimunculkan untuk merangsang indera kosumen guna melakukan
dan aman bagi konsumen sehingga dapat menimbulkan daya tarik dimata para
konsumen dan bisa menjadi nilai positif terhadap perusahaan tersebut.
2.4.1 Elemen Suasana Toko
Berman dan Evan (2001) dalam Rubiyanti (2004; 7) membagi elemen – elemen
pada suasana toko menjadi empat elemen, antara lain :
1) Exterior (bagian depan toko)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka sebaiknya
memberikan kesan yang menarik. Selain itu, hendaknya menunjukan spirit
perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya. Elemen exterior terdiri
dari :
a. Storefront (Bagian Muka Toko)
Bagian muka atau depan toko meliputi kombinasi papan nama, pintu
masuk, dan konstruksi bangunan. Storefront harus mencerminkan keunikan, kemantapan, kekokohan atau hal-hal lain yang sesuai dengan
citra toko tersebut.
b. Marquee (Simbol)
Marquee adalah suatu tanda yang digunakan untuk memajang nama atau
logo suatu toko. Marquee dapat dibuat dengan teknik pewarnaan,
penulisan huruf, atau penggunaan lampu neon. Marquee dapat terdiri dari nama atau logo saja, atau dikombinasikandengan slogan dan informasi
c. Surrounding Area (Lingkungan Sekitar)
Keadaan lingkungan masyarakat dimana suatu toko berada, dapat
mempengaruhi citra toko. Jika toko lain yang berdekatan memiliki citra
yang kurang baik, maka toko yang lain pun akan terpengaruh dengan citra
tersebut. Keamanan dilingkungan sekitar toko, juga dapat menjadi
pertimbangan bagi konsumen untuk mengunjungi toko tersebut.
d. Parking (Tempat Parkir)
Tempat parkir merupakan hal yang penting bagi konsumen. Jika tempat
parker luas, aman, dan mempunyai jarak yang dekat dengan toko akan
menciptakan Atmosphere yang positif bagi toko tersebut.
2) General Interior
Yang paling utama yang dapat membuat penjualan setelah pembeli berada di
toko adalah display.Desain interior dari suatu toko harus diraancang untuk
memaksimalkan visual merchandising.
Elemen general Interior terdiri dari :
a. Color and Lightening (Warna dan Pencahayaan)
Tata cahaya yang baik mempunyai kualitas dan warna yang dapat
membuat suasana yang ditawarkan terlihat lebih menarik, terlihat berbeda
bila dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Scent and Sound ( Aroma dan Musik)
Tidak semua toko memberikan pelayanan ini, tetapi jika layanan ini
dilakukan akan memberikan suasana yang lebih santai pada konsumen,
khusunya konsumen yang ingin menikmati suasana yang santai dengan
c. Width of Aisles (Lebar Gang)
Jarak antara rak – rak barang harus diatur sedemikian rupa agar konsumen
merasa nyaman dan betah dalam melakukan pembelian.
d. Temperature (Suhu Udara)
Pengelola toko harus mengatur suhu udara, agar udara dalam ruangan
jangan terlalupanas atau dingin.Misalnya dengan memasang AC dalam
ruangan.
e. Personel (Karyawan)
Karyawan yang sopan, ramah, berpenampilan menarik, cepat, dan tanggap
akan menciptakan citra perusahaan dan loyalitas konsumen.
f. Price (Harga)
Pemberian harga dapat dicantumkan dengan menempelkan label harga
pada barang yang ada di toko. Dengan adanya penempelan label harga
pada setiap barang yang ingin dibeli oleh konsumen atau penempelan
pada masing – masing rak barang, dapat memberikan kemudahan
berbelanja bagi konsumen.
g. Cash Refister (Kasir)
Pengelola toko harus memutuskan penempatan lokasi kasir yang mudah
dijangkau oleh konsumen, sehingga konsumen tidak kesulitan dalam
melakukan pembayaran.
h. Technology Modernization (Teknologi)
Pengelola toko dalam proses pembayaran harus dibuat secanggih mungkin
dan cepat, baik pembayaran secara tunai atau menggunakan
i. Cleanliness (Kebersihan)
Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen untuk
berbelanja di toko tersebut.
3) Store Layout (Tata Letak Toko)
Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan
fasilitas toko. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang
ada seefektif mungkin. Element store layout terdiri dari :
a. Allocation of floor space for selling,personnel,and customers
Dalam suatu toko, ruangan yang ada harus dialokasikan untuk:
1. Merchandise Space (Ruangan Penyimpanan Barang/Gudang) 2. Personnel Space (Ruangan Pegawai)
3. Customers Space (Ruangan Pelanggan) b. Produk Groupings (pengelompokkan barang)
Barang yang dipajang, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Functional Product groupings
Pengelompokkan barang berdasarkan penggunaan akhir yang sama.
2. Purchase motivation product groupings
Pengelompokkan barang yang ada menimbulkan dorongan pada
konsumen untuk membeli dan menghabiskan waktu yang lebih
banyak dalam berbelanja.
3. Market segment product groupings
Pengelompokkan barang berdasarkan pasar sasaran yang sama.
c. Traffic Flow (Arus Lalu Lintas)
1. Grid Layout (Pola Lurus)
Penempatan fixture dalam satu lorong utama yang panjang. Pengaturan
ini mengarahkan pelanggan sesuai gang-gang dan perabot di dalam
toko.
2. Free-flow Layout (Pola Arus Bebas)
Pola yang paling sederhana dimana fixture dan barang-barang
diletakan dengan bebas. Pengaturan ini memungkinkan pelanggan
membentuk pola lalu lintasnya sendiri.
4) Interior POP (Point Of Purchase) Display
Interior point of purchase (POP) mempunyai dua tujuan, yaitu memberikan informasi kepada konsumen dan menambah store atmosphere, hal ini dapat meningkatkan penjualan dan laba toko. Interior point of interest display
terdiri dari:
a. Theme Setting Display (Dekorasi SesuaiTema)
Dalam suatu musim tertentu retailer dapat mendisain dekorasi toko atau meminta karyawan berpakaian sesuai tema tertentu.
b. Posters, signs, and cards
Tanda-tanda yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang lokasi
barang di dalam toko. Tujuan dari tanda-tanda ini, untuk meningkatkan
penjualan melalui informasi yang diberikan kepada konsumen secara baik
2.4.2 Afeksi
Mowen dan Minor (2001:208) menyatakan bahwa afeksi adalah sebagai fenomena
kelas mental yang secara unik dikarakteristikan oleh pengalaman yang disadari ,
yaitu keadaan perasaan subjektif, yang biasanya muncul bersama-sama dengan
emosi dan suasana hati. Menurut wilikie, afektif atau afeksi menunjukkan
penggunaan emosi dan perasaan pada saat konsumen akan melakukan keputusan
pembelian (1990) dalam Hadi (2010;2).
Peter dan Olson (1996) dalam Hadi (2010;2), menyatakan bahwa
tanggapan-tanggapan afektif beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan
atau tidak menyenangkan dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan.
Misalnya, afeksi yang melibatkan emosi yang relatif gencar seperti cinta atau
marah, status perasaan yang tidak begitu kuat seperti kepuasana atau frustasi,
suasana hati yang melarut seperti relaksasi atau kebosanan, dan evaluasi
menyeluruh seperti suka atau tidak suka.
Penelitian Donovan dan Rositer (1982) yang dikutip oleh Kusumowidagdo
(2010:20) pada, atmosfer toko mempengaruhi keadaan emosi pengunjung.
Keadaan emosional akan membuat dua perasaan yang dominan yaitu perasaan
senang dan membangkitkan keinginan, baik yang muncul dari keinginan yang
disengaja ataupun keinginan yang bersifat mendadak. Kondisi ruang dapat
mempengaruhi keadaan emosi konsumen yang menyebabkan meningkatnya
pembelian atau sebaliknya. (Sumber : diakses melalui
Gambar 2.2 Model Dari Dampak Suasana Toko
Sumber : Wijayati (2009:33)
2.5 Keputusan Pembelian
Keputusan membeli atau tidak membeli merupakan bagian dari unsur yang
melekat pada diri individukonsumen yang disebut behavior dimana ia merujuk
kepada tindakan fisik yang nyata dapat dilihat dan diukur oleh orang lain
(Nitisusastro, 2012; 195).
Menurut Swastha dan Handoko (2011), terdapat lima peran individu dalam
sebuah keputusan pembelian, antara lain :
1. Pengambilan inisiatif (initiator): individu yang mempunyai
inisiatif pembelian barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan
atau keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melakukan sendiri.
2. Orang yang mempengaruhi (influencer):individu yang
mempengaruhi keputusan untuk membeli baik secara sengaja maupun tidak
3. Pembuat keputusan (decider):individu yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya,
kapan dan dimana membelinya.
4. Pembeli (buyer):individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya.
5. Pemakai (user):individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa yang dibeli.
Konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, harus memilih produk atau
jasa yang akan dikonsumsinya. Banyaknya pilihan yang tersedia, kondisi yang
dihadapi, serta pertimbangan-pertimbangan yang mendasari akan membuat
pengambilan keputusan satu individu berbeda dari individu lainnya.
Terdapat tiga tingkatan yang spesifik dari pengambilan keputusan konsumen,
antara lain:
1. Extensive problem solving, jika konsumen membutuhkan sejumlah besar informasi untuk menetapkan kriteria untuk menilai dan mempertimbangkan
merek-merek.
2. Limited problem solving, jika konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk mengevaluasi kategori produk dan berbagai merek dalam kategori
tersebut.
3. Routinized response behavior, jika konsumen memiliki beberapa pengalaman dengan kategori produk dan memiliki seperangkat kriteria yang telah
Tahap-tahap keputusan pembelian adalah sebagai berikut (Kotler dan Armstrong,
2008; 179):
1. Pengenalan kebutuhan
Proses pembelian bermula dari pengenal kebutuhan. Pembeli merasakan
adanya perbedaan antara aktual dan sejumlah keadaan yang diinginkan.
2. Pencarian informasi
Tahapan proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen bergerak
untuk mencari informasi tambahan, konsumen mungkin sekedar
meningkatkan perhatian atau mungkin pula mencari informasi secara aktif.
3. Evaluasi alternatif
Evaluasi alternatif yakni cara konsumen memproses informasi yang
menghasilkan berbagai pilihan mereka.
4. Keputusan pembelian
Tahapan proses keputusan pembelian dimana konsumen secara aktual
melakukan pembelian produk.
5. Perilaku pasca pembelian
Tahapan proses keputusan pembelian konsumen merupakan tindakan lebih
lanjut setelah pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan
2.6 Minat Beli Konsumen
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu
merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang
diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael,
2001; 75).
Rossiter dan Percy (1998; 126) mengemukakan bahwa minat beli
merupakan instruksi diri konsumen untuk melakukan pembelian atas suatu
produk, melakukan perencanaan, mengambil tindakan-tindakan yang relevan
seperti mengusulkan (pemrakarsa), merekomendasikan, memilih,
dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.
Berdasarkan pengertian para ahli diatas dapat penulis simpulkan bahwa
pengertian minat beli konsumen adalah suatu sikap untuk cenderung merespon
terhadap suatu merek yang didasarkan pada tindakan-tindakan yang relevan
seperti mengusulkan (pemrakarsa) merekomendasikan, memilih, dan akhirnya
mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.
Sutantio (2004: 253) menunjukkan bahwa salah satu indikator suatu produk
perusahaan sukses atau tidaknya di pasar adalah seberapa jauh tumbuhnya minat
beli konsumen terhadap produk tersebut.
Beberapa aspek yang dapat membangkitkan minat beli konsumen diantaranya :
a. Aspek kelengkapan barang yang meliputi jenis dan merek produk.
c. Aspek lokasi toko, tempat yang strategis, dimana lokasi toko yang mudah
dijangkau oleh konsumen, sarana parker luas dan kemananan lingkungan
toko.
d. Aspek kualitas barang, yaitu ciri, mutu serta nilai dari suatu produk.
e. Aspek pelayanan, merupakan segala pekerjaan atau tindakan yang sifatnya
tidak berwujud untuk dapat memberikan bantuan apa saja yang diperlukan
2.7 Kajian Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
NO. JUDUL DATA PENELITI TUJUAN PENELITIAN ALAT
ANALISIS
HASIL PENELITIAN
1 Pengaruh Store
Atmosphere terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada China Emporium Factory Outlet Bandung.
Rubiyanti
2004
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Store Atmosphere yang ada di China Emporium Factory Outlet 2. Untuk mempelajari
bagaimana tanggapan konsumen terhadap pelaksanaan Store Atmosphere yang ada di China Emporium Factory Outlet 3. Untuk menganalisis
seberapa besar pengaruh
Store Atmosphere
terhadap keputusan pembelian konsumen pada China Emporium Factory Outlet Bandung
Metode statistik, yaitu dengan korelasi Rank Spearman, koefisien
determinasi r dan statistik uji t.
1. Korelasi Rank Spearman diperoleh nilai 0,53, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat dan searah antara store atmosphere
dengan keputusan pembelian konsumen.
2. Analisis koefisien determinasi menunjukkan bahwa store atmosphere mampu
mempengaruhi tingkat keputusan pembelian konsumen sebesar 28%, sedangkan sisanya 72% dipengaruhi faktor lain.
3. Analisis uji hipotesis diperoleh t hitung sebesar 6,18 > t tabel sebesar 1,663 yang berarti bahwa
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
38 2 Pengaruh Store Atmosphere
Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Toserba Griya Kuningan
Lili karmela dan Jujun Junaedi
2009
1. Mengetahui gambaran
store atmosphere
menurut persepsi
konsumen pada Toserba Griya Kuningan
2. Mengetahui gambaran minat beli konsumen pada Toserba Griya Kuningan
3. Bagaimana pengaruh
store atmosphere
terhadap minat beli konsumen pada Toserba Griya Kuningan
Metode statistik, yaitu dengan uji korelasi, koefisien determinasi, analisis uji t dan analisis regresi linier
1. Hasil perhitungan uji korelasi didapat harga koefisien sebesar 0,751 yang menunjukan adanya hubungan antara variabel store atmosphere (X) dengan variabel minat beli konsumen (Y), berada pada kisaran 0,60 - 0,799.
2. Perhitungan Koefisien
Determinan bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 56%. Artinya, keputusan pembelian yang terjadi di Toserba Griya Kuningan
dipengaruhi oleh store atmosphere sebesar 56%. Sedangkan sisanya sebesar 44% adalah faktor-faktor lain di luar store atmosphere yang mempengaruhi pembelian.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
39 4.Hasl perhitungan regresi linier
didapat persamaan regresi Y = 19,96 + 0,74X, maka dapat disimpulkan jika nilai store atmosphere bertambah 1, maka berdampak pada kecenderungan peningkatan nilai minat beli konsumen sebesar 0,74.
3 Pengaruh Store Atmosphere
Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Resort Cafe Atmosphere Bandung
Resti Meldarianda dan Henky Lisan S
2010
1. Untuk menganalisis pengaruh store atmosphere terhadap minat beli konsumen pada Resort Café Atmosphere
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda
1. Hasil perhitungan regresi linier berganda didapat nilai adjusted R Square sebesar 0.172 yang menunjukan bahwa 14,6% minat beli konsumen dipengaruhi oleh
Store Atmosphere yang meliputi
Instore atmosphere dan Outstore atmosphere. Sisanya dipengaruhi oleh variabel lain.
2. Pada Tabel 2, didapat nilai
signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) yang berarti bahwa model
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
40 tentang pengaruh store
atmosphere terhadap minat beli. 3. Pada tabel 3 menunjukan nilai
signifikansi untuk variabel Instore Amtmosphere = 0,000<0,05, sehingga Ho ditolak yang berarti terdapat pengaruh positif terhadap minat beli konsumen. Sedangkan untuk Outstore atmosphere, nilai siginifikansi = 0,343 > 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti tidak memiliki pengaruh positif terhadap minat beli konsumen.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Jenis Penelitian
Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang
lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku (Nazir,
2003). Penelitian ini mengaplikasikan model penelitian empiris dengan pendekatan
survey. Dilihat dari sudut pandang sifat yang dihimpunnya, penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kuantitatif.
3.1.2 Sumber Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui hasil observasi atau
pengamatan langsung ke Putra Baru Swalayan dan melalui kuesioner yang
disebarkan kepada responden.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur kepustakaan, seperti
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan instrumen yang
disusun berbentuk kuisioner yang diisi oleh para responden. Kuisioner diberikan
kepada konsumen secara acak dengan syarat telah melakukan pembelian atau
berkunjung ke Putra Baru Swalayan Bandar Jaya lebih dari dua kali. Kemudian
dianalisa dengan berpedoman pada sumber tertulis yang didapat dari perpustakaan
sebagai langkah konfirmasi mengenai data yang diperoleh dari penelitian lapangan.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Mudrajad (2003; 103) mendefinisikan populasi adalah kelompok elemen yang
lengkap yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita
tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh konsumen atau pengunjung Putra Baru Swalayan Bandar
Jaya Cabang Bandar Jaya Timur.
3.3.2 Sampel
Mudrajad (2003; 103), mendefinisikan sampel adalah suatu himpunan bagian dari
unit populasi. Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara
tertentu yang mewakili karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap dapat
mewakili populasi. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan non-probability sampling (penarikan sampel secara tidak acak) dengan teknik pengambilan
tergolong dalam sampel nonprobabilitas dimana pemilihannya dilakukan berdasarkan
kriteria tertentu (Sugiono, 2007). Terdapat empat kriteria yang penulis tentukan
dalam pengambilan sampel, antara lain :
1. Konsumen Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur
2. Konsumen bertempat tinggal di Bandar Jaya
3. Konsumen telah melakukan pembelian minimal dua kali
4. Konsumen bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen Putra Baru Swalayan yang
jumlahnya secara pasti tidak diketahui. Hair et. al (1998; 637) merekomendasikan, apabila populasi tidak diketahui, jumlah sampel minimal adalah lima kali dari jumlah
butir pertanyaan yang terdapat dikuisioner. Indikator dalam penelitian ini terdiri dari
satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari total
pertanyaan dalam penelitian ini adalah dua puluh. Sehingga besar sampel dalam
penelitian ini adalah : 20 x 5 = 100.
Berdasarkan perhitungan tersebut, besarnya sampel adalah 100 orang, hal ini sesuai
3.4 Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Store Atmosphere (X)
Store atmosphere merupakan seluruh aspek visual maupun aspek non-visual kreatif yang sengaja dimunculkan untuk merangsang indera kosumen guna
melakukan pembelian.Lingkungan pembelian yang terbentuk pada akhirnya
menimbulkan kesan yang menarik dan menyenangkan bagi konsumen untuk
melakukan pembelian.
a. Exterior (X1)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka sebaiknya memberikan
kesan yang menarik. Selain itu, hendaknya menunjukan spirit perusahaan dan
sifat kegiatan yang ada di dalamnya. Indikatornya terdiri dari :
1. Desain gedung Putra Baru Swalayan unik.
2. Terdapat nama atau logo Putra Baru Swalayan.
3. Pintu masuk tidak menimbulkan kemacetan.
4. Area parkir luas dan aman.
b. General Interior (X2)
Yang paling utama yang dapat membuat penjualan setelah pembeli berada di
toko adalah display.Desain interior dari suatu toko harus dirancang untuk
memaksimalkan visual merchandising. Indikatornya terdiri dari :
1. Penataan cahaya yang baik.
2. Alunan musik yang dimainkan memberikan kenyamanan berbelanja.
4. Temperatur udara terasa segar.
5. Karyawan tanggap dalam melayani konsumen.
6. Terdapat label harga pada setiap barang.
7. Penempatan kasir mudah dijangkau konsumen.
8. Mesin kasir melayani pembayaran secara tunai dan kartu kredit.
9. Putra Baru Swalayan selalu menjaga kebersihan.
c. Store Layout / Tata Letak Toko (X3)
Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan fasilitas
toko. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang ada seefektif
mungkin. Indikatornya terdiri dari :
1. Kesesuaian pengalokasian ruang konsumen.
2. Kesesuaian pengelompokkan barang.
3. Kesesuaian pengaturan arus lalu lintas.
d. Interior POP / Dekorasi Pemikat Dalam Toko (X4)
Interior point of purchase (POP) mempunyai dua tujuan, yaitu memberikan informasi kepada konsumen dan menambah suasana toko, hal ini dapat
meningkatkan penjualan dan laba toko. Indikatornya terdiri dari:
1. Dekorasi toko menyesuaikan tema pada musim-musim tertentu.
2 Minat Beli Ulang (Y)
Perilaku pelanggan, dimana pelanggan merespons positif terhadap kualitas
pelayanan suatu perusahaan dan berniat melakukan kunjungan kembali atau
mengkonsumsi kembali produk perusahaan tersebut. Indikatornya terdiri dari:
1. Ketertarikan yang dapat membangkitkan rasa ingin membeli.
[image:63.612.110.535.304.708.2]2. Keinginan untuk mencari informasi yang diminati.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel Sub Variabel Indikator Pengukuran Skala
Suasana Toko (X)
Exterior (X1)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka sebaiknya memberikan kesan yang menarik. Selain itu, hendaknya menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya
(Berman dan Evan 2001;604)
Desain Bangunan
Logo
Pintu masuk
Parkir
Desain bangunan
unik
Terdapat Logo
Swalayan
Pintu masuk tidak macet
Area parkir aman
Ordinal 1-5
General Interior (X2) Desain interior dari suatu toko harus dirancang untuk memaksimalkan visual merchandising. (Berman dan Evan 2001;604)
Penataan cahaya
Musik
Suhu udara
Karyawan tanggap
Lebar gang
Harga
Kasir
Mesin kasir
Kebersihan
Pencahayaan terang
Adanya alunan
musik
Suhu udara sejuk
Karywan tanggap
dalam pelayanan
Jarak antara rak-rak barang tidak sempit
Label harga barang
Penempatan kasir mudah dijangkau
Kecanggihan mesin
kasir dalam transaksi secara