• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGAWASAN PERBANKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGAWASAN PERBANKAN"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

Meutia Kumala Sari

ABSTRAK

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGAWASAN PERBANKAN

Oleh:

MEUTIA KUMALA SARI

Pengawasan lembaga perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia, namun dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka seluruh pengawasan dalam sektor keuangan termasuk didalamnya ada lembaga kegiatan perbankan akan di ambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penelitian ini akan membahas tentang alasan dibentuknya OJK, fungsi, tugas dan wewenang OJK serta peranan OJK terhadap pengawasan perbankan.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif. Data yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, editing data, dan sistematisasi data. Selanjutnya, dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menerangkan bahwa alasan dibentuknya OJK disebabkan karena pengawasan perbankan di Indonesia yang belum optimal mengakibatkan perlu dibentuknya lembaga yang mengawasi tentang perbankan di Indonesia. Di peroleh koordinasi secara terpadu atau lengkap diperbankan. Pembentukan OJK bertujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan pengawasan yang terintergrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan salah satunya perbankan. Sedangkan tugas dan wewenang OJK yaitu bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang. Peranan OJK terhadap pengawasan perbankan yaitu mengatur dan mengawasi mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan

microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK.

(2)
(3)

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGAWASAN PERBANKAN

(Skripsi)

Oleh

MEUTIA KUMALA SARI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

MOTO ...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... xi

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ...1

B.Permasalahan ...6

C.Ruang Lingkup...6

D.Tujuan Penelitian ...6

E. Kegunaan Penelitian ...7

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Perbankan dan Bank ...8

1. Perbedaan Perbankan dan Bank ...8

2. Bentuk Hukum Bank ...9

3. Jenis-Jenis Bank ...10

B.Fungsi dan Kewenangan Bank Indonesia ...12

1. Dasar dan Status Hukum Bank ...12

2. Fungsi dan Kewenangan Bank Indonesia ...13

3. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengawasan Perbankan ...15

4. Tugas Bank Indonesia ...17

C.Otoritas Jasa Keuangan ...18

(5)

2. Asas-Asas Otoritas Jasa Keuangan ...21

3. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan ...22

D.Pengertian dan Ruang Lingkup Peranan ...23

E. Kerangka Pikir ...26

III. METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian...28

B.Tipe Penelitian ...29

C.Pendekatan Masalah...29

D.Sumber Data dan Jenis Data ...30

E. Metode Pengumpulan Data ...31

F. Metode Pengolahan Data ...32

G.Analisis Data ...32

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Alasan Dibentuknya Otoritas Jasa keuangan ...34

1. Pengawasan Perbankan di Indonesia Yang Belum Optimal keuangan ...34

2. Landasan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan keuangan ...36

3. Koordinasi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Fungsi Pengawasan Terhadap Lembaga Keuangan Di Indonesia... 39

4. Struktur Organisasi Otoritas Jasa Keuangan... 42

B. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan... 43

1. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan... 45

2. Tugas Otoritas Jasa Keuangan...48

3. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan...51

C. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perbankan… 55 V. Kesimpulan Kesimpulan... 59

(6)
(7)
(8)

MOTO

“Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada. Susullah kejelekan

dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskan kejelakan tersebut,

dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.”

(H.R. Ahmad dan At-Tirmidzi)

“Peran adalahthe dynamic aspect of status. Dengan kata lain, seseorang

menjalankan perannya sesuai hak dan kewajibannya.”

(Robert Linton)

“Seribu langkah selalu dimulai oleh satu langkah.”

(9)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah dengan segala ketulusan dan rasa syukur yang mendalam kepada

Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan dalam setiap langkahku, ku

persembahkan karya ini kepada :

Buya, Ummi, Kakak-kakakku, Abang-abangku, Ponakan-ponakanku tersayang,

Seluruh Keluarga Besar (Alm) Awang dan Keluarga Besar Bukhari,

Terimakasih selama ini telah banyak berkorban, memberikan semangat, dukungan

yang tiada hentinya, selalu mendoakan dan menantikan keberhasilanku

Almamater tercinta Universitas Lampung

Tempatku memperoleh ilmu dan merancang mimpi yang menjadi sebagian jejak

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 01

Februari 1993, dan merupakan anak ketiga dari tiga

bersaudara dari Bapak Hi. Santoni Awang dan Ibu Nuriza

Bukhari, S.Pd.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Sari Teladan Bandar

Lampung yang diselesaikan pada tahun 1998, penulis melanjutkan ke Sekolah

Dasar Negeri 2 Beringin Raya Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004,

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh di SMP Negeri 13 Bandar Lampung

diselesaikan pada tahun 2007, dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah

Menengah Atas 14 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2010.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan pada

Fakultas Hukum Universitas Lampung yaitu dalam Unit Kegiatan Mahasiswa

Fakultas (UKM-F) Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) kemudian diangkat

sebagai Kepala Bidang Kesekertariatan pada tahun 2012 lalu diangkat sebagai

Sekretaris Umum pada tahun 2013 di organisasi UKM-F PSBH. Dan aktif di

Himpunan Mahasiswa (Hima) Perdata yang diangkat menjadi Kepala Bidang

(11)

dikirim untuk mewakili Universitas Lampung untuk mengikuti Kompetisi

Peradilan Semu atau disebut National Moot Court Competition (NMCC) Piala Jaksa Agung III di Universitas Pancasila Jakarta pada tahun 2012 dan NMCC

(12)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh

isinya, serta hakim yang maha adil di yaumil akhir kelak. Sebab, hanya dengan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Pengawasan Perbankan” sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas

bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh

keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Ibu Rilda Murniati, S.H, M.Hum., selaku Pembimbing I atas kesabaran dan

(13)

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah bersedia

untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini;

5. Ibu Ratna Syamsiar, S.H.,M.Hum., selaku Pembahas I yang telah memberikan

kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

6. Ibu Yulia Kusuma Wardani, S.H., L.L.M., selaku Pembahas II yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

7. Ibu Aprilianti, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik, yang telah

membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta

segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;

9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku Buya dan Ummi yang menjadi orangtua

terhebat dalam hidupku, yang tiada hentinya memberikan dukungan moril

maupun materil juga memberikan kasih sayang, nasihat, semangat, dan doa

yang tak pernah putus untuk kebahagian dan kesuksesanku. Terimakasih atas

segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu

bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;

10.Untuk kakakku Febria Wulan Sari, S.E., dan abangku Desta Sanjaya, S.P

(14)

mengingatkan dan membantukuku dikala aku sedang berada dalam kesulitan,

selalu mendoakan dan menyemangatiku. Semoga kita bisa terus

membanggakan buya dan ummi sampai akhir hayat;

11.Untuk abang iparku Dimas Ginanjar, S.An dan kakak iparku Dewi Sofia

Inayati, S.P., keponakan-keponakanku Alif Fathir Sanjaya dan Darrel Mas

Arfazaki terimakasih untuk semua dukungan moril, motivasi yang kalian

berikan selama ini, serta selalu mendoakan dan menyemangatiku;

12.Untuk semua keluarga besarku, keluarga Awang dan Bukhari yang telah

mendukung, serta memberikan motivasi dalam pembuatan skripsi ini;

13.Orang-orang terbaik yang ada di hidupku Nenny Dwi Ariani, Reni Mayora,

Shifra Janeczka Nasution, Jimi Erda Perwira, Reky Kurniawan, Dina Ariyanti,

Anisa Anggriani, Fitri Chitra Amelia, yang selalu ada untukku dan menemani

hari-hariku serta senantiasa memberikan nasihat, semangat dan dukungannya

kalian sudah seperti keluarga bagiku. Semoga persahabatan kita untuk

selamanya;

14.Keluarga besar UKMF PSBH, Tim MCC UP, Tim MCC Mutdjok VIII, kak

Andhika, kak Zulfikar, kak Arga, kak Ijal, kak Rafli, bung Handy, kak Adam,

mba Yuni, Koko Rivan, Idha, Merly, Raffky, Doni, Caca, Yola, Juju, Ice,

Joko, Yama. Kalian keluarga yang luar biasa, terima kasih untuk

kebersamaan, pengalaman serta ilmu yang berharga yang tidak saya temukan

dalam perkuliahan dan hanya saya temukan di PSBH;

15.Sahabat-sahabatku Triana Rahmadani, Marselyna Atalanta, Nasrida Yusrina,

Ni Putu Yudiastuti, terimakasih atas persahabatan selama ini yang kalian

(15)

senang dan kita selalu bersama, kalian selalu menyemangatiku dalam proses

penulisan skripsi ini;

16.Teman-teman seperjuangan Gusti, Melia, Chandre, Crystal, Taufan, Dendri,

Ratih, Saut, Kelvin, Andi, terimakasih atas semangat dan dukungannya selama

ini semoga kita semua bisa menjadi orang yang sukses;

17.Teman-teman KKN Pekon Neglasari: Idha Mutiara Sari, Rendi Saputra, Dhani

Darmawan, Lutfida Siwinastiti, Yosita Manara, Friangga Aditama, Riyo

Handoko, Ganda Shaleh, Yohana, Aziz. Terima kasih untuk kebersamaannya

selama 40 hari, semoga kita tetap bisa menjadi keluarga dan menjadi sukses;

18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan

dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah

diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang

sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis

dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Agustus 2014

Penulis,

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah lembaga yang independen dan bebas dari

campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga

pengawasan sektor jasa keuangan perbankan dibentuk sesuai dengan amanat

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-undang tersebut

dijelaskan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga

pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan

undang-undang.

Pembentukan lembaga pengawasan, akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31

Desember 2010. Namun, dalam prosesnya di tahun 2010, perintah untuk

pembentukan OJK masih belum terealisasi, tetapi akhirnya pada tanggal 22

November 2011 disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas jasa Keuangan, lembaga yang nantinya melakukan pengawasan di sektor

(17)

2

Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bepepam LK) agar menjadi

terintegrasi dan komprehensif.1

Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk

menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia

oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada awal pemerintahan Presiden

Habibie, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang

Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral tersebut.

RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi

pengawasan perbankan dari Bank Indonesia (BI). Ide pemisahan fungsi

pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan

Gubernur Bundesbank (Bank Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU

(kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai

konsultan. Mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.2

Latar belakang pembentukan OJK dikarenakan perlunya suatu lembaga

pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawas yang mempunyai otoritas

terhadap seluruh lembaga keuangan, dimana lembaga pengawas tersebut

bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank maupun

lembaga keuangan non bank, sehingga tidak ada lagi lempar tanggung jawab

terhadap pengawasannya. Selain itu, kegiatan usaha yang dilakukan berakibat

semakin besarnya pengaturan pengawasannya. Sehingga perlu adanya suatu

alternatif untuk menjadikan pengaturan dan pengawasan maupun lembaga

1

Wiwin Sri Haryani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.9 No.3 Oktober 2012. hlm. 45-46.

2

(18)

3

keuangan lainnya dalam satu atap. Hal ini mengingat tujuan dari pengaturan dan

pengawasan perbankan adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang

memenuhi tiga aspek, yaitu perbankan yang dapat memelihara kepentingan

masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam arti di satu pihak

memerhatikan faktor risiko seperti kemampuan, baik dari sistem, finansial,

maupun sumber daya manusia.3

Para pakar ekonomi mengemukakan pendapat mengenai OJK, bahwa OJK

dibentuk guna mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global. Sektor

keuangan memperkuat fondasi, daya saing dan stabilitas perekonomian nasional.

pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari

ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah

dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia. Pemerintah mempunyai komitmen

tinggi dan menjalankan mandat untuk melakukan reformasi di sektor keuangan.4

Untuk melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam

membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain: kewajiban

pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu,

kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan

pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan

usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically

important bank dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang

kerahasiaan informasi. Hamud M. Belfas mengemukakan, bahwa alasan

3

Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana, Jakarta. 2011, hlm. 175-176.

4

Radian, Sejarah Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (15 Juni 2012)

(19)

4

didirikannya OJK disebabkan pengawasan atas industri jasa keuangan dengan

struktur seperti pada tahun 2012 dianggap sudah tidak memadai.5

Untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya Bank Indonesia perlu

melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu. Bank Indonesia dapat

melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan

pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. Akan tetapi, tidak

dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank dan laporan hasil

pemeriksaan tersebut disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak

diterbitkannya hasil pemeriksaan. Jika OJK mengindikasikan bank tertentu

mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk,

OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan

langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia.

Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan

(LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan. LPS dapat

melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan

wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. OJK, Bank

Indonesia, dan LPS wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran

informasi secara terintegrasi.

Berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, dengan adanya keberadaan

OJK bukan berarti tidak ada lagi Bank Indonesia, yang ada adalah pembagian

5

Lihat wawancara Hamud M. Balfas dengan medianotaris.com yang dimuat dalam

(20)

5

tugas antara Bank Indonesia dengan OJK. Pembagian tugas tersebut salah satunya

yaitu pengawasan perbankan. Tugas yang dulunya khusus dipegang oleh Bank

Indonesia, dengan adanya OJK, kini tugas tersebut beralih ke OJK. Dalam masa

peralihan tersebut Bank Dunia mengingatkan masa transisi OJK di tengah krisis

yang masih melanda dunia akan membahayakan Indonesia. Banyak yang

menunjukan perkembangan baik setelah pembentukan OJK, tetapi tidak sedikit

yang mengalami kegagalan. Masalah lain, OJK akan membawahi industri

perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan

lembaga jasa keuangan lainnya. Hal tersebut, cukup jadi perhatian sebuah badan

baru akan dikelilingi uang triliunan rupiah ditengah beberapa lembaga independen

yang ada di Indonesia sering terkait kasus korupsi dan merugikan negara.6 Dengan

adanya lembaga baru yang disebut OJK menarik sekali untuk diadakan penelitian

mengenai peranan OJK dalam pengaturan dan pengawasan perbankan mengingat

OJK akan mempunyai tugas baru dalam melakukan pengaturan dan pengawasan

di sektor perbankan yang ada di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Pengawasan Perbankan”.

6

(21)

6

B.Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dalam penelitian ini ada

beberapa masalah yang dirumuskan dan dicari penyelesainnya secara ilmiah.

Beberapa masalah tersebut sebagai berikut:

a. Apa alasan dibentuknya OJK?

b. Apakah fungsi, tugas dan wewenang OJK?

c. Bagaimanakah peranan OJK terhadap pengawasan perbankan?

C.Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengenai fungsi, tujuan dan

wewenang OJK terhadap pengawasan perbankan. Lalu mengenai peran OJK

terhadap pengawasan perbankan. Adapaun lingkup keilmuan dalam penelitian ini

adalah hukum keperdataan (ekonomi), khususnya hukum perbankan.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yaitu:

1. Memperoleh deskripsi lengkap, rinci dan sistematis mengenai karakteristik

alasan dibentuknya OJK;

2. Memperoleh deskripsi lengkap, rinci dan sistematis mengenai fungsi, tujuan

dan wewenang OJK;

3. Memperoleh deskripsi lengkap, rinci dan sistematis mengenai peranan OJK

(22)

7

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan praktis, sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai dasar pemikiran dalam upaya

pengembangan keilmuan dengan disiplin ilmu khususnya ilmu dibidang

hukum ekonomi yang berkenaan dengan hukum perbankan, juga sekaligus

memperluas pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis kegunaan penelitian ini adalah:

a. Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi

peneliti khususnya mengenai peranan OJK terhadap pengawasan perbankan;

b. Sebagai bahan informasi maupun literatur bagi pihak yang memerlukan,

khususnya mahasiswa Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

c. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum

(23)

III.METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut kemudian

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul dalam gejala

yang bersangkutan.28

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan normatif. Pendekatan normatif

adalah pendekatan terhadap asas-asas hukum, terhadap sistematika hukum,

terhadap taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum.29

Pendekatan normatif dilakukan dengan mempelajari asas-asas hukum,

norma-norma dalam peraturan perundang-undangan, pendapat ahli hukum

(doktrin-doktrin), dan bahan kepustakaan hukum dan non-hukum yang berkaitan dengan

pokok permasalahan dalam penelitian ini.30 Penelitian ini akan mengkaji

permasalahan dengan melihat kepada norma, peraturan perundang-undangan dan

literatur yang terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

28

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008, hlm. 43.

29Ibid

,hlm. 51.

30

(24)

29

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif. Penelitian

hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran

(deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan

pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.31 Untuk itu, penelitian ini akan

menggambarkan secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis mengenai fungsi,

tujuan dan wewenang OJK terhadap pengawasan perbankan.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan normatif,

dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sumber hukum menjadi dasar rumusan masalah;

2. Mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan yang bersumber dari

rumusan masalah;

3. Mengidentifikasi sumber-sumber bacaan yang menjadi acuan untuk

melakukan penulisan penelitian;

4. Mengkaji secara analisis data yang bersumber dari bahan hukum primer dan

sekunder guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam

penelitian ini;

5. Hasil kajian sebagai jawaban permasalahan dideskripsikan secara lengkap,

rinci, jelas, dan sistematis dalam bentuk laporan hasil penelitian.

31

(25)

30

D. Sumber Data dan Jenis Data

Berkaitan dengan permasalahan dan pendekatan masalah yang digunakan, maka

pada prinsipnya penelitian ini menggunakan sumber data kepustakaan.32

Sedangkan jenis datanya yaitu:

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari dokumen yang

berhubungan dengan permasalahan yang dibahas serta mempelajari peraturan

perundang-undangan, dan buku-buku hukum. Kegiatan pengumpulan data

dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:

a. Menghimpun informasi dan data dari buku-buku hukum yang menyangkut

permasalahan penelitian.

b. Menginvertarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah dengan cara

membaca, mempelajari, mengutip/mencatat, dan memahami maknanya;

c. Mengkaji data yang sudah terkumpul dengan cara menelaah literatur-literatur

dan bahan kepustakaan lainnya agar mempermudah pembahasan penelitian ini

serta untuk menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.

2. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan

hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan, isi dari perjanjian dan

peraturan lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam

penelitian ini.

3. Bahan Hukum Sekunder

32

(26)

31

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder meliputi: buku atau

literatur dan karya ilmiah dari kalangan hukum dan non-hukum, peraturan

pemerintah, rancangan undang-undang, naskah akademik.

4. Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan-bahan penunjang lain yang ada keterkaitan dengan pokok

pokok rumusan permasalahan, memberikan kejelasan terhadap apa isi

informasi, dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, bukan

apa yang ada dalam kajian bahan hukum, namun dapat dijadikan bahan analisa

terhadap penerapan kebijakan hukum dilapangan, seperti hasil penelitian ,

buletin, majalah, artikel-artikel di internet dan bahan-bahan lainnya yang

sifatnya seperti karya ilmiah berkaitan dengan masalah yang akan dibahas

dalam penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan

data:

1. Studi Pustaka, dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara

membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku

dan literatur yang berkaitan dengan masalah pembiayaan Murabahah yang

akan dibahas.

2. Studi Dokumen adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang

tidak dipublikasikan secara umum, tetapi dapat diketahui oleh pihak tertentu.

(27)

32

dipublikasikan secara umum berupa dokumen yang berkaitan dengan pokok

bahasan penelitian ini terkait isi perjanjian jasa hukum.

F. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat

kekurangan serta apakah data tersebut telah sesuai dengan permasalahan.

2. Editing, yaitu proses meneliti kembali data yang diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada, menelaah isi perjanjian kerjasama bidang jasa

konsultan hukum tersebut. Hal tersebut sangat perlu untuk mengetahui

apakah data yang telah kita miliki sudah cukup dan dapat dilakukan untuk

proses selanjutnya. Dari data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan

permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang

sudah terkumpul serta diseleksi terlebih dahulu dan diambil data yang

diperlukan.

3. Sistematisasi Data, yaitu semua data yang telah diperoleh dikumpulkan dan

disusun secara sistematis sesuai dengan urutannya.33

G. Analisis Data

Data yang terkumpul akan dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif yaitu

dengan cara menguraikan dan menjelaskan semua hasil kajian terhadap data yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat. Metode

penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara induktif yaitu penarikan kesimpulan

33

(28)

33

secara umum yang bersumber dari data yang bersifat khusus, sehingga

(29)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Perbankan dan Bank

1. Perbedaan Perbankan dan Bank

Apabila berbicara tentang Lembaga Keuangan Bank, ada dua istilah yang perlu

dijelaskan lebih dahulu, yaitu Perbankan dan Bank. Perbankan diatur dalam

Undang-Undang No 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang No 10 Tahun 1998,

(UU Perbankan). Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 10

Tahun 1998, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya. Pada angka (2) pasal tersebut ditentukan, bank

adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pengertian perbankan itu lebih

luas dibandingkan dengan pengertian bank. Pengertian perbankan merupakan

rumusan yang abstrak mencangkup 3 (tiga) aspek utama yaitu :

a. Kelembagaan bank;

(30)

9

c. Cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha bank.7

Sedangkan pengertian Bank merupakan rumusan khusus yang konkret

mencangkup 2 (dua) aspek utama, yaitu :

(1) Badan usaha bank (Corporate Company); (2) Kegiatan usaha bank (Business Activities).8

2. Bentuk Hukum Bank

Menurut ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 juncto Pasal 21

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, dikenal dan diatur 2 (dua) jenis bank yaitu

bentuk hukum bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang memiliki bentuk

sebagai berikut :

a. Perseroan Terbatas;

b. Perusahaan Daerah; atau

c. Koperasi.

Ketiga bentuk hukum ini adalah badan hukum. Badan hukum bank dapat berupa

Perseroan Terbatas, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Sedangkan

badan hukum Bank yang berupa Perusahaan Daerah, hanya Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD), dan yang berupa Koperasi hanya Badan Usaha Milik Swasta

(BUMS).

7

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Ed. 6, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 37.

8

(31)

10

3. Jenis-jenis Bank

Dilihat dari fungsinya, bank dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu Bank Indonesia,

Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Indonesia diatur dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Bank Umum

dan Bank Perkreditan Rakyat diatur dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan juncto Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Bank Indonesia berfungsi

sebagai Bank Sentral. Bank Umum berfungsi sebagai bank yang dapat

menjalankan segala jenis usaha di bidang jasa Perbankan.9 Jenis-jenis bentuk bank

terdiri dari 3 jenis yaitu:

a. Bank Sentral

Bank sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga

stabilitas harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut, yang

dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-harga yang dalam

arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi

terkendali dan selalu berada pada nilai yang serendah mungkin atau pada posisi

yang optimal bagi perekonomian (low/zero inflation), dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu

banyak maka bank sentral dengan menggunakan instrumen dan otoritas yang

dimilikinya.10

9

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan,

Edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung, 2004, hlm. 36. 10

(32)

11

Di Indonesia hanya ada satu Bank Sentral dan sesuai dengan penjelasan Pasal 23

ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 disebut Bank Indonesia. Bank Indonesia

berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia. Bank Indonesia dapat

mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia yang

diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

b. Bank Umum

Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai

institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank

umum melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana

dalam bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan

depositori. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum

dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral. Pengertian bank

umum menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998: “Bank

Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran.”

Dalam menjalankan usahanya dibidang jasa Perbankan, Bank Umum menerapkan

2 (dua) cara, yaitu :

(1) Konvensional, artinya menjalankan usaha di bidang jasa perbankan menurut

cara yang lazim atau biasa, dengan memperoleh keuntungan berupa bunga.

(2) Perinsip syariah, artinya menjalankan usaha di bidang jasa perbankan

menurut aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam, dengan memperoleh

(33)

12

c. Bank Perkreditan Rakyat

Dalam Pasal 1 angka (4) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 ditentukan Bank

Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak

memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran.

B. Fungsi dan Kewenangan Bank Indonesia

1. Dasar dan Status Hukum Bank

Sebagai Lembaga Negara yang independen ini merupakan babak baru dalam

sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika

sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini

memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu

lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh

dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya

sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut.

Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan

Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi

dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin

independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus

kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.

(34)

13

dengan Lembaga Tinggi Negara. Di samping itu, kedudukan Bank Indonesia juga

tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar

Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank

Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter

secara lebih efektif dan efisien.11

Sebagai badan hukum status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik

maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan

hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum

yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh

masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum

perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam

maupun di luar pengadilan.12

2. Fungsi dan Kewenangan Bank Indonesia

Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi

perbankan Indonesia sebagai berikut :

a. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga

penghimpun dan penyalur dana;

b. Pelaksana kebijakan moneter; dan

c. Lembaga yang diikuti berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta

pemerataan;13

11

Didik J. Rachbini dan Suwidi Tono, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta, 2000, hlm. 179-180.

12

Ibid, hlm. 181.

13

(35)

14

Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki

kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa

konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku

usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dari sisi

pihak yang memiliki kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat pihak

yang kelebihan dana tersebut menyimpan dananya pada bank dalam bentuk giro,

tabungan, deposito, sementara dari sisi pihak yang memerlukan dana interaksi

terjadi pada saat pihak yang memerlukan dana tersebut meminjam dana dari bank

guna keperluan tertentu.14

Interaksi antara bank dengan konsumen pengguna jasa perbankan (nasabah) dapat

pula mengambil bentuk lain pada saat nasabah melakukan transaksi jasa

perbankan selain penyimpanan dan peminjaman dana. Bentuk transaksi lain

tersebut seperti misalnya jasa transfer dana, inkaso, maupun safe deposit. Dalam

perkembangannya, nasabah pun dapat memanfaatkan jasa bank untuk

mendapatkan produk lembaga keuangan bukan bank, seperti produk asuransi yang

dikaitkan dengan produk bank (bancassurance) dan reksadana. Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dengan nasabah di atas, bukan suatu hal yang

tidak mungkin apabila terjadi friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat

berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Dari berbagai pengalaman

yang ada, timbulnya friksi tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu :

a. informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa

yang ditawarkan bank;

14

(36)

15

b. pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan yang

masih kurang, yang Disampaikan pada diskusi Badan Perlindungan

Konsumen Nasional dan Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan

Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta, beberapa waktu yang lalu;

c. ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah

peminjam dana; dan

d. tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal

friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank.15

Untuk menyikapi permasalahan tersebut, maka Bank Indonesia sebagai otoritas

pengawas industri perbankan berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan

terhadap kepentingan nasabah dalam berhubungan dengan bank.

3. Kewenangan Bank Indonesia tentang Lembaga Perbankan

Pengaturan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia meliputi wewenang

sebagai berikut:

a. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian

izin oleh Bank Indonesia meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha

bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,

pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian

izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

15

(37)

16

b. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan

dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa

perbankan yang diinginkan masyarakat.

c. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang

bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan

untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta

untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang

membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu

pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan

bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya,

apabila diperlukan Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap

bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak,

pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain

untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.

d. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan

(38)

17

ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi

sesuai dengan asas perbankan yang sehat.16

4. Tugas Bank Indonesia

Tugas pengaturan dan pengawasan bank merupakan salah satu tugas Bank

Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Undang-Undang Bank

Indonesia. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan

peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha

tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap

bank. Selain itu, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan‐ketentuan

perbankan yang memuat prinsip kehati‐hatian. Sesuai dengan kewenangan di

bidang perizinan, Bank Indonesia yaitu:

a. Memberikan dan mencabut izin usaha bank;

b. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank;

c. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;

d. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan‐kegiatan usaha

tertentu.

Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi pengawasan langsung

dan tidak langsung. Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk

menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia, dimana hal ini dapat dilakukan terhadap

perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank

apabila diperlukan. Pemeriksaan terhadap bank dilakukan secara berkala maupun

16

(39)

18

setiap waktu apabila diperlukan dan dapat dilakukan terhadap perusahaan induk,

perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan.

Bank dan pihak lain tersebut wajib memberikan kepada pemeriksa:

(a) Keterangan dan data yang diminta;

(b) Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik

yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;

(c) Hal‐hal lain yang diperlukan seperti salinan dokumen yang diperlukan dan

lain‐lain.17

Pengalihan tugas pengawasan bank dalam Undang-Undang Bank Indonesia

ditetapkan bahwa tugas mengawasi bank akan dialihkan kepada lembaga

pengawasan sektor jasa keuangan independen. Tugas yang dialihkan kepada

lembaga ini tidak termasuk tugas pengaturan bank serta tugas yang berkaitan

dengan perizinan. Lembaga pengawasan independen ini akan melakukan

pengawasan terhadap semua lembaga jasa keuangan seperti bank, asuransi, dana

pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta badan‐badan

lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

C. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang didirikan berdasarkan

Undang-Undang No. 21 Tahun 2011. Lembaga ini didirikan untuk melakukan

pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu.

17

(40)

19

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan,

dirumuskan bahwa, OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur

tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,

pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini.

Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia lahir berdasarkan Undang-undang Nomor. 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Undang-Undang OJK) yang

disahkan pada tanggal 22 Nopember 2011, sehingga jelas sekarang landasan kerja,

tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dan hal-hal lain dari lembaga baru ini

diatur oleh undang -undang tersebut di atas.

Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk

menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia

oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan

RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank

sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan

fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia.18 Ide pemisahan fungsi

pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan

Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU

(kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai

konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.19

Pembentukan OJK di Indonesia telah diatur dalam sebuah Undang-Undang

Republik Indonesia No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang

18

Zulkarnain Sitompul, 2002, Op. Cit, hlm. 6.

19

(41)

20

diresmikan pada tanggal 22 November 2011. Dalam peraturan tersebut disebutkan

bahwa definisi dari OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan

tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk

hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang OJK ini.

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di

dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan,

dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara

berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan

masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan

yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.20

OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa

keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya, antara lain melakukan

pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa

keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor

jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa

Keuangan.21

Rimawan Pradiptyo mengatakan bahwa meski secara normatif disebutkan bahwa

OJK adalah lembaga independen, pada beberapa kalangan masih timbul keraguan

akan independensi OJK tersebut. Dalam pelaksanaannya, OJK dipimpin oleh

dewan komisioner yang terdiri dari sembilan orang anggota sebagaimana diatur

20

Maikel Jefriando, diakses pada 31-10-2013 pukul 20.00 WIB. Op. Cit.

20

(42)

21

dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang OJK. Komposisi dewan komisioner

(DK) yang akan ditempati oleh mantan pegawai lembaga keuangan tertentu,

menjadi dasar adanya keraguan bahwa OJK akan benar-benar independen.22

2. Asas-Asas Otoritas Jasa Keuangan

Dalam Naskah Akademik Pembentukan OJK dikatakan bahwa dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya OJK harus berlandaskan kepada asas-asas

sebagai berikut :

a. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang meletakkan

hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam

setiap kebijakan penyelenggaraan OJK;

b. Asas keterbukaan, yakni asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk

memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan OJK dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak

asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia

sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

c. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam

pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pasa kode

etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam

setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK.

22

(43)

22

e. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari harus dipertanggungjawabkaetiap kegiatan penyelenggaraan

OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.23

3. Fungsi , Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan

a. Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan

Adapun mengenai fungsi OJK ditentukan dalam Pasal 5 Undang-Undang OJK,

yang berbunyi bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan

pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

(1) Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;

(2) Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

(3) Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

b. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan

Ketentuan Pasal 7 Undang-undnag OJK menyatakan bahwa :

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (a), OJK mempunyai wewenang :

1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :

a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,

rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,

merger dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

23

(44)

23

b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk

hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa;

2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :

a. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal

minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap

simpanan, dan pencadangan bank;

b. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

c. Sistem informasi debitur;

d. Pengujian kredit (credit testing); dan e. Standar akuntansi bank;

3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :

a. Manajemen risiko;

b. Tata kelola bank;

c. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang;

d. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan

e. Pemeriksaan bank.

D. Pengertian dan Ruang Lingkup Peranan

Peranan merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia

(45)

24

untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan

karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.24

Levinson mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

bermasyarakat.

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.25

Merton dalam Raho mengatakan bahwa peranan didefinisikan sebagai pola

tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status

tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan

berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status social

khusus.26

Wirutomo mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang

berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan

kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya.27 Peranan

24

Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm.

212. 25

Ibid, hlm. 213.

26Ibid,

hlm. 227.

27Ibid,

(46)

25

didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada

individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh

norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan

hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga

dan di dalam peranan-peranan yang lain.

Kemudian dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu:

pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau

kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang

dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang

yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau

kewajiban-kewajibannya.

Penelitian ini adalah mengkaji dan membahas tentang peranan dalam kedudukan

sebagai pengawasan perbankan bagi OJK yang dialihkan berdasarkan

(47)

26

E. Krangka Pikir

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka dibuat kerangka pikir

sebagai berikut:

Keterangan :

Secara historis, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Pemeriksaan secara langsung dilakukan

secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Pemeriksaan dapat

dilakukan setiap waktu jika dipandang perlu, untuk meyakinkan hasil pengawasan

tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan dari praktek

perbankan yang sehat. Hal ini berhubungan dengan Pasal 29 Undang-undang No.

23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan Pengawasan Perbankan

Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang Ooritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan

Alasan dibentuknya OJK

Bank Indonesia

Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK

(48)

27

terhadap perbankan, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

Sedangkan pengawasan tidak langsung yang terutama adalah pengawasan dini

melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank.

Dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan maka peran serta Bank Indonesia sebagai pengawasan perbankan akan

hilang dan Bank Indonesia akan fokus sebagai regulator pada bidang moneter.

Implikasinya adalah bahwa fungsi penjagaan stabilitas keuangan diserahkan

kepada OJK, sedangkan Bank Indonesia hanya bertugas untuk menjaga stabilitas

moneter.

Untuk itu, penelitian ini akan mendeskripsikan tentang alasan dibentuknya OJK,

lalu fungsi, tugas dan wewenang OJK saat ini, dan peranan OJK terhadap

(49)

III.METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut kemudian

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul dalam gejala

yang bersangkutan.28

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan normatif. Pendekatan normatif

adalah pendekatan terhadap asas-asas hukum, terhadap sistematika hukum,

terhadap taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum.29

Pendekatan normatif dilakukan dengan mempelajari asas-asas hukum,

norma-norma dalam peraturan perundang-undangan, pendapat ahli hukum

(doktrin-doktrin), dan bahan kepustakaan hukum dan non-hukum yang berkaitan dengan

pokok permasalahan dalam penelitian ini.30 Penelitian ini akan mengkaji

permasalahan dengan melihat kepada norma, peraturan perundang-undangan dan

literatur yang terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

28

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008, hlm. 43.

29Ibid

,hlm. 51.

30

(50)

29

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif. Penelitian

hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran

(deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan

pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.31 Untuk itu, penelitian ini akan

menggambarkan secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis mengenai fungsi,

tujuan dan wewenang OJK terhadap pengawasan perbankan.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan normatif,

dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sumber hukum menjadi dasar rumusan masalah;

2. Mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan yang bersumber dari

rumusan masalah;

3. Mengidentifikasi sumber-sumber bacaan yang menjadi acuan untuk

melakukan penulisan penelitian;

4. Mengkaji secara analisis data yang bersumber dari bahan hukum primer dan

sekunder guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam

penelitian ini;

5. Hasil kajian sebagai jawaban permasalahan dideskripsikan secara lengkap,

rinci, jelas, dan sistematis dalam bentuk laporan hasil penelitian.

31

(51)

30

D. Sumber Data dan Jenis Data

Berkaitan dengan permasalahan dan pendekatan masalah yang digunakan, maka

pada prinsipnya penelitian ini menggunakan sumber data kepustakaan.32

Sedangkan jenis datanya yaitu:

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari dokumen yang

berhubungan dengan permasalahan yang dibahas serta mempelajari peraturan

perundang-undangan, dan buku-buku hukum. Kegiatan pengumpulan data

dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:

a. Menghimpun informasi dan data dari buku-buku hukum yang menyangkut

permasalahan penelitian.

b. Menginvertarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah dengan cara

membaca, mempelajari, mengutip/mencatat, dan memahami maknanya;

c. Mengkaji data yang sudah terkumpul dengan cara menelaah literatur-literatur

dan bahan kepustakaan lainnya agar mempermudah pembahasan penelitian ini

serta untuk menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.

2. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan

hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan, isi dari perjanjian dan

peraturan lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam

penelitian ini.

3. Bahan Hukum Sekunder

32

(52)

31

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder meliputi: buku atau

literatur dan karya ilmiah dari kalangan hukum dan non-hukum, peraturan

pemerintah, rancangan undang-undang, naskah akademik.

4. Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan-bahan penunjang lain yang ada keterkaitan dengan pokok

pokok rumusan permasalahan, memberikan kejelasan terhadap apa isi

informasi, dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, bukan

apa yang ada dalam kajian bahan hukum, namun dapat dijadikan bahan analisa

terhadap penerapan kebijakan hukum dilapangan, seperti hasil penelitian ,

buletin, majalah, artikel-artikel di internet dan bahan-bahan lainnya yang

sifatnya seperti karya ilmiah berkaitan dengan masalah yang akan dibahas

dalam penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan

data:

1. Studi Pustaka, dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara

membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku

dan literatur yang berkaitan dengan masalah pembiayaan Murabahah yang

akan dibahas.

2. Studi Dokumen adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang

tidak dipublikasikan secara umum, tetapi dapat diketahui oleh pihak tertentu.

(53)

32

dipublikasikan secara umum berupa dokumen yang berkaitan dengan pokok

bahasan penelitian ini terkait isi perjanjian jasa hukum.

F. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat

kekurangan serta apakah data tersebut telah sesuai dengan permasalahan.

2. Editing, yaitu proses meneliti kembali data yang diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada, menelaah isi perjanjian kerjasama bidang jasa

konsultan hukum tersebut. Hal tersebut sangat perlu untuk mengetahui

apakah data yang telah kita miliki sudah cukup dan dapat dilakukan untuk

proses selanjutnya. Dari data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan

permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang

sudah terkumpul serta diseleksi terlebih dahulu dan diambil data yang

diperlukan.

3. Sistematisasi Data, yaitu semua data yang telah diperoleh dikumpulkan dan

disusun secara sistematis sesuai dengan urutannya.33

G. Analisis Data

Data yang terkumpul akan dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif yaitu

dengan cara menguraikan dan menjelaskan semua hasil kajian terhadap data yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat. Metode

penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara induktif yaitu penarikan kesimpulan

33

(54)

33

secara umum yang bersumber dari data yang bersifat khusus, sehingga

(55)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Alasan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebabkan karena

pengawasan perbankan di Indonesia yang belum optimal mengakibatkan

perlu dibentuknya lembaga independen yang mengawasi tentang perbankan

di Indonesia. Pembentukan OJK bertujuan agar keseluruhan kegiatan di

dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil,

transparan, akuntabel dan pengawasan yang terintergrasi terhadap

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan khususnya di bidang

perbankan. Sehingga dibentuklah lembaga OJK yang mengawasi seluruh

lembaga keuangan termasuk lembaga perbankan dimana telah diatur dalam

Undang-Undang No. 21 tahun 2011 Tentang OJK.

2. Fungsi, tugas dan wewenang OJK yaitu menurut Undang-Undang No. 21

tahun 2011 Tentang OJK bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem

pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan

di dalam sektor jasa keuangan. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang

Otoritas Jasa Keuangan yaitu harus merupakan lembaga yang independen.

(56)

60

campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam undang-undang.

3. Peranan OJK terhadap pengawasan perbankan yaitu mengatur dan mengawasi

mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan

bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan

pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam penjelasan undang-undang mengenai OJK, merupakan

tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan

pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral kepada perbankan. Sehingga menciptakan

(57)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku/Literatur

Aminah, Zaidatu

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel tersebut terlihat bahwa diantara usia, jenis kelamin serta pendidikan yang memiliki hubungan terhadap tingkat kepatuhan adalah pendidikan dengan nilai p <

Brand Awareness Pada Generasi Z (Studi Kasus Pada Radio Play99ers 100 FM Bandung)”. Maka dengan itu penulis memberikan saran yang dapat menjadi bahan

KEGIATAN : KEGIATAN PERENCANAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN DAN PENGGANTIAN JEMBATAN PROVINSI PAKET : PENGAWASAN PENINGKATAN JALAN DAN JEMBATAN DI BPT WILAYAH PURWODADI..

Alat listrik yang berguna untuk memasak nasi adalah ….. Matahari bergerak

Rendahnya kesamaan komposisi jenis pada cadangan biji dan vegetasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (1) kondisi hutan sudah dalam keadaan terganggu dan dipengaruhi oleh

pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh pasien. Sistem dapat menangani pendaftaran pemeriksaan pasien kolektif. Tidak menangani proses penyerahan komisi dokter pengirim,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tipe kepribadian dengan strategi penyelesaian konflik dalam organisasi Pagar Nusa di Universitas

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Untuk mengetahui pengaruh secara simultan dan parsial insentif, budaya kerja, lingkungan kerja terhadap