KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG YANG DIKAITKAN DENGAN RAHASIA
BANK
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana
OLEH :
YESNITA GRACE TRE SITOMPUL
070200020
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
KETUA DEPARTEMEN
MUHAMMAD HAMDAN,S.H.,M.HUM NIP:195703261986011001
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
ABSTRAK
KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN YANG DIKAITKAN DENGAN RAHASIA BANK
Y.Grace Tre Sitompul* Madiasa Ablisar**
Edi Yunara***
Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang timbul seiring perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memanfaatkan sistem keuangan termasuk sistem perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak pidana pencucian uang. Disatu sisi kerahasiaan bank dalam melindungi nasabahnya ,dianggap merupakan faktor yang dapat proses penyidikan yang dilakukan penyidik terhadap tindak pidana pencucian uang.
Dalam melaksanakan penyidikan,terdapat beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam peraturan perundang-undangan,bagaimana kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan kerjasama internasional antara penyidik Indonesia dengan lembaga penyedia jasa keuangan negara lain,kemudian badan-badan apa saja yang berwenang dalam tindak pidana pencucian uang
Tujuan penulisan ini untuk mengkaji pengaturan rahasia bank dalam sistem hukum perbankan nasional dan mengkaji kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang serta mengkaji penyidik dalam menerobos rahasia bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.serta mengkaji penyidik dalam menerobos rahasia bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif dengan pendekatan yuridis yang terdiri dari bahan hukum sekunder dan tersier.
Berdasarkan hasil penulisan didapatkan bahwa Kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang terkadang masih dibatasi oleh ketidakpahaman penyidik untuk menerobos rahasia bank yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, dan harus menunggu ijin dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan dalam Pencucian uang terdapat pihak-pihak yang sangat berperan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut,bukan hanya Kepolisian melainkan pihal Kejaksaaan,KPK,BNN dan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sangat diperlukan dalam memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Beserta masih adanya Konvensi maupun Treaty kerjasama internasional yang belum diratifikasi terkait dengan pencucian uang maka kerjasama internasional di bidang kejahatan lintas negara khususnya pencucian uang. .
DAFTAR ISI
BAB II: PENGATURAN RAHASIA BANK DI INDONESIA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA A.Sejarah Perkembangan Perbankan di Indonesia ...17
B.Bentuk-bentuk Bank di Indonesia ...18
C.Pengaturan Rahasia Perbankan Indonesia ...19
1.Undang-undang BI No.6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia...32
3.Undang-Undang 21 tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah...37
4.Peraturan Bank Indonesia nomor 2/19/PBI/2000 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank...40
BAB III: BADAN-BADAN PENYIDIK YANG BERWENANG DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN DI INDONESIA A.Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 42
B.Peran Kejaksaaan dalam kepentingan penuntutan ...45
C.Peran Komisi Pemberantasan Korupsi ...47
D.Peran Badan Narkotika Nasional ...48
E.Peran Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia ... 48
BAB IV: KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA A.Wewenang dan Kewajiban Penyidik dalam KUHAP... 52
B. Tugas dan Fungsi Penyidik dalam Tindak Pidana Khusus...54
C.Tugas dan Wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ... 64
D.Bentuk kerjasama Internasional antara Penyidik dengan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan ... 78
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ...82
B.Saran ...83
ABSTRAK
KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN YANG DIKAITKAN DENGAN RAHASIA BANK
Y.Grace Tre Sitompul* Madiasa Ablisar**
Edi Yunara***
Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang timbul seiring perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memanfaatkan sistem keuangan termasuk sistem perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak pidana pencucian uang. Disatu sisi kerahasiaan bank dalam melindungi nasabahnya ,dianggap merupakan faktor yang dapat proses penyidikan yang dilakukan penyidik terhadap tindak pidana pencucian uang.
Dalam melaksanakan penyidikan,terdapat beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam peraturan perundang-undangan,bagaimana kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan kerjasama internasional antara penyidik Indonesia dengan lembaga penyedia jasa keuangan negara lain,kemudian badan-badan apa saja yang berwenang dalam tindak pidana pencucian uang
Tujuan penulisan ini untuk mengkaji pengaturan rahasia bank dalam sistem hukum perbankan nasional dan mengkaji kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang serta mengkaji penyidik dalam menerobos rahasia bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.serta mengkaji penyidik dalam menerobos rahasia bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif dengan pendekatan yuridis yang terdiri dari bahan hukum sekunder dan tersier.
Berdasarkan hasil penulisan didapatkan bahwa Kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang terkadang masih dibatasi oleh ketidakpahaman penyidik untuk menerobos rahasia bank yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, dan harus menunggu ijin dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan dalam Pencucian uang terdapat pihak-pihak yang sangat berperan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut,bukan hanya Kepolisian melainkan pihal Kejaksaaan,KPK,BNN dan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sangat diperlukan dalam memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Beserta masih adanya Konvensi maupun Treaty kerjasama internasional yang belum diratifikasi terkait dengan pencucian uang maka kerjasama internasional di bidang kejahatan lintas negara khususnya pencucian uang. .
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
dibidang komunikasi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan
termasuk sistem perbankan yang menawarkan mekanisme lalu lintas antar negara
yang dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Keadaan ini disamping
mempunyai dampak positif juga membawa dampak negatif bagi kehidupan
masyarakat, yaitu dengan semakin meningkatnya tindak pidana berskala nasional
maupun internasioanal dengan memanfaatkan sistem keuangan , termasuk sistem
perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak
pidana (money laundry).
Sistem kerahasiaan bank yang dianut suatu negara salah satu faktor untuk
melakukan pencucian uang. Semakin ketat sistem kerahasiaan perbankan suatu
negara maka semakin sering dipergunakan sebagai sarana melakukan pencucian
uang. Swiss dan Austria tergolong menerapkan ketentuan perbankan secara ketat.
Tidak heran penyimpanan dari banyak negara termasuk negarawan korup
menggunakan jasa bank kedua bank tersebut sebagai tempat persembunyian uang
Salah satu faktor pendukung kepercayaan nasabah pada bank adalah
ketentuan rahasia bank,yaitu ketentuan mengatur kerahasiaan data keuangan
nasabah. Dasar hukum ketentuan bank diatur dalam undang-undang no.7 tahun
1992 tentang perbankan yang diubah dengan undang-undang no.10 tahun 1998.
Ketentuan rahasia bank diatur dalam bab vii dan bab viii pasal 40, pasal 45 , pasal
47 dan pasal 47a undang-undang no.10 tahun 1998.
Kerahasiaan ini untuk menjaga privasi nasabah dan keamanan dana dari
kemungkinan dimanfaatkan pihak tidak berhak dengan cara-cara canggih melalui
komputer dan identitas si pemilik dana. Bank sangat memahami perlunya menjaga
kerahasiaan bank sehingga menciptakan sistem pengawasan yang baik sesuai
dengan kemampuan bank bersangkutan.1
Rahasia bank adalah seluruh data dan informasi mengenai sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang
diketahui bank karena kegiatan usahanya.
Masyarakat akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan
jasa bank apabila dari bank ada jaminan,bahwa pengetahuna bank tentang
simpanan dan keuangan nasabah tidak akan disalah gunakan. Dengan ketentuan
tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Namun
disisi lain ketentuan rahasia bank menimbulkan benturan kepentingan misalnya
1
berkaitan dengan pemberantasan kriminal seperti kejahatan pencucian uang
(money laundry).
Berkenaan dengan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (money
laundry) kepolisian mempunyai peran krusial dan strategis, hal ini disebabkan
kepolisian merupakan garda terdepan dalam penegakana hukum dan mempunyai
wewenang melakukan penyelidaikan. Terlebih di era globalisasi dimana dinamika
dan cara melakukan kejahatan berkembang begitu canggih. Pola-pola kejahatan
yang dulu dilakukan secara fisik kini berubah melalui menggunakan akal
pikiran,kelicikan,kepandaian.bentuk kejahatan tersebut lazim dikenal dengan
kejahatan kerah putih (white collar cime )seperti kejahatan pencucian uang
(money laundry).
Sehubungan dalam rangka penegakan hukum sesuai dengan sistem
peradilan pidana terpadu, kepolisian republik Indonesia bertugas melakukan
penyidikan yang dilaksanakan oleh penyidik/ penyidik pembantu pada fungsi
intelijen dalam bidang keamanan maupun fungsi operasional kepolisian Republik
Indonesia lainnya yang diberi wewenang melakukan penyidikan serta melakukan
koordinasi dan pengawasan terhadap pejabat pegawai negeri sipil. Pasal 74 UU
No.8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang berbunyi “ Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan
oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan
ketentuan peraturan perundangan kecuali ketentuan lain menurut
Penyidikan yang dilakukan terhadap dugaan tindak pidana pencucian uang
(money laundry) terkadang menemui hambatan seperti harus memberitahu dahulu
pusat pelaporan analisis transaksi keuangan tentang adanya aliran dana
mencurigakan. Hal ini memakan waktu sangat lama sampai ada balasan dari pusat
pelaporan analisis transaksi keuangan. Hal tersebut disebabkan karena pusat
pelaporan analisis transaksi keuangan tidak berkedudukan di daerah dan hanya di
pusat (jakarta).
Berkenaan dengan tugas penyidikan,polisi harus memperoleh alat bukti
alat bukti yang akan diajukan pada jaksa untuk selanjutnya diungkakpkan di
persidangan dan untuk perkara penncucian uang bukan hal mudah apalagi harus
dikaitkan dengan kejahatan asalnya. Polisi harus menemukan fakta untuk
dibuktikan jaksa yang meliputi unsur subjektif dan unsur objektif. Kedua unsur
tersebut berkaitan dengan unsur terdakwa “mengetahui bahwa dana tersebut
berasal dari hasil kejahatan” dan “terdakwa mengetahui tentang atau maksud
untuk untuk melakukan transaksi”.
Penyidikan tindak pidana berawal dari terjadi suatu peristiwa yang
diketahui atau disampaikan kepada penyidik, melalui adanya:
1.Informasi
2.Laporan atau laporan polisi
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajiban berdasar undang-undang kepada Pejabat yang berwenang tentang
polisi yaitu laporan tertulis yang dibuat oleh Petugas Kepolisian Republik
Indonesia tentang adanya pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena
hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang bahwa akan , sedang atau telah
terjadi peristiwa pidana.2
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi permasalahan dalam penulisan
ini adalah:
a. Bagaimana pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam peraturan
Perundang-undangan Indonesia
b. Badan-badan Penyidik apa saja yang berwenang dalam Tindak Pidana
Pencucian Uang
c. Bagaimana kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di
Indonesia dan bentuk kerjasama internasional antara penyidik Indonesia
dengan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan di Negara lain
C.Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
2 Muhammad Yusuf, et. al.
Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, (Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program,
2001) halaman 481.
a. secara teoritis penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan dalam
pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana khususnya
terutama menyangkut tindak pidana pencucian uang
b. Secara praktis hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan alat
penyebarluasan informasi kepada masyarakat ,mahasiswa fakultas hukum
dan penegak hukum khususnya bagi pihak kepolisian dalammemberantas
dan menangani tindak pidana pencucian uang.
D.Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah:
1. Mengetahui pengaturan rahasia bank dalam sistem hukum perbankan
nasional.
2. Mengetahui kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di
Indonesia dan bentuk kerjasama internasional antara penyidik Indonesia
dengan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan di Negara lain
3. Mengetahui Badan-badan Penyidik apa saja yang berwenang dalam
Tindak Pidana Pencucian Uang
E.Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam melakukan penulisan ini ada
baiknya diberikan batasan-batasan yang dapat dijadikan pedoman dalam proses
Kewenangan,Penyidik,Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang,dan
Rahasia Bank.
1.Pengertian Kewenangan
Pengertian Kewenangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah Kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung
jawab kepada orang lain. Secara pengertian bebas Kewenangan adalah Hak
seorang Individu untuk melakukan suatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan
diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu. Terdapat 3 sumber
kewenangan yaitu:
a. Sumber Atribusi yaitu pemberian kewenangan pada badan atau
lembaga/pejabat negara tertentu baik oleh pembentuk Undang-Undang
Dasar maupun pembentuk undang-undang. Sebagai contoh :Atribusi
kekuasaan Presiden dan DPR untuk membentuk undang-undang
b. Sumber Delegasi yaitu penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari
badan/lembaga pejabat tata usaha negara dengan konsekuensi tanggung
jawab beralih pada penerima delegasi
c. Sumber mandat yaitu pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab masih
dipegang oleh si pemberi mandat.
1. Louis A. Allen “Wewenang adalah sejumlah kekuasaan (powers) dan hak
(rights) yang didelegasikan pada suatu jabatan”
2. Drs. Malayu S.P Hasibuan “wewenang adalah kekuasaan yang sah dan
legal yang dimiliki seseorang untuk memerintah orang lain, berbuat atau
tidak berbuat sesuatu”.
3. R.C Davis “wewenang adalah hak yang cukup yang memungkinkan
seseorang dapat menyelesaikan suatu tugas kewajiban tertentu”.
4. G.R Terry “wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat
untuk pihak lain, supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki
wewenang itu”.
2.Pengertian Penyidik
Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tetentu yang diberi kewenangan khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan.3
1. Penyidik adalah:
a. Pejabat polisi NegaraRepublik Indonesia;
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang.
3
2. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimadsud ayat (1) akan diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.4
Menurut de Pinto,Penyidik adalah Pejabat-Pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang
sekedar beralasan bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.
3.Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak pidana dipakai sebagai pengganti kata Straftbaar feit. Menurut
Moeljatno,tindak pidana adalah keadaan yang dibuat seseorang atau barang
sesuatu yang dilakukan ,dan perbuatan itu menunjuk baik pada akibatnya maupun
yang meninggalkan akibat.5 Sedang kan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah
segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang ini.6 Melihat apa yang dimaksud, maka
pembentuk undang-undang sekarang sudah konsisten dalam pemakaian istilah
tindak pidana. Akan tetapi para sarjana hukum pidana mempertahankan istilah
yang dipilihnya sendiri. Adapun pendapat itu diketemukan oleh : Moelyatno, D.
Simons, Van Hamel, WPJ. Pompe, JE. Jonker dan Soedarto yang dalam uraiannya
adalah sebagai berikut:
1) Moelyatno
4 Pasal 6 KUHAP
5 Moeljatno,
Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana,
(Yogyakarta:Bina Aksara,1983), Halaman 10.
6
Perbuatan Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum,larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Unsur-unsur tindak pidana :
a) Perbuatan manusia
b) Memenuhi rumusan undang-undang
c) Bersifat melawan hukum7
2) Simons
Strafbaar Feit adalah kelakuan (Hendeling) yang diancam dengan pidana yang
bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang
dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.Unsur-unsur tindak pidana:
a) Unsur Obyektif : Perbuatan orang, Akibat yang kelihatan dari perbuatan
itu Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu
b) Unsur Subyektif : Orang yang mampu bertanggung jawab, Adanya
kesalahan (Dolus atau Culpa). Kesalahan ini dapat berhubungan dengan
akibat dari perbuatan atau keadaan mana perbuatan itu dilakukan.
3) Van Hamel
Strafbaar Feit adalah kelakuan (Menselijke Gedraging) orang yang dirumuskan
dalam WET yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (Staff Waardig)
dan dilakukan dengan kesalahan. Unsur-unsur tindak
pidana:
7 Moelyatno,
a) Perbuatan Manusia
b) Yang dirumuskan dalam Undang-Undang
c) Dilakukan dengan kesalahan
d) Patut dipidana
4) W.P.J. Pompe
Pengertian Strafbaar Feit dibedakan antara definisi yang bersifat teoritis
dan yang bersifat Undang-Undang. Menurut Teori : Strafbaar Feit adalah suatu
pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan
diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan
kesejahteraan umum. Menurut Undang-Undang / Hukum Positif Strafbaar Feit
adalah suatu kejadian (Feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan
sebagai perbuatan yang dapat dihukum.8
5) J.E. Jonkers
Mengenai tindak pidana ada 2 (dua) pengertian yaitu dalam arti pendek
dan arti panjang. Arti Pendek, Staafbaar Feit adalah suatu kejadian (Feit) yang
dapat diancam pidana oleh Undang-Undang. Arti Panjang, Strafbaar Feit adalah
suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau
alpa oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.
6) VOS
Staafbaar Feit adalah suatu kelakukan manusia yang diancam pidana oleh
peraturan Undang-Undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang
8 Bambang Purnomo,
Asas-asas Hukum Pidana,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985)
dengan ancaman pidana. Beliau menyebut Staafbaar Feit dengan istilah tindak
pidana, dengan unsur-unsur sebagai berikut :
a) Perbuatan yang memenuhi rumusan Undang-Undang.
b) Bersifat melawan hukum.
c) Dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab dengan kesalahan
(Sculd) baik dalam bentuk kesengajaan (Dolus) maupun kealpaan (Culpa)
dan tidak ada alasan pemaaf.9
Sarah N. Welling mengemukakan Pengertian Tindak Pidana Pencucian
Uang adalah sebagai proses yang dilakukan oleh seseorang menyembunyikan
keberadaaan, sumber ilegal atau aplikasi ilegal dari pendapatan dan kemudian
menyamarkan pendapatan itu menjadi sah. Senada dengan pendapat dari Sarah,
Pamela H. Bucy mengemukakan pengertian pencucian uang sebagai
penyembunyian keberadaaan, sifat, atau sumber ilegal, pergerakan, atau
kepemilikan uang demi alasan apapun.
4.Pengertian Rahasia Bank
Rahasia Bank menurut pasal 1 angka (28) Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, Rahasia Perbankan adalah: “Segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpanan dana dan simpanannya.
9 Prof Soedarto, SH,
Hukum Pidana I Fakultas Hukum,(Semarang : Undip,1990)
F. Metode Penulisan
Metode penulisan yag digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan
demikian penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian doktrinal karena
penelitian ini dilakukan dengn cara menganalisa hukum yang tertulis dari
bahan pustaka atau data sekunder yang lebih dikenal dengan nama dan
bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum
2) Sumber Data
Penyusunan skripsi ini didasarkan kepada kajian data yang diperoleh dari
tinjauan kepustakaan ,data-data yang telah didapat dari kajian kepustakaan
akan dibagi tiga menjadi 3 (tiga) jenis data,yaitu:
a. Data Primer
Bahan yang memiliki otoritas hukum,misalnya: Undang-undang
yang terkait. Undang-undang yang dipakai antara lain :
a) Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan
b) Undang-undang Nomor 6 tahun 2009 tentang Bank
Indonesia
c) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan
d) Undang-Undang RI No.28 tahun 2007 tentang perubahan
atas Undang-Undang No.6 tahun 1983 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan
e) undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
f) Undang-Undang RI No.30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi
g) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP)
b. Data Sekunder
Bahan yang dikaji dengan berdasarkan kepada buku-buku,harian
elektronik maupun literatur yang mempunyai relevansi dengan
masalah yang dikaji dalam penulisan skripsi ini.
c. Data Tersier
Bahan yang didapat dengan melakukan penelitian terhadap
berita-berita terkini dan bahan dari internet.
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penulisan ini
adalah “penelitian kepustakaan” yaitu penulisan yang dilakukan dengan
cara pengumpulan Literatur dengan sumber daya berupa bahan hukum
primer ataupun bahan hukum sekunder yang ada hubungannya dengan
permasalahan yang dibahs dalam skripsi ini.
4. Analisis data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode analisis
deskriptif yang mengkaji data-data yang sudah ada berdasarkan tinjauan
kepustakaan.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas megenai: latar belakang,rumusan
masalah,manfaat penulisan,tujuan penulisan,tinjauan
pustaka,metode penelitian dan sistematika penelitian
BAB II :PENGATURAN RAHASIA BANK DI INDONESIA DALAM
SISTEM HUKUM PERBANKAN NASIONAL
Pada bab ini akan dibahas mengenai sejarah perkembangan
perbankan di Indonesia,bentuk-bentuk bank di Indonesia,sistem
BAB III :KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
Pada bab ini akan dibahas mengenai tugas dan fungsi penyidik
dalam tindak pidana khusus,wewenang dan kewajiban penyidik
dalam KUHAP,tugas dan wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan,bentuk kerjasama internasional anatara
penyidik dengan lembaga Penyedia Jasa Keuangan negara lain
BAB IV :BADAN-BADAN PENYIDIK YANG BERWENANG DALAM
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
Daaam bab ini akan dibahas mengenai peran kepolisian
RI,kejaksaan,KPK,BNN,dan direktorat jenderal pajak beserta
direktorat jenderal bea dan cukai
BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II
PENGATURAN RAHASIA BANK DALAM
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI
INDONESIA
A.Sejarah Perkembangan Perbankan di IndonesiaPerbankan Indonesia telah memiliki rangkaian sejarah yang cukup
panjang. Sejak masa pemerintahan kolonial telah banyak berdiri bank-bank asing
baik dari negara Belanda maupun negara asing lainnya serta beberapa bank lokal.
Bahkan pada masa pergerakan nasional juga muncul beberapa bank yang
bernuansa sangat nasional. Memasuki masa kemerdekaan, pemerintah Republik
Indonesia mulai mendirikan bank-bank pemerintah seperti Bank Negara Indonesia
(BNI) , Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Industri Negara (BIN), dan Bank
Tabungan Pos,selain bank-bank pemerintah,pada masa itu juga telah beroperasi
beberapa bank swasta nasional,bank-bank asing (termasuk DJB),Lumbung
Desa,bank desa, dan yayasan kredit. Seluruh bank tersebut terus berkembang
hingga masa-masa selanjutnya. Berdirinya Bank Indonesia pada 1 juli 1953 telah
membuka fase baru dalam tata perbankan Indonesia,khususnya dalam hal
pengawasan bank. Sebelum berdirinya BI pada tahun 1953 , belum ada lembaga
yang melakukan fungsi pengawasan bank. Hingga kemudian berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 1/1955, ditetapkan Bank Indonesia atas nama Dewan
Moneter melaksanakan pengawasan terhadap semua Bank umum dan Bank
Tabungan yang beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1968 diterbitkan
Bank Sentral ,terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial.
Selain menjalankan tugas pokok ,Bank Indonesia juga bertugas membantu
Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan
pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf
hidup.
B. Bentuk-bentuk Hukum Bank di Indonesia
Undang-undang Perbankan membedakan secara tegas bentuk hukum
untuk Bank Umum, bentuk hukum untuk Bank Perkreditan Rakyat,dan bentuk
dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan di luar
negeri10,berdasarkan ketentuan terakhir ,yakni pasal 21 undang-undang No.10
tahun 1998 bentuk hukum bank umum adalah:
1. Perseroan Terbatas
2. Koperasi
3. Perusahaan daerah.
Sementara itu untuk Bank Perkreditan Rakyat yang diatur dalam pasal 21 ayat (2)
adalah Perusahaan daerah,koperasi,perseroan terbatas,dan bentuk lain yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dan bentuk hukum dari kantor
perwakilan dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri adalah
mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya sebagaimana ditentukan oleh pasal 21
ayat(3).
10
Dari apa yang diuraikan di atas,menunjukkan bahwa bentuk hukum dari
Bank Perkreditan Rakyat lebih banyak daripada bentuk hukum untuk Bank
Umum. Perbedaan yang substansial adalah adanya peluang untuk mendirikan
Bank Perkreditan Rakyat dalam bentuk lain sebagaimana dimadsud pasal 21 ayat
(2). Dalam penjelasan pasal 21 ayat (2) huruf d dikatakan ketentuan ini
dimadsudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan
yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat , seperti bank desa,lumbung
desa,badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana dimadsud
dalam pasal 58 undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas
undang-undang no.7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Dalam pasal 58 undang-undang Perbankan ditentukan bahwa,Bank desa,Lumbung
Desa,Bank Pasar,Bank Pegawai,Lumbung Pitih Nagari (LPN),Lembaga
Perkreditan Desa (LPD),Badan Kredit Desa (BKD),Badan Kredit Kecamatan
(BKK),Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK),Lembaga Perkreditan Kecamatan
(LPK),Badan Karya Produksi Desa (BKPD) dan/atau lembaga-lembaga lainnya
yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan undang-undang dengan memenuhi persyaratan tata cara yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
C.Pengaturan Rahasia Perbankan di Indonesia
Berkaitan dengan rahasia bank sudah sejak lama menjadi isu krusial yang
tak kunjung habis diperdebatkan oleh para ekonom,praktisi hukum,politikus
menjadi penting karena merupakan tonggak bagi kehidupan perbankan sebagai
lembaga kepercayaan . hanya saja, kehangatan dari pembahasan masalah rahasia
bank mengalami pasang surut dan hasilnya masih pada tataran konseptual.
Sekalipun ketentuan rahasia bank telah diatur dalam undang-undang
perbankan,namun substansinya belum menyentuh titik keseimbangan antara
berbagai kepentingan yang ada, sehingga format ideal tentang ketentuan rahasia
bank yang diinginkan di Indonesia masih terus mencari bentuknya.
Berbagai kepentingan secara langsung maupun tidak langsung telah
mempengaruhi kebijakan tenytang Kerahasiaan yang ada, begitu juga peran
eksternal (arus globalisasi), ketentuan rahasia bank harus dapat menyelaraskan
dengan ketentuan rahasia bank di negara lain, sehingga peraturan di Indonesia
jangan sampai tidak compatible”. Hal ini mengingat produk dan jasa perbankan
banyak yang serupa dan memiliki aspek internasional,seperti
deposito,transfer,kredit,bank garansi,letter of credit (LC) yang apat dilakukan
secara lintas batas negara (cross border trade). Artinya bank dan nasabah yang
melakukan transaksi dapat tinggal di negara yang berbeda. Begitu juga transaksi
perbankan seringkali terjadi antara bank-bank yang terletak pada negara yang
berlainan. Keadaan ini menimbulkan suatu kebutuhan adanya harmonisasi, bukan
saja atas produk dan jasa perbankan tetapi juga ketentuan yang mengatur
transaksi tersebut. Harmonisasi ketentuan tersebut diharapkan menguntungkan
bank dan nasabah agar lebih memudahkan tugas pembinaan dan pengawasan bank
Permasalahan kerahasiaan bank seringkali dianggap sebagai alat untuk
melindungi kepentingan-kepentingan tertentu atau untuk menutup praktek
manipulasi yang mugkin terjadi,termasuk kolusi antara pejabat bank denan
nasabah debitur . walaupun masalah masalah menyangkut kerahasiaan banj cukup
berat ,namun untuk menghapuskan undang-undang kerahasiaan bank sangat tidak
mungkin ,sebab tanpa kerahasiaan bank ,seluruh sistem perbankan aka mengalami
kehancuran.11 Kerahasiaan hubungan antara bank dan nasabah merupakan
konsekuensi logis dari karakter usaha bank sebagai lembaga kepercayaan.
Hubungan bersifat rahasia bukan istimewa. Hubungan bersifat rahasia yang
dimadsud adalah suatu hal biasa dan lazim dalam dunia perbankan . dalam batas
tertentu,kerahasiaan memang diperlukan untuk kelangsungan bank,tetapi
kerahasiaan bank tidak bersifat mutlak. Untuk kepentingan penyidikan rahasia
bank dapat dibuka melalui ketentuan yang sudah ada.
Selain ketentuan rahasia bank ,dalam sistem perbankan biasanya terdapat
ketentuan yang menetapkan bahwa laporan yang diberikan bank kepada otoritas
pengawas dan hasil pemeriksaan bank bersifat rahasia dan karena itu tidak
diumumkan ke publik bahkan apabila otoritas pengawas bank melakukan tindakan
pembinaan terhadap bank,lazimnya tertutup dan dirahasiakan ,dengan alasan
untuk kepentingan bank sendiri dan sistem secara keseluruhan
Selain istilah kerahasiaan bank ,dikenal juga istilah Rahasia jabatan
(profesional secrecy) dalam hal ini adalah rahasia jabatan yang harus dipegang
11
teguh Gubernur,Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan pegawai Bank
Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.23 tahun 1999 tentang
Bank Indonesia. Pasal 71 ayat (1) berbunyi:
“Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan pegawai Bank Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia,untuk melakukan suatu tugas tertentu yang memberikan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia yang diperoleh karena jabatannya secara melawan hukum ,diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun ,serta denda sekurang- kurangnya Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah)....”
Prakteknya hubungan antara rahasia bank dan rahasia jabatan sering
dicampur adukan,seperti sering terdengarpernyataan dari sementara bahwa Bank
Indonesia tidak mungkin memberikan kasus-kasus perbankan ,karena menyangkut
rahasia bank. Tetapi sebenarnya untuk Bank Indonesia tidak terkena ketentuan
rahasia bank,tetapi rahasia jabatan. Adanya rahasia bank dan rahasia jabatan
kadang kala menghambat keterbukaan informasi mengenai nasabah dan
perbankan kepada masyarakat. Terlebih pasal 30 ayat (1) undang-undang no. 10
tahun 2008 mengatur bahwa keterangan tentang bank yang diperoleh Bank
Indonesia tidak diumumkan dan bersifat rahasia.
Ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan yang ketat dari satu sisi dapat
dianggap menghambat mekanisme pasar ,karena informasi yang tersedia bagi
masyarakat atau pelaku pasar sangat sedikit dan sulit diperoleh. Selain dengan
adanya ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan seringkali sangat sulit bagi
mengenai bidang perbankan. Kondisi ini didukung budaya kerja Indonesia yang
tertutup terhadap pihak luar. Dalam berbagai kesempatan ,beberapa lembaga atau
instansi pemerintah dan penegak hukum berpendapat bahwa ketentuan rahasia
bank dan rahasia jabatan sering dijadikan dalih Bank Indonesia atau suatu bank
untuk tidak memberikan informasi sebenarnya. Akhirnya timbul kesan ketentuan
rahasia bank dan rahasia jabatan menghambat keterbukaan di bidang perbankan.
Adrian Sutedi berpendapat,Kerahasiaan adalah salah satu unsur yang
merupakan sumber kekuasaan birokrasi ,selain monopoli informasi ,keahlian dan
status sosial yang tinggi.12 Salah satu timbulnya masalah dalam industri
perbankan termasuk Indonesia,menurut International Monetary Fund, adalah
karena kurang transparannya industri perbankan Indonesia. Sehubungan itu,salah
satu usaha perbankan yang diusulkan International Monetary Fund terhadap
Indonesia adalah menerapkan Good Coorporate Governance pada industri
perbankan,agar menjadi lebih transparan, antara lain dengan mengumumkan
laporan keuangan bank secara lebih transparan pada media massa setiap 3 bulan
sekali. Laporan ini disebut laporan keuangan publikasi yang berlaku untuk bank
umum. Laporan keuangan publikasi adalah laporan keuangan interim (Laporan
keuangan akhir bulan) dan tahunan,terdiri dari neraca,laporan komitmen,dan
kontijensi (suatu keadaan yang masih diliputi oleh ketidakpastian mengenai
kemungkinan diperolehnya laba atau rugi oleh suatu perusahaan),perhitungan laba
rugi dan laba di tahan serta informasi lain meliputi komposisi pemegang saham,
12
susunan pengurus,dan jumlah kredit bank kepada pihak terkait.13 Informasi
tersebut,diperlukan nasabah atau konsumen sebagai salah satu sarana yang
bermanfaat bagi nasabah yang menjalankan,mengambil keputusan,atau
melakukan disiplin pasar bagi bank yang dianggap kurang baik. Disiplin pasar
dapat memaksa bank untuk memperbaiki dirinya misalnya mengubah komposisi
pemegang saham dan meningkatkan pelayanan. Keterbukaan di bidang perbankan
salah satu supplement (pelengkap) di dalam tugas pengawasan bank. Dengan
semakin berperannya nasabah dalam mekanisme pasar,maka tugas pembinaan
bank dapat menjadi lebih ringan ,sehingga Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
dapat memusatkan perhatian pada tugas utamanya untuk menjaga stabilitas nilai
rupiah.
Berdasarkan prakteknya ada empat alasan utama mengapa ketentuan
rahasia bank diperlukan. Pertama, untuk meyakinkan dan menenangkan nasabah
ketika menyerahkan keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank
yang mempunyai hubungan kontraktual dengannya. Penyerahan keterangan dan
dokument bersifat rahasia sudah tentu untuk keuntungan kedua belah pihak. Bank
tidak dapat menjalankan tugas dan usahanya (juga untuk kepentingan nasabah)
apabila nasabah tidak menyediakan keterangan yang diperlukan.
Kedua, untuk kepentingan bank yang dalam usahanya memerlukan kepercayaan
dari nasabah yang menyimpan uang di bank. Agar nasabah mau menyimpan uang
13
di bank, maka rahasia pribadi tentang penyimpan dan simpanannya harus
dirahasiakan.
Ketiga, pengaturan rahasia bank di dalam undang dasar atau
undang-undang suatu negara biasanya didasarkan pola berfikir yaitu adanya
negara/pemerintah yang berkuasa di satu pihak dan adanya rakyat yang tunduk
pada pemerintah atau negara. Pengaturan tersebut terutama dimadsudkan untuk
membatasi campur tangan negara/pemerintah pada kehidupan pribadi setiap
anggota masyarakat.
Keempat,ketentuan rahasia bank diperlukan untuk mencegah terjadinya penyitaan
sewenang-wenang. Misalnya seorang investor asing pada suatu negara yang
kebijakannya sering berubah-ubah atau seorang pengarang yang membangkang
dari penguasa di negaranya yang ingin mengamankan hasil-hasil dari
tulisannya,sehingga tidak disita oleh negara.
Banyak pihak sepakat bahwa masalah rahasia bank cukup penting,karena
kerahasiaan merupakan jiwa dan roh dari sistem perbankan. Dengan adanya
rahasia bank ,nasabah penyimpan dana akan dilindungi informasi dan data
mengenai dirinya dan simpanan yang dimilikinya. Dengan adanya perlindungan
ini,masyarakat akan bersedia menyimpan dan mempercayakan uangnya di bank,
karena percaya bahwa bank akan memelihara kerahasiaan mengenai dirinya dan
simpanannya.
Pentingnya peranan perbankan dalam suatu sistem keuangan dan
Teori bank kontenporer menjelaskan bahwa fungsi sistem perbankan dapat
dibedakan atastiga hal,yakni menyediakan akses bagi suatu sistem
pembayaran,transformasi dan memonitor debitur. Sedangkan menurut
undang-undang perbankan fungsi perbankan adalah sebagai perantara keuangan ,yaitu
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Fungsi perbankan sebagaimana disebutkan di dalam undang-undang tersebut
dikenal dengan nama perantara keuangan.. fungs perantara keuangan dapat
disamakan dengan fungsi melakukan transformasi aset. Dengan demikian sistem
perbankan secara umum sangat penting peranannya dalam perekonomian suatu
negara, bukan saja karena peranannya sebagai perantara keuangan dan sebagai
pelaku dalam sistem pembayaran,tetapi juga karenna peranan perbankan sebagai
sarana untuk pelaksanaan/transmisi kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah
dan Bank Sentral.
Program restrukturasi perbankan setidak-tidaknya terdapat dua hal
berkaitan dengan rahasia bank,yaitu penyelesaian aset bermasalah dan
mengupayakan terciptanya Good Coorporate Governance. Oleh sebab itu, tanpa
mengubah ketentuan rahasia bank akan sangat sulit untuk menyelesaikan aset
bermasalah dan menciptakan Good Coorporate Governance.
Ketentuan reahasia bank meliputi seluruh nasabah baik penyimpan dana
maupun nasabah debitur sebagaimana diatur dalam undang-undang No.7 tahun
1992 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.10 tahun 1998,
sehingga rahasia bank hanya meliputi nasabah penyimpan dan simpanannya,
bank berdasarkan perjanjian antara nasabah dan bank. Disamping itu, dilakukan
penyempurnaan mengenai ketentuan tentang laporan keuangan tahunan dan
laporan keuangan publikasi yang memungkinkan bank menjadi lebih transaparan
dibandingkan sebelumnya, misalnya bank diwajibkan mengumumkan kreditnya
kepda pihak terkait dengan bank.
Sebenarnya dalam era deregulasi perbankan yang sudah dimulai sejak
tanggal 1 juni 1983,telah berkembang pemikiran bahwa ketentuan rahasia bank
perlu diperlonggar sepanjang menyangkut kepentingan umum untuk mengetahui
bank mna yang baik dalam menjalankan usahanya,sehingga masyarakat akan
semakin hati-hati dalam penempatan dananya dan semakin percaya pada sistem
perbankan. Mekanisme pasar juga turut mengawasi dunia perbankan. Tanpa
transparansi,akan sulit dilakukan suatu Good Coorporate Governance dan market
discipline oleh nasabah bank terhadap banknya. Market discipline dipandang
penting,kartena usaha perbankan banyak menggunakan dana masyarakat,sehingga
masyarakat perlu turut mengawasinya. Jika transaksi ekonomi berkaitan dengan
sumber-sumber ekonomi publik,misalnya dana pensiun di perbankan yang akan
diinvestasikan, maka prosesnya haarus transaparan, atau setidak-tidaknya bisa
dipertanggungjawabkan kepada publik yang memiliki dana tersebut, mengingat
dampak kerugian usaha bank akan ditanggung oleh pemilik dana dan bukan orang
lain.
Transparansi semacam ini sesuai dengan tuntutan demokrasi ekonomi,agar
masyarakat dapat memperoleh informasi tentang hal tertentu yang diperlukannya
itu,transparansi atau publikasi laporan keuangan perlu dilakukan,karena adanya
penguasaan informatika berbeda anatar bank dan nasabah,serta untuk tetap
menjaga terjadinya persaingan yang sempurna dipasar. Untuk Indonesia hal ini
menjadi sangat penting,karena indonesia belum terdapat Lembaga Penjamin
Simpanan seperti asuransi deposito atau dana bersama,walaupun pada saat ini
untuk sementara sudah ada program penjaminan bagi kewajiban bank yang
dilakukan berdasarkan Keputusan Presoden Nomor 26 dan Nomor 193 tahun 1998
tentang jaminan terhadp Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Dikemukakan sebelumnya,disamping adanya pihak yang menghendaki
transparansi,terdapat juga pihak lain yang menginginkan adanya kerahasiaan yang
tetap seperti sedia kala,terutama dengan alasan untuk kelangsungan hidup sistem
perbankan. Dalam era globalisasi ini dengan adanya kemajuan teknologi
informasi dan komputer, telah mengakibatkan terjadinya “global market” pada
sektor keuangan. Dalam global market,dana bebas bergerak dari satu negara
kenegara lain. Apabila nasabah kurang percaya pada sistem perbakan nasional
atau pada ketentuan rahasia bank di negaranya,maka hal ini dapat mendorong
nasabah untuk memindahkan penyimpanan dananya ke bank lain di luar negeri.
Hal ini mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kekuatan yang produktif dar
suatu negara. Oleh sebab itu, ketentuan rahasia bank perlu dipertimbangkan untuk
tetap ketat.
Ketatnya rahasia bank selain berdampak positif seperti diuraikan
diatas,juga dapat berdampak negatif. Misalnya ketentuan rahasia bank suatu
menarik untuk,melakukan pemutihan uang hasil kejahatan (money laundering).
Ketatnya ketentuan rahasia bank dapat menghambat tugas DPR didalam
melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan dapat menyulitkan bagi penegak
hukum untuk melaksanakan tugasnya. Bahkan ada pendapat yang menyatakan
bahwa suatu sistem sulit untuk berjalan baik, apabila ketentuan rahasia bank
terlalu ketat. Dikhawarirkan rahasia bank yang ketat,pelaku kejahatan akan mudah
bersembunyi dan pungutan pajak tidak akan berhasil dengan baik.
Suatu ideal dalam pengaturan suatu ketentuan rahasia bank adalah
sebagaimana mencapai keseimbangan antara kepentingan pribadi nasabah,
kepentingan perbankan dan kepentingan umum. Apabila dikatakan bahwa
perlunya ketentuan rahsia bank adalah dalam rangka memelihara kepentingan
umum, yaitu kepentingan nasabah dan bank, namun disisi lain terdapat
kepentingan umum untuk membuka rahasia bank, misalnya untuk pemberanasana
tindak pidana yang hasilnya seringkali disimpan di bank. Dengan demikian yang
terpenting adalah bagaimana menciptakan adanya keseimbangan antara
kepentingan umum yang satu dengan yang lainnya.
Diseluruh negara terdapat kecenderungan bahwa ketentuan rahasia bank
bersifat tidak mutlak. Artinya rahasia bank tetap dapat diterobosdengan beberapa
alasan atau pengecualian yang diatur secara limitatif dalam peraturan atau putusan
yang bervariasi anatar satu negara dengan negara lain. Alasan-alasan tersebut:
1. Untuk kepentingan perpajakan
3. Dalam hubungan perdata antara bank dengan nasabahnya
4. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank
5. Adanya persetujuan nasabah
6. Adanya ketentuan lain yang mewajibkan membuka rahasia bank
7. Adanya kewajiban untuk mencegah terjadi tindak pidana
8. Adanya panggilan atau penggeledahan oleh pemerintah
Berkaitan dalam hal ini, salah satu permasalahan yang muncul adalah
mengenai ruang lingkup rahasia bank, apakah hanya meliputi simpanan
masyarakat atu meliputi pinjaman yang diberikan bank. Disamping itu, timbul
tuduhan bahwa ketentuan rahasia bank yang terlalu luas dapat dipakai sebagai
tempat berlindung bagi debitur-debitur bermasalah. Berkaitan dengan hal ini
dipertanyakan kembali filosofi ketentuan rahasia bank,apakah untuk melindungi
masyarakat yang memiliki dana atau untuk melindungi bank yang melakukan
penghimpunan dana.
Banyak sekali diantara permasalahan tersebut belum terjawab secara
mmuasakan oleh ketentuan rahasia bankdalam undang-undang perbankan. Dalam
menangani kasus-kasus menyangkut rahasia bank seringkali pihak
penyidik,penuntut umum dan pengadilan meminta keterangan ahli dari Bank
Indonesia sebagai lembaga yang bertanggung jawaban dalam pembinaan dan
pengawasan bank. Masalah lain belum terjawab dengan tuntas apakah ketentuan
atau mantan pegawai bank. Karena dalam hal ini telah muncul suatu gejala yang
menarik, yaitu terdapat kecenderungan nasabah nakal untuk menyerang balik
bank dengan tuduhan melanggar ketentuan rahasia bank. Misalnya nasabah kredit
macet mengadukan bank bank secara pidana dengan tuduhan melanggar ketentuan
rahasia bank,karena bank dalam menagih/menegur bank, bank juga memberikan
tembusan surat tagihan/teguran kepada pihak yang memberi referensi atau
rekomendasi. Sementara secara perdata ada nasabah yang menggugat banknya
atas dasar perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUH Perdata),karena dituduh
membocorkan rahasia bank yang menimbulkan kerugian bagi nasabahnya.
Hal lain yang belum diatur secara memadai dalam konteks ketentuan
rahasia bank adalah menyangkut penyitaan/pemblokiran rekening dalam perkara
pidana. Selama ini pengaturan masalah penyitaan dan pemblokiran rekening
nasabah belum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), tetapi hanya didasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia yang
meneruskan surat/instruksi dari Panglima Angkatan Kepolisian dan Jaksa Agung
kepda jajarannya. Dalam Surat Edaran tersebut,pemblokiran rekening dilakukan
berdasarkan Surat Perintah Penyitaan. Kemudian pada tanggal 6 November 1997
dikeluarkan Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia. Dalam pasal 5
keputusan bersama tersebut dinyatakan,bahwa dalam hal penyidik menerima
laporan adanya suatu rekening yang diduga menampung dana yang berasal dari
tindak pidana ,maka tindakan pemblokiran oleh penyidik dilakukan dengan
masalah pemblokiran ini diatur secara singkat dalam Undang-undang Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
1.Undang-Undang No.6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia
Peranan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia adalah sebagai
Pengawas dan Pembina bagi Bank-bank lain untuk meningkatkan keyakinan dari
setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan bank, mengenai pengawasan
dan pembinaan diatur dalam Undang No.23 tahun 1999 jo.
Undang-undang No.3 Tahun 2004 jo.Undang-Undang-undang No.6 Tahun 2009 Tentang Bank
Indonesia,dalam hal pengawasan Bank Sentral melakukannya secara langsung
maupun tidak langsung ,menurut undang-undang Bank Indonesia yang dimadsud
degan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disertai
dengan tindakan perbaikan. Sedangkan yang dimadsud dengan pengawasan tidak
langsung terutama dalam ketentuan pasal 29 undang-undang Perbankan,yaitu
sebagai berikut:
Pasal 29 ayat (1):
“Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia”
Pasal 29 Ayat (2):
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan kecukupan modal,kualitas aset,kualitas
berhubungan dengan usaha bank,dan wajib melakukan kegiatan
usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”
Pasal 29 ayat (3):
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya,bank wajib
menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank”
Pasal 29 ayat (4):
“Untuk kepentingan nasabah,bank wajib menyediakan informasi
mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan
dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”
Pasal 29 ayat (5):
“Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimadsud
dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Dalam bagian penjelasan dari ketentuan Pasal 29 ayat (1),(2),dan (3)
diatas,di kemukakan bahwa yang dimadsud dengan pembinaan dalam ayat (1)
adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang
usaha,pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional
bank. Informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian nasabah
dimadsudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan
kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjadi adanya transparansi
dalam dunia perbankan . Informasi tersebut dapat memuat keadaan bank,termasuk
kecukupan modal dan kualitas aset. Sedangkan dalam penjelasan dari ketentuan
pasal 29 ayat (5) dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia anatara lain:
1.Ruang lingkup pembinaan dan pengawasan;
2.Kriteria penilaian tingkat kesehatan;
3.Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan;
4.Pedoman pemberian informasi kepada nasabah.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank tersebut diatas,pasal 30
Undang-undang Perbankan menyatakan bahwa:
Pasal 30 ayat (1):
“Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia,segala
keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara
Pasal 30 ayat (2):
“Bank atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan
kesempatan bagii pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang
ada padanya,serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan
dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala
keterangan,dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank
yang bersangkutan”
Pasal 30 ayat (3):
“Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimadsud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
diumumkan dan bersifat rahasia “
Berdasarkan ketentuan diatas dapat dikemukakan bahwa kewajiban penyampaian
keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu bank
Kepada Bank Indonesia diperlukan mengingat keterangan tersebut dibutuhkan
untuk memantau keadaan suatu bank dalam rangka melindungi dana masyarakat
menjaga keberadaan lembaga perbankan, serta menemukan informasi mengenai
adanya penyimpangan yang berindikasi terjadinya tindak pidana,khususnya
mengenai tinda pidana pencucian uang. Walaupun informasi tersebut bersifat
rahasia, Bank Indonesia menurut pasal 42 ayat (1) undang-undang No.10 tahun
1998 tentang Perbankan menentukan bahwa:
“Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,Pimpinan
hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai
simpanan tersangka atau terdakwa pada bank”
Jelaslah disini bahwa Bank Indonesia sebagai Bank sentral diantara bank-bank
lainnya mempunyai kewenangan untuk memberikan informasi kepada pihak
penyidik apabila berkaitan mengenai adanya tindak pidana yang menyangkut
bidang Perbankan. Walaupun kerahasiaan bank adalah suatu hal yang penting
sekali dalam hal menjaga kerahasiaan dari orang-orang yang mepercayakan
uangnya kepada bank.
2. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Menurut ketentuan apsal 1 angka 16 UU No. 7 tahun 1992,yang dimadsud
dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan
dan hal-hal lainnya darinasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan
wajib dirahasiakan. Berkaitan dengan itu,ketentuan pasal 40 ayat(1) menentukan
bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang
keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya,yang wajib dirahasiakan oleh
bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,kecuali dalam hal sebagaimana
dimadsud dalam pasal 41,pasal 42, pasal 43, dan pasal 44.
Berdasarkan ketentuan diatas,dapat dikemukakan bahwa makna yang
terkandung didalam pengertian rahasia bank adalah larangan-larangan bagi
perbankan untuk memberi keterangan atau informasi kepada siapa pun juga
mengenai keadaan keuangan dan hal-hal lainnya, untuk kepentingan nasabah
angka 16 tersebut diubah menjadi pasal 1 angka 28 UU No. 10 tahun 1998,yang
mengemukakan bahwa yang dimadsud dengan yrahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya. Sedangkan pasal 40 ayat (1) UU No.10 tahun 1998,yang
mengemukakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya,kecuali dalam hal sebagaimana dimadsud dalam
pasal 41,41A,pasal 42,pasal 43,pasal 44 dan pasal 44 A.
Berdasarkan ketentuan diatas,menunjukkan bahwa pengertian dan ruang
lingkup mengenai rahasia bank yang diatur dalam UU No.10 tahun 1992 dan UU
No.10 tahun 1998 adalah berbeda. Dalam UU No. 7 tahun 1992 ketentuan rahsia
bank lebih luas,karena berlaku bagi setiap nasabah dengan tidak membedakan
antara nasabah penyimpan dan nasabah peminjam. Sedangkan ketentuan rahasia
bank yang ditentukan dalam UU No. 10 tahun 1998 lebih sempit karena hanya
berlaku bagi nasabah penyimpan dan simpanannya saja.
3.Undang-Undang 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Hubungan antara bank dengan nasabahnya tidaklah sebatas hubungan
kontraktual biasa,tapi dalam hubungan tersebut terdapata pula kewajiban bagi
bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun
kecuali jika ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku14
14
Adrian Sutedi,Hukum dan Perbankan suatu tinjauan Pencucian Uang,merger,likuidasi
Menurut pasal 1 angka 14 Undang-Undang Perbankan Syariah, yang dimadsud
dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
megenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan
investasinya. Dari pengertian yang diberikan pasal 1 ayat 14 dan pasal
lainnya,dapat ditarik unsur-unsur dari rahasia bank itu sendiri antara lain:
1. Rahasia Bank tersebut dengan keterangan mengenai nasabah penyimpasn
dan simpanannya
2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank,kecuali termasuk ke dalam
kategori berdasarkan prosedur peraturan, peraturan perundang-undangan
dan yang berlaku
3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah bank itu sendiri
dan/atau pihak terafiliasi15.yang dimadsaud pihak terafiliasi antara lain:
a. Komisaris,Direksi,atau Kuasanya,Pejabat,dan Karyawan Bank
Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
b. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank syariah atau
UUS,antara lain Dewan Pengawas Syariah,Akuntan
Publik,Penilai,Konsultan Hukum; dan atau
c. Pihak yang menurut penilaian bank Indonesia serta mempengaruhi
pengelolaan bank syariah atau UUS,baik langsung maupun tidak
15
langsung ,antara lain pengendali bank,pemegang saham dan
keluarganya,keluarga komisaris dan keluarga direksi.
Beberapa pengaturan mengenai rahasia bank dalam UU Perbankan Syariah
yang agak berlainan dengan UU Perbankan konvensional, antara lain:
1) Tidak diaturnya pengecualian rahasia bank untuk kepentingan piutang
yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN, seperti halnya yang diatur
dalam UU Perbankan konvensional. Dengandemikian pengecualian
rahasia bank yang dapat dimintakan izinnya ke BI terbatas hanyauntuk
kepentingan perpajakan, dan kepentingan peradilanndalam perkara pidana.
Disamping itu terdapat pengecualian lainnya yang tidak memerlukan izin
dari BI, yaitu dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,
dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, dan atas permintaan,
persetujuan atau kuasa dari nasabah, serta bagi ahli waris yang sah dalam
hal nasabah telah meninggal dunia.
2) Pengaturan mengenai penyidik diperluas, tidak hanya terbatas pada jaksa
atau polisi, tetapi berlaku juga bagi penyidik lain yang diberi wewenang
berdasarkan UU (Pasal 43).Dengan demikian para penyidik di luar polisi
atau jaksa dapat meminta keterangan mengenai rahasia bank, namun
permintaan tersebut tetap diajukan oleh pimpinan instansi/departemen atau
setingkat menteri. Hal tersebut menunjukkan sikap masih
penyidik diluar polisi atau jaksa, tetapi hanya tingkat pimpinan
instansi/departemen yang dapat mengajukan permintaan izin dimaksud.
4.Peraturan Bank Indonesia nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank
Ketentuan mengenai rahasia bank diatur dalam UU Perbankan dan
kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin
Tertulis Membuka Rahasia Bank. Berdasarkan ketentuan tersebut ,pada
prinsipnya setiap bank dan afiliasinya wajib merahasiakan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya. Sedangkan keterangan mengenai nasabah
selain sebagai nasabah penyimpan, tidak wajib dirahasiakan.
Terhadap rahasia bank dapat disimpangi dengan izin terlebih dahulu dari
pimpinan Bank Indonesia untuk kepentingan perpajakan,penyelesaian piutang
oleh BUPN/PUPLN dan kepentingan peradilan perkara pidana dimana status
nasabah penyimpan yamg akan dibuka rahasia bank harus tersangka atau
terdakwa. Terhadap rahasia bank dapat juga disimpangi tanpa ijin terlebih dahulu
dari Pimpinan Bank Indonesia yakni untuk kepentingan perkara perdata antara
bank dengan nasabahnya,tukar menukar informasi antar bank,atas
permintaan/persetujuan dari nasabah dan untuk kepentingan ahli waris yang sah.
Dalam hal diperlukan pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama
seorang nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau
terdakwa oleh pihak aparat penegak hukum,berdasarkan ketentuan peraturan
bank,dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku tanpa memerlukan ijin terlebih dahulu dari Pimpinan Bank
Indonesia. Namun demikian untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir dan atau disita pada bank,
menurut Pasal 12 ayat (2) PBI Rahasia bank ,tetap berlaku ketentuan mengenai
pembukaan Rahasia Bank dimana memerlukan ijin terlebih dahulu dari Pimpinan
BAB III
BADAN-BADAN PENYIDIK YANG BERWENANG DALAM
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
A.Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), salah
satu institusi yang diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain dalam KUHAP,
kewenangan polisi sebagai penyelidik dan penyidik untuk mengungkap tindak
pidana, ditegaskan kembali dalam Pasal 1 angka 8 dan 9, dan Pasal 14 ayat (1)
huruf g Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang menyatakan: melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Kewenangan polisi sebagai penyelidik dan penyidik tersebut adalah
sebagai bentuk perwujudan terhadap tugas pokok kepolisian sebagai yang
tercantum dalam Pasal 13 Undang- kepolisian sebagai yang tercantum dalam
Pasal 13 Undang- Undang No. 2 Tahun 2002, yaitu untuk memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Jika dikaitkan dengan UU TPPU
yang baru, terdapat perubahan yang mendasar terkait penyidikan yaitu
diberikannya wewenang kepada penyidik tindak pidana asal (lazimnya Penyidik
penyidikan TPPU yang berkaitan dengan tindak pidana asalnya (misalnya tindak
pidana kepabeanan).
Pemberian wewenang kepada penyidik tindak pidana asal (PPNS) sudah
tentu berpotensi menimbulkan permasalahan tersendiri, karena pihak-pihak yang
diduga melakukan tindak pidana akan berhadapan dengan begitu banyak petugas.
Padahal kita tahu bahwa sistem birokrasi di Indonesia sangat lemah dalam
menerapkan sistem administrasi yang bersinergi. Khusus untuk institusi
kepolisian, maka dalam upaya mengungkap TPPU, polisi harus memperoleh alat
bukti yang akan diajukan pada jaksa untuk selanjutnya diungkapkan di
persidangan, namun hal ini tidak mudah untuk dilaksanakan karena dihadapkan
pada berbagai kendala,di antaranya:
1. Kompleksitas perkara sering memerlukan pengetahuan yang
komprehensif. Sebagai contoh dalam kasus TPPU yang melibatkan
institusi perbankan, maka selain harus mengatahui dan memahami
pengetahuan di bidang pidana, aparat penegak hukum juga harus
mengetahui dan memahami pengetahuan di bidang keuangan dan lalu
lintas moneter. Dalam hal ini seringkali dibutuhkan bantuan dari pihak
yang ahli untuk dimintai pendapatnya sebagai saksi ahli.
2. Tindak pidana TPPU pada umumnya melibatkan sekelompok orang yang
saling menikmati keuntungan dari tindak pidana tersebut, sehingga pelaku
saling bekerja sama untuk menutupi perbuatan mereka. Hal ini
menyulitkan aparat penegak hukum dalam mengungkap bukti-bukti yang
3. Waktu terjadinya tindak pidana TPPU umumnya baru terungkap setelah
tenggang waktu yang cukup lama. Hal ini menyulitkan pengumpulan atau
merekonstruksi keberaadaan bukti-bukti yang sudah terlanjur dihilangkan
atau dimusnahkan. Disamping itu para saksi atau tersangka yang sudah
terlanjur pindah ketempat lain juga berperan untuk menghambat proses
pemeriksaan;
4. Kemajuan dibidang teknologi informasi memungkinkan TPPU terjadi
melampaui batas kedaulatan suatu Negara, sehingga dalam praktiknya
sering menimbulkan kesulitan untuk mengungkapkannya, dikarenakan:
a. Perbedaan sistem hukum antara Indonesia dengan Negara-negara dimana
pelaku TPPU atau uang hasil tindak pidana TPPU itu berada.
b. Belum adanya perjanjian ekstradisi atau perjanjian kerjasama bantuan di
bidang hukum (mutual legal assistance in criminal metters) antara
Indonesia dengan dengan negara-negara dimana pelaku TPPU atau uang
hasil TPPU itu berada.
c. Pemeriksaan tersangka dan saksi yang berada diluar negeri. Sebagai sarana
untuk mengungkapkan suatu tindak pidana, setiap pemeriksaan terhadap
tersangka dan saksi oleh penyidik harus dibuat dalam format Berita Acara
Pemeriksaan (BAP). Hal tersebut tidak terlalu sulit apabila penyidik dapat
berhadapan, bertatap muka dan berkomunikasi secara langsung dengan
tersangka dan para saksi. Akan tetapi kondisi tersebut tidak mudah
diwujudkan dalam hal pemeriksaan tersangka dan saksi tindak pidana