• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Penyidik dalam Tindak Pidana Pencucian Uang yang Dikaitkan dengan Rahasia Bank

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kewenangan Penyidik dalam Tindak Pidana Pencucian Uang yang Dikaitkan dengan Rahasia Bank"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG YANG DIKAITKAN DENGAN RAHASIA

BANK

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana

OLEH :

YESNITA GRACE TRE SITOMPUL

070200020

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

KETUA DEPARTEMEN

MUHAMMAD HAMDAN,S.H.,M.HUM NIP:195703261986011001

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

(2)

ABSTRAK

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN YANG DIKAITKAN DENGAN RAHASIA BANK

Y.Grace Tre Sitompul* Madiasa Ablisar**

Edi Yunara***

Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang timbul seiring perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memanfaatkan sistem keuangan termasuk sistem perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak pidana pencucian uang. Disatu sisi kerahasiaan bank dalam melindungi nasabahnya ,dianggap merupakan faktor yang dapat proses penyidikan yang dilakukan penyidik terhadap tindak pidana pencucian uang.

Dalam melaksanakan penyidikan,terdapat beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam peraturan perundang-undangan,bagaimana kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan kerjasama internasional antara penyidik Indonesia dengan lembaga penyedia jasa keuangan negara lain,kemudian badan-badan apa saja yang berwenang dalam tindak pidana pencucian uang

Tujuan penulisan ini untuk mengkaji pengaturan rahasia bank dalam sistem hukum perbankan nasional dan mengkaji kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang serta mengkaji penyidik dalam menerobos rahasia bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.serta mengkaji penyidik dalam menerobos rahasia bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif dengan pendekatan yuridis yang terdiri dari bahan hukum sekunder dan tersier.

Berdasarkan hasil penulisan didapatkan bahwa Kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang terkadang masih dibatasi oleh ketidakpahaman penyidik untuk menerobos rahasia bank yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, dan harus menunggu ijin dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan dalam Pencucian uang terdapat pihak-pihak yang sangat berperan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut,bukan hanya Kepolisian melainkan pihal Kejaksaaan,KPK,BNN dan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sangat diperlukan dalam memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Beserta masih adanya Konvensi maupun Treaty kerjasama internasional yang belum diratifikasi terkait dengan pencucian uang maka kerjasama internasional di bidang kejahatan lintas negara khususnya pencucian uang. .

(3)

DAFTAR ISI

BAB II: PENGATURAN RAHASIA BANK DI INDONESIA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA A.Sejarah Perkembangan Perbankan di Indonesia ...17

B.Bentuk-bentuk Bank di Indonesia ...18

C.Pengaturan Rahasia Perbankan Indonesia ...19

1.Undang-undang BI No.6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia...32

(4)

3.Undang-Undang 21 tahun 2008

Tentang Perbankan Syariah...37

4.Peraturan Bank Indonesia nomor 2/19/PBI/2000 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank...40

BAB III: BADAN-BADAN PENYIDIK YANG BERWENANG DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN DI INDONESIA A.Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 42

B.Peran Kejaksaaan dalam kepentingan penuntutan ...45

C.Peran Komisi Pemberantasan Korupsi ...47

D.Peran Badan Narkotika Nasional ...48

E.Peran Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia ... 48

BAB IV: KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA A.Wewenang dan Kewajiban Penyidik dalam KUHAP... 52

B. Tugas dan Fungsi Penyidik dalam Tindak Pidana Khusus...54

C.Tugas dan Wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ... 64

D.Bentuk kerjasama Internasional antara Penyidik dengan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan ... 78

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ...82

B.Saran ...83

(5)

ABSTRAK

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN YANG DIKAITKAN DENGAN RAHASIA BANK

Y.Grace Tre Sitompul* Madiasa Ablisar**

Edi Yunara***

Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang timbul seiring perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memanfaatkan sistem keuangan termasuk sistem perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak pidana pencucian uang. Disatu sisi kerahasiaan bank dalam melindungi nasabahnya ,dianggap merupakan faktor yang dapat proses penyidikan yang dilakukan penyidik terhadap tindak pidana pencucian uang.

Dalam melaksanakan penyidikan,terdapat beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam peraturan perundang-undangan,bagaimana kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan kerjasama internasional antara penyidik Indonesia dengan lembaga penyedia jasa keuangan negara lain,kemudian badan-badan apa saja yang berwenang dalam tindak pidana pencucian uang

Tujuan penulisan ini untuk mengkaji pengaturan rahasia bank dalam sistem hukum perbankan nasional dan mengkaji kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang serta mengkaji penyidik dalam menerobos rahasia bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.serta mengkaji penyidik dalam menerobos rahasia bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif dengan pendekatan yuridis yang terdiri dari bahan hukum sekunder dan tersier.

Berdasarkan hasil penulisan didapatkan bahwa Kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang terkadang masih dibatasi oleh ketidakpahaman penyidik untuk menerobos rahasia bank yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, dan harus menunggu ijin dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan dalam Pencucian uang terdapat pihak-pihak yang sangat berperan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut,bukan hanya Kepolisian melainkan pihal Kejaksaaan,KPK,BNN dan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sangat diperlukan dalam memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Beserta masih adanya Konvensi maupun Treaty kerjasama internasional yang belum diratifikasi terkait dengan pencucian uang maka kerjasama internasional di bidang kejahatan lintas negara khususnya pencucian uang. .

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya

dibidang komunikasi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan

termasuk sistem perbankan yang menawarkan mekanisme lalu lintas antar negara

yang dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Keadaan ini disamping

mempunyai dampak positif juga membawa dampak negatif bagi kehidupan

masyarakat, yaitu dengan semakin meningkatnya tindak pidana berskala nasional

maupun internasioanal dengan memanfaatkan sistem keuangan , termasuk sistem

perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak

pidana (money laundry).

Sistem kerahasiaan bank yang dianut suatu negara salah satu faktor untuk

melakukan pencucian uang. Semakin ketat sistem kerahasiaan perbankan suatu

negara maka semakin sering dipergunakan sebagai sarana melakukan pencucian

uang. Swiss dan Austria tergolong menerapkan ketentuan perbankan secara ketat.

Tidak heran penyimpanan dari banyak negara termasuk negarawan korup

menggunakan jasa bank kedua bank tersebut sebagai tempat persembunyian uang

(7)

Salah satu faktor pendukung kepercayaan nasabah pada bank adalah

ketentuan rahasia bank,yaitu ketentuan mengatur kerahasiaan data keuangan

nasabah. Dasar hukum ketentuan bank diatur dalam undang-undang no.7 tahun

1992 tentang perbankan yang diubah dengan undang-undang no.10 tahun 1998.

Ketentuan rahasia bank diatur dalam bab vii dan bab viii pasal 40, pasal 45 , pasal

47 dan pasal 47a undang-undang no.10 tahun 1998.

Kerahasiaan ini untuk menjaga privasi nasabah dan keamanan dana dari

kemungkinan dimanfaatkan pihak tidak berhak dengan cara-cara canggih melalui

komputer dan identitas si pemilik dana. Bank sangat memahami perlunya menjaga

kerahasiaan bank sehingga menciptakan sistem pengawasan yang baik sesuai

dengan kemampuan bank bersangkutan.1

Rahasia bank adalah seluruh data dan informasi mengenai sesuatu yang

berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang

diketahui bank karena kegiatan usahanya.

Masyarakat akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan

jasa bank apabila dari bank ada jaminan,bahwa pengetahuna bank tentang

simpanan dan keuangan nasabah tidak akan disalah gunakan. Dengan ketentuan

tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Namun

disisi lain ketentuan rahasia bank menimbulkan benturan kepentingan misalnya

      

  1 

(8)

berkaitan dengan pemberantasan kriminal seperti kejahatan pencucian uang

(money laundry).

Berkenaan dengan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (money

laundry) kepolisian mempunyai peran krusial dan strategis, hal ini disebabkan

kepolisian merupakan garda terdepan dalam penegakana hukum dan mempunyai

wewenang melakukan penyelidaikan. Terlebih di era globalisasi dimana dinamika

dan cara melakukan kejahatan berkembang begitu canggih. Pola-pola kejahatan

yang dulu dilakukan secara fisik kini berubah melalui menggunakan akal

pikiran,kelicikan,kepandaian.bentuk kejahatan tersebut lazim dikenal dengan

kejahatan kerah putih (white collar cime )seperti kejahatan pencucian uang

(money laundry).

Sehubungan dalam rangka penegakan hukum sesuai dengan sistem

peradilan pidana terpadu, kepolisian republik Indonesia bertugas melakukan

penyidikan yang dilaksanakan oleh penyidik/ penyidik pembantu pada fungsi

intelijen dalam bidang keamanan maupun fungsi operasional kepolisian Republik

Indonesia lainnya yang diberi wewenang melakukan penyidikan serta melakukan

koordinasi dan pengawasan terhadap pejabat pegawai negeri sipil. Pasal 74 UU

No.8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang berbunyi “ Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan

oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan

ketentuan peraturan perundangan kecuali ketentuan lain menurut

(9)

Penyidikan yang dilakukan terhadap dugaan tindak pidana pencucian uang

(money laundry) terkadang menemui hambatan seperti harus memberitahu dahulu

pusat pelaporan analisis transaksi keuangan tentang adanya aliran dana

mencurigakan. Hal ini memakan waktu sangat lama sampai ada balasan dari pusat

pelaporan analisis transaksi keuangan. Hal tersebut disebabkan karena pusat

pelaporan analisis transaksi keuangan tidak berkedudukan di daerah dan hanya di

pusat (jakarta).

Berkenaan dengan tugas penyidikan,polisi harus memperoleh alat bukti

alat bukti yang akan diajukan pada jaksa untuk selanjutnya diungkakpkan di

persidangan dan untuk perkara penncucian uang bukan hal mudah apalagi harus

dikaitkan dengan kejahatan asalnya. Polisi harus menemukan fakta untuk

dibuktikan jaksa yang meliputi unsur subjektif dan unsur objektif. Kedua unsur

tersebut berkaitan dengan unsur terdakwa “mengetahui bahwa dana tersebut

berasal dari hasil kejahatan” dan “terdakwa mengetahui tentang atau maksud

untuk untuk melakukan transaksi”.

Penyidikan tindak pidana berawal dari terjadi suatu peristiwa yang

diketahui atau disampaikan kepada penyidik, melalui adanya:

1.Informasi

2.Laporan atau laporan polisi

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau

kewajiban berdasar undang-undang kepada Pejabat yang berwenang tentang

(10)

polisi yaitu laporan tertulis yang dibuat oleh Petugas Kepolisian Republik

Indonesia tentang adanya pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena

hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang bahwa akan , sedang atau telah

terjadi peristiwa pidana.2

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi permasalahan dalam penulisan

ini adalah:

a. Bagaimana pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam peraturan

Perundang-undangan Indonesia

b. Badan-badan Penyidik apa saja yang berwenang dalam Tindak Pidana

Pencucian Uang

c. Bagaimana kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di

Indonesia dan bentuk kerjasama internasional antara penyidik Indonesia

dengan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan di Negara lain

C.Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:

         2  Muhammad Yusuf, et. al. 

Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak 

Pidana Pencucian Uang, (Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program, 

2001) halaman 481. 

(11)

a. secara teoritis penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan dalam

pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana khususnya

terutama menyangkut tindak pidana pencucian uang

b. Secara praktis hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan alat

penyebarluasan informasi kepada masyarakat ,mahasiswa fakultas hukum

dan penegak hukum khususnya bagi pihak kepolisian dalammemberantas

dan menangani tindak pidana pencucian uang.

D.Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah:

1. Mengetahui pengaturan rahasia bank dalam sistem hukum perbankan

nasional.

2. Mengetahui kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di

Indonesia dan bentuk kerjasama internasional antara penyidik Indonesia

dengan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan di Negara lain

3. Mengetahui Badan-badan Penyidik apa saja yang berwenang dalam

Tindak Pidana Pencucian Uang

E.Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam melakukan penulisan ini ada

baiknya diberikan batasan-batasan yang dapat dijadikan pedoman dalam proses

(12)

Kewenangan,Penyidik,Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang,dan

Rahasia Bank.

1.Pengertian Kewenangan

Pengertian Kewenangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah Kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung

jawab kepada orang lain. Secara pengertian bebas Kewenangan adalah Hak

seorang Individu untuk melakukan suatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan

diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu. Terdapat 3 sumber

kewenangan yaitu:

a. Sumber Atribusi yaitu pemberian kewenangan pada badan atau

lembaga/pejabat negara tertentu baik oleh pembentuk Undang-Undang

Dasar maupun pembentuk undang-undang. Sebagai contoh :Atribusi

kekuasaan Presiden dan DPR untuk membentuk undang-undang

b. Sumber Delegasi yaitu penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari

badan/lembaga pejabat tata usaha negara dengan konsekuensi tanggung

jawab beralih pada penerima delegasi

c. Sumber mandat yaitu pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab masih

dipegang oleh si pemberi mandat.

(13)

1. Louis A. Allen “Wewenang adalah sejumlah kekuasaan (powers) dan hak

(rights) yang didelegasikan pada suatu jabatan”

2. Drs. Malayu S.P Hasibuan “wewenang adalah kekuasaan yang sah dan

legal yang dimiliki seseorang untuk memerintah orang lain, berbuat atau

tidak berbuat sesuatu”.

3. R.C Davis “wewenang adalah hak yang cukup yang memungkinkan

seseorang dapat menyelesaikan suatu tugas kewajiban tertentu”.

4. G.R Terry “wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat

untuk pihak lain, supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki

wewenang itu”.

2.Pengertian Penyidik

Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat

pegawai negeri sipil tetentu yang diberi kewenangan khusus oleh undang-undang

untuk melakukan penyidikan.3

1. Penyidik adalah:

a. Pejabat polisi NegaraRepublik Indonesia;

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang-undang.

      

  3 

(14)

2. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimadsud ayat (1) akan diatur

lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.4

Menurut de Pinto,Penyidik adalah Pejabat-Pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang

sekedar beralasan bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.

3.Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Tindak pidana dipakai sebagai pengganti kata Straftbaar feit. Menurut

Moeljatno,tindak pidana adalah keadaan yang dibuat seseorang atau barang

sesuatu yang dilakukan ,dan perbuatan itu menunjuk baik pada akibatnya maupun

yang meninggalkan akibat.5 Sedang kan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah

segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan

ketentuan dalam undang-undang ini.6 Melihat apa yang dimaksud, maka

pembentuk undang-undang sekarang sudah konsisten dalam pemakaian istilah

tindak pidana. Akan tetapi para sarjana hukum pidana mempertahankan istilah

yang dipilihnya sendiri. Adapun pendapat itu diketemukan oleh : Moelyatno, D.

Simons, Van Hamel, WPJ. Pompe, JE. Jonker dan Soedarto yang dalam uraiannya

adalah sebagai berikut:

1) Moelyatno

         4 Pasal 6 KUHAP 

  5 Moeljatno,

Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, 

(Yogyakarta:Bina Aksara,1983), Halaman 10. 

  6 

(15)

Perbuatan Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum,larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi

barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Unsur-unsur tindak pidana :

a) Perbuatan manusia

b) Memenuhi rumusan undang-undang

c) Bersifat melawan hukum7

2) Simons

Strafbaar Feit adalah kelakuan (Hendeling) yang diancam dengan pidana yang

bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang

dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.Unsur-unsur tindak pidana:

a) Unsur Obyektif : Perbuatan orang, Akibat yang kelihatan dari perbuatan

itu Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu

b) Unsur Subyektif : Orang yang mampu bertanggung jawab, Adanya

kesalahan (Dolus atau Culpa). Kesalahan ini dapat berhubungan dengan

akibat dari perbuatan atau keadaan mana perbuatan itu dilakukan.

3) Van Hamel

Strafbaar Feit adalah kelakuan (Menselijke Gedraging) orang yang dirumuskan

dalam WET yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (Staff Waardig)

dan dilakukan dengan kesalahan. Unsur-unsur tindak

pidana:

         7 Moelyatno,

(16)

a) Perbuatan Manusia

b) Yang dirumuskan dalam Undang-Undang

c) Dilakukan dengan kesalahan

d) Patut dipidana

4) W.P.J. Pompe

Pengertian Strafbaar Feit dibedakan antara definisi yang bersifat teoritis

dan yang bersifat Undang-Undang. Menurut Teori : Strafbaar Feit adalah suatu

pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan

diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan

kesejahteraan umum. Menurut Undang-Undang / Hukum Positif Strafbaar Feit

adalah suatu kejadian (Feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan

sebagai perbuatan yang dapat dihukum.8

5) J.E. Jonkers

Mengenai tindak pidana ada 2 (dua) pengertian yaitu dalam arti pendek

dan arti panjang. Arti Pendek, Staafbaar Feit adalah suatu kejadian (Feit) yang

dapat diancam pidana oleh Undang-Undang. Arti Panjang, Strafbaar Feit adalah

suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau

alpa oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.

6) VOS

Staafbaar Feit adalah suatu kelakukan manusia yang diancam pidana oleh

peraturan Undang-Undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang

      

  8 Bambang Purnomo,

Asas-asas Hukum Pidana,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985)

(17)

dengan ancaman pidana. Beliau menyebut Staafbaar Feit dengan istilah tindak

pidana, dengan unsur-unsur sebagai berikut :

a) Perbuatan yang memenuhi rumusan Undang-Undang.

b) Bersifat melawan hukum.

c) Dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab dengan kesalahan

(Sculd) baik dalam bentuk kesengajaan (Dolus) maupun kealpaan (Culpa)

dan tidak ada alasan pemaaf.9

Sarah N. Welling mengemukakan Pengertian Tindak Pidana Pencucian

Uang adalah sebagai proses yang dilakukan oleh seseorang menyembunyikan

keberadaaan, sumber ilegal atau aplikasi ilegal dari pendapatan dan kemudian

menyamarkan pendapatan itu menjadi sah. Senada dengan pendapat dari Sarah,

Pamela H. Bucy mengemukakan pengertian pencucian uang sebagai

penyembunyian keberadaaan, sifat, atau sumber ilegal, pergerakan, atau

kepemilikan uang demi alasan apapun.

4.Pengertian Rahasia Bank

Rahasia Bank menurut pasal 1 angka (28) Undang-Undang Nomor 10

tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, Rahasia Perbankan adalah: “Segala sesuatu yang berhubungan dengan

keterangan mengenai nasabah penyimpanan dana dan simpanannya.

         9 Prof Soedarto, SH,

Hukum Pidana I Fakultas Hukum,(Semarang : Undip,1990)

(18)

F. Metode Penulisan

Metode penulisan yag digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1) Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan

demikian penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian doktrinal karena

penelitian ini dilakukan dengn cara menganalisa hukum yang tertulis dari

bahan pustaka atau data sekunder yang lebih dikenal dengan nama dan

bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum

2) Sumber Data

Penyusunan skripsi ini didasarkan kepada kajian data yang diperoleh dari

tinjauan kepustakaan ,data-data yang telah didapat dari kajian kepustakaan

akan dibagi tiga menjadi 3 (tiga) jenis data,yaitu:

a. Data Primer

Bahan yang memiliki otoritas hukum,misalnya: Undang-undang

yang terkait. Undang-undang yang dipakai antara lain :

a) Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan

(19)

b) Undang-undang Nomor 6 tahun 2009 tentang Bank

Indonesia

c) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan

d) Undang-Undang RI No.28 tahun 2007 tentang perubahan

atas Undang-Undang No.6 tahun 1983 tentang ketentuan

umum dan tata cara perpajakan

e) undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

f) Undang-Undang RI No.30 tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi

g) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP)

b. Data Sekunder

Bahan yang dikaji dengan berdasarkan kepada buku-buku,harian

elektronik maupun literatur yang mempunyai relevansi dengan

masalah yang dikaji dalam penulisan skripsi ini.

c. Data Tersier

Bahan yang didapat dengan melakukan penelitian terhadap

berita-berita terkini dan bahan dari internet.

(20)

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penulisan ini

adalah “penelitian kepustakaan” yaitu penulisan yang dilakukan dengan

cara pengumpulan Literatur dengan sumber daya berupa bahan hukum

primer ataupun bahan hukum sekunder yang ada hubungannya dengan

permasalahan yang dibahs dalam skripsi ini.

4. Analisis data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode analisis

deskriptif yang mengkaji data-data yang sudah ada berdasarkan tinjauan

kepustakaan.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas megenai: latar belakang,rumusan

masalah,manfaat penulisan,tujuan penulisan,tinjauan

pustaka,metode penelitian dan sistematika penelitian

BAB II :PENGATURAN RAHASIA BANK DI INDONESIA DALAM

SISTEM HUKUM PERBANKAN NASIONAL

Pada bab ini akan dibahas mengenai sejarah perkembangan

perbankan di Indonesia,bentuk-bentuk bank di Indonesia,sistem

(21)

BAB III :KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

Pada bab ini akan dibahas mengenai tugas dan fungsi penyidik

dalam tindak pidana khusus,wewenang dan kewajiban penyidik

dalam KUHAP,tugas dan wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan,bentuk kerjasama internasional anatara

penyidik dengan lembaga Penyedia Jasa Keuangan negara lain

BAB IV :BADAN-BADAN PENYIDIK YANG BERWENANG DALAM

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

Daaam bab ini akan dibahas mengenai peran kepolisian

RI,kejaksaan,KPK,BNN,dan direktorat jenderal pajak beserta

direktorat jenderal bea dan cukai

BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN

(22)

BAB II

PENGATURAN RAHASIA BANK DALAM

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

INDONESIA

A.Sejarah Perkembangan Perbankan di Indonesia

Perbankan Indonesia telah memiliki rangkaian sejarah yang cukup

panjang. Sejak masa pemerintahan kolonial telah banyak berdiri bank-bank asing

baik dari negara Belanda maupun negara asing lainnya serta beberapa bank lokal.

Bahkan pada masa pergerakan nasional juga muncul beberapa bank yang

bernuansa sangat nasional. Memasuki masa kemerdekaan, pemerintah Republik

Indonesia mulai mendirikan bank-bank pemerintah seperti Bank Negara Indonesia

(BNI) , Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Industri Negara (BIN), dan Bank

Tabungan Pos,selain bank-bank pemerintah,pada masa itu juga telah beroperasi

beberapa bank swasta nasional,bank-bank asing (termasuk DJB),Lumbung

Desa,bank desa, dan yayasan kredit. Seluruh bank tersebut terus berkembang

hingga masa-masa selanjutnya. Berdirinya Bank Indonesia pada 1 juli 1953 telah

membuka fase baru dalam tata perbankan Indonesia,khususnya dalam hal

pengawasan bank. Sebelum berdirinya BI pada tahun 1953 , belum ada lembaga

yang melakukan fungsi pengawasan bank. Hingga kemudian berdasarkan

Peraturan Pemerintah No. 1/1955, ditetapkan Bank Indonesia atas nama Dewan

Moneter melaksanakan pengawasan terhadap semua Bank umum dan Bank

Tabungan yang beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1968 diterbitkan

(23)

Bank Sentral ,terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial.

Selain menjalankan tugas pokok ,Bank Indonesia juga bertugas membantu

Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan

pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf

hidup.

B. Bentuk-bentuk Hukum Bank di Indonesia

Undang-undang Perbankan membedakan secara tegas bentuk hukum

untuk Bank Umum, bentuk hukum untuk Bank Perkreditan Rakyat,dan bentuk

dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan di luar

negeri10,berdasarkan ketentuan terakhir ,yakni pasal 21 undang-undang No.10

tahun 1998 bentuk hukum bank umum adalah:

1. Perseroan Terbatas

2. Koperasi

3. Perusahaan daerah.

Sementara itu untuk Bank Perkreditan Rakyat yang diatur dalam pasal 21 ayat (2)

adalah Perusahaan daerah,koperasi,perseroan terbatas,dan bentuk lain yang

ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dan bentuk hukum dari kantor

perwakilan dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri adalah

mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya sebagaimana ditentukan oleh pasal 21

ayat(3).

         10 

(24)

Dari apa yang diuraikan di atas,menunjukkan bahwa bentuk hukum dari

Bank Perkreditan Rakyat lebih banyak daripada bentuk hukum untuk Bank

Umum. Perbedaan yang substansial adalah adanya peluang untuk mendirikan

Bank Perkreditan Rakyat dalam bentuk lain sebagaimana dimadsud pasal 21 ayat

(2). Dalam penjelasan pasal 21 ayat (2) huruf d dikatakan ketentuan ini

dimadsudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan

yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat , seperti bank desa,lumbung

desa,badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana dimadsud

dalam pasal 58 undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas

undang-undang no.7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Dalam pasal 58 undang-undang Perbankan ditentukan bahwa,Bank desa,Lumbung

Desa,Bank Pasar,Bank Pegawai,Lumbung Pitih Nagari (LPN),Lembaga

Perkreditan Desa (LPD),Badan Kredit Desa (BKD),Badan Kredit Kecamatan

(BKK),Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK),Lembaga Perkreditan Kecamatan

(LPK),Badan Karya Produksi Desa (BKPD) dan/atau lembaga-lembaga lainnya

yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat

berdasarkan undang-undang dengan memenuhi persyaratan tata cara yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

C.Pengaturan Rahasia Perbankan di Indonesia

Berkaitan dengan rahasia bank sudah sejak lama menjadi isu krusial yang

tak kunjung habis diperdebatkan oleh para ekonom,praktisi hukum,politikus

(25)

menjadi penting karena merupakan tonggak bagi kehidupan perbankan sebagai

lembaga kepercayaan . hanya saja, kehangatan dari pembahasan masalah rahasia

bank mengalami pasang surut dan hasilnya masih pada tataran konseptual.

Sekalipun ketentuan rahasia bank telah diatur dalam undang-undang

perbankan,namun substansinya belum menyentuh titik keseimbangan antara

berbagai kepentingan yang ada, sehingga format ideal tentang ketentuan rahasia

bank yang diinginkan di Indonesia masih terus mencari bentuknya.

Berbagai kepentingan secara langsung maupun tidak langsung telah

mempengaruhi kebijakan tenytang Kerahasiaan yang ada, begitu juga peran

eksternal (arus globalisasi), ketentuan rahasia bank harus dapat menyelaraskan

dengan ketentuan rahasia bank di negara lain, sehingga peraturan di Indonesia

jangan sampai tidak compatible”. Hal ini mengingat produk dan jasa perbankan

banyak yang serupa dan memiliki aspek internasional,seperti

deposito,transfer,kredit,bank garansi,letter of credit (LC) yang apat dilakukan

secara lintas batas negara (cross border trade). Artinya bank dan nasabah yang

melakukan transaksi dapat tinggal di negara yang berbeda. Begitu juga transaksi

perbankan seringkali terjadi antara bank-bank yang terletak pada negara yang

berlainan. Keadaan ini menimbulkan suatu kebutuhan adanya harmonisasi, bukan

saja atas produk dan jasa perbankan tetapi juga ketentuan yang mengatur

transaksi tersebut. Harmonisasi ketentuan tersebut diharapkan menguntungkan

bank dan nasabah agar lebih memudahkan tugas pembinaan dan pengawasan bank

(26)

Permasalahan kerahasiaan bank seringkali dianggap sebagai alat untuk

melindungi kepentingan-kepentingan tertentu atau untuk menutup praktek

manipulasi yang mugkin terjadi,termasuk kolusi antara pejabat bank denan

nasabah debitur . walaupun masalah masalah menyangkut kerahasiaan banj cukup

berat ,namun untuk menghapuskan undang-undang kerahasiaan bank sangat tidak

mungkin ,sebab tanpa kerahasiaan bank ,seluruh sistem perbankan aka mengalami

kehancuran.11 Kerahasiaan hubungan antara bank dan nasabah merupakan

konsekuensi logis dari karakter usaha bank sebagai lembaga kepercayaan.

Hubungan bersifat rahasia bukan istimewa. Hubungan bersifat rahasia yang

dimadsud adalah suatu hal biasa dan lazim dalam dunia perbankan . dalam batas

tertentu,kerahasiaan memang diperlukan untuk kelangsungan bank,tetapi

kerahasiaan bank tidak bersifat mutlak. Untuk kepentingan penyidikan rahasia

bank dapat dibuka melalui ketentuan yang sudah ada.

Selain ketentuan rahasia bank ,dalam sistem perbankan biasanya terdapat

ketentuan yang menetapkan bahwa laporan yang diberikan bank kepada otoritas

pengawas dan hasil pemeriksaan bank bersifat rahasia dan karena itu tidak

diumumkan ke publik bahkan apabila otoritas pengawas bank melakukan tindakan

pembinaan terhadap bank,lazimnya tertutup dan dirahasiakan ,dengan alasan

untuk kepentingan bank sendiri dan sistem secara keseluruhan

Selain istilah kerahasiaan bank ,dikenal juga istilah Rahasia jabatan

(profesional secrecy) dalam hal ini adalah rahasia jabatan yang harus dipegang       

  11 

(27)

teguh Gubernur,Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan pegawai Bank

Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.23 tahun 1999 tentang

Bank Indonesia. Pasal 71 ayat (1) berbunyi:

“Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan pegawai Bank Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia,untuk melakukan suatu tugas tertentu yang memberikan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia yang diperoleh karena jabatannya secara melawan hukum ,diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1

(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun ,serta denda sekurang- kurangnya Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah)....”

Prakteknya hubungan antara rahasia bank dan rahasia jabatan sering

dicampur adukan,seperti sering terdengarpernyataan dari sementara bahwa Bank

Indonesia tidak mungkin memberikan kasus-kasus perbankan ,karena menyangkut

rahasia bank. Tetapi sebenarnya untuk Bank Indonesia tidak terkena ketentuan

rahasia bank,tetapi rahasia jabatan. Adanya rahasia bank dan rahasia jabatan

kadang kala menghambat keterbukaan informasi mengenai nasabah dan

perbankan kepada masyarakat. Terlebih pasal 30 ayat (1) undang-undang no. 10

tahun 2008 mengatur bahwa keterangan tentang bank yang diperoleh Bank

Indonesia tidak diumumkan dan bersifat rahasia.

Ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan yang ketat dari satu sisi dapat

dianggap menghambat mekanisme pasar ,karena informasi yang tersedia bagi

masyarakat atau pelaku pasar sangat sedikit dan sulit diperoleh. Selain dengan

adanya ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan seringkali sangat sulit bagi

(28)

mengenai bidang perbankan. Kondisi ini didukung budaya kerja Indonesia yang

tertutup terhadap pihak luar. Dalam berbagai kesempatan ,beberapa lembaga atau

instansi pemerintah dan penegak hukum berpendapat bahwa ketentuan rahasia

bank dan rahasia jabatan sering dijadikan dalih Bank Indonesia atau suatu bank

untuk tidak memberikan informasi sebenarnya. Akhirnya timbul kesan ketentuan

rahasia bank dan rahasia jabatan menghambat keterbukaan di bidang perbankan.

Adrian Sutedi berpendapat,Kerahasiaan adalah salah satu unsur yang

merupakan sumber kekuasaan birokrasi ,selain monopoli informasi ,keahlian dan

status sosial yang tinggi.12 Salah satu timbulnya masalah dalam industri

perbankan termasuk Indonesia,menurut International Monetary Fund, adalah

karena kurang transparannya industri perbankan Indonesia. Sehubungan itu,salah

satu usaha perbankan yang diusulkan International Monetary Fund terhadap

Indonesia adalah menerapkan Good Coorporate Governance pada industri

perbankan,agar menjadi lebih transparan, antara lain dengan mengumumkan

laporan keuangan bank secara lebih transparan pada media massa setiap 3 bulan

sekali. Laporan ini disebut laporan keuangan publikasi yang berlaku untuk bank

umum. Laporan keuangan publikasi adalah laporan keuangan interim (Laporan

keuangan akhir bulan) dan tahunan,terdiri dari neraca,laporan komitmen,dan

kontijensi (suatu keadaan yang masih diliputi oleh ketidakpastian mengenai

kemungkinan diperolehnya laba atau rugi oleh suatu perusahaan),perhitungan laba

rugi dan laba di tahan serta informasi lain meliputi komposisi pemegang saham,

         12 

(29)

susunan pengurus,dan jumlah kredit bank kepada pihak terkait.13 Informasi

tersebut,diperlukan nasabah atau konsumen sebagai salah satu sarana yang

bermanfaat bagi nasabah yang menjalankan,mengambil keputusan,atau

melakukan disiplin pasar bagi bank yang dianggap kurang baik. Disiplin pasar

dapat memaksa bank untuk memperbaiki dirinya misalnya mengubah komposisi

pemegang saham dan meningkatkan pelayanan. Keterbukaan di bidang perbankan

salah satu supplement (pelengkap) di dalam tugas pengawasan bank. Dengan

semakin berperannya nasabah dalam mekanisme pasar,maka tugas pembinaan

bank dapat menjadi lebih ringan ,sehingga Bank Indonesia sebagai Bank Sentral

dapat memusatkan perhatian pada tugas utamanya untuk menjaga stabilitas nilai

rupiah.

Berdasarkan prakteknya ada empat alasan utama mengapa ketentuan

rahasia bank diperlukan. Pertama, untuk meyakinkan dan menenangkan nasabah

ketika menyerahkan keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank

yang mempunyai hubungan kontraktual dengannya. Penyerahan keterangan dan

dokument bersifat rahasia sudah tentu untuk keuntungan kedua belah pihak. Bank

tidak dapat menjalankan tugas dan usahanya (juga untuk kepentingan nasabah)

apabila nasabah tidak menyediakan keterangan yang diperlukan.

Kedua, untuk kepentingan bank yang dalam usahanya memerlukan kepercayaan

dari nasabah yang menyimpan uang di bank. Agar nasabah mau menyimpan uang

         13 

(30)

di bank, maka rahasia pribadi tentang penyimpan dan simpanannya harus

dirahasiakan.

Ketiga, pengaturan rahasia bank di dalam undang dasar atau

undang-undang suatu negara biasanya didasarkan pola berfikir yaitu adanya

negara/pemerintah yang berkuasa di satu pihak dan adanya rakyat yang tunduk

pada pemerintah atau negara. Pengaturan tersebut terutama dimadsudkan untuk

membatasi campur tangan negara/pemerintah pada kehidupan pribadi setiap

anggota masyarakat.

Keempat,ketentuan rahasia bank diperlukan untuk mencegah terjadinya penyitaan

sewenang-wenang. Misalnya seorang investor asing pada suatu negara yang

kebijakannya sering berubah-ubah atau seorang pengarang yang membangkang

dari penguasa di negaranya yang ingin mengamankan hasil-hasil dari

tulisannya,sehingga tidak disita oleh negara.

Banyak pihak sepakat bahwa masalah rahasia bank cukup penting,karena

kerahasiaan merupakan jiwa dan roh dari sistem perbankan. Dengan adanya

rahasia bank ,nasabah penyimpan dana akan dilindungi informasi dan data

mengenai dirinya dan simpanan yang dimilikinya. Dengan adanya perlindungan

ini,masyarakat akan bersedia menyimpan dan mempercayakan uangnya di bank,

karena percaya bahwa bank akan memelihara kerahasiaan mengenai dirinya dan

simpanannya.

Pentingnya peranan perbankan dalam suatu sistem keuangan dan

(31)

Teori bank kontenporer menjelaskan bahwa fungsi sistem perbankan dapat

dibedakan atastiga hal,yakni menyediakan akses bagi suatu sistem

pembayaran,transformasi dan memonitor debitur. Sedangkan menurut

undang-undang perbankan fungsi perbankan adalah sebagai perantara keuangan ,yaitu

menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat.

Fungsi perbankan sebagaimana disebutkan di dalam undang-undang tersebut

dikenal dengan nama perantara keuangan.. fungs perantara keuangan dapat

disamakan dengan fungsi melakukan transformasi aset. Dengan demikian sistem

perbankan secara umum sangat penting peranannya dalam perekonomian suatu

negara, bukan saja karena peranannya sebagai perantara keuangan dan sebagai

pelaku dalam sistem pembayaran,tetapi juga karenna peranan perbankan sebagai

sarana untuk pelaksanaan/transmisi kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah

dan Bank Sentral.

Program restrukturasi perbankan setidak-tidaknya terdapat dua hal

berkaitan dengan rahasia bank,yaitu penyelesaian aset bermasalah dan

mengupayakan terciptanya Good Coorporate Governance. Oleh sebab itu, tanpa

mengubah ketentuan rahasia bank akan sangat sulit untuk menyelesaikan aset

bermasalah dan menciptakan Good Coorporate Governance.

Ketentuan reahasia bank meliputi seluruh nasabah baik penyimpan dana

maupun nasabah debitur sebagaimana diatur dalam undang-undang No.7 tahun

1992 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.10 tahun 1998,

sehingga rahasia bank hanya meliputi nasabah penyimpan dan simpanannya,

(32)

bank berdasarkan perjanjian antara nasabah dan bank. Disamping itu, dilakukan

penyempurnaan mengenai ketentuan tentang laporan keuangan tahunan dan

laporan keuangan publikasi yang memungkinkan bank menjadi lebih transaparan

dibandingkan sebelumnya, misalnya bank diwajibkan mengumumkan kreditnya

kepda pihak terkait dengan bank.

Sebenarnya dalam era deregulasi perbankan yang sudah dimulai sejak

tanggal 1 juni 1983,telah berkembang pemikiran bahwa ketentuan rahasia bank

perlu diperlonggar sepanjang menyangkut kepentingan umum untuk mengetahui

bank mna yang baik dalam menjalankan usahanya,sehingga masyarakat akan

semakin hati-hati dalam penempatan dananya dan semakin percaya pada sistem

perbankan. Mekanisme pasar juga turut mengawasi dunia perbankan. Tanpa

transparansi,akan sulit dilakukan suatu Good Coorporate Governance dan market

discipline oleh nasabah bank terhadap banknya. Market discipline dipandang

penting,kartena usaha perbankan banyak menggunakan dana masyarakat,sehingga

masyarakat perlu turut mengawasinya. Jika transaksi ekonomi berkaitan dengan

sumber-sumber ekonomi publik,misalnya dana pensiun di perbankan yang akan

diinvestasikan, maka prosesnya haarus transaparan, atau setidak-tidaknya bisa

dipertanggungjawabkan kepada publik yang memiliki dana tersebut, mengingat

dampak kerugian usaha bank akan ditanggung oleh pemilik dana dan bukan orang

lain.

Transparansi semacam ini sesuai dengan tuntutan demokrasi ekonomi,agar

masyarakat dapat memperoleh informasi tentang hal tertentu yang diperlukannya

(33)

itu,transparansi atau publikasi laporan keuangan perlu dilakukan,karena adanya

penguasaan informatika berbeda anatar bank dan nasabah,serta untuk tetap

menjaga terjadinya persaingan yang sempurna dipasar. Untuk Indonesia hal ini

menjadi sangat penting,karena indonesia belum terdapat Lembaga Penjamin

Simpanan seperti asuransi deposito atau dana bersama,walaupun pada saat ini

untuk sementara sudah ada program penjaminan bagi kewajiban bank yang

dilakukan berdasarkan Keputusan Presoden Nomor 26 dan Nomor 193 tahun 1998

tentang jaminan terhadp Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.

Dikemukakan sebelumnya,disamping adanya pihak yang menghendaki

transparansi,terdapat juga pihak lain yang menginginkan adanya kerahasiaan yang

tetap seperti sedia kala,terutama dengan alasan untuk kelangsungan hidup sistem

perbankan. Dalam era globalisasi ini dengan adanya kemajuan teknologi

informasi dan komputer, telah mengakibatkan terjadinya “global market” pada

sektor keuangan. Dalam global market,dana bebas bergerak dari satu negara

kenegara lain. Apabila nasabah kurang percaya pada sistem perbakan nasional

atau pada ketentuan rahasia bank di negaranya,maka hal ini dapat mendorong

nasabah untuk memindahkan penyimpanan dananya ke bank lain di luar negeri.

Hal ini mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kekuatan yang produktif dar

suatu negara. Oleh sebab itu, ketentuan rahasia bank perlu dipertimbangkan untuk

tetap ketat.

Ketatnya rahasia bank selain berdampak positif seperti diuraikan

diatas,juga dapat berdampak negatif. Misalnya ketentuan rahasia bank suatu

(34)

menarik untuk,melakukan pemutihan uang hasil kejahatan (money laundering).

Ketatnya ketentuan rahasia bank dapat menghambat tugas DPR didalam

melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan dapat menyulitkan bagi penegak

hukum untuk melaksanakan tugasnya. Bahkan ada pendapat yang menyatakan

bahwa suatu sistem sulit untuk berjalan baik, apabila ketentuan rahasia bank

terlalu ketat. Dikhawarirkan rahasia bank yang ketat,pelaku kejahatan akan mudah

bersembunyi dan pungutan pajak tidak akan berhasil dengan baik.

Suatu ideal dalam pengaturan suatu ketentuan rahasia bank adalah

sebagaimana mencapai keseimbangan antara kepentingan pribadi nasabah,

kepentingan perbankan dan kepentingan umum. Apabila dikatakan bahwa

perlunya ketentuan rahsia bank adalah dalam rangka memelihara kepentingan

umum, yaitu kepentingan nasabah dan bank, namun disisi lain terdapat

kepentingan umum untuk membuka rahasia bank, misalnya untuk pemberanasana

tindak pidana yang hasilnya seringkali disimpan di bank. Dengan demikian yang

terpenting adalah bagaimana menciptakan adanya keseimbangan antara

kepentingan umum yang satu dengan yang lainnya.

Diseluruh negara terdapat kecenderungan bahwa ketentuan rahasia bank

bersifat tidak mutlak. Artinya rahasia bank tetap dapat diterobosdengan beberapa

alasan atau pengecualian yang diatur secara limitatif dalam peraturan atau putusan

yang bervariasi anatar satu negara dengan negara lain. Alasan-alasan tersebut:

1. Untuk kepentingan perpajakan

(35)

3. Dalam hubungan perdata antara bank dengan nasabahnya

4. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank

5. Adanya persetujuan nasabah

6. Adanya ketentuan lain yang mewajibkan membuka rahasia bank

7. Adanya kewajiban untuk mencegah terjadi tindak pidana

8. Adanya panggilan atau penggeledahan oleh pemerintah

  Berkaitan dalam hal ini, salah satu permasalahan yang muncul adalah

mengenai ruang lingkup rahasia bank, apakah hanya meliputi simpanan

masyarakat atu meliputi pinjaman yang diberikan bank. Disamping itu, timbul

tuduhan bahwa ketentuan rahasia bank yang terlalu luas dapat dipakai sebagai

tempat berlindung bagi debitur-debitur bermasalah. Berkaitan dengan hal ini

dipertanyakan kembali filosofi ketentuan rahasia bank,apakah untuk melindungi

masyarakat yang memiliki dana atau untuk melindungi bank yang melakukan

penghimpunan dana. 

Banyak sekali diantara permasalahan tersebut belum terjawab secara

mmuasakan oleh ketentuan rahasia bankdalam undang-undang perbankan. Dalam

menangani kasus-kasus menyangkut rahasia bank seringkali pihak

penyidik,penuntut umum dan pengadilan meminta keterangan ahli dari Bank

Indonesia sebagai lembaga yang bertanggung jawaban dalam pembinaan dan

pengawasan bank. Masalah lain belum terjawab dengan tuntas apakah ketentuan

(36)

atau mantan pegawai bank. Karena dalam hal ini telah muncul suatu gejala yang

menarik, yaitu terdapat kecenderungan nasabah nakal untuk menyerang balik

bank dengan tuduhan melanggar ketentuan rahasia bank. Misalnya nasabah kredit

macet mengadukan bank bank secara pidana dengan tuduhan melanggar ketentuan

rahasia bank,karena bank dalam menagih/menegur bank, bank juga memberikan

tembusan surat tagihan/teguran kepada pihak yang memberi referensi atau

rekomendasi. Sementara secara perdata ada nasabah yang menggugat banknya

atas dasar perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUH Perdata),karena dituduh

membocorkan rahasia bank yang menimbulkan kerugian bagi nasabahnya.

Hal lain yang belum diatur secara memadai dalam konteks ketentuan

rahasia bank adalah menyangkut penyitaan/pemblokiran rekening dalam perkara

pidana. Selama ini pengaturan masalah penyitaan dan pemblokiran rekening

nasabah belum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), tetapi hanya didasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia yang

meneruskan surat/instruksi dari Panglima Angkatan Kepolisian dan Jaksa Agung

kepda jajarannya. Dalam Surat Edaran tersebut,pemblokiran rekening dilakukan

berdasarkan Surat Perintah Penyitaan. Kemudian pada tanggal 6 November 1997

dikeluarkan Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia. Dalam pasal 5

keputusan bersama tersebut dinyatakan,bahwa dalam hal penyidik menerima

laporan adanya suatu rekening yang diduga menampung dana yang berasal dari

tindak pidana ,maka tindakan pemblokiran oleh penyidik dilakukan dengan

(37)

masalah pemblokiran ini diatur secara singkat dalam Undang-undang Nomor 31

tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

1.Undang-Undang No.6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia

Peranan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia adalah sebagai

Pengawas dan Pembina bagi Bank-bank lain untuk meningkatkan keyakinan dari

setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan bank, mengenai pengawasan

dan pembinaan diatur dalam Undang No.23 tahun 1999 jo.

Undang-undang No.3 Tahun 2004 jo.Undang-Undang-undang No.6 Tahun 2009 Tentang Bank

Indonesia,dalam hal pengawasan Bank Sentral melakukannya secara langsung

maupun tidak langsung ,menurut undang-undang Bank Indonesia yang dimadsud

degan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disertai

dengan tindakan perbaikan. Sedangkan yang dimadsud dengan pengawasan tidak

langsung terutama dalam ketentuan pasal 29 undang-undang Perbankan,yaitu

sebagai berikut:

Pasal 29 ayat (1):

“Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia”

Pasal 29 Ayat (2):

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan

ketentuan kecukupan modal,kualitas aset,kualitas

(38)

berhubungan dengan usaha bank,dan wajib melakukan kegiatan

usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”

Pasal 29 ayat (3):

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya,bank wajib

menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan

nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank”

Pasal 29 ayat (4):

“Untuk kepentingan nasabah,bank wajib menyediakan informasi

mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan

dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”

Pasal 29 ayat (5):

“Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimadsud

dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

Dalam bagian penjelasan dari ketentuan Pasal 29 ayat (1),(2),dan (3)

diatas,di kemukakan bahwa yang dimadsud dengan pembinaan dalam ayat (1)

adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang

(39)

usaha,pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional

bank. Informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian nasabah

dimadsudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan

kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjadi adanya transparansi

dalam dunia perbankan . Informasi tersebut dapat memuat keadaan bank,termasuk

kecukupan modal dan kualitas aset. Sedangkan dalam penjelasan dari ketentuan

pasal 29 ayat (5) dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia anatara lain:

1.Ruang lingkup pembinaan dan pengawasan;

2.Kriteria penilaian tingkat kesehatan;

3.Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan;

4.Pedoman pemberian informasi kepada nasabah.

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank tersebut diatas,pasal 30

Undang-undang Perbankan menyatakan bahwa:

Pasal 30 ayat (1):

“Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia,segala

keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara

(40)

Pasal 30 ayat (2):

“Bank atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan

kesempatan bagii pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang

ada padanya,serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan

dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala

keterangan,dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank

yang bersangkutan”

Pasal 30 ayat (3):

“Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan

sebagaimana dimadsud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak

diumumkan dan bersifat rahasia “

Berdasarkan ketentuan diatas dapat dikemukakan bahwa kewajiban penyampaian

keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu bank

Kepada Bank Indonesia diperlukan mengingat keterangan tersebut dibutuhkan

untuk memantau keadaan suatu bank dalam rangka melindungi dana masyarakat

menjaga keberadaan lembaga perbankan, serta menemukan informasi mengenai

adanya penyimpangan yang berindikasi terjadinya tindak pidana,khususnya

mengenai tinda pidana pencucian uang. Walaupun informasi tersebut bersifat

rahasia, Bank Indonesia menurut pasal 42 ayat (1) undang-undang No.10 tahun

1998 tentang Perbankan menentukan bahwa:

“Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,Pimpinan

(41)

hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai

simpanan tersangka atau terdakwa pada bank”

Jelaslah disini bahwa Bank Indonesia sebagai Bank sentral diantara bank-bank

lainnya mempunyai kewenangan untuk memberikan informasi kepada pihak

penyidik apabila berkaitan mengenai adanya tindak pidana yang menyangkut

bidang Perbankan. Walaupun kerahasiaan bank adalah suatu hal yang penting

sekali dalam hal menjaga kerahasiaan dari orang-orang yang mepercayakan

uangnya kepada bank.

2. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Menurut ketentuan apsal 1 angka 16 UU No. 7 tahun 1992,yang dimadsud

dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan

dan hal-hal lainnya darinasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan

wajib dirahasiakan. Berkaitan dengan itu,ketentuan pasal 40 ayat(1) menentukan

bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang

keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya,yang wajib dirahasiakan oleh

bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,kecuali dalam hal sebagaimana

dimadsud dalam pasal 41,pasal 42, pasal 43, dan pasal 44.

Berdasarkan ketentuan diatas,dapat dikemukakan bahwa makna yang

terkandung didalam pengertian rahasia bank adalah larangan-larangan bagi

perbankan untuk memberi keterangan atau informasi kepada siapa pun juga

mengenai keadaan keuangan dan hal-hal lainnya, untuk kepentingan nasabah

(42)

angka 16 tersebut diubah menjadi pasal 1 angka 28 UU No. 10 tahun 1998,yang

mengemukakan bahwa yang dimadsud dengan yrahasia bank adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya. Sedangkan pasal 40 ayat (1) UU No.10 tahun 1998,yang

mengemukakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya,kecuali dalam hal sebagaimana dimadsud dalam

pasal 41,41A,pasal 42,pasal 43,pasal 44 dan pasal 44 A.

Berdasarkan ketentuan diatas,menunjukkan bahwa pengertian dan ruang

lingkup mengenai rahasia bank yang diatur dalam UU No.10 tahun 1992 dan UU

No.10 tahun 1998 adalah berbeda. Dalam UU No. 7 tahun 1992 ketentuan rahsia

bank lebih luas,karena berlaku bagi setiap nasabah dengan tidak membedakan

antara nasabah penyimpan dan nasabah peminjam. Sedangkan ketentuan rahasia

bank yang ditentukan dalam UU No. 10 tahun 1998 lebih sempit karena hanya

berlaku bagi nasabah penyimpan dan simpanannya saja.

3.Undang-Undang 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

Hubungan antara bank dengan nasabahnya tidaklah sebatas hubungan

kontraktual biasa,tapi dalam hubungan tersebut terdapata pula kewajiban bagi

bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun

kecuali jika ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku14

         14 

Adrian Sutedi,Hukum dan Perbankan suatu tinjauan Pencucian Uang,merger,likuidasi 

(43)

Menurut pasal 1 angka 14 Undang-Undang Perbankan Syariah, yang dimadsud

dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan

megenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan

investasinya. Dari pengertian yang diberikan pasal 1 ayat 14 dan pasal

lainnya,dapat ditarik unsur-unsur dari rahasia bank itu sendiri antara lain:

1. Rahasia Bank tersebut dengan keterangan mengenai nasabah penyimpasn

dan simpanannya

2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank,kecuali termasuk ke dalam

kategori berdasarkan prosedur peraturan, peraturan perundang-undangan

dan yang berlaku

3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah bank itu sendiri

dan/atau pihak terafiliasi15.yang dimadsaud pihak terafiliasi antara lain:

a. Komisaris,Direksi,atau Kuasanya,Pejabat,dan Karyawan Bank

Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS

b. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank syariah atau

UUS,antara lain Dewan Pengawas Syariah,Akuntan

Publik,Penilai,Konsultan Hukum; dan atau

c. Pihak yang menurut penilaian bank Indonesia serta mempengaruhi

pengelolaan bank syariah atau UUS,baik langsung maupun tidak

         15 

(44)

langsung ,antara lain pengendali bank,pemegang saham dan

keluarganya,keluarga komisaris dan keluarga direksi.

Beberapa pengaturan mengenai rahasia bank dalam UU Perbankan Syariah

yang agak berlainan dengan UU Perbankan konvensional, antara lain:

1) Tidak diaturnya pengecualian rahasia bank untuk kepentingan piutang

yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN, seperti halnya yang diatur

dalam UU Perbankan konvensional. Dengandemikian pengecualian

rahasia bank yang dapat dimintakan izinnya ke BI terbatas hanyauntuk

kepentingan perpajakan, dan kepentingan peradilanndalam perkara pidana.

Disamping itu terdapat pengecualian lainnya yang tidak memerlukan izin

dari BI, yaitu dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,

dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, dan atas permintaan,

persetujuan atau kuasa dari nasabah, serta bagi ahli waris yang sah dalam

hal nasabah telah meninggal dunia.

2) Pengaturan mengenai penyidik diperluas, tidak hanya terbatas pada jaksa

atau polisi, tetapi berlaku juga bagi penyidik lain yang diberi wewenang

berdasarkan UU (Pasal 43).Dengan demikian para penyidik di luar polisi

atau jaksa dapat meminta keterangan mengenai rahasia bank, namun

permintaan tersebut tetap diajukan oleh pimpinan instansi/departemen atau

setingkat menteri. Hal tersebut menunjukkan sikap masih

(45)

penyidik diluar polisi atau jaksa, tetapi hanya tingkat pimpinan

instansi/departemen yang dapat mengajukan permintaan izin dimaksud.

4.Peraturan Bank Indonesia nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Ketentuan mengenai rahasia bank diatur dalam UU Perbankan dan

kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor

2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin

Tertulis Membuka Rahasia Bank. Berdasarkan ketentuan tersebut ,pada

prinsipnya setiap bank dan afiliasinya wajib merahasiakan keterangan mengenai

nasabah penyimpan dan simpanannya. Sedangkan keterangan mengenai nasabah

selain sebagai nasabah penyimpan, tidak wajib dirahasiakan.

Terhadap rahasia bank dapat disimpangi dengan izin terlebih dahulu dari

pimpinan Bank Indonesia untuk kepentingan perpajakan,penyelesaian piutang

oleh BUPN/PUPLN dan kepentingan peradilan perkara pidana dimana status

nasabah penyimpan yamg akan dibuka rahasia bank harus tersangka atau

terdakwa. Terhadap rahasia bank dapat juga disimpangi tanpa ijin terlebih dahulu

dari Pimpinan Bank Indonesia yakni untuk kepentingan perkara perdata antara

bank dengan nasabahnya,tukar menukar informasi antar bank,atas

permintaan/persetujuan dari nasabah dan untuk kepentingan ahli waris yang sah.

Dalam hal diperlukan pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama

seorang nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau

terdakwa oleh pihak aparat penegak hukum,berdasarkan ketentuan peraturan

(46)

bank,dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku tanpa memerlukan ijin terlebih dahulu dari Pimpinan Bank

Indonesia. Namun demikian untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir dan atau disita pada bank,

menurut Pasal 12 ayat (2) PBI Rahasia bank ,tetap berlaku ketentuan mengenai

pembukaan Rahasia Bank dimana memerlukan ijin terlebih dahulu dari Pimpinan

(47)

BAB III

BADAN-BADAN PENYIDIK YANG BERWENANG DALAM

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

A.Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), salah

satu institusi yang diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan

penyidikan adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain dalam KUHAP,

kewenangan polisi sebagai penyelidik dan penyidik untuk mengungkap tindak

pidana, ditegaskan kembali dalam Pasal 1 angka 8 dan 9, dan Pasal 14 ayat (1)

huruf g Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang menyatakan: melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap

semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Kewenangan polisi sebagai penyelidik dan penyidik tersebut adalah

sebagai bentuk perwujudan terhadap tugas pokok kepolisian sebagai yang

tercantum dalam Pasal 13 Undang- kepolisian sebagai yang tercantum dalam

Pasal 13 Undang- Undang No. 2 Tahun 2002, yaitu untuk memelihara keamanan

dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Jika dikaitkan dengan UU TPPU

yang baru, terdapat perubahan yang mendasar terkait penyidikan yaitu

diberikannya wewenang kepada penyidik tindak pidana asal (lazimnya Penyidik

(48)

penyidikan TPPU yang berkaitan dengan tindak pidana asalnya (misalnya tindak

pidana kepabeanan).

Pemberian wewenang kepada penyidik tindak pidana asal (PPNS) sudah

tentu berpotensi menimbulkan permasalahan tersendiri, karena pihak-pihak yang

diduga melakukan tindak pidana akan berhadapan dengan begitu banyak petugas.

Padahal kita tahu bahwa sistem birokrasi di Indonesia sangat lemah dalam

menerapkan sistem administrasi yang bersinergi. Khusus untuk institusi

kepolisian, maka dalam upaya mengungkap TPPU, polisi harus memperoleh alat

bukti yang akan diajukan pada jaksa untuk selanjutnya diungkapkan di

persidangan, namun hal ini tidak mudah untuk dilaksanakan karena dihadapkan

pada berbagai kendala,di antaranya:

1. Kompleksitas perkara sering memerlukan pengetahuan yang

komprehensif. Sebagai contoh dalam kasus TPPU yang melibatkan

institusi perbankan, maka selain harus mengatahui dan memahami

pengetahuan di bidang pidana, aparat penegak hukum juga harus

mengetahui dan memahami pengetahuan di bidang keuangan dan lalu

lintas moneter. Dalam hal ini seringkali dibutuhkan bantuan dari pihak

yang ahli untuk dimintai pendapatnya sebagai saksi ahli.

2. Tindak pidana TPPU pada umumnya melibatkan sekelompok orang yang

saling menikmati keuntungan dari tindak pidana tersebut, sehingga pelaku

saling bekerja sama untuk menutupi perbuatan mereka. Hal ini

menyulitkan aparat penegak hukum dalam mengungkap bukti-bukti yang

(49)

3. Waktu terjadinya tindak pidana TPPU umumnya baru terungkap setelah

tenggang waktu yang cukup lama. Hal ini menyulitkan pengumpulan atau

merekonstruksi keberaadaan bukti-bukti yang sudah terlanjur dihilangkan

atau dimusnahkan. Disamping itu para saksi atau tersangka yang sudah

terlanjur pindah ketempat lain juga berperan untuk menghambat proses

pemeriksaan;

4. Kemajuan dibidang teknologi informasi memungkinkan TPPU terjadi

melampaui batas kedaulatan suatu Negara, sehingga dalam praktiknya

sering menimbulkan kesulitan untuk mengungkapkannya, dikarenakan:

a. Perbedaan sistem hukum antara Indonesia dengan Negara-negara dimana

pelaku TPPU atau uang hasil tindak pidana TPPU itu berada.

b. Belum adanya perjanjian ekstradisi atau perjanjian kerjasama bantuan di

bidang hukum (mutual legal assistance in criminal metters) antara

Indonesia dengan dengan negara-negara dimana pelaku TPPU atau uang

hasil TPPU itu berada.

c. Pemeriksaan tersangka dan saksi yang berada diluar negeri. Sebagai sarana

untuk mengungkapkan suatu tindak pidana, setiap pemeriksaan terhadap

tersangka dan saksi oleh penyidik harus dibuat dalam format Berita Acara

Pemeriksaan (BAP). Hal tersebut tidak terlalu sulit apabila penyidik dapat

berhadapan, bertatap muka dan berkomunikasi secara langsung dengan

tersangka dan para saksi. Akan tetapi kondisi tersebut tidak mudah

diwujudkan dalam hal pemeriksaan tersangka dan saksi tindak pidana

Referensi

Dokumen terkait

United Nations Statistics Division;2014) http://mdgs.un.org/unsd/mdg/SeriesDetail.aspx?srid=570, accessed 26 October 2016 (f) The data of pregnant women tested for HIV is from

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan

Hal ini ditunjukkan oleh pangsa produksi dalam negeri terhadap ketersediaan pangan nasional rata-rata mencapai lebih dari 96 persen Fakta tersebut menunjukkan

Pada pertemuan pertama terdapat 6 kelompok dimana terdapat 4 hingga 5 siswa dari masing-masing kelompok, pada pertemuan pertama karena masih proses adaptasi

Kegiatan akhir pembelajaran guru memberikan tindak lanjut dengan memeberikan pertanyaan kepada siswa contoh-contoh sumber daya alam hayati, non hayati, dapat

Dalam inversi Magnetotelurik satu dimensi, AG kode real digunakan untuk menentukan parameter model (resistivitas dan ketebalan lapisan) dengan cara meminimumkan fungsi objektif

Bedasarkan tabel 5.18 dapat dilihat bahwa nilai

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai penguasaan pengetahuan hasil penyuluhan pendewasaan usia perkawinan dalam program generasi berencana pada