MESIR
SEJARAH DAN PERADABAN
OLEH : ALVIN SAPUTRA
KELAS : X.4
TUGAS AKHIR SEJARAH SEMESTER II .
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit
sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian
alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira
besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Sejarah
dan Peradaban Mesir”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah
memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih
baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Bekasi , Mei 2010
Penyusun
Sejarah Mesir
Sejarah Mesir merupakan sejarah berterusan paling panjang, sebagai sebuah negeri bersatu, antara negara-negara di dunia. Lembah Nil sudah menjadi kawasan petempatan kekal manusia sejak Zaman Paleolitik. Penduduk awal bercucuk tanam, memburu, serta
memancing untuk menyara hidup. Menjelang 6000 S.M., kehidupan penduduk menjadi lebih berorganisasi. Firaun Menes telah menyatukan wilayah-wilayah di lembah Nil dan
menubuhkan kerajaan Mesir yang pertama pada 3200 S.M. Dengan ini, pemerintahan Mesir secara dinasti bermula.
Dinasti Mesir Purba
Sphinx
Rencana utama: Mesir Purba
Zaman Protodinastik (3200 - 3000 S.M.)
Zaman Dinasti Awal (~3000 - 2575 S.M.)
o Dinasti Pertama (~3000 - 2890 S.M.)
o Dinasti Kedua (2890 - 2575 S.M.) Kerajaan Lama (~2630 - ~2150 S.M.)
Zaman Pertengahan Pertama (~2150 - 2055 S.M.)
Kerajaan Tengah (~2030 - 1640 S.M.)
Kerajaan Baru (1550 - 1077 S.M.) - pemerintahan Tutankhamun
Zaman Pertengahan Ketiga (1070 - 644 S.M.)
Zaman Lewat (672 - 330 S.M.)
o Empayar Achaemenid (penaklukan Parsi pada 525 S.M.) Zaman Graeco-Rom
o Dinasti Ptolemy (305 - 30 S.M.)
Semasa Dinasti Ptolemy (Dinasti Ptolemeus) di bawah firaun Cleopatra VII, Mesir
ditewaskan dan ditakluk oleh Empayar Rom selepas Pertempuran Actium. Selepas pemisahan Empayar Rom, Mesir diletakkan di bawah Empayar Rom Timur, iaitu Empayar Byzantine yang beragama Kristian. Pada 639 M pula, Mesir dikuasai oleh kerajaan Arab yang dipimpin oleh Khalifah. Pada zaman inilah penduduk Mesir memeluk agama Islam. Mesir
kemudiannya ditakluk oleh kerajaan Turki Uthmaniyyah pada 1517.
Zaman Moden
Terusan Suez dibina pada 1869 dan menjadikan Mesir sebagai pusat perhubungan dan pengangkutan sedunia. Pertikaian antara kerajaan Uthmaniyyah dan British mendorong kepada pengambilan kawasan Mesir oleh pihak British pada 1914. British melantik Husayn Kamil sebagai Sultan Mesir.
Akibat gerakan nasionalisme yang hebat, British mengiytiharkan kemerdekaan Mesir pada 22 Februari 1922. Kerajaan baru ditubuhkan dan bersifat raja berperlembagaan. Pada 1948, Mesir terlibat dalam serangan oleh negara-negara Arab terhadap Israel tetapi kalah dalam perang tersebut. Golongan nasionalis yang tidak puas hati telah menggulingkan institusi beraja pada 1952 dalam Revolusi Mesir dan mengisytiharkan Republik Arab Mesir pada 1953.
Gamal Abdel Nasser menjadi Presiden Republik pada 1954 dan mengisytiharkan
Pengebumian Gamal Abdel Nasser
Abdel Nasser meninggal dunia pada 1970 dan digantikan oleh Anwar Sadat. Pada 1973, Mesir dan Syria melancarkan Perang Yom Kippur bagi mendapat balik wilayah Semenanjung Sinai dan Bukit Golan. Campur tangan pihak Amerika Syarikat dan Kesatuan Soviet berjaya memulakan gencatan senjata. Pada 1977, Sadat menandatangani perjanjian damai dengan Israel untuk mendapatkan balik Semenanjung Sinai. Tindakannya mencetuskan kemarahan dalam kalangan penduduk Arab di dalam dan luar Mesir. Pada 1981, Sadat telah dibunuh.
Sadat digantikan oleh timbalannya Hosni Mubarak yang merupakan Presiden Mesir sehingga hari ini.
Mesir Kuno
Peta Mesir Kuno, menunjukkan kota dan situs utama pada periode dinasti (c. 3150 SM hingga 30 SM)
Mesir Kuno adalah suatu peradaban kuno di bagian timur laut Afrika. Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil. Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM, dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium.
Sejarahnya mengalir melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru. Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada periode akhir. Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31 SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus sebagai bagian dari provinsi Romawi. Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di lembah sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka Mesir.
Peradaban Mesir Kuno didasari atas pengendalian keseimbangan yang baik antara sumber daya alam dan manusia, ditandai terutama oleh:
pendayagunaan mineral dari lembah dan wilayah gurun di sekitarnya;
perkembangan sistem tulisan dan sastra;
organisasi proyek kolektif;
perdagangan dengan wilayah Afrika Timur dan Tengah serta Mediterania Timur; serta
kegiatan militer yang menunjukkan kekuasaan terhadap kebudayaan negara/suku bangsa tetangga pada beberapa periode berbeda.
Pengelolaan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh penguasa sosial, politik, dan ekonomi, yang berada di bawah pengawasan sosok Firaun.
Pencapaian-pencapaian peradaban Mesir Kuno antara lain: teknik pembangunan monumen seperti piramida, kuil, dan obelisk; pengetahuan matematika; teknik pengobatan; sistem irigasi dan agrikultur; kapal pertama yang pernah diketahui;[5] teknologi tembikar glasir
bening dan kaca; seni dan arsitektur yang baru; sastra Mesir Kuno; dan traktat perdamaian pertama yang pernah diketahui Mesir telah meninggalkan warisan yang abadi. Seni dan arsitekturnya banyak ditiru, dan barang-barang antik buatan peradaban ini dibawa hingga ke ujung dunia. Reruntuhan-reruntuhan monumentalnya menjadi inspirasi bagi pengelana dan penulis selama berabad-abad.
Sejarah
Pada akhir masa Paleolitik, iklim Afrika Utara menjadi semakin panas dan kering. Akibatnya, penduduk di wilayah tersebut terpaksa berpusat di sepanjang sungai Nil. Sebelumnya,
semenjak manusia pemburu-pengumpul mulai tinggal di wilayah tersebut pada akhir
Pleistosen Tengah (sekitar 120 ribu tahun lalu), sungai Nil telah menjadi urat nadi kehidupan Mesir.[7] Dataran banjir Nil yang subur memberikan kesempatan bagi manusia untuk
mengembangkan pertanian dan masyarakat yang terpusat dan mutakhir, yang menjadi landasan bagi sejarah peradaban manusia.
Periode Pradinasti
Guci pada periode pradinasti.
Sekitar tahun 5500 SM, suku-suku kecil yang menetap di lembah sungai Nil telah berkembang menjadi peradaban yang menguasai pertanian dan peternakan. Peradaban mereka juga dapat dikenal melalui tembikar dan barang-barang pribadi, seperti sisir, gelang tangan, dan manik. Peradaban yang terbesar di antara peradaban-peradaban awal adalah Badari di Mesir Hulu, yang dikenal akan keramik, peralatan batu, dan penggunaan tembaga.
Di Mesir Utara, Badari diikuti oleh peradaban Amratia dan Gerzia, yang menunjukkan beberapa pengembangan teknologi. Bukti awal menunjukkan adanya hubungan antara Gerzia dengan Kanaan dan pantai Byblos.
Sementara itu, di Mesir Selatan, peradaban Naqada, mirip dengan Badari, mulai memperluas kekuasaannya di sepanjang sungai Nil sekitar tahun 4000 SM. Sejak masa Naqada I, orang Mesir pra dinasti mengimpor obsidian dari Ethiopia, untuk membentuk pedang dan benda lain yang terbuat dari flake.[13] Setelah sekitar 1000 tahun, peradaban Naqada berkembang
dari masyarakat pertanian yang kecil menjadi peradaban yang kuat. Pemimpin mereka berkuasa penuh atas rakyat dan sumber daya alam lembah sungai Nil.[14] Setelah mendirikan
pusat kekuatan di Hierakonpolis, dan lalu di Abydos, penguasa-penguasa Naqada III memperluas kekuasaan mereka ke utara.[15]
Budaya Naqada membuat berbagai macam barang-barang material - yang menunjukkan peningkatan kekuasaan dan kekayaan dari para penguasanya - seperti tembikar yang dicat, vas batu dekoratif yang berkualitas tinggi, pelat kosmetik, dan perhiasan yang terbuat dari emas, lapis, dan gading. Mereka juga mengembangkan glasir keramik yang dikenal dengan nama tembikar glasir bening.[16] Pada fase akhir masa pra dinasti, peradaban Naqada mulai
menggunakan simbol-simbol tulisan yang akan berkembang menjadi sistem hieroglif untuk menulis bahasa Mesir kuno.[17]
Periode Dinasti Awal
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Periode Dinasti Awal Mesir
Pendeta Mesir pada abad ke-3 SM, Manetho, mengelompokan garis keturunan firaun yang panjang dari Menes ke masanya menjadi 30 dinasti. Sistem ini masih digunakan hingga hari ini.[19] Ia memilih untuk memulai sejarah resminya melalui raja yang bernama "Meni" (atau
Hilir (sekitar 3200 SM).[20] Transisi menuju negara kesatuan sejatinya berlangsung lebih
bertahap, berbeda dengan apa yang ditulis oleh penulis-penulis Mesir Kuno, dan tidak ada catatan kontemporer mengenai Menes. Beberapa ahli kini meyakini bahwa figur "Menes" mungkin merupakan Narmer, yang digambarkan mengenakan tanda kebesaran kerajaan pada pelat Narmer yang merupakan simbol unifikasi.[21]
Pada Periode Dinasti Awal, sekitar 3150 SM, firaun pertama memperkuat kekuasaan mereka terhadap Mesir hilir dengan mendirikan ibukota di Memphis. Dengan ini, firaun dapat mengawasi pekerja, pertanian, dan jalur perdagangan ke Levant yang penting dan menguntungkan.. Peningkatan kekuasaan dan kekayaan firaun pada periode dinasti awal dilambangkan melalui mastaba (makam) yang rumit dan struktur-struktur kultus kamar mayat di Abydos, yang digunakan untuk merayakan didewakannya firaun setelah kematiannya.[22]
Institusi kerajaan yang kuat dikembangkan oleh firaun untuk mengesahkan kekuasaan negara atas tanah, pekerja, dan sumber daya alam, yang penting bagi pertumbuhan peradaban Mesir kuno.[23]
Kerajaan Lama
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kerajaan Lama
Kemajuan dalam bidang arsitektur, seni, dan teknologi dibuat pada masa Kerajaan Lama. Kemajuan ini didorong oleh meningkatnya produktivitas pertanian, yang dimungkinkan karena pemerintahan pusat dibina dengan baik.[24] Di bawah pengarahan wazir,
pejabat-pejabat negara mengumpulkan pajak, mengatur proyek irigasi untuk meningkatkan hasil panen, mengumpulkan petani untuk bekerja di proyek-proyek pembangunan, dan menetapkan sistem keadilan untuk menjaga keamanan.[25] Dengan sumber daya surplus yang ada karena
ekonomi yang produktif dan stabil, negara mampu membiayai pembangunan proyek-proyek kolosal dan menugaskan pembuatan karya-karya seni istimewa. Piramida yang dibangun oleh Djoser, Khufu, dan keturunan mereka, merupakan simbol peradaban Mesir Kuno yang paling diingat.
Seiring dengan meningkatnya kepentingan pemerintah pusat, muncul golongan juru tulis (sesh[26]) dan pejabat berpendidikan, yang diberikan tanah oleh firaun sebagai bayaran atas
jasa mereka. Firaun juga memberikan tanah kepada struktur-struktur kultus kamar mayat dan kuil-kuil lokal untuk memastikan bahwa institusi-institusi tersebut memiliki sumber daya yang cukup untuk memuja firaun setelah kematiannya. Pada akhir periode Kerajaan Lama, lima abad berlangsungnya praktik-praktik feudal pelan-pelan mengikis kekuatan ekonomi firaun. Firaun tak lagi mampu membiayai pemerintahan terpusat yang besar.[27] Dengan
berkurangnya kekuatan firaun, gubernur regional yang disebut nomark mulai menantang kekuatan firaun. Hal ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan besar antara tahun 2200 hingga 2150 SM,[28] sehingga Mesir Kuno memasuki periode kelaparan dan perselisihan
selama 140 tahun yang dikenal sebagai Periode Menengah Pertama Mesir.[29]
Periode Menengah Pertama Mesir
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Periode Menengah Pertama Mesir
Meskipun berada pada masa yang sulit, pemimpin-pemimpin lokal, yang tidak berhutang upeti kepada firaun, menggunakan kebebasan baru mereka untuk mengembangkan budaya di provinsi-provinsi. Setelah menguasai sumber daya mereka sendiri, provinsi-provinsi menjadi lebih kaya. Fakta ini dibuktikan dengan adanya pemakaman yang lebih besar dan baik di antara kelas-kelas sosial lainnya.[30] Dengan meningkatnya kreativitas, pengrajin-pengrajin
provinsial menerapkan dan mengadaptasi motif-motif budaya yang sebelumnya dibatasi oleh Kerajaan Lama. Juru-juru tulis mengembangkan gaya yang melambangkan optimisme dan keaslian periode.[31]
Bebas dari kesetiaan kepada firaun, pemimpin-pemimpin lokal mulai berebut kekuasaan. Pada 2160 SM, penguasa-penguasa di Herakleopolis menguasai Mesir Hilir, sementara keluarga Intef di Thebes mengambil alih Mesir Hulu. Dengan berkembangnya kekuatan Intef, serta perluasan kekuasaan mereka ke utara, maka pertempuran antara kedua dinasti sudah tak terhindarkan lagi. Sekitar tahun 2055 SM, tentara Thebes di bawah pimpinan Nebhepetre Mentuhotep II berhasil mengalahkan penguasa Herakleopolis, menyatukan kembali kedua negeri, dan memulai periode renaisans budaya dan ekonomi yang dikenal sebagai Kerajaan Pertengahan.[32]
Kerajaan Pertengahan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kerajaan Pertengahan Mesir
Amenemhat III, penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan.
Firaun Kerajaan Pertengahan berhasil mengembalikan kesejahteraan dan kestabilan negara, sehingga mendorong kebangkitan seni, sastra, dan proyek pembangunan monumen.[33]
Mentuhotep II dan sebelas dinasti penerusnya berkuasa dari Thebes, tetapi wazir Amenemhat I, sebelum memperoleh kekuasaan pada awal dinasti ke-12 (sekitar tahun 1985 SM),
memindahkan ibukota ke Itjtawy di Oasis Faiyum.[34] Dari Itjtawy, firaun dinasti ke-12
melakukan reklamasi tanah dan irigasi untuk meningkatkan hasil panen. Selain itu, tentara kerajaan berhasil merebut kembali wilayah yang kaya akan emas di Nubia, sementara pekerja-pekerja membangun struktur pertahanan di Delta Timur, yang disebut " tembok-tembok penguasa", sebagai perlindungan dari serangan asing.[35]
canggih, yang ditulis menggunakan gaya percaya diri dan elok,[31] sementara relief dan
pahatan potret pada periode ini menampilkan ciri-ciri kepribadian yang lembut, yang mencapai tingkat baru dalam kesempurnaan teknis.[37]
Penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan, Amenemhat III, memperbolehkan pendatang dari Asia tinggal di wilayah delta untuk memenuhi kebutuhan pekerja, terutama untuk
penambangan dan pembangunan. Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan meluapnya sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran selama masa dinasti ke-13 dan ke-14. Semasa kemunduran, pendatang dari Asia mulai menguasai wilayah delta, yang selanjutnya mulai berkuasa di Mesir sebagai Hyksos.[38]
Periode Menengah Kedua dan Hyksos
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Periode Menengah Kedua Mesir
Sekitar tahun 1650 SM, seiring dengan melemahnya kekuatan firaun Kerajaan Pertengahan, imigran Asia yang tinggal di kota Avaris mengambil alih kekuasaan dan memaksa pemerintah pusat mundur ke Thebes. Di sanam firaun diperlakukan sebagai vasal dan diminta untuk membayar upeti.[39] Hyksos ("penguasa asing") meniru gaya pemerintahan Mesir dan
menggambarkan diri mereka sebagai firaun. Maka elemen Mesir menyatu dengan budaya Zaman Perunggu Pertengahan mereka.
Setelah mundur, raja Thebes melihat situasinya yang terperangkap antara Hyksos di utara dan sekutu Nubia Hyksos, Kerajaan Kush, di selatan. Setelah hampir 100 tahun mengalami masa stagnansi, pada tahun 1555 SM, Thebes telah mengumpulkan kekuatan yang cukup untuk melawan Hyksos dalam konflik selama 30 tahun.[39] Firaun Seqenenre Tao II dan Kamose
berhasil mengalahkan orang-orang Nubia. Pengganti Kamose, Ahmose I, berhasil mengusir Hyksos dari Mesir. Selanjutnya, pada periode Kerajaan Baru, kekuatan militer menjadi prioritas utama firaun agar dapat memperluas perbatasan Mesir dan menancapkan kekuasaan atas wilayah Timur Dekat.
Kerajaan Baru
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kerajaan Baru
Patung Ramses II di pintu masuk kuil Abu Simbel.
Sekitar tahun 1350 SM, stabilitas Kerajaan Baru terancam ketika Amenhotep IV naik tahta dan melakukan reformasi yang radikal dan kacau. Ia mengubah namanya menjadi Akhenaten. Akhenaten memuja dewa matahari Aten sebagai dewa tertinggi. Ia lalu menekan pemujaan dewa-dewa lain.[44] Akhenaten juga memindahkan ibukota ke kota baru yang bernama
Akhetaten (kini Amarna). Ia tidak memperdulikan masalah luar negeri dan terlalu asyik dengan gaya religius dan artistiknya yang baru. Setelah kematiannya, kultus Aten segera ditinggalkan, dan firaun-firaun selanjutnya, yaitu Tutankhamun, Ay, dan Horemheb, menghapus semua penyebutan mengenai bidaah Akhenaten.
Ramses II naik tahta pada tahun 1279 SM. Ia membangun lebih banyak kuil, mendirikan patung-patung dan obelisk, serta dikaruniai anak yang lebih banyak daripada firaun-firaun lain dalam sejarah. Sebagai seorang pemimpin militer yang berani, Ramses II memimpin tentaranya melawan bangsa Het dalam pertempuran Kadesh. Setelah bertempur hingga mencapai kebuntuan (stalemate), ia menyetujui traktat perdamaian pertama yang tercatat sekitar 1258 SM.
Pada tahun 730 SM, orang-orang Libya dari barat memecahkan kesatuan politik Mesir Kuno.
Periode Menengah Ketiga
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Periode Menengah Ketiga Mesir
Setelah kematian firaun Ramses XI tahun 1078 SM, Smendes mengambil alih kekuasaan Mesir utara. Ia berkuasa dari kota Tanis. Sementara itu, wilayah selatan dikuasai oleh pendeta-pendeta agung Amun di Thebes, yang hanya mengakui nama Smendes saja. Pada masa ini, orang-orang Libya telah menetap di delta barat, dan kepala-kepala suku penetap tersebut mulai meningkatkan otonomi mereka. Pangeran-pangeran Libya mengambil alih delta di bawah pimpinan Shoshenq I pada tahun 945 SM. Mereka lalu mendirikan dinasti Bubastite yang akan berkuasa selama 200 tahun. Shoshenq juga mengambil alih Mesir selatan dengan menempatkan keluarganya dalam posisi kependetaan yang penting. Kekuasaan Libya mulai mengikis akibat munculnya dinasti saingan di Leontopolis, dan ancaman Kush di selatan. Sekitar tahun 727 SM, raja Kush, Piye, menyerbu ke arah utara. Ia berhasil menguasai Thebes dan delta.
Martabat Mesir terus menurun pada Periode Menengah Ketiga. Sekutu asingnya telah jatuh kedalam pengaruh Asiria, dan pada 700 SM, perang antara kedua negara sudah tak
terhindarkan lagi. Antara tahun 671 hingga 667 SM, bangsa Asiria mulai menyerang Mesir. Masa kekuasaan raja Kush, Taharqa, dan penerusnya, Tanutamun, dipenuhi dengan konflik melawan Asiria. Akhirnya, bangsa Asiria berhasil memukul mundur Kush kembali ke Nubia. Mereka juga menduduki Memphis dan menjarah kuil-kuil di Thebes.
Periode Akhir
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Periode Akhir Mesir Kuno
653 SM, raja Sais Psamtik I berhasil mengusir bangsa Asiria dengan bantuan tentara bayaran Yunani yang direkrut untuk membentuk angkatan laut pertama Mesir. Selanjutnya, pengaruh Yunani meluas dengan cepat. Kota Naukratis menjadi tempat tinggal orang-orang Yunani di delta.
Di bawah raja-raja Sais, Mesir mengalami kebangkitan singkat ekonomi dan budaya. Sayangnya, pada tahun 525 SM, bangsa Persia yang dipimpin oleh Cambyses II memulai penaklukan terhadap Mesir. Mereka berhasil menangkap firaun Psamtik III dalam
pertempuran di Pelusium. Cambyses II lalu mengambil alih gelar firaun. Ia berkuasa dari kota Susa, dan menyerahkan Mesir kepada seorang satrapi. Pemberontakan-pemberontakan meletus pada abad ke-5 SM, tetapi tidak ada satupun yang berhasil mengusir bangsa Persia secara permanen.
Setelah dikuasai Persia, Mesir digabungkan dengan Siprus dan Fenisia dalam satrapi ke-6 Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Periode pertama kekuasaan Persia atas Mesir, yang juga dikenal sebagai dinasti ke-27, berakhir pada tahun 402 SM. Dari 380–343 SM, dinasti ke-30 berkuasa sebagai dinasti asli terakhir Mesir. Restorasi singkat kekuasaan Persia, kadang-kadang dikenal sebagai dinasti ke-31, dimulai dari tahun 343 SM. Akan tetapi, pada 332 SM, penguasa Persia, Mazaces, menyerahkan Mesir kepada Alexander yang Agung tanpa
perlawanan.
Dinasti Ptolemeus
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dinasti Ptolemeus
Pada tahun 332 SM, Alexander yang Agung menaklukan Mesir dengan sedikit perlawanan dari bangsa Persia. Pemerintahan yang didirikan oleh penerus Alexander dibuat berdasarkan sistem Mesir, dengan ibukota di Iskandariyah. Kota tersebut menunjukkan kekuatan dan martabat kekuasaan Yunani, dan menjadi pusat pembelajaran dan budaya yang berpusat di Perpustakaan Iskandariyah. Mercusuar Iskandariyah membantu navigasi kapal-kapal yang berdagang di kota tersebut, terutama setelah penguasa dinasti Ptolemeus memberdayakan perdagangan dan usaha-usaha, seperti produksi papirus.
Budaya Yunani tidak menggantikan budaya asli Mesir. Penguasa dinasti Ptolemeus