• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Psikososial Remaja Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perkembangan Psikososial Remaja Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh

Rahmi Amalia Hasibuan 111101005

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(2)
(3)
(4)

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan

skripsi yang berjudul “Perkembangan Psikososial Remaja Pasca Erupsi Sinabung

diDesa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo“.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi berbagai

hambatan dan kesulitan. Namun, berkat adanya bantuan, bimbingan, dan arahan

dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu

yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih ynag sebesar- besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan 2 Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, SKp, MNS Pembantu Dekan 3

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep selaku penguji 1

(5)

9. Para staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

10. Teristimewa kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Agus Salim Hasibuan

dan Ibunda Zubaidah Dalimunte serta kakak- kakakku tersayang yang

telah memberikan doa, nasehat, materi dan dorongan moril sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman–teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas sumatera Utara, khususnya stambuk 2011 yang telah memberikan semangat dan

masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan ,

oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan

kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Akhirnya kepada Allah SWT penilis berserah diri semoga kita selalu dalam

lindungan serta limpahan rahmat-Nya dengan kerendahan hati penulis berharap

mudah- mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

penulis khususnya.

Medan , Juli 2015

(6)

Lembar orisinalitas ... iii

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar belakang... 1

1.2 Perumusan masalah ... 5

1.3 Pertanyaa penelitian ... 6

1.4 Tujuan penelitian ... 6

1.5 Manfaat penelitian………. 6

Bab 2. Tinjauan pustaka ...…… 7

2.1 Konsep remaja ... 7

2.1.1 Defenisi remaja ... 7

2.1.2 Perkembangan fisik pada masa remaja ... 8

2.1.3 Perkembangan kognitif pada masa remaja... 8

2.1.4 Perkembangan psikososial pada masa remaja... 9

2.1.4.1 Hubungan dengan Orang tua... 11

2.1.4.2 Hubungan dengan Saudara Kandung ... 12

2.1.4.3 Hubungan dengan kelompok... 12

2.1.4.4 Konsep diri ... 13

2.1.4.5 Ketakutan ... 14

2.1.4.6 Pola Koping... 15

2.1.4.7 Moral ... 15

2.1.4.8 Aktifitas Pengalih... 16

2.1.4.9 Nutrisi... 16

2.2 Konsep bencana ... 17

2.2.1 Defenisi bencana ... 17

2.2.2 Jenis-jenis bencana... 17

2.2.3 Dampak bencana terhadap psikososial ... 18

Bab 3. Kerangka penelitian... 20

3.1 Kerangka konseptual ... 20

3.2 Defenisi operasional... 21

Bab 4. Metodologi penelitian... 22

4.1 Desain penelitian... 22

(7)

4.5 Instrumen penelitian... 25

4.6 Uji Validitas dan Reabilitas ... 26

4.7 Prosedur pengumpulan data ... 27

4.8 Analisa data... 28

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 29

5.1 Hasil penelitian ... 29

5.1.1 Data demografi remaja ... 29

5.1.2 Perkembangan Psikososial ... 30

5.1.3 Aspek Perkembangan Psikososial ... 31

5.2 Pembahasan ... 33

5.2.1 Perkembangan Psikososial ... 33

Bab 6. Kesimpulan dan Rekomendasi ... 38

6.1 Kesimpulan ... 38

6.2 Rekomendasi ... 38

6.3 Keterbatasan penelitian. ... 40

Daftar pustaka ... 41

Lampiran 1Inform consent ... 43

Lampiran 2 Instrumen penelitian ... 44

Lampiran 3 jadwal tentative penelitian ... 46

Lampiran 4 Lembar bukti bimbingan ... 47

Lampiran 5 Lembar uji validitas ... 48

Lampiran 6 Surat etika Penelitian ... 49

Lampiran 7 Surat izin uji reliabilitas... 50

lampiran 8 Surat uji reliabilitas ... 51

lampiran 9 Surat izin penelitian ... 52

lampiran 10 Surat penelitian ... 53

lampiran 11 Master data penelitian ... 54

Lampiran 12 Reliability ... 58

Lampiran 13 Pengolahan data ... 62

Lampiran 14 Hasil pengolahan kuesioer... 65

Lampiran 15 Daftar riwayat hidup ... 77

Lampiran 16 Taksasi dana ... 78

(8)
(9)

Payung Kab.Karo……… 30 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentasi perkembangan Psikososial

remaja pasca erupsi gunung Sinabung di desa Batukarang

Kecamatan Payung Kab.Karo... 31 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentasi aspek Perkembangan

psikososial remaja pasca erupsi gunung Sinabung di

(10)

Nim : 111101005

Jurusan : Sarjana Keperawatan(S.Kep) Tahun Ajaran : 2015/2016

ABSTRAK

Bencana merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat dan dapat mengakibatkan dampak psikologis dan sosial yang tentunya berpengaruh tehadap perkembangan psikososial individu khususnya remaja karena masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan psikososial remaja pasca erupsi gunung Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Desain penelitian ini adalah desain deskriptif. Besar sampel 94 responden, dengan metode pengambilan sampel, yaitu purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner data demografi dan kuesioner Unicef yang telah di modifikasi sesuai dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan 81,9% remaja mengalami perkembangan psikososial cukup, 18,1% remaja mengalami perkembangan psikososial baik. Hasil penelitian ini dapat membantu perawat jiwa dalam memberikan dukungan psikologis dan sosial pasca bencana dengan metode pendekatan asuhan keperawatan jiwa sehingga perkembangan psikososial korban bencana khususnya remaja berlangsung dengan baik dan dapat meningkatkan kesehatan jiwa korban bencana .

(11)

Std.ID Number : 111101005

Department : S1(Undergraduate) Nursing (S.kep) Academic Year : 2015

ABSTRACT

Disaster can threaten and disturb people’s lives and can cause psychosocial impact which will influence individual psychosocial development, especially teenagers’,

because they are in the period of searching for self-identification. The objective of

the research was to identifity teenagers’ psychosocial development in the post -Mount Sinabung eruption at Batukarang village, Payung Subdistrict, Karo District. The research used descriptive design. The samples were 94 respondents, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires about demographic data and the data from Unicef which had been modified according to the objective of the research. The result of the research showed that 81,9% of the respondents had sufficient psychosocial development 18,1% of the respondents had good psychosocial development. The result of the research could help mental nurses provide psychosocial support in the

post-disaster by using mental nursing care so that the victims’ psychosocial condition could develop well and their mental health could increase.

(12)

1.1 Latar belakang

Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak– kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan

aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

perkembangan psikososial menurut Erikson masa remaja merupakan masa

pencarian identitas diri. Pada masa ini remaja akan menghadapi masa

krisis, masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang harus

dilaluinya. Keberhasilan menghadapi krisis akan mengembangkan

kepercayaan dirinya, berarti mampu mewujudkan jati dirinya (self identity) sedangkan kegagalan dalam menghadapi krisis remaja akan mengalami

identity confusion atau kebimbangan identitas diri (Erikson, 1968 dalam Santrock, 2003). Masa ini berlangsung pada usia 12-18 tahun (Erikson,

1968 dalam Upton, 2012).

Remaja yang mengalami kegagalan pembentukan identitas diri

cenderung melakukan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang atau

adanya kenaikan angka kenakalan remaja dapat dipicu oleh kegagalan

remaja dalam sekolah. Remaja yang tidak bersekolah merasa telah gagal

menemukan identitas dirinya sebagai seorang pelajar (Bonokamsi, 1999

dalam Hartini, 2011). Penyebab terjadinya perilaku menyimpang

disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

(13)

faktor eksternal ialah keluarga, hubungan teman sebaya yang tidak baik,

komunitas, lingkungan dan tempat tinggal yang kurang baik (Haryanto,

2011).

Berdasarkan hasil penelitian (Hartini, 2011). Pasca tsunami terjadi

perubahan perilaku pada remaja di NAD. Kebanyakan remaja lebih

memilih untuk bekerja di sektor pembangunan dari pada meneruskan

sekolahnya karena upah kerja yang tinggi. Para orangtua juga mendukung

anak mereka untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup. Dari

penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan perilaku

remaja dan kegagalan pembentukan identitas diri remaja sebagai pelajar

akibat perubahan lingkungan pasca tsunami di NAD. Perubahan perilaku

remaja pasca tsunami dapat ditinjau dari sebuah stresor, salah satu stressor

dari kejadian negatif adalah bencana (Corner, 1995 dalam Hartini, 2011).

Bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan atau penghidupan masyarakat

yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU

Nomor 24 Tahun 2007).

Bencana alam yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2010,

disebabkan oleh faktor- faktor yang berbeda. Dampak bencana tidak hanya

mengakibatkan hilangnya harta benda tetapi juga nyawa masyarakat di

(14)

Tsunami di Mentawai, erupsi gunung Merapi di Yogyakarta dan Jawa

tengah. Berdasarkan dari data 644 kejadian bencana alam di Indonesia

total kerugian material mencapai lebih 15 triliun rupiah. Kerugian tersebut

meliputi kehilangan harta benda, kerusakan rumah- rumah masyarakat

sarana dan prasarana umum, lahan pertanian, perkebunan, dan peternakan,

selain itu juga menimbulkan kehilangan orang yang dicintai, trauma, dan

timbulnya gangguan kesehatan (Nugroho, 2010 dalam Astuti 2012).

Salah satu bencana alam yang terbesar pada tahun 2010 yang terjadi

di Sumatera Utara adalah erupsi Gunung Sinabung. Gunung Sinabung

tercatat beberapa kali meletus dari tahun 2010 sampai 2015. Erupsi

Gunung Sinabung mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa. Letusan

terbesar terjadi awal tahun 2014, peningkatan aktivitas gunung Sinabung

dengan letusan yang berkali-kali di sertai luncuran awan panas, guguran

lava pijar, semburan awan panas, rentetan gempa, letusan, dan luncuran

awan panas terus-menerus dari kejadian tersebut mengakibatkan 21 desa

harus diungsikan dan jumlah korban jiwa mencapai 17 orang (Ginting,

2012). Seiring dengan penurunan aktifitas sinabung beberapa desa telah

dipulangkan kembali ke desanya yang berada di luar radius lima kilometer

dari daerah yang berbahaya. Pada tanggal 18 September 2014 jumlah

pengungsi sebanyak 5.546 jiwa dengan rincian 1.721 kk (Karo, 2014).

Salah satu desa yang terkena dampak erupsi Sinabung adalah desa

Batukarang yang terletak 7 km dari gunung Sinabung, dengan jumlah

(15)

remaja ± 1500 jiwa, dewasa ± 3000 jiwa, dan lansia ± 700 jiwa.

Berdasarkan laporan dari Kepala Desa Batukarang tidak sedikit warga

yang memilih untuk mengungsi dengan alasan merasa takut jika tinggal

dirumah.

Remaja merupakan salah satu kelompok yang rentan terjadi trauma

akibat bencana alam. Hal ini di karenakan oleh beberapa faktor yaitu

keberadaan remaja masih dibawah resiko dan membahayakan

kelangsungan hidupnya, tingkat ketergantungan hidup yang masih tinggi

terhadap orang dewasa, belum memiliki banyak pengalaman hidup,

kemampuan untuk melindungi diri masih terbatas, tidak dalam kondisi

yang dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri (Lubis, 2012).

Salah satu dampak bencana yang di alami remaja adalah gangguan

kecemasan. Gangguan kecemasan akan mengakibatkan suatu perasaan

tertekan dan akan memberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan

mereka jika dibiarkan begitu saja. Pandangan tersebut dijelaskan (Wilson,

2000 dalam Agustiana, 2012) yang mengungkapkan gangguan kecemasan

pascatrauma berpengaruh pada kapasitas–kapasitas psikologi, konsep diri, perkembangan, dan hubungan seseorang.

Berdasarkan hasil penelitian (Setyaningrum, 2007) tentang kondisi

emosi remaja pasca gempa bumi di daerah istimewa Yogyakarta. Pada

penelitian ini semua sampel mempunyai hubungan yang baik dengan

orangtua dan sosialnya, pada tahapan emosi di fase krisis, remaja merasa

(16)

runtuhan bangunan dan merasa sedih karena kehilangan tempat tinggalnya.

Pada fase isolation dan anger hanya dialami satu remaja. Remaja mengungkapkan tidak dapat berkumpul dengan teman–temannya dikarenakan harus mengungsi, selain itu remaja merasa marah (anger) karena barang–barang berharga terutama buku pelajaran rusak sehingga ia tidak dapat belajar dalam menghadapi ujian.

Berdasarkan hasil survei awal dan hasil wawancara yang telah

dilakukan peneliti terhadap remaja di Desa Batukarang, beberapa remaja

mengatakan bahwa mereka sangat ketakutan jika mendengar gemuruh dari

gunung, takut jika gunung erupsi kembali dan mengeluarkan lahar panas,

sebahagian remaja memilih untuk tetap berada dalam rumah dan tidak

melakukan aktifitas di luar rumah seperti membantu orang tua mereka ke

lahan perkebunan dengan alasan agar tidak terpapar debu vulkanik yang

mengganggu saluran pernapasan mereka.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis merasa perlu

melakukan penelitian mengenai perkembangan psikososial remaja pasca

erupsi Gunung Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung

Kabupaten Karo.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana perkembangan psikososial remaja

pasca erupsi Gunung Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan

(17)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana perkembangan psikososial remaja pasca erupsi Gunung

Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo?

1.4 Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi perkembangan Psikososial remaja pasca erupsi

Gunung Sinabung.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Pendidikan Keperawatan

Sebagai informasi dan tambahan pengetahuan bagi

pengembangan mata ajar khususnya yang berhubungan dengan

perkembangan psikososial remaja pasca bencana alam kedalam

mata ajar keperawatan jiwa atau mata ajarnursing disaster. 1.5.2 Pelayanan Keperawatan

Sebagai informasi dan tambahan pengetahuan bagi perawat atau

petugas kesehatan lainnya mengenai masalah psikososial remaja

pasca bencana alam dalam meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan.

1.5.3 Penelitian Keperawatan

Sebagai masukan atau sumber data bagi peneliti lain yang ingin

melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai perkembangan

(18)

2.1 Konsep Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja

Remaja berasal dari kata latinadolensenceyang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.

Remaja (adolescence)adalah masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya

perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat

dari perkembangan psikososial menurut Erikson masa remaja merupakan

masa pencarian identitas diri. Pada masa ini remaja akan menghadapi

masa krisis, masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang

harus dilaluinya. Keberhasilan menghadapi krisis akan mengembangkan

kepercayaan dirinya, berarti mampu mewujudkan jati dirinya (self identity) sedangkan kegagalan dalam menghadapi krisis remaja akan mengalami

identity confusion atau kebimbangan identitas diri (Erikson, 1968 dalam Santrock, 2003). Masa ini berlangsung pada usia 12-18 tahun (Erikson,

(19)

2.1.2 Perkembangan Fisik Pada Masa Remaja

Perubahan fisik sudah dimulai pada masa praremaja dan terjadi

secara cepat pada masa remaja awal yang akan makin sempurna pada

masa remaja pertengahan dan remaja akhir. Maturasi seksual terjadi

seiring dengan perkembangan karakteristik seksual primer dan sekunder.

Karakteristik primer berupa perubahan fisik dan hormonal yang penting

untuk reproduksi dan karakteristik sekunder mencakup perubahan dalam

bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelaminnya, perubahan fisik yang

terjadi yaitu perkembangan kecepatan pertumbuhan skelet, seperti

pertumbuhan skelet, otot, dan viseral. Perubahan spesifik seks, seperti

perubahan bahu dan lebar pinggul. Perubahan distribusi otot dan lemak

perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder (Potter

& Perry, 2005).

2.1.3 Perkembangan Kognitif Masa Remaja

Dalam tahapan perkembangan kognitif remaja, terjadi perubahan

dalam pemikiran dan lingkungan sosial remaja yang akan menghasilkan

tingkat perkembangan yang intelektual yang tinggi. Pada tahap ini remaja

telah mampu memperkirakan suatu kemungkinan, mengurutkannya,

memecahkan masalah, dan mengambil keputusan secara logis. Remaja

dapat berfikir abstrak dan menghadapi masalah hipotetik secara efektif.

Jika berkonfrontasi dengan masalah, remaja dapat mempertimbangkan

berbagai penyebab dan solusi yang tepat. Untuk pertama kalinya remaja

(20)

bersifat fisik/konkret menjadi bersifat abstrak seperti saat anak usia

sekolah hanya berfikir mengenai hal yang sedang terjadi sedangkan

remaja telah mampu membayangkan hal apa yang akan terjadi (Potter &

Perry, 2009).

2.1.4 Perkembangan Psikososial Masa Remaja

Pencarian identitas diri merupakan tugas utama remaja dalam

perkembangan psikososial tahap perkembangan ini disebut tahapan

identitas versus kebimbangan identitas. Setiap remaja pada dasarnya

dihadapkan pada suatu krisis yang berhubungan dengan tugas

perkembangannya. Keberhasilan menghadapi krisis akan meningkatkan

dan mengembangkan kepercayaan dirinya, berarti mampu mewujudkan

jati dirinya sehingga remaja merasa siap untuk menghadapi tugas

perkembangan berikutnya dengan baik, dan sebaliknya, individu yang

gagal dalam menghadapi suatu krisis cenderung akan memiliki

kebingungan identitas. Individu yang mengalami kebingungan identitas

ditandai dengan adanya perasaan tidak mampu, tidak berdaya, penurunan

harga diri, dan tidak percaya diri, akibatnya ia pesimis menghadapi masa

depannya (Erikson, 1968 dalam Dariyo, 2004).

Tugas perkembangan remaja pada masa remaja adalah memperluas

hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan

kawan sebaya baik pria maupun wanita, memperolah peranan sosial,

menerima kondisi fisiknya, memperoleh kebebasan emosionil dari

(21)

dan kemampuan berdiri sendiri, memilih da mempersiapkan lapangan

pekerjaan, membentuk sistema nilai-nilai moral, dan falsafah

hidup(Gunarsa. D, 2003).

Proses pembentukan identitas diri adalah proses yang panjang yang

dan kompleks yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang,

dan yang akan datang dari kehidupan individu, dan hal ini akan

membentuk kerangka berfikir untuk mengorganisasikan dan

mengintegrasikan perilaku ke dalam bidang kehidupan. Dengan demikian

individu dapat menerima dan menyatukan kecenderungan pribadi, bakat,

dan peran yang diberikan oleh orang tua, teman sebaya maupun

masyarakat dan pada akhirnya dapat memberikan arah tujuan dan arti

dalam kehidupan mendatang (Soetjiningsih, 2004).

Pada saat memasuki usia remaja, remaja akan dihadapkan pada suatu

pertanyaan yang penting yaitu tentang “siapa aku”. Pada saat bersamaan, ketika remaja merasakan ketidakpastian akan dirinya, lingkungan

masyarakat sekitar mulai menanyakan hal–hal yang berkaitan dengan remaja, misalnya remaja sudah harus mulai membuat langkah awal

menentukan karir, pendidikan dimasa depan, dan gaya hidupnya. Dengan

demikian remaja harus berusaha menemukan jawabanya baik untuk

dirinya sendiri maupun bagi masyarakat sekitar (Erikson, 1968 dalam

Soetjiningsih, 2004). Dalam perkembangan psikososial remaja dapat

(22)

2.1.4.1 Hubungan dengan orang tua

Pada masa remaja, remaja cenderung menginginkan kemandirian dan

kebebasan dalam mengeksplorasikan diri sehingga dengan sendirinya

keterikatan dengan orang tua berkurang. komunikasi yang efektif dan pola

asuh yang demokratif adalah cara yang paling baik untuk menyelesaikan

masalah ini. Komunikasi yang terbuka dimana masing–masing anggota keluarga dapat berbicara tanpa adanya perselisihan akan memberikan

kekompakan dalam keluarga sehingga hal tersebut juga dapat membantu

remaja dalam proses pencarian identitas diri (Potter & Perry, 2009).

Jersild dkk, 1998 dalam Ali dan Asrori, 2004 mengatakan remaja

memiliki perjuangan untuk membebaskan dirinya dari ketergantungan dari

orang tua untuk mencapai status dewasa. Dengan demikian, ketika

berinteraksi dengan orang tua, remaja mulai berusaha meninggalkan

kemanjaan dirinya dengan orang tua dan semakin bertanggung jawab atas

dirinya sendiri. Akibatnya remaja sering kali mengalami pergolakan dan

konflik ketika berinteraksi dengan orang tua. Remaja berusaha

menempatkan dirinya berteman dengan orang dewasa dan berinteraksi

dengan lancar dengan mereka. Namun, usaha remaja ini sering kali

memperoleh hambatan yang disebabkan oleh pengaruh dari orangtua yang

sebenarnya masih belum bisa melepaskan anak remajanya secara penuh.

(23)

2.1.4.2 Hubungan dengan saudara kandung

Hubungan saudara sekandung remaja meliputi menolong, berbagi,

mengajar, bertengkar, dan bermain, dan saudara sekandung remaja bisa

bertindak sebagai pendukung emosi, lawan, dan teman komunikasi. Dalam

beberapa contoh, saudara sekandung bisa lebih kuat mempengaruhi remaja

dibandingkan dengan orang tua. Seseorang yang usianya dekat dengan si

remaja seperti saudara kandung mungkin bisa lebih memahami masalah

remaja dan berkomunikasi lebih efektif dari pada orang tua. Dalam

berhadapan dengan teman sebaya, menghadapi guru yang sulit, dan

mendiskusikan masalah yang tabu (seperti seks), saudara sekandung bisa

lebih berpengaruh dalam melakukan sosialisasi terhadap remaja

dibandingkan dengan orangtua (Santrock, 2003). Saudara sekandung yang

lebih muda jarang memahami kebutuhan pribadi remaja untuk berfikir

dan berinteraksi dengan teman kelompoknya. Pada saat tertentu remaja

menyukai interaksi dengan saudara sekandung yang lebih muda (Potter &

Perry, 2009).

2.1.4.3 Hubungan dengan kelompok

Dalam perkembangan sosial remaja mulai memisahkan diri dari orang

tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya. Pada

umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya (peer group). Kelompok sebaya menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam

kehidupan sosial remaja. Kelompok sosial juga merupakan wadah untuk

(24)

menjalani berbagai peran, remaja juga sangat bergantung kepada teman

sebagai sumber kesenangan dan keterikatannya dalam kelompok sangat

kuat. Keterikatan tersebut akan bertambah dengan meningkatnya frekuensi

interaksi di antara anggota kelompok. Dalam pembentukan kelompok

biasanya muncul perilaku konformitas kelompok, dimana remaja akan

berusaha untuk dapat menyesuaikan dirinya dan menyatu dengan

kelompok agar diterima di dalam kelompoknya, kelompok teman

merupakan faktor pengaruh yang penting bagi remaja yang semakin

membutuhkan pengakuan dan penerimaan masyarkat. Hubungan teman

sebaya yang buruk dan penolakan dari teman sebaya dapat menyebabkan

remaja mengalami depresi (Soetjiningsih, 2004).

2.1.4.4 Konsep Diri

Konsep diri adalah gambaran diri tentang aspek fisiologis maupun

psikologis yang berpengaruh pada perilaku dalam penyesuaian diri

dengan orang lain. Aspek fisik meliputi warna kulit, bentuk tubuh

(gemuk/kurus), tinggi badan (tinggi/pendek), wajah (cantik/tampan).

Sedangkan aspek psikologis meliputi kebiasaan, kepribadian, watak, sifat,

kecerdasan, minat bakat, dan kemampuan–kemampuan lain.

Sejauh mana individu menyadari dan menerima segala kelebihan

maupun kekurangan yang ada pada dirinya, maka akan mempengaruhi

pembentukan konsep dirinya. Jika individu mampu menerima kelebihan

dan kekurangan tersebut, dalam diri individu akan tumbuh konsep diri

(25)

cenderung menumbuhkan konsep diri yang negatif. Konsep diri yang baik,

akan mempengaruhi kemampuan individu dalam penyesuaian diri dengan

lingkungan sosialnya dengan baik. Sebaliknya, jika konsep dirinya negatif,

cenderung menghambat dalam penyesuaian diri dengan lingkungan

sosialnya (Dariyo, 2004).

Kelompok sebaya merupakan kekuatan utama dalam membentuk

konsep diri anggota kelompok. Popularitas dan pengakuan dalam

kelompok sebaya dapat meningkatkan harga diri, kepercayaan diri, dan

memperkuat konsep diri remaja. Keterlibatan yang total dalam kelompok

membuat remaja terlihat tidak mampu mengambil keputusan sendiri dan

merasa tidak percaya diri Remaja yang lepas dari kelompok sebayanya

dan terisolasi akan mencari dan mengembangkan identitasnya sendiri

(Potter & Perry, 2009).

2.1.4.5 Ketakutan

Takut pada usia remaja berpusat pada penerimaan kelompok sebaya,

perubahan tubuh, hilangnya pengendalian diri, munculnya dorongan

seksual. Remaja sering mengamati perubahan dan ketidaksempurnaan

pada tubuhnya. Adanya kelainan yang nyata dan tidaknya menyebabkan

remaja merasakan kekhawatiran yang terus menerus (Potter & Perry,

(26)

2.1.4.6 Pola Koping

Perilaku meniru koping dikembangkan dari pengalaman remaja

sehari-hari dan dari maturasi kognitif yang berkembang. Kemampuan

untuk memecahkan masalah melalui tindakan logis, sudah dapat berfikir

abstrak dan menghadaapi masalah hipotenik secara efektif, jika

berkonfrontasi dengan masalah, remaja dapat mempertimbangkan beragam

penyebab dan solusi yang banyak. Beberapa remaja menggunakan strategi

koping penghindaran ketika suatu masalah tidak bisa di atasi dan suatu

usaha dilakukan untuk mengurangi ketegangan dengan ikut terlibat dalam

perilaku kenakalan remaja seperti penggunaan zat kimia terlarang (Potter

& Perry, 2009).

2.1.4.7 Moral

Perkembangan penerimaan moral bergantung sekali dengan

keterampilan kognitif dan komunikasi serta interaksi dengan orang lain.

Pada tingkat tertinggi, moralitas di dapat dari prinsip hati nurani individu.

Remaja menilai dirinya sendiri dengan ide internal, yang sering

menyebabkan konflik antara nilai diri dan kelompok. Perkembangan

moral remaja digambarkan sebagai tahap yang konvensional, tahap ini

dicirikan dengan kemampuan untuk mengambil perspektif moral orang tua

dan anggota masyarakat ke dalam dirinya untuk di pertimbangkan

(27)

2.1.4.8 Aktifitas Pengalih

Kebanyakan remaja mengembangkan minat khususnya pada olah raga

tertentu dan berkonsentrasi pada perkembangan keterampilan. Sering

melakukan aktifitas rekreasi dan berusaha memiliki barang-barang yang

sedang popular di kalangan sebaya seperti komputer dan mobil (Potter &

Perry, 2009).

2.1.4.9 Nutrisi

Kebutuhan nutrisi total sangat dibutuhkan pada masa remaja untuk

membantu proses pertumbuhan dan perkembangan remaja, jika asupan

nutrisi tidak adekuat maka proses tumbuh kembang remaja akan

terganggu baik di metabolisme, tingkat aktifitas, tampilan fisik, dan

maturasi seksual (Soetjiningsih, 2004). Seorang remaja yang berada pada

tahap masa krisis identitas, hal ini mendorong remaja untuk mencari jati

diri, dengan cara mewujudkan keinginannya agar menjadi individu yang

sempurna secara intelektual, kepribadian, maupun penampilan fisiknya

agar dapat menarik perhatian lawan jenisnya maka salah satu upaya yang

di lakukan adalah berusaha memiliki bentuk tubuh yang ideal misalnya

mengatur pola makan. Sebahagian remaja memiliki kecemasan yang tinggi

jika ia gagal mengatur pola makannya dan khawatir dirinya menjadi

gemuk. Sehingga kebanyakan remaja melakukan diet atau pantangan

terhadap pola kebiasaan makan secara ketat. Akan tetapi kebanyakan

(28)

mengganggu pola pengaturan makan yang baik akibatnya remaja

mengalami gangguan makan (Dariyo, 2004).

2.2 Konsep Bencana 2.2.1 Defenisi Bencana

Bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan atau penghidupan masyarakat

yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU

Nomor 24 Tahun 2007). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan

kesusahan, kerugian, atau penderitaan.

2.2.2 Jenis–Jenis Bencana

Jenis – jenis bencana menurut Undang–Undang No.24 Tahun 2007, antara lain :

a. Bencana alam

Bencana alam adalah bencana yang di akibatkan oleh peristiwa

alam seperti : gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,

kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

b. Bencana non alam

Bencana non alam adalah bencana yang di akibatkan oleh

peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam seperti gagal

(29)

c. Bencana sosial

Bencana sosial adalah bencana yang di akibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang di akibatkan oleh

manusia seperti adanya konflik sosial antar kelompok atau

antar komunitas masyarakat dan teror.

2.2.3 Dampak Bencana Terhadap Psikososial

Bencana alam memiliki efek yang sangat besar terhadap individu,

keluarga, dan komunitas. Bencana alam menyebabkan kerusakan yang

luas pada harta benda dan dapat menimbulkan masalah dalam finansial.

Pada kasus yang lebih buruk, bencana dapat menyebabkan luka-luka dan

kematian. Bencana alam juga dapat menimbulkan masalah kesehatan

mental yang efeknya dapat berlangsung selama beberapa bulan atau

bahkan bertahun-tahun setelah bencana. Dampak yang ditimbulkan

sangatlah kompleks, selain masalah pengungsi, kerusakan infrastruktur

terputusnya jalur komunikasi dan transportasi menjadi masalah kompleks

lainnya. Kerusakan-kerusakan fisik dan psikis pun tentunya menjadi

meningkat (Stanley & Williams, 2000 dalam Afrianti, 2011).

Dampak fisik meliputi kondisi fisik yang cedera ataupun terluka

akibat bencana selain itu badan terasa tegang, cepat lelah, susah tidur,

mudah terkejut, palpitasi, mual, perubahan nafsu makan dan kebutuhan

seks menurun (Masykur, 2006). Secara teoritis, individu-individu yang

mengalami bencana dan kehilangan keluarga memiliki kecenderungan

(30)

dimungkinkan terjadi pada korban bencana adalah stres berat, stres akut

danPost-Traumatic Stress Disorders.Gangguan stres pasca trauma adalah gangguan kecemasan akibat kejadian traumatis, seperti perang,

pemerkosaan, dan bencana alam. Kejadian traumatis itu menyebabkan

individu yang mengalami kejadian traumatisnya, atau tidak bisa

menghilangkan kejadian traumatis meskipun peristiwanya sudah lampau,

berkurangnya respon terhadap dunia luar seperti berkurangnya minat

untuk melakukan aktifitas yang berarti, merasa asing terhadap orang lain,

efek depresif (murung, sedih, putus asa), mimpi buruk, mimpi kejadian

traumatisnya secara terus menerus atau mengalami gangguan tidur, mudah

marah, kesulitan konsentrasi, merasa waspada, terkejut dan ketakutan yang

(31)

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan mengetahui tentang

gambaran perkembangan psikososial remaja pasca erupsi sinabung

Skema 1. Kerangka konsep perkembangan psikososial remaja pasca erupsi

Sinabung.

Hubungan dengan orang tua

Hubungan dengan saudara kandung

Hubungan dengan teman sebaya

Konsep diri

Ketakutan

Pola koping

Moral

Kegiatan tambahan

Nutrisi Perkembangan

psikososial remaja pasca erupsi Sinabung

Baik Cukup

(32)

3.2 Defenisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi

operasional

Alat ukur Hasil ukur Skala

(33)

4.1 Desain Penelitian

Metode penelitian menggunakan desain deskriptif yaitu penelitian

untuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan psikososial remaja

pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten

Karo.

4.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 4.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek peneliti yang diteliti.

Pada penelitian ini adalah remaja usia 12– 18 tahun yang bertempat tinggal di Desa Batukarang Kecamatan Payung. Berdasarkan data

yang diperoleh dari kepala Desa Batukarang pada tahun 2014 jumlah

remaja adalah 1.500 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang diteliti. Teknik sampel

yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling.

Purposive sampling adalah suatu pengambilan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut

(34)

Adapun kriteria inklusi yang ditentukan oleh peneliti adalah :

1. Sampel bersedia menjadi responden.

2. Remaja yang berusia 12–18 tahun .

3. Remaja yang bertempat tinggal di Desa Batukarang.

4. Remaja yang mengalami langsung kejadian erupsi gunung

Sinabung .

5. Bisa berbahasa Indonesia.

Menentukan sampel yang di ambil menggunakan rumus slovin

yaitu

Keterangan : n = Jumlah sampel

N= jumlah populasi

d= Batas kesalahan yang di torerir untuk setiap populasi

(0,1, 0,05, atau 0,01)

n= 1500

1500(0,1 )+ 1

n =

n= 94 orang

Maka jumlah sampel dari penelitian sebanyak 94 orang responden

di Desa Batukarang Kecamatan Payung.

n = N

(35)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukaan di Desa Batukarang Kecamatan Payung dan

pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Februari–Mei 2015. Adapun alasan pemilihan lokasi ini karena lokasi ini merupakan salah

satu daerah yang terkena dampak erupsi Sinabung, jumlah populasi yang

cukup, lokasi penelitian mudah dijangkau memungkinkan untuk

dilakukan penelitian. Selain itu, penelitian tentang respon psikososial

remaja pasca erupsi Sinabung belum pernah dilakukan di Desa

Batukarang Kecamatan Payung.

4.4 Pertimbangan Etik

Pertimbangan etik dalam penelitian ini bertujuan agar peneliti dapat

menjaga dan menghargai hak asasi para responden. Dalam penelitian ini,

peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada Bapak Roin

Andreas Bangun selaku Kepala Desa Batukarang dan mengajukan

pembuatan surat permohonan penelitianEthical Clearence ke komisi etik. Setelah mendapatkan izin persetujuan dari kepala desa Batukarang,

kemudian peneliti memperkenalkan diri kepada calon responden,

menanyakan kesediaan menjadi responden, menjelaskan tujuan, dan

manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian

maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi memberikan kode pada masing-masing lembar

(36)

responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil

penelitian (Hidayat, 2007).

4.5 Instrumen penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk

kuesioner. Kuesioner yang dipakai adalah kuesioner dari UNICEF yang

telah dimodifikasi dari 48 pernyataaan peneliti hanya menggunakan 35

pernyataan yang sesuai dengan penelitian. Kuesioner yang digunakan

terdiri dari dua bagian, bagian pertama data demografi meliputi nama

inisial, jenis kelamin, umur, pendidikan. Bagian kedua kuesioner

mengenai perkembangan psikososial remaja terdiri dari 35 pernyataan, 14

pernyataan positif yaitu no 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 14, 15, 17, 33, 34.

Pernyataan negatif 21 pernyataan yaitu no 1, 8, 9, 12, 13, 16, 18, 19, 20,

21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 35. Untuk penyataan positif,

sering = 2 , kadang–kadang = 1, tidak pernah = 0 , untuk pernyataan negatif sering = 0, kadang–kadang = 1, tidak pernah= 2. Perhitungan data hasil pengukuran berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (2005).

Panjang kelas = = = 23

Dengan demikian, perkembangan psikososial remaja pasca erupsi

Sinabung dikategorikan sebagai berikut :

Perkembangan baik = 48-70

Perkembangan cukup = 24-47

(37)

4.6 Uji Validitas dan Reabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kevalidan suatu

instrumen. Suatu instrumen yang valid adalah instrumen yang mempunyai

validitas tinggi. Sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki

validitas rendah (Arikunto, 2010). Uji validitas dilakukan oleh dosen yang

ahli dalam bidang keperawatan jiwa di Fakultas Keperawatan USU yaitu

Walter, S.Kep.,M.kep.,Sp.Kep.J. Berdasarkan uji validitas tersebut,

kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif untuk

mempermudah responden memahami kalimat dalam instrumen tersebut.

Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan nilai CVI 0,96. Hal ini

berarti instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini telah

valid.

Uji Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukuran dapat dipercaya dan tetap konsisten bila dilakukan

beberapa kali dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmodjo,

2010). Uji reabilitas dilakukan pada 35 sampel yang tinggal di desa

Payung, instrumen reliabel di ujikan kepada remaja sesuai dengan kriteria

yang telah ditentukan. Hasil uji reliabilitas kuesioner untuk mengetahui

perkembangan psikososial remaja pasca erupsi gunung Sinabung

menggunakan uji Cronbach alpha. Pada penelitian ini diperoleh hasil uji reliabilitas dengan nilai 0.81. karena nilai Alpha >0,7 maka dinyatakan bahwa seluruh instrumen atau pernyataan yang digunakan dalam

(38)

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti menerima surat izin dari

institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) dan surat izin lokasi

penelitian yaitu Desa Batukarang Kecamatan Payung. Pengumpulan data

dalam penelitian ini dilakukan pada remaja yang ada di masyarakat

dengan mendatangi rumah ke rumah, menghadiri perkumpulan pemuda

pemudi , dan pada remaja yang ada di sekolah. Kemudian peneliti

memperkenalkan diri dan memberi penjelasan kepada remaja sebagai

calon responden mengenai tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan

penelitian dan cara pengisian kuesioner. Remaja yang bersedia, diminta

untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Jika menolak, maka peneliti tidak memaksa dan menghormati responden.

Kemudian peneliti memberi kesempatan kepada responden untuk

mengisi sendiri kuesioner, dan selama pengisian kuesioner peneliti

mendampingi responden kemudian memberikan kesempatan kepada

responden untuk bertanya apabila ada pernyataan yang tidak di pahami.

Setelah kuesioner diisi sendiri oleh responden, kuesioner di kumpulkan

kembali oleh peneliti dan memeriksa kelengkapan datanya. Apabila ada

yang belum lengkap maka kuesioner tersebut dilengkapi pada saat itu

(39)

4.8 Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa

tahapan. Pertama dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan memastikan semua jawaban telah diisi, kedua memberi kode

(coding) pada data untuk memudahkan peneliti dalam mentabulasi data yang telah dikumpulkan. Ketiga scoring dan entry data, memberi penilaian terhadap item–item yang perlu diberi penilaian dan memasukkan data dari hasil isian kuesioner psikososial ke dalam

komputer agar data dapat dianalisis menggunakan program statistik.

Kemudian dilakukan pengambilan kesimpulan dengan menggunakan

tabulasi (tabulating). Pengelolaan data dilakukan dengan tehnik komputerisasi, dilakukan labelisasi variabel, dimana yang di ukur adalah

frekuensi dan persentase.

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

dan persentase sehingga memperoleh gambaran tentang perkembangan

psikososial remaja dengan 3 kategori yaitu perkembangan baik,

(40)

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian serta pembahasan

yang diperoleh dari pengumpulan data terhadap 94 responden di Desa

Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo selama bulan Februari

sampai bulan Mei 2015. Hasil penelitian ini menguraikan mengenai

perkembangan psikososial remaja pasca erupsi gunung Sinabung di Desa

Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian dibawah ini menguraikan gambaran data

demografi responden dan gambaran perkembangan psikososial remaja

pasca erupsi gunung Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung

Kabupaten Karo.

5.1.1 Data demografi remaja

Responden dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal di Desa

Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo dengan jumlah 94

responden. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa umur terbanyak berada

pada 14 tahun yaitu sebanyak 29 responden (30,9%). Sedangkan jenis

kelamin responden terbanyak perempuan sebanyak 64 responden (68,1%).

Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan

(41)

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Data Demografi Remaja di Desa Batukarang Kecamatan Payung

Kabupaten Karo (n=94)

Data demografi Frekuensi (n) Persentase

Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keseluruhan responden

yang berjumlah 94 orang responden yakni remaja di Desa Batukarang

Kecamatan Payung Kabupaten Karo terdapat kategori perkembangan

psikososial yaitu perkembangan baik, cukup, dan perkembangan

psikososial kurang. Mayoritas responden mengalami perkembangan

psikososial cukup yaitu sebanyak 77 responden(81,9%) sedangkan

perkembangan psikososial baik yaitu sebanyak 17 responden(18,1%),

untuk perkembangan psikososial kurang tidak dialami oleh remaja di Desa

(42)

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Perkembangan Psikososial Remaja Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Batukarang

Kecamatan Payung

Perkembangan psikososial Frekuensi n=(94) Persentasi(%)

Perkembangan baik 17 18,1

Perkembangan cukup 77 81,9

Perkembangan kurang 0 0

5.1.3 Aspek Perkembangan Psikososial Remaja Tabel 5.3

Distribusi dan Frekuensi Pernyataan Perkembangan Psikososial Remaja

No. Pernyataan Sering N(%) KK N(%) TP N(%)

1. Saya suka berada didekat

orang tua saya 61(64,9) 32(34,0) 1(1,1)

2. Saya dapat melakukan 38(40,8) 54(5,74) 2(2,1) kegiatan bersama keluarga

saya

3. Saya akur dengan saudara- 53(56,4) 39(41,5) 2(2,1) saudara saya

4. Saya menjalin pertemanan 39(41,5) 53(56,4) 2(2,1) dengan teman lama saya

5. Saya merasa cocok dengan 40(42,6) 42(44,7) 12(12,8) lingkungan saya

6. Saya bekerja sama dengan 54(57,4) 38(40,4) 2(2,1) teman-teman saya dengan

baik

7. Saya menyenangi semua 42(44,7) 50(53,2) 2(2,1) aktifitas kehidupan saya

8. Saya merasa malu bila 17(18,1) 45(47,9) 32(34,0) berada disekitar orang lain

9. Saya kesulitan untuk 17(18,1) 60(63,8) 17(18,1) menyelesaikan pekerjaan

yang saya mulai

10. Saya mampu berkonsentrasi 36(38,3) 54(57,4) 4(4,3) dalam melakukan pekerjaan

ataupun tugas

(43)

12. Saya bersikap buruk 7(7,4) 53(56,4) 34(36,2) terhadap orang lain

13. Saya merasa sangat bersalah 22(23,4) 48(51,1) 24(25,5) setelah bencana

14. Saya mampu menceritakan 33(35,1) 47(50,0) 14(14,9) kembali kejadian yang saya

alami

15. Saya mampu mengerti 28(29,8) 60(63,8) 5(5,3) orang lain

16. Saya pikir saya tidak 11(11,7) 66(70,2) 17(18,1) mampu mengerjakan

apapun dengan baik

17. Saya mampu membuat 25(26,6) 66(70,2) 3(3,2) keputusan dengan baik

18. Saya bisa menjadi 22(23,4) 37(39,4) 35(37,2) sangat ketakutan walau

saya tahu saya sebenarnya tidak ketakutan

19. Saya kehilangan kontrol 38(40,4) 39(41,5) 17(18,1) diri saya saat ketakutan

22. Saya merasa bahwa 5(5,3) 49(52,1) 40(42,6) tidak ada harapan untuk

masa depan yang lebih baik

23. Saya mudah menangis 27(28,7) 40(42,6) 27(28,7) setelah bencana

24. Saya merasa sangat sedih 42(44,7) 41(43,6) 11(11,7) setelah bencana

28. Saya suka melakukan hal- 5(5,3) 16(17,0) 73(77,7) hal yang beresiko melukai

diri saya

29. Saya membolos dari sekolah 4(4,3) 16(17,0) 80(85,1) 30. Saya mementingkan 2(2,10) 48(51,1) 44(46,8)

(44)

31. Saya sedih ketika 8(8,5) 34(36,2) 52(55,3) orang lain senang

32. Saya merasa tidak ada satu 6(6,4) 58(61,7) 30(31,9) orang pun yang dapat

saya percaya

33. Saya mendengarkan 51(54,3) 40(42,6) 3(3,2) orang lain bicara dan

menghormatinya

34. Saya senang melakukan 73(77,7) 20(21,3) 1(1,1) kegiatan yang saya

sukai

35. Saya makan jauh lebih 7(7,4) 38(40,4) 49(52,1) banyak/sedikit setelah

bencana

5.2 Pembahasan

Bab ini menguraikan tentang perkembangan psikososial remaja di

Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

5.2.1 Perkembangan Psikososial

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan psikososial

yang dialami remaja di Desa Batukarang pasca erupsi gunung Sinabung

mayoritas mengalami perkembangan psikososial cukup yaitu sebanyak 77

responden (81,9%). Sebahagian remaja masih mengalami trauma pasca

erupsi gunung Sinabung seperti tidak bisa mengontrol diri saat marah

50(53%), sering merasa sangat sedih 42(44,7%), mudah menangis setelah

bencana 27(28,7%),sering merasa bersalah setelah bencana 22(23,4%),

menjadi sangat ketakuatan 22(23%) akibat erupsi gunung sinabung yang

terus beraktivitas sampai saat ini hal tersebut tentunya beresiko terhadap

(45)

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti

(2012) tentang pengalaman traumatik remaja perempuan akibat banjir

lahar dingin pasca erupsi gunung Merapi menyatakan bahwa peristiwa

traumatik di alami oleh semua sampel penelitian akibat banjir lahar dingin

pasca erupsi gunung Merapi hal ini menimbulkan rasa takut, cemas dan

rasa sedih yang berdampak pada psikologis remaja tersebut sehingga

remaja mengalami kesulitan tidur, stress, dan ketakutan yang

berkepanjangan dan diikuti dengan gejala akut seperti mimpi buruk, dan

ingatan terhadap peristiwa traumatik yang di alami nya dampak ini

tentunya dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang remaja dalam

mencapai identitas dirinya

Menurut Davidson & Neale (1996) kejadian traumatis dapat

menyebabkan individu yang mengalami kejadian traumatisnya atau tidak

bisa menghilangkan kejadian traumatisnya meski sudah lampau sehingga

berkurangnya respon terhadap dunia luar seperti minat untuk melakukan

aktifitas, merasa asing terhadap orang lain, efek depresif (murung, sedih,

putus asa), mimpi buruk, mimpi kejadian traumatisnya secara terus

menerus atau mengalami gangguan tidur, mudah marah, kesulitan

konsentarsi, merasa waspada, terkejut dan ketakutan yang berlebihan.

Menurut Erikson, setiap remaja pada dasarnya dihadapkan pada

suatu krisis yang berhubungan dengan tugas perkembangannya.

Keberhasilan menghadapi krisis akan meningkatkan dan mengembangkan

(46)

remaja merasa siap untuk menghadapi tugas perkembangan berikutnya

dengan baik, dan sebaliknya, individu yang gagal dalam menghadapi suatu

krisis cenderung akan memiliki kebingungan identitas. Individu yang

mengalami kebingungan identitas ditandai dengan adanya perasaan tidak

mampu, tidak berdaya, penurunan harga diri, dan tidak percaya diri,

akibatnya ia pesimis menghadapi masa depannya.

Berdasarkan hasil penelitian responden perempuan lebih banyak

ditemukan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 64(68,1%). Remaja

perempuan merupakan salah satu kelompok yang rentan terjadinya trauma

akibat bencana alam karena keberadaanya remaja perempuan masih

dibawah diresiko dan tingkat ketergantungannya masih tinggi terhadap

orang dewasa. Hasil penelitian ini sesuai dengan buku Sadock, Bj &

Sadock, V.A(2007) yang mengatakan bahwa prevalensi terjadinya PTSD

lebih tinggi pada populasi perempuan yaitu berkisar 5-6%. Hasil Penelitian

Rachmadiany (2008) juga menemukan bahwa penderita PTSD yang

mendapat penanganan di Trauma Centre Lhksukon Kabupaten Banda

Aceh Utara lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 62,5%

sedangkan laki-laki sebanyak 37,5%.

Berdasarkan hasil penelitian perkembangan psikososial baik

dialami oleh responden yaitu sebanyak 17 responden (18,1%) yang

artinya responden memiliki perkembangan psikologis dan hubungan sosial

(47)

bencana tsunami hanya menyisakan tidak lebih dari 10% traumatis,

anak-anak dan remaja Aceh tidak menunjukkan simptom-simptom atau gejala

stress pasca tsunami karena mereka menganggap bencana tsunami adalah

takdir Tuhan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa mayoritas

responden berusia 14 tahun yakni sebanyak 29 responden (30,9%).

Menurut Erikson pada usia remaja merupakan masa pencarian identitas

diri. Pada masa ini remaja akan menghadapi masa krisis, masalah yang

berkaitan dengan tugas perkembangan yang harus dilaluinya. Keberhasilan

menghadapi krisis akan mengembangkan kepercayaan dirinya, berarti

mampu mewujudkan jati dirinya (self identity) sedangkan kegagalan dalam menghadapi krisis remaja akan mengalami identity confusion atau kebimbangan identitas diri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

mayoritas responden memiliki identitas diri sebagai pelajar terlihat dari

sebanyak 80 responden(80,5%) tidak pernah membolos dari sekolah pasca

bencana walaupun saat ini kondisi sekolahnya kurang baik. Hasil ini tidak

sesuai dengan penelitian yang di lakukan Hartini (2011). Pasca tsunami

terjadi perubahan perilaku pada remaja di NAD. Kebanyakan remaja lebih

memilih untuk bekerja di sektor pembangunan dari pada meneruskan

sekolahnya karena upah kerja yang tinggi.. Dari penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa terjadi perubahan perilaku remaja dan kegagalan

pembentukan identitas diri remaja sebagai pelajar akibat perubahan

(48)

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa remaja pasca bencana

tetap memiliki hubungan sosial yang mayoritas baik yaitu hubungan

dengan orang tua 61(64,9%), hubungan dengan saudara kandung

53(56,5%), dan hubungan dengan teman sebaya 54(57,4), mendengarkan

orang lain dan menghormatinya 51(54,3%). Hasil ini sesuai dengan hasil

penelitian (Setyaningrum, 2007). Pada penelitian ini semua sampel

mempunyai hubungan yang baik dengan orangtua dan sosialnya pasca

gempa bumi di daerah istimewa Yogyakarta. Hasil ini juga sejalan dengan

penelitian Pratiwi(2004) kemampuan sosial anak pengungsi timor-timur

termasuk dalam kategori tinggi 88% mereka tetap menjalin interaksi yang

baik dengan teman dan saudaranya ditempat pengungsian dan di luar

tempat pengungsian.

Berdasarkan hasil penelitian juga dapat dilihat mayoritas kodisi

nutrisi responden tidak pernah mengalami masalah 49(52,1%) hasil ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi(2004) menyatakan

bahwa kondisi status gizi responden di tempat pengungsian Timor-timor

Pasca Jajak Pandapat mayoritas baik yaitu 70% dan yang bukan di di

tempat pengungsian sebanyak 56%. Kebutuhan nutrisi total sangat

dibutuhkan pada masa remaja untuk membantu proses pertumbuhan dan

perkembangan remaja, jika asupan nutrisi tidak adekuat maka proses

tumbuh kembang remaja akan terganggu baik di metabolisme, tingkat

(49)

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang perkembangan psikososial remaja

pasca erupsi gunung Sinabung di desa Batukarang Kecamatan Payung

Kabupaten Karo:

Responden berjumlah 94 orang. Mayoritas umur responden umur

14 tahun (30,9%), mayoritas responden berjenis kelamin perempuan

(68,1%) dan pendidikan responden mayoritas SMP (78,7%). Berdasarkan

hasil penelitian perkembangan psikososial remaja pasca erupsi gunung

Sinabung mayoritas responden mengalami perkembangan psikososial

cukup (81,9%) dan mengalami mengalami perkembangan psikososial baik

(18,1%) tetapi tidak ada responden yang mengalami psikososial yang

kurang.

6.2 Rekomendasi

a. Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan maupun

wawasan tentang pelaksanaan standar asuhan keperawatan jiwa untuk

mendukung upaya dalam peningkatan kesehatan jiwa khususnya pada

remaja yang mengalami trauma pasca bencana. Diharapkan kepada

perawat jiwa berkomitmen memberikan dukungan secara psikologis

dan sosial kepada remaja pasca bencana secara cepat untuk

(50)

b. Institusi Pendidikan Keperawatan

Melalui institusi pendidikan penting untuk memberikan materi tentang

tidakan-tindakan psikososial yang dapat dilakukan oleh peserta didik

kepada penyintas bencana alam untuk meminimalkan gangguan

kejiwaan mengingat wilayah Indonesia termasuk wilayah yang rawan

terjadi bencana alam. Materi ini dapat diberikan melalui perkuliahan

elektifNusing Disaster

c. Penelitian Keperawatan Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan yang

ingin melakukan penelitian dalam ruang lingkup yang sama.

Diharakapkan pada peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikososial

remaja pasca bencana sehingga masyarakat dapat mengetahui secara

dini faktor yang mempengaruhi perkembangan psikososial hal ini

tentunya dapat meminimalisisir terjadinya perkembangan psikososial

yang tidak baik. Untuk membantu peneliti berikutnya dalam mengkaji

perkembangan psikososial secara langsung , mendalam dan

mendapatkan informasi yang lebih luas, di sarankan menggunakan

desain deskriptif kualitatif dengan metode wawancara sehingga

(51)

6.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dan kekurangan yaitu

instrumen penelitian masih ada yang kurang sesuai untuk

menggambarkan kondisi psikososial para korban erupsi, oleh sebab itu

bagi peneliti selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan isi yang lebih

valid untuk menggunakan instrumen dalam penelitian ini sebagai

(52)

N 02 Terandam Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2011. Skripsi.

Agustiana, R. (2012).Efektifitas Konseling Berbasis Petualangan Imajinatif Dalam Mereduksi Gangguan Kecemasan Pasca Trauma Pada Siswa Korban Bencana Alam ; Pra Eksperimen Terhadap Siswa Kelas Viismp Sunan Kalijogo Yang Menjadi Korban Bencana Erupsi Gunung Merapi. Skripsi.

Ali, M dan M.( 2004). Psikologi Remaja: perkembangan peserta didik. Jakarta:Buku Aksara.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitiansuatu pendekatan praktik, Jakarta: Rineka Cipta.

Astuti, R. (2012).Pengalaman Traumatic Remaja Perempuan Akibat Banjir Lahar Dingin Pasca Erupsi Gunung Merapi Dalam Perspektif Tumbuh Kembang Di Hunian Sementara Kabupaten Magelang. Tesis.

Dariyo, A. (2004).Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia. Ginting, B (2012) .Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung

Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Di Desa Kutarakyat Kecamatan Naman Taren Kabupaten Karo. Skripsi.

D. G. S. (2003).Psikologi Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hartini, N. (2019). Bencana tsunami dan stress pasca trauma pada anak. Journal Universitas Erlanggahal 259-264.

Hartini, N. (2011). Remaja Nangroe Aceh Darussalam Pasca Tsunami.Journal Universitas Airlanggavolume 24, 45-51.

Haryanto. (2011).Kenakalan Remaja. Diakses tanggal 29 September 2014 pukul 20.00 Wib http://belajarpsikologi.com.

Hidayat, A. A. (2007).Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data.

Jakarta : Salemba Medika.

Karo. (2014).Sebanyak 2.027 Pengungsi Sinabung Dipulangkan. Diakses tanggal 28 September 2014 pukul 15.00 wib. http://regional.kompas.com.

(53)

Masykur, A. (2006). Potret psikososialkorban gempa 27 mei 2006.Journal Universitas Diponerogo, volume 3.

Nursalam. (2009).Konsep Dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Potter & Perry. (2009).Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Potter & Perry. (2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Pratiwi, R.(2004)Perbedaan Kemampuan Sosial Anak Pengungsi Timor-Timur

Dan Bukan Pengungsi. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas diponegoro. Semarang.

Rachmadiany. (2008)Pengaruh Karakteristik, Dukungan keluarga dan Kebutuhan Pasien Stress Pasca Trauma Terhadap Pemanfaatan

Pelayanan di Trauma Centre Lhoksukon Kabupaten aceh Utara .Tesis. Sekolah PascaSarjana Universitas sumatera Utara . Medan.

http://repository.usu.ac.id

Santrock, John W. (2003).Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta:Erlangga. Sadock, B.J., Sadock, V.A.(2007). Synopsis of Psychiatrry Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins.

Setyaningrum, E. (2007).Kondisi Emosi Remaja Pasca Gempa Bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi.

Soetjiningsih. (2004).Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya.Jakarta : Sagung Seto.

Sudjana. (2005).Metode Statistika. Edisi 6. Bandung : Tarsito.

Suharso, A. (2005).Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Widya Karya. Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana. Diakses

tanggal 29 September 2014 pukul 18.00 wib. http://www.bnpb.go.id.

(54)

Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI

RESPONDEN PENELITIAN

Judul : Perkembangan Psikososial Remaja Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Peneliti : Rahmi Amalia Hasibuan

Nim : 111101005

Alamat : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Medan, akan melakukan penelitian tentang” Perkembangan Psikososial Remaja

Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo“.

Penelitian ini merupakan salah satu tugas kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Partisipasi saudara/saudari dalam penelitian ini bersifat suka rela. Saudara/ saudari mempunyai hak bebas untuk berpartisipasi atau menolak menjadi responden, jika saudara/saudari tidak bersedia menjadi responden maka saya akan tetap menghargai dan tidak akan mempengaruhi terhadap proses penelitian ini . dan jika saudara/saudari bersedia, mohon untuk menandatangani lembaran persetujuan ini.

Saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban yang saudara/saudari berikan. Jika saudara/saudari mempunyai pertanyaan atas penelitian ini maka dengan senang hati saya akan memberikan penjelasan.

Demikian permohonan ini disampaikan atas bantuan dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2015

Responden

(55)

Lampiran 2 Kuesioner “ Respon Psikososial Remaja Pasca Erupsi Sinabung “

A. Data Demografi

Nama inisial :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Untuk setiap perilaku di bawah ini, silahkan tandai di kolom Tidak Pernah, Kadang-kadang, atau Sering mengenai perilaku anda. Untuk setiap pernyataan pilihlah hanya satu pilihan jawaban dan berikan tanda cheeklist(√) di kotak jawaban. Jawablah sejujur–jujurnya, tidak ada jawaban yang benar atau salah.

No Deskripsi Tingkah Laku TP KD S

1 Saya suka berada di dekat orang tua saya 2 Saya dapat melakukan kegiatan bersama

keluarga saya

3 Saya akur dengan saudara–saudara saya 4 Saya menjalin pertemanan dengan

teman-teman lama saya

5 Saya merasa bahwa saya cocok dengan lingkungan saya

6 Saya bekerja sama dengan teman-teman saya dengan baik

7 Saya menyenangi semua aktifitas kehidupan saya

8

Saya merasa malu bila berada disekitar orang lain

9 Saya kesulitan untuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah saya mulai

10 Saya mampu berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaan ataupun tugas

(56)

yang sama alam

15 Saya mampu mengerti orang lain

16 Saya berpikir saya tidak mampu mengerjakan apapun dengan baik

17 Saya mampu membuat keputusan dengan baik 18 Saya bisa menjadi sangat ketakutan walaupun

saya tahu sebenarnya tidak ketakutan 19 Saya kehilangan kontrol diri saya saat saya

ketakutan

20 Ketika saya marah, saya tidak bisa mengontrol diri saya

21 Saya merasa sesuatu yang buruk akan terjadi 22 Saya merasa bahwa tidak ada harapan untuk

masa depan yang lebih baik

23 Saya mudah menangis setelah bencana 24 Saya merasa sangat sedih setelah bencana 25 Saya menggerutu kalau ada hal-hal yang tidak

sesuai dengan hati saya

26 Saya merasa sangat marah sehingga saya tidak bisa bicara

27 Saya pernah mencoba menyakiti diri saya 28 Saya suka melakukan hal-hal yang beresiko

melukai diri saya sendiri 29 Saya membolos dari sekolah

30 Saya mementingkan diri saya sendiri 31 Saya sedih ketika orang lain senang 32 Saya merasa tidak ada satu orangpun yang

dapat saya percaya

33 Saya mendengarkan orang lain bicara dan menghormatinya

34 Saya senang melakukan kegiatan yang saya sukai.

(57)

Lampiran 3

JADWAL PENELITIAN No Aktivitas

Penelitian Sep-14 Oktober 2014 Nov-14 Desember 2014

Januari Februari

2015 Maret 2015 Apr-15

(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)

Lampiran 11

Hasil Kuesioner Perkembangan Psikososial

I U JK Pe 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 tot

Rs 1 2 1 0 1 2 2 1 1 1 0 1 1 1 1 0 2 1 1 1 0 0 1 1 2 0 0 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 0 35

Nm 1 2 1 0 1 1 1 0 2 1 1 1 1 1 1 0 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 2 2 2 2 2 1 0 2 2 1 39

Ra 1 2 1 0 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 0 2 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 39

Tab 1 2 1 0 0 1 2 1 2 1 1 0 2 1 1 1 1 1 1 2 0 0 0 0 1 0 0 0 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 36

Db 1 2 1 0 1 1 1 0 2 1 1 1 1 1 1 0 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 2 2 2 2 1 1 0 2 2 1 38

Eb 1 2 1 0 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 0 1 2 1 0 1 2 1 0 2 2 2 1 2 2 2 46

Cy 1 2 1 0 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 2 1 2 1 1 1 2 34

Eb 1 2 1 0 2 1 2 2 2 2 1 1 0 1 0 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 2 1 0 1 1 2 2 35

Gf 1 2 1 0 2 1 1 2 2 1 1 2 0 2 1 2 2 2 1 2 2 0 0 1 0 0 0 2 1 2 2 2 1 0 0 2 2 1 42

Ym 1 2 1 0 1 2 1 1 2 2 2 1 1 2 1 0 1 1 1 0 1 1 2 2 2 1 1 0 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 46

Jb 1 1 1 0 1 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 0 1 0 2 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 2 1 1 2 1 1 1 36

Js 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 0 2 1 1 1 0 2 1 1 2 1 0 1 1 1 1 1 1 2 1 0 1 2 2 1 1 1 42

Ad 1 1 1 0 2 1 2 1 0 2 2 0 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 57

Dk 1 2 1 0 2 1 1 2 2 2 2 1 2 2 1 1 1 2 1 2 1 0 0 2 1 1 1 0 1 1 2 2 2 1 1 2 2 2 47

Iv 2 2 1 0 2 2 1 2 2 1 0 0 2 2 2 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 45

Aa 2 2 1 0 2 2 1 2 2 1 0 0 2 2 2 0 2 0 1 1 1 0 1 0 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 45

Dm 2 2 1 0 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 0 2 1 2 1 0 0 0 0 2 1 0 0 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 47

Aw 2 1 1 0 1 2 2 2 1 2 2 1 0 2 2 0 1 1 2 2 1 0 0 1 1 2 1 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 47

Cab 2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 0 1 1 1 1 1 2 0 2 2 1 0 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2 1 49

Gambar

gambaran perkembangan psikososial remaja pasca erupsi sinabung
Tabel 3.1 Defenisi Operasional
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Data Demografi Remaja
Tabel 5.2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Apa Antibiotik Buat Sipilis Yang Manjur Di Apotik ~ Anda masih mencari obat untuk menyembuhkan penyakit sipilis yang anda derita saat ini?atau anda malu

Penelitian yang dilakukan oleh Ashari, dkk (1994) membuktikan bahwa profitabilitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba, perusahaan dengan

Saya ucapkan terima kasih kepada pemerintah Australia yang melalui KSI telah berkontribusi dalam penyelenggaraan forum yang menyediakan informasi, masukan, dan

Efisiensi faktor produksi pupuk pada usahatani ubi kayu ini diukur dengan analisis fungsi produksi frontier, yang dilihat dari efisiensi teknis dan efisiensi

Hasilnya adalah R sebesar 0,639 menunjukan bahwa 63.9% variabel kepuasan pelanggan dapat dijelaskan oleb variabel dari dimensi service quality yaitu responsiveness,

Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) khususnya pasal 2 ayat (4) yang menyebutkan

4.2.1 Gambaran Perbandingan Tekanan darah antara kelompok Kasus dan kontrol dengan Jogging, Pola makan, Aktivitas Fisik sehari-hari dan status Gizi