• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEKTOR DETERMINAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BANTUL PERIODE 2010 - 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS SEKTOR DETERMINAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BANTUL PERIODE 2010 - 2015"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

ANALYSIS OF DETERMINANT SECTOR ECONOMICS IN INCREASING ECONOMIC AT BANTUL PERIOD 2010 - 2015

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

Taofik Hariyanto 20100430035

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(3)

ii 2010 - 2015

ANALYSIS OF DETERMINANT SECTOR ECONOMICS IN INCREASING ECONOMIC AT BANTUL

2010 - 2015

Diajukan oleh Taofik Hariyanto

20100430035

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Pembimbing

(4)

iii

ANALYSIS OF DETERMINANT SECTOR ECONOMICS IN INCREASING ECONOMIC AT BANTUL

2010-2015

(THE STUDY OF GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT)

Diajukan oleh

Taofik Hariyanto 20100430035

Skripsi ini telah Dipertahankan dan Disahkan di depan Dewan Penguji Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tanggal, 23 Desember 2016

Yang Terdiri Dari

Dr. Lilies Setiartiti,.M.S.i . Ketua Tim Penguji

Agus Tri Basuki, SE., M.Si. Drs. Hudiyanto

Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(5)

iv Nomor Mahasiswa : 20100430035

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS SEKTOR

DETERMINAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN

PEREKONOMIAN KABUPATEN BANTUL PERIODE 2010 – 2015 ” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 27 Oktober 2016

(6)

v

( Emha ainun nadjib )

Pandanglah Kebawah untuk urusan duniamu, Sebaliknya

pandanglah Keatas untuk urusan akheratmu

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan

Wiwiting tresno jalaran saka kulino

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

 Almamaterku tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

 Prodi Kebanggaanku ( EKPI ) Ekonomi Keuangan Perbankan Islam

 Kedua orang tuaku serta keluargaku yang selalu memberikan dukungan

(7)

vi

Taofik Hariyanto², Lilies Setiartiti³

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor basis apa yang menjadi unggulan dan strategi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian Kabupaten Bantul. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2010-2014 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Yogyakarta. Alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Shift Share, Dynamic Location Quotient (DLQ) dan Typologi Klassen.

Dari hasil analisis Location Quotient dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Bantul memiliki 6 sektor basis yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor bangunan/konstruksi, dan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Dari hasil analisis Shift Share, dari nilai total pendapatan Dij yang menunjukkan nilai positif diseluruh sektor ekonomi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum adalah sektor yang menyumbangkan nilai terbesar bagi kenaikan kinerja perekonomian daerah.

Dari hasil Dynamic Location Quotient, Kabupaten Bantul memiliki sektor yang sebagian besar memiliki potensi perkembangan lebih cepat. Sedangkan dari hasil Typologi Klassen, sektor yang maju dan tumbuh pesat adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor bangunan/konstruksi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, dan sektor penyediaan listrik dan gas.

Kata kunci: PDRB Kabupaten Bantul, Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift Share, Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) dan Typologi Klassen.

¹Judul Skripsi

(8)

vii

Regency. This research use the secondary data in early period 5 years from 2010-2014 were obtained from Central Statistical Agency of Daerah Istimewa Yogyakarta Province. The analysis tool in this research is Location Quotient (LQ), Shift Share,Dynamic Location Quotient (DLQ) andKlassen Typologi.

Based on Location Quotient analysis result, Bantul Regency has 6 basic sectors are Agriculture, Forestry and Fishery, Mining and Quarrying, Manufacturing, Electricity and Gas, Construction, and Accomodation and Food Service Activities. Based on result of Shift Share, total revenue of Dij which showed positive value in all economic sectors, Accomodation and Food Service Activities was sector that contribute the greatest value to increase in regional economic.

Based on result of Dynamic Location Quotient, Bantul Regency has sector that all of its has fast growth potensial. And the last, based on result of Klassen Typology, Bantul Regency has sector that progressive and quick growth are Agriculture, Forestry and Fishery, Electricity and Gas, Construction, and Accomodation and Food Service Activities.

(9)

viii Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada qudwah Hasanah kita Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul Analisis Sektor Determinan Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Perekonomian Kabupaten Bantul Periode 2010-2015 (Kajian Produk Domestik Regional Bruto). Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah sehingga tercapai pembangunan ekonomi dan pendapatan masyarakat daerah yang merata di Kabupaten Bantul serta memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan semangat dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Nano Prawoto, SE.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk dan arahan selama penulis menyelesaikan studi;

2. Bapak Dr. Imamuddin Yuliadi, SE., M.Si. selaku Kepala Prodi Ilmu Ekonomi Fakulats Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 3. Dra. Lilies Setiartiti, M.Si., selaku dosen pembimbing, yang dengan penuh

kesabaran memberikan ilmu dan bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik;

4. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Ekonomi, selaku dosen pengajar yang telah memberikan bekal ilmu selama kuliah;

5. Kedua Orang tuaku ( Bapak Purnoto dan Ibu Sudalmi ) serta kedua Kakak (Agus slamet dan Purwati Sutaryo) yang telah senantiasa memberikan do’a, dukungan, semangat, serta perhatian kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi dengan baik;

6. Teman terbaikku Arini, Desi, Bagja, galang, Tintus, Egin, Maul, Gembul, Luluk, Bagus, Yaqub, Ferdi, Abi, Samsul, Dian, Masbro, Wadie, Gilang, Kina yang telah memberikan banyak bantuan selama kuliah hingga terselesaikannya tugas akhir ini;

(10)

ix

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu kritik, saran dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman kaya tulis dengan topik ini.

Semoga hasil dari karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.

Yogyakarta, 27 Oktober 2016

(11)

x

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii A. Definisi dan Konsep Otonomi Daerah ... 10

B. Konsep Pembangunan ... 11

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21

E. Alat Ukur Data ... 24

F. Metode Analisis Data ... 24

1. Location Quetient (LQ) ... 24

2. Analisis Shift-Share ... 25

3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)... 27

4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Tipologi Klasen ... 27

(12)

xi

1. Analisis Location Quotient ... 45

2. Analisis Shift-Share ... 51

a. Sektor Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan ... 56

b. Sektor Pertambangan Dan Penggalian ... 57

c. Sektor Industri Pengolahan ... 58

d. Sektor Pengadaan Listrik Dan Gas ... 60

e. Sektor Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah, Dan Daur Ulang ... 62

f. Sektor Bangunan Atau Konstruksi ... 63

g. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran ... 64

h. Sektor Transportasi Dan Pergudangan ... 66

i. Sektor Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum .. 67

j. Sektor Informasi Dan Komunikasi ... 69

k. Sektor Jasa Keuangan Dan Komunikasi ... 70

l. Sektor Real Estate ... 71

m. Sektor Jasa Perusahaan ... 72

n. Sektor Administrasi Pemerintahan ... 74

o. Sektor Jasa Pendidikan ... 75

p. Sektor Jasa Kesehatan ... 76

q. Sektor Jasa Lainnya ... 78

3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)... 79

a. Sektor Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan ... 82

b. Sektor Pertambangan Dan Penggalian ... 83

c. Sektor Industri Pengolahan ... 83

d. Sektor Pengadaan Listrik Dan Gas ... 83

e. Sektor Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah, Dan Daur Ulang ... 83

f. Sektor Bangunan Atau Konstruksi ... 84

g. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran ... 84

h. Sektor Transportasi Dan Pergudangan ... 84

i. Sektor Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum .. 84

j. Sektor Informasi Dan Komunikasi ... 84

k. Sektor Jasa Keuangan Dan Komunikasi ... 85

l. Sektor Real Estate ... 85

m. Sektor Jasa Perusahaan ... 85

n. Sektor Administrasi Pemerintahan ... 85

o. Sektor Jasa Pendidikan ... 86

p. Sektor Jasa Kesehatan ... 86

q. Sektor Jasa Lainnya ... 86

(13)

xii

5. Sektor Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah,

Dan Daur Ulang ... 100

6. Sektor Bangunan Atau Konstruksi ... 102

7. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran ... 103

8. Sektor Transportasi Dan Pergudangan ... 105

9. Sektor Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum ... 106

10.Sektor Informasi Dan Komunikasi ... 108

11.Sektor Jasa Keuangan Dan Komunikasi ... 109

12.Sektor Real Estate ... 111

13.Sektor Jasa Perusahaan ... 112

14.Sektor Administrasi Pemerintahan ... 114

15.Sektor Jasa Pendidikan ... 115

16.Sektor Jasa Kesehatan ... 116

17.Sektor Jasa Lainnya ... 118

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 123 DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiii

2014...

3.1 Jenis dan Konsep Variabel... 22

3.2 Klasifikasi Sektoral Berdasarkan Typologi Klassen... 28

4.1 Luas Kabupaten Bantul... 31

4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantul Perkecamatan Tahun 2013... 38

4.3 TPAK dan Tingkat Pengangguran Terbuka Tahun 2012... 40

4.4 Presentasi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Bantul Peridoe 2009-2013... 41

4.5 Presentase Status pekerjaan Penduduk Kabupaten Bantul 2009 -2013... 42

4.6 Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta periode 2011-2012... 43

4.7 PDRB menurut Harga Konstan Kabupaten Bantul Periode 2009-2013... 44

5.1 Hasil perhitungan Loqation Qoutient Sektor Ekonomi Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014... 47

5.2 Analisis Perhitungan Shift-Share (SS) Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014 (Jutaan Rupiah)... 55

5.3 Analisis Perhitungan Dynamic Location Qoutient (DLQ) Kabupaten Bantul 2010-2014... 81

5.4 Laju Pertumbuhan Dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014... 89

5.5 Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014 Berdasarkan Typologi Klassen... 91

5.6 Hasil Perhitungan Rerata Location Qoutient (LQ) Dynamic Location Qoutient (DLQ), Shift-share (SS), Typologi Klassen Kabupaten Bantul... 93

5.7 Analisis Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 94

5.8 Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian... 96

5.9 Analisis Sektor Industri Pengolahan... 98

5.10 Analisis Sektor Pengadaan Listrik, dan Gas... 100

5.11 Analisis Sektor Pengadaan Air Pengolahan Sampah Limbah dan Daur Ulang... 100

5.12 Analisis Sektor Bangunan/Konstruksi... 103

5.13 Analisis Sektor Perdagangan besar dan Eceran... 104

5.14 Analisis Sektor Transportasi dan Perdagangan... 105

5.15 Analisis Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum... 107

5.16 Analisis Sektor Informasi dan Komunikasi... 108

(15)

xiv

(16)

xv

(17)

xvi 2010-2015

Lampiran 3 Hasil Analisis Location Quotient (LQ) Lampiran 4 Hasil Analisis Perhitungan Shift-Share (SS)

(18)
(19)
(20)
(21)

1

A. Latar belakang

Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia dengan melakukan proses desentralisasi terhadap daerah-daerah otonom memiliki potensi yang sangat besar dalam pembangunan daerah. Artinya adanya pelimpahan kebijakan bagi daerah otonom untuk mengurus dan mengembangkan daerahnya sendiri secara mandiri disegala bidang, tidak terkecuali dalam bidang ekonomi.

(22)

Apabila dilihat dari bentang alamnya, Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif membujur dari utara ke selatan. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07º44'04" 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, di sebelah utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

(23)

anggaran pembangunan keuangan yang diakibatkan meningkatnya pula beban pembangunan.

Selain permasalahan ekonomi akibat gempa bumi 2006, permasalan lainya adalah alih fungsi lahan. Lahan yang pada awalnya adalah lahan pertanian berubah menjadi lahan pemukiman penduduk. Pada tahun 2002 lahan Kabupaten Bantul mengalami penurunan yang cukup signifikan sejak tahun 1983 seluas 63.263 ha menjadi 58.367 ha (turun 4.896 ha). Sehingga hal ini menjadi tugas baru bagi pemerintah Kabupaten Bantul agar tetap bisa melindungi lahan pertanian supaya tidak dijadikan untuk lahan pemukiman penduduk yang akhir akhir ini terjadi juga hampir disetiap daerah.

(24)

yang ada di daerah selatan Kabupaten Bantul, sementara daerah tengah serta daerah utara Kabupaten Bantul masih belum termanfaatkan secara maksimal.

Secara umum, kondisi perekonomian Kabupaten Bantul cukup baik. Dapat dilihat pada tabel 1.1 kontribusi terbesar yang menyumbang PDRB Kabupaten Bantul pada tahun 2010 sampai 2015 adalah sektor Industri Pengolahan dan sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pada tahun 2010-2015 mengalami perubahan yang tidak tetap. Pada tahun 2011 mengalami penurunan dan pada tahun 2012 mengalami kenaikan. Dan pada tahun 2013 mengalami penurunan lagi dan pada tahun 2014 mengalami kenaikan lagi.

Untuk sektor Pertambangan & Penggalian pada tahun 2010 sampai tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup stabil. Sektor Industri Pengolahan pada tahun 2010 sampai tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup baik. Akan tetapi pada tahun 2012 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas dari tahun 2010 sampai tahun 2015 mengalami kenaikan secara terus menerus. Sektor Pengadaan Air Pengolahan sampah Limbah dan Daur Ulang dari tahun 2010 sampai tahun 2015 hanya mengalami kenaikan sedikit.

(25)

Jasa Keuangan dan Komunikasi mulai tahun 2010 sampai tahun 2015 terus mengalami kenaikan yang cukup baik. Dilihat pada sektor Real Estate, sektor Jasa Perusahaan, sektor Administrasi Pemerintahan, dan sektor Jasa Pendidikan dari tahun 2010 sampai tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup banyak bila dibandingkan dengan kenaikan pada sector lainnya. Untuk sektor Jasa Kesehatan dan Jasa Lainnya dari tahun 2010 sampai tahun 2015 juga mengalami kenaikan walaupun tidak terlalu signifikan.

1.845.881,2 1.809.397,1 1.913.122,8 1.964.025,9 1.912.487,9 1.961.983,0

2 Pertambangan dan

Penggalian 91.193,3 95.918,1 97.861,6 100.263,1 101.804,8 102.423,0

3

Industri Pengolahan 1.967.496,7 2.060.040,2 2.011.903,8 2.138.364,4 2.224.275,1 2.276.303

4 Pengadaan Listrik dan

Bangunan/Konstruksi 1.169.988,4 1.241.827,2 1.305.124,7 1.368.231,2 1.462.564,0 1.526.241

7 Perdagangan Besar dan

Eceran 952.242,0 1.005.349,1 1.095.015,8 1.156.441,8 1.232.188,2 1.315.611

8 Transportasi dan

Pergudangan 634.784.4 657.646,9 687.776,6 721.870,5 748.086,1 774.382

9

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

1.179.244,5 1.262.297,3 1.342.268,4 1.443.507,6 1.555.098,5 1.646.727

10 Informasi dan

Komunikasi 1.059.920,0 1.159.756,3 1.277.883,8 1.358.556,6 1.454.258,1 1.536.407

11 Jasa Keuangan dan

Komunikasi 268.757,1 306.893,3 314.929,7 351.945,0 390.477,1 423.450

12

Real Estate 761.745,6 808.367,1 870.666,5 910.010,4 989.905,3 1.057.942

13

Jasa Perusahaan 64.072,8 68.846,2 73.135,3 76.405,4 81.440,8 87.194

14 Administrasi

Pemerintahan 801.297,7 840.956,5 910.575,3 959.446,7 1.010.099,0 1.063.245

15

Jasa Pendidikan 829.383,9 892.945,2 948.651,7 996.811,5 1.073.653,8 1.157.438

16

Jasa Kesehatan 209.269,3 222.714,0 244.130,4 262.486,9 281.683,2 302.877

17

Jasa Lainnya 249.574,9 265.292,0 281.174,5 296.218,9 315.933,2 342.511

(26)

Kenaikan dan penurunan nilai PDRB di Kabupaten Bantul dipengaruhi oleh banyak aspek. Salah satu faktor penyebabnya adalah bencana alam yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu meletusnya Gempa Bumi pada tahun 2006 yang mengakibatkan sektor pertanian turun karena banyaknya lahan pertanian yang rusak. Setiap tahun terjadi pertumbuhan ekonomi, namun belum diketahui sektor apa saja yang menjadi sektor potensial, sektor yang dapat peningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul.

Masalah selanjutnya dari pertumbuhan ekonomi yang belum diketahui sektor ekonomi yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif sehingga pertumbuhan terbatas pada angka-angka saja. Maka dari itu setelah sektor basis atau sektor potensial diketahui, dilanjutkan dengan identifikasi sektor daya saing, dan sektor yang tumbuh lebih cepat.

Hal ini menjadi penting dikarenakan potensi yang belum diketahui keunggulan akan sulit dikembangkan, namun jika sudah diketahui sektor mana saja yang memiliki potensi, maka pemerintah daerah bisa mengambil kebijakan terhadap sektor tersebut dengan lebih cepat dan tepat.

(27)

sektor apa yang berpotensi untuk lebih di kembangkan di Kabupaten Bantul serta sektor ekonomi apa yang memiliki potensi daya saing kompetitif sehingga nantinya dapat digunakan sebagai pedoman dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peneliti mengambil judul “Analisis

Sektor Determinan Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Perekonomian Kabupaten Bantul Periode 2010-2015 (Kajian Produk Domestik Regional Bruto).”

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah dalam mengkaji sektor ekonomi unggulan yang dapat mendukung pengembangan pertumbuhan perekonomian wilayah Kabupaten Bantul dengan pendekatan Produk Domestik Regional Bruto tahun 2010-2015 atas dasar harga konstan 2010.

C. Rumusan Masalah

(28)

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas pada latar belakang , maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Sektor basis apa yang menjadi unggulan yang dapat dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantul?

2. Sektor ekonomi mana yang merupakan sector unggulan Kabupaten Bantul ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sektor basis yang menjadi unggulan dapat dikembangkan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian Kabupaten Bantul. 2. Mengetahui sektor ekonomi yang merupakan sektor unggulan

Kabupaten Bantul

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk :

1. Bagi peneliti, merupakan wahana dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, selama peneliti menimba ilmu di bangku kuliah

(29)
(30)

10 A. Definisi dan Konsep Otonomi Daerah

Seperti yang diketahui semenjak orde reformasi bergulir ditahun 1998, ditahun 1999 lahir Undang-undang No. 22 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 25 tentang Perimbangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Melalui undang-undang tersebut daerah selaku otak dari penentu pembangunan diwilayahnya sendiri memiliki kekuasaan untuk mengtur dan mengurus daerahnya sendiri untuk dapat bersaing disegala bidang. Untuk menguatkan konsep tersebut ditahun 2004 melalui peraturan perundang-undangan, dibentuk undang-undang baru pada tanggal 15 Oktober 2004, yaitu Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diikuti dengan dibentuknya Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah.

(31)

nepotisme. Sementara itu, dengan dibentuknya Undang-undang No 32 dan 33 ditahun 2004, konsep tentang otonomi daerah diperkuat lagi dengan penambahan beberapa point baru. Dalam undang-undang yang baru disebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, pendapatan daerah lain-lain yang sah. Adapun pendapatan asli daerah sebagai sumber pembiayaan berasal dari daerah itu sendiri seperti yang disebutkan dalam undang-undang tersebut adalah pendapatan yang berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi, hasil dari perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah. Melalui pendapatan-pendapatan yang diperoleh tersebut, diharapkan daerah mampu menciptakan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat didaerah otonom.

B. Konsep Pembangunan

(32)

pembangunan termasuk didalamnya pembangunan ekonomi daerah juga merupakan suatu proses, yaitu proses dimana adanya perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk peningkatan jumlah dan kualitas produktifitas, identifikasi pasar baru dan adanya suatu proses transformasi pengetahuan.

Dengan adanya pembangunan ekonomi diharapkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara bisa terintegrasikan menjadi lebih baik, karena dalam pembangunan tersebut terkandung beberapa indikator saling berkaitan serta mempengaruhi satu-samalain yang dapat dijadikan fungsi dari pembangunan. Adapun indikator-indikator yang dapat dijadikan fungsi dari pembangunan ekonomi terutama kaitannya dengan pembangunan ekonomi daerah adalah (Almulaibari, 2011) :

1. Potensi sumber daya alam

2. Tenaga kerja dan sumber daya manusia 3. Investasi modal

4. Prasarana dan sarana pembangunan 5. Transportasi dan komunikasi 6. Komposisi industri

7. Teknologi

8. Situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah

9. Kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah 10. Kewirausahaan

(33)

C. Konsep Pertumbuhan

(34)

menurut harga berlaku menunjukkan besarnya penghasilan dari hasil output yang dapat dihasilkan oleh suatu daerah pada periode tersebut. Sementara itu, PDRB menurut harga konstan menunjukkan besarnya output atau kuantitas barang yang dapat dihasilkan oleh suatu daerah setiap tahunnya, sesuai dengan tahun dasar yang digunakan.

Seperti yang sudah diketahui, adanya peningkatan pada output dalam suatu wilayah tidak serta-merta terjadi secara spontan, melainkan terjadi karena adanya dorongan atau stimulus dari beberapa faktor-faktor ekonomi. Menurut para ahli ekonomi terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang dituangkan dalam teorinya masing-masing. Berikut ini beberapa teori yang menjelaskan proses dan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, diantaranya :

1. Teori Basis Ekonomi

Pengertian ekonomi basis di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan dinamis. Artinya pada tahun tertentu mungkin saja sektor tersebut merupakan sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sekor tersebut secara otomatis menjadi sektor basis. Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun kemunduran. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah:

(35)

d. Adanya pengembangan prasarana ekonomi dan sosial

Sedangkan jika dilihat dari beberapa faktor penyebab kemunduran sektor basis adalah sebagai berikut:

a. Adanya perubahan permintaan di luar daerah b. Kehabisan cadangan sumberdaya

Teori basis ekonomi dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) dalam (Bambang, 2008) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Dalam teori basis ekonomi bahwa semua wilayah merupakan sebuah sistem sosioekonomi yang terpadu. Teori inilah yang mendasari pemikiran teknik location quotient, yaitu teknik yang membantu dalam menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat keswasembada (self-sufficiency) suatu sektor.

Aktivitas perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan, yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang berorientasi ekspor keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis berorientasi lokal yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam batas wiayah perekonomian yang bersangkutan.

(36)

a. Sektor-sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat diluar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan

b. Sektor-sektor non basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal didalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan Sektor basis merupakan sektor yang melakukan aktifitas berorientasi ekspor keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan.

Sektor basis memiliki peran penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis menimbulkan efek ganda dalam perekonomian regional.

Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasaran bersifat lokal. Inti dari teori ini adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut.

(37)

Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non basis (Tarigan, 2007). Aktivitas basis memiliki peranan penggerak utama dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah.

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah digunakan analisis Location Quotient (LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional (Emilia, 2006). LQ menggunakan rasio total nilai PDRB disuatu daerah (kabupaten/kota) dibandingkan dengan rasio PDRB pada sektor yang sama di wilayah referensi (provinsi/nasional).

D. Penelitian Terdahulu

(38)

Agus tri basuki pada tahun 2004 yang berjudul Analisis Pengembangan Ekonomi dan Investasi Propinsi Maluku Tahun 2000-2004. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor yang menjadi unggulan propinsi maluku dan mencari strategi yang dapat di kembangkan di propinsi maluku. Penelitian ini menggunakan 3 alat analisis berupa Shift Share (SS), Location Quotient (LQ) dan Typology Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Propinsi Maluku mengalami pergeseran pembangunan yang berpengaruh positif artinya pergeseran pembangunan dapat dilihat dari laju pertumbuhan yang signifikan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan PDRB disusul oleh sektor pertanian, diikuti oleh sektor angkutan. Sedangkan sektor yang mengalami perubahan negatif adalah sektor pertambangan dan penggalian. Propinsi Maluku memiliki tiga sektor unggulan yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Berdasarkan kepada karakteristik wilayah dan sumber daya yang dimiliki Propinsi Maluku maka dapat dikembangkan strategi pembangunan ekonomi yang mengarah kepada pengembangan pertanian yang mendukung industri pariwisata dan perdagangan bebas, dengan alasan: 1. Perdagangan bebas Zona Asean sudah di mulai , sehingga kita harus

selalu berfikir tentang globalisasi

(39)

3. Pertanian, perdagangan, Hotel dan Restoran serta angkutan dan kominikasi masih merupaka sektor unggulan Propinsi Maluku.

(40)

20

A. Obyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Bantul yang merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian berupa sektor-sektor unggulan perekonomian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam rangka pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah dalam menyusun kebijakan daerah.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi PDRB Kabupaten Bantul atas dasar harga konstan tahun 2010 selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ketahun. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

C. Teknik Pengumpulan Data

(41)

dan library research. Teknik pengumpulan data dengan metode field research dilakukan dengan melakukan penelitian langsung ke tempat instansi atau lembaga yang menyediakan data yang berhubungan dengan penelitian. Dimana dalam penelitian ini, penulis memperoleh data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan metode library research merupakan metode untuk mendapatkan data melalui bahan-bahan kepustakaan, seperti jurnal majalah, artikel dan jenis tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang sejenis. Dimana metode ini penulis gunakan untuk menambah beberapa data pendukung dalam ananlisis.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan satu variabel, yaitu data Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bantul. Adapun definisi dari PDRB adalah total nilai tambah dari semua atau jumlah total output barang dan jasa akhir tujuhbelas sektor ekonomi yang diproduksi oleh suatu daerah atau wilayah dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu yang diukur dengan satuan nominal mata uang (rupiah). Untuk menghasilkan analisis yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, penulis menggunakan PDRB dalam bentuk harga konstan. Hal ini dikarenakan PDRB dalam bentuk tersebut mampu merefleksikan besarnya output riil yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah.

(42)

dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Pengadaan Air Pengolahan sampah Limbah dan Daur Ulang, sektor Bangunan/Konstruksi, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor Jasa Keuangan dan Komunikasi, sektor Real Estate, sektor Jasa Perusahaan, sektor Administrasi Pemerintahan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan, dan sektor Jasa Lainnya. Berikut ini tabel yang menunjukkan definisi dan konsep dari variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian. suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu yang diukur dengan satuan nominal mata uang (rupiah)

Sektor Ekonomi A. Pertanian , Kehutanan , Perikanan

1. Pertanian, Peternakan, perburuan, dan jasa perburuan a. Tanaman pangan

b. Tanaman holtikultura semusim c. Perkebunan semusim

d. Tanaman holtikultura tahunan dan lainya e. Perkebunan Tahunan

1. Pertambangan minyak,, gas , dan panas bumi 2. Pertambangan batubara, dan lignit

3. Pertambangan bijih logam

(43)

C. Industri Pengolahan

1. Industri batubara dan Penggalian migas 2. Industri makanan dan minuman

3. Pengolahan tembakau

4. Industri tekstil dan pakaian jadi

5. Industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki

6. Industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bamboo, rotan dan sejenisnya

7. Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman

8. Industri kimia, farmasi dan obat tradisional 9. Industri karet, barang dari karet dan plastic 10.Industri barang galian bukan logam 11.Industri logam dasar

12.Industri barang dari logam, computer, barang elektronik, optic dan peralatan listrik

13.Industri mesin dan perlengkapan YTDL 14.Industri furniture

15.Industri pengolahan lainya, jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan

D. Pengadaan Listrik, dan Gas

1. Ketenagalistrikan

2. Pengadaan Gas dan produksi es

E. Pengadaan air, Pengolahan sampah, Limbah, dan Daur ulang

F. Konstruksi

G. Perdagangan besar, dan Eceran, Reparasi monil, dan Sepeda motor

H. Transportasi, dan Pergudangan

1. Angkutan Rel 2. Angkutan Darat 3. Angkutan Laut

4. Angkutan sungai, danau dan penyebrangan 5. Angkutan Udara

6. Pergudangan dan jasa Penunjang angkutan, pos dan kurir

I. Penyedian Akomodasi Makan dan Minum

(44)

L. Real Estate M. Jasa Perusahaan

N. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

O. Jasa Pendidikan

P. Jasa Kesehatan, Kegiatan Sosial Q. Jasa Lainya

E. Alat Ukur Data

Untuk memproses, mengukur dan menganalisis data, penulis menggunakan salah satu aplikasi Microsoft Office, yaitu Microsoft Excel 2010. Penggunaan aplikasi ini disesuaikan dengan metode dan alat analisis yang digunakan yang hanya memerlukan salah satu aplikasi pengolahan Microsoft Office, yaitu Microsoft Excel.

F. Metode Analisis Data

Untuk menjawab tujuan dan permasalahan yang ada, maka digunakan beberapa metode analisis data:

1. Location quetiont (LQ)

(45)

Keterangan :

LQ = Koefisien statistic Location Quotient Qi = Keluaran sektor i(D.I Yogyakarta) qi = Keluaran sektor i regional (Kab. Bantul) Qn = Keluaran total (D.I Yogyakarta)

qr = Keluaran total regional (Kab. Bantul)

Apabila hasil perhitunganya menunjukan LQ >1, berarti sektor tersebut merupakan sektor basis (berpotensi untuk ekspor), sedangkan jika LQ <1, berarti bukan sektor basis (sektor lokal /impor).

2. Analisis Shift Share

Analisis ini digunakan untuk menentukan kinerja/produktifitas suatu daerah, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi potensial suatu daerah, kemudian membandingkanya dengan daerah yang lebih besar (regional/nasional).Rumus analisis Shift Share (Glasson, 1990) adalah sebagai berikut :

Dij = Nij + Mij + Cij

(46)

Keterangan:

rij = Laju pertumbuhan sector i di Kabupaten/Daerah

rin = Laju pertumbuhan sector I di Provinsi

rn = Laju pertumbuhan PDB

Eij = PDRB sector i di Provinsi

Nij = Komponen pertumbuhan nasional sektor i di wilayah j Merupakan share atau kontribusi komponen sektor i pada daerah yang diatasnya atau nasional terhadap pertumbuhan sektor i di daerah yang bersangkutan.

Mij = Bauran industri sektor i di wilayah j Dengan ketentuan jika Mij Positif maka pertumbuhan sektor i lebih cepat dibandingkan sektor sejenis di tingkat daerah yang diatasnya. Jika Mij negatif maka pertumbuhan sektor i lebih lambat di bandingkan sektor sejenis di tingkat daerah yang di atasnya.

Cij = Keunggulan kompetitif sektor i di wilayah j Dengan ketentuan jika Cij positif maka sektor i memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan sektor sejenis di tingkat daerah yang diatasnya. Jika Cij negativemaka sektor i memiliki daya saing yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor sejenis di tingkat daerah yang di atasnya.

(47)

3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)

Analisis ini merupakan modifikasi dari metode analisi Location Quotient (LQ), yaitu dengan melakukan penambahan faktor laju pertumbuhan output sektor ekonomi dari waktu-kewaktu. Dengan melakukan penggabungan antara metode analisis DLQ dan LQ maka akan menghasilkan empat kategori gambaran tentang sektor-sektor ekonomi yang tergolong unggul, prospektif, andalan dan sektor kurang prospektif. Adapun rumus yang digunakan dalam analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah sebagai berikut:

( )

Dimana:

DLQij = Indeks potensi sektor i di regional gij = Laju pertumbuhan sektor i di regional

gj = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional Gi = Laju pertumbuhan sektor i di nasional

G = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di nasional t = Selisih tahun akhir dan tahun awal

4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Tipologi Klasen

(48)

dapat mengklasifikasikan sektor ekonomi kedalam beberapa klasifikasi, yaitu:

a. Sektor ekonomi yang maju dan tumbuh cepat (Rapid Growth Sector).

b. Sektor ekonomi maju dan tertekan (Retarted Sector). c. Sektor ekonomi yang sedang tumbuh (Growth Sektor).

d. Sektor ekonomiyang relatif tertinggal (Relatively Backward Sector).

Dibawah ini tabel yang menunjukan klasifikasi wilayah menurut Typologi Klassen.

Tabel 3.2.

Klasifikasi sektoral berdasarkan Typologi Klassen

Sumber: Sjafrizal, 2008

Dimana:

ri = Laju pertumbuhan sektor iwilayah studi r = Laju pertumbuhan sektor i wilayah referensi

(49)
(50)

30

A. Kondisi Umum Wilayah

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, penelitian ini akan menggunakan Kabupaten Bantul sebagai objek penelitian. Dimana kabupaten ini merupakan salah satu wilayah kabupaten yang ada dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun untuk memperjelas tentang kondisi dari objek penelitian ini, berikut akan dipaparkan gambaran umum atau profil dari Kabupaten Bantul.

1. Letak Geografis

Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 110° 12‟ 123” sampai 1100° 31‟ 08” Bujur Timur dan berada diantara 7° 44‟ 04” sampai dengan 68° 00‟ 27” Lintang Selatan.Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten dari limakabupaten/kota yang ada di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian utara dari kabupaten ini berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo, dan bagian selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

(51)

Pajangan, dan Sedayu.Luas dari Kabupaten Bantul itu sendiri adalah 50.685 Ha dengan luas masing-masing kecamatanadalah sebagai berikut:

(52)

Imogiri dan Kecamatan Banguntapan merupakan wilayah kecamatan di Kabupaten Bantul dengan jumlah desa terbanyak, yaitu masing-masing berjumlah 8 desa.

2. Topografi

Dilihat dari kondisi topografinya, bagian barat Kabupaten Bantul merupakan daerah landai dan perbukitan. Dimanakondisi daerah tersebut membujur dari utara ke Selatan seluas 89,86 km2 atau 17,73 persen dari seluruh wilayah kabupaten. Kemudian bagian tengah dari kabupaten ini merupakan daerah datar dan landai yang umumnya merupakan daerah pertanian yang subur yang membentang seluas 210,94 km2 atau 41,62 persen dari total luas wilayah kabupaten. Sedangkan dibagian timur dari kabupaten ini merupakan daerah yang landai, miring dan terjal seluas 206,05 km2 atau 40,65 persen dari luas kabupaten. Sementara itu dibagian selatan merupakan wilayah dengan kondisi daerah yang berpasir dan sedikit berlaguna yang terbentang dipantai selatan mulai dari Kecamatan Srandakan, Saden dan Kretek.

(53)

2,1 sampai dengan 40 persen, sedangkan sisanya seluas 4.011 Ha atau 8 persendari total wilayah timur dan barat di Kabupaten Bantul mempunyai kemiringan lereng diatas 40,1 persen.

Apabila dilihat per wilayah kecamatan, wilayah kecamatan yang paling luas memiliki lahan miring terletak di Kecamatan Dlingo dan Imogiri, sedangkan wilayah kecamatan yang didominasi oleh lahan datar terletak di Kecamatan Sewon dan Banguntapan.

3. Klimatologi

Jika dilihat dari klasifikasi iklimnya, Kabupaten Bantul memiliki iklim muson tropis dengan suhu rata-rata udara sepanjang tahun sebesar 30° celcius. Umumnya musim kemarau di kabupaten ini dimulai dari bulan April hingga September, sedangkan bulan Oktober hingga Maret merupakan waktu musim penghujan. Rata-rata besarnya curah hujan di Kabupaten Bantul sebesar 90,76 mm dan biasanya intensitas curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari disetiap tahunnya. Menurut data dari Dinas Sumber Daya Air (2012) yang memiliki 12 stasiun pemantau curah hujan, yaitu stasiun pemantau Ringinharjo, Nyemengan, Gandok, Kotagede, Pundong, Barongan, Ngetak, Gedongan, Piyungan, Sedayu, Ngestiharjo, dan Dlingg,disepanjang tahun 2012 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yang tercatat di stasiun Ringinharjo, yaitu sebnyak 390 mm dengan jumlah hari hujan 29 hari.

(54)

Bantul memiliki banyak potensi yang sangat prospektif untuk dikembangkan agar kedepanya dapat menjadi sumber pendapatan untuk Kabupaten Bantul itu sendiri. Salah satu potensi yang sangat terlihat nyata adalah dibidang pariwisata, karena memang jaraknya yang memang dekat dengan Kota Yogyakarta yang sudah kita ketahui Yogyakarta akhir-akhir ini menjadi salah satu tempat tujuan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan asing ataupun lokal, sehingga berdampak pula pada ramainya tempat tempat wisata yang ada di Kabupaten bantul. Objek Pariwisatanya sebagian besar adalah pantai karena memang sebelah selatan Kabupaten Bantul yang membentang panjang dari batas wilayah bagian timut Kabupaten Kulon Progo sampai timur Bantul adalah pantai. Salah satu pantai yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan adalah Pantai Parangtritis yang notabenenya dekat dengan pusat kotayang hanya bisa ditempuh dengan waktu 1 jam dari pusat Kota Yogyakrta dan menurut beberapa kalangan memiliki unsur historis tersendiri. Selain Pantai Parangtritis terdapat juga beberapa pantailainnyayang sering dijadikan sebagai tempat tujuan wisata. seperti:

a. Pantai Depok.Pantai Samas.

b. Pantai Patehan yang berlokasi disebelah barat pantai Samas. c. Pantai Pandansimo yang berlokasi didekat muara sungai Progo. d. Pantai Kwaru.

(55)

Selain objek wisata pantai, terdapat beberapa objek lainnya yang sering dikunjungi dan memiliki potensi besar jika dikelola dengan maksimal, seperti:

a. Dataran Tinggi Gumbirowati b. Goa Cerme

c. Goa Selerong d. Gumuk Pasir

e. Pemandian Parangwedang f. Pasarean/Petilasan

g. Goa Gajah h. Goa Jepang

i. Taman Rekreasi Tirtotamansari j. Agropolitan Mangunan

k. Agrowisata Argorejo

Selain potensi wisata, masih banyak lagi potensi-potensi lainnya yang ada di Kabupaten bantul, sepeti hutan, perikanan, dan pertanian yang selama ini menjadi sumber potensi utama.

5. Kondisi Demografi

(56)

jiwaberkelamin perempuan yang terdapat dalam 17 Kecamatan serta 75 Desa, dengan didominasi oleh penduduk beragama Islam sebesar 95,11 persen,Katolik 3,31 persen, Kristen 1,46 persen, Hindu 0,09 persen, Budha 0,02 persen dan lainya sebesar 0,01 persen.

Jika dibandingkan dengn hasil sensus penduduk SP 2010 tahun 2010, tercatat jumlah penduduk Kabupaten Bantul sebesar 911.503 jiwa. Artinya dalam selang waktu 2 tahun tersebut telah terjadi pertambahn jumlah penduduk 18.733 jiwa. Sementara itu, ditahun 2013, jumlah penduduk di Kabupaten Bantul meningkat 0,87 persen atau 8.157 jiwa menjadi 938.433 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki 467.504 jiwa dan 470.929 jiwa adalah perempuan. Berikut ini tabel yang menunjukkan jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Bantul per kecamatan tahun 2013.

Tabel 4.2.

(57)

Berdasarkan tabel diatas, kecamatan Banguntapan memiliki jumlah penduduk paling banyak sebesar 126.971 jiwa, 64.253 jiwa berkelamin laki-laki dan 62.718 jiwa berkelamin perempuan. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Kasihan dan Sewon dengan jumlah penduduk masing-masing sebesar 115.961 jiwa dan 108.039 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Kasihan sebanyak 58.007 jiwa dan perempuan sebanyak 57.954 jiwa. Sedangkan di Kecamatan Sewon, jumlah penduduk laki-lakinya sebanyak 54.590 jiwa dan perempuan sebanyak 53.449 jiwa. Sementara itu, kecamatan dengan jumlah penduduk terendah di Kabupaten Bantul dimiliki oleh Kecamatan Srandakan dengan jumlah total penduduknya sebanyak 28.832 jiwa, 14.285 jiwa berkelamin laki-laki dan 14.547 jiwa berkelamin perempuan.

Begitu juga jika dilihat dari tingkat kepadatan penduduknya, Kecamatan Banguntapan masih tetap di posisi pertama dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 4.458 jiwa/km2. Sementara itu Kecamatan Dlingo berada diposisi terbawah dengan tingkat kepadatan penduduk paling rendah yaitu sebesar 643 jiwa/km2.

14. Sewon 54.590 53.449 108.039 3.978 15. Kasihan 58.007 57.954 115.961 3.581 16. Pajangan 16.787 17.063 33.850 1.018 17. Sedayu 22.479 22.922 45.401 1.321

Jumlah Total 467.504 470.929 938.433

(58)

6. Pendidikan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Dasar dan Dinas Pendidikan Menengah dan Non formal, Jumlah Taman Kanak Kanak di Kabupaten

Sumber: BPS Kabupaten Bantul (diolah)

(59)

7. Mata Pecaharian Penduduk dan Kemiskinan

Umumnya mata pencahariaan utama penduduk di Kabupaten Bantul bergerak dibeberapa sektor ekonomi, seperti petanian, industri termasuk industri pengolahan,jasa, dansektor ekonomi perdagangan, hotel dan restoran. Berikut ini tabel yang menunjukkan persentase mata pencahariaan penduduk Kabupaten Bantul berdasarkan lapangan usaha periode 2009-2013.

Tabel 4.4.

Persentase Mata Pencahariaan Penduduk Kabupaten Bantul Periode 2009-2013

Tahun

Lapangan Usaha (%) Pertanian Industri Perdagangan, Hotel

& Restoran

(60)

penduduk yang berusaha dibantu oleh buruh tetap dan bekerja sebagai pekerja tidak dibayar atau atas dasar keluarga hanya sebagian dari status pekerjaan total. Berikut ini tabel yang menunjukkan persentase status pekerjaan penduduk di Kabupaten Bantul dari tahun 2009 sampai dengan 2013.

Tabel 4.5.

Persentase Status Pekerjaan Penduduk Kabupaten Bantul Periode 2009-2013

(61)

Sementara itu jika dilihat dari tingkat garis kemiskinannya, tahun 2011 Kabupaten Bantul berada diposisi ketiga yaitu sebesar Rp. 264.546 per kapita disetiap bulannya. Kemudian ditahun 2012, angkat tingkat garis kemiskinan di Kabupaten Bantul meningkat menjadi Rp. 284.923 per kapita disetiap bulannya atau naik 7,7 persen dari angka garis kemiskinan tahun 2011. Adanya penurunan jumlah penduduk miskin disaat ditingkatkannya angka garis kemiskinan menunjukkan bahwa terjadi kenaikan derajat hidup penduduk di Kabupaten Bantul tahun 2012 jika dibandingkan tahun sebelumnya.

B. Kondisi Perekonomian

Selama periode tahun 2008 sampai dengan 2013, umumnya Produk Domestik Regional menurut harga konstan atas dasar harga berlaku di

Tabel 4.6.

Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Tahun 2011-2012

(62)

Kabupaten Bantul di dominasi oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restauran, sektor jasa, dan sektor bangunan. Berikut ini tabel yang menunjukkan perkembangan PDRB Kabupaten Bantul menurut harga berlaku atas dasar harga konstan periode 2009-2013.

Tabel 4.7.

PDRB Menurut Harga Konstan Kabupaten Bantul Periode 2009-2013

Sektor Ekonomi Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pertanian 880.148 919.417 933.259 920.459 955.730 966.610 Pertambangan &

Penggalian

35.829 35.783 36.525 38.782 39.568 40.539 Industri Pengolahan 596.187 610.781 647.939 690.977 692.762 729.153 Listrik & Air Minum 31.675 34.448 36.289 37.969 40.373 43.132 Bangunan

Konstruksi

437.151 434.409 454.479 486.930 511.749 548.336 Perdagangan, Hotel,

dan Restauran

702.353 746.833 789.789 839.997 901.754 960.570 Pengangkutan &

Komunikasi

248.779 268.145 287.236 311.285 333.271 353.552 Keuangan,

Persewaan, dan Jasa Perusahaan

212.888 230.768 252.015 279.556 305.347 333.732

Jasa-jasa 473.049 499.364 530.397 571.248 619.758 669.852

Jumlah Total 3.618.059 3.779.948 3.967.928 4.177.203 4.400.312 4.645.476

Sumber: BPS Kabupaten Bantul (diolah)

(63)

bangunan, sektor pengangkutan dan komuniskasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor listrik dan air minum mengalami perubahan peringkat pada beberapa tahun terakhir. Adanya peningkatan output setiap tahunnya dari setiap sektor ekonomi menunjukkan bahwa adanya tanda-tanda positif dalam peningkatan perekonomian khususnya dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan. Walaupun peningkatan tersebut tidak didukung oleh pertumbuhan yang konstan setiap tahunnya dari setiap sektor ekonomi

Gambar 4.1.

Laju Pertumbuhan PDRB ADHK Kabupaten Bantul Menurut Lapangan Usaha Periode 2009-2013.

(64)
(65)

45

A. Hasil Analisis Penelitian 1. Analisis Location Quetient

Metode analisis Location Quetient (LQ) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui dan mengkategorikan apakah sektor ekonomi yang ada disuatu wilayah termasuk kedalam sektor basis atau sektor unggulan dan juga sektor non basis atau sektor non unggulan. Seperti yang sudah disinggung dalam bab sebelumnya (BAB III), jika dalam analisis ditemukan apabila sektor i (sektor analisis) memiliki nilai Location Quetient lebih besar dari satu (LQ>1), maka sektor analisis tersebut merupakan sektor basis atau unggulan diwilayah analisis. Sedangkan sebaliknya, apabila dalam analisis ditemukan bahwa sektor i (sektor analisis) memiliki nilai Location Quetient lebih kecil dari satu (LQ< 1), maka sektor analisis tersebut merupakan sektor non basis atau non unggulan diwilayah analisis.

(66)

tergolong dalam klasifikasi ini lebih kecil diantara sektor lainnya, baik diwilayah analisis maupun diwilayah preferensi.

(67)
(68)

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan memiliki nilai LQ rata-rata sebesar 1,362. Jika dilihat nilai LQ ini merupakan nilai LQ terbesar diantara sektor-sektor yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bantul mempunyai kemampuan lebih besar daripada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara keseluruhan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di sektor ini dan berpotensi untuk di ekspor keluar daerah. Kegiatan yang cukup signifikan memberikan kontribusi dalam pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan adalah subsektor – subsektornya yang terdiri dari subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian, subsektor kehutanan dan penebangan kayu, dan subsektor perikanan.

Nilai rata-rata LQ pada sektor pertambangan dan penggalian dari tahun 2010-2015 sebesar 1,172. Artinya walaupun nilai kontribusi sektor ini tidak begitu besar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bantul, sektor ini merupakan sektor yang masih berpotensi untuk di ekspor keluar daerah Kabupaten Bantul. Kegiatan yang cukup signifikan memberikan kontribusi dalam pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian adalah subsektor pertambangan dan penggalian lainnya, Sedangkan subsektor lainya seperti subsektor pertambangan minyak, gas dan panas bumi, subsektor pertambangan batubara dan lignit, dan subsektor pertambangan bijih logam masih belum memberikan kontribusinya.

(69)

untuk dijadikan barang ekspor. Dalam sektor ini yang cukup signifikan memberikan kontribusi dalam pertumbuhannya adalah subsektor industri makanan dan minuman, subsektor pengolahan tembakau, subsektor industri tekstil dan pakaian jadi, subsektor industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, subsektor industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya, subsektor industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman, subsektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional, subsektor industri karet, barang dari karet dan plastik, subsektor industri barang galian bukan logam, subsektor industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik, subsektor industri mesin dan perlengkapan, subsektor industri alat angkutan, subsektor industri furnitur, dan subsektor industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan.

(70)

Sektor basis lainnya adalah sektor bangunan/konstruksi. Sektor ini mempunyai nilai rata-rata LQ sebesar 1,03. Ini menunjukkan bahwa sektor bangunan/konstruksi masih bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dalam wilayah Kabupaten Bantul dan mungkin hasil dari sektor ini bisa menjadi komoditi ekspor keluar wilayah Kabupaten Bantul.

Sektor basis terakhir adalah sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang mempunyai nilai rata-rata LQ sebesar 1,112. Nilai LQ yang sebesar 1,112 ini menunjukkan bahwa sektor penyediaan akomodasi dan makan minum selama kurun waktu 6 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2015 masih bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dalam wilayah Kabupaten Bantul. Subsektor penyediaan akomodasi dan subsektor penyediaan makan minum merupakan kegiatan-kegiatan yang cukup signifikan memberikan kontribusi bagi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum.

(71)

perusahaan dengan rata-rata LQ sebesar 0,473, sektor administrasi pemerintahan dengan rata-rata LQ sebesar 0,904, sektor jasa pendidikan dengan rata-rata LQ sebesar 0,824, sektor jasa kesehatan dengan rata-rata LQ sebesar 0,729 dan sektor jasa lainnya dengan rata-rata LQ sebesar 0,785. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap barang-barang pada sektor nonbasis ini masih belum mampu tercukupi oleh produksi lokal di wilayah Kabupaten Bantul sehingga dimungkinkan untuk mengimpor dari daerah lain.

Meskipun sektor non basis menunjukkan belum adanya kekuatan ekonomi yang cukup baik yang dimiliki wilayah Kabupaten Bantul, akan tetapi peran sektor nonbasis tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena dengan adanya sektor non basis ini pemerintah setempat dapat berupaya lebih dalam mengembangkannya, sehingga akan dapat membantu pengembangan sektor non basis menjadi sektor basis yang baru.

2. Analisis Shift Share

(72)

pertumbuhan (Gayatri dan Basuki, 2009) atau dengan kata lain, menurut Munandar (2010) teknik analisis Shift Share ini digunakan untuk menunjuk dan menemukan pergeseran pada hasil pembangunan perekonomian suatu wilayah/daerah yang dapat dijadikan indikator keberhasilan atas kemajuan pembangunan sesuai dengan kedudukan daerah analisis (wilayah studi) dengan perekonomian daerah yang ada diatasnya (wilayah referensi). Terdapat dua alasan mengapa analisis Shift Share dijadikan sebagai indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah (Munandar, 2010), yaitu: 1) Model SS dapat menemukan dan menunjukkan sektor-sektor ekonomi yang berkembang disuatu daerah studi.

2) Model SS dapat menggambarkan kinerja sektor-sektor ekonomi daerah studi.

Seperti yang sudah disinggung dalam bab sebelumnya, teknik analisis Shift Share ini dapat membagi perubahan pertumbuhan sektor ekonomi menjadi menjadi tiga komponen, dimana ketiga komponen tersebut juga dapat dijadikan sebagai komponen-komponen pembentuk output analisis Shift Share (perubahan pertumbuhan atau perkembangan sektor-sektor ekonomi disuatu daerah analisis). Adapun ketiga komponen yang dimaksud adalah:

1) Pengaruh pertumbuhan ekonomi diatasnya (Nij) 2) Pengaruh bauran sektor-sektor ekonomi (Mij)

(73)

Berdasarkan hasil perhitungan analisis shift share pada tabel 5.2, menunjukkan selama periode penelitian tahun 2010-2015, diketahui bahwa PDRB Kabupaten Bantul mengalami perubahan di setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai total pendapatan Dij yang positif diseluruh sektor ekonomi. Pada tahun 2014 nilai total Dij Kabupaten Bantul mengalami penurunan sebesar 674.906,84 juta rupiah, yang mana pada tahun 2013 sebesar 690.242,34 juta rupiah. Akan tetapi, pada tahun 2015 terjadi kenaikan nilai total Dij Kabupaten Bantul sebesar 704.012,11.

Perubahan ini disebabkan karena adanya pengaruh komponen pertumbuhan Provinsi (Nij) yang mengalami perubahan pula,dimana perubahan ini menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan Provinsi DIY terhadap perekonomian Kabupaten Bantul yang mana ditunjukkan dengan nilai Nij yang positif pada setiap sektor ekonomi. Pada tahun 2015 nilai total Nij sebesar 698.862,22 juta rupiah. Artinya jika dilihat secara keseluruhan, pengaruh pertumbuhan Provinsi DIY pada tahun 2015 telah mempengaruhi peningkatan PDRB Kabupaten Bantul sebesar 698.862,22 juta rupiah dan membuktikan bahwa hampir seluruh sektor ekonomi di Kabupaten Bantul mampu bersaing. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan Nij yang seluruhnya menghasilkan nilai positif.

(74)

mendorong perekonomian Kabupaten Bantul sebesar 42.773,51juta rupiah. Hal ini lebih rendah jika dibandingkan dengan komponen pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY (Nij) yang berarti masih rendahnya kemandirian daerah Kabupaten Bantul.

Sedangkan untuk pengaruh bauran industri (Mij) tahun 2015 menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap perubahan PDRB Kabupaten Bantul yaitu sebesar -37.623,62juta rupiah. Ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan pengaruh komponen bauran industri (Mij) mengakibatkan penurunan PDRB Kabupaten Gunungkidul sebesar -37.623,62 juta rupiah.

(75)
(76)

a. Sektor . Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Perkembangan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan berdasarkan analisis shift share tahun 2010 - 2015 dipengaruhi oleh beberapa komponen. Pengaruh komponen pertumbuhan (Nij) pada tahun 2010 – 2015 menunjukkan nilai yang positif. Pada tahun 2013, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan termasuk kedalam sektor ekonomi yang memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian daerah Kabupaten Bantul yaitu sebesar 99.482,39 juta rupiah. Kemudian ditahun 2014 dan 2015 pada sektor ini terjadi penurunan sebesar 96.237,27 dan 89.886,93 juta rupiah.

Jika dilihat dari nilai Mij yang mempengaruhinya, dari tahun 2010 sampai tahun 2015 sektor ini memiliki nilai Mij yang negatif. Pada tahun 2013 nilai Mij sebesar 57.290,92 juta rupiah, pada tahun 2014 sebesar -139.555,16 juta rupiah, dan pada tahun 2015 sebesar -40.451,12 juta rupiah. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Kabupaten Bantul tumbuh lambat dibandingkan dengan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Provinsi DIY.

(77)

kompetitif (Cij) yang positif ini menunjukkan bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mempunyai daya saing yang tinggi di Kabupaten Bantul dibandingkan pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Provinsi DIY.

Dari keseluruhan perubahan pendapatan (Dij) pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Kabupaten Bantul tahun 2015 diperoleh hasil yang positif sebesar 48.667,53 juta rupiah, pada tahun 2013 diperoleh hasil yang positif juga sebesar 49.547,54 juta rupiah dan pada tahun 2014 menurun menjadi -53.468,37 juta rupiah. Hal ini menunjukkan pertumbuhan pendapatan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Kabupaten Bantul lebih lambat dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Provinsi DIY.

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Selama periode analisis, sektor pertambangan dan penggalian termasuk kedalam sektor ekonomi yang agak konsisten memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian daerah, hal ini dapat dilihat dari nilai Nij yang dimiliki. Berdasarkan tabel analisis Shift Share diatas, dari analisis sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan nilai yang positif. Pada tahun 2013 menunjukkan nilai sebesar 5088,80 juta rupiah, pada tahun 2014 menurun menjadi sebesar 4912,89 juta rupiah, dan pada tahun 2015 menurun lagi menjadi sebesar 4784,83 juta rupiah.

(78)

2013 sampai tahun 2015. Tahun 2013 nilai Mij sebesar -1.399,86 juta rupiah, tahun 2014 sebesar -2.870,08 juta rupiah, dan pada tahun 2015 sebesar -4.635,32 juta rupiah. Dengan nilai Mij yang negatif yang mempengaruhinya menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian pada periode tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat.

Jika dilihat dari pengaruh pergeseran diferensial atau keunggulan kompetitif sektor-sektor ekonomi (Cij), sektor pertambangan dan penggalian termasuk kedalam sektor ekonomi dengan daya saing tinggi hanya pada tahun 2015. Hal ini dikarenakan pada tahun 2015 nilai Cij dari sektor ini menunjukkan angka sebesar 487,38 juta rupiah. Sedangkan tahun 2013 dan tahun 2014 menujukkan nilai yang negatif yaitu sebesar -1346,82 juta rupiah dan -552,11 juta rupiah.

Dari keseluruhan perubaha pendapatan (Dij) pada sektor pertambangan dan penggalian Kabupaten Bantul tahun 2013 diperoleh hasil yang positif sebesar 2342,12 juta rupiah, pada tahun 2014 sektor ini menurun sebesar 1490,71 juta rupiah dan pada tahun 2015 menurun lagi menjadi 636,88 juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Bantul lebih cepat dari pertambangan dan penggalian di rovinsi DIY.

c. Sektor Industri Pengolahan

(79)

104.619,00 juta rupiah. Kemudian ditahun 2014 nilai Nij dari sektor ini mengalami kenaikan sebesar 104.779,86 juta rupiah. Dan pada tahun 2015 terjadi penurunan nilai Nij dari sektor ini menjadi sebesar 104540,93 juta rupiah, sehingga pada periode tersebut sektor ini termasuk kedalam sektor ekonomi yang memberikan pengaruh (share) positif terhadap perekonomian di Kabupaten Bantul.

Jika dilihat dari nilai Mij yang dimiliki, pada tahun 2014 dan tahun 2015 sektor ini memiliki nilai Mij yang negatif sebesar -26.648,84 juta rupiahdan -65.863,73 juta rupiah. Sedangkan memiliki nilai Mij positif pada tahun 2013 yaitu sebesar 24690,40 juta rupiah. Dengan nilai Mij yang positif pada tahun 2013, menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan di Kabupaten Bantul memiliki pertumbuhan yang cepat. Sementara itu nilai Mij negatif yang dimiliki pada tahun 2014 dan tahun 2015, menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan pada periode tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat.

(80)

yang rendah karena nilai Cij tahun ini bernilai negatif yaitu sebesar -10.365,68 juta rupiah.

Dari keseluruhan perubahan pendapatan (Dij) pada sektor industri pengolahan Kabupaten Bantul tahun 2013 diperoleh hasil yang positif yaitu sebesar 118.943,71 juta rupiah. Dan pada tahun 2014 mengalami penurunan namun masih bernilai positif sebesar 82.002,89 juta rupiah, sedangkan pada tahun 2015 menurun lagi menjadi 51.328,42 juta rupiah. Hal ini menunjukkan pertumbuhan pendapatan sektor industri pengolahan di Kabupaten Bantul lebih cepat dari sektor yang sama di tingkat Provinsi DIY.

d. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas

Gambar

Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten Pekalongan 2011-2015... Hirarki pusat pertumbuhan sarana dan prasarana Kecamatan Kabupaten Pekalongan 2011-2015

dari nilai PDRB Kabupaten Cirebon dan PDRB Provinsi Jawa Barat. Sedangkan periode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari. tahun 2005 sampai dengan tahun

Berdasarkan analisis Dynamic Location Quotient menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang diharapkan tetap menjadi sektor unggulan di masa yang akan datang adalah enam sektor di

dari analisis Location Quotientuntuk mengetahui sektor-sektor basis, analisis Dynamic Location Quotient untuk mengetahui sektor prioritas di masa yang akan

Dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ), sektor-sektor perekonomian yang termasuk kedalam sektor unggulan di Kabupaten Cirebon pada periode 2005-2010 adalah sektor

Analisis Dynamic Location Quotient menunjukkan bahwa sektor perekonomian yang diharapkan tetap menjadi sektor unggulan di masa yang akan datang adalah sembilan

Berdasarkan hasil perhitungan dari analisis LQ ( Location Quotient), sektor ekonomi yang tergolong dalam sektor potensial di Kabupaten Bone periode 2011-2015

Metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Dynamic Location Quotient (DLQ), dan Shift Share (SS). Berdasarkan analisis LQ diketahui bahwa