• Tidak ada hasil yang ditemukan

Baitul Maal wa Tamwil-Desa (BMT-D) Sebagai Model Revitalisasi Fungsi dan Peran Lumbung Pangan Desa Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan: Kasus Pada Desa Tertinggal di Kabupaten Sukoharjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Baitul Maal wa Tamwil-Desa (BMT-D) Sebagai Model Revitalisasi Fungsi dan Peran Lumbung Pangan Desa Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan: Kasus Pada Desa Tertinggal di Kabupaten Sukoharjo"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

Baitul Maal wa Tamwil-Desa (BMT-D) Sebagai Model Revitalisasi Fungsi dan Peran Lumbung Pangan Desa Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan:

Kasus Pada Desa Tertinggal di Kabupaten Sukoharjo

Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun

AHMAD MARDALIS, SE, M.B.A. NIDN. 06-0607-6701 Dr. FATCHAN AHYANI, M.Si. NIDN. 06-1408-6801

IMRON ROSYADI, SE, M.Si. NIDN. 06-1302-7001

Dibiayai oleh Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor:

007/K6/KL/SP/PENELITIAN/2014, tanggal 8 Mei 2014

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)
(3)

RINGKASAN

Tujuan yang ingin dicapai penelitian ke-dua (2014) adalah merumusan model peran pemerintah desa melalui lumbung pangan desa dalam pengelolaan stok (cadangan) pangan di daerah penelitian; dan merumuskan dan menyusun model revitalisasi fungsi dan peran lumbung pangan desa (LPD) sehingga dapat menjamin tegaknya kedaulatan pangan (produksi, ketersediaan dan akses pangan) tingkat desa di daerah penelitian. Berdasarkan tujuan tersebut target khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendesain-ulang eksistensi LPD, sehingga dapat berperan ganda dan strategis yaitu sebagai penyanggah (buffer stock) dan atau pengelola cadangan pangan dalam rangka memberikan kemudahan akses pangan kepada masyarakat kurang mampu dan memberikan kemudahan akses permodalan bagi rumah tangga petani.

Jenis penelitian ini merupakan deskriptif analitis, yaitu menggambarkan dan atau mendefinisikan keterlibatan dan peran strategis pemerintah desa dalam mengelola ketahanan pangan sebagai upaya menegakan kedaulatan pangan di tingkat desa. Subjek penelitian ini adalah pemerintah dan masyarakat (petani) di daerah penelitian. Data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan metode observasi, FGD, wawancara secara mendalam, dan penelusuran terhadap dokumentasi pemerintahan desa. Hasil penelitian tahun ke-dua di-fokus-kan untuk merumuskan model revitalisasi fungsi dan peran lumbung pangan desa melalui proses analisis data dengan metode kritis analitik dan interaktif.

(4)
(5)

PRAKATA

Assalamua’laikum Wr. Wb

Alhamdulillah, penelitian yang kami beri judul “Model Pengembangan Pengelolaan Lumbung Pangan Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan: Kasus Pada Desa Tertinggal Kabupaten Sukoharjo” untuk tahun kedua (2013) sudah bisa kami laporkan kepada Dit.Litabmas Ditjen Dikti-Kemdiknas yang telah mendanai penelitian ini sampai akhir. Sebagaimana diketahui oleh masyarakat akademik, bahwa salah satu tugas pokok Dosen adalah melakukan penelitian, sebagai media untuk penguatan pengalaman akademik dibidang keahlian-nya masing-masing, serta sebagai salah satu metode untuk membuktikan ‘kebenaran relatif’ yang telah diajarkan di kelas. Manyadari hal ini, kami tertarik untuk melakukan penelitian sesuai dengan bidang yang kami kuasai yaitu tentang Revitalisasi fungsi dan peran lumbungan pangan desa menjadi Baitul Maal wa Tamwil- Desa (BMT-D) sebagai upaya meningkatkan ketahanan pangan.

Berbicara tentang ketahanan pangan bararti bicara tentang tiga komponen penting terkait pangan yaitu, ketersediaan pangan, keterjangkauan dan kualitas makanan dan nutrisi. Namun, komponen yang disebut terakhir tidak termasuk dalam pembahasan penelitian ini.

(6)

“Model Revitalisasi Fungsi dan Peran Lumbung Pangan Desa” (lihat, gambar 5.1.)

Akhirnya…, tidaklah mungkin menuntut kesempurnaan manusia secara mutlak. Tiada gading yang retak. Segala kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan penulisan laporan penelitian ini, dimasa-masa yang akan datang sangat diharapkan. Selamat membaca

Assalamua’laikum Wr. Wb

(7)

DAFTAR ISI

1.1. Latar Belakang Masalah……… 1.2. Perumusan Masalah………..

11 11 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….….

2.1. Hubungan BMT-D dan Rawan Pangan (Kemiskinan)... 2.2. BMT-D: Model Pengembangan Kelembagaan Lumbung... 2.3. Konsep Ketahanan Pangan Pangan..………...…….. 2.4. Ketersediaan Pangan... 2.5. Keterjangkauan Pangan... 2.6. Manajemen Cadangan Pangan...………..…………... 2.7. Roadmap Penelitian... BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian... 3.2. Manfaat Penelitian...………...

(8)

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Cakupan Penelitian... 4.2. Populasi dan Sampel...……….... 4.3. Jenis dan Sumber Data……….………. 4.4. Metode Analisis Data... ………....………..… 4.5. Definisi Variabel ...………..…

5.1. Rumusan Model Peran Pemerintah Desa... 5.2. Rumusan Model Revitalisasi Fungsi dan Peran LPD...

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Gambar 5.1.

Roadmap Penelitian... Model Revitalisasi Fungsi dan Peran LPD...

(10)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis pangan telah benar-benar terjadi diberbagai belahan dunia. Hal ini ditandai dengan melonjaknya harga-harga pangan dunia seperti makanan pokok berupa gandum, kedelai, beras, dan jagung. Penurunan pasokan berdampak pada harga pangan di pasar dunia semakin melambung, sehingga mengakibatkan masyarakat miskin harus membayar lebih mahal dibandingkan orang kaya di negara maju.

Departemen Pertanian (1999) telah menetapkan isu ketahanan pangan sebagai salah satu fokus utama kebijaksanaan operasional pembangunan pertanian dalam Kabinet Gotong Royong (1999-2004), dan komitmen ini dilanjutkan dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009). Memantapkan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa.

(11)

Kejadian rawan pangan dan gizi buruk mempunyai makna politis yang negatif bagi penguasa. Bahkan di beberapa negara berkembang, krisis pangan dapat menjatuhkan pemerintahan yang sedang berkuasa (Ariani et al., 2006). Kejadian rawan pangan di tingkat rumah tangga dengan proporsi cukup besar masih ditemukan di daerah-daerah dengan ketahanan pangan tingkat regional (provinsi) maupun tingkat nasional terjamin (Saliem et al., 2001). Oleh karena itu pencapaian tingkat ketahanan pangan yang mantap di tingkat nasional maupun regional saja tidak cukup. Mantapnya ketahanan pangan tingkat desa dan tingkat rumah tangga serta individu merupakan sasaran pembangunan ketahanan pangan suatu Negara.

Pemerintah telah mengeluarkan PP No 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Intinya ketahanan pangan sangat penting untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Berbekal PP tersebut semestinya, ketahanan pangan menjadi agenda penting bagi pemerintah bersama masyarakat untuk dilaksanakan. Apalagi banyak komoditi penting yang sampai saat ini masih harus impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

(12)

1.2. Perumusan Masalah

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu sensitif bagi keamanan suatu bangsa. Secara umum, ketahanan pangan yang rapuh akan memicu terjadinya konflik. Jacques Diouf (2008) selaku Direktur Jenderal Badan Pangan Dunia (FAO), mengatakan bahwa kelangkaan pangan yang disusul melambungnya harga telah memicu kerusuhan, antara lain di Mesir, Kamerun, Haiti dan Burkina Faso.

Ketersediaan pangan yang cukup secara nasional ternyata tidak menjamin adanya ketahanan pangan tingkat wilayah (regional), pedesaan, serta rumah tangga individu. Hal ini ditunjukkan antara lain dari studi yang dilakukan oleh Saliem et al. (2004). Terkait dengan fakta tersebut maka masalah bagaimana mengelola ketersediaan pangan yang cukup tersebut agar dapat diakses oleh rumah tangga individu di masing-masing wilayah desa merupakan isu menarik untuk ditelaah. Pengelolaan pangan terkait dengan masalah bagaimana mengelola cadangan pangan, dalam hal ini manajemen cadangan pangan merupakan salah satu aspek yang belum banyak dikaji secara baik.

(13)

tentunya bukan sekedar terpenuhinya aspek ketersediaan pangan bagi masyarakat (rumah tangga) artinya pemerintah telah mampu meyediakan pangan bagi seluruh anggota masyarakatnya (Nainggolan, 2006), tetapi juga yang jauh lebih penting adalah aspek aksesibilitas (keterjangkauan) masyarakat (rumah tangga) terhadap bahan pangan. Daya beli rumah tangga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keterjangkauan pangan. Sementara, daya beli masyarakat sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan harga komoditas pangan.

Pertanyaan krusial-nya adalah seberapa besar keterjangkauan rumah tangga-rumah tangga (masyarakat) terhadap bahan pangan, khususnya beras di Kabupaten Sukoharjo? Total penduduk Sukoharjo pada tahun 2005 sebesar 817.108 jiwa atau 202.930 KK (PNPM, 2008), yang tersebar pada 12 kecamatan, 152 Desa dan 17 Kelurahan (Pemkab Sukoharjo, 2008). Dari 202.930 KK tersebut terdapat 90.701 KK yang termasuk dalam kategori KK Miskin dengan rincian per-kecamatan yaitu: 10.089 KK di Kecamatan Weru; 11.002 KK di Kecamatan Polokarto; 6.616 KK di Kecamatan Gatak; 7.567 KK di Kecamatan; 9.425 KK di Kecamatan Tawangsasri; 9.574 KK di Kecamatan Sukoharjo; 5.841 KK di Kecamatan Nguter; 7.796 KK di Kecamatan Bendosari; 8.307 KK di Kecamatan Mojolaban; 5.502 di Kecamatan Baki; 3.671 KK di Kecamatan Grogol dan 5.311 KK di Kecamatan Kartasura.

(14)

Nguter; 6 Desa di Kecamatan Bendosari dan 5 Desa di Kecamatan Polokarto (PNPM, 2008).

Data-data tersebut menunjukan adanya paradoksal bahwa predikat yang disandang Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu daerah lumbung pangan nasional dan merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang berhasil swasembada beras, kenyataan di lapangan menunjukan bahwa aksesibilitas (keterjangkauan) pangan dan atau ketahanan pangan rumah tangga di pedesaan masih sangat rendah. Sehingga dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana rumusan model peran pemerintah desa melalui lumbung pangan desa dalam pengelolaan stok (cadangan) pangan di daerah penelitian; dan 2. Bagaimana rumusan model revitalisasi fungsi dan peran lumbung pangan desa

(15)

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Mengacu pada tujuan penelitian ini dan jawaban atas tujuan penelitian yang

dibahas dalam bab “pembahasan hasil” dapat diambil beberapa kesimpulan:

(1) Secara umum, berdasarkan hasil observasi di lapangan kinerja lumbung

pangan desa (LPD) yang ada di desa-desa tertinggal sangat rendah, sehingga

tidak membantu petani untuk meningkatkan kesejahteraannya

(2) LPD di desa-desa tertinggal perlu diperluas fungsi dan perannya,

sebagaimana yang direkomendasikan penelitian ini dalam bentuk model

“Model Revitalisasi Fungsi dan Peran Lumbung Pangan Desa” (lihat,

gambar 5.1.). Hal ini sesuai amanat UU No 6 tentang Desa, dalam pasal 38

ayat 1 disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik

Desa yang disebut BUM Desa.

(3) BUMD tersebut bisa didirikan di desa-desa tertinggal dalam bentuk usaha

Baitul Mall Tamwil Desa (BMT-D)

7.2. Implikasi Kebijakan

Strategi dan kebijakan untuk menjaga ketahanan pangan nasional sekaligus

meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani adalah sebagai berikut:

Pertama, kebijakan yang berorientasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi

pedesaan (petani) sekaligus meningkatkan produksi pangan nasional. Kebijakan

(16)

petani memiliki luas lahan yang memberikan keuntungan untuk dikelola sekaligus

meningkatkan produktivitas usaha taninya. Dalam konteks Indonesia, kebijakan

ini dapat direalisasikan dalam wujud pembangunan areal pertanian baru yang luas

di luar Jawa untuk dibagikan kepada buruh-buruh tani (petani tanpa lahan), para

petani guram (petani berlahan sempit), para peladang berpindah, dan perambah

hutan yang diikuti dengan bimbingan budi daya pertanian secara modern serta

mekanisasi pertanian berorientasi komersial (agrobisnis). Dalam skala makro,

pemerintah juga harus mendorong kebijakan harga yang fair. Dalam hal ini sangat

penting adanya kebijakan harga dasar yang efektif dan penerapan tarif impor

secara simultan. Tetapi, tidak cukup hanya itu. Hendaknya semua parasit ekonomi

pertanian seperti penyelundup, tengkulak, pengijon, preman desa, rentenir, elite

desa dan kota, serta para birokrat yang terlibat dalam aktivitas langsung dan

kebijakan di lapangan supaya dibersihkan, baik keberadaan maupun perilaku

mereka. Sebab, kalau tidak, kenaikan harga pangan tidak akan dinikmati petani,

tetapi oleh para parasit ekonomi tersebut. Kebijakan berikutnya adalah

peningkatan akses petani terhadap kredit dan perbaikan kualitas pelayanan kredit,

menghilangkan lembaga pencari rente dan kelompok free rider, serta sebanyak mungkin memberikan dana berputar atau pinjaman lunak untuk perbaikan sarana

penyimpanan, transportasi, dan pemasaran hasil pertanian. Sedangkan akses

terhadap input produksi penting seperti pupuk dapat diwujudkan dengan

menerapkan kembali kebijakan subsidi pupuk. Selain itu, pemerintah pusat perlu

(17)

lahan tersebut. Dan, yang terakhir, tapi tidak kalah penting adalah introduksi

agroindustri pedesaan.

Kebijakan kedua adalah kebijakan yang berorientasi menjaga aspek

keterjangkauan pangan yang meliputi pemetaan wilayah-wilayah yang potensial

rawan pangan dan perbaikan akses serta ketersediaan logistik ke wilayah-wilayah

tersebut. Juga sangat penting untuk menerapkan program perlindungan sosial

berkala berupa program OPK (operasi pasar khusus) dan raskin (beras untuk

rakyat miskin)sebagai sarana indirect income transfer untuk kelompok-kelompok

miskin kronis. Untuk itu, perlu dilakukan pemetaan per daerah tingkat II tentang

jumlah dan sebaran kelompok tersebut. Pemetaan ini penting agar program

perlindungan sosialini dapat tepat sasaran. Kemudian juga harus dilakukan

kebijakan diversifikasi pangan. Kebijakan ini bertujuan membiasakan rakyat

mengonsumsi makanan sehari-hari dari berbagai jenis pangan. Dengan

terwujudnya kebiasaan makan yang baru tersebut, ketergantungan terhadap salah

satu komoditas pangan dapat direduksi.Di era desentralisasi ini, untuk

mengaplikasikan kebijakan ini pemerintah pusat perlu berkoordinasi dengan

pemerintah daerah agar terwujud kebijakan penganekaragaman pangan nasional

yang berbasis lokal. Alternatif kebijakan ini,antara lain, pertama, pengembangan

resource untuk produksi beragam pangan lokal termasuk dukungan kebijakan

harga, riset dan pengembangannya untuk memacu produktivitas komoditas lokal

nonberas di daerah. Kedua, pemberdayaan masyarakat lokal dengan pembinaan

(18)

berbagai jenis pangan lokal. Ketiga, pengolahan dan penyediaan berbagai jenis

bahan pangan dalam bentuk siap olah untuk masyarakat daerah.

Kebijakan ketiga adalah kebijakan yang berorientasi menjaga stabilitas

ketahanan pangan antarwaktu (musim). Kebijakan ini meliputi, pertama, impor

yang selektif dengan impor pangan tertentu hanya diizinkan untuk daerah-daerah

yang bukan terkategori sentra produksi pangan tersebut dan tidak dilakukan dalam

keadaan panen raya. Kedua, kebijakan yang bertujuan bagaimana melibatkan

masyarakat dalam fungsi mekanisme penyeimbang logistik antarmusim melalui

lembaga logistik tradisionalyang dikenal dengan nama lumbung desa. Hal ini

penting mengingat di era mendatang kemampuan lembaga logistik nasional

(Bulog) yang semakin berkurang sebagai penyeimbang logistik antarmusim.

Lumbung desa adalah institusi stok pangan lokal yang dulu cukup efektif sebagai

penyangga ketahanan pangan (buffer stock) masyarakat.

7.3. Keterbatasan Penelitian

Peneliti tidak berpretensi bahwa penelitian tentang ketahanan pangan ini,

telah menghasilkan output penelitian yang sempurna ke-akurasian-nya, namun ada

beberapa keterbatasan yang bisa diidentifikasi yaitu:

(1) Penelitian tidak memasukkan variabel “kualitas makanan dan nutrisi” yang

merupakan komponen penting dalam mengidentifikasi ketahanan pangan

rumah tangga.

(2) Penelitian yang dilakukan hanya sebatas identifikasi ketahanan pangan,

(19)

(3) Hasil penelitian belum mendeskripsikan bagaimana memformulasikan

sebuah model pengelolaan ketahanan pangan untuk mengatasi kerentanan

rumah tangga terhadap pangan di daerah penelitian.

7.4. Saran Penelitian Selanjut-nya

Berdasarkan beberapa keterbatasan yang telah di-identifikasi-kan tersebut,

peneliti mengharapkan kepada peneliti berikut-nya untuk menyempurnakan

penelitian ini dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

(1) Memasukkan variabel “kualitas makanan dan nutrisi” dalam analisis tentang

ketahanan pangan

(2) Kemungkinan dimasukkan analisis statistik (model regresi) dalam desain

penelitian berikutnya sehingga mendapatkan hasil yang lebih akurat.

(3) Proses dan prosedur penelitian diarahkan untuk hasil temuan bagaimana

mem-formulasi-kan sebuah model pengelolaan ketahanan pangan untuk

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, M., Saliem H.P., Hardoko G.S. dan Purwantini, T.B., (2006), “Analisis Wilayah Rawan Pangan dan Rawan Gizi Kronis Serta Alternatif Penanggulangannya”. Laporan Akhir Penelitian. PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta

Basuno, E., Suhaeti, R.N., Budi, G.S., Iqbal, M. dan Suradisastra, K. (2006), “Kaji Tindak (Action Research) Pemberdayaan Masyarakat Pertanian Daerah Tertinggal (Tahap II)”, Laporan Akhir Penelitian, PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

Departemen Pertanian (1999). “Ketahanan Pangan dan Kebijaksanaan Operasional Pembangunan Pertanian”. Departemen Pertanian, Jakarta.

Griffin, W.G. (2004). “Manajemen”. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Ilham, N. (2007). “Analisis profil Petani dan Pertanian Indonesia”. Laporan Akhir

Penelitian. PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian. Jakarta.

Irawan, B., Simatupang, P., Sugiarto, Supadi, Agustin N.K., Sinuraya, J.F. (2006), “Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan”. Laporan Akhir Penelitian. PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Irianto, G. (2008). “Menyelesaikan Konflik Pangan”. Opini Republika. PT Republika Media Mandiri. Jakarta.

Lakollo, E.M., Rusastra, I.W., Saliem H.P., Supriyati, Friyanto, S., dan Budi, G.S. (2007). “Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan: Analisis Perbandingan Antar Sensus Pertanian”. Laporan Akhir Penelitian. PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Mariyono, J. (2006), “Spatial and Temporal Analysis of Technical Efficiency In Indonesian Rice Agriculture With Two Alternative Model Specifications”.

Jurnal Empirika, 19 (2): 135-153. BPPE Fakultas Ekonomi UMS. Surakarta.

Nurmanaf, A.R., Sugiarto, Julin, A., Supadi, Agustin, N.K., Sinuraya, J.F., dan Zakaria A.K. (2005), “Panel Petani Nasional (PATANAS), Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Masyarakat Pedesaan: Analisis Profitabilitas Usahatani dan Dinamika Harga dan Upah Pertanian”. Laporan Akhir

Penelitian. PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

(21)

Pemerintah Desa Pabelan (2008), “Daftar Isian dalam Rangka Perlombaan desa”.

Un-Published

Sayaka, B., Ariani M., Siregar M., Supriadi, H., Ariningsih, E., Rahmanto, B., Asikin, A. (2005). “Analisis Pengembangan Agroindustri Berbasis Pangan Lokal Dalam Meningkatkan Keanekaragaman Pangan dan Pengembangan Ekonomi Pedesaan”. Laporan Akhir Penelitian. PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Saliem, H.P., Purwoto, A., Hardono, G.S., Purwantini, T.B., Supriyatna, Y., Marisa, Y. dan Waluyo (2005). “Manajemen Ketahanan Pangan Era Otonomi Daerah dan Perum Bulog”. PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

Ritonga, R. (2008). “Bukan Sekedar Ketahanan Pangan”. Opini Republika. PT Republika Media Mandiri. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Django implements a Python class, django.db.models.Model , to define data models that will be used in a website. A data model is a set of definitions that define the attributes

1. Berdasarkan petunjuk yang diberi, lorek dan tandakan tiga buah Negara yang mempunyai penduduk berlebihan dan tiga buah Negara yang mempunyai kurang penduduk dalam peta di

11 Juni 2013 tentang Penetapan Penyedia Barang / Jasa Kegiatan APBD Tahun Anggaran 2013 Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Kabupaten Labuhanbatu Selatan1. Nomor Paket

Konflik tenurial kehutanan Keberadaan TNGHS membuat Peme- rintah Daerah Kabupaten Lebak harus merelakan bertambahnya luas wilayah daerah mereka yang diserahkan kepada Taman

maka pejabat pengadaan Barang/Jasa yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris DPRD Kota. Jayapura Nomor : ,lTSlO2.l]SETWAN/201b, menetapkan Penyedia

Memiliki' kemampuan' pada' bidang' pekerjaan' yang' sesuai' untuk' Usaha' Mikro,' Usaha' Kecil,' dan' koperasi' kecil'

Jika salah satu dari prinsip induksi matematika tidak dipenuhi oleh suatu pernyataan P ( n ), maka P ( n ) salah, untuk setiap n bilangan asli.. Penguasaan kamu terhadap

Pengujian hipotesis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah terhadap prestasi belajar Akidah Akhlak siswa