• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan

Ekstrak Jantung Pisang Batu (Musa balbisiana Colla)

Diajukan untuk memenuhi syarat mata kuliah Praktikum Kimia Bahan Alam

Oleh: Fahri rachmat Anissa nurlely

Ameliani Sri suci mulyani

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

(2)

ii KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah subhanallahuwata’ala atas karunia yang tak terhingga dengan selesainya penyusunan makalah yang berjudul “

Uji

Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Jantung Pisang Batu (Musa

balbisiana Colla)

”. Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat berpartisipasi dalam membangun kemajuan ilmu pengetahuan bangsa dan dapat bermanfaat bagi kehidupan

masyarakat Indonesia. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan

yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih,

terutama kepada :

1. Dosen Pembimbing kami Eka Rizky Amelia S.Si

2. Kepala Laboratorium Kimia yang telah mengizinkan kami melakukan penelitian ini.

3. Serta pihak-pihak yang tak sempat disebutkan yang telah membantu atas bantuan dan

dukungan yang tak terhingga, mohon maaf atas kekhilafan penulis.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan riset di bidang pangan

khususnya dan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Penulis menyadari akan

kekurangan yang tak dapat dihindari pada makalah ini, sehingga masukan kiritik dan saran

sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.

Ciputat, 20 Oktober 2013

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pisang ... 4

2.2 Pisang Batu ... 6

2.3 Jantung Pisang ... 7

2.4 Ekstraksi ... 8

2.5 Metode Ekstraksi ... 9

2.5.1 Maserasi ... 9

2.5.2 Perkolasi ... 9

2.5.3 Sokletasi ... 10

2.6 Fitokimia ... 10

2.6.1 Alkaloid ... 11

2.6.2 Flavonoid ... 12

2.6.3 Terpenoid ... 12

2.6.4 Saponin ... 13

2.6.5 Kuinon ... 13

2.6.6 Tanin ... 14

2.6.7 Polifenol ... 14

(4)

iv BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alam ... 17

3.3 Metode Penelitian ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi ... 23

4.2 Uji Fitokimia ... 24

4.3 Uji Aktivitas Antioksidan ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pisang (Musa balbisiana Colla) merupakan tanaman buah-buahan tropika yang berasal dari Asia Tenggara, Brazil dan India. Di Asia Tenggara, pisang diyakini

berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Pisang telah lama berkembang di

India yaitu sejak 500 tahun sebelum masehi dan menyebar sampai ke daerah Pasifik.

Pisang memiliki peranan penting di Indonesia karena dikonsumsi oleh konsumen

tanpa memperhatikan tingkat sosial (Satuhu dan Supriadi, 2000). Indonesia

merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang,baik pisang segar, olahan dan

pisang liar. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia. Sentra produksi pisang

di Indonesia tersebar di 16 provinsi, 70 kabupaten. Provinsi tersebut antara lain NAD,

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Riau, Jawa Timur

,Jawa Barat, Jawa Tengah ,Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. Selama periode 1995 sampai

2002 luas panen pisang berfluktuasi, namun pada tahun 2003-2004 cenderung

meningkat (BPS, 2003).

Di Indonesia tanaman pisang adalah tanaman yang multiguna, selain buahnya

yang digunakan sebagai bahan konsumsi, daunya juga dapat digunakan sebagai

pembungkus dan bakal buahnya atau yang sering dikenal sebagai jantung pisang

digunakan sebagai sayur. Pisang memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat,

vitamin, mineral, air, lemak dan protein(Direktor Jenderal Bina Reproduksi

Hortikultura, 2003).

Selain itu, pisang merupakan jenis buah yang mengandung banyak senyawa

kimia yang bersifat antioksidan. Penelitian terhadap pisang menunjukan bahwa pisang

tersebut banyak mengandung phenolik serta karotene (Fatemeh et al.,2012). Selain pada buah pisang, antioksidan juga terdapat pada kulit pisang. Antioksidan yang

terdapat pada kulit pisang memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingan dengan

(6)

- 2 - Penelitian-penelitian mengenai aktivitas antioksidan pada buah maupun kulit

pisang sudah banyak dilakukan namun, penelitian-pennelitian tersebut belum banyak

menggunakan bakal buah atau jantung pisang khususnya jantung pisang batu (Musa balbisiana Colla). Selain itu pisang batu merupakan holtikultura asli Indonesia.Oleh karna itu, penelitian ini dilakukan guna mengetahui senyawa antioksidan pada

Jantung pisang (Musa balbisiana Colla) serta aktivitas antioksidan yang terdapat pada Jantung pisang (Musa balbisiana Colla). Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi serta manfaat yang berguna bagi dunia kesehatan maupun

dunia pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang timbul pertanyaan, senyawa antioksidan apa yang

terdapat pada Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla) serta bagaimanakah aktifitas antioksidan dari ekstrak etil asetat dan etanol Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla).

1.3. Hipotesis

Aktifitas jantung pisang (Musa balbisiana Colla). Memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Senyawa antioksidan yang terdapat pada jantung pisang (Musa balbisiana Colla) yaitu flavonoid.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1.4.1. Mengetahui senyawa antioksidan yang terdapat pada Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla).

1.4.2. Mengetahui aktifitas antioksidan dari ekstrak etil asetat dan kloroform Jantung

Pisang (Musa balbisiana Colla).

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1.5.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

manfaat Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla) sebagai sumber antioksidan kepada masyarakat dan sebagai dasar ilmiah dalam pengembangan dan

(7)

3 1.5.2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

aktifitas antioksidan dari ekstrak Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla) dengan pelarut etil asetat dan etanol sebagai dasar ilmiah dalam

(8)

- 4 - BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Pisang

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia

Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika

(Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Menurut Ahli sejarah dan botani

mengambil kesimpulan, bahwa tanaman pisang berasal dari Asia Tenggara yang

disebarkan oleh para penyebar agama Islam (Satuhu dan Supriyadi, 2004). Di Jawa

Barat, pisang biasa disebut dengan Cau sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur

dinamakan sebagai gedang.

Menurut Astawan (2005) kata pisang berasal dari bahasa Arab, yaitu ”maus” yang oleh Linneus dimasukkan ke dalam keluarga Musaceae untuk memberikan

penghargaan kepada Antonius Musa, dokter pribadi kaisar Romawi (Octaviani

Agustinus) yang menganjurkan untuk memakan pisang. Itulah sebabnya dalam bahasa

Latin, pisang disebut Musa paradisiacal. Tanaman pisang termasuk dalam kingdom Plantae filum Spermatophyte, kelas Angiospermae, subkelas Monocotyledone, ordo Scitamineceae, family Musaceae (Anonim, 2005), Spesies Musa Spp dan terdiri dari dua genus yaitu Ensente dan Musa. Genus Musa dibagi menjadi empat golongan yaitu

Australimusa, Eumusa, Callimusa, Rodochlamys. Australimusa dan Eumusa adalah

golongan yang banyak dimanfaatkan sebagai buah konsumsi. Golongan Eumusa

adalah golongan yang saat ini paling banyak dibudidayakan. Kultivar pisang yang

dapat dimakan dan terkenal sekarang merupakan hasil persilangan dari dua spesies

liar anggota Eumusa yaitu Musa acuminata (AA) dan Musa balbisiana (BB) (Simmonds, 1959). Hasil persilangan pisang budidaya diploid tersebut menghasilkan

turunan hibrid steril baik diploid, triploid maupun tetrapolid dengan genom AB,

AAA, AAB, ABB dan seterusnya.

Menurut Satuhu dan Supriyadi (2004) pisang merupakan tanaman yang mudah

tumbuh di sembarang tempat. Namun, agar produktivitas tanaman optimal, sebaiknya

ditanam di dataran rendah. Dimana ketinggian tempat harus di bawah 1000 meter di

atas permukaan laut. Di atas itu, produksi pisang kurang optimum dan waktu berbuah

(9)

5 adalah iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Oleh karena itu,

pisang memberikan hasil yang baik pada musim hujan dan hasil yang kurang

memuaskan pada musim kemarau. Jenis tanah yang disukai tanaman pisang adalah

tanah liat yang mengandung kapur atau tanah alluvial dengan pH antara 4.5-7.5

(Satuhu dan Supriyadi, 2004).

Tanaman pisang sangat banyak membutuhkan zat mineral seperti kalium dan

fosfor untuk pertumbuhannya (Munadjim, 1983). Mineral ini banyak terdapat di

dalam tanaman yang telah membusuk seperti sampah, kompos dan lain-lain. Di

samping itu, mineral kalium dan fosfor banyak terdapat di dalam tanah yang

mengandung kapur. Tanaman pisang yang ditanam pada tanah biasa dapat tumbuh

dengan subur dan memiliki produktivitas yang tinggi jika dilakukan pemupukan yang

mengandung kalium dan fosfat (Rusmianto, 2007). Berikut adalah nilai kandungan

gizi pada buah psang per 100 gram bahan dalam tabel 1.

Pisang adalah bahan pangan yang bergizi merupakan sumber karbohidrat,

protein, vitamin, dan mineral. Komponen karbohidrat terbesar pada buah pisang

adalah pati pada daging buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan

fruktosa pada saat pisang matang (15-20 %) (Bello et al., 2000). Berdasarkan jenisnya pisang di kelompokkan menjadi empat jenis yaitu (1) pisang yang dapat

dimakan langsung buahnya tanpa dimasak contohnya pisang kepok, susu, hijau,

(10)

- 6 - (diolah terlebih dahulu) contohnya pisang tanduk, oli dan kapas. (3) Pisang yang

diambil seratnya dimanfaatkan untuk keperluan tekstil dengan memanfaatkan serat

batangnya. Pisang ini disebut sebagai pisang manila karena di duga berasal dari

Manila., dan pisang berbiji yaitu pisang batu (pisang klutuk).

2.2 Pisang Batu

Berdasarkan jenisnya pisang batu termasuk ke dalam jenis pisang berbiji yaitu

M.usa brachycarpa Back yang di Indonesia daunnya sering dimanfaatkan (Hendro Sunaryono, 2003:41). Nama lain dari tanaman ini yaitu Musa balbisiana Colla atau pisang klutuk, pisang biji dan pisang bereng. Pisang batu merupakan tanaman yang

dijumpai sebagai tanaman liar atau dibudidayakan, dan diduga bahwa pisang yang

umumnya dibudidayakan sekarang merupakan turunan dari Musa balbisana Colla dan Musa acuminate Colla yang banyak memiliki keanekaragaman di Muangthai,

Malaysia, Indonesia, dan Papua Nugini (Anonim 1977). Tanaman budidaya biasanya

tidak diambil daging buahnya tetapi diambil bagian daunnya sebagai kemasan

pembungkus karena daunnya lebih tebal (banyak mengandung lapisang lilin)

dibandingkan daun pisang jenis lain sehingga tidak mudah sobek atau rusak ketika

diguna-kan (Irbi’ati 2002).

Tanaman pisang batu memiliki ciri-ciri pertumbuhan yaitu bersemak,

berumpun, tinggi tanaman 3 meter dengan lingkar batang 60-70 cm, memiliki batang

semu, berpelepah, berwarna hijau dengan atau tanpa coklat kehitaman, memiliki daun

tunggal yang panjangnya 60-200cm, bentuk lanset memanjang, mudah koyak, pada

permukaan bawah daun berlilin, tandan buah mencapai panjang 80-100 cm, jantung

berbetuk bulat telur memiliki daun pelindung (kelopak luar) berwarna ungu dan

sebelah berwarna merah, mudah rontok, mahkota bunga segitiga berwarna putih

kekuningan. Buah bulat memanjang tersusun seperti sisir dua baris, berwarna hijau.

Biji kecil bulat dan hitam, Daging buah putih atau kekuning-kuningan, rasa kurang

manis dan tekstur agak kasar (Anonim, 2006).

Bagian dari tanaman pisang batu yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

yaitu bagian buah, akar dan daun. Buah pisang batu memiliki biji yang dapat

membedakan jenis pisang ini dari pisang lainnya. Selain memiliki biji, daun pisang

(11)

7 tradisional. Kandungan kimia yang dimiliki oleh pisang batu yaitu serotonin dan

norepinefrin yang berfungsi sebagai penenang bagi tubuh.

2.3 Jantung Pisang

Jantung pisang merupakan nama lain dari bunga pisang karena bentuknya

menyerupai jantung. Jantung pisang adalah salah satu bagian dari tanamanpisang

yang mempunyai warna merah keunguan. Menurut Simonds (1962, dalam

Pazmino-Duren et al,. 2001), variasi pada jantung pisang berhubungan dengan kandungan

antosianin yang terdapat di dalamnya. Dengan adanya antosianin tersebut pada

tanaman pisang menyebabkan tanaman pisang akan tumbuh sepanjang tahun dan

mudah dibudidayakan. Pada umumnya jantung pisang dimanfaatkan untuk dibuat

sayur karena memiliki kandungan gizi yaitu protein, lemak, karbohidrat, kalsium,

besi, fosfor, vitamin A, B dan vitamin C. Selain dibuat sayur, jantung pisang dapat

pula dibuat manisan, acar, maupun lalapan. Namun, jantung pisang belum

dimanfaatkan secara optimal, bahkan sering dibuang begitu saja. Menurut Satuhu dan

Supriyadi (2004), bunga jantung pisang berkelamin satu dan berumah satu dalam

tandan. Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun

pelindung bunga atau seludang yang berada di luar berwarna merah tua dan di dalam

berwarna putih kekuningan, daun pelindung berlilin dan mudah rontok denganpanjang

10-25 cm. Bunga tersusun dalam dua baris melintang. Rangkaian bunga pada pangkal

merupakan bunga betina dan bisa menjadi buah. Rangkaian bunga bagian tengah

merupakan bunga sempurna dan dapat menjadi buah. Sedangkan bunga yang berada

di bagian pucuk adalah bunga jantan dan tidak bisa menjadi buah. Bunga betina

berada di bawah bunga jantan (jika ada). Lima daun tenda bunga melekat sampai

tinggi, panjangnya 6-7 cm. Benang sari 5 buah pada bunga betina tidak sempurna,

bakal buah persegi, sedangkan pada bunga jantan tidak ada benang sari (Rusmianto,

2007).

Menurut Putro dan Rosita (2006), jantung pisang terdiri dari empat rasa.

Keempat rasa tersebut yaitu :

a. Rasa gurih dan hambar, terdapat pada jantung pisang kepok, jantung pisang batu

(klutuk), dan jantung pisang hutan.

b. Rasa asam, terdapat pada jantung pisang marlin, jantung pisang kole dan jantung

(12)

- 8 - c. Rasa sepat, terdapat pada jantung pisang susu, tanduk dan jantung pisang raja.

d. Rasa pahit, terdapat pada jantung pisang ambon putih dan jantung pisang nangka.

Jantung pisang memiliki nilai gizi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.

Komposisi nilai gizi dari setiap jantung pisang berbeda-beda, hal ini dikarenakan jenis

dan tempat pertumbuhannya berbeda-beda pula. Komposisi gizi jantung pisang

disajikan pada Tabel 2

bermanfaat bagi tubuh manusia.Jantung pisang klutuk atau yang lebih dikenal dengan

jantung pisang batu merupakan jenis jantung pisang yang memiliki nilai gizi tertinggi

jika dibandingkan dengan jantung pisang lainnya. Jantung pisang batu memiliki warna

seludang merah hati sehingga jantung pisang batu dapat dibedakan dari jantung pisang

lainnya.

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan

bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang

diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching

adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya.

Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian

dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi

dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven

pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut

dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena

(13)

9 kemampuan kelarutan yang berbeda dari komponen-komponen yang terdapat di

dalam campuran (Bernasconi, et al, 1987).

2.5 Metode Ekstraksi

Terdapat beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang sering

digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut :

2.5.1 Maserasi

Menurut Guenther (1987), maserasi adalah proses perendaman sampel

dengan pelarut organic yang digunakan pada temperature ruang. Umumnya

perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut

baru. Namun dari beberapa penelitian melakukan perendaman hingga 72 jam.

Selama proses perendaman, cairan akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Kemudian zat aktif akan larut

dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa

tersebut terus berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan

antara larutan di luar sel dengan larutan di dalam sel. Keuntungan cara

ekstraksi dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

sederhana. Namun metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu cara

pengerjaannya yang lama dan ekstraksi yang kurang sempurna (Anonim

2013a).

2.5.2 Perkolasi

Perkolasi merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan

mengalirkan pelarut melalui bahan sehingga komponen dalam bahan tersebut

tertarik ke dalam pelarut (Anonim 2013 a). Pada prinsipnya, serbuk sampel

ditempatkan di dalam suatu bejana silinder yang dibawahnya diberikan sekat

berpori. Kemudian cairan pelarut dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk

tersebut sehingga akan melarutkan zat aktif (Lestari, 2008).

Keutamaan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,

kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adesi, daya

kapiler dan daya geseran (friksi). Hasil perkolasi disebut perkolat. Perkolasi

(14)

- 10 - proses perkolasi, terjadi partisi komponen yang diekstraksi, antara bahan dan

pelarut. Dengan pengaliran pelarut secara berulang-ulang, maka semakin

banyak komponen yang tertarik.

Kelemahan dari metode ini yaitu diperlukan banyak pelarut dan waktu

yang lama, sedangkan komponen yang didapat relatif tidak banyak.

Keuntungannya adalah tidak memerlukan pemanasan sehingga teknik ini baik

untuk substansi termolabil (yang tidak tahan terhadap panas) (Anonim 2013 a).

2.5.3 Sokletasi

Sokletasi adalah proses ekstraksi dimana sampel yang akan diekstraksi

ditempatkan dalam suatu timbel yang permeabel (kertas saring) terhadap

pelarut dan diletakkan di atas tabung destilasi, dididihkan dan

dikondensaasikan di atas sampel. Kemudian kondesat akan jatuh ke dalam

timbel dan merendam sampel dan diakumulasi sekeliling timbel. Setelah

sampai batas tertentu, pelarut akan kembali masuk ke dalam tabung destilasi

secara otomastis. Proses ini berulang terus dengan sendirinya di dalam alat

sampai ekstraksi terjadi sempurna (Anonim, 2013a). Ekstraksi sempurna

ditandai apabila cairan di kertas saring tidak berwarna lagi, tidak tampak noda

jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali (Sukandar et al., 2013).

2.6 Fitokimia

Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, sedangkan dalam arti luas fitokimia

adalah segala jenis zat kimia atau nutrient yang diturunkan dari tumbuhan. Menurut

Sukandar et al,. (2013), fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto adalah

tumbuhan dan Chemical adalah zat kimia. Dengan demikian fitokimia merupakan zat

kimia alami yang terdapat di dalam tumbuhan dan dapat memberikan rasa, aroma atau

warna pada tumbuhan itu. Akan tetapi senyawa fitokimia tidak termasuk kedalam zat

gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral maupun air.

Fitokimia adalah salah satu ilmu yang mempelajari berbagai senyawa

organik yang dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia,

biosintetis, perubahan dan metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi

biologis dari senyawa organik (Anonim, 2013 a). Sampai saat ini sudah sekitar

(15)

11 (Anonim, 2013 a). Secara garis besar, fitokimia terdiri dari alkaloid, flavonoid,

terpenoid, saponin, kuinon dan tannin.

2.7 Jenis-Jenis Senyawa Fitokimia

2.7.1 Alkaloid

Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang

kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tumbuhan (tetapi ini tidak

mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida,

protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak

digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral

yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini

(Anonim, 2013b).

Menurut Sastrohamidjojo (1995), sifat fisika dari senyawa alkaloid

yang telah diisolasi merupakan padatan Kristal dengan titik lebur yang tertentu

atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang termasuk amorf

dan beberapa seperti nikotin (20) dan konini (21) berupa cairan. Kebanyakan

alkaloid tersebut tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks,

spesies aromatic berwarna (contoh, berberin (22) berwarna kuning dan betanin

(23) merah). Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut

organic, meskipun pseudo dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid

dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.

Sedangkan sifat kimia dari alkaloid menurut Sastrohamidjojo (1995),

adalah bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan electron

pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat

melepaskan electron, sebagai contoh gugus alkil, maka ketersediaan electron

pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Sebaliknya apabila gugus

fungsional yang berdekatan bersifat menarik electron (contoh, gugus karbonil0

maka ketersediaan pasangan electron berkurang dan pengaruh alkaloid yang

ditimbulkan dapat bersifat netral atau sedikit asam. Contohnya adalah senyawa

(16)

- 12 - 2.7.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit

sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman

(Rajalakshmi dan S. Narasimhan, 1985). Flavonoid termasuk dalam golongan

senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6 (White dan Y. Xing, 1951;

Madhavi et al., 1985; Maslarova, 2001) (Gambar 1). Kerangka flavonoid

terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah

berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin

ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya

(Hess, tt). Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di

sekitar molekulnya (Cook dan S. Samman, 1996).Berbagai jenis senyawa,

kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu kelompok

antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan buah, telah

banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara

mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat

logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung rantai samping glukosa)

atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon (Cuppett et al.,1954).

2.7.3 Terpenoid

Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari

senyawa terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak

dihasilkan oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul

terpen adalah (C5H8)n. Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini

disebabkan karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren. Secara

(17)

13 berupa rantai terbuka atau siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus

hidroksil, karbonil atau gugus fungsi lainnya (Anonim 2012).

2.7.4 Saponin

Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid

atau triterpena. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas

diantaranya meliputi: immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus,

anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek

hypokholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam, misalnya:

terasa manis, ada yang pahit, dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan

emulsi, dapat menyebabkan hemolisis. Dalam pemakaiannya saponin bisa

dipakai untuk banyak keperluan, misalnya dipakai untuk membuat minuman

beralkohol, dalam industry pakaian, kosmetik, membuat obat-obatan, dan

dipakai sebagai obat tradisional. Biarpun saponin bisa diisolasi dari binatang

tingkat rendah, sebenarnya saponin ditemukan terutama dalam

tumbuh-tumbuhan. Namanya diambil dari Genus suatu tumbuhan yaitu Saponaria,

akar dari famili Caryophyllaceae dapat dibuat sabun. Saponin juga bisa

didapatkan dalam beberapa famili tumbuhan yang lain (Anonim, 2013c).

2.7.5 Kuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar

seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang

berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbo-karbon. Untuk tujuan

identifikasi kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon,

naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama

biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam

bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida ataudalam bentuk kuinol

(Harborne, 1987).

Senyawa-senyawa kuinon merupakan zat warna yang terdapat dalam

tumbuh-tumbuhan yang berasal dari turunan senyawa aromatik. Menurut Hart (1983: 273)“Kuinon merupakan golongan senyawa karbonil yang unik. Senyawa ini merupakandiketon terkonjugasi siklik. Contoh paling sederhana

(18)

- 14 - berupa pigmen alami yang digunakansebagai zat warna”.Warna pigmen kuinon alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai kehampir hitam, dan

struktur yang telah dikenal jumlahnya lebih dari 450. Walaupun mereka

tersebar luas dan strukturnya sangat beragam, sumbangannya terhadap

warnatumbuhan tinggi nilai nisbi kecil. Jadi, pigmen ini sering terdapat dalam

kulit, galihatau akar, atau dalam jaringan lain (misalnya daun), tetapi pada

jaringan tersebutwarnanya tertutupi pigmen lain.

2.7.6 Tanin

Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa

tanaman. Tanin mampu mengikat protein, sehingga protein pada tanaman dapat

resisten terhadap degradasi oleh enzim protease di dalam silo ataupun rumen

(Kondo et al., 2004). Tanin selain mengikat protein juga bersifat melindungi

protein dari degradasi enzim mikroba maupun enzim protease pada tanaman

(Oliveira et al., 2009), sehingga tanin sangat bermanfaat dalam menjaga

kualitas silase. Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam

senyawa polifenol (Deaville et al., 2010). Tanin mempunyai kemampuan

mengendapkan protein, karena tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan

fungsional yang kuat dengan molekul protein yang selanjutnya

akanmenghasilkan ikatan silang yang besar dan komplek yaitu protein tanin.

Tanin mempunyai berat molekul 0,5-3 KD. Tanin alami larut dalam air dan

memberikan warna pada air, warna larutan tanin bervariasi dari warna terang

sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap tanin memiliki warna

yang khas tergantung sumbernya (Ahadi, 2003).

2.7.7 Polifenol

Senyawa yng termasuk kedalam polifenol ini adalah semua

senyawayang memiliki struktur dasar berupa fenol. Fenol sendiri merupkan

struktur yangterbentuk dari benzena tersubtitusi dengan gugus –OH. Gugus –

OH yang terkandungmerupakan aktivator yang kuat dalam reaksi subtitusi

(19)

15 Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada

tumbuhan. Polifenol (polyphenol) merupakan senyawa kimia yang bersifat

antioksidan kuat. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus

fenol dalam molekulnya. Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu

tumbuhanseperti warna daun saat musim gugur. Pada beberapa penelitian

disebutkan bahwa kelompok polifenol memiliki peran sebagai antioksidan yang

baik untuk kesehatan. Antioksidan polifenol dapat mengurangi risiko penyakit

jantung dan pembuluh darah dan kanker. Terdapat penelitian yang

menyimpulkan polifenol dapat mengurangi risiko penyakit Alzheimer.

2.8 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau

lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam

(Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu

antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).

Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih,

sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan

eksogen. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum

diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif

yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001; Sunarni, 2005). Antioksidan alami mampu

melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif,

mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat

peroksidae lipid pada makanan. Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan

alami terjadi beberapa tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai

gugus hidroksi dalam struktur molekulnya (Sunarni, 2005).

Antioksidan adlah senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan

mencegah terjadinya reaksi oksidasi. Winarno (2002) menyatakan bahwa antioksidan

adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.

Mekanisme kerja dari antioksidan tersebut yaitu :

(20)

- 16 - atau mengubahnya kebentuk yang lebih stabil, sementara turunan dari

radikal antioksidan (A*) tersebut memilki keadaan lebih stabil

dibandingkan dengan radikal lipida.

b. Memperlambat laju antioksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autiiksidasi dengan pengubahan radikal

(21)

17 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Pada penelitian kali ini di lakukan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT)

Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) pada bulan September dan Oktober 2013.

3.2. Bahan Dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jantung pisang batu kering

dan basah , pelarut teknis klroroform , pelarut teknis etil asetat, pelarut teknis etanol,

akuades, kertas saring , aluminium foil, metanol, DPPH,HCI 2%, FeCl3 1,%,NaOH 2

N, sebuk Mg, reagen lieberman-burchard, reagen mayer, reagen dragendorff. Alat

yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah blender, rotary evaporator, soklet, vorteks,serta alat-alat gelas.

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian di bagi menjadi dua yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian lanjutan Penelitian pendahuluan terdiri dari persiapan sampel melalui

proses ekstraksi bertingkat dan persiapan larutan hasil ekstraksi. Sedangkan penelitian

lanjutan terdiri dari aktivitas antioksidan dengan metode DPPH free radical

(22)

- 18 -

3.3.1. Persiapan sampel

3.3.1.1. Proses Ekstrasi

Pada penelitian pendahuluan dilakukan ekstraksi

jantung pisang yang sudah dikeringkan kemudian akan diuji

aktivitas antioksidannya. Ekstraksi dilakukan menggunakan

metode maserasi bertingkat dengan tiga pelarut yang berbeda

kepolarannya, yaitu kloroform, etil asetat, dan etanol. Pelarut

yang perbandingan pe;arut yang digunakan aalah sampai

pelarut merendam jantung pisang yang ingin dimaserasi dan

proses ekstraksi dilakukan selama 3 x 24 jam dengan

menngunakkan erlenmeyer yang ditutupi dengan alumunium

(23)
(24)

- 20 - 3.3.1.2. Pembuatan Konsentrasi Sampel

Ekstrak jantung pisang hasil pemekatan ditimbang

sebanyak 0,1 gram kemudian dilarutkan kedalam 20 mL pelarut

yang digunakan saat ekstraksi pada peelitian digunakan

kloroform, etanol, etil asetat, dan metanol (5000 ppm). Dari

5000 ppm larutan dibuat kedalam bebrbagai konsentrasi (100

ppm, 50 ppm, 25 ppm,12,5 ppm, 6,25 ppm, 3,175 ppm).

3.3.2. Penelitian Lanjutan

3.3.2.1. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH free radical

(25)

21 Pada tahap ini dilakukan uji aktivitas antioksidan

terhadap ekstrak jantung pisang .Pengujian aktivitas

antioksidan lanjut ini dengan menggunakan metode DPPH

(Hatano et al., 1988). Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode ini berdasarkan pada DPPH free radical scavanging activity. Sebanyak 2 mL larutan sampel yang sudah diukur dengan berbagai konsetrasi (100 ppm, 50 ppm, 25 ppm,12,5

ppm, 6,25 ppm, 3,175 ppm) dimasukkan kedalam tabung reaksi

kemudian ditambahkan dengan 2 mL DPPH 0,002% (dilakukan

dalam ruang gelap). Setiap konsentrasi dibuat duplo. Kemudian

dikocok dan diinkubasi pada suhu 37 selama 30 menit lalu

diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (panjang gelombang

DPPH = 517 nm). Selanjutnya dihitung nilai presentase inhibisi

yang diwakili oleh IC50 dengan rumus sebagai berikut :

Persen inhibisi = x 100%

Dimana nilai persen inhibisi sebagai absis (x) dan konsentrasi

ekstrak sebagai ordinat (y)

3.3.3. Uji Fitokimia

3.3.3.1. Pengujian golongan terpenoid dan steroid

Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam

tabung reaksi kemudian ditambahkan beberapa tetes reagen

Liberman-Burchard ke dalam tabung tersebut (positif

triterpenoid jika terbentuk cincin kecoklatan atau violet dan

positif steroid jika berwarna hijau).

(26)

- 22 - Ekstrak tanaman sebanyak 2mL dikocok dengan

menggunakan vortex ( positif jika terdapat busa yang stabil

selama ±10 menit).

3.3.3.3. Pengujian golongan alkaloid

Ekstrak tanaman sebanyak 4 mL dimasukkan kedalam

tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan 0,5 mL HCl 2%

ke dalam tabung tersebut. Setelah itu divortex dan dibagi

kedalam 2 tabung. Tabung pertama ditambahkan 2-3 tetes

Reagen Dragendorf (positif alkaloid jika terdapat endapan

jingga), sedangkan tabung kedua ditambahkan 2-3 tetes Reagen

Meyer (positif alkaloid jika terdapat endapan kuning).

3.3.3.4. Pengujian golongan flavonoid

Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam

tabng reaksi kemudian ditambahkan sedikit serbuk Mg kedalam

tabung tersebut dan 1 mL HCl 2% (positif flavonoid jika timbul

busa dan berwarna bening-oranye).

3.3.3.5. Pengujian golongan kuinon

Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam

tabung reaksi kemudian ditambahkan NaOH 2 N 1 mL kedalam

tabung reaksi tersebut dan dikocok (positif jika berwarna

merah).

3.3.3.6. Pengujian golongan tanin

Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam

tabung reaksi lalu ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1% kedalam

tabung tersebut dan dikocok (positif jika berwarna hjau

(27)

23 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi

Proses ekstraksi jatung pisang batu dilakukan dengan cara maserasi

bertingkat. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar zat aktif dalam sampel bisa

diekstraksi secara maksimal. Selain itu perbedaan pelarut yang digunakan bertujuan

untuk mengekstraksi zat aktif yang berbeda polaritasnya sehingga bisa diekstraksi

dengan baik.

Sampel kering yang telah dipotong kecil-kecil ditimbang sebanyak 50 gram

yang kemudian dimaserasi menggunakan kloroform sebagai pelarut semi polar yang

akan mengekstraksi senyawa non polar dalam jaringan sampel. Maserasi dilakukan

selama 3x24 jam dalam suhu ruang. Kemuadian ekstrak tersebut di pekatkan dengan

rotary evaporator. Selanjutnya, dengan sampel yang sama maserasi dlanjutkan

dengan etil asetat dengan cara yang sama seperti maserasi menggunakan kloroform

dan maserat terakhir menggunakan etanol sebagai pelarut polar yang akan

mengekstraksi senyawa polar dari jaringan jantung pisang batu.Cara maserasi

bertingkat ini memaksimalkan ekstraksi senyawa aktif dari sampel.

Selanjutnya ekstraksi dilakukan dengan cara sokletasi menggunakan

pelarut methanol. Cara sokletasi ini memisahkan zat dari jaringan sampel jantung

pisang batu dengan cara melarutkan zat tersebut dengan pelarut yang diuapkan dan

diembunkan seolah pelarut yang digunakan selalu baru. Cara ini cukup efektif

mengingat pelarut yang digunakan dalam jumlah yang sama tetapi kemampuan

melarutkannya seperti pelarut baru dimana pelarut itu belum jenuh dengan senyawa

yang diekstrak. Hasil dari setiap ekstraksi dilanjutkan dengan uji fitokimia. Hasil

pekat ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4. 1 Hasil pekat ekstrak jantung pisang batu

(28)

- 24 - 4.2 Uji Fitokimia

Uji fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui senyawa metabolit

sekunder dari sampel. Dalam hal ini senyawa-senyawa metabolit sekunder yang

terdapat dalam jantung pisang batu diuji secara kualitatif menggunakan berbagai

macam pereaksi. Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.2

Secara umum hasil uji fitokimia dari jantung pisang batu berhasil negatif.

Tetapi ada beberapa senyawa yang positif yaitu flavonoid, steroid, tannin dan

polifenol. Hasil uji fitokimia terhadap senyawa metabolit sekunder tersebut tidak

merata pada setiap ekstrak. Hal tersebut terjadi karena perbedaan karakteristik

pelarut yang sangat penting saat ekstraksi. Senyawa tertentu hanya bisa diekstraksi

oleh pelarut tertentu. Selain itu polaritas pelarut sangat berperan penting dalam

ekstraksi yang akan memepengaruhi hasil dari uji fitokimianya.

Tabel 4. 2 Hasil uji fitokimia ekstrak jantung pisang batu

Senyawa

Jantung pisang batu menunjukan reaksi positif terhadap uji flavonoid pada

sampel kering dan hasil sokletasi yang menggunakan methanol. Uji Flavonoid

positif jika menunjukan warna merah atau jingga. Hasil uji flavonoid pada sampel

kering dan hasil sokletasi menunjukan warna merah jambu. Warna merah atau

jingga yang menunjukan adanya flavonoid ini disebabkan terbentuknya garam

(29)

25

Perubahan warna pada identifikasi flavonoid adalah sifat alami flavonoid

sebagai indikator alami dimana penambahan HCl akan menyababkan larutan

bersuasana asam. Pada suasana ini yang diamati adalah perubahan warna jika

terdapat senyawa flavonoid pada sampel. Ditinjau dari reaksi yang terjadi pada

identifikasi senyawa flavonoid, penambahan serbuk Mg betujuan untuk mengikat

anion Cl yang merupakan hasil samping reaksi. Garam flavilium akan berwarna

merah pada suasana asam dan tidak berwarna pada suasana netral.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lydia et al., (2009) jantung pisang batu diketahui memiliki senyawa antosianin berupa delfinidin dan sianidin.

Kedua senyaa ini memiliki struktur yang tidak terlalu kompleks sehingga dapat

terekstrak dan teridentifikasi meski dalam jumlah yang kecil. Antosianin

menurapakan senyawa yang merupakan pewarna alami merah sampai biru pada

tanaman. Antosianin merupakan glikosida antosianidin yang merupan senyawa

flavonoid golongan flavon. Senyawa antosianin ini merupakan senyawa dengan

aktifitas sebagai antioksidan yang baik.

Jantung pisang batu bereaksi positi dengn pereaksi Liberman-Buchard yang

merupakan campuran asam asetan anhidrat dan asam sulat pekat. Pada sampel

kering dan ekstrak lain uji ini tidak berhasil positif tetapi pada hasi sokletasi uji ini

berhasil positif. Hal ini mungkin dikarenakan pada ekstraksi menggunakan metode

sokletasi pelarut yang digunkan seolah baru dehingga senyawa ini bisa terekstraksi.

Sedangkan jika menggunakan metode maserasi tidak bisa mengekstraksi steroid dari

jaringan jantung pisang batu karena jumlah steroidnya sedikit. Selain itu pada

metode maserasi pelarut dapat terbilang jenuh untuk mengekstraksi steroid yang

julmahnya sedikit karena telah mengekstraksi senyawa lain yang lebih dominan

terdapat pada sampel.

Selain itu untuk menunjukan keberadaan steroid dalam jantung pisang batu

(30)

- 26 - oleh Elly et al., dengan mengkonsumsi jantung pisang batu dapat meningkatkan produksi ASI sebesar 9,57 kali. Hal ini disebabkan karena jantung pisang batu

menandung steroid yang merupakan prekursor dari hormon-hormon seks yang

membantu hormo prolakton untuk merangsang pembentukan ASI.

Reaksi umum yang terjadi pada uji steroid adalah sebagai berikut:

HO H3CCOO

SO3H

1. Asam asetat anhidrat 2. H2SO4

Sterol berwarna hijau

Polifenol berhasil diidentifikasi pada sampel kering jantung pisang batu. Uji

ini menunjukan perubahan warna pada larutan sampel kering yang diberi larutan

FeCl3 dari warna kuning menjadi warna hijau sampai hitam. Polifenol merupakan

senyawa kompleks yang memiliki banyak gugus fenol. Gugus fenol bereaksi dengan

Fe membentuk Fe(OH)3 yang berwarna hijau kehitaman. Uji polifenol ini hanya

dilakukan pada sampel kering untuk menguji adanya senyawa antioksidan atau

tidak.

Reaksi yang umum terjadi pada uji polifenol adalah sebagai berikut:

OH

Uji tanin dilakukan pada ekstrak hasil maserasi bertingkat dan hasilnya

negatif. Uji tannin hanya positif pada hasil sokletasi kemungkin terjadi karena faktor

yang sama pada uji steroid. Jumlah tannin pada sampel yang sedikit tidak

terekstraksi oleh metode maserasi karena faktor kejenuhan. Tannin tetap terdeteks

(31)

27 tannin ini di dukung dengan positifnya uji polifenol pada sampe kering. Tannin

meripakan salah satu senyawa polifenol yang merupakan antioksidan.

4.3 Uji Aktivitas Antioksidan

Setelah semua sampel diuji kandngan fitokimianya, ekstrak pekat jantung

pisang diuji aktifitas antioksidannya dengan menggunakan DPPH

(1,1-difenil-2-pikrihidrazil). DPPH bersifat radikal bebas sehingga tidak stabil. DPPH yang radikal

berwarna ungu yang akan mengikat atom H dari senywa antioksidan dan menjadikan

dirinya stabil (1,1-difenil-2-pikrihidrazin) dan warnya berubah menjadi kekuningan.

Sifat DPPH ini dimanfaatkan untuk mengukur antioksidan dalam suatu sampel

secara kuantitatif.

Pengujian aktifitas antioksidan ini dapat dilakukan karena konsentrasi

antioksidan dalam sampel berbanding lurus dengan konsentrasi DPPH. Dengan

menghitung absorbansi dari DPPH sebagai standar pada panjang gelombang

maksimumnya yaitu 517 nm. Sampel ekstrak dari kloroform dilarutkan dalam

pelarut yang sama seperti pelarut DPPH yaitu metanol sedangkan pada ekstrak etil

asetat dilarutkan pada etanol agar pelarut yang digunakan sama dengan pelarut

DPPH. Perlakuan ini bertujuan agar DPPH tidak menyerang pelarut yang digunakan

pada ekstrak sehingga mengurangi akurasi dari pengujian kuantitatifnya. Setelah

ekstrak dilarutkan kemudian diencerkan dengan konsentrasi 100, 50, 25, 12.5, 6.25,

3.125 ppm.

Setiap variasi konsentrasi sampel ditambahkan DPPH (sampel : DPPH 1:1)

yang diinkubasi selama 30 menit dalam suhu ruang pada tempat yang gelap.

Perlakuan ini bertujuan agar DPPH yang bersifat radikal tidak menyerang pelarut

karena adanya cahaya. Setelah diinkubasi campuran diukur absorbansinya pada

panjag gelombang yang sama yaitu 517nm dan ditentukan persen inhibisinya.

(32)

- 28 - persen inhibisi yang telah ditentukan pada variasi konsentrasi dijadikan standar

untuk menghitung nilai IC50 yaitu konsentrasi antioksidan yang dibutuhka untuk

menginhibisi 50 persen radikal bebas.

Hasil dari uji aktivitas anti oksidan dari jantung pisang batu dapat dilihat

pada tabel 4.3

Tabel 4. 3 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak jantung pisang batu

Ekstrak Kloroform Etil Asetat

Pelarut DPPH Metanol Etanol

Absorbansi blanko 0,497 0,241

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

Hasil pengujian aktivitas antioksidan dari sampel jantung pisang batu

menunjukan aktivitas yang sangat tinggi. IC50 dari ekstrak kloroform sebesar 49,57

ppm sedangkan ekstrak etil asetat lebih tinggi aktivitas antioksidannya dari ekstrak

kloroform yang ditunjukan nilai IC50 ekstrak etil asetat sebesar 31,83 ppm.

Perbedaan ini menunjukan adanya pengaruh pelarut yang digunakan sangat

berpengauh pada aktivitas senyawa aktif. Artinya polaritas pelarut yang digunakan

sangat berarti. Dilihat dari nilai indeks polaritasnya etil asetat lebih polar dari

klorofom. Etil asetat memiliki nilai indeks polaritas 4,4 sedangkan kloroform

memiliki nilai indeks polaritas sebesar 4,1

(http://macro.lsu.edu/howto/solvents/Polarity%20index.htm, diakses pada 18

Oktober 2013).

Ditinjau dari hasil uji fitokimia yang menunjukan bahwa tannin terdapat dalam

jantung pisang batu hanya diperlihatkan oleh hasil sokletasi karena hasil ekstrak lain

tidak positif terhadap identifikasi tannin. Dalam hal ini yang lebih berperan aktif

(33)

29 Antosianin merupaka pigmen alami yang juga merupakan golongan polifenol.

Secara fisik dapat dilihat bahwa jantung pisang batu berwarna warna merah dimana

intersitas warna tersebut menunjukan kandungan antosianin sebagai pigmen warna

merah. Selain itu, penelitian Lydia et al., menunjukan bahwa kandungan antosianin pada jantung pisang batu sebesar 909,44 mg ± 225,97 mg/100 g berat

kering,meskipun hal ini dipengaruhi oleh kualits sampel yang memilki latar

belakang tempat dan kondisi lingkungan pohon sampel tumbuh. Tetapi dapat ditarik

kesimpulan bahwa semakin merah warna kelopak dari jantung pisang maka semakin

(34)

- 30 - BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan sampel jantung pisang batu ini

adalah sebagai berikut:

1. Ekstrak pekat yang didapatkan menggunakan pelarut kloroform seberat 3,99

gram, pelarut etil asetat seberat 0,96 gram, pelarut etanol 0,57 gram, pelarut

methanol seberat 0,64 gram.

2. Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa jantung pisang mengandung senyawa

flavonoid, steroid, polifenol, tannin.

3. Ekstrak jantung pisang batu memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi.

4. Ekstrak jatung pisang batu dengan pelarut kloroform menghasilkan IC50

sebesar 49,57 pmm sedangkan dengan pelarut etil asetat didapatkan IC50

sebesar 31,83 ppm.

5. Aktifitas antioksidan dapat ekstrak jantung pisang batu sebagian besar berasal

dari senyawa antosinin yang termasuk golongan flavonoid sekaligus polifenol.

5.2 Saran

Adanya kekurangan dalam penelitian ini mengharuskan penelitian selanjutnya

di lakukan dengan tujuan memperjelas dan melengkapi kekurangan dari penelitian

ini. Adapun saran yang dapat diajukan sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya

adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilanjutkan ketingkat yang lebih sfesifik seperti karakterisasi

senyawa yang terdapat dalam setiap ekstrak seperti penentuan strukrur atau

isolasi dan uji aktivitas lainnya.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jantung pisang batu agar

manfaatnya bisa diketahui dan dibuktikan secara ilmiah sehingga dapat

(35)

31 DAFTAR PUSTAKA

Agro inovasi. “Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang,” Diunduh dari: URL:

http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_hortikultura/pisang/pisa ng-bagian-b.pdf. .[diunduh pada: 14 okrober 2013].

Ahadi, 2003. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 WIB. Anonim. 1977. Buah-buahan. Bogor: Lembaga Biologi Nasional. hlm: 105.

Anonim. 2005. “Kandungan dan manfaat pisang,” Http://mydiarest.blogspot.com.[18 Oktober 2013, pukul 21.00].

Anonim. 2006. “Pisang,” Http://www.idionline.org [19 Oktober 2013, pukul 21.12 wib].

Anonim. 2012. “Biosintesis Terpenoid,”

zhttp://widyaistianichem.blogspot.com/2012/10/biosintesis-terpenoid.html . [19 Oktober 2013, pukul 14:24 wib].

Anonim. 2011.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16577/4/Chapter%20II.pdf Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2013

Anonim. 2013a. “Ekstraksi,” http://ardydii.wordpress.com/2013/03/10/ekstraksi/ [18 Oktober 2013, pukul 22.00 wib].

Anonim. 2013 b. “Alkaloid,” http://hersipa.wordpress.com/alkaloid/ [19 Oktober 2013, pukul 13.19 wib].

Anonim. 2013c. “Saponin,” http://mhanafi123.files.wordpress.com/2012/11/saponin-makalah.pdf [19 Oktober 2013, pukul 14:32 wib].

Aspiatun. 2004. “Mutu dan Daya Terima Nugget Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

dengan Penambahan Jantung Pisang.” Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat

dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Astawan, M. 2005. “Pisang Buah Kehidupan,” Http://www.kompas.com [30 November 2006]

Astawan, M., 2008. “Pisang. Sebagai Buah.” Kehidupan. www.edukasi.kompas.com Bello-Pérez, L.A. A. De Francisco, E.Agama-Acevedo, F. Gutierrez-Meraz, F. J.L.

García-Suarez. 2005.”Morphological and Molecular Studies of Banana Starch. SAGE Publications,” DOI: 10: 1177.

Bernasconi, Gester, Hauser, Stauble, Schneiner. 1987. Terjemah Lienda Handojo. Teknologi Kimia Bagian 2. PT Pradnya Pramita, Jakarta.

Cook, N. C. and S. Samman. (1996). Review Flavonoids-Chemistry, Metabolism, Cardioprotective Effect, And Dietary Sources, J. Nutr. Biochem (7): 66-76 Cuppett, S., M. Schrepf and C. Hall III. (1954). Natural Antioxidant – Are They

Reality. Dalam Foreidoon Shahidi: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications, AOCS Press, Champaign, Illinois: 12-24.

Dalimartha, S. dan Soedibyo, M. (1999). Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan Diet Supleme., Trubus Agriwidya, Jakarta. hal. 36-40.

(36)

- 32 - Endra, Yuli. 2006. “Analisis Proksimat Dan Komposisi Asam Amino Buah Pisang Batu (Musa balbisiana Colla),” [Skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Fatemeh, S. R., Saifullah, R., Abbas, F. M. A. and Azhar, M. E. Total phenolics, flavonoids and antioxidant activity of banana pulp and peel flours: influence of variety and stage of ripeness. International Food Research Journal 19 (3): 1041-1046 (2012).

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. UI Pres, Jakarta.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB. Dalam. Anonim. 2011. “ Antrakuinon,”http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24745/4/Chapte r%20II.pdf [19 Oktober 2013, pukul 14:40 wib].

Hart, H. 1983. Kimia Organik. Terjemahan Suminar, Jakarta: Erlangga. Dalam. Anonim.

2011.“Antrakuinon,”http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24745/4/ Chapter%20II.pdf [19 Oktober 2013, pukul 14:40 wib].

Irbi’ati HH. 2002. “Karakterisasi sifat fisikokimia dan mekanis daun pisang batu sebagai bahan kemasan,” [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kondo et al., 2004. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin ,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 wib]. Lestari, E. 2008. Toksisitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanusamaryllifolius

Roxb.) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Artikel Karya Ilmiah. Semarang : Universitas Diponegoro.

Lestario, Lydia Ninan,. dkk. 2009. “Kandungan Antosianin Dan Antosianidin Dari Jantung Pisang Klutuk (Musa brachycarpa Back) Dan Pisang Ambon ( Musa

acuminata Colla),” J.Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XX No. 2

Molyneux, P. 2003. The use of stable free radical diphenylpicrylhidrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity.

http://www.aseanbiodiversity.info/Abstract/53004092.pdf Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2013

Musita, Nanti. 2009. “Kajian Kandungan Dan Karakterisik Pati Resisten Dari

Berbagai Varietas Pisang,” Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol.14, No.1 : 68-79.

Nurhidayah bt. Pazil,Siti.2009.Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Pisang Raja (Musa AAB „Pisang Raja‟) dengan Vitamin A, Vitamin C dan Katekin Melalui Penghitungan Bilangan Peroksida.[SRIPSI]. Depok: FK UI

Oliveira et al., 2009. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin ,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 wib]. Pazmino-Duran, EA, Giusti MM, Wrolstad RE, Gloria MB. A. 2001. “Anthocyanins

from Banana Bracts (Musa X paradisiaca) as Potential Food Colorant,” Food Chemistry 73 : 321-332.

Rajalakshmi, D dan S. Narasimhan. (1985). “Food Antioxidants: Sources and Methods of Evaluation dalam D.L. Madhavi: Food Antioxidant, Technological, Toxilogical and Health Perspectives. Marcel Dekker Inc., Hongkong: 76-77. Redha, Abdi. 2010. “Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif Dan Peranannya Dalam

(37)

33 Rohdiana, D.(2001). Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun Teh,

Majalah Jurnal Indonesia 12, (1), 53-58.

Rusmianto. 2007. “Penambahan Isolat Protein Kedelai Pada Pembuatan Dendeng Jantung Pisang Batu (Musa brachycarpa Back),” Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Samsu, H, Farid, Masruroh, Luluk,. 2008.“Perancangan Dan Pembuatan Otomatisasi Pada Alat Pengeringan Sale Pisang Berbasis Mikrokontroler Renesa

R8C/13,” Jurnal Neutrini. Vol.1 No, 1

Sastrohamidjojo, Hardjono. 1995. “Sintesis Bahan Alam,” Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Satuhu, S., Ahmad Supriyadi. 2004. Budi daya, “Pengolahan dan Prospek Pasar

Pisang. Penebar Swadaya,” Jakarta.

Simmonds, N. W. 1959. “Bananas,” John Willey and Sons Inc. New York. 466p.\ Suhartono, E., Fujiati, Aflanie, I. (2002). Oxygen toxicity by radiation and effect of

glutamic piruvat transamine (GPT) activity rat plasma after vitamine C treatmen, Diajukan pada Internatinal seminar on Environmental Chemistry and Toxicology, Yogyakarta.

Sukandar, Dede et al,. 2013. “Petunjuk Praktikum Kimia Bahan Alam,” Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) : UIN Jakarta.

Sunarni,T., (2005). Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa kecambah Dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae, Jurnal Farmasi Indonesia 2 (2), 2001, 53-61.

Sunaryono, Hendro. 2003. “Pengenalan Jenis Tanaman Buah-Buahan dan Bercocok Tanam Buah-Buahan Penting di Indonesia.” Bandung : Sinar Baru Algensindo

http://macro.lsu.edu/howto/solvents/Polarity%20index.htm diakses pada tanggal 19 Oktober 2013 pikul 21.35

Wattimena, M, Mulyani, Bintoro, S.V.P.”Kualitas Bakso Berbahan Dasar Daging

Ayam Dan Jantung Pisang Dengan Bahan Pengikat Tepung Sagu,” Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol.2 No. 1 : 36-39.

White, P.J. and Y. Xing. (1954). Antioxidants from Cereals and Legumes dalam Foreidoon Shahidi : Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications. AOCS Press, Champaign, Illinois: 25-63.

(38)

- 34 - LAMPIRAN

Pelarut DPPH menggunakan methanol dan absorbansinya 0,497 pada panjang gelombang

517 nm

Tabel 1 Data absorbansi uji antioksidan pada ekstrak kloroform

Ekstrak kloroform

konsentrasi (ppm) absorbansi 1 absorbansi 2 absorbansi rata-rata

Grafik 1 Standard konsentrasi ekstrak terhadap % indihibisi uji antiokdsidan

(39)

35 DPPH yang digunakan menggukanan pelarut etanol dengan absorbansi 0,241 yang diukur

pada panjang gelombang 517 nm

Tabel 2 Data absorbansi Uji Antioksidan ekstrak etil asetat

Ekstrak Etil Asetat

konsentrasi (ppm) absorbansi 1 absorbansi 2 absorbansi rata-rata

Grafik 2 Standard konsentrasi ekstrak etil aseta terhadap % indihibisi uji antiokdsidan

IC50 ekstrak etil asetat

Gambar

Tabel 4. 2 Hasil uji fitokimia ekstrak jantung pisang batu
Tabel 4. 3 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak jantung  pisang batu
Tabel 1 Data absorbansi uji antioksidan pada ekstrak kloroform
Tabel 2 Data absorbansi Uji Antioksidan ekstrak etil asetat

Referensi

Dokumen terkait

diverifikasi oleh LSP ... Asesmen Estimator Biaya lalan direncanakan dan disusun dengan cara yang menjamin bahwa verifikasi persyaratan skema sertifikasi telah.

Bahwa panutan kita , apabila menangis hanya didengar suara seperti suara becana yang airnya mendidih, memaksakan diri dilarang, ia bisa membawa kepada sifat riya dan

Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi, dalam validitas ini yang dicari adalah apakah masing-masing aitem dalam tes layak untuk mengungkap

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan dalam mengidentifikasi faktor yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air Sungai Batanghari berkelanjutan di Kota Jambi, maka diperoleh

Metode pelaksanaan dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang pengabdian masyarakat yang didanai oleh Kemenristek Dikti berupa pengimplementasian aplikasi Sarpu (

Specific objective of the study: This study will help the readers understand the way the director characterizing of the main characters in a movie, This study will help the

Dampak konsumtif dalam Dalam novel Kisah Pencarian Cinta Sejati Diorama Sepasang AlBanna karya Ari Nur merupakan gaya hidup yang terjadi pada tokoh Ryan.. Ryan lebih suka

Selanjutnya penulis menanyakan apakah ada dampak yang di timbulkan dari perkawinan yang tidak tercatat jika tidak di itsbatkan, bu atik menjawab: “Pastinya adalah mbak dan banyak