• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PDANA TERHADAP TINDAK PIDANA K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PDANA TERHADAP TINDAK PIDANA K"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI

DALAM PASAL 2 AYAT (1) UU. No.31 TAHUN 1999 JO. UU

NO.20 tahun 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK

PIDANA KORUPSI

(Studi Putusan Nomor 08/Pid.B/2011/Pn.Bs dan Nomor 09/Pid.B/2011/Pn.Bs)

ARTIKEL

Oleh : EFRIYADI

NPM : 11.10.002.74201.082

PROGRAM SARJANA

FAKULTAS HUKUM

(2)

PENERAPAN PDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PASAL 2 AYAT (1) UU. No.31 TAHUN 1999 JO. UU NO.20 tahun 2001

TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Nomor 08/Pid.B/2011/Pn.Bs dan Nomor 09/Pid.B/2011/Pn.Bs) Oleh : Efriyadi, NPM : 11.10.002.74201.082

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Muhammadiyah Sumatera Barat

Asbtrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Penerapan dan Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 Pemberantasan Tindak pidana Korupsi dengan putusan nomor 08/Pid.B/2011/Pn.Bs dan nomor 09/Pid.B/2011/Pn.Bs di Pengadilan Negeri Batusangakar. dimana hakim menjatuhkan putusan atau pidana yang berbeda pada kedua putusan tersebut, sedangkan kasus dan pasal yang diterapkan sama Penelitian ini dilakukan di kota Batusangkar Tepatnya di Pengadilan Negeri Batusangkar dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hakim dalam menerapkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi telah sesuai dan memenuhi unsur delik sebagaimana didakwakan. Dalam hal putusan yang berbeda hakim menilai ada perbedaan yang tercantum dalam hal yang memberatkan dan hal yang meringankan.

Kata kunci : korupsi, Penerapan Pidana korupsi, Tindak Pidana Korupsi. PENDAHULUAN

Korupsi bukanlah suatu hal yang asing bagi setiap kalangan masyarakat di dunia. Bahkan hal ini merupakan masalah terbesar di Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Korupsi sepertinya sudah menjadi budaya yang berkembang dikalangan masyarakat kelas atas sampai bawah. Korupsi dapat dilihat dengan mata telanjang diberbagai institusi, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Parahnya hampir semua pejabat-pejabat tinggi Negara melakukannya, tanpa mereka pikirkan bahwa tindakan ini merugikan Negara itu sendiri. Ketidakberhasilan pemerintah memberantas korupsi akan semakin melemahkan citra pemerintah dimata masyarakat. Dalam pelaksanaan pemerintahan yang tercermin dalam bentuk ketidakpercayaan masyarakat, ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum, dan bertambahnya jumlah angka kemiskinan di negara ini.

Menurut Evi Hartanti, meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja bagi kehidupan perekonomian nasional, juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara.1 Hasil survey Transparency

International Indonesiaan (TII) menunjukkan, Indonesia merupakan negara paling

(3)

korup nomor lima dari 146 negara. Di kawasan Asia, Indonesia menempati rangking pertama. Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia ternyata lebih rendah daripada negara-negara tetangga, seperti Papua Nugini, Vietnam, Filiphina, Malaysia dan Singapura.2

Memberantas dan membuktikan terjadinya tindak pidana korupsi tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Tindak pidana korupsi dapat terungkap setelah berlangsung dalam waktu yang lama. Tindak pidana korupsi pada umumnya melibatkan sekelompok orang yang saling menikmati keuntungan dari tindak pidana korupsi tersebut. Kekhawatiran akan keterlibatannya sebagai tersangka, maka diantara mereka sekelompok orang tersebut akan saling menutupi. Sehingga secara sadar atau tidak sadar, tindak pidana korupsi dilakukan secara terorganisir dalam lingkungan kerjanya. Contohnya memakan gaji buta atau menggunakan bukan haknya sebagai pekerja.

Dalam penelitian ini Penulis mengkaji tentang penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Pengadilan Klas II Batusangkar yaitu penyelewengan dana simpam pinjam perempuan PNPM Mandiri Pedesaan Kecamatan Sungai Tarab yang berasal dari APBN dan APBD Batusangkar yang melibatkan Afri Joni Zoebir dan Michelia Eka Putri, S.Pi, sebagai terdakwa kasus korupsi penyelewengan dana simpam pinjam perempuan PNPM Mandiri Pedesaan. Afri Joni Zoebir dan Michelia Eka Putri, S.Pi dalam kedudukannya sebagai fasilitator pemberdayan PNPM dan bendahara unit pengelola kegiatan PNPM Sungai Tarab.

Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) negara mengalami kerugian sebesar Rp. . 380.969.185,- (tiga ratus delapan puluh juta sembilan ratus enam puluh sembilan ribu seratus delapan puluh lima rupiah). Setelah melalui proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Klas II Batusangkar, hakim memberikan putusan yang tertuang di dalam Putusan Nomor : 08 / Pid.B / 2011 / PN.BS dan Nomor : 09 / Pid.B / 2011 / PN.BS dengan menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana didakwakan jaksa. Untuk itu Afri Joni Zoebir divonis lima tahun dan enam bulan penjara dan denda Rp. 200.000.000,- subsider dua bulan kurungan Michelia Eka Putri, S.Pi divonis empat tahun penjara dan denda Rp. 200.000.000,-subsider dua bulan kurungan.

Dalam penjatuhan pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana, pada dasarnya haruslah mempertimbangkan segala aspek tujuan, yaitu sebagai berikut:3

2 Mamerebin. Daftar 10 Tegara Terkorup Di Dunia 2012.

http://forum.detik.com/daftar-10-negara-terkorup-di-dunia-2012-t364858.html (diakses tanggal Oktober 2013)

(4)

1. Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya;

2. Sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat pelakunya jera dan tidak akan melakukan tindak pidana dikemudian hari;

3. Sebagai upaya preventif agar masyarakat luas tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilakukan oleh pelakunya;

Mempersiapkan mental masyarakat dalam menyikapi suatu kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut, sehingga pada saatnya nanti pelaku tindak pidana dapat diterima dalam pergaulan masyarakat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penerapan dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi dalam putusan nomor 08/Pid.B/2011/Pn.Bs dan nomor 09/Pid.B/2001/Pn.Bs.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di kota Batusangkar Tepatnya di Pengadilan Negeri Batusangkar. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu pendekatan masalah yang selain menggunakan literatur kepustakaan, juga melakukan penelitian dilapangan.4 Yaitu dengan sistem wawancara. Analisis data

yang dipergunakan adalah analisis secara kualitatif, yaitu dengan cara mempelajari hasil penelitian baik berupa data primer maupun sekunder yang kemudian dijabarkan dan disusun secara sistimatis dalam bentuk karya tulis ilmiah.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pidana

1. Pengertian Pidana dan Pemidanaan a. Pengertian Pidana

Pidana berasal kata straf (Belanda), yang adakalanya disebut dengan istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II Cetakan IX, pengertian pidana adalah hukum kejahatan (hukum untuk perkara kejahatan/kriminal).5

Pidana lebih tepat didefenisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai

4 Nico Ngani. Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Hukum. Yogyakarta : Pustaka

Yustisia. 2012. Hlm 177

5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II

(5)

akibat hukum atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Wujud penderitaan itu dimuat dalam pasal 10 KUHP.6

b. Pengertian Pemidanaan

Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” padaumumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman.

Terdapat berbagai teori yang membahas alasan-alasan yang membenarkan (justification) penjatuhan hukuman diantaranya :

1) Teori Absolut / Teori Pembalasan.

Dasar pijakan dari teori ini adalah “Pembalasan”, inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu kepada penjahat. Negara berhak untuk menjatuhkan pidana kepada penjahat karena telah melakukan penyerangan atau perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau Negara) yang telah dilindungi.7

Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana mempunyai dua arah yaitu :8

a) Ditujukan kepada penjahatnya (sudut subjektif dari pembalasan).

b) Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam dikalangan masyarakat (sudut objektif dari pembalasan). 2) Teori Relatif / Teori Tujuan.

Teori Relatif (utilitarian atau doeltheorieen) berusaha mencari dasar pembenaran dari suatu pidana, semata-mata pada suatu tujuan tertentu. Para penganut teori relatif ini tidak melihat pidana itu sebagai pembalasan dan karena itu tidak mengakui bahwa pemidanaan itulah yang menjadi tujuan utama, melainkan pemidanaan itu cara untuk mencapai tujuan yang lain dari pemidanaan itu sendiri. Pemidanaan dengan demikian mempunyai tujuan yang lain dari pemidanaan itu sendiri. Pemidanaan dengan demikian mempunyai tujuan sehingga teori ini disebut juga dengan teori tujuan. Dasar pembenaran adanya pidana menurut teori tujuan terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan karena orang berbuat jahat melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan sehingga ketertiban di dalam masyarakat akan tercipta.9

3) Teori Gabungan.

6 Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2002. Hlm 24 7 Adami Chazawi. Op. Cit. Hlm 153

(6)

Pelopor dari teori gabungan ini adalah Pellegrino Rossi (1787-1884).10 Menurut pandangan teori gabungan selain dimaksudkan sebagai

upaya pembalasan atas perbuatan jahat yang telah dilakukan oleh seseorang, pidana tersebut tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil. Dengan menyimak pandangan teori gabungan ini terlihat gambaran bahwa teori ini mempunyai kecenderungan yang sama dengan yang dikatakan oleh Muladi sebagai retributifvisme teleologis. Pandangan ini menganjurkan untuk mengintegrasikan beberapa fungsi sekaligus dan bersifat utilitarian, misalnya pencegahan dan rehabilitasi yang kesemuanya harus dicapai oleh suatu rencana pemidanaan. Pidana dan pemidanaan terdiri dari proses kegiatan terhadap pelaku tindak pidana yang dengan satu cara tertentu diharapkan untuk dapat mengasimilasikan kembali narapidana dalam masyarakat.

2. Jenis-jenis Pidana

Jenis pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan. Dibawah ini adalah bentuk-bentuk pidana baik yang termasuk pidana pokok maupun pidana tambahan yaitu:

a. Pidana Pokok 1) Pidana mati 2) Pidana Penjara 3) Pidana Kurungan 4) Pidana Tutupan 5) Pidana Denda b. Pidana Tambahan

a) Pencabutan Hak-Hak Tertentu b) Perampasan Barang Tertentu c) Pengumuman Putusan Hakim

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin Corruptie atau Corruptus. Selanjutnya, disebutkan bahwa Corruptio itu berasal dari kata Corrumpore,

suatu kata latin kuno. Dari bahasa latin inilah, istilah Corruptio turun kebanyak bahasa Eropa, seperti inggris: Corruption, Corrupt; Prancis: Corruption; dan Belanda: Corruptie (korruptie.)11

Baharuddin Lopa sebagai seorang penegak Hukum yang disegani mengutip pendapat dari David M. Chalmers, yang menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang

10Ibid. Hlm 24

(7)

berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum.12 Kesimpulan ini diambil dari definsi yang

dikemukakan, antara lain berbunyi, financial manipulations and decisions injurious to the economy are often labeled corrupt (manipulasi dan keputusan mengenai keuangan yang membahayakan perekonomian sering dikategotikan sebagai perbuatan korupsi).

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana umum, seperti adanya penyimpangan dalam hukum acara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur. Maka tindak pidana korupsi secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian negara.

Secara Yuridis Formal pengertian Tindak Pidana Korupsi terdapat dalam Bab II tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 sampai dengan Pasal 20 serta Bab III tentang Tidnak Pidana Lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi Pasal 21 sampai dengan 24 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berikut ini ciri-ciri korupsi menurut Syed Hussein Alatas yaitu antara lain:13

a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.

b. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan atau bersikap tertutup. Jadi motif korupsi tetap dijaga kerahasiaannya.

c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan secara timbal balik.

d. Yang mempraktekan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum.

e. Yang terlibat korupsi ialah orang yang menginginkan keputusan-keputusan secara tegas dan yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

f. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan dan biasanya pada badan publik atau yang melayani kepentingan umum.

g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.

h. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan itu.

12 Baharuddin Lopa & Moh.Yamin. Masalah Korupsi dan Pemecahannya. Jakarta: Kipas

Putih Aksara. 2005

13 Syed Husin Alatas. Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer.

(8)

i. Suatu perbuatan korupsi jelas melanggar norma-norma tugas dan tanggung jawab dalam tatanan masyarakat.

2. Jenis-jenis Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001, KPK menjabarkan tindak korupsi menjadi 7 kelompok dan diperinci lagi menjadi 30 jenis tindak korupsi dan Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi berjumlah 6 jenis. Ketujuh kelompok tersebut adalah :

a. Korupsi yang merugikan uang negara:

1) Mencari keuntungan dengan cara melawan hukum dan merugikan negara

2) Menyalahgunakan kewenangan untuk mencari keuntungan diri sendiri dan merugikan negara

b. Korupsi yang berhubungan dengan suap-menyuap: 1) Menyuap pegawai negeri

2) Memberi hadiah ke pegawai negeri karena jabatannya 3) Pegawai negeri menerima suap

4) Menyuap hakim 5) Menyuap advokat 6) Hakim menerima suap 7) Advokat menerima suap

c. Korupsi yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan:

1) Pegawai negeri menyalahgunakan uang atau membiarkan penyalahgunaan uang

2) Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi 3) Pegawai negeri merusak / menghancurkan bukti

d. Korupsi yang berhubungan dengan pemerasan: 1) Pegawai negeri memeras

2) Pegawai negeri yang memeras pegawai negeri yang lainnya. e. Korupsi yang berhubungan dengan kecurangan:

1) Pemborong atau pengawas proyek berbuat curang 2) Rekanan atau pengawas rekanan TNI/POLRI curang

3) Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain

f. Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan:

(9)

Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan kepada KPK.14

Sedangkan 6 (enam) jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi antara lain :

a. Menghalangi proses pemeriksaan perkara

b. Tersangka tidak memberikan ketterangan mengenai kekayaannya c. Tank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka

d. Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu

e. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu

f. Saksi yang membuka identitas pelapor.15

3. Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi

Suatu perbuatan atau tindakan untuk dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana mempunyai unsur-unsur tindak pidana yang harus dipenuhi. Demikian halnya suatu tindak pidana untuk dikatakan sebagai suatu tindak pidana korupsi terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi.

Pasal 2 ayat (1) Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa :

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,...”

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut, maka pada dasarnya suatu tindak pidana dapat tergolong sebagai suatu tindak pidana korupsi apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Unsur secara melawan hukum;

2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi;

3. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

14 KPK. Memahami untuk membasmi : buku saku untuk memahamitindak pidana korupsi.

Jakarta: KPK. 2006. Hlm 8-78

(10)

C. Tinjauan Umum Tentang Penerapan Dan Putusan 1. Pengertian Penerapan Dan Putusan

a. Pengertian Penerapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penerapan berasal dari kata terap yang berarti proses, cara. Penerapan bermakna perbuatan atau tindakan melaksanakan sesuatu atau perihal untuk mempraktikkan suatu hal.16 Blom (1986) menjelaskan penerapan adalah mencakup kemampuan

untuk menerapkan informasi pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus ada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem baru.

Masalah kebebasan hakim perlu dihubungkan dengan masalah bagaimana hakim dapat menemukan hukum berdasarkan keyakinannya dalam menangani suatu perkara. Kebebasan hakim dalam menemukan hukum tidaklah berarti ia menciptakan hukum. Tetapi untuk menemukan hukum, hakim dapat bercermin pada yurisprudensi dan pendapat ahli hukum terkenal yang biasa disebut dengan doktrin.

b. Pengertian Putusan

Istilah putusan menurut buku Peristilahan Hukum dan Praktik yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI tahun 1985 adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan. Ada pula yang mengartikan putusan sebagai terjemahan dari kata vonis, yaitu hasil akhir dari pemeriksaan perkara di sidang pengadilan.17

Menurut buku “Peristilahan Hukum Dalam Praktek” yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia, putusan diartikan sebagai berikut “Hasil atau kesimpulan dari suatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan”.18

2. Jenis-jenis Putusan

Setiap putusan hakim merupakan salah satu dari tiga kemungkinan: a. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan atau tata tertib

b. Putusan bebas

c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum

16 Departemen Pendidikian dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta: Balai Pustaka. 1997. Hlm 745.

17 Evi Hartanti op. Cit. Hlm 52

18 Leden Marpaung. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. 1992. Hlm

(11)

3. Teori-teori Pertimbangan Dalam Menjatuhkan Putusan

Menurut Mackenzei, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut :19

a. Teori keseimbangan

b. Teori pendekatan seni dan intuisi c. Teori pendekatan keilmuan d. Teori Pendekatan Pengalaman e. Teori Ratio Decidendi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi dalam putusan nomor 08/Pid.B/2011/Pn.Bs dan nomor 09/Pid.B/2001/Pn.Bs.

1. Deskripsi Kasus

Terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir berdasarkan Surat Perintah Tugas Nomor : 414.2/141/BPM-2008 tanggal 31 Maret 2008 oleh Satuan Kerja Badan Pemberdayaan Masyarakat Propinsi Sumatera Barat Pejabat Pembuat Komitmen Zulkirwan Chan, ditugaskan sebagai Fasilitator Kecamatan pada Kecamatan Sungai Tarab Kab. Tanah Datar Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan tahun anggaran 2008, pada tanggal 03 September 2008 melakukan penarikan uang pada Bank BPR Pariangan sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dengan memalsukan spesimen tandatangan ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK), Bendaharawan UPK dan Ketua Forum MAN pada slip penarikan. Pada tanggal 15 September 2008 terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir melakukan penarikan lagi sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dengan memalsukan tanda tangan ketua UPK, Bendaharawan UPK dan Ketua Forum MAN. Berikut tanggal 25 September 2008 dilakukan lagi penarikan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan memalsukan tanda tangan ketua UPK, Bendaharawan UPK dan Ketua Forum MAN. Pada tanggal 31 Oktober 2008 dilakukan lagi penarikan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan memalsukan tandatangan ketua UPK, Bendaharawan UPK dan Ketua Forum MAN. Tanggal 06 November 2008 dilakukan lagi penarikan sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah ) dengan memalsukan tandatangan Ketua UPK, Bendaharawan UPK dan Ketua Forum MAN. Kemudian uang setoran Kelompok SPP terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir tidak dimasukan ke rekening pengembalian pinjaman di BPR Pariangan tetapi uangnya terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir

(12)

ambil sebanyak Rp. 54.343.400,- (lima puluh empat juta tiga ratus empat puluh tiga ribu empat ratus rupiah) dalam waktu dua bulan November dan Desember 2008. Jadi uang yang terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir ambil dari tahun 2008 seluruhnya berjumlah Rp. 85.343.400,- (delapan puluh lima juta tiga ratus empat puluh tiga ribu empat ratus rupiah).

Untuk menutupi uang yang terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir ambil sebanyak Rp. 85.343.400,- (delapan puluh lima juta tiga ratus empat puluh tiga ribu empat ratus rupiah ) pada tanggal 9 Januari 2009 terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir mengambil/menarik uang pada rekening BPPK PNPM Mandiri Pedesaan Sungai Tarab pada Bank Nagari Batusangkar sebesar Rp. 92.200.000,- (sembilan puluh dua juta dua ratus ribu rupiah) dengan memalsukan tanda tangan ketua UPK, Fasilitator Teknik (FT) dan ketua Forum MAN pada slip penarikan dan selanjutnya uang disetor kerekening pengembalian pinjaman BPR. LPN Balerong Sungai Tarab sebanyak Rp. 85.787.065.- (delapan puluh lima juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu enam puluh lima rupiah) sisanya sebanyak Rp. 6.412.935,- (enam juta empat ratus dua belas ribu sembilan ratus tiga puluh lima rupiah) digunakan terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir untuk kepentingan pribadinya.

Untuk menutupi uang yang terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir ambil pada tanggal 9 Januari 2009 di rekening BPPK PNPM Mandiri Pedesaan Sungai Tarab pada Bank Nagari Batusangkar sebesar Rp. 92.200.000,-(sembilan puluh dua juta dua ratus ribu rupiah) terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir pada bulan April 2009 meminta terdakwa Michelia Eka Putri selaku bendahara unit pengelola kegiatan PNPM melalui PPK berdasarkan Keputusan Camat Sungai Tarab Nomor 27/CST-2007 tanggal 27 Agustus 2007 dan Keputusan Bupati Tanah Datar nomor 414.2/247/PMKB-2008 tanggal 15 Mei 2008 untuk mengambilkan slip pengambilan uang pada BPR LPN Balerong, setelah Michelia Eka Putri dapatkan selanjutnya diserahkan ke terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir, selanjutnya terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl Dodong Bin Zoebir memalsukan tanda tangan ketua UPK, ketua Forum MAN, bendaharawan UPK setelah itu diserahkan kembali kepada terdakwa Michelia Eka Putri, oleh Michelia Eka Putriditariklah uang dari rekening SPP BPR LPN Balerong pada tanggal 21 April 2009 dan ditransfer ke rekening BPPK di Bank Nagari Batusangkar.

(13)

menerima uang yang ditransfer oleh Michelia Eka Putri sebesar Rp. 288.769.185,-(dua ratus delapan puluh delapan juta tujuh ratus enam puluh sembilan ribu seratus delapan puluh lima rupiah ) kemudian yang ditransfer melalui Bank Nagari Cabang Mentawai sebesar Rp. 27.461.485,- (dua puluh tujuh juta empat ratus enam puluh satu ribu empat ratus delapan puluh lima rupiah).

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

a. Putusan nomor 08/Pid.B/2011/Pn.Bs, terdakwa Afri Joni Zoebir b. Putusan nomor 09/Pid.B/2011/Pn.Bs, terdakwa Michelia Eka Putri

Perbuatan terdakwa Afri Joni Zoebir dan Michelia Eka Putri sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a, huruf b, ayat (2), ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan dit ambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

a. Putusan nomor 08/Pid.B/2011/Pn.Bs, terdakwa Afri Joni Zoebir

Menghukum terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl. Dodong Bin Zoebir dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan potong masa penahanan sementara, dengan perintah terdakwa tetap dalam tahanan. Menghukum terdakwa Afri Joni Zoebir Pgl. Dodong Bin Zoebir membayar denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), subsidiair 4 (empat) bulan kurungan. Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp. 370.414.285,- (tiga ratus tujuh puluh juta empat ratus empat belas dua ratus delapan lima) dan jika tidak membayar uang pengganti paling lama 1 (satu) bulan setelah putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti dipidana dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun.

b. Putusan nomor 09/Pid.B/2011/Pn.Bs, terdakwa Michelia Eka Putri Menghukum terdakwa Michelia Eka Putri, S.Pi Pgl Mice dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan 6 (enam) bulan potong masa penahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Menghukum terdakwa Michelia Eka Putri, S.Pi Pgl Mice membayar denda sebesar Rp. . 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), subsidiair 4 (empat) bulan kurungan. 4. Amar Putusan

a. Putusan nomor 08/Pid.B/2011/Pn.Bs, terdakwa Afri Joni Zoebir

(14)

“korupsi yang di lakukan secara bersama-sama”. Memidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar , maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp. 380.969.185,- (tiga ratus delapan puluh juta sembilan ratus enam puluh sembilan ribu seratus delapan puluh lima rupiah), paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar, maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.

b. Putusan nomor 09/Pid.B/2011/Pn.Bs, terdakwa Michelia Eka Putri Menyatakan terdakwa Michelia Eka Putri, S.Pi Pgl. Mice telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “korupsi yang dilakukan secara bersama-sama”. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp. .200.000.000,- (dua ratus juta rupiah ) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

Berdasarkan pasal yang didakwakan maka terdakwa Afri Joni Zoebir dan terdakwa Michelia Eka Putri termasuk orang yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya karena kedua terdakwa tersebut merupakan pelaku tindak pidana korupsi sebagai mana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ini terbukti dalam fakta fakta dipersidangan.

Untuk dapatnya seorang pelaku tindak pidana dijatuhi pidana maka perbuatan pelaku harus mengandung unsur kesalahan, hal ini berdasarkan asas kesalahan Geen Straf Zonder Schuld (tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum tanpa ada kesalahan). Dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku hakim harus melihat kepada kesalahan yang dilakukan oleh pelaku sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Selain itu dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku hakim juga melihat kepada motif, tujuan, cara perbuatan dilakukan dan dalam hal apa perbuatan itu dilakukan (perbuatan itu direncanakan).

Dalam hukum pidana, seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana, baru dapat dipidana apabila perbuatan yang didakwakan telah memenuhi semua unsur dari rumusan tindak pidana yang didakwakan dan terdakwa dapat dipersalahkan atas perbuatan tersebut, dan untuk itu sistem pembuktian dipakai sebagaimana diatur dalam KUHAP.

(15)

Untuk memenuhi unsur-unsur dalam pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut, maka hakim harus jeli dalam melihat alat-alat bukti yang ada, yang dapat mendukung dan mempunyai nilai pembuktian yang kuat. Sehingga hakim dapat memutuskan apakah tindak pidana tersebut benar-benar telah terjadi atau tidak.

Berdasarkan wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Batusangkar, Yaitu Bapak Adek Nurhadi, S.H. beliau mengatakan bahwa pembuktian yang dipakai dalam pembuktian tindak pidana korupsi diatas, yakni pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sama dengan apa yang diharuskan oleh pasal 183 KUHAP. Dimana hakim tidak boleh memidana seseorang kecuali dengan adanya minimal 2 (dua) alat bukti yang sah dan keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa.20

Pernyataan hakim tersebut diatas memang dapat dilihat dalam kedua putusan Pengadilan Negeri Batusangkar, dimana di dalam amar putusannya terdapat kata-kata "telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah...”. dalam membuktikan yang terdapat dalam pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hakim juga telah mentaati satu prinsip yang terkandung dalam pasal 183 KUHAP, yaitu mengenai prinsip asas minimum pembuktian. Di mana dalam dua putusan tersebut juga dijelaskan bahwa hakim telah menggunakan alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, alat bukti surat ataupun alat bukti petunjuk seperti yang ada dalam pasal 184 KUHAP. Sehingga dari alat-alat bukti yang ada yang telah dihubungkan, maka timbul keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa.

Alat bukti yang berupa keterangan saksi dalam kedua putusan tersebut diatas yang digunakan adalah keterangan dari saksi yang merupakan saksi memberatkan atau sering disebut juga charge dan saksi yang meringankan terdakwa biasa disebut dengan ad de charge. Keterangan ahli adalah keterangan yang ajukan ke persidangan yaitu seorang ahli atau lebih yang mempunyai pengetahuan atas perkara yang disidangkan. Disini jaksa penuntut umum peRp. eran dalam menghadirkan ahli tersebut, ahli itu adalah seorang auditor keuangan di BPKP perwakilan Sumatera Barat. Selanjutnya alat bukti surat adalah barang bukti yang berkaitan langsung dengan tindak pidana yang telah terjadi.

Alat bukti lain yang digunakan adalah alat bukti petunjuk, berdasarkan hasil wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Batusangkar, beliau mengatakan bahwa alat bukti petunjukdapat diambil dari adanya persesuaian-persesuaian yang ada selama persidangan berlangsung. Persesuaian tersebut bisa berupa keterangan saksi, keterangan ahli yang dihubungkan dengan alat bukti yang ada di persidangan.21

20Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Batusangakar. tanggal 16 Januari 2014.

Pukul 10.00 WIB

(16)

Selain alat bukti surat, yang menentukan atau penentu dalam tindak pidana korupsi adalah keterangan terdakwa. Di dalam persidangan terdakwa adalah orang yang paling akhir untuk diperiksa. Hal ini dimaksudkan agar si terdakwa dapat menyangkal semua keterangan sebelumnya dengan bukti-bukti yang ada, ataupun membenarkan semuanya. Pengakuan terdakwa tidaklah menghapus kewajiban untuk selesainya pembuktian. Pengakuan terdakwa harus tetap didukung oleh keterangan-keterangan sebelumnya dan juga dengan alat bukti yang ada di persidangan.

Setelah ada persesuain antara keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat dan petunjuk serta ketwerangan terdakwa, maka timbul keyakinan hakim untuk memutus perkara, baik itu terdakwa terbukti bersalah atau tidak.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hakim dapat menerapkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kepada pelaku pidana dapat diterapkan pidana pokok, serta pidana tambahan sebagaimana diatur dalam KUHP. Pidana pokok dimaksud adalah berupa pidana penjara dan denda. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku tindak pidana korupsi juga dapat dijatuhi pidana tambahan, baik diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun diatur dalam Pasal 10 KUHP.22

B. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi dalam putusan nomor 08/Pid.B/2011/Pn.Bs dan nomor 09/Pid.B/2001/Pn.Bs.

Dalam hasil penelitian yang didapat dari kedua putusan perkara pidana korupsi diatas, pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut :

1. Terdakwa Afri Joni Zoebir dalam Putusan No. 08/Pid.B/2011/Pn.Bs Hal-hal yang memberatkan :

1) Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi ;

2) Perbuatan terdakwa menghambat program peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diusung dalam PNPM;

Hal-hal yang meringankan :

1) Terdakwa berterus terang dan bersikap sopan selama pemeriksaan di persidangan;

2) Terdakwa menyesali perbuatannya;

3) Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga ; 4) Terdakwa belum pernah dihukum;

2. Terdakwa Michelia Eka Putri dalam Putusan No. 09/Pid.B/2011/Pn.BS

(17)

Hal-hal yang memberatkan :

1) Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi ;

2) Perbuatan terdakwa menghambat program peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diusung dalam PNPM;

Hal-hal yang meringankan :

1) Terdakwa berterus terang dan bersikap sopan selama pemeriksaan di persidangan;

2) Terdakwa menyesali perbuatannya;

3) Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga ; 4) Terdakwa belum pernah dihukum;

Berdasarkan pertimbangan diatas dan fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan, maka hakim dalam menjatuhkan pidana kepada kedua terdakwa memanglah harus berbeda. Hakim dalam menentukan berat ringannya pidana pidana penjara yang dijatuhkan, terlebih dahulu memperhatikan unsur-unsur pada pasal yang didakwakan kepada kedua terdakwa, selain itu hakim juga mempertimbangkan pula konsep KUHP dalam pasal 55 ayat (1) seperti disebutkan di atas, mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa dan memperhatikan nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat serta pelaksanaan teori dan tujuan pemidanaan yang dianut oleh hakim.

Hakim menggunakan pertimbangan yuridis dalam memutus perkara ini, yakni dakwaan JPU, keterangan terdakwa, keterangan saksi, alat bukti. Selain itu Hakim pada Pengadilan Batusangkar juga telah menanggapi dan mempertimbangkan secara selintas terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum, yang menurut majelis hakim sudah menyangkut ke dalam pokok persoalan yang didakwakan Penuntut Umum kepada terdakwa dan oleh majelis hakim telah dipertimbangkan dalam unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan.

(18)

terdakwa Afri Joni Zoebir menikmati hasil dari tindak pidana tersebut sehingga pidana tambahan berupa uang pengganti diberlakukan kepadanya.23

KESIMPULAN DAN SARAN

Bahwa penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang diterapkan oleh hakim di Pengadilan Negeri Batusangkar telah sesuai dengan ketentuan Pasal 183 dan 184 KUHAP. Yaitu, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Alat bukti tersebut ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Perbedaan putusan hakim di dalam menjatuhkan pidana terhadap dua (kasus) tindak pidana korupsi, memperlihatkan adanya pertimbangan-pertimbangan hakim yang berbeda pula. Dalam dua putusan perkara korupsi di Pengadilan Negeri Batusangkar yang menjadi pertimbangan hakim di dalam menjatuhkan putusan adalah jika terdakwa yang melakukan korupsi dan menikmati hasil tindak pidana korupsi tersebut akan mendapatkan pidana yang lebih berat. Sedangkan jika terdakwa tidak menikmati hasil korupsi maka akan mendapatkan hal-hal yang meringankan hukuman terdakwa.

Diharapkan pelaku Tindak Pidana Korupsi seharusnya diberikan Hukuman yang lebih memberatkan lagi, mengingat bahwa Tindak Pidana Korupsi merupakan

crimes against humanity (kejahatan kemanusiaan) dan merupakan extraordinary crime (kejahatan luar biasa) sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi dan membuat orang lain tidak ingin melakukan perbuatan korupsi. Bahwa hakim tidak boleh tebang pilih dalam menangani kasus korupsi dan juga mampu memberikan pemahaman pada masyarakat tentang bahaya Korupsi, sehingga perilaku koruptif dapat diatasi. Karena Hakim dengan kebebasannya, memegang peranan penting dalam menjatuhkan putusan pemidanaan khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi. Selain itu penegak hukum juga harus bekerja sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang PTPK secara maksimal

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga Penilaian Independen adalah lembaga independent eksternal professional yang berkualifikasi, bersertifikat serta memiliki tenaga ahli di bidang penilaian aset

Isi pada kolom yang sesuai dan menyangkut apa yang anda rasakan tentang Lingkungan Kerja Fisik pada MA Darussalam Pangkalpinang3. Beri checklist (  ) pada

Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh media interaktif animasi terhadap minat belajar peserta didik yang mengikuti proses

Culture shock atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan gegar budaya adalah istilah psikologis yang menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang dalam menghadapi kondisi

Dari kurva tegangan regangan diatas menunjukan bahwa variasi campuran arang batok kelapa 5% dengan perendaman air sungai didapat nilai kuat tekan terbesar berada pada

Menurut Abu Abdillah Muhammad (1997) dalam kitab al-jawab al-kafi liman saala an dawa kafi, dosa-dosa itu akan mengakibatkan; 1) Tertutupnya seseorang dari mendapatkan

Strategi pemasaran melalui peningkatan kualitas produk deposito mud{a<rabah di BPRS Bumi Artha Sampang yang sangat menonjol yaitu nasabah deposan mendapatkan

Pengumpulan data sekunder dimaksudkan untuk menentukan skala prioritas penanganan jalan di Kabupaten Pacitan. Data sekunder diperoleh dari instansi Pemerintah Kabupaten Pacitan