SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi sebagian dari persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Disusun Oleh:
Hasnatul
‘
Alawiyah
106070002171
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh :
HASNATUL ‘ALAWIYAH NIM : 106070002171
Di Bawah Bimbingan :
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si Solicha, M.Si
NIP.19561223 198303 2 001 NIP. 19720415 199903 2 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SISWA MTS. AL-HIDAYAH BEKASI telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Desember 2011 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 9 Desember 2011
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Pembantu Dekan/
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2 001
Anggota :
Dra. Diana Mutiah, M.Si Solicha, M.Si
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Hasnatul ‘Alawiyah NIM : 106070002171
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh self-efficacy,
konformitas dan goal orientation terhadap perilaku menyontek (cheating)
siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 30 November 2011
Hasnatul ‘Alawiyah NIM : 106070002171
“
Berlaku jujurlah, karena sesungguhnya
Berlaku jujurlah, karena sesungguhnya
Berlaku jujurlah, karena sesungguhnya
Berlaku jujurlah, karena sesungguhnya
kejujuran itu menuntun kepada kebaikan,
kejujuran itu menuntun kepada kebaikan,
kejujuran itu menuntun kepada kebaikan,
kejujuran itu menuntun kepada kebaikan,
dan sesungguhnya kejujuran itu menuntun ke surga.
dan sesungguhnya kejujuran itu menuntun ke surga.
dan sesungguhnya kejujuran itu menuntun ke surga.
dan sesungguhnya kejujuran itu menuntun ke surga.
Dan jauhilah dusta, karena dusta itu menyeret kepada
Dan jauhilah dusta, karena dusta itu menyeret kepada
Dan jauhilah dusta, karena dusta itu menyeret kepada
Dan jauhilah dusta, karena dusta itu menyeret kepada
dosa dan kemungkaran, dan sesungguhnya dosa itu
dosa dan kemungkaran, dan sesungguhnya dosa itu
dosa dan kemungkaran, dan sesungguhnya dosa itu
dosa dan kemungkaran, dan sesungguhnya dosa itu
menuntun ke neraka.
”
menuntun ke neraka.
”
menuntun ke neraka.
”
menuntun ke neraka.
”
(
(
(
( HR. Bukhari
HR. Bukhari
HR. Bukhari
HR. Bukhari ) ) ) )
“
Man
“
Man
“
Man
“
Man jadda wa
jadda wa
jadda wa
jadda waja
ja
ja
jadddda
a
a
a
”
”
”
”
Barang siapa yang bersungguh
Barang siapa yang bersungguh
Barang siapa yang bersungguh
Barang siapa yang bersungguh----sunggu
sunggu
sunggu
sungguhhhh
maka
maka
maka
Sebuah Dedikasi
Karya ini kupersembahkan untuk Ema & Bapak tercinta,
Sungguh pencapaian ananda ini tidak akan pernah sebanding
dengan segala pengorbanan yang telah Ema & Bapak berikan.
Terimakasih atas cinta dan kasih sayangnya serta doa
yang selalu terucap untuk ananda.
Kakak-kakak tersayang, yang selalu menyayangiku dengan
sepenuh hati, dan selalu memberikan dukungan
serta mendoakanku dalam kebaikan.
Serta kedua keponakanku yang selalu menghibur
C) Hasnatul ‘Alawiyah
D) Pengaruh self-efficacy, konformitas dan goal orientation terhadap perilaku menyontek (cheating) siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi
E) XVII + 99 halaman + 30 lampiran
F) Kecenderungan menyontek dalam kegiatan akademis kerap kali terjadi di dunia pendidikan. Oleh karena itu, menyontek menjadi salah satu fenomena yang muncul menyertai aktifitas proses belajar-mengajar sehari-hari di sekolah khususnya bila ada ulangan dan ujian. Oleh karena itu perilaku mencontek bukan hal baru dalam dunia pendidikan, menyontek sudah sangat populer mulai dari pelajar SD, SMP, hingga SMA sampai Perguruan tinggi.
Dengan semakin maraknya perilaku menyontek (cheating) di kalangan siswa maka perlu diantisipasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku menyontek (cheating). Tujuan penelitian ini adalah menguji signifikansi faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi perilaku menyontek seperti self-efficacy, konformitas, goal orientation, jenis kelamin dan tingkatan kelas. Berdasarkan pengujian statistik penelitian ini diharapkan akan mengungkapkan seberapa besar pengaruh dari setiap variabel prediksi yang dianalisis tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan metode probability sampling, dengan menggunakan teknik stratified random sampling dimana pemilihan sampel dari populasi berdasarkan pada strata tiap-tiap kelas. Partisipan pada penelitian ini adalah siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi yang berjumlah 150 siswa.
Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti menyarankan jika ada yang ingin melanjutkan penelitian dengan tema yang sama, untuk peneliti selanjutnya disarankan agar sebaiknya menggunakan beberapa variabel lain yang mempengaruhi cheating untuk dijadikan independent variabelnya dan hendaknya menambahkan atau memperbanyak jumlah sampel, sehingga hasil penelitian yang didapat lebih akurat. Untuk para pendidik hendaknya dalam kegiatan belajar mengajar sebaiknya memperhatikan tingkatan kelas siswa dalam melakukan pembelajaran terutama dalam ujian, karena cenderung yang melakukan cheating adalah siswa tingkat kelas lebih tinggi. Oleh karena itu perlu perhatian dan pembinaan khusus pada kelas-kelas tersebut agar tidak terlalu memiliki perilaku menyontek (cheating).
berkat kekuasaan dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Terselesaikannya skripsi ini sebenarnya juga tidak luput dari bantuan pihak luar, oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pembantu Dekan I, beserta seluruh jajaran dekanat lainnya, yang selalu berusaha menciptakan lulusan-lulusan Fakultas Psikologi yang berprestasi dan berkualitas.
2. Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si. Dosen Pembimbing satu, yang selalu sabar memberikan solusi-solusi cerdas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, berdiskusi, memberi masukan yang sangat berarti, dan memberi semangat kepada penulis. Terimakasih atas keikhlasannya untuk meluangkan waktu di sela-sela kesibukan dengan jadwal ibu yang begitu padat.
3. Ibu Solicha, M.Si. Dosen pembimbing dua, yang telah memberikan masukan yang bermanfaat dan sangat berarti yang berkaitan dengan penelitian sehingga sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih atas semangat yang ibu berikan, buku-buku yang ibu pinjamkan dan sudah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan ibu yang sedang hamil sambil melanjutkan S3, semoga ibu dimudahkan dalam melahirkan dan di berikeselamatan, Amin.
4. Ibu S. Evangeline I Suaidy M. Psi. Psi., Pembimbing akademik kelas A
bermanfaat untuk penulis maupun untuk orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Teristimewa, Ema dan Bapak yang rela mengeluarkan keringat demi pendidikan dan kebahagiaan anak-anaknya walaupun dengan kondisi badan yang mudah sakit. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan kepada Ema dan Bapak, amin. Skripsi ini adalah sebuah dedikasi sederhana atas pengabdian penulis kepada Ema dan Bapak tercinta.
7. Kakak-kakakku, Ibu Ngkis (Mpo)yang selalu memotivasi baik secara moril maupun materil untuk selalu semangat dalam menjalani kehidupan ini terutama merapungkan skripsi yang sudah membuatku jungkir-balik dan jatuh-bangun untuk menyelesaikannya. Bang Haji, Teh Haji, Bang Uding dan Teh Ika terimakasih sudah menjadi motivator Neng untuk menjadi Sarjana. Teh Enca, terimakasih udah ngurusin semua perlengkapan Neng kuliah. Terimakasih juga buat Aa yang udah mau antar jemput Neng Bogor-Ciputat.
Serta kedua keponakanku tersayang, Bilqis dan Zahran, walaupun kalian sering ngebuat teteh pusing tapi berkat kalian hari-hari teteh lebih berwarna. 8. Kepala Sekolah MTs. Al-hidayah Bekasi, Bapak H. Jahrudin, S. Ag, M.M.pd
dan seluruh siswa-siswi MTs. Al-Hidayah Bekasi, terimakasih atas iin dan partisipasinya dalam merapungkan penelitian ini.
9. Teman-temandi Federasi Olahraga Mahasiswa (FORSA) serta Senpai-senpai dan teman-teman Karate UIN Jakarta, yang telah banyak mengajarkan arti dan makna hidup serta pengalaman berorganisasi. Khususnya Senpai Abi yang
selalu mengajarkan dan menekankan pentingnya mempunyai jiwa yang pemberani yang tidak takut untuk menantang dunia namun tetaplah mempunyai hati yang jernih, ikhlas dan tidak sombong.
saudara-saudaraku jauh di seberang sana. Persahabatan yang indah ini tidak akan pernah terlupakan sampai kapanpun. Terimakasih untuk persahabatan
yang indah ini.
11.Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas A yang selalu smart dalam berpikir dan berdiskusi, serta angkatan dibawah penulis, terimakasih atas kebersamaan dan pembelajaran yang begitu indah selama ini. Semua kenangan indah yang telah kita lalui bersama tidak akan pernah terlupakan. 12.Teman-teman J-Pers (Jejak Petualngan), Mahachala (Mahasiswa Pecinta
Alam) Psikologi UIN Jakarta, B2W Bogor (Bike To Work), B2C Bogor (Bike To Campus) dan Topas (Tekun Olahraga Pasti Sehat Selalu) yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas pengalaman petualangan yang sungguh mengesankan dan tidak terlupakan.
13.Staff bagian Akademik, Umum, dan Keuangan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
14.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral serta pengertian mereka penulis bisa menyelesaikan laporan ini.
Hanya asa dan doa yang penulis panjatkan kepada semua pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk
menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca.
Jakarta, 30 November 2011
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing...i
Pengesahan Panitia Ujian ...ii
Pernyataan Bukan Plagiat... .iii
Motto...iv
Persembahan...v
Abstrak ...vi
Kata Pengantar………viii
Daftar Isi………... xi
Daftar Tabel ...……… xiv
Daftar Bagan ……….. xvi
Daftar Lampiran ………...xvii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ...16
1.3. Tujuan Penelitian ...19
1.4. Manfaat Penelitian ...19
1.5. Sistematika Penulisan...20
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...21
2.1. Perilaku Menyontek (cheating)...21
2.1.1. Pengertian Perilaku Menyontek (Cheating)...22
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyontek (cheating)...23
2.1.4. Dimensi-dimensi Perilaku Menyontek (cheating)...29
2.2. Self-efficacy...29
2.2.1. Pengertian Self-efficacy...30
2.2.2. Faktor-faktor Terbentuknya Self-efficacy...32
2.3.3. Kondisi yang Mendorong Terjadinya Konformitas ...42
2.4. Goal Orientation...45
2.4.1. Pengertian Goal Orientation...45
2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Goal Orientation...46
2.4.3. Dimensi-Dimensi Goal Orientation...47
2.5. Kerangka Berfikir ...52
2.6. Hipotesis Penelitian...56
BAB III METODE PENELITIAN...57
3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...57
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel...57
3.2.1. Populasi ...57
3.2.2. Sampel...58
3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel ...58
3.3. Variabel Penelitian...59
3.3.1. Identifikasi Variabel...59
3.3.2. Definisi Oprasional Variabel ...60
3.4. Pengumpulan Data ...62
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data ...62
3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data ...62
3.5. Teknik Uji Instrumen dan Analisis Data...73
3.5.1. Uji Validitas...73
3.5.2. Uji Reliabilitas ...74
3.6. Prosedur Penelitian ...75
3.7. Teknik Analisa Data ...77
BAB IV HASIL PENELITIAN ...78
4.1. Gambaran Umum Responden...78
4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...78
4.2.3. Kategorisasi Skor Konformitas ...82
4.2.4. Kategorisasi Skor Goal Orientation...83
4.3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian...84
4.3.1. Hasil Uji Hipotesis Mayor...84
4.3.2. Hasil Uji Hipotesis Minor ...86
4.3.3. Pengujian Sumbangan Masing-masing Independent Variable...90
4.3.4. Sumbangan Masing-masing Independent Variable...91
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN………..94
5.1. Kesimpulan………...94
5.2. Diskusi………95
5.3. Saran………...98
5.3.1. Saran Teoritis………....….98
5.3.2. Saran Praktis………..99 DAFTAR PUSTAKA
Tabel 2.2. Konsep-konsep goal orientation... 49
Tabel 3.1. Populasi siswa-siswi MTs. Al-Hidayah Bekasi tahun 2011 ... 58
Tabel 3.2. Pilihan jawaban dan skoring respon jawaban ... 63
Tabel 3.3. Pedoman skoring kuisioner jenis kelamin ... 64
Tabel 3.4. Pedoman skoring kuisioner tingkatan kelas... 64
Tabel 3.5. Blue print perilaku menyontek (cheating)try out... 65
Tabel 3.6. Blue print perilaku menyontek (cheating)... 66
Tabel 3.7. Blue print self-efficacy try out... 67
Tabel 3.8. Blue print self-efficacy... 68
Tabel 3.9. Blue print konformitas try out... 69
Tabel 3.10. Blue print konformitas ... 70
Tabel 3.11. Blue print goal orientation try out... 71
Tabel 3.12. Blue print goal orientation... 72
Tabel 3.13. Skor hasil uji reliabilitas skala... 75
Tabel 4.1. Gambaran umum subjek berdasarkan jenis kelamin ... 78
Tabel 4.2. Gambaran umum subjek berdasarkan tingkatan kelas... 79
Tabel 4.3. Skor peroleh perilaku menyontek (cheating)... 80
Tabel 4.4. Klasifikasi skor perilaku menyontek (cheating)... 80
Tabel 4.5. Skor perolehan self-efficacy... 81
Tabel 4.6. Klasifikasi skor selfefficacy... 81
Tabel 4.7. Perolehan Z score konformitas... 82
Tabel 4.8. Klasifikasi responden pada konformitas... 83
Tabel 4.9. Perolehan Z scoregoal orientation... 83
Tabel 4.10. Klasifikasi responden pada goal orientation... 84
Tabel 4.11. Tabel R-square... 85
Tabel 4.12. Tabel ANOVA pengaruh IV terhadap DV... 85
Tabel 4.13. Koefisiensi regresi ... 86
Tabel 4.14. Uji beda jenis kelamin ... 89
Tabel 4.15. Uji beda tingkatan kelas... 89
Lampiran 2 Surat Bukti Penelitian
Lampiran 3 Skala Try Out
Lampiran 4 Data Mentah Perilaku Menyontek Cheating Try Out
Lampiran 5 Data Mentah Selfefficacy Try Out
Lampiran 6 Data Mentah Konformitas Try Out
Lampiran 7 Data Mentah Goal Orientation Try Out
Lampiran 8 Output Uji Validitas dan Reliabilitas Try Out Perilaku Menyontek
(cheating)
Lampiran 9 Output Uji Validitas dan Reliabilitas Try Out Self-efficacy
Lampiran 10 Output Uji Validitas dan Reliabilitas Try Out Konformitas
Lampiran 11 Output Uji Validitas dan Reliabilitas Try Out Goal Orientation
Lampiran 12 Skala Field Study
Lampiran 13 Data Mentah Cheating Field Test
Lampiran 14 Data Mentah Self-efficacy Field Test
Lampiran 15 Data Mentah Konformitas Acceptance Field Test
Lampiran 16 Data Mentah Konformitas Compliance Field Test
Lampiran 17 Data Mentah Mastery Goal orientation Field Test
Lampiran 18 Data Mentah Performance Goal Orientation Field Test
Lampiran 19 Data Mentah Tingkatan Kelas dan Jenis Kelamin Terhadap
Lampiran 23 Z score Goal Orientation
Lampiran 24 Data Responden Hasil Penelitian
Lampiran 25 Output Uji Validitas dan Reliabilitas Field Study Perilaku
Menyontek (cheating)
Lampiran 26 Output Uji Validitas dan Reliabilitas Field StudySelf-efficacy
Lampiran 27 Output Uji Validitas dan Reliabilitas Field Study Konformitas
Lampiran 28 Output Uji Validitas dan Reliabilitas Field StudyGoal Orientation
Lampiran 29 T-Test Jenis Kelamin dan Tingkatan Kelas
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi saat ini kompetisi antar individu dengan individu
yang lainnya sangat ketat disegala bidang. Kompetisi yang terjadi tidak hanya
antar individu dalam negeri saja, akan tetapi juga antar bangsa. Hal terpenting
dalam era globalisasi ini adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu pesat. Negara yang maju adalah Negara yang mampu mengusai ilmu
pengetahuan dan teknologi serta mampu menciptakan teknologi baru.
Negara Indonesia sebagai Negara berkembang, termasuk salah satu Negara
yang sedang giat-giatnya membangun dan meningkatkan sumber daya manusia
melalui pendidikan. Oleh karena itu untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia
pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten
agar mampu bersaing dalam segala hal.
Agar tidak ketinggalan dengan Negara-negara yang lain, Indonesia
dituntut untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju sangat
pesat. Mau tidak mau peningkatan sumberdaya manusia mutlak diperlukan.
Dalam hal ini pemerintah Indonesia sangat menyadari pentingnya
menciptakan warga Negara yang berkualitas, agar sumberdaya manusia Indonesia
tidak kalah dari sumber daya manusia di Negara lain. Agar dapat mengontrol
kualitas manusia Indonesia dalam jalur pendidikan dilakukan Ujian Nasional
Ujian merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi proses belajar.
Dalam dunia pendidikan, ujian dimaksudkan untuk mengukur taraf pencapaian
suatu tujuan pengajaran oleh siswa sebagai peserta didik, sehingga siswa dapat
mengetahui tingkat kemampuannya dalam memahami pelajaran yang sedang
ditempuh. Bila ternyata hasilnya belum maksimal, maka proses belajar harus
ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitas (Maradina, 2008).
Dalam usaha untuk meraih keberhasilan mendapatkan nilai yang baik
dalam ujian, ada siswa yang belajar dengan tekun dan ada pula siswa yang tidak
belajar, akan tetapi mengandalkan teman atau berbuat curang, misalnya
menyontek saat mengikuti ujian. Hal ini terjadi karena hasil ujian dan ulangan itu
merupakan salah satu kriteria yang dipakai pendidik atau pengajar dalam
menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar yang dilakukan. Tak dipungkiri
lagi, dalam pelaksanaan ujian dan ulangan itu, sebagian peserta didik mencontek
(Silvano dkk, 2008).
Perilaku menyontek dapat dilakukan oleh siapapun juga untuk
mendapatkan nilai yang tinggi dan mengurangi kemungkinan mendapatkan nilai
yang buruk. Karena masyarakat berpandangan bahwa seseorang dikatakan cerdas
atau pintar jika nilai-nilai raport atau ijaahnya tinggi. Oleh karena itu para pelajar
berlomba-lomba untuk mendapat nilai tinggi (Silvano dkk, 2008). Pandangan
tersebut menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi.
Tekanan yang dirasakan akan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai, bukan
pada ilmu. Siswa dapat mempersepsi ujian sebagai alat untuk menyusun peringkat
yang dapat menunjukkan kemajuan dalam proses belajar (Sujana & Wulan, dalam
Setyani, 2007).
Kecenderungan menyontek dalam kegiatan akademis kerap kali terjadi di
dunia pendidikan. Oleh karena itu, menyontek menjadi salah satu fenomena yang
muncul menyertai aktifitas proses belajar-mengajar sehari-hari di sekolah
khususnya bila ada ulangan dan ujian. Oleh karena itu perilaku mencontek bukan
hal baru dalam dunia pendidikan, menyontek sudah sangat populer mulai dari
pelajar SD, SMP, hingga SMA sampai Perguruan tinggi. Bahkan dalam sejarah
Cina Kuno menyebutkan bahwa pada aman pemerintahan Kaisar Wen Ti pada
tahun 77 Masehi telah diberlakukan aturan ujian yang ketat bagi orang-orang yang
mengikuti ujian menjadi pegawai kerajaan. Peserta yang kedapatan menyontek
dalam ujian tersebut diancam hukuman mati (Alhada dalam Setyani, 2007).
Akan tetapi walaupun perilaku menyontek telah dikenal sejak lama tetapi dalam
Kamus Bahasa Indonesia (Suharto & Iryanto, 1995), kata tersebut tidak dapat
ditemukan secara langsung, kata menyontek baru ditemukan pada kata
jiplak-menjiplak yang artinya meniru tulisan atau pekerjaan orang lain. Sedangkan
Dalam Kamus Bahasa Inggris (Echols & Shadily, 2003) kata menyontek atau
menjiplak disebut dengan istilah Cheating. Hal ini sesuai dengan artikel yang
ditulis oleh Alhada, kata menyontek sama dengan cheating. Beliau mengutip
pendapat Bower, yang mengatakan cheating adalah perbuatan yang menggunakan
cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan
Menurut Mulyana (dalam Setyani, 2007), perilaku menyontek dapat
dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: menulis contekan di meja atau di
telapak tangan, menulis di sobekan kertas yang disembunyikan di lipatan baju,
bisa juga dengan melihat buku pedoman atau buku catatan sewaktu ujian. Seiring
dengan perkembangan teknologi, telepon genggam dapat digunakan sebagai
sarana untuk menyontek, yaitu dengan menyimpan data contekan di memori
telepon genggam atau saling berkirim jawaban melalui SMS (short message
service) pada saat ujian (Muljadi, dalam setyani 2007).
Berdasarkan pengertian di atas, menyontek adalah suatu perbuatan atau
cara-cara yang tidak jujur, curang dan menghalalkan segala cara untuk mencapai
nilai yang terbaik dalam ulangan atau ujian pada setiap mata pelajaran. Dapat
disimpulkan menyontek dalam pelaksanaan ujian adalah mengambil jawaban
soal-soal ujian dari cara-cara yang tidak dibenarkan dalam tata tertib ujian seperti:
dari buku, catatan, hasil pemikiran temannya dan media lain yang kemudian
disalin pada lembar jawaban ujian pada saat ujian berlangsung.
Pada dasarnya perilaku menyontek dapat merugikan banyak pihak, baik itu
orang yang menyontek ataupun orang yang dicontek. Dengan menyontek, orang
yang menyontek tidak dapat mengetahui seberapa besar kemampuan dirinya
dalam memahami atau menguasai pelajaran yang didapat, sedangkan orang yang
dicontek secara tidak langsung haknya diambil oleh orang yang menyontek.
Selain itu perilaku menyontek dapat menyulitkan guru dalam mengukur tingkat
keberhasilan dari proses belajar-mengajar di sekolah. Sebab nilai yang diperoleh
menunjukan tingkat kemampuan dan pemahaman siswa itu sendiri. Secara
psikologispun, perilaku nyontek memiliki dampak yang tidak baik, sebab perilaku
menyontek dapat mendidik siswa untuk berbohong demi mendapatkan sesuatu
yang nantinya akan menjadi kebiasaan dan menjadikan pribadi pembohong.
Padahal seharusnya sekolah adalah tempat untuk belajar menjadi pribadi yang
lebih baik bukan tempat untuk belajar berbohong atau berbuat curang.
Secara keseluruhan bila melihat dari kenyataan yang terjadi, perilaku
menyontek (cheating) merupakan masalah serius dan penting dalam dunia
pendidikan. Akan tetapi sepertinya masalah ini kurang mendapatkan perhatian
khusus, meskipun beberapa penelitian mengenai perilaku menyontek kerap
dilakukan. Oleh karena itu sebaiknya semua pihak dalam dunia pendidikan
sepakat untuk mengatasi masalah menyontek dan tidak hanya terpaku oleh nilai
semata akan tetapi berusaha untuk dapat mencapai prestasi akademis yang optimal
dengan memahami materi yang diberikan.
Dengan semakin maraknya perilaku menyontek (cheating) dalam kalangan
siswa maka perlunya diantisipasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
perilaku menyontek (cheating). Salah satu faktor yang diduga dapat meningkatkan
dan menurunkan perilaku menyontek pada kalangan remaja Siswa SMP adalah
keyakinan dalam diri siswa akan kemampuannya sendiri. Keyakinan akan
kemampuan diri ini dikenal dengan istilah self-efficacy.
Self-efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau
kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi
tergantung pada situasi (Cervone dalam Baron & Byrne, 2003). Oleh karena itu,
seorang siswa yang memiliki keyakinan diri yang baik akan mampu menampilkan
kemampuan terbaiknya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
disekolah dan mampu mengatasi hambatan demi tercapainya suatu tujuan dengan
apa yang dimilikinya.
Self-efficacy merupakan bagian dari psikologi positif. Self-efficacy yang
tinggi sangat baik apabila dimiliki oleh setiap individu terutama siswa yang akan
atau sedang menghadapi ujian, sebab self-fficacy merupakan persepsi atau
keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya sendiri. Selain itu menurut
Bandura (1994), self-efficacy menentukan bagaimana seseorang merasa, berpikir,
memotivasi diri sendiri dan berperilaku. Jadi sudah jelas sekali kalau self-efficacy
ini sangat penting untuk dimiliki oleh siswa. Sebab dengan adanya keyakinan
pada kemampuan diri tersebut akan ikut mempengaruhi kinerja siswa dalam
mencapai keberhasilan, sehingga self efficacy pada siswa dalam mengerjakan
ujian sangat diperlukan.
Menurut Bandura (1994), Self-efficacy berkaitan dengan keyakinan
seseorang akan kemampuan yang dimilikinya untuk menjalankan kontrol atau
fungsi mereka sendiri lebih dari peristiwa yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Keyakinan dalam keberhasilan mempengaruhi pilihan hidup seseorang, motivasi
dan ketahanan terhadap kesulitan baik itu stress atau depresi.
Seorang siswa yang memiliki self-efficacy yang baik dalam menghadapi
ujian akan memiliki pengharapan akan nilai yang bagus dan hasil yang
siswa yang memiliki self-efficacy yang rendah pada saat menghadapi ujian akan
merasakan perasaan yang cemas, menunjukkan sikap yang tidak tenang karena
tidak mampu untuk menyelesaikan soal-soal ujian, sehingga siswa tersebut akan
merasa putus asa dalam menghadapi rintangan saat ujian dilaksanakan dan
akhirnya memutuskan untuk menyontek sebagai alternatif terakhir.
Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Clara
Maradina (2008) yang dari penelitiannya menghasilkan: bahwa adanya hubungan
negatif yang signifikan antara self-efficacy dalam menghadapi ujian dengan
kecenderungan menyontek pada mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi
Ubaya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi self-efficacy maka semakin
rendah kecenderungan menyontek dan begitu juga sebaliknya semakin rendah
self-efficacy maka semakin tinggi kecenderungan untuk menyontek.
Selain self-efficacy faktor yang diduga dapat meningkatkan perilaku
menyontek adalah faktor konformitas. Sebab seringkali kita mendengar tentang
solidaritas remaja yang kadang kala disalahartikan. Dengan beranggapan bahwa
sikap solider itu adalah bagaimana kita membantu teman, baik itu dalam hal
positif maupun negatif, baik dengan rasa senang hati atau keterpaksaan karena
takut dibilang tidak solider. Melihat fenomena ini kita juga sering melihat para
siswa di sekolah misalnya pada saat ujian berlangsung mereka membantu
temannya dengan cara memberikan jawaban dengan alasan bahwa itu merupakan
sikap solider.
Menurut Sujana (dalam Nadhirah, 2008), perilaku menyontek tidak lepas
dan contoh tindakan menyontek yang dilakukan oleh teman sebaya dalam satu
kelompok atau teman sekelas. Jadi pengaruh kelompok sebaya akan sangat besar
dalam pemberian norma tingkahlaku yang akan dianut oleh individu, dimana salah
satu tingkahlaku tersebut adalah perilaku menyontek.
Perilaku mengikuti orang lain yang dimaksud disini adalah perilaku
konformitas. Biasanya perilaku konformitas ini terjadi karena mengikuti orang
lain yang ada dalam lingkungan individu berada, baik itu dengan terpaksa maupun
dengan sukarela.
Istilah konformitas pertama kali dipublikasikan oleh seorang ahli psikologi
sosial Solomon Asch tahun 1951, 1955. Eksperimen Asch ini menunjukan bahwa
orang cenderung melakukan konformitas, mengikuti penilaian orang lain,
ditengah tekanan kelompok yang mereka rasakan (Sarwono & Meinarno, 2009).
Sedangkan dalam Wade (2007) setiap orang pasti akan melakukan konformitas
dalam situasi tertentu dan untuk alasan yang sama dengan yang lain. Ada orang
yang melakukannya karena mereka mengidentifikasikan diri mereka dengan
kelompok dan anggota kelompok, serta ingin tampil serupa dengan mereka, sebab
teman-teman menggunakan pengaruh sosial satu sama lain.
Dalam kamus lengkap Psikologi J.P. Chaplin (2008) konformitas diartikan
sebagai kecendrungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang
dikuasai oleh sikap dan pendapat yang sudah berlaku. Selain itu disebutkan juga
kalau konformitas merupakan ciri pembawaan kepribadian yang cenderung
Sedangkan dalam Wikipedia istilah konformitas diartikan sebagai proses
dimana seorang individu bersikap, meyakini, dan berperilaku yang dikondisikan
oleh sesuatu untuk menjadi apa yang orang lain bisa lihat. Dilain pihak seseorang
menyesuaikan keinginannya sendiri untuk mencapai rasa aman dalam
kelompoknya yang biasanya terdapat kesamaan dalam hal usia, budaya, agama,
bahkan status pendidikan. Akan tetapi konformitas ini sering dikaitkan dengan
remaja dan budaya kaum muda, karena remaja sangat terikat dengan kelompok
teman sebaya terutama di lingkungan sekolah (http://translate.google.co.id.
http://en.wikipedia.org/Conformity).
Dari fenomena yang biasa terjadi, konformitas pada remaja lebih banyak
memiliki efek yang buruk, padahal tidak semua konformitas memiliki efek buruk,
karena baik atau buruk tergantung pada situasi, kondisi dan tentunya pada
individu itu sendiri. Akan tetapi yang sering terjadi pada remaja adalah hal-hal
yang negatif (Santrock, 2002).
Konformitas dapat berperan secara positif atau negatif pada seorang
remaja, yang dimaksud peran negatif disini adalah perilaku menyontek (cheating).
Seperti yang terjadi baru-baru ini di SDN 2 Gadel, Surabaya, adanya fenomena
konformitas menyontek massal saat Ujian Nasional 2011, dimana seorang murid
bernama Alifah Ahmad Maulana (Aam) diminta oleh pihak sekolah “memadu”
teman-temannya menggarap soal ujian, karena takut kepada guru akhirnya Aam
memberikan hasil jawabannya kepada teman-temannya, dan hasilnya baik (Riadi,
siswa mempersiapkan diri dengan belajar bersama teman-temannya untuk
menghadapi ujian sekolah.
Biasanya pada perilaku konformitas seseorang mengikuti perilaku
kelompoknya meskipun ia berbeda pendapat dengan kelompoknya (Khrisnaresa,
2009). Semakin tinggi konformitas terhadap kelompok sebaya, maka
kecenderungan perilaku menyontek pun akan semakin tinggi. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nadhirah (2008) yang dari penelitiannya
menghasilkan kalau adanya hubungan yang positif dan signifikan antara
konformitas kelompok dan perilaku menyontek pada mahasiswa IAIN “SMH”
Banten Fakultas Tarbiyah. semakin tinggi konformitas terhadap kelompok sebaya,
maka makin tinggi pula kecenderungan menyontek.
Selain self-efficacy dan konformitas kecendrungan menyontek siswa juga
dapat dikaitakan oleh goal orientation. Sebab ketika siswa menyontek, siswa
tersebut memiliki tujuan yang ingin dicapainya dan tentunya tujuan dari setiap
siswa yang menyontek berbeda-beda. Akan tetapi tujuan tersebut sangat terkait
dengan pencapain prestasi di kelas. Ini berarti perilaku menyontek (cheating) yang
terjadi pada siswa dapat dikaitkan dengan bagaimana siswa mengorientasikan
tujuannya.
Beragam usaha yang dilakukan siswa untuk meraih prestasi dalam
kegaiatan akademis terkait dengan suatu orientasi tujuan itu sendiri dalam
mencapai tujuan yang diharapkannya. Orientasi tujuan atau biasa disebut dengan
Wikipedia mengartikan goal orientation (GO) adalah "tujuan". Disini GO
sebagai cara untuk mengejar dan mencapaian tujuan dalam konteks prestasi.
Selain itu GO merupakan motivasi internal dalam diri siswa dalam kompetensi
mengejar prestasi akademik disekolah http://en.wikipedia.org/wiki/Goal-oriented.
Goal atau tujuan adalah sesuatu yang diusahakan oleh seseorang untuk
dicapai, dan sesuatu itu berada diluar diri individu (Locke & latham, 1990 dalam
Pintrich & Schunk, 1996). Sedagkan goal orientation merupakan pola keyakinan
yang mengarahkan pada cara yang berbeda dalam pendekatan, penggunaan dan
respon terhadap achievement situation (Ames, 1992, dalam Pintrich & Schunk,
1996). Goal orientation merefleksikan standar individu dalam mencapai
keberhasilan.
Sedangkan dalam kamus lengkap Psikologi J.P. Chaplin (2008) goal
orientation diartikan sebagai kondisi dituntun menuju kearah sasaran. Dalam
kegiatan belajar keluar dari jalan yang ruwet simpang-siur, merupakan upaya atau
jalan tempuh yang mengarah pada sasaran, baik merupakan jalan buntu atau
menjadi bagian dari jalan yang benar.
Berkaitan dengan hal di atas, maka dapat diketahui bahwa seorang siswa
yang memiliki tujuan dalam proses belajar, maka siswa tersebut akan menetapkan
tujuan sebagai harapan, hal ini dapat dikatakan mengikuti ujian dan mendapatkan
kelulusan dengan nilai yang baik merupakan harapan yang harus dicapai. Maka
untuk memantapkan tujuan siswa yaitu mendapatkan keberhasilan saat ujian dan
dan meningkatkan waktu untuk membaca berbagai literatur yang mendukung
materi pelajaran (Maradina, 2008).
Secara umum ada dua jenis orientasi tujuan dalam kegiatan akademis,
yaitu tujuan untuk mengembangkan kemampuan (mastery orientation) dan tujuan
untuk menunjukan kemampuan (performance orientation). Menurut Pintrich dan
Schunk (1996), siswa yang berorientasi pada mastery orientation akan
memfokuskan tujuannya pada pengembangan kemampuan, dan berusaha untuk
memahami setiap tugas yang diberikan oleh para guru, dan selalu meningkatkan
kompetensi diri. Sebaliknya, siswa yang berorientasi pada performance
orientation lebih memfokuskan pada bagaimana penilaian orang lain terhadap
kemampuan yang dimiliki oleh para siswa.
Bila melihat kedua jenis orientasi tujuan, performance orientation lebih
mengarah pada pola perilaku maladaptip dari pada mastery goals. Oleh karena itu
siswa yang berorientasi pada performance orientation cenderung menggambarkan
siswa yang melakukan menyontek, sedangkan siswa yang berorientasi pada
mastery orientation cenderung menghindari perilaku menyontek (cheating) dalam
mencapai tujuan pembelajarannya. Oleh karena itu tidak setiap siswa yang
berorientasi pada performance orientation dia akan selalu menyontek dan siswa
yang berorientasipada mastery orientation tidak akan menyontek.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh setya (2005) yang
menghasilkan kalau orientasi tujuan siswa dan struktur tujuan kelas secara
bersama-sama memberikan sumbangan pada perilaku menyontek siswa SMP
adanya kecendrungan menyontek siswa SMP dalam pelajaran Matematika. Dari
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa orientasi tujuan dapat mempengaruhi
seseorang untuk menyontek atau tidak dalam mencapai tujuan yang
diharapkannya.
Dari pernyataan di atas sudah jelas kalau Goal orientation dapat
mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi hambatan untuk
mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan. Baik itu hambatan dalam
pendidikan dan ujian ataupun hambatan dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan, seperti halnya siswa SMP/MTs yang harus menyesuaikan diri dari
kehidupan Sekolah Dasar di masa anak-anak menuju masa remaja awal di Sekolah
Menengah Pertama. Oleh karena itu, sebaiknya siswa dalam menghadapi ujian
menganggap tugas mereka sebagai tantangan, bukan sebagai ancaman. Sebab
ketika siswa memandang tugas sebagai tantangan, bukan sebagai ancaman,
mereka tidak akan merasa takut dalam menghadapi kegagalan. Akan tetapi malah
termotivasi untuk meningkatkan prestasi belajar dengan hasil yang maksimal.
Selain variabel independen di atas, penelitian ini juga menggunakan
variabel demografis yang terdiri dari jenis kelamin dan tingkatan kelas. Variabel
demografis ini digunakan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang
mengungkapkan mengenai jenis kelamin dan tingkatan kelas dalam hal
menyontek, seperti penelitian yang dilakukan oleh Calabrese dan Cochran (1990
dalam Anderman, Griesinger & Westerfield, 1998) yang mengemukakan bahwa di
Sekolah Negeri atau Swasta, perilaku menyontek (cheating) lebih umum
mahasiswapun menyatakan hal yang sama, bahwa laki-laki lebih sering
menyontek daripada perempuan. Selain itu laki-laki juga mengatakan bahwa
mereka lebih banyak menyontek pada saat ulangan dengan menggunakan berbagai
metode menyontek. Di sisi lain perempuan menyetujui kalau cheating lebih
banyak dilakukan oleh laki-laki, sebab perempuan akan merasa bersalah jika
mereka menyontek (Baird, 1980 dalam Andermana & Midgley, 2004).
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Newstead et al. (1996
dalam Anderman, Griesinger & Westerfield, 1998) mengungkapkan bahwa di
kalangan mahasiswa, laki-laki lebih banyak menyontek dari pada perempuan,
selain itu dalam penelitian itu pula diungkapkan kalau mahasiswa yang lebih
muda atau semester bawah lebih banyak menyontek dari pada murid yang tua atau
semester atas. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh McCabe,
Trevino dan Butterfield (2001) menunjukkan bahwa mahasiswa yang lebih muda
cenderung untuk menyontek dari mahasiswa yang lebih tua. McCabe dan Trevino
mengemukakan bahwa pada kesatu dan kedua tahun pertama mahasiswa merasa
berat dengan program fakultas, dan tidak ingin mengulang kembali mata kuliah
yang telah dipelajari, oleh karena itulah mahasiswa semester bawah lebih memilih
untuk menyontek. Sebaliknya, pada tahun katiga dan keempat perkuliahan,
mahasiswa tampaknya lebih antusias akan program fakultas karena sudah terbiasa
dengan program tersebut.
Berdasarkan asumsi penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai
variabel demografis, peneliti ingin mengetahui apakan benar perilaku menyontek
terbalik dengan penelitian sebelumnya. Selain itu apakah dalam jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) perilaku menyontek lebih
banyak dilakukan oleh kelas bawah ataukah berbanding terbalik dengan penelitian
sebelumnya.
Adapun dalam penelitian ini, fokusnya adalah para siswa pada jenjang
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sebab siswa SMP/MTs merupakan usia
peralihan dari usia anak-anak menuju usia remaja awal, selain itu merekapun
mengalami masa peralihan dari Sekolah Dasar ke jenjang yang lebih tinggi yakni
Sekolah Menengah Pertama. Pada masa ini siswa perlu menyesuaikan diri dengan
konteks sosial yang berbeda dengan sebelumnya dan proses pencapaian
prestasipun berbeda degan sekolah dasar. Oleh karena itu perlunya kesiapan
dalam diri siswa dalam menghadapi proses perubahan yang terjadi, sebab apabila
siswa kesulitan dalam menghadapi perubahan ini maka mereka akan berusaha
mencari jalan keluar yang belum tentu benar. Dalam kondisi tersebut perilaku
menyontek mungkin akan terjadi karena dipandang sebagai jalan keluar termudah
agar mereka tetap dapat berprestasi di sekolah.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian longitudinal Anderman (dalam
Murdock & Anderman, 2006) menunjukkan bahwa menyontek sering dilakukan
siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dikarenakan adanya perubahan keadaan
lingkungan belajar yang dialami siswa, yaitu siswa mengalami masa transisi dari
Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah Pertama, yang mana perubahan struktur
kelas yang kecil menjadi struktur kelas yang lebih besar, sehingga lingkungan
Selain itu karena siswa SMP/MTs, termasuk siswa MTs. Al-Hidayah
Bekasi adalah termasuk pada masa remaja awal yang mana masa ini merupakan
masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, maka pada masa ini seseorang
banyak sekali mengalami perubahan dalam dirinya, baik itu pertumbuhan dan
perkembangan fisik, pertumbuhan dan kematangan seks serta perkembangan
sosial. Oleh karena itu, remaja sangat dituntut untuk bisa memiliki rasa keyakinan
akan kemampuan diri dalam menghadapi ujian dan tidak mudah terpengaruh
dalam perilaku konformitas serta dapat menentukan tujuan mereka dalam bidang
akademis untuk mencapai prestasi sesuai dengan apa yang diharapkan tanpa
menyontek.
Berdasarkan penjelasan di atas, ada indikasi bahwa sebenarnya
self-efficacy, konformitas dan goal orientation serta variabel demografis dapat
menjelaskan terjadinya perilaku menyontek di sekolah. Berdasarkan pada
pemikiran tersebut penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh keempat
faktor self-efficacy, konformitas dan goal orientation serta variabel demografis
terhadap perilaku menyontek siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi.
Alasan mendasar penelitian ini dilakukan di MTs. Al-Hidayah Bekasi
karena sekolah ini memiliki siswa cukup banyak dalam satu kelas, yang
memungkinkan siswa untuk melakukan konformitas dalam menyontek.
1.2. Pembatasan dan Rumusan Masalah 2.1. Pembatasan Masalah
Agar penulisan penelitian ini menjadi terarah dan tidak meluas,
1. Perilaku menyontek (cheating) yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah perbuatan curang yang dilakukan dalam
dunia pendidikan, baik itu meniru tulisan atau pekerjaan orang
lain dengan perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur dengan
menghalalkan segala cara untuk mencapai nilai yang terbaik
dalam ulangan atau ujian pada setiap mata pelajaran, seperti:
menulis contekan di meja atau di telapak tangan, menulis di
sobekan kertas yang disembunyikan di lipatan baju, melihat
buku pedoman atau buku catatan, atau menyontek melalui
media lain seperti HP sewaktu ujian (Murdock & Anderman,
2006).
2. Self-efficacy yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
keyakinan siswa akan kemampuan dirinya dalam menghadapi
tantangan dalam dunia pendidikan. Keyakinan ini merupakan
kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan dalam mencapai keberhasilan pada saat ujian tanpa
perlu menyontek yang diungkapkan melalui skor-skor dari alat
ukur skala self-efficacy (Bandura, 1986).
3. Konformitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
perilaku meniru orang lain, baik itu berupa sikap atau tingkah
laku dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang
dibayangkan oleh siswa. Akan tetapi konformitas disini lebih
menyontek di kelas atau sebaliknya yang diungkapkan melalui
skala konformitas (Sarwono & Meinarno, 2009).
4. Goal orientation yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
orientasi tujuan yang dimiliki siswa dalam belajar yang terdiri
dari mastery goal dan performance goal yang diungkapkan
melalui skala goal orientation (Pintrich & Schunk, 1996).
5. Variabel demografis disini adalah jenis kelamin yang terdiri
dari laki-laki dan perempuan, dan tingkatan kelas yang ada di
MTs Al-Hidayah Bekasi.
6. Penelitian ini dilakukan di MTs. Al-Hidayah Bekasi Kelas I, II
dan III atau kelas VII, VIII dan kelas IX.
2.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian
ini difokuskan pada:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan self-efficacy, konformitas
dan goal orientation terhadap perilaku menyontek (cheating)
siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi?
2. Seberapa besarkah pengaruh self-efficacy, konformitas dan goal
orientation terhadap perilaku menyontek (cheating) siswa
MTs. Al-Hidayah Bekasi?
3. Faktor-faktor manakah yang paling mempengaruhi perilaku
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat:
1. Ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara self-efficacy,
konformitas dan goal orientation terhadap perilaku menyontek
(cheating) siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi.
2. Faktor yang paling mempengaruhi perilaku menyontek (cheating)
siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat
berupa:
1. Manfaat teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi
perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan. Selain itu
dari hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menambah khaanah
pengetahuan tentang perilaku cheating serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
2. Manfaat praktis
Bagi pihak MTs. Al-Hidayah Bekasi diharapkan hasil penelitian ini
dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor penyebab siswa
menyontek, khususnya pada saat ujian, sehingga mampu mengurangi
intensitas menyontek pada siswa. Bagi siswa diharapkan hasil penelitian
menyontek. Dengan demikian diharapkan siswa dapat menghilangkan
kebiasaan menyontek dan dapat memperoleh hasil ujian dengan baik dan
jujur.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I. Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri atas: Latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II. Bab ini memaparkan teori perilaku menyontek (cheating),
self- efficacy, konformitas dan goal orientation pada
siswa SMP yang dilengkapi dengan kerangka berfikir
dan hipotesis penelitian.
BAB III. Bab ini menggambarkan metode yang digunakan untuk
penelitian yang terdiri atas: pendekatan dan jenis penelitian,
definisi variabel, populasi dan sampel, metode pengambilan
data, teknik pengambilan data, dan teknik uji instrumen,
hasil uji instrumen serta prosedur penelitian.
BAB IV. Hasil penelitian yang terdiri dari: analisis deskriptif dan uji
hipotesis.
BAB II
KAJIAN TEORI
Bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun
subbab yang akan dipaparkan terdiri dari enam subbab yaitu subbab pertama
membahas tentang perilaku menyontek (cheating) dan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku menyontek (cheating). Subbab kedua membahas tentang
self-efficacy. Subbab ketiga membahas tentang konformitas. Subbab keempat
membahas tentang goal orientation. Subbab kelima membahas tentang kerangka
berpikir, dan dilanjutkan dengan subbab keenam membahas tentang hipotesis
penelitian. Adapun fokus penelitian ditekankan pada siswa Sekolah Menengah
Pertama atau Madrasah Tsanawiyah.
2.1. Perilaku menyontek
Perilaku menyontek (cheating) telah dipelajari di bidang pendidikan,
sosiologi, filsafat, dan ekonomi (dalam Anderman & Murdock , 2007). Akan
tetapi perilaku menyontek (cheating) yang dibahas dalam penelitian ini adalah
perilaku menyontek (cheating) dalam bidang pendidikan. Sebab kecenderungan
menyontek dalam kegiatan akademis kerap kali terjadi di dunia pendidikan. Oleh
karena itu, menyontek menjadi salah satu fenomena yang muncul menyertai
aktivitas proses belajar-mengajar sehari-hari di sekolah. Schab (1991 dalam
Anderman & Midgley, 2004) pun dikatakan kalau perilaku menyontek dalam
dunia pendidikan merupakan fenomena umum di sekolah, baik itu pada Sekolah
tinggi. Akan tetapi Departemen Pendidikan California menemukan hasil
penelitian perilaku menyontek yg lebih tinggi pada siswa Sekolah Menengah
Pertaman (SMP), yakni sebesar 75%.
2.1.1. Pengertian perilaku menyontek (cheating)
Perilaku menyontek (cheating) adalah strategi yang digunakan siswa untuk
meningkatkan kinerja (dalam hal ini kinerja yang dimaksud adalah nilai) mereka
dengan cara yang tidak benar (Anderman, Griesinger & Westerfield, 1998).
Menurut Gehring dan Pavela (1994 dalam Pincus & Schmelkin 2003) perilaku
menyontek (cheating) merupakan suatu tindakan curang yang sengaja dilakukan
ketika seorang siswa mencari dan membutuhkan adanya pengakuan atas hasil
belajarnya dari orang lain meskipun dengan cara yang tidak sah seperti
memalsukan informasi terutama ketika dilaksanakan evaluasi akademis.
Berdasarkan pengertian di atas, dalam penelitian ini perilaku menyontek
diartikan sebagai tindakan atau perilaku yang dilakukan dengan sengaja dengan
cara-cara yang tidak jujur atau perbuatan curang dengan menghalalkan segala cara
yang dilakukan siswa khususnya dalam pelaksanaan ujian ataupun penyelesaian
tugas akademis untuk mencapai tujuan tertentu.
Praktek menyontek lainnya yang kerap kali dilakukan oleh siswa selama
ujian maupun dalam menyelesaikan tugas akademis antara lain seperti dalam
Pincus dan Schmelkin (2003) yang menyebutkan beberapa bentuk kecurangan
akademik yang biasanya terjadi seperti: plagiat, menyalin jawaban orang lain,
membeli kunci jawaban, mencuri soal ujian, atau memalsukan dokumen sekolah.
menyontek (cheating) yang paling serius adalah menggunakan kertas atau hasil
jawaban orang lain, mengambil jawaban orang lain, meminta seseorang untuk
menjawab ujian, membeli jawaban, dan menggunakan contekan selama ujian.
Nuss (1984; dalam Pincus dan Schmelkin, 2003) menemukan bahwa menyalin
selama ujian, membayar seseorang untuk menulis makalah, dan menggunakan
sinyal selama ujian. Graham et al. (1994; dalam Pincus dan Schmelkin, 2003)
mengambil soal ujian untuk orang lain, menyalin kertas jawaban, menggunakan
jasa joki, dan menyalin jawaban selama ujian.
Dalam sebuah penelitian kualitatif mahasiswa di Kanada menjelaskan
berbagai strategi yang digunakan siswa untuk memastikan bahwa mereka tidak
dicurigai menyontek oleh orang lain sebagai cheater, seperti menatap langit-langit
sambil berpikir, berpakaian tanpa saku, dan membuat ekspresi wajah yang
menyampaikan keterlibatan serius dengan bahan ujian (Albas & Albas, 1996;
dalam Murdock & Anderman, 2006).
Goldsmith, (1998; dalam Gallant & Drinan, 2006), meningkatnya
kecanggihan teknologi memperbesar peluang siswa untuk menyontek dan dapat
meningkatkan perilaku menyontek pada siswa.
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek
(cheating)
Anderman dan Murdock (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi cheating. Faktor-faktor tersebut digolongkan ke dalam
1. Karakteristik demographic
Perbedaan individual pada perilaku mencontek sisiwa telah
dipelajari dalam kaitannya dengan faktor demografik seperti:
a. Gender
Beberapa penelitian telah meneliti secara khusus perbedaan gender
dalam perilaku menyontek (cheating). Kebanyakan dari penelitian ini
mengoperasionalkan perilaku menyontek (cheating) berdasarkan
self-report dari pelajar. Penelitian yang dilakukan oleh Calabrese dan Cochran,
Davis dan kawan-kawan, Michaels dan Miethe, Newstead,
Franklyn-Stokes, serta Armstead (dalam Anderman & Murdock, 2007),
menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menyontek (cheating)
dibandingkan perempuan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Jacobson dan kawan-kawan (1970 dalam Anderman & Murdock, 2007),
mengemukakan bahwa perempuan lebih banyak menyontek (cheating)
dari pada laki-laki. Terdapat juga penelitian yang tidak menemukan
perbedaan perilaku menyontek (cheating) antara laki-laki dan perempuan
seperti penelitian yang dilakukan oleh Haines dan kawan-kawan (1986
dalam Anderman & Murdock, 2007).
Penelitian di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Anderman dan Midgley (2004), yang menyatakan siswa Sekolah
Menengah Pertama menunjukkan bahwa laki-laki lebih mungkin untuk
menyontek daripada perempuan (misalnya, Ciek, 1999; Schab, 1969).
juga mengatakan kalau laki-laki lebih sering menyontek dari pada
perempuan.
b. Usia
Penelitian Jensen dan kawan-kawan (2002 dalam Anderman &
Murdock, 2007), menemukan bahwa pelajar yang lebih muda lebih
mungkin mencontek daripada pelajar yang lebih tua ketika perbandingan
ini dibuat antara siswa dan mahasiswa. Dari penelitian ini ditemukan
bahwa perilaku menyontek (cheating) akan berkurang dengan
bertambahnya usia.
c. Status sosio-ekonomi
Calabrese dan Cochran (1990 dalam Anderman & Murdock, 2007),
juga meneliti perilaku menyontek (cheating) pada siswa berdasarkan status
sosio-ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa private
school (sekolah swasta) yang memiliki status sosio-ekonomi tinggi lebih
banyak menyontek dibandingkan dengan siswa yang berasal dari public
school (sekolah negeri).
d. Agama
Terdapat bermacam-macam hasil penelitian mengenai perilaku
menyontek (cheating) dan agama. Penelitian Rettinger dan Jordan (2005
dalam Anderman & Murdock, 2007), yang dilakukan pada kelas religi dan
kelas liberal, menemukan bahwa kelas religi lebih sedikit melakukan
2. Karekteristik akademik
a. Ability (kemampuan)
Newstead dan kawan-kawan (1996 dalam Anderman & Murdock,
2007), menekankan pada kompleksnya hubungan antara ability dan
cheating. Para peneliti pada umumnya menunjukkan bahwa ability
berhubungan dengan cheating, dan hal tersebut secara umum dipercaya
bahwa siswa yang memiliki ability rendah lebih berkemungkinan
melakukan cheating.
b. Area subjek
Bowers, Davis dan Ludvigson, Newstead dan kawan-kawan
(dalam Anderman & Murdock, 2007), menyatakan bahwa subjek yang
berada pada area sains, bisnis, dan mesin, diidentifikasi sebagai disiplin
ilmu dengan indikasi tinggi adanya cheating jika dibandingkan dengan
subjek yang berada pada area seni dan sosial.
3. Karakteristik motivasi
a. Self-efficacy
Penelitian Murdock dan kawan-kawan (2001 dalam Anderman &
Murdock, 2007), pada siswa Sekolah Menengah Pertama menemukan
bahwa terdapat hubungan berbanding terbalik antara cheating dan
self-efficacy. Menurut Finn dan Frone (2004 dalam Anderman & Murdock,
2007), self-efficacy memprediksi cheating ketika tingkat prestasi siswa
Cochran, Michaels dan Miethe, serta Malinowski dan Smith (dalam
Anderman & Murdock, 2007), menemukan bahwa pelajar mencontek
lebih sering ketika mereka memiliki self-efficacy rendah yang meliputi
takut akan kegagalan.
b. Goal orientation
Studi mengenai cheating yang dikaitkan dengan teori achievement
goal menegaskan bahwa cheating sering muncul pada siswa yang tujuan
belajarnya bukan pada penguasaan materi. Hubungan antara goal dan
cheating telah ditemukan pada siswa yang lebih muda. Penelitian
Anderman dan kawan-kawan, dan Murdock dan kawan-kawan (dalam
Anderman & Murdock, 2007), pada siswa Sekolah Menengah Pertama
menemukan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara cheating
dan mastery goals. Hal ini memberikan asumsi bahwa mastery goal
orientation tidak ada kaitannya dengan perilaku menyontek.
4. Karakteristik personality
a. Impulsivitas dan sensation-seeking
Impulsivitas dan sensation-seeking merupakan dua konstruk pada
literatur psikologi kepribadian yang mungkin berhubungan dengan
cheating (dalam Anderman & Murdock, 2007).
b. Self-control
Grasmick, Tittle, Bursik, dan Arneklev (1993 dalam Anderman &
kesempatan menyontek berhubungan dengan cheating. Sebab control diri
akan menentukan apa yang orang akan lakukan.
c. Tipe kepribadian
Pada penelitian eksperimen Davis (1995 dalam Anderman &
Murdock, 2007), ditemukan siswa dengan tipe kepribadian A lebih banyak
melakukan cheating daripada siswa dengan tipe kepribadian B. hal ini
membuktikan bahwa kepribadian seseorang memungkinkan seseorang
untuk menyontek.
d. Locus of control
Locus of control (pusat kendali) adalah gambaran keyakinan
seseorang mengenai sumber penentu perilakunya. Locus of control
merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu,
termasuk bagaiman seseorang menentukan apakah ia akan menyontek atau
tidak menyontek. Dalam penelitian eksperimen mengenai Locus of control
ditemukan bahwa seseorang yang memiliki eksternal locus of control lebih
berkemungkinan melakukan cheating (Anderman & Murdock, 2007).
Perilaku menyontek memang terkait dengan banyak faktor seperti
yang telah diuraikan sebelumnya. Akan tetapi dari sekian banyak faktor
tersebut, dalam penelitian ini difokuskan kepada self-efficacy, konformitas
2.1.3. Dimensi-dimensi perilaku menyontek (cheating)
Ciek dalam Anderman (2007) menyatakan bahwa perilaku menyontek
(cheating) terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Giving (memberi), taking (mengambil), or receiving (menerima)
information
2. Menggunakan materi (bahan) yang terlarang
3. Memanfaatkan kelemahan seseorang, prosedur, atau proses untuk
memperoleh keuntungan
2.2. Self-efficacy
Bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu tergantung
pada respirokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif. Khususnya faktor
kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa dia mampu atau tidak
mampu melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau
harapan diri ini sebagai self-efficacy (Alwisol, 2004). Konsep ini sesungguhnya
merupakan versi ilmuan tentang hikmah di balik kekuatan berfikir positif (Luthfi,
Saloom & Yasun, 2009).
Self-efficacy merupakan turunan dari teori Behavioral yang ditokohi oleh
Albert Bandura. Self-efficacy ini berawal dari penelitiannya mengenai fobia ular
untuk mengatasi rasa takutnya dengan cara meningkatkan efficacy seseorang
2.2.1. Pengertian self-efficacy
Karena self-efficacy ini ditokohi oleh Albert Bandura, maka pengertian
mengenai self-efficacy ini lebih banyak didominasi oleh Bandura sendiri.
Beberapa pengertian self-efficacy menurut Bandura adalah:
· Self-efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya
untuk menghasilkan tigkat kinerja yang didapat dari hasil latihan atau
kejadian yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Self-efficacy ini
dapat menentukan bagaimana orang merasa, berfikir, memotivasi diri
sendiri dalam berperilaku (Bandura, 1994).
· Self-efficacy adalah Evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau
kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau
mengatasi hambatan (dalam Baron dan Byrne, 2003).
· Self-efficacy adalah ekspektasi – keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan suatu perilaku dalam suatu situasi
tertentu (dalam Friedman dan Schustack, 2006).
Sedangkan dalam Alwisol (2004) Self-efficacy adalah persepsi diri sendiri
mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Self-efficacy
ini berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan untuk
melakukan tindakan yang diharapkan.
Dalam penelitian ini, self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan siswa
(khususnya siswa SMP/MTs) akan kemampuan yang dimilikinya dalam
melaksanakan tugas yang diberikan sekolah untuk mencapai keberhasilan yang
Bandura (dalam Suprayogi, 2007) mengemukakan bahwa orang yang
memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kemampuannya akan memandang tugas
yang sulit sebagai suatu tantangan yang harus dikuasai, bukan sebagai ancaman
yang harus dihindari. Ia akan mengatur sendiri orientasi yang penuh tantangan
dengan mempertahankan komitmen yang kuat untuk dirinya. Seseorang juga akan
mempertinggi dan meningkatkan usahanya dalam menghadapi kegagalan. Secara
cepat pula akan memulihkan kembali self-efficacy-nya setelah mengalami
kegagalan. Sebaliknya orang yang tidak yakin dengan kemampuannya akan
menghindari tugas-tugas yang sulit yang dianggapnya merupakan ancaman bagi
dirinya. Orang tersebut memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah
terhadap orientasi yang ingin diraih. Manakala menghadapi tugas-tugas yang sulit,
ia lebih memikirkan kekurangan yang dimilikinya, halangan yang akan ditemui,
dan hal-hal lain yang tidak memuaskan dari pada berkonsentrasi agar kinerja
berhasil dengan baik. Orang tersebut juga akan mengurangi usahanya dan cepat
menyerah ketika menghadapi kesulitan. Selain itu ia juga lambat dalam
memulihkan kembali rasa self-efficacy yang mengikuti kegagalan karena
memandang kinerja yang kurang sebagai kurangnya bakat.
Self-efficacy yang positif adalah keyakinan untuk mampu melakukan
perilaku yang dimaksud. Tanpa self-efficacy seseorang akan enggan untuk
melakukan suatu perilaku. Menurut Bandura, self-efficacy menentukan apakah
seseorang akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa seseorang dapat
atau kegagalan dalam satu tugas tertentu mempengaruhi perilaku orang itu dimasa
depan (Friedman & Schustack, 2006).
Selain itu Self-efficacy ini dapat menentukan apakah seseorang dapat
melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa
dalam mengerjakan sesuatu sesuai dengan yang dipersyaratkan. Selain itu
self-efficacy menggambarkan akan kemampuan diri seseoarng. Orang yang memiliki
self-efficacy tinggi maka ia akan percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai
tuntutan situasi, dan harapan yang di dapatpun sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya, sebab orang itu akan bekerja keras dan bertahan dalam mengerjakan
tugas sampai selesai (Alwisol, 2004). Schunk (dalam Santrock, 2008)
mengaplikasikan kalau konsep self-efficacy ini pada banyak aspek dari prestasi
murid. Murid dengan self-efficacy rendah mungkin menghindari banyak tugas
belajar, khususnya yang menantang dan sulit, sedangkan murid dengan level
self-efficacy tinggi mau mengerjakan tugas yang menantang dan sulit. Murid dengan
level self-efficacy tinggi lebih mungkin untuk tekun berusaha menguasai tugas
pembelajaran dari pada dengan murid dengan level self-efficacy rendah.
Setiap orang dalam mengatasi masalah atau tugas tidak hanya harus
memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam masalah atau tugas yang dihadapi,
akan tetapi juga harus memiliki keyakinan akan kemampuan yang dimiliki untuk
melakukan perilaku dalam menyelesaikan tugas yang ada.
2.2.2. Faktor-faktor terbentuknya self-efficacy
Dalam Bandura (1986), efikasi (konsistensi) seseorang, didasarkan pada
1. Pengalaman informasi (performance accomplishment)
Pengalaman informasi adalah prestasi yang pernah dicapai di masa
lalu, sebagai sumber, informasi masa lalu menjadi pengubah
self-efficacy yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi di masa lalu yang
bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedangkan kegagalan akan
menurunkan self-efficacy.
2. Pengalaman orang lain (vicarious ex