• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Otoritas Jasa Kuangan Dalam Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Terhadap Kegiatan Investasi Illegal di Tasikmalaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Otoritas Jasa Kuangan Dalam Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Terhadap Kegiatan Investasi Illegal di Tasikmalaya"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHAD AP KEGIATAN INVESTASI

ILLEGAL DI TASIKMALAYA”

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

OLEH: RIZKY ARISANDI NIM: 1111048000055

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

P R O G R A M S T U D I ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Rizky Arisandi, NIM 1111048000055, “KED UDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT

TERHADAP KEGIATAN INVESTASI ILLEGAL DI TASIKMALAYA”, Strata

Satu (S1), Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M, viii+74 halaman+ 27 halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui & memahami perlindungan hukum nasabah dalam kasus penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk investasi illegal oleh Otoritas Jasa Keuangan. Latar Belakang penelitian ini adalah berkaitan dengan perlindungan hukum nasabah atas kerugian yang diterima dalam kasus investasi illegal, dilakukan oleh perusahaan tanpa izin lembaga berwenang untuk melakukan penghimpunan dana. Pe nelitian ini bersifat library

research, mengkaji putusan Mahkamah Agung No. 196/PID.SUS/2013 dan

mengkaitkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case study) serta pendekatan konseptual (conceptual approach). Dalam penelitian ini menggunakan tiga bahan hukum yang digunakan yakni, bahan hukum primer terdiri dari Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Putusan Mahkamah Agung 196/K/PID.SUS/201, dan aturan perundang-undangan lain yang terkait, bahan hukum sekunder terdiri dari publikasi tentang hukum dalam bidang jasa keuangan meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan, bahan non hukum terdiri dari buku-buku mengenai Ilmu Ekonomi, Sosiologi, Filsafat atau laporan-laporan penelitian non-hukum. Hasil penelitian menunjukan bahwa Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dapat diterapkan dalam penyelesaian penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk investasi illegal tanpa izin lembaga berwenang serta perkara putusan Mahkamah Agung penelitian ini telah tepat dalam putusannya. Disarankan perlindungan hukum & pengetahuan masyarakat tentang investasi illegal diperketat dan diperluas oleh lembaga berwenang Otoritas Jasa Keuangan.

Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan & Investasi Illegal

(6)

v

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia yang tidak terhingga banyakanya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Dengan mengucap Alhamdullilahi Robbil ‘alamin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “KEDUDUKAN OTORITAS JASA

KEUANGAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT

TERHADAP KEGIATAN INVESTASI ILLEGAL DI TASIKMALAYA”.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis dalam membuat penulisan ini, mengalami berbagai kesulitan, mengingat penulisan tersebut terbilang masih baru, namun hal ini dijadikan motivasi untuk menggapai cita-cita lebih tinggi. Terciptanya penulisan ini tidak terlepas dari pengetahuan keilmuan penulis dapatkan dari berbagai sumber. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini ingin penulis sampaikan dengan setulus hati ucapan terima kasih kepada Bapak:

(7)

vi

Hukum & Drs. Abu Thamrin, S.H.,M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan serta masukan atas penyusunan skripsi

3. Drs. H. A. Basiq Djalil S.H,. MA. Selaku dosen Pembimbing I yang telah bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran dan masukan terhadap proses penyusunan skripsi ini

4. H. M. Yasir, M.HSelaku dosen Pembimbing II yang telah bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran, arahan, masukan dan bimbingan yang berharga terhadap proses penyusunan skripsi ini

5. Kedua Orang tua yang sangat saya cintai & sayangi, Bapak Sabeni (almarhum) dan Ibu Maisaroh yang telah medoakan, mendukung, dan menjadi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini, terutama Almarhum menjadi penyemangat hidup dan menjalankan amanah beliau sebagai Sarjana Hukum

6. Kepada Kakak Vicky Faisal & Adik Syabna Syakila yang sangat saya sayangi dan cintai telah menjadi inspirasi Penulis untuk bisa dibanggakan dan Keluarga Besar Penulis yang selalu mendoakan agar penelitian ini terselesaikan

(8)

vii

Multazim, Reza Haryo Mahendra Putra, Rizky Ramandika, Dwi Puji Apriantok, Nanda Narenda Putra, Gari Ichsan Putro, Ridwan Ardy Prasetya, Ahmad Bustomi, Ade Putra Indrawan, Sylvia Amanda dan senior Irfan Kamil, Rizky Haryo, Andi Komara, Wawan Setiawan, Endah Sulastri. Dan teman perjuangan SMA Ilham Dodo, Muhammad Abdul Karim, Rochman Tri, Ramandhan Sidiq, Fahmi, Ilham Mutaaly.

9. Kawan-kawan AMPUH (Angkatan Muda Peduli Hukum), BLC (Bussines Law Community) & KALABAHU 36 memba ntu dalam pengetahuan penulisan.

Akhir kata, atas jasa dan bantuan semua pihak yang telah membantu & memberikan masukan, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis, masyarakat serta para pembaca kalangan umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, 25 September 2015

(9)

viii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 10

F. Kerangka Konseptual ... 11

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat ... 17

B.Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat ... 23

(10)

ix

A. Otoritas Jasa Keuangan ... 32

B. Investasi ... 41

C. Tinjauan Umum Investasi Illegal ... 43

D. Fungsi & Tugas OJK Terkait Investasi Perbankan ... 46

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 196/K/PIDSUS/2013 & KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP INVESTASI ILLEGAL A. Kasus Posisi ... 49

B. Isi Putusan Mahkamah Agung ... 53

C. Analisis Penulis Terhadap Putusan Hakim ... 56

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses globalisasi yang terjadi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang tehnologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan, baik dalam hal produk maupun jasa kelembagaan keuangan. Di samping itu, adanya perusahaan berbentuk lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan1.

Dimensi hukum yang mengatur roda perekonomian, mengikat kegiatan usaha dengan peraturan tertentu. Kegiatan perekonomian yang baik tentu selalu mengindikasikan telah memaksimalkan keuntungan, namun hal tersebut tidak menghalalkan segala cara untuk mendapat keuntungan lebih. Maka dari itu hukum memberikan batas-batas yang jelas dan pasti sehubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kegiatan usaha. Dengan kepastian hukum kegiatan usaha menjadikan kondisi nyaman untuk melakukan kegiatan perekonomian2. Kegiatan usaha dalam jasa keuangan erat kaitannya dengan penghimpunan dana dari masyarakat yang diatur di dalam Pasal 16 Undang-Undang No 10 Tahun 1998

1

Hermansyah, Huku m Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta :Kencana Prenada Media Group, cet-1 Mei 2005) h. 25

(12)

Tentang Perbankan dijelaskan bahwa “setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan penghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang sendiri”3.

Berkaitan dengan ayat tersebut secara jelas bahwa melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh bank, dengan kata lain perusahaan jasa keuangan yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dapat berbentuk bank atau telah memiliki izin lembaga berwenang terhadap usaha yang dijalani. Izin usaha mendirikan bank yang dijelaskan pada pasal tersebut beralih kewenangan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan mengenai perizinan bank.

Penghimpunan dana dari masyarakat disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan juga sudah berkembang dalam fungsi lainnya seperti memperlancar lalu lintas pembayaran, di bidang perdagangan valuta asing, lembaga penjamin, dan fungsi- fungsi lainnya4. Penghimpunan dana dari masyarakat diawasi oleh negara, melalui kewenangan yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk melindungi

3

Hermansyah, Huku m Pe rbankan Nasional Indonesia (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, cet-1 Mei 2005) h. 25

4

(13)

kepentingan masyarakat sebagai pengguna jasa keuangan dengan edukasi dan perlindungan masyarakat sebagai konsumen dari jasa keuangan, perlindungan diberikan untuk menjaga masyarakat dari hal- hal yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri.

Kegiatan perekonomian didasarkan untuk pembangunan ekonomi suatu negara untuk dikelola sumber-sumber dana yang ada pada masyarakat. Untuk itu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank melakukan pengelolaan potensi ekonomi yang ada pada masyarakat agar berdaya guna bagi masyarakat itu sendiri. Salah satu bentuk praktek yang berkembang dalam kegiatan usaha pada jasa keuangan adalah model pratek investasi dengan menjanjikan keuntungan atau profit yang tinggi5. Mengingat prospek dari usaha penghimpunan dana yang besar untuk meraih keuntungan, investasi yang berkembang dalam masyarakat pada dasarnya merupakan kegiatan untuk menghimpun dana dari masyarakat. Berbeda dengan menabung dipergunakan untuk keamaan uang dengan mendapatkan bunga pada perusahaan lembaga jasa keuangan, investasi digunakan untuk ditanamkan pada objek usaha yang memberikan hasil, keuntunga n yang didapat dari selisih dividen6. Dengan keuntungan yang relatif tinggi, Seiring semakin berkembang usaha investasi di bidang jasa keuangan ini, marak terjadinya Investasi Illegal.

5

E. A Koetin, Analisis Pasar Modal (Ja karta: Sinar Harapan , 1993) h.16

(14)

Praktek Investasi Illegal yang sering disebut sebagai investasi bodong, masyarakat dijanjikan mendapat keuntungan/ bunga tetap pada setiap bulannya meskipun perusahaan itu merugi. Hal ini terlihat, bentuk investasi ini jelas tidak wajar, dana sangat bersifat spekulatif, dan berupaya untuk menghindari aturan perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan7. Tanpa adanya izin terlebih dahulu oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga tertinggi dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan.

Kegiatan Investasi Illegal dilakukan dengan cara melakukan penghimpunan dana masyarakat luas dengan menyimpang bahkan menghindari dari aturan perbankan, merupakan kegiatan yang menggunakan fasilitas publik untuk menjalankan kegiatan usahanya. Dengan demikian perlu dilihat kewenangan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat terhadap kegiatan Investasi Illegal, praktik moral hazard pada kegiatan Investasi Illegal terjadi karena lemahnya sistem pengawasan lembaga keuangan yang disebabkan beberapa faktor, yaitu : (a) lemahnya sistem arsitektur pengawasan keuangan di Indonesia; (b) tidak adanya pertukaran informasi antar lembaga pengawasan keuangan; (c) masih tingginya egosentris antar lembaga pengawas lembaga keuangan8.

7 Arsil, Menjerat Investasi Bodong dengan Tindak Pidana Perbankan (Le mbaga Kajian & Advokasi untuk Indenpedensi Peradilan, 2013) h. 4

(15)

Dalam kasus penelitian ini yaitu kegiatan Investasi Illegal dalam bentuk penghimpunan dana dari masyarakat d i Tasikmalaya pada putusan Putusan MA 196/K/PID.SUS/2013, terjadi kegiatan Investasi Illegal didirikan pada Agustus 2010, bernama Koperasi Barokah Karya Mandiri dan CV Ahma Hamista yang menjadi satu kesatuan perusahaan, dengan nama usaha Profit Barokah, melakukan penghimpunan dana masyarakat dengan berdalih investasi emas, dana masyarakat yang dihimpun menjadi modal pokok untuk usaha ini bergerak9. Kemudian disertakan dengan penawaran persentasi bunga atau keuntungan yang tinggi sejumlah 50% keuntungan yang didapat pada tiga bulan pertama, dan kemudian berubah menjadi 10 s/d 20% per empat bulan, dan setiap akhir tahun mendapatkan koin emas apabila mengambil profit 10%. Keuntungan atau bunga yang ditawarkan sebagai iming- iming secara akal sehat dan logika bisnis tidak dapat diterima dan bersifat impian kosong sebab melebihi suku bunga yang wajar dan kelaziman dalam berinvestasi. Namun faktanya masyarakat tertarik menyimpan uang pada perusahaan yang dikelola tersebut, karena iming- iming profit melebihi sistem perbankan pada umumnya10. Perusahaan ini didakwa melanggar dan diancam pidana Pasal 46 ayat (1) UURI No. 7 Tahun 1992 sebagaimana dirubah dengan UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. pasal 64 ayat (1) KUHP, karena telah melakukan penghimpunan dana masyarakat illegal

9 Mahka mah Agung Replubik Indonesia. Putusan Nomor 196 K/PID.SUS/2013 (Tanggal 31 Agustus 2015) h. 3

(16)

secara bersama-sama dan tidak memperoleh izin dari Bank Indonesia, Dalam putusannya Mahkamah Agung menyatakan bahwa Judex Facti tidak salah dalam membuat putusannya. Oleh sebab itu Mahkamah Agung menolak Kasasi terdakwa/penasehat hukumnya. Akhirnya terdakwa dipidana dengan pidana 9 tahun penjara dan denda Rp.20.000.000.000,- (Dua Puluh Milyar Rupiah).

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada tersebut maka penulis melakukan penelitian lebih jauh mengenai perlindungan hukum bagi masyakat oleh lembaga berwenang Otoritas Jasa Keuangan atas penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk Investasi Illegal, dan selanjutnya dituang dalam bentuk skripsi dengan judul : “KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM

PER LINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN

INVESTASI ILLEGAL DI TASIKMALAYA”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian skripsi ini adala h sebagai berikut :

1. Apakah peran & tugas Otoritas Jasa Keuangan mencakup penanganan Investasi Illegal yang melakukan penghimpunan dana masyarakat

2. Mengapa penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk Investasi Illegal pada putusan MA 196/K/PID.SUS/2013 berjalan lancar tanpa adanya izin dari Otoritas Jasa Keuangan

C. Pe mbatasan dan Perumusan Masalah

(17)

Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait perbankan. Penelitian ini difokuskan mengkaji kegiatan Investasi Illegal dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dari sudut pandang Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan perlindungan hukum bagi masyarakat dari sudut pandang Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh bank yang sudah memiliki izin dari Lembaga berwenang, namun pada kenyataannya penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk investasi dilakukan secara illegal tanpa izin dari lembaga berwenang padahal Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas jasa keuangan memiliki kewenangan untuk melakuka n perlindungan hukum untuk masyarakat sesuai Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana kegiatan Investasi Illegal menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan terkait putusan MA 196/K/PID.SUS/2013?

b. Bagaimana perlindungan hukum bagi masyarakat oleh Otoritas Jasa Keuangan menurut Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan terkait putusan MA 196/K/PID.SUS/2013?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(18)

Penelitian ini sesuai perumusan masalah bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi masyarakat atas penghimpunan dana masyarakat dalam kegiatan Investasi Illegal.

Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Untuk mengetahui konsep penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk investasi.

b. Untuk mengetahui pengaturan terkait tentang kegiatan Investasi Illegal. c. Untuk mengetahui kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam

perlindungan hukum bagi masyarakat dan menghadapi kegiatan Investasi Illegal.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar, manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Manfaat teoritis yang didapat atas hasil penelitian ini dapat menambah

pengetahuan tentang kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap kegiatan Investasi Illegal serta menambah pengetahuan akademis mahasiswa-mahasiswi Ilmu Hukum UIN Jakarta.

b. Manfaat praktis yang didapat atas hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam melakukan kebijakan atas pengawasan penghimpunan dana masyarakat, agar tidak terjadi kegiatan Investasi Illegal serta masukan kepada Otoritas Jasa Keuangan atas kedudukan dalam pemberian perlindungan bagi masyarakat sebagai pengguna jasa keuangan

(19)

Penelitian terkait kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan hukum bagi masyarakat, sebelumnya pernah ada dibahas diantaranya :

1. Judul ; “Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Pengawasan Pendaftaran

Jaminan Fidusia (Tinjauan Yuridis Peraturan Menteri Keuangan Nomor

130/PMK.010/2012)” skripsi ini disusun oleh Nazia Tunisa Alham, Fakultas

Syariah & Hukum jurusan Hukum Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014, membahas peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasannya terhadap pendaftaran jaminan fidusia, ditinjau dari peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012. Perbedaan skripsi tersebut dengan dengan penelitian penulis adalah titik fokus penulis terletak pada kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap terjadinya kegiatan Investasi Illegal.

(20)

Oleh karena itu penelitian yang dilakukan penulis, belum ada yang melakukan penelitian mengenai kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan Investasi Illegal yang terjadi di Tasikmalaya dalam Putusan Mahkamah Agung 196/K/PID.SUS/2013, dengan skripsi berjudul

“Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat

Terhadap Kegiatan Investasi Illegal Di Tasimalaya” belum pernah diangkat sebelumnya sebagai judul skripsi. Jadi, penelitian yang penulis teliti (sejauh yang diketahui penulis) belum ada yang melakukan penelitian.

F. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dimaknai sebagai suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Dalam ilmu sosial konsep diambil dari teori11, berkenaan dengan uraian di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Investasi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, investasi adalah penanaman uang atau modal didalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Dengan menyetorkan sejumlah modal atau uang investor mendapat dividen dari sejumlah dana yang disetorkan.

2. Penghimpunan dana masyarakat, penghimpunan dana oleh sebuah lembaga keuangan seperti bank, untuk diputarkan dana tersebut dari masyarakat kepada masyarakat dengan pengawasan ketat oleh lembaga pengawas jasa keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

11

(21)

3. Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.

4. Kedudukan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kedudukan adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat.

G. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal- hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu12.

Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan. Penelitian ini mengacu pada putusan Mahkamah Agung sebagai putusan yang dianalisis dan dikaitkan dengan landasan norma hukum yang berlaku dan termaktub dalam peraturan perundang-undangan maka dari itu menggunakan

12

(22)

library research untuk kajian pustaka dengan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan terkait kedudukan Otoritas Jasa keuangan dalam memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap kegiatan Investasi Illegal.

2. Tehnik Pengumpulan Data

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case study) serta pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti atura n-aturan berkaitan dan terkait Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dan semua regulasi dan peraturan hukum lainnya yang berhubungan dengan kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dan kegiatan Investasi Illegal. Sedangkan pendekatan kasus digunakan untuk memahami kasus di Tasikmalaya pada putusan Mahkamah Agung 196/K/PID.SUS/2013, dengan mengaitkan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas tertinggi dalam pemberian perlindungan hukum masyarakat berkaitan kasus tersebut tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan. 3. Bahan Hukum

(23)

perundang-undangan , dan Putusan-Putusan Hakim.13 Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah Undang-undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Putusan Mahkamah Agung No 196/K/PID.SUS/2013, dan aturan Perundang-Undangan lain yang terkait dengan pokok permasalah penelitian ini. b. Bahan hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum dalam bidang jasa keuangan meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan berkaitan dengan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan hukum, serta kegiatan Investasi Illegal.

c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan nonhukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Ekonomi, Sosiologi, Filsafat atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber non-hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya.

13

(24)

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.14 Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan d iketahui peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Investasi Illegal.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Atas Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012” dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing- masing bab terdiri atas sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut : Bab Pertama tentang Pendahuluan membahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah atas rumusan dari teori penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (Review) kajian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, kerangka konseptual memuat definisi dari aturan terkiat, metode penelitian dalam penelitian, dan sistematika penulisan sebagai rancangan penelitian.

14

(25)

Bab Kedua tentang Tinjauan Umum Perlindungan Hukum Nasabah Perbankan berisi tentang kajian kepustakaan perlindungan hukum nasabah, pertama tentang kedudukan nasabah dalam perbankan, hubungan nasabah dengan bank terkait menyelaraskan hubungan hukum antara nasabah penyimpan dana dan bank dan hubungan hukum antara nasabah penyimpan dana dan bank, selanjutnya dibahas perlindungan hukum nasabah sebagai debitur maupun kreditur serta perlindungan hukum dalam arsitektur perbankan.

Bab Ketiga tentang Fungsi Dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan Terkait Penghimpunan Dana Dalam Bentuk Investasi mengenai hasil pengumpulan data terkait Otoritas Jasa Keuangan mencakup lahirnya OJK, tujuan dan nilai strategis didirikannya OJK, fungsi tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, penghimpunan dana berbentuk investasi dalam perbankan, tinjauan umum dari data yang didapat peneliti mengenai Investasi Illegal, selanjutnya dikaitkan dengan fungsi & tugas Otoritas Jasa Keuangan.

(26)
(27)

17

Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Oleh Otoritas Jasa Keuangan

A.Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat

Edukasi dan perlindungan merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan pada Undang-Undang No 21 Tahun 2011. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, salah satu tugas OJK mampu melindungi kepentingan masyarakat terhadap kegiatan usaha jasa keuangan, masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan kegiatan usaha oleh perusahaan, perlindungan baginya merupakan tuntutan yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Masyarakat merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia bisnis bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat itu sendiri1.

Untuk beroperasi sebagai lembaga pengawas, OJK melakukan integrasi pengawasan, dengan demikian dalam menjalankan tugasnya tidak terkotak-kotak. Terpadunya kebijakan yang ditetapkan dan dijalankan OJK menjadi ukuran terintegrasinya pelaksanaan tugasnya. Dalam hal perlindungan masyarakat, OJK diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan pencegahan kerugian masyarakat2. Pelaksanaan perlindungan masyarakat untuk menjaga kepentingan masyarakat sebagai pihak yang menggunakan produk dan jasa keuangan sambil tetap mendukung pertumbuhan industri jasa keuangan, dalam mendukung pertumbuhan industri keuangan perusahaan jasa keuangan, memperhatikan aspek kewajaran dalam

1

Widjanarto, Hukum & Ketentuan Perbankan Di Indonesia (Jakarta, PT Pustaka Utama Grafiti, cet-1 2003) h. 66

2

(28)

menetapkan biaya atau harga produk dan layanan, tarif minum yang tidak merugikan masyarakat, serta kesesuaian produk dan layanan yang ditawarkan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Keseimbangan dalam perlindungan masyarakat dan menumbuh kembangkan industri keuangan, terdapat market conduct dengan pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat ditingkatkan kepercayaannya dengan peningkatan perilaku perusahaan jasa keuangan dalam mendesain, menyusun dan menyampaikan informasi, menawarkan, membuat perjanjian, atas produk dan layanan serta penyelesaian sengketa dan penangan pengaduan. OJK dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional3.

Upaya perlindungan masyarakat diarahkan mencapai dua tujuan, meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan, dan memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan perusahaan secara adil, efisiensi, dan transparan dan disisi lain masyarakat memiliki pemahaman hak dan kewajiban dalam berhubungan dengan perusahaan jasa keuangan mengenai karakteristik, layanan, dan produk, sehingga dalam jangka panjang industri keuangan sendiri juga akan mendapat manfaat yang positif untuk memacu peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan pelayanan yang lebih prima terhadap pelayanannya. OJK dalam memberikan perlindungan dengan cara memberikan peringatan kepada perusahaan yang dianggap menyimpang agar segera memperbaikinya, dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang aktivitas

3

(29)

perusahaan yang dapat merugikan masyarakat, dengan begitu OJK dapat meminimalkan kerugian yang diderita masyarakat akibat perbuatan itikad tidak baik perusahaan jasa keuangan, hanya saja masyarakat juga diminta lebih berhati-hati dalam melakukan bisnis, perhatikan rambu-rambu yang jelas sebelum melakukan kegiatan usaha terutama di bidang bisnis jasa keuangan4.

Perlindungan hukum bagi masyarakat termatub didalam Pasal 28 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, tindakan yang dapat dilakukan oleh OJK dapat berupa tindakan preventif dan represif, tindakan awal dengan cara langkah preventif memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat dilakukan dengan peraturan-peraturan pelaksana OJK. Hal tersebut dilakukan untuk peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap layanan dan produk yang berkembang dalam jasa keuangan. Tindakan represif dilakukan dengan melakukan penghentian kegiatan usaha yang berpotensi merugikan masyarakat dapat dihentikan kegiatannya5.

OJK memberikan pelayanan pengaduan nasabah sebagaimana diatur didalam Pasal 29 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan memberikan pelayanan pengaduan masyarakat dan konsumen dengan menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen yang di rugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan, membuat mekanisme pengaduan konsumen yang

4

Kasmir, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014) h. 273

5

(30)

dirugikan oleh Lembaga Jasa Keuangan dan memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh Lembaga Jasa Keuangan. Pengaduan masyarakat dan konsumen sebagai pembelaan hukum oleh OJK untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Otoritas Jasa Keuangan.

Pembelaan hukum oleh OJK didalam Pasal 30 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK dapat memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang telah dirugikan dengan cara mengajukan gugatan atau pun ganti rugi. Mengajukan gugatan ke Pengadilan untuk memperoleh harta kekayaan milik pihak yang dirugikan kepada perusahaan yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian maupun dengan itikad tidak baik, selain mengajukan gugatan dapat juga memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian masyarakat. Perlu dipertimbangkan agar keseluruhan sengketa antara masyarakat sebagai konsumen perusahaan jasa keuangan dengan perusahaan jasa keuangan tunduk pada satu lembaga penyelesaian sengketa tertentu. Hal ini dimaksudkan agar memberikan keamanan bagi masyarakat sebagai konsumen, mengingat mahalnya proses penyelesaian sengketa dengan menggunakan badan peradilan6. Biaya yang dikeluarkan untuk penyelesaian sengketa tidak sedikit, hal ini bisa menambah beban bagi masyarakat, keberadaan OJK secara tidak langsung menambah faktor inefisiensi dalam perekonomian nasional7, sektor

6

(31)

jasa keuangan dibebani pungutan kepada OJK, secara alamiah perusahaan jasa keuangan sebagai mahluk ekonomi akan menggeser pungutan kepada masayrakat sebagai konsumen.

Tidak hanya perlindungan masyarakat, OJK juga memberikan garis batas aturan perlindungan masyarakat, sebagai berikut :

1. Peningkatan layanan transparansi dan pengungkapan manfaat, resiko, serta biaya atas produk dan layanan yang diberikan perusahaan jasa keuangan

2. Tanggung jawab perusahaan jasa keuangan untuk melakukan penilaian kesesuaian produk dan layanan dengan resiko yang dihadapi oleh konsumen keuangan.

3. Prosedur yang sederhana dan kemudahan masyarakat sebagai konsumen untuk menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk dan layanan perusahaan jasa keuangan.

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keleluasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itu disebut hak. Dengan begitu, tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan hukum kepada seseorang. Bahwa antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat. Hak seseorang merupakan kewajiban orang lain, maka hak adalah kaitan dari kewajiban (the correlative of a duty) yang mengandung unsur mendapat perlindungan dan

7

(32)

kepentingan atas hak yang dimiliki, selain itu juga terdapat kehendak. Perlindungan atas hak yang dimiliki tidak hanya ditunjukan kepada kepentingan hak tersebut saja8, melainkan kehendak untuk mempergunakan hak yang masih dalam batasan haknya. Maka dari itu hak untuk mempergunakan haknya ditafsir sebagai suatu ijin untuk melakukan perbuatan tertentu, dengan cara membebankan kewajiban pada orang lain dengan mengenakan sanksi. Seseorang memiliki suatu hak walaupun jika orang tersebut tidak memiliki kepentingan, maka hak diatur tetap ada berdasar pada hukum. Untuk itu kaitannya hak dan kewajiban terhadap hubungan hukum antara nasabah penyimpan dana dan bank didasarkan perjanjian.

Pada kaca mata hukum perjanjian didasarkan pada hubungan masayarakat dan perusahaan jasa keuangan terdapat hubungan kontraktual, yaitu hubungan hukum dalam bentuk kontrak perjanjian, ini merupakan paling utama antara nasabah dan bank, hubungan kontraktual dipergunakan dan berlaku terhadap semua hubungan hukum. Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan perusahaan jasa keuangan dan masyarakat sebagai konsumennya bersumber dari ketentuan yang termaktub pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang kontrak (buku ketiga) pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak9. Hal ini merupakan teori hukum kontrak pacta sunt servanda, asas ini menjadikan hukum layaknya undang-undang apa yang telah disepakati kedua belah pihak, kewajiban

8

Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum (Jakarta:Konstitusi Press,cet-II 2012) h. 62

9

(33)

terhadap moral dan hukum untuk ditaati dan tidak dapat diubah tanpa kesepakatan para pihak10. Apabila salah satu pihak menyebabkan terjadinya itikad tidak baik dan dapat membatalkan kesepakatan yang telah dibuat atau menjalankan perjanjian apabila melakukan tidak menepati perjanjian.

Sebagai tindak lanjut dari perlindungan masyarakat, OJK telah menyiapkan dua program utama dalam perlindungan masyarakat, yaitu pembentukan sistem pelayanan konsumen keuangan terintegrasi (Financial Customer Care/FCC) dan Cetak Biru Program Literasi Keuangan Nasional. Program FCC menjadi prioritas utama untuk meningkatkan ketersediaan informasi bagi masyarakat dan pelayanan pengaduan konsumen keuangan, sedangkan Cetak Biru Program Literasi Keuangan Nasional ditunjukan untuk membekali masyarakat tentang pengetahuan keuangan, meliputi edukasi, transparasni, dan pemberdayaan masyarakat11.

B. Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat

Dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dan konsumen OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No. 01/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen di sektor Jasa Keuangan. peraturan tersebut sebagai peraturan pelaksana atas perlindungan hukum bagi masyarakat dan konsumen, dengan menerapkan prinsip keseimbangan, yaitu menumbuhkembangkan sektor jasa keuangan secara berkesinambungan dan secara bersamaan memberikan perlindungan

10

Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Jakarta:FH UI Press, Oktober 2013) h. 113

11

(34)

kepada konsumen dan atau masyrakat sebagai pengguna jasa keuangan agar pengetahuan masyarakat atas produk dan jasa keuangan meningkat12. Dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat dan konsumen OJK berdasar pada prinsip, diantaranya :

1. Prinsip transparansi, yakni pemberian informasi mengenai produk dan layanan kepada konsumen secara jelas, lengkap, dengan bahasa yang mudah dimengerti 2. Perilaku yang adil, perlakuan kepada masyrakat sebagai konsumen secara adil dan tidak diskriminatif yaitu memperlakukan pihak lain secara berbeda berdasarkan suku agama, dan ras

3. Keandalan, yakni segala sesuatu yang dapat memberikan layanan yang akurat melalui sistem, prosedur, infrastruktur, dan sumber daya manusia yang andal

4. Kerahasian dan keamanan informasi konsumen, yakni tindakan yang dapat memberikan perlindungan, menjaga kerahasian dan keamaan data atau informasi masyarakat sebagai konsumen

5. penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau, yakni dalam penangan dan pengaduan serta sengketa dilakukan dengan biaya terjangkau, tidak rumit dan cepat penanganannya.

C.Strategi Nasional Literasi Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan membentuk strategi nasional literasi keuangan, literasi keuangan merupakan suatu rangkaian proses atau kegiatan untuk meningkatkan

12

(35)

pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan masyarakt atau konsumen dalam mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik13.

1. Prinsip Literasi Keuangan

Tiga pilar kerangka dasar dalam rangka strategi nasional liteasi keuangan, diantaranya :

a. edukasi dan kampanye nasional literasi, yaitu melakukan edukasi kepada masyarakat dalam pengelolaan keuangan khususnya menabung, berinvestasi, dan berasuransi sehingga terciptanya pengelolaan keuangan sedini mungkin demi kesehjateraan masyarakat serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan;

b. penguatan infrastruktur literasi keuangan, yakni penguatan akses masyarakat terhadap keuangan meningkat dalam lingkup nasional, selain itu juga memperluas dan mempermudah akses masyarakat atas informasi literasi keuangan;

c. pengembangan produk dan jasa keuangan, yakni penumbuhkembangkan produk dan jasa keuangan dengan mendorong lembaga jasa keuangan mengembangkan produk dan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta meningkatkan kualitas produk dan jasanya14.

Strategi nasional literasi keuangan menjadi pedoman bagi Otoritas di bidang keuangan bagi lembaga jasa keuangan, dan bagi pemangku kepentingan. Oleh karena

13

Otoritas Jasa Keuangan, Edukasi Konsumen, Jakarta, OJK Bidang Edukasi dan perlindungan Konsumen, Edisi Agustus 2013) h. 36

14

(36)

itu peningkatan literasi keuangan yang tinggi (well literate) dan meningkatkan pengunaan produk dan atau layanan keuangan. masyarakat diberi bekal edukasi memadai dan mencukupi untuk mengambil keputusan keuangan dengan lebih baik, sesuai dengan apa dibutuhkan dan memberikan manfaat yang lebih besar. Dengan literasi keuangan masyarakat diberikan pengetahuan yang cukup mengenai berbagai hal terkait dengan masalah keuangan seperti pengenalan mengenai lembaga jasa keuangan, fitur-fitur yang melekat pada produk dan jasa keuangan, manfaat dan resiko produk jasa keuangan, serta hak dan kewajiban masyarakat sebagai konsumen penggunaan jasa keuangan.

2. Manfaat Literasi Keuangan

Secara umum literasi keuangan dipakai sebagai alat ukur untuk mengetahui seberapa banyak masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan mengenai lembaga jasa keangan beserta produk dan jasa yang keuangan yang tersedia. Informasi seperti ini sangat berharga bagi kita semua untuk menyusun program-program edukasi keuangan yang diperlukan untuk masyarakat. Dengan bertambahnya tingkat literasi keuangan masyarakat, diharapkan masyarakat dapat membuat keputusan keuangan dengan lebih baik sehingga perencanaan keuangan keluarga atau pribadi menjadi lebih optimal15.

Masyarakat akan memilih kebutuhan keuangan yang diperlukan disesuaikan dengan biaya yang dimiliki, mengetahui dengan benar manfaat dan risikonya, serta hak dan kewajiban sebagai konsumen keuangan. Bagi industri jasa keuangan,

15

(37)

semakin meningkatnya literasi keuangan masyarakat, daya tarik transaksi semakin tinggi sehingga mendorong para pelaku industri jasa keuangan menciptakan produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kelompok masyarakat bawah yang kurang mendapat perhatian khusus atas akses produk dan jasa keuangan dapat memperoleh produk dan jasa keuangan yang murah, terjangkau dan sederhana, namun tetap memiliki manfaat yang besar. Produk-produk keuangan yang sifatnya

low-cost sangat di perlukan bagi masyarakat yang belom menyentuk jasa keuangan, sehingga produk ini dapat menjadi pintu masuk pertama masyarakat untuk memanfaatkan produk dan jas keuangan.

Manfaat literasi keuangan dari sisi makro ekonomi juga sangat penting, karena semakin tinggi tingkat literasi keuangan masyarakat, maka semakin banyak masyarakat yang akan menggunakan produk dan jasa keuangan. Konsekuensinya adalah semakin tinggi pula potensi transaksi keuangan yang terjadi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun menciptakan pemerataan pendapatan dan keadilan. Di samping itu, dengan semakin meningkatnya literasi keuangan masyarakat, diharapkan semakin banyak masyarakat yang menabung dan berinvestasi, yang pada akhirnya akhirnya menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan16.

D. Perlindungan hukum dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan arahan, bentuk, dan tatanan

16

(38)

industri perbankan kedepan dan waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan17. Arsitektur Perbankan Indonesia memuat policy direction dalam bentuk program pengembangan perbankan untuk menjaga dan mencapai terciptanya sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional18.

Perkembangan industri perbankan nasional telah mengalami pasang surut sejak beberapa dekade terakhir. Ditambah pernah terjadinya krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 lalu telah berdampak negatif bagi industri perbankan di Indonesia. Oleh karena itu penguatan kondisi ekonomi pada makro maupun mikro ekonomi diperlukan perubahan-perubahan untuk memperkuat fundamental perbankan Indonesia. Disisi lain permasalahan-permalahan yang menghambat kemajuan perbankan seperti : kapasitas pertumbuhan kredit yang masih lemah, struktur perbankan yang belum optimal, kebutuhan masyarakat yang belum sepenuhnya terpenuhi dan perlindungan masyarakat yang masih harus ditingkatkan.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka dibuat policy recommendation

tentang upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mempercepat penyehatan perbankan Indonesia. Maka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang terdiri dari 6 (enam) pilar yang terdiri dari: 1. Struktur perbankan yang sehat; 2. Sistem regulasi yang efektif; 3. Sistem supervisi independen dan efektif; 4. Industri perbankan yang

17

www.bi.go.id/perbankan/arsitektur di unduh pada 30 Juni 2015 jam 15.00 WIB

18

(39)

kuat; 5. Infrastruktur yang memadai; 6. Perlindungan masyarakat sebagai nasabah yang kuat.

Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam Arsitektur Perbankan Indonesia ini adalah mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan masyarakat atau nasabah19. Perlindungan hukum bagi masyarakat dalam industri perbankan terhadap pertumbuhan berkelanjutan, pemerataan pembangunan dan stabilitas keuangan menjadi acuan untuk menghadapi dinamika struktur perbankan yang belum optimal, persaingan bank yang masih belum seimbang, dan pengelolaan governance bank yang perlu ditingkatkan20. Untuk itu implementasi dari program perlindungan masyarakat atau nasabah sebagai berikut :

1. Menyusun Transparansi Informasi Produk Bank

Transparansi informasi pada produk bank yang ditawarkan untuk memperkuat posisi nasabah sebagai pihak yang perlu dilindungi. Hal ini juga untuk meningkatkan pengetahuan atas produk-produk perbankan atas jasa yang diberikan kepada masyarakat atau nasabah. Informasi yang jelas atas produk bank membuat masyarakat atau nasabah bank akan memiliki pilihan yang luas tentang produk dan jasa bank sehingga setiap nasabah mengerti dan memahami keuntungan dan risiko–risiko dari produk dan jasa bank yang akan dipakainya. Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia bersama-sama dengan perbankan akan menyusun standar minimum transparansi produk bank yang nantinya akan dipakai oleh semua bank.

19

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, cet-1 Mei 2005) h. 187

20

(40)

2. Edukasi Masyarakat atau Nasabah

Pengetahuan masyarakat masih dalam taraf pengetahuan minim, oleh karenanya edukasi masyarakat tentang kegiatan operasional ataupun produk dan jasa bank sangat bermanfaat untuk menghindari munculnya informasi yang menyesatkan dan merugikan pihak masyarakat sebagai nasabah. Pengetahuan dan pemahaman nasabah atas produk-produk perbankan, khususnya bagi mereka yang baru pertama kali ke bank perlu ditingkatkan.

Perlindungan hukum bagi masyarakat oleh Otoritas Jasa Keuangan pun di atur di dalam Islam pada Al-Qur’an Surah An-Nisa Ayat 135, menjelaskan mengenai perlakuan yang sama terhadap siapa pun dalam hal ini masyarakat dan perusahaan jasa keuangan pada posisi yang sejajar perlindungannya oleh Otoritas Jasa Keuangan:

يدلا لا أ مكسف أ لع ل ّ ءاد ش طسقلاب يما ق ا ك ا مآ يذلا ا يأ اي

ا لت إ ا لدعت أ

لا ا عبتت اف ا ب ل أ ّاف اًريقف أ اًي غ كي إ يبرقأا

اًريبخ ل عت ا ب اك َ إف ا ضرعت أ

)

١٣٥

(

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu

bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka

Allah lebih tahu kemaslahatan(kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti

hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar

(41)

Dalam perspektif Islam, perlindungan hukum masyarakat didasarkan pada perilaku seorang pelaku bisnis yang hendaknya rasa takut kepada Allah SWT dalam usaha menanggapi ridho-Nya, tidak dibenarkan didasarkan pada rasa takut pada negara atau pemerintah. Dengan begitu terciptanya keadilan bagi pelaku bisnis dan masyarakat yang menggunakan jasa dan layanannya, lebih jauh lagi mendapatkan kebajikan dan keluhuran budi. Sebagaimana tuntutan muslim yang bertaqwa untuk menjauhkan segala yang dilarang, apabila melakukan hal tersebut maka ia merasa tidak mendapat ketenangan bathin21.

21

(42)

32

A. Otoritas Jasa Keuangan

1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Pada Undang-undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal 1 angka 1 menyebutkan :

“Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga

independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”.

Otoritas Jasa Keuangan adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan1. Menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Lembaga yang independen yang berwenang untuk mengatur, mengawasi, memeriksa, dan melakukan investigasi terhadap sektor-sektor jasa keuangan di Indonesia dengan tujuan utama mempromosikan dan mengatur sebuah sistem yang berisi berbagai aturan dan pengawasan secara terpadu terhadap seluruh kegiatan yang terdapat pada sektor jasa keuangan2.

1

Kasmir, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014) h.269

2

(43)

2. Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas jasa sektor keuangan pembentukannya diatur di dalam UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Terdapat 3 (tiga) alasan khusus pendirian OJK di Indonesia, yaitu :

1. Perkembangan sistem keuangan karena adanya konglomerasi Bank Indonesiasnis, produk komBank Indonesianasi (hybrid product), dan

regulatory arBank Indonesiatrage

2. Permasalahan di sektor keuangan karena adanya moral hazard,

perlindungan konsumen, dan koordinasi lintas sektoral

3. UU No 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Pasal 34 yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan3. Lembaga ini didirikan atas dasar disyaratkan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia pada pasal 34 ayat (1) berbunyi “Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Pada ayat (2) berbunyi

“Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan

dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010”4. Penjelasan dari kedua ayat dalam pasal tersebut, pembentukan lembaga pengawas sektor keuangan yang memiliki tugas salah satunya mengawasi bank akan dibentuk paling lambat 31

3

Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia (Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014) h. 488

4

(44)

Desember 2010, serta akan beralihnya fungsi pengawasan bank oleh Bank Indonesia ke lembaga pengawas sektor keuangan yang disebut Otoritas Jasa Keuangan.

Keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia juga muncul sebagai respons dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan. Langkah reformasi di Bank Indonesiadang hukum perbankan dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan, untuk itu terbentuklah ide awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat.5

Pada prinsipnya Otoritas Jasa Keuangan lahir untuk mengintegrasi dan koordinasi lebih mudah agar terciptanya regulasi jasa keuangan yang efektif, hal ini karena sekarang kecendrungannya perusahaan jasa keuangan terlibat dalam berbagai traksaksi, misalnya di Pasar Modal dan Industri Asuransi. Sinergi antar jasa keuangan yang tidak dapat dipungkiri dengan pesatnya perkembangan dunia jasa keuangan, kebutuhan menyatukan pengawasan lebih terkonsolidasi merupakan jawaban terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Mengambil alih sebagian tugas kewenangan lembaga lain seperti Bank Indonesia, Pasar Modal, Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi lembaga pemerintah lain yang

5

(45)

awalnya memiliki pengawasan lembaga pengelola dana masyarakat. Intinya Otoritas Jasa Keuangan memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan, dengan kata lain dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan memberikan pengelolaan lembaga secara baik dan benar6.

Pembetukan Otoritas Jasa Keuangan dilihat dari runtutan sejarah dimunculkan sejak di Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang.

Amanat pembentukan lembaga pengawas sektor keuangan pada akhirnya tertuang kembali pada pasal 34 Undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia yang selambat-lambatnya dibentuk 31 Desember 2010. Pada tahap perencanaan awal disahakan pada rapat paripurna 17 Desember 2010 tidak terlaksana, Pemerintah dan DPR tidak sepakat mengenai struktur dan tata cara pembentukan Dewan Komisioner OJK, pemerintah mengusulkan terdiri dari tujuh anggota dan dua orang diantaranya ex-officio yang otomatis berasal dari Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia7. Rancangan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan kemudian disahkan pada 2011 dan disetujui oleh parlemen (DPR) yang diketuai Priyo Budi Santoso dalam Rapat Paripurna pada Oktober 2011,

6

Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014) h.269

7

(46)

dengan hasil sebagai berikut : (1) Fungsi penyelidikan dan penyidikan OJK telah disepakati; (2) transisi Bank Indonesia yaitu 3 (tiga) Tahun sejak OJK diundangkan atau akhir 2014, untuk Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir 2012; (3) Dewan Komisioner harus sudah dipilih pada Juni 2012 yang mana panitia penyeleksi calon Dewan Komisioner dipimpin oleh Menteri Keuangan.

Presiden membentuk Panitia Seleksi pemilihan calon anggota Dewan Komisioner OJK pada Januari 2010, dan pada Juli 2010 terpilihlah Ketua Dewan Komisioner merangkap Anggota dan delapan Dewan Komisioner merangkap anggota lainnya. OJK memiliki struktur dengan unsur check and balance dalam fungsi pengawasan dan fungsi pengaturan bertujuan untuk : (1) menciptakan ketegasan pemisahan antara tanggung jawab pembuat kebijakan (Dewan Komisioner) dengan tanggung jawab supervisor (kepala eksekutif masing masing pengawas perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank; (2) menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak agar tidak terjadi penyelewengan wewenang; (3) mendorong terjadinya pembagian kerja sehingga tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masing-masing fungsi pengaturan dan pengawasan8. Pengalihan pengawasan perbankan dan non perbankan akhirnya secara resmi dilimpahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan pada 1 Januari 2014, tepat tiga tahun setelah masa transisi pelimpahan pengaturan dan pengawasan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan.

8

(47)

3.Tujuan dan Nilai Strategis Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk tentu telah memiliki visi, misi, tujuan yang ingin dicapai. Visi dan misi Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesehjateraan umum.

Tujuan Otoritas Jasa Keuangan pada Pasal 4 UU No 21 Tahun 2011 adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan : (a) terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel; (b) mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan staBank Indonesial; (c) melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Secara normatif tujuan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ada empat hal : (a) meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan; (b) menegakkan peraturan perundang-undangan di Bank Indonesiadang jasa keuangan; (c) meningkatkan pemahaman publik mengenai sektor jasa keuangan; (d) melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan9.

Kehadirannya sangat didukung oleh berbagai pihak di tanah air, karena Otoritas Jasa Keuangan membela semua kepentingan kemajuan perekonomian negara dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Dengan demikian posisi yang

9

(48)

begitu strategis, Otoritas Jasa Keuangan memiliki kewenangan yang ampuh untuk mengatur, menegakkan dan mengamBank Indonesial tindakan atas tugas dan wewenang yang telah diberikan kepadanya. Nilai strategis Otoritas Jasa Keuangan adalah :

a. Integritas : Bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan yang dibuat Otoritas Jasa Keuangan dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.

b. Sinergi : Berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan atau saling lempar tanggung jawab diantara lembaga, maka menjaga koordinasi baik internal Otoritas Jasa Keuangan maupun eksternal dengan pemangku kepentingan setiap sektor lembaga jasa keuangan pada sektor perbankan, sektor pasar modal, sektor perasuransian, lembaga pembiayaan, maupun lembaga keuangan non bank secara produktif dan berkualitas.

c. Inklusif : Terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap pengetahuan industri keuangan dengan mengendukasi masyarakat terhadap jasa-jasa keuangan.

d. Visioner : Memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan

(Forward Looking) atas perkembangan industri jasa keuangan serta dapat berpikir diluar keBank Indonesiaasaan (Out of The Box Thingking)dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang baru di industri jasa keuangan seperti investasi illegal10.

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip sebagai berikut: tata kelola yang baik (principle good government) yang meliputi

10

(49)

sebagaiberikut : indepedensi, akuntaBank Indonesialitas, pertanggung jawaban, transparansi dan kewajaran (fairness)11.

4. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan pada Pasal 5, “Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan”, dengan fungsi yang dimiliki dapat melindungi kepentingan nasabah dan masyarakat yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan12.

OJK melaksanakan tugas sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap : (a) kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; (b) kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; (c) kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga PemBank Indonesiaayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya, sebelum lahirnya OJK sektor jasa keuangan terpisah dalam lembaga pengawas yang berbeda, seperti di sektor perbankan oleh Bank Indonesia, sektor Pasar Modal oleh Bapepam-LK namun, sejak adanya OJK semua sektor jasa keuangan berada dibawah kewenangan OJK dan dengan ketentuan transisi yang jelas dapat dihindarikan komplikasi permasalahan hukum dalam proses peralihan tugas dan fungsi

11

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet-7 Januari 2013) h.217

12

(50)

pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan13. Untuk menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan pada sektor jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai kewenangan tertera pada Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pada pasal 8 tugas pengaturan sektor jasa keuangan mempunyai kewenangan :a. menetapkan peraturan pelaksana Undang-Undang OJK; b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK; d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. menetapkan keBank Indonesiajakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuta pada Lembaga Jasa Keuangan; h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaann dan kewajiban; i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan14. Pada pasal tersebut untuk memaksimalkan pengaturan dan pengawasan OJK di sektor jasa keuangan apaBank Indonesiala diperlukan pembentukan peraturan baru dalam menghadapi tantangan ke depan.

Tugas pengawasan yang tertera pada pasal 6 Undang-undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, termaktub pada pasal 9 Undang-undang No

13

Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h. 142

14

(51)

21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan : a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyelidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. melakukan penunjukan pengelola statuta; f. menetapkan penggunaan pengelola statuta; g. menetapkan sanksi adminstratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; h.memberikan dan/atau mencabut :izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaransurat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran, penetapan15. Tugas pengawasan OJK dalam perizinan kelembagaan bank maupun perlindungan hukum bagi masyarakat diatur jelas pada pasal tersebut.

B. Investasi

1. Tinjauan Umum Investasi

Investasi erat kaitannya dengan menghimpun dana, Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan investasi sebagai penanaman uang atau modal di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Penggunaan modal

15

(52)

untuk memperoleh uang baik dilakukan lewat sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui cara ventura yang lebih beresiko16. Investasi dapat dilakukan di sektor keuangan seperti obligasi, valuta asing, saham. Investasi juga dapat dilakukan di sektor usaha seperti perkebunan, industri, dimana investor menghendaki hasilnya kembali dari bentuk investasi itu. Dalam investasi ini, faktor resiko menjadi pertimbangan lain, disamping hasil kembali yang menguntungkan.

Kegiatan menghimpun dana dalam bentuk simpanan dikemas investasi, merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat dengan imbalan berupa bunga simpanan. Simpanan secara umum jenis simpanan yang ditawarkan di bank adalah giro, tabungan, simpanan deposito, dan sertifikat deposito17.

2. Bentuk Usaha Penghimpunan Dana Masyarakat

Bentuk usaha menghimpun dana dari masyarakat hadir untuk menyalurkan kepada masyarakat dana-dana yang dikelola, dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sesuai dengan pasal 6 undang No 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah dengan Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, maka penghimpunan dana bentuk bank, meliputi : menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat berjangka, tabungan, dan atau bentuk

16

Henricus W., Kamus Istilah Ekonomi dan Bank Indonesiasnis, (Jakarta:Kompas, Agustus 2010) h. 165

17

Gambar

Grafika Cet-5, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian methisoprinol terhadap peningkatan kadar imunoglobulin G (IgG) serum pada penderita tuberkulosis paru aktif. Subyek

Bolabasket adalah permainan olahraga yang dilakukan secara berkelompok, terdiri atas 2 tim yang beranggotakan masing-masing 5 orang yang saling bertanding dengan

Hasil uji post hoc juga menunjukkan ada perbedaan dan pengaruh yang signifikan antara praktik pengelolaan usahatani nanas terhadap manfaat program Sertifikasi

ANALISIS PENGARUH KONFUSIANISME DALAM UPAYA DIPLOMASI BUDAYA DAN POLITIK TERHADAP KEBIJAKAN DIASPORA TIONGKOK DI INDONESIA PADA TAHUN 2013-2020 DITINJAU DARI PERSPEKTIF

Semua jenis proposal memiliki satu tujuan sama, yaitu untuk menyampaikan suatu rencana kegiatan secara rinci, sehingga kegiatan tersebut dapat diterima, mendapatkan dukungan dan izin

Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain

Walaupun dalam fikih terdapat empat mazhab besar, tetapi dalam penelitian ini penulis membagi mazhab tersebut menjadi dua, dengan alasan adalah ulama Mazhab

Dengan demikian karena menggunakan jenis penelitian deskriptif dan memakai metode survey serta jenis datanya yang berbentuk kuantitatif, maka peneliti dapat