• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB PENGANTAR ETIKA PROFESI PNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB PENGANTAR ETIKA PROFESI PNS"

Copied!
330
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB

PENGANTAR ETIKA PROFESI PNS

A. Kedudukan Mata Kuliah Etika Profesi PNS

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik yang dialami oleh negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.

Peningkatan kualitas pelayanan publik mutlak diperlukan mengingat kondisi sosial masyarakat yang semakin baik sehingga mampu merespon setiap penyimpangan dalam pelayanan publik melalui gerakan maupun tuntutan dalam media cetak dan elektronik. Apalagi dengan adanya persaingan terutama untuk pelayanan publik yang disediakan swasta membuat sedikit saja pelanggan merasakan ketidakpuasan maka akan segera beralih pada penyedia pelayanan publik yang lain. Hal ini membuat penyedia pelayanan publik swasta harus berlomba-lomba memberikan pelayanan publik yang terbaik. Ini yang seharusnya ditiru oleh penyedia pelayanan publik pemerintah sehingga masyarakat merasa puas menikmati pelayanan publik tersebut.

Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan kedudukan mata kuliah Etika Profesi PNS

2. Menjelaskan urgensi Etika Profesi PNS dalam reformasi birokrasi 3. Menjelaskan rencana perkuliahan Etika Profesi PNS

(2)

2 Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusahaan pengangkutan.

2. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara sehingga klien/pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan.

3. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah) dengan ciri sebagai berikut:

1. Efektif

Lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran. 2. Sederhana

Prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, dan tidak berbelit-belit.

3. Transparan

Adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, persyaratan, dan pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik tersebut.

4. Efisiensi

Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan.

5. Keterbukaan

(3)

3 berkaitan dengan proses pelayanan wajib di informasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak.

6. Ketepatan waktu

Kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Cara-cara yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik yang profesional adalah sebagai berikut:

1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya, 2. Memperlakukan pengguna pelayanan sebagai customers,

3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan sesuai dengan yang diinginkan mereka,

4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas, 5. Menyediakan alternatif bila pengguna pelayanan tidak memiliki pilihan lain.

Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penetapan standar pelayanan

(4)

kompetensi-4 kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.

2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)

Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:

a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus;

b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;

c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;

d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;

e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan; f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas.

3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan

(5)

5 4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan

Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan;

Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi.

Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.

Dalam Undang-undang 43 Tahun 1999 antara lain dinyatakan bahwa sebagai unsur aparatur negara Pegawai Negeri Sipil harus memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional. Ciri- ciri profesional adalah memiliki wawasan yang luas dan dapat memandang masa depan, memiliki Kompetensi di bidangnya, memiliki jiwa berkompetisi/bersaing secara jujur dan sportif, serta menjunjung tinggi etika profesi.

(6)

6 yang profesional perlu ditetapkan standar kompetensi jabatan dan kode etik Pegawai Negeri Sipil.

Yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien. Sedangkan pengertian kompetensi adalah persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugas organisasi.

Adapun pengertian kode etik Pegawai Negeri Sipil adalah kewajiban, tanggung jawab, tingkah laku, dan perbuatan sesuai dengan nilai-nilai hakiki profesinya yang dikaitkan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat serta pandangan hidup Bangsa dan Negara Indonesia.

Sebagai panduan bagi instansi untuk menyusun standar kompetensi melalui Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 telah ditetapkan Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktur Pegawai Negeri Sipil yang pada akhir tahun 2004 seluruh instansi baik Pusat maupun Daerah telah dapat menyelesaikan standar kompetensi jabatan di setiap wilayahnya.

Disamping itu pada saat ini telah dirancang Peraturan Pemerintah mengenai kode etik Pegawai Negeri Sipil yang pada hakikatnya mengatur tentang nilai-nilai perilaku kedinasan Pegawai Negeri Sipil, baik sebagai profesional maupun sebagai aparatur negara.

Materi Nilai-nilai Perilaku Kedinasan antara lain:

a. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya wajib berusaha meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan profesionalisme di bidang tugasnya. b. Pegawai Negeri Sipil karena kedudukan atau jabatannya wajib menyimpan informasi resmi negara yang sifatnya rahasia.

(7)

7 e. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya senantiasa mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka penegakan kode etik dibentuk komisi kehormatan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai fungsi untuk menjabarkan lebih lanjut kode etik Pegawai Negeri Sipil, didalam implementasi penugasannya melakukan pemantauan dan pengendalian perilaku Pegawai Negeri Sipil yang melanggar kode etik serta merekomendasikan pada pejabat pembina kepegawaian dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selanjutnya.

Untuk itu pada saat ini sedang disusun Rencana Peraturan Pemerintah tentang Penilaian Pegawai Berbasis Kinerja dengan tujuan untuk :

a. Memperoleh gambaran langsung tentang kinerja seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pokoknya;

b. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat kinerja, baik yang berasal dari individu Pegawai Negeri Sipil maupun unit kerja lain atau instansinya, yang dapat digunakan sebagai input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekaligus bagi penyerpurnaan aspek manajemen dan organisasi dari unit kerja atau instansi dimana Pegawai Negeri Sipil itu bekerja.

c. Memberikan gambaran tentang kinerja unit kerja dan instansi dimana Pegawai Negeri Sipil tersebut bekerja, dan mencari jalan keluar untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja unit kerja dan instansinya.

Penilaian Pegawai Negeri Sipil berbasis kinerja dilaksanakan melalui Pendekatan hasil dan Pendekatan Kualitan. Kedua pendekatan ini dikombinasikan dalam salah satu pendekatan yang disebut dengan Pendekatan Pencapaian Tujuan/Target, artinya penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil, yang didasarkan pada target dan telah disepakati atau ditentukan terlebih dahulu.

Adapun standar penilaian kinerja yang digunakan meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

(8)

8 b. Aspek Kualitas, menggambarkan kesempatan tentang mutu barang yang dihasilkan, atau mutu pelayanan/jasa yang diberikan, dalam pelaksanaan suatu tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu.

c. Aspek waktu, menggambarkan kesempatan tentang lamanya seoarang Pegawai Negeri Sipil menghasilkan jumlah barang dan pelayanan dengan kualitas yang telah disepakati, dalam pelaksanaan tugas pokoknya.

d. Aspek biaya, menggambarkan kesepakatan tentang besarnya anggaran yang digunakan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menghasilkan jumlah barang dan memberikan pelayanan dengan kualitas yang telah ditentukan, dengan pelaksanaan tugas pokoknya.

B. Urgensi etika profesi terhadap reformasi birokrasi 1. Reformasi Birokrasi

Apa yang terlintas dalam benak kita apabila mendengar kata birokrasi. Pastilah yang terlintas adalah prosedur-prosedur yang berbelit, suap terhadap oknum aparat pemerintah, pelayanan publik yang rumit dan membingungkan, pejabat pemerintah dengan kekayaan yang tidak masuk akal dan pemikiran-pemikiran negatif lainnya terhadap instansi dan pejabat pemerintah. Hal itu memang tidak sepenuhnya salah dan memang terjadi di pemerintahan. Pemerintah pun tidak tinggall diam, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik pemerintah melakukan reformasi birokrasi terhadap instansi-instansi pemerintahan. Kementerian Keuangan Replubik Indonesia yang pertama kali menjalankan reformasi birokrasi di Indonesia. 2. Pengertian Birokrasi Menurut Max Webber

Birokrasi, merupakan pemikiran dari Max Weber (1864-1920) seorang ahli sosiolog Jerman yang menekankan pada kebutuhan akan hierarki yang ditetapkan dengan ketat untuk mengatur peraturan dan wewenang dengan jelas. Menurutnya organisasi ideal pastilah sebuah birokrasi yang aktivitas dan tujuannya dipikirkan secara rasional dan pembagian tugas dari para karyawannya dinyatakan dengan jelas.

(9)

9 maupun kesamping. Pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi professional, memiliki jenjang karier yang pasti mendahulukan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi dan memperoleh imbalan yang setara.

Pengertian Reformasi Birokrasi

Reformasi Birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek berikut :

a. Kelembagaan (organisasi)

b. Ketatalaksanaan (business process) c. sumber daya manusia aparatur

Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak berjalan dengan baik, harus ditata ulang atau diperbarui. Reformasi Birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu, dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, harus segera diambil langkah langkah yang bersifat mendasar, komprehensif dan sistemik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Reformasi di sini merupakan proses pembaruan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.

Disadari sepenuhnya, kondisi birokrasi pemerintahan saat ini masih belum seperti yang dicita-citakan, yang antara lain diindikasikan dengan :

a. praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini; b. tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik; c. tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari birokrasi pemerintahan belum Optimal;

(10)

10 e. tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah;

f. tingkat efektifitas pengawasan fungsional dan pengawasan internal dari birokrasi pemerintahan belum dapat berjalan secara optimal.

3. Fungsi Pelayanan Publik

Dalam kerangka Negara demokrasi, ada dua fungsi pokok pemerintahan Negara yang pelaksanaannya diserahkan kepada birokrasi. Kedua fungsi itu adalah fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan publik.

Fungsi pengaturan pada dasarnya mengandung tujuan pokok pemeliharaan sistem, yakni mewujudkan ketertiban sosial. Dalam rangka ketertiban sosial ini pemerintah bertanggung jawab untuk menentukan peraturan-peraturan tertentu yang secara hokum mengikat setiap warga Negara. Setiap warga Negara terikat oleh dan harus taat kepada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara yang bersangkutan.

Fungsi pelayanan oleh birokrasi mengacu kepada konsepsi negara kesejahteraan, bahwa pemerintahan negara yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan hidup seluruh rakyatnya. Wujud dari usaha peningkatan kesejahteraan ini adalah pelayanan aparatur pemerintah kepada warga negara yang memperlukannya. Oleh sebab itu, birokrasi menyelenggarakan pelayanan umum atau pelayanan publik (public services), dan pelaksananya, yaitu pegawai negeri dikenal sebagai pelayan (abdi) masyarakat (public servants). Berdasarkan pengertian pelayanan umum seperti ini, maka sesungguhnya fungsi pengaturan merupakan bagian dari pelayanan umum, hanya saja dalam menyediakan pelayanan umum dalam konteks pengaturan ini aparatur pemerintah memiliki kewenangan tertentu yang tidak dimiliki oleh komponen lain di dalam masyarakat. Dalam hal ini, birokrasi dipercayai untuk mengemban tanggung jawab untuk membuat kebijakan dan juga melaksanakan kebijakan tersebut.

(11)

11 yang dipilih rakyat melalui pemilihan umum. Oleh sebab itu, mereka tidak termasuk sebagai birokrat. Birokrat adalah mereka yang menduduki jabatan eselon I kebawah di kementerian atau lembaga-lembaga non-kementerian.

Sesuai dengan Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU Nomor 17 Tahun 1974 yang diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999), pegawai negeri yang membentuk pelayanan publik (public service) di Indonesia meliputi pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, dan POLRI, dan pegawai BUMN/D.

4. Pengertian Etika Pelayanan Publik

Uraian mengenai birokrasi dan pelayanan publik di muka secara jelas menunjukan kepada kita bahwa administrasi pemerintahan atau birokrasi pemerintahan (disingkat birokrasi) mempunyai fungsi pokok berupa penyelenggaraan pelayanan publik (public service). Pelayanan publik ini dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan yang di Indonesia disebut dengan pegawai negeri. Jadi, pelayanan publik adalah identik dengan birokrasi atau administrasi pemerintahan dan pegawai negeri. Oleh sebab itu, istilah etika pelayanan publik mempunyai pengertian yang sama dan dapat dipertukarkan dengan istilah etika birokrasi atau etika pegawai negeri (khususnya PNS), walaupun tentu saja masing-masing istilah ini dapat memberikan nuansa yang agak berbeda.

Etika pelayanan publik merupakan bidang etika terapan atau etika praktis. Dengan demikian, seperti halnya etika bisnis, etikan pelayanan publik tidak berkaitan dengan perumusan standar-standar etika baru, tetapi berkaitan dengan penggunaan atau penerapan standar-standar etika yang telah ada. Tegasnya, etika pelayanan publik berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip atau standar-standar moral dalam menjalankan tanggung jawab peran aparatur birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan bagi kepentingan publik. Focus utama dalam etika pelayanan publik adalah apakah aparatur pelayanan publik, pegawai negeri, atau birokrasu telah mengambil keputusan dan berperilaku yang dapat dibenarkan dari sudut pandang etika. Karena etika bersangkut paut dengan bagaimana agar manusia mencapai kehidupan yang baik, maka penerapan etika dalam konteks pelayanan publik dimaksudkan agar pelayanan kepada masyarakat oleh aparatur birokrasi benar-benar memenuhi harapan masyarakat tersebut.

(12)

12 bertindak bagi pegawai negeri sebagai ―pelayan publik‖ (sehingga biasa disebut dengan ―abdi negara‖ dan ―abdi masyarakat‖) dalam berbagai situasi pelayanan publik. Dengan demikian, etika pelayanan publik harus mencakup prinsip-prinsip, nilai-nilai, standar-standar, atau norma-norma moral (etika) yang harus dijadikan panduan oleh, dan criteria penilaian terhadap aparatur birokrasi atau pegawai negeri dalam menjalankan aktivitasnya di dalam organisasi (internal activities) dan dalam berhubungan dengan pihak-pihak luar, khususnya masyarakat (publik) pengguna layanan birokrasi (external activities).

Secara khusus, perhatian pada isu-isu etika dalam pelayanan publik bermuara pada tujuan untuk mewujudkan integeritas dalam pelayanan publik (public service integrity). Integeritas mengacu kepada hubungan yang kuat antara nilai-nilai ideal dan perilaku nyata, dan merupakan syarat pokok bagi pemerintah untuk menyediakan kerangka yang terpercaya dan efektif bagi kehidupan ekonomi dan sosial seluruh warga negara. Pranata dan mekanisme untuk memajukan integritas dipandang sebagai komponen pokok good governance. Dalam konteks pelayanan publik, integritas berarti bahwa:

a. Perilaku aparatur pemerintahan (pegawai negeri) sebagai pelayan publik adalah sejalan dengan misi pelayanan publik dari instansi tempat mereka mengabdikan diri. b. Pelaksanaan pelayanan publik sehari-hari dapat diandalkan

c. Warga negara memperoleh perlakuan ―tanpa pandang bulu‖ sesuai dengan ketentuan hukum dan keadilan.

d. Prosedur pengambilan keputusan adalah transparansi bagi publik, dan tersedia sarana bagi publik untuk melakukan penyelidikan dan pemberian tanggapan.

5. Relevansi Etika dalam Pelayanan Publik

(13)

13 menjelaskan relevansi dan makin pentingnya etika dalam birokrasi atau pelayanan publik.

a. Etika dan Kehidupan yang Baik

Dalam bentuknya yang paling abstrak, etika adalah salah satu cabang filsafat. Etika berkaitan dengan perilaku moral, yaitu produk dari standar moral dan pertimbangan/keputusan moral. Tegasnya, etika berkaitan dengan ―bagaimana seharusnya kita hidup.‖ Mengambil keputusan tentang ―bagaimana seharusnya kita hidup‖ adalah fondasi etika. Dengan cara sederhana, kita dapat mengatakan bahwa etika berkenaan dengan bagaimana orang-orang melaksanakan urusan mereka, setiap jam atau setiap hari. Perilaku etis berarti jujur dengan diri sendiri dan dengan orang lain. Etika berkaitan dengan karya, kinerja, atau prestasi, yang di-karya atau kinerja itulah nama kita melekat.

Konsep etika tidak lain adalah sejumlah asumsi dasar yang melandasi hampir semua hubungan dan transaksi di dalam masyarakat. Asumsi-asumsi ini meliputi asumsi-asumsi tentang bagaimana kita memperlakukan orang lain; apa hak kita dan apa hak orang lain; kapan hak individual kita berakhir dan kapan hak individual orang lain bermula; bagaimana harta milik individu dan masyarakat seharusnya diperlakukan, dan apa yang merupakan perlakuan yang wajar dan adil bagi semua orang. Dengan demikian, etika dapat diartikan secara luas sebagai ―keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan kehidupannya‖. Pernyataan berikut ini mencerminkan pengertian etika ini ―Bagaimana saya harus membawa diri dan bersikap?‖. ―Perbuatan-perbuatan mana yang harus saya kembangkan agar hidup saya sebagai manusia berhasil?‖

Pelayanan publik merupakan bidang kehidupan penting yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam kenyataanya, pelayanan publik mempengaruhi seluruh segi kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, sudah selayaknya jika isu-isu atau dimensi etika dimasukkan dalam pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pelayanan publik.

b. Kekuasaan birokrasi

(14)

14 program atau proyek, yang pada gilirannya mempengaruhi kepentingan dan pelayanan publik. Dalam konteks ini, timbul pertanyaan apakah birokrasi menjalankan kekuasaan atau kewenangannya tersebut dengan benar, apakah birokrasi tidak menyelewengkan kewenangannya tersebut demi kepentingan selain kepentingan masyarakat. Etika diperlukan sebagai panduan dalam pengambilan keputusan dan sekaligus sebagai kriteria untuk menilai baik atau buruknya suatu keputusan tersebut.

c. Kewibawaan Pemerintah

Dimana pun, pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan dambaan penyelenggara pemerintahan sendiri dan masyarakat secara umum. Kebersihan dan kewibawaan ini pada dasarnya hanya dapat diperoleh jika birokrasi dan pelaksananya bebas dari perilaku negatif atau tercela. Secara kategoris, dimana pun tidak ada pemerintah yang secara resmi menyutujui tindakan dan keputusan yang buruk/tercela para anggotanya. Sementara itu, makin disadari bahwa sumber kewibawaan birokrasi dan aparaturnya bukanlah kekuasaan yang mereka miliki, melainkan kualitas pengabdian mereka kepada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan perkataan lain, kecintaan rakyat, bukan oleh ketakutan rakyat. Kewibawaan pemerintah tersebut semakin besar jika dalam menjalankan fungsinya, aparatur pemerintahan berpegang teguh pada profesionalisme dan standar moral yang tinggi, seperti cermat, cepat, ramah, berkeadilan, objektif, transparan, dan manusiawi.

d. Hak dan Kepatuhan Warga Negara

(15)

15 IMB dari pemerintah. Contoh lain, setiap warga negara yang telah mencapai umur tertentu wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sehingga ketika mencapai umur yang ditentukan, seorang warga negara harus berurusan dengan birokrasi untuk memperoleh layanan KTP. Ini berarti pemerintah hatus menyediakan pelayanan IMB, KTP, SIM, keamanan dan sejenisnya, dan kita berhak mendapatkan pelayanan itu ketika kita membutuhkannya. Sudah barang tentu, setiap warga masyarakat mengharapkan akan memperoleh pelayanan dari birokrasi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan pengorbanan yang mereka lakukan. Etika diperlukan untuk memandu dan menjadi kriteria apakah birokrasi telah menjalankan fungsi pelayanannya sesuai dengan standar teknis dan etis sebagaimana diharapkan oleh warga negara.

e. Celah Harapan Masyarakat

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kinerja pelayanan publik oleh birokrasi kita masih buruk, bahkan sering dikatakan sebagai sangat buruk dan ditinjau dari kriteria pelayanan yang bermutu, tidak satu pun dari kriteria tersebut dapat dipenuhi oleh birokrasi kita. Anekdot-anekdot seperti ―Kasih amplop (uang) urusan beres‖, ―Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah‖ atau ―Kalau bisa lama kenapa dipercepat‖ dan sejenisnya sering dilontarkan untuk menyebut kualitas atau kinerja pelayanan publik oleh birokrasi. Isu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adalah sangat khas yang lazim dikaitkan dengan birokrasi kita. Buruknya kinerja pelayanan publik ini telah menyebabkan sangat rendahnya kepercayaan masyarakat kepada birokrasi, bahkan terhadap pemerintah secara umum. Ini tampak dari tanggapan yang cenderung negatif terhadap sejumlah inisiatif pemerintah (perhatikan, misalnya, proyek busway dan perpanjangan waktu three in one oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta).

(16)

16 ini hanya dapat dicapai melalui peningkatan profesionalisme, yaitu peningkatan sarana-prasarana pelayanan dan kompetensi teknis dalam pelayanan yang dilandasi oleh kesadaran dan komitmen terhadap norma-norma moral.

Seperti di negara-negara lain, masyarakat kita juga menuntut birokrasi untuk berperilaku etis (dengan standar tinggi) dalam memberikan pelayanan. Pelayanan publik sering dinyatakan sebagai kepercayaan publik (public service is a public trust). Warga negara mengharapkan para abdi negara melayani kepentingan mereka secara berkeadilan dan mengelola sumber daya publik sebaik-baiknya. Pelayanan publik yang adil (fair) dan dapat diandalkan melahirkan kepercayaan publik dan menciptakan suatu lingkungan yang menguntungkan bagi bisnis dan bidang-bidang kehidupan lain umumnya, sehingga memberikan sumbangan kepada berfungsinya pasar dengan baik dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. f. Reformasi Penyelenggaraan Pemerintahan

(17)

17 jumlah pelaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di dalam birokrasi. Panduan etika, sesuai dengan tuntutan lingkungan yang baru, sangat diperlukan untuk memperjelas harapan dan tuntutan terhadap aparat birokrasi, termasuk larangan-larangan yang harus dipatuhi. Dengan perkataan lain, diperlukan penyesuaian-penyesuaian infrastruktur etika untuk membangun iklim etis yang dapat menjamin keunggulan dalam pelayanan publik dan menjamin terwujudnya misi pelayanan publik.

Secara ringkas, relevansi dan makin pentingnya etika dalam pelayanan publik adalah karena fakta bahwa warga negara telah mempercayakan sumber daya publik kepada birokrasi. Pejabat pemerintahan, aparatur birokrasi atau pegawai negeri telah dianggap sebagai pengelola sumber daya dan penjaga kepercayaan khusus yang diamanatkan oleh warga negara. Selain itu, aparatur birokrasi menetapkan juga kebijakan dan mengimplementasikannya, kebijakan dan implementasinya ini mempengaruhi semua bidang kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, rakyat, warga negara mengharapkan aparatur birokrasi benar-benar menjadi ―abdi negara‖ dan ―abdi masyarakat‖, menempatakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, mengelola sumber daya publik yang tela dipercayakan secara professional dan menjunjung tinggi standar etika.

6. Sumber-sumber Nilai-nilai Etika Pelayanan Publik

(18)

18 Perlu diingat, bahwa seorang PNS mungkin juga merupakan anggota suatu profesi. Misalnya, seorang akuntan yang menjadi PNS adalah juga sebagai anggota Ikatan Akuntan Indonesia. Akuntan PNS ini seharusnya tunduk pula pada kode etik dan aturan perilaku yang berlaku di lingkungan profesi akuntansi. Jadi, pada saat yang bersamaan seorang PNS, di samping berperan sebagai pribadi, anggota masyarakat umum, juga berperan sebagai aparatur birokrasi, dan sebagai anggota profesi akuntansi. Dengan demikian, PNS tersebut pada dasarna memiliki tiga sumber acuan etika, yaitu nilai-nilai dan standar etika yang berlaku di masyarakat umum, di lingkungan birokraasi, dan di lingkungan profesi akuntansi.

C. Rencana perkuliahan etika profesi PNS

Mata kuliah ini menjelaskan tentang pengertian etika, memahami teori-teori etika, pengertian etika profesi, pengertian dan hakekat profesi, pengertian pelayanan publik, etika dan disiplin PNS, hukuman disiplin PNS serta kode etik Kementerian Keuangan.

Tujuan umum mata kuliah Etika Profesi Pns ini adalah memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai yang tepat atas penerapan standar etika dalam profesi sebagai PNS. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat:

1. Meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap etika profesi PNS dan konsep-konsep yang menyertainya.

2. Meningkatkan kemampuan dalam memecahkan dilema etis di tempat kerja dan di luar tempat kerja.

3. Meningkatkan kesadaran untuk mempraktekkan kode etik yang berlaku di tempat kerja.

Mata kuliah Etika Profesi PNS terdiri dari enam belas bab, yaitu:

1. Kuliah Umum I (Pengantar Etika Profesi PNS). Bab ini akan memperlajari: a. Kedudukan mata kuliah Etika Profesi PNS

b. Urgensi Etika Profesi PNS dalam reformasi birokrasi c. Rencana perkuliahan Etika Profesi PNS

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah perkuliahan mahasiswa dapat memahami pentingnya mata kuliah Etika Profesi PNS dan gambaran umum tentang pokok-pokok bahasan yang akan disampaikan dalam mata kuliah Etika Profesi PNS. 2. Teori dan Konsep Etika I. Bab ini akan mempelajari:

(19)

19 b. Teori-Teori Etika (Teleologi, Deontologi, Etika Keutamaan)

c. Konsep hak, kewajiban, keadilan dan kepedulian

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah memperlajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami teori dan konsep etika.

3. Teori dan Konsep Etika II . Bab ini akan mempelajari: a. Perbedaan etika dan etiket

b. Pengertian nilai c. Pengertian norma

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah memperlajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami perbedaan etika dengan etiket serta pengertian nilai dan norma.

4. Etika Profesi. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian profesi dan etika profesi b. Urgensi etika profesi

c. Prinsip-prinsip etika profesi

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami pengertian, urgensi dan prinsip-prinsip etika profesi.

5. Etika Bisnis. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian etika bisnis

b. Prinsip-prinsip etika bisnis c. Isu-isu umum etika bisnis

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika bisnis agar dapat menjalankan tugasnya.

6. Etika Kepemimpinan. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian etika kepemimpinan

b. Urgensi etika kepemimpinan

c. Karakter-karakter utama dalam etika kepemimpinan

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika kepemimpinan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai PNS.

(20)

20 b. Prinsip-prinsip etika pelayanan publik

c. Netralitas PNS

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika pelayanan publik.

8. Etika Kerja. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian etika kerja

b. Perbedaan etika kerja dan etika profesi c. Berbagai etika kerja PNS

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika kerja.

9. Pokok-Pokok Kepegawaian. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian PNS

b. Hak dan kewajiban PNS c. Pembinaan dan jabatan PNS

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami hak dan kewajiban sebagai PNS serta pembinaan dan jabatan-jabatan dalam PNS.

10. Disiplin PNS. Bab ini akan mempelajari: a. Urgensi disiplin PNS

b. Larangan-Larangan bagi PNS c. Tingkat dan jenis hukuman PNS

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami tentang aturan-aturan disiplin sebagai PNS.

1. Pengertian Korupsi, Prinsip-Prinsip Anti Korupsi dan Faktor Penyebabnya. Bab ini akan mempelajari:

a. Definisi korupsi dan bahayanya b. Prinsip-prinsip anti korupsi

c. Faktor penyebab korupsi dan solusinya

Tujuan yang ingin dicapai yaitu mahasiswa memahami definisi dan prinsip-prinsip anti korupsi serta memahami penyebab terjadinya korupsi.

11. Aturan tentang Anti Korupsi. Bab ini akan mempelajari: a. Berbagai peraturan tentang anti korupsi

(21)

21 c. Membentuk karakter anti korupsi

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami aturan-aturan tentang anti korupsi.

12. Jiwa Korps dan Kode Etik. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian dan pembinaan jiwa korps

b. Pengertian dan sumber kode etik c. Pengertian dan Aturan Kode Etik PNS

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami urgensi pembentukan jiwa korps PNS dan pembentukan aturan kode etik PNS.

13. Kode Etik Kementerian Keuangan. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian, tugas dan tanggung jawab kementerian Keuangan b. Tugas Pokok dan Fungsi Eselon I Kementerian keuangan c. Aturan Kode Etik Kementerian Keuangan

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami tentang Kode Etik Kementerian Keuangan.

14. Kode Etik pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan. Bab ini akan mempelajari: a. Kode Etik Profesi Akuntan

b. Kode Etik Profesi Anggaran c. Kode Etik Profesi Pajak d. Kode Etik Profesi Bea Cukai e. Kode Etik Profesi PPLN

f. Kode Etik Profesi Perbendaharaan

Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami Kode Etik pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan sesuai dengan spesialisasinya.

15. Kuliah Umum II (Membangun Etos Pribadi). Bab ini akan mempelajari: a. Urgensi memiliki etos pribadi

b. Faktor-faktor pendorong perilaku tidak etis c. Cara membentuk etos pribadi

(22)

22 Perlu dikemukakan disini bahwa uraian dalam modul ini mengutamakan penekanan praktis yang terutama ditujukan untuk memicu kesadaran dan pemahaman mahasiswa mengenai isu-isu penting yang dapat dijumpai dalam perjalanan karir seorang professional di bidang akuntansi.

(23)

23 RANGKUMAN

Pengantar etika profesi PNS memperkenalkan etika profesi PNS tersebut, dan sedikit menjelaskan mengenai implikasi dan aplikasi etika profesi PNS pada profesi birokrat. Bab ini menjelaskan bahwa birokrat perlu menjunjung tinggi etika profesi dalam menjalankan tupoksi utamanya yaitu pelayanan publik.

Tujuan dituliskannya makalah ini adalah agar kita dapat: 1. Mengetahui tentang peranan dan kebijakan pelayanan publik. 2. Mengetahui etika pelayanan publik.

3. Mengetahui permasalahan pelayanan publik di Indonesia.

4. Mengetahui solusi dari permasalahan pelayanan publik di Indonesia. 5. Mengetahui contoh-contoh pelayanan publik dalam kehidupan sehari-hari.

Di sektor manapun, termasuk sektor publik (pemerintahan), ada dua aspek penting yang umumnya diyakini sebagai penentu kinerja prima, yaitu profesionalisme dan etika. Seperti halnya di sektor bisnis, sektor publik juga dituntut untuk mencapai kinerja prima, dengan ukuran-ukuran seperti efisiensi, produktivitas, dan efektivitas, dan pada saat yang sama dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi standar etika, seperti integritas, objektivitas atau imparsialitas, keadilan, dan sebagainya. Dengan perkataan lain, sektor publik, seperti sektor bisnis, dituntut memiliki dua keunggulan, yaitu keunggulan teknis (profesionalisme) dan keunggulan moral (etika). Ada beberapa alasan, baik normatif maupun objektif, yang dapat digunakan untuk menjelaskan relevansi dan makin pentingnya etika dalam birokrasi atau pelayanan publik.

(24)

24 pribadi, mengelola sumber daya publik yang tela dipercayakan secara profesional dan menjunjung tinggi standar etika.

Mata kuliah ini menjelaskan tentang pengertian etika, memahami teori-teori etika, pengertian etika profesi, pengertian dan hakekat profesi, pengertian pelayanan publik, etika dan disiplin PNS, hukuman disiplin PNS serta kode etik Kementerian Keuangan.

Tujuan umum mata kuliah Etika Profesi PNS ini adalah memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai yang tepat atas penerapan standar etika dalam profesi sebagai PNS. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat:

1. Meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap etika profesi PNS dan konsep-konsep yang menyertainya.

2. Meningkatkan kemampuan dalam memecahkan dilema etis di tempat kerja dan di luar tempat kerja.

3. Meningkatkan kesadaran untuk mempraktekkan kode etik yang berlaku di tempat kerja.

LATIHAN

1. Apakah pelayanan kepada publik perlu ditingkatkan? jelaskan

2. Sebutkan tiga jenis pelayanan publik berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya

3. Sebutkan ciri-ciri pelayanan publik yang profesional

4. Mengapa diperlukan adanya standard operating procedures (sop)? 5. Apa yang dimaksud dengan kompetensi pns?

6. Jelaskan definisi dari kode etik pns

7. Sebutkan aspek-aspek dalam standar penilaian kinerja 8. Jelaskan pengertian birokrasi menurut max weber 9. Jelaskan pengertian reformasi birokrasi secara umum

10. Terdapat dua fungsi pokok pemerintahan negara yang pelaksanaannya diserahkan kepada birokrasi. Sebutkan dan jelaskan kedua fungsi tersebut 11. Jelaskan pengertian integritas dalam konteks pelayanan publik

(25)

25

BAB

TEORI DAN KONSEP ETIKA I

_____________________________________________________

___

A. Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, ethikos, berarti timbul dari kebiasaan. Etika memiliki banyak makna antara lain:

1. Semangat khas kelompok tertentu, misalnya ethos kerja, kode etik kelompok profesi.

2. Norma-norma yang dianut oleh kelompok, golongan masyarakat tertentu mengenai perbuatan yang baik dan benar.

3. Studi tentang prinsip-prinsip perilaku baik dan benar sebagai falsafat moral. Etika sebagai refleksi kritis dan rasional tentang norma-norma yang terwujud dalam perilaku hidup manusia.

4. Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.

Etika juga memiliki pengertian arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu.

1. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.

2. Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu.

3. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspektasi) profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa

Tujuan Instruksional Khusus :

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami Pengertian Etika, Teori-Teori Etika (Teleologi, Deontologi, Etika Keutamaan), Konsep hak, kewajiban, keadilan dan kepedulian

(26)

26 profesi secara wajar, jujur, adil, profesional, dan terhormat.

4. Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.

5. Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.

Menurut K. Bertens, etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting.

Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam pengajaran etika bisnis, yaitu :

1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis.

Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.

2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pebisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat.

Dalam etika sebagai ilmu, bukan hanya penting adanya norma-norma moral, tidak kalah penting adalah alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.

3. Membantu pebisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat didalam profesinya (kelak).

(27)

27 berikut, yaitu disatu pihak, harus dikatakan: etika mengikat tetapi tidak memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etika bisnis boleh diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis.

Untuk melengkapi tentang etika, perlu juga ditambahkan tentang apa yang sebenarnya bukan etika (What ethics is not). Salah seorang tokoh etika, Peter Singer menerangkan sebagai berikut:

1. Etika bukan seperangkat larangan khusus yang hanya berhubungan dengan perilaku seksual.

2. Etika bukan sistem yang ideal, luhur dan baik dalam teori, namun tidak ada gunanya dalam praktek. Agaknya, penilaian demikianlah yang apriori diberikan oleh masyarakat jika ada kasus kejadian klinis.

3. Etika bukan sesuatu yang hanya dapat dimengerti dalam konteks agama. Ini tentulah pemikiran sekuler. Menurut ajaran agama, sesuatu yang secara moral 'baik' adalah sesuatu yang sangat disetujui dan disenangi Tuhan. Sedangkan Singer berpendapat (sama dengan Plato 2000 tahun sebelumnya), suatu perbuatan manusia adalah baik karena disetujui Tuhan, bukan sebaliknya karena disetujui Tuhan perbuatan itu menjadi baik. Kontradiksi pendapat tentang ini sudah berlangsung berabad-abad, dan mungkin akan berlangsung terus.

4. Etika bukan sesuatu yang relatif atau subjektif. Sangkalan Singer terhadap anggapan keempat ini tidak dijelaskan lebih lanjut disini, karena elaborasinya dari sudut historis dan falsafah yang panjang dan rumit.

B. Tiga Bagian Utama Etika

Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

1. Meta-Etika (Studi Konsep Etika).

Meta-Etika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Dalam meta-etika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya.

(28)

28 dunianya (dunia anak-anak) memang salah satunya adalah bermain, apalagi ia tidak sengaja melakukannya. Akan tetapi kalau dilihat dari pihak pemilik jendela, tentu ia akan mendefinisikan hal ini sebagai kesalahan yang telah dibuat oleh si anak. Si pemilik jendela berasumsi demikian karena ia merasa dirinya telah dirugikan.

Bagaimanapun juga hal-hal seperti ini tidak akan pernah menemui kejelasannya hingga salah satu pihak terpaksa kalah atau mungkin masalah menjadi berlarut-larut. Mungkin juga kedua pihak dapat saling memberi maklum. Menyikapi persoalan-persoalan yang semacam inilah, maka meta-etika dijadikan bekal awal dalam mempertimbangkan suatu masalah, sebelum penetapan hasil pertimbangan dibuat.

2. Etika Normatif (Studi Penentuan Nilai Etika).

Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

3. Etika Terapan (Studi Penggunaan Nilai-Nilai Etika).

Etika terapan memberi pemahaman tentang spektrum bidang terapan etika sekaligus menunjukkan bahwa etika merupakan pengetahuan praktis. Berbagai bidang terapan di antaranya adalah bidang kesehatan, tanggung-jawab sosial perusahaan atau yang biasa dikenal dengan istilah Inggris Corporate Social Responsibility (CSR), pengolahan tanah, dan masih banyak lainnya.

C. Sejarah Etika

(29)

29 1. Etika filosof Yunani Kuno: Socrates, Plato, Aristoteles.

Menurut Sokrates, objek utama dari aktivitas manusia adalah kebahagiaan, dan sarana yang diperlukan untuk mencapainya adalah kebajikan. Karena semua orang selalu mencari kebahagiaan, tidak ada orang yang sengaja korup. Segala kejahatan muncul dari kebodohan, dan kebajikan adalah kehati-hatian. Oleh karena itu kebajikan bisa diberikan lewat instruksi. Murid Socrates, Plato (427-347 SM) menyatakan bahwa summum bonum terdiri atas imitasi sempurna dari Tuhan, baik yang mutlak, tiruan yang tidak dapat diwujudkan sepenuhnya dalam hidup ini. Kebajikan memungkinkan manusia untuk memerintah sesuai keinginannya, karena ia harus benar, sesuai dengan perintah akal budi, dan dengan bertindak demikian ia menjadi seperti Tuhan. Tetapi Plato berbeda dari Socrates, ia tidak menganggap kebajikan terdiri dari kebijaksanaan saja, tetapi juga keadilan, kesederhanaan, dan ketabahan. Kebajikan merupakan harmoni yang tepat dari kegiatan manusia.

Aristoteles (384-322 SM), harus dianggap sebagai pendiri nyata etika sistematis. Dengan karakteristik ketajaman ia membahas etika dan politik. Sebagian besar masalah yang menyangkut etika itu sendiri. Tidak seperti Plato, yang mulai dengan ide-ide sebagai dasar pengamatan, Aristoteles lebih memilih untuk mengambil fakta-fakta pengalaman sebagai titik awalnya, menganalisis secara akurat, dan berusaha untuk melacak penyebab tertinggi dan utama. Dia berangkat dari titik bahwa semua orang cenderung untuk kebahagiaan sebagai objek akhir dari semua usaha mereka, sebagai kebaikan tertinggi, yang dicari demi dirinya sendiri, dan semua barang lainnya hanya berfungsi sebagai sarana. Kebahagiaan ini tidak terdapat dalam barang-barang eksternal, tetapi hanya dalam aktivitas yang tepat untuk sifat manusia.

(30)

30 2. Etika Filosof Yunani dan Romawi: Hedonisme, Epicurus, Sinis, Stoicisme, Skeptis.

Sebuah gilirannya etika lebih hedonistik (edone, "kenikmatan") dimulai dengan Democritus (460-370 SM), yang menganggap disposisi gembira dan ceria sebagai kebaikan dan kebahagiaan tertinggi manusia. Sensualisme murni atau Hedonisme pertama kali diajarkan oleh Aristippus dari Kirene (435-354 SM), menurut kesenangan adalah akhir dari kebaikan tertinggi usaha manusia. Epicurus (341-270 SM) berbeda dari Aristippus dalam prinsip bahwa jumlah total terbesar yang mungkin dari kenikmatan spiritual dan sensual adalah hal yang tertinggi yang dapat dicapai manusia. Kebajikan adalah norma direktif yang tepat dalam attainment akhir ini.

Para Sinis, Antisthenes (444-369 SM) dan Diogenes dari Sinope (414-324 SM), mengajarkan kebalikan dari Hedonisme, yaitu bahwa kebajikan saja sudah cukup untuk kebahagiaan, bahwa kesenangan adalah kejahatan, dan bahwa manusia benar-benar bijaksana atas hukum manusia. Ajaran ini segera berubah menjadi kesombongan dan penghinaan terbuka untuk hukum dan untuk sisa manusia (Sinisme). Kaum Stoa, Zeno (336-264 SM) dan murid-muridnya, Cleanthes, Chrysippus, dan lain-lain, berusaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan pandangan Antisthenes. Kebajikan, menurut mereka, dalam hidup manusia sesuai dengan perintah rasional, dan, seperti alam setiap individu seseorang hanyalah bagian dari tatanan alam keseluruhan. oleh karena itu, kebajikan adalah perjanjian yang harmonis dengan Tuhan, yang membentuk keseluruhan alam. Seperti apakah hubungan Tuhan dengan dunia dalam pandangan mereka, panteistik atau rasa teistik, tidak seluruhnya jelas.

(31)

31 manusia tidak bisa ada.

Sistem etika Yunani dan Romawi berjalan atas kecenderungan skeptis, yang menolak hukum moral alam, dasar seluruh tatanan moral pada kebiasaan atau kesewenang-wenangan manusia, dan membebaskan orang bijak dari ketaatan pada ajaran biasa dari tatanan moral. Kecenderungan ini dilanjutkan oleh kaum Sofis. 3. Etika: Sejarah Moralitas Kristen.

Paganisme kuno tidak pernah memiliki konsep yang jelas dan pasti tentang hubungan antara Tuhan dan dunia, kesatuan umat manusia, nasib manusia, serta sifat dan makna dari hukum moral. Kristen menjelaskan penuh pertanyaan ini dan pertanyaan lain yang sejenis. Seperti Santo Paulus mengajarkan (Roma, ii, 24 persegi), Tuhan telah menulis hukum moral di hati semua orang, bahkan yang berada di luar pengaruh Wahyu Kristen; hukum ini memanifestasikan dirinya dalam hati nurani setiap orang dan adalah norma yang menurut seluruh umat manusia akan dinilai pada hari perhitungan.

Corse ini segera diadopsi dalam periode awal, seperti Yustinus Martir, Irenaeus, Tertullian, Clement dari Alexandria, Origenes, Ambrosius, Hieronimus, dan Agustinus. Mereka yang mengeksposisi dan membela kebenaran Kristen, memanfaatkan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh para filsuf pagan. Hal ini terutama berlaku St Agustinus, yang melanjutkan untuk benar-benar mengembangkan sepanjang garis filosofis dan untuk menetapkan dengan tegas sebagian besar kebenaran moralitas Kristen. Hukum abadi (lex aterna), jenis asli dan sumber dari segala hukum temporal, hukum alam, hati nurani, tujuan akhir manusia, kebajikan kardinal, dosa, pernikahan, dll diperlakukan oleh dia di paling jelas dan tajam cara.

4. Etika: Sejarah Filsafat Abad Pertengahan Etika.

Sebuah garis tajam pemisahan antara filsafat dan teologi, dan khususnya antara etika dan teologi moral, pertama kali bertemu dengan dalam karya-karya terpelajar besar Abad Pertengahan, khususnya Albert (1193-1280) Besar, Thomas Aquinas (1225 -1274), Bonaventura (1221-1274), dan Duns Scotus (1274-1308).

(32)

32 keenam belas jurusan etika (filsafat moral) telah didirikan di banyak universitas Katolik. Yang lebih besar, karya-karya filosofis murni tentang etika, namun tidak muncul sampai abad ketujuh belas dan kedelapan belas, sebagai contoh yang dapat kita contoh produksi Ign. Schwarz, "Instituitiones juris et universalis Naturae Gentium" (1743).

5. Etika: Sejarah Filsafat Etika 1500-1700-an.

Para Reformator benar-benar memegang teguh kesucian sebagai sumber wahyu yang sempurna. Melanchthon, dalam bukunya "Elementa philosophiae moralis", masih melekat pada filosofi Aristotel, maka apakah Hugo Grotius, dalam karyanya, "De jure belli et Pacis" juga sama.

Thomas Hobbes (1588-1679) mengandaikan bahwa manusia awalnya dalam kondisi kasar (Naturae status) di mana setiap orang bebas untuk bertindak saat dia senang, dan memiliki hak untuk semua hal, sehingga muncul perang semua melawan semua. Para penganut panteisme Spinoza Baruch (1632-1677) menganggap insting untuk mempertahankan diri sebagai dasar kebajikan. Setiap makhluk diberkahi dengan dorongan yang diperlukan untuk menyatakan diri sebagai alasan tuntutan tidak bertentangan dengan alam, membutuhkan masing-masing untuk mengikuti dorongan ini dan sesak nafas setelah apapun yang berguna baginya.

(33)

33 6. Sejarah Filsafat Etika: Kant, John Stuart Mill, Altruisme.

Sebuah revolusi lengkap dalam etika diperkenalkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Dari bangkai alasan teoretis murni ia berpaling untuk penyelamatan untuk alasan praktis, dimana dia menemukan hukum, mutlak moral universal, dan kategoris. Hukum ini tidak harus dipahami sebagai otoritas eksternal, karena ini akan heteromony yang asing bagi moralitas sejati, melainkan lebih merupakan hukum akal kita sendiri, yang otonom yaitu, harus diamati untuk kepentingan sendiri, tanpa memperhatikan setiap kesenangan atau utilitas yang timbul darinya. Para pengikut Kant telah memilih satu doktrin lain dari etika dan gabungan berbagai sistem bersifat panteisme dengannya. Fichte tempat tertinggi manusia yang baik dan nasib di spontaniety mutlak dan kebebasan; Schleiermacher, dalam kooperasi dengan peradaban umat manusia progresif. Sebuah pandangan yang mirip berulang secara substansial dalam tulisan-tulisan Wilhelm Wundt dan, sampai batas tertentu, dalam orang-orang pesimis, Edward von Hartmann, meskipun budaya menganggap yang terakhir dan kemajuan hanya sebagai sarana untuk tujuan akhir, yang menurutnya, terdiri dari memberikan Mutlak dari siksaan eksistensi.

Sistem Cumberland, yang mempertahankan kepentingan umum umat manusia untuk menjadi akhir dan kriteria perilaku moral, diperbaharui secara positif dalam abad kesembilan belas oleh Auguste Comte dan memiliki banyak pengikut menghitung, misalnya, di Inggris, John Stuart Mill, Henry Sidgwick, Alexander Bain, di Jerman, GT Fechner, F. E. Beneke, F. Paulsen, dan lain-lain. Herbert Spencer (1820-1903) berusaha untuk efek kompromi antara Utilitarianisme sosial (Altruisme) dan Utilitarianisme swasta (Egoisme) sesuai dengan teori evolusi. Menurutnya, perilaku yang baik yang berfungsi untuk meningkatkan kehidupan dan kesenangan. Karena kurangnya adaptasi manusia dengan kondisi kehidupan, kebaikan mutlak seperti perilaku belum mungkin, dan berbagai kompromi harus dibuat antara Altruisme dan Egoisme. Dengan kemajuan evolusi kondisi yang ada akan menjadi lebih sempurna, dan akibatnya manfaat yang diperoleh individu dari perilaku sendiri akan sangat berguna bagi masyarakat luas. Secara khusus, simpati (dalam sukacita) akan memungkinkan kita untuk mengambil kesenangan dalam tindakan altrusitic. 7. Etika: Filsafat Evolusioner, Sosialisme, Nietzsche.

(34)

34 secara bertahap berevolusi dari makhluk buas itu, dan karena itu berbeda dari dalam gelar saja, mereka mencari jejak pertama dan awal dari ide-ide moral dalam kasar itu sendiri. Charles Darwin telah melakukan beberapa pekerjaan persiapan sepanjang jalan, dan Spencer tidak ragu untuk belajar brute-etika, pada keadilan pra-manusia, hati nurani, dan pengendalian diri kasar. Hari Evolusionis mengikuti pandangannya dan berusaha untuk menunjukkan bagaimana moralitas hewan telah dalam manusia terus menjadi lebih sempurna. Dengan bantuan analogi diambil dari etnologi, mereka menceritakan bagaimana awalnya umat manusia berjalan di atas muka bumi secara semi-biadab, tidak tahu tentang pernikahan, dan hanya dengan derajat mencapai tingkat yang lebih tinggi moralitas.

Sebagai evolusionis, demikian juga Sosialis mendukung teori evolusi dari sudut pandang etika mereka, namun yang terakhir tidak mendasarkan pengamatan mereka pada prinsip-prinsip ilmiah, tetapi pada pertimbangan sosial dan ekonomi. Menurut K. Marx, F. Engels, dan eksponen lain dari "penafsiran materialistik dari sejarah" yang disebut, semua, moral religius, konsep-konsep yuridis dan filosofis tapi refleks kondisi ekonomi masyarakat di benak pria. Sekarang ini hubungan sosial tunduk kepada perubahan konstan; maka ide-ide moralitas, agama, dll juga terus berubah. Oleh karena itu, tidak ada kode universal moralitas yang mengikat semua manusia pada segala waktu. Manusia berbeda satu sama lain dan selalu berubah, dan mereka melihat dunia dengan cara mereka sendiri. Apalagi keputusan yang dikeluarkan pada masalah-masalah agama dan moral hakiki tergantung pada kecenderungan, minat, dan karakter dari penilaian orang, sedangkan yang terakhir ini terus-menerus bervariasi. Pragmatisme berbeda dari Relativisme, bahwa tidak hanya dianggap benar yang terbukti oleh pengalaman untuk menjadi berguna. Oleh karena hal yang sama tidak selalu berguna, kebenaran tidak mungkin berubah.

(35)

35 Kelemahan menjadi kebaikan, mengernyit merendahkan diri menjadi rendah hati, tunduk kepada penindas membenci adalah ketaatan, pengecut berarti kesabaran.

"Moralitas adalah satu penipuan panjang dan berani." Oleh karena itu, nilai melekat pada konsep yang berlaku moralitas harus seluruhnya ulang. Superioritas intelektual di luar kebaikan dan kejahatan seperti yang dipahami dalam pengertian tradisional. Tidak ada order moral yang lebih tinggi yang orang-orang kalibrasi tersebut setuju. Akhir dari masyarakat bukanlah kebaikan bersama anggotanya. Aristokrasi intelektual adalah akhir sendiri. Seperti bersandar dengan masing-masing individu untuk memutuskan siapa yang milik ini aristokrasi intelektual, sehingga setiap orang bebas untuk membebaskan diri dari tatanan moral yang ada.

D. Teori

Etika

Sejumlah teori dan konsep etika telah dikembangkan oleh beberapa filsuf atau pemikir dalam bidang etika. Pembelajaran teori etika tersebut untuk memperoleh kemudahan dalam mengupas persoalan etika dan sebagai panduan untuk menentukan benar atau salahnya suatu tindakan, keputusan dan kebijakan. 1. Teori Teleleologi.

Dalam buku karangan Kusmanadji (2004, II-1-II-2) dikemukakan bahwa teori

teleleologi disebut juga teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral suatu tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensi tindakan tersebut. Benar atau salahnya tindakan ditentukan oleh hasil atau akibat dari tindakan tersebut. Maka, yang menyebabkan tindakan itu benar atau salah adalah bukan tindakan itu sendiri melainkan akibat dari tindakan tersebut. Akibat dalam hal ini adalah konsekuensi baik. Oleh karena itu, kebaikan merupakan konsep fundamental dalam teori teleleologi.

(36)

36 Dalam buku karangan Ucok Sarimah (2008, 5-6) membedakan teori teleleologi menjadi 3, yaitu:

a. Egoisme Etis

Suatu tindakan benar atau salah tergantung semata-mata pada baik buruknya akibat tindakan tersebut bagi pelakunya.

b. Altruisme Etis

Berlawanan dengan egoisme etis, bahwa baik buruknya suatu tindakan ditentukan oleh baik buruknya akibat tindakan tersebut terhadap orang lain, kecuali pelaku.

c. Utilitarianisme

Gabungan antara egoisme etis dan altruisme etis, bahwa benar salahnya tindakan tergantung pada baik buruknya konsekuensi tindakan tersebut bagi siapa saja yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut.

Dari ketiga teori tersebut, teori teleleologi yang sangat menonjol adalah utilitarianisme yang biasanya dihubungkan dengan filsuf Inggris, Jeremy Betham dan John Stuart Mill. Sesuai dengan namanya utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa latinnya utilis yang artinya ―bermanfaat‖ dalam mengukur baik dan buruk. Kebaikan didefinisikan sebagai kesenangan sedangkan keburukan didefinisikan sebagai kesedihan. Bentuk klasik utilitarianisme dinyatakan sebagai berikut: ―Suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu menghasilkan selisih terbesar kesenangan di atas kesedihan bagi setiap orang.‖

Dalam buku karangan Kusmanadji (2004, 2), Utilitarianisme mencakup empat prinsip, yaitu:

1) Konsekuensialisme. Prinsip yang berpendiran bahwa kebenaran tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensinya.

2) Hedonisme. Manfaat (utility) dalam teori ini didefinisikan sebagai kesenangan dan tidak adanya kesedihan. Hedonisme adalah prinsip bahwa kesenangan dan hanya kesenanganlah yang merupakan perbuatan tertinggi.

3) Maksimalisme. Tindakan yang benar adalah tindakan yang tidak hanya memiliki konsekuensi berupa beberapa kebaikan, tetapi juga jumlah terbesar konsekuensi baik setelah memperhitungkan konsekuensi buruk.

(37)

37 Utilitarianisme Klasik dan Utilitarianisme Pluralistik

Utilitarianisme Klasik mendefinisikan kebaikan tertinggi adalah kesenangan (pleasure) dan keburukan tertinggi adalah keburukan (plain) dan semua tindakan harus dievaluasi dengan ukuran kesenangan dan kesedihan yang dihasilkan bagi semua orang yang dipengaruhi.

Utilitarianisme Pluralistik disebut juga utilitarianisme dalam arti luas yaitu dengan mengartikan kebaikan sebagai kesejahteraan umat manusia. Apapun yang menjadikan umat manusia secara umum lebih baik atau memberikan manfaat adalah kebaikan , dan apapun yang menyebabkan umat manusia menjadi lebih buruk atau menimbulkan kerugian adalah keburukan.

Utilitarianisme Tindakan dan Utilitarianisme Aturan

Utilitarianisme Tindakan berpendirian bahwa dalam semua situasi seseorang seharusnya melakukan tindakan yang memaksimalkan manfaat (utility) bagi semua orang yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut. Dapat pula dinyatakan suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu menghasilkan selisih terbesar dari kebaikan atas keburukan bagi setiap orang.

Utilitarianisme Aturan berpendirian bahwa manfaat dapat diperhitungkan pada kelompok-kelompok tindakan, bukan pada masing-masing tindakan secara individual. Dapat pula dinyatakan suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu sesuai dengan seperangkat aturan yang keberterimaannya secara umum akan menghasilkan selisih terbesar dari kebaikan atas keburukan bagi setiap orang.

Meski pun sudah dialami manfaat dari utilitarisme bukan berarti utilitarisme secara teoritis tidak memiliki masalah. Jika semua yang dikategorikan sebagai baik hanya diperoleh dari manfaat terbanyak bagi orang terbanyak, maka apakah akan ada orang yang dikorbankan? Anggap saja ada anjing gila, anjing tersebut suka menggigit orang yang lewat. 7 dari 10 orang menyarankan anjing tersebut dibunuh sedangkan 3 lainnya menyarankan dibunuh. Penganut utilitarisme akan menjawab tentu yang baik jika anjing itu dibunuh. Lalu saran 3 orang tadi dikemanakan? Apakah mereka harus menerima itu begitu saja? Kalau menurut teori ini YA.

(38)

38 ada sejarah diskriminasi ras mau pun etnis. Kasus diskriminasi ras kulit hitam dan diskriminasi etnis Tionghoa sebelum tahun 1997 tampaknya tidak terdengar asing lagi di telinga. Salah satu sebab mereka didiskriminasikan karena mereka minoritas, dan mayoritas berhak atas mereka. Oleh utilitarisme hal ini dibenarkan selama diskriminasi membawa manfaat.

Kelebihannya adalah ketika berkenaan dengan bisnis dan keuangan. Perhitungan ala utilitaris ini dapat berlaku sebagai tinjauan atas keputusan yang akan diambil. Mengingat dalam keuangan yang ada kebanyakan adalah angka-angka, jadi keputusan dapat diambil secara mudah berdasarkan jumlah terbanyak bagi manfaat terbanyak.

2. Teori Deontologi.

Menurut Teori Deontologi perbuatan tertentu adalah benar bukan karena manfaat bagi kita sendiri atau orang lain tetapi karena sifat atau hakikat perbuatan itu sendiri atau kaidah yang diikuti untuk berbuat. Dalam buku karangan Ucok Sarimah (2008, 6) dalam kaitannnya dengan teori deontologi dikenal:

a. Deontologi Tindakan

Menurut teori ini, bila seseorang dihadapkan pada situasi dimana harus mengambil keputusan, seseorang harus segera memahami apa yang harus dilakukan tanpa mendasarkan pada peraturan atau pedoman.

b. Deontologi Kaidah

Suatu tindakan benar atau salah karena kesesuaian atau tidak sesuainya dengan suatu prinsip moral yang benar.

c. Deontologi Monistik

Teori ini mendukung suatu kaidah umum seperti ―the golden rule‖ sebagi prinsip moral tertinggi yang menjadi dasar untuk menurunkan kaidah atau prinsip-prinsip moral lainnya.

d. Deontologi Pluralistik

Teori ini dikemukakan oleh William David Ross yang mengidentifikasi tujuh kewajiban moral pada pandangan pertama (prime face).

(39)

39 pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpasak pada konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontologi melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. Berbeda dengan utilitarisme yang mempertimbangkan hasilnya lalu dilakukan perbuatannya.

Lalu apa itu kewajiban menurut deontologi? Sulit untuk mendefinisikannya namun pemberian contoh mempermudah dalam memahaminya. Misalnya, tidak boleh menghina, membantu orang tua, membayar hutang, dan tidak berbohong adalah perbuatan yang bisa diterima secara universal. Jika ditanya secara langsung apakah boleh menghina orang? Tidak boleh, apakah boleh membantu orang tua? Tentu itu harus. Semua orang bisa terima bahwa berbohong adalah buruk dan membantu orang tua adalah baik. Nah, kira-kira seperti itulah kewajiban yang dimaksud.

Menurut Kant, terdapat tiga kriteria agar suatu tindakan atau prinsip itu bermoral:

a. Tindakan atau prinsip itu haruslah secara konsisten universal (dapat diuniversalkan).

b. Suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang pada situasi tertentu jika dan hanya jika alasan untuk melakukan tindakan tersebut merupakan alasan yang ia harapkan dimiliki oleh orang lain pada situasi yang sama.

c. Tindakan atau prinsip itu menghargai makhluk relasional sebagai tujuan akhir. d. Suatu tindakan secara moral benar jika dan hanya jika dalam melaksanakan tindakan tersebut seseorang tidak memperlakukan orang lain semata-mata sebagai alat untuk memenuhi kepentingannya sendiri, tetapi menghargai orang lain sebagai tujuan akhir bagi dirinya sendiri.

e. Tindakan atau prinsip itu berasal dari, dan menghargai, otonomi makhluk rasional.

f. Suatu tindakan adalah benar secara moral jika dan hanya jika tindakan tersebut menghargai kapasitas orang untuk memilih secara bebas bagi dirinya sendiri.

(40)

40 keluar dengan mengidentifikasi tujuh kewajiban moral pada pandangan pertama (prima face). Artinya bahwa kewajiban-kewajiban tersebut harus dilaksanakan kecuali ada kewajiban lain yang lebih penting atau pada situasi tertentu ada kewajiban lain yang sama atau lebih kuat. Ketujuh kewajiban moral tersebut adalah: a. Fidelity (kewajiban menepati janji/kesetiaan).

b. Kita harus menepati janji yang dibuat dengan bebas, baik eksplisit maupun implisit, dan mengatakan kebenaran.

c. Reparation (kewajiban ganti rugi).

d. Kita harus memberikan ganti rugi kepada orang yang mengalami kerugian karena tindakan kita yang salah, kita harus melunasi hutang moril dan materiil. e. Gratitude (kewajiban berterima kasih).

f. Kita harus berterima kasih kepada orang yang berbuat baik terhadap kita. g. Justice (kewajiban keadilan).

h. Kita harus memastikan bahwa kebaikan dibagikan sesuai dengan jasa orang yang bersangkutan.

i. Benefience (kewajiban berbuat baik).

j. Kita harus membantu orang lain yang membutuhkan bantuan kita, berbuat apa pun yang dapat kita perbuat untuk memperbaiki keadaan oarng lain.

k. Self-improvement (kewajiban mengembangkan diri).

l. Kita harus mengembangkan dan meningkatkan diri kita dibidang keutamaan, intelegensi, dll.

m. Non-maleficence (kewajiban tidak merugikan).

n. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3. Teori Keutamaan (Virtue).

(41)

41 a. Keberanian/keteguhan, meningkatkan peluang untuk memperoleh apa yang

diinginkan.

b. Kejujuran, mensyaratkan niat baik dan tulus untuk menyampaikan kebenaran.

Gambar

Gambar 3.1 Prinsip-rinsip Karakter Pribadi
Gambar 3.2 Empat Peran Kepemimpinan
Gambar 3.3: Empat karakteristik kepemimpinan pribadi
Gambar 3.4: Apa yang dilakukan oleh Pemimpin Yang Sukses?

Referensi

Dokumen terkait