A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang komprehensif yang mengatur semua aspek
kehidupan manusia baik akidah, akhlak maupun muamalah.1 Ibadah
diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia
dengan Khaliq-nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan
secara terus menerus tugas manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini.
Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial.2
Setiap manusia dalam memenuhi kebutuhannya selalu membutuhkan
bantuan dan pertolongan orang lain, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan
dalam hidupnya dengan orang lain disebut muamalah. Sedangkan
kaedah-kaedah yang mengatur hubungan hak dan kewajiban dalam hidup dan
bermasyarakat disebut hukum muamalah.3
Hubungan sosial yang paling sering dilakukan adalah hubungan
ekonomi, dalam hubungan ekonomi kegiatan tukar menukar terjadi dalam
sebuah proses yang dinamakan transaksi. Secara hukum transaksi adalah
bagian dari kesepakatan perjanjian, sedangkan perjanjian adalah bagian dari
1 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2012), h. 5
2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.4.
3 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam). (Yogyakarta: UII Press,2005), h.11
perikatan. Salah satu bentuk transaksi dalam muamalah adalah ij rah. ij rahặ ặ adalah bentuk usaha yang dihalalkan oleh Allah. Ijarah juga disebut sewa
menyewa atau mengambil manfaat dari barang. Namun dalam transaksinya
harus memenuhi aturan-aturan hukum yang mempengaruhi sah atau tidaknya
sewa menyewa tersebut.
Namun dalam perjalanan waktu yang panjang, materi muamalah
cenderung diabaikan oleh umat islam, padahal ajaran muamalah termasuk
bagian penting dari ajaran islam namun tidak semua umat Islam yang
mengerti akan pelaksanaan kegiatan muamalah dengan benar.
Dalam pelaksanaanya muamalah juga telah ditentukan aturan aturan
hukum seperti rukun, syarat maupun sewa menyewa yang diperbolehkan atau
yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya harus
dikerjakan secara konsekuen dan bisa memberikan manfaat bagi yang
bersangkutan dalam hal ini konsumen. Dalam bermuamalah juga memiliki
larangan-larangan dan aturan yang harus diperhatikan dan tidak boleh
dilanggar. Seiring dengan berjalannya waktu banyak larangan-larangan yang
dilarang dalam fiqih muamalah tapi justru dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari dan sudah menjadi kebiasaan dan rutinitas. Contohnya seperti riba,
masyir, gharar, haram dan batil.
Untuk menyempurnakan kegiatan sewa menyewa maka harus ada
bentuk perjanjian sebagai pedoman yang disepakati sebagai akad dalam
kegiatan tersebut. Hal ini diwujudkan dalam bentuk akad antara kedua belah
konsumen. Islam mengakui akad dengan maksud untuk meniadakan
ketidakadilan dan ketidakjujuran serta lepas tanggung jawab terhadap suatu
perjanjian.
Dalam banyak kasus, dengan alasan mengejar keuntungan ternyata
kepercayaan konsumen ini banyak disalahgunakan oleh para pelaku usaha.
Salah satu bentuk penyalahgunaan itu diantaranya adalah pelayanan jasa yang
tidak maksimal, salah satu terjadi pada pelayanan jasa laundry yang
cenderung lepas tanggung jawab terhadap kecacatan barang konsumen.
Laundry dalah salah satu pelayanan jasa dalam bidang cuci mencuci
pakaian, boneka, bed cover, korden, dan lain sebagainya. Masyarakat yang
sibuk akan sering menggunakan jasa tersebut untuk memudahkan
pekerjaannya. Dengan memilih jenis cucian yang telah ditetapkan harganya
serta waktu pengambilan cucian oleh pihak penyedia jasa. Sebagai pemegang
akad, seharusnya pihak laundry memberi tahu pelanggan pada saat pelanggan
menyerahkan pakaiannya atau pada saat terjadinya akad sehingga ada
kejelasan dalam akad tersebut.
Pihak laundry yang menawarkan jasa tersebut seharusnya menawarkan
jasa terbaik bagi pengguna jasa laundry, namun kenyataan yang sering terjadi
pihak penawar jasa tersebut sering melakukan kesalahan diantaranya berupa
kecacatan pada pakaian, sobek, luntur, warna pakaian memudar, pakaian
hilang atau tertukar pemiliknya dan kesalahan lainnya yang entah merupakan
menimbulkan kekecewaan bagi karena tidak ada tanggung jawab dari pihak
laundry terhadap konsumen yang merasa dirugikan.
Untuk masalah ketidakpuasan yang sering dikeluhkan oleh konsumen
adalah kecacatan pada pakaian serta lepas tanggung jawab laundry terhadap
permasalahan yang sudah ditimbulkan. Hal ini sering terjadi di pelayanan jasa
laundry, terutama di beberapa layanan jasa laundry wilayah Kecamatan
Jonggat khususnya di Desa Ubung.
Jonggat adalah Kecamatan yang tidak hanya mempunyai penduduk
lokal namun ada juga pendatang baik dari kalangan siswa serta pegawai dari
luar daerah yang bersekolah dan bekerja disana, yang menuntut ilmu sambil
mencari nafkah, dengan kesibukan yang dilakukan setiap hari mendorong
masyarakat untuk menggunakan dan mempercayakan pakaian serta segala
sesuatu dicuci oleh penyewa jasa laundry, sehingga di Kecamatan Jonggat
khususnya wilayah Desa Ubung ini menjamur penyedia jasa laundry yang
kebanyakan pemiliknya adalah muslim dan sering melakukan kesalahan yang
merugikan konsumen, diantara kesalahan yang dilakukan adalah lepas
tanggung jawab yang dilakukan oleh pihak laundry terhadap masalah
kecacatan atau keluhan konsumen.
Laundry di Kecamatan Jonggat khususnya di Desa Ubung diantaranya
adalah Family Laundry, Jaya Laundry, Eka Laundry, Aura Laundry serta
Laundry bersih. Kelima laundry tersebut jika terjadi kecacatan barang
pelanggan pengguna jasanya maka penyelesaian masalahnya dilakukan secara
uang. Namun hal ini tidak berlaku jika pelanggan melakukan keluhan saat
sudah meninggalkan tempat laundry.
Melihat permasalahan tersebut diatas maka penulis ingin meneliti
tentang tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh
pengusaha laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan yang diuraikan diatas, peneliti
merumuskan fokus kajian yang hendak dikaji adalah sebagai berikut:
1 Bagaimana praktik perjanjian jasa laundry antara pengusaha laundry
dengan konsumen?
2 Bagaimana tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung
jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat
Kabupaten Lombok Tengah?
C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik
lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung
Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.
b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui praktik perjanjian jasa laundry antara
pengusaha laundry dengan konsumen.
2) Untuk mengetahui tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas
tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung
Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.
a. Untuk menambah khazanah keilmuan dan wawasan tentang hukum
muamalah khususnya dalam jasa laundry pakaian
b. Memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca pada
umumnya serta penulis khususnya tentang penelitian lapangan yang
berkaitan dengan fiqih muamalah.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang bagaimana tinjauan
fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa
laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.
Tujuan penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui tinjauan fiqih
muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa
laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.
Pada penelitian ini peneliti ingin meneliti tentang pengusaha laundry di
Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah yakni lima
pengusaha laundry yang dalam praktik sehari hari sering mengalami keluhan
dari pelanggan, kelima laundry ini adalah adalah laundry Family Laundry,
Jaya Laundry, Fresh Laundry, Aura Laundry serta Laundry bersih.
E. Telaah Pustaka
Setelah melakukan telaah dari beberapa karya tulis, terdapat beberapa
karya tulis penelitian yang mendukung, yakni:
1. Andi Wibowo4 dalam skripsinya yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam
terhadap Praktik Sewa Jasa di Terasz Laundry Yogyakarta”, skripsi ini
menjelaskan tentang tinjauan hukum islam terhadap praktik sewa jasa
laundry, dengan pokok permasalahan yang diteliti yakni pihak laundy
yang ingkar janji atau tidak tepat waktu sesuai akad, menyerahkan barang
konsumen untuk dikerjakan oleh laundry lain tanpa sepengetahuan
konsumen pengguna jasa Terasz laundry. Sehingga hal ini tidak sesuai
dengan akad awal yang dilakukan oleh pengusahadan pengguna jasa
laundry tersebut.
2. Lutfiyah Maftukhatul5 dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Hukum
Islam terhadap Praktik Jasa Servis Komputer Alvan-net “ skripsi ini
menjelaskan tentang pengalihan servis komputer ke jasa servis komputer
yang lain karena tidak bisa dikerjakan oleh jasa Alvan-net, serta system
pelaksanaan upah yang diminta karena pengalihan jasa servis.
3. Laili Nur Amalia dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “ Tinjauan
Ekonomi Islam terhadap Penerapan Akad Ijarah pada Bisnis Jasa
Laundry“6
Dari penelusuran terhadap ketiga karya tulis diatas, penulis
menyimpulkan belum ada penelitian yang spesifik membahas tentang
tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh
pengusaha laundry, penelitian ini tentu berbeda dari penelitian penelitian
sebelumnya, karena pada penelitian ini penulis lebih menekankan pada
tanggung jawab dalam sewa jasa yang dalam hal ini dilakukan oleh kelima
pengusaha laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok
Tengah yang sering menimbulkan keluhan pada konsumen karena lepas
tanggung jawabnya pihak pengusaha laundry tersebut.
5 Mahasiswa Fakultas Syari’ah STAIN Ponorogo. Tahun 2014
F. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan persfektif atau sudut pandang yang
menegaskan dan menguraikan relevansi, teori-teori terpilih dengna fokus
yang diteliti. Kerangka teori yang dimaksud untuk memberikan gambaran dan
batasan-batasan teori tentang teori yang akan dipakai sebagai landasan
penelitian yang akan dilakukan adalah teori mengenai variabel-variabel
1. al-ashlu bara`atu dzimmah a. defns
dalam bahasa Arab, al-ashlu memiliki beberapa arti. Di antaranya yaitu dasar, pokok dan kaidah. Adapun al-ashlu yang dimaksudkan di sini adalah kaidah asal yang terus berlaku. Sementara
bara`ah dalam bahasa Arab juga memiliki beberapa arti. Di antara maknanya yaitu keselamatan dan terhindar dari suatu aib dan yang tidak
dinginkan. Bara`ah bisa juga berarti berlepas diri dan pemutusan hubungan, sebagaimana yang terdapat pada awal surat at-Taubah.
Sedangkan dzimmah secara etimologi bermakna janji, pemberian
keamanan, dan pertanggungjawaban. Dalam terminologi ahli fikih,
dzimmah dimaknai dengan sifat syar’i pada seseorang yang dengannya
ia memiliki ahliyyah (kecakapan) mengurus haknya sendiri dan hak orang lain yang ada padanya. Secara lebih detail, dzimmah mereka definisikan sebagai suatu ahliyyah yang dimiliki manusia untuk
mengemban suatu pertangungjawaban atas beberapa akad syar’i atau
pola transaksi yang terjadi antara ia dan orang lain.
Artinya, dengan adanya tanggung jawab yang ditetapkan pada
manusia maka ia dianggap mampu melakasanakan kewajiban
(ahliyyatul wujub); baik hak dan kewajiban atas dirinya maupun kepada
orang lain. Ahliyyatul wujud telah disandang oleh setiap manusia sejak ia terlahir ke dunia dalam keadaan hidup. Padanan kata bahasa
jawab. Sehingga maksud dari bara`atudz dzimmah adalah terlepasnya dari tanggung jawab kepada hak orang lain.
Jadi, secara harfiyah, sebagaimana yang dicantumkan di atas, arti
kaidah tersebut adalah “pada dasarnya (seseorang) bebas dari tanggung jawab (atas hak orang lain)”.
Adapun makna dari kaidah tersebut adalah bahwa pada dasarnya
manusia tidak disibukkan dengan hak orang lain, atau tidak dibebani
dengan hak orang lain, kecuali bisa ditunjukkan bukti yang menyatakan
sebaliknya. Hal ini karena setiap manusia yang terlahir di dunia
terbebas dari tanggung jawab apa pun terhadap hak orang lain. Ia baru
memiliki tanggung jawab terhadap orang lain manakala terdapat bukti
—baik secara lisan, tulisan, atau perbuatan—yang menunjukkan
tanggung jawab tersebut.
b. DALIL KAIDAH
Kaidah ini disimpulkan dari beberapa nash hadits, di
antaranya potongan hadits yang cukup terkenal,
2 .
ههييللعل ىعلددلممليا ىللعل نميمهيللياول يعهددلممليا ىللعل ةمنليدهبلليا
“Bukti harus ditunjukkan oleh pendakwa, sementara terdakwa cukup mengucapkan sumpah” (HR. At-Tirmidzi, no. 1341, ad-Daruquthni, no. 4311, dan al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, no. 17288. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil, no. 2661).
yang mendakwa orang lain atas sesuatu tidak akan ditanggapi hingga ia bisa menunjukkan suatu bukti (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, 12/3). Artinya, setiap orang yang berpegang pada sesuatu yang menyelisihi zahir atau hukum asal sesuatu, lalu ingin menetapkan status hukum baru atas hukum asal tersebut, maka ia disebut sebagai pendakwa. Sehingga ia harus menunjukkan bukti atas dakwaannya. Sedangkan orang yang berpegang pada hukum asal sesuatu dan menegasikan adanya status hukum baru, maka ia disebut sebagai terdakwa. Ia cukup mengucapkan sumpah karena telah menegasikan dan menafikannya. Karena tidak mungkin orang yang menafikan sesuatu untuk dipaksa mendatangkan bukti.
3. Ijarah
a. Pengertian Ijarah
Al-ljarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya
ialah al-’iwadh yang arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah.7 Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda
mendefinisikan ijarah, antara lain adalah sebagai berikut:
1) Menurut Hanafiyah bahwa ijarah ialah:
Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan
disengaja dan suatu zat yang disewa dengan imbalan.8
2) Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:
7 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.114
Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi
dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.9
3) Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang
dimaksud dengan ijarah ialah:
Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi
dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”. 4) Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa yang dimaksud
dengan ijarah adalah:
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat”10
5) Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian”. 6) Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa ijarah ialah:
9 Ibid, h.114
“Akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa
tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan
menjual manfaat”11
7) Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat
tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut
syarat-syarat tertentu.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, penulis menyimpulkan
ijarah adalah merupakan suatu perjanjian atau akad sewa menyewa suatu barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dilakukan
atas dasar suka sama suka antara pihak yang melakukan akad dengan
syarat- syarat tertentu.
b. Dasar Hukum Ijarah
Dasar-dasar hukum atau rujukan ijarah adalah Alquran, Al-S unnah dan Al-Ijma’ Dasar hukum ijarah dalam Al-Quran adalah:12
“Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah
mereka (Al-Thalaq: 6)”
11 Ibid., h.116
Salah seorang dan wanita itu berkata: Wahai bapakku, ambillah
dia sebagai pekerja kita karena orang yang paling baik untuk dijadikan
pekerja adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya (Al-Qashash: 26).
Dasar hukum ijarah dan Al-Hadis adalah:
“Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya
kering” (Riwayat Ibnu Majah).
“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya
kepada tukang bekam itu” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dan
tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan
memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas atau
perak” (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).
Landasan Ijma’nya ialah semua umat bersepakat, tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini,
sekalipun ada beberapa orang di antara mereka yang berbeda
c. Rukun dan Syarat Ijarah
Rukun-rukun dan syarat-syarat ijarah adalah sebagai berikut :
1) Mu’jir dan musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan, musta’jir adalah orang yang
menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa
sesuatu, disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh,
berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan
saling meridhai. Allah SWT. berfirman:
“Hal orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan bathil, kecuali dengan
perniagaan secara suka sama suka (Al-Nisa: 29).
Bagi orang yang berakad ijarah juga disyaratkan mengetahui manfaat barang yang diakadkan dengan sempurna sehingga dapat
mencegah terjadinya perselisihan.
2) Shighat ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-mengupah.
3) Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak,
baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah.
4) Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam
upah-mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan
a) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa
dan upah-mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya.
b) Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan
upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja
berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).
c) Manfaat dan benda yang disewa adalah perkara yang mubah
(boleh) menurut Syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan). d) Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zat)-nya hingga
waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.
d. Pembatalandan Berakhirnya Ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah
merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang
mewajibkan fasakh. Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut :
1) Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan
penyewa;
2) Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh
dan sebagainya;
3) Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju
yang diupahkan untuk dijahitkan;
4) Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang
telah ditentukan dan selesainya pekerjaan;
5) Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dan salah satu pihak,
ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan
itu.13
4. Konsep Tanggung jawab a. Definisi
Menurut W.J.S Purwadarminta dalam kamus Bahasa Indonesia
memberikan defenisi tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya. Bertanggung jawab berarti berbuat
sesuatu yang di dasarkan pada apa, mengapa dan untuk siapa
melakukan sesuatu itu (Mustopo,1988:191).
Perbuatan yang di maksud dalam hal ini adalah perbuatan atau
tingkah laku yang di sengaja ataupun yang tidak di sengaja. Maka
pengertian dari tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari yaitu
beban fisik (kejiwaan) yang melandasi pelaksanaan kewajiban dari
tugas tertentu. Dan kesanggupan seseorang terhadap tugas tertentu
tersebut merupakan kewajiban, dan akan berakibat suatu celaan atau
menerima akibat tertentu jika tidak di laksanakan. Apabila mereka
melupakan tugas wajib dapat diartikan mereka melupakan atau tidak
bertanggung jawab. Jadi dengan adanya kewajiban itu ia memiliki
tanggung jawab karena ia mempnyai kewajiban berbeda-beda dan
tanggung jawab yang berbeda pula. Dengan kata lain tanggung jawab
merupakan sikap yang di tuntut dalam jiwa atas dasar pelaksanaan
suatu pekerjaan, dimana sikap yang ada menjamin antara seorang
yang membutuhkan suatu pekerjaan dengan orang yang memberikan
pekerjaan tersebut agar lebih terjalin hubungan saling mempercayai
diantara keduanya.
Dalam suatu tanggung jawab tidak terlepas pada hak dan
kewajiban seseorang kepada orang lain. Dimana hak dan kewajiban
inilah yang dapat mendukung seseorang untuk mengaktualkan sikap
tanggung jawab pada sesuatu pekerjaan yang ada.
Menurut Austin Fagothey, hak didefenisikan sebagai
wewenang moral untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki,
mempergunakan atau menuntut sesuatu (Mustopo,1988:194). Dengan
kata lain hak merupakan panggilan kepada kemauan orang lain
dengan perantaraan akalnya, perlawanan dengan kekuasaan atau
kekuasaan fisik. Demikian halnya manusia mampu mengorbankan apa
saja untuk segelintir hak yang di tuntutnya dari orang lain.
Manusia memiliki hak di dalam kehidupannya kendatipun
demikian manusia juga mempunyai kewajiban yang harus di penuhi,
dimana diantara hak dan kewajiban saling berkeseimbangan, saling
memenuhi, sehingga suatu kewajiban yang di laksanakan seseorang
mampu untuk mendapatkan hak yang diharapkannya.
Problema yang utama di rasakan pada masa sekarang ini
sehubungan dengan masalah tanggung jawab adalah rusaknya peranan
moral dan rasa hormat diri terhadap tanggung jawab. orang yang
bertanggung jawab itu adil atau mencoba berbuat adil, tetapi
runtuhnya nilai-nilai yang dipegangnya. orang yang demikian tentu
akan mempertanggung jawabkan segala sesuatunya kepada Tuhan,
Dia tidak tampak tapi Ia menggerakkan dunia ini dan mengaturnya.
jadi orang semacam ini akan bertanggung jawab kepada Tuhannya.
b. Macam-macam Tanggung jawab
Kita telah mengetahui bersama bahwasanya manusia itu adalah
makhluk yang selalu dapat berinteraksi dengan lingkungannya yang
tempatinya. Dengan demikian dimana manusia berada secara tidak
langsung manusia di tuntut untuk dapat bertanggung jawab atas apa
yang ada pada lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu ada beberapa
tanggung jawab yang perlu diketahui dalam kehidupan manusia,
dalam hal ini kami mengupas masalah tanggung jawab menurut Islam.
1) Tanggung jawab terhadap diri sendiri.
Tanggung jawab pada diri sendiri berkaitan dengan
kewajiban yang mendasar pada diri pribadi. Manusia dalam hidup
dan kehidupannya sangat membutuhkan bantuan manusia lain
manusia di lahirkan dalam keadaan suci tanpa dosa bagaikan
selembar kertas putih yang belum tergores noda tinta sedikitpun.
Dengan demikian pada dasarnya perbuatan baik dan buruk ada
pada manusia, kendatipun telah ada qadha dan qadar Allah sebagai
Khalik, namun manusia mampu merubah sikap dan perbuatan
Segala perbuatan manusia juga harus dapat bertanggung
jawab pada dirinya sendiri, dengan kata lain manusia harus
memenuhi segala yang dibutuhkan jasmani dan rohaninya demi
mencukupi kodratnya sebagai makhluk hidup. Dapat kita
con-tohkan dari kebutuhan manusia akan pangan. Hal ini didukung
oleh firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 142.
“Dan diantara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk
pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu”
Dari dalil diatas dapat kita artikan bahwasanya Allah telah
memberikan beraneka ragam tanaman, tumbuh-tumbuhan dan
buah-buahan, kemudian macam-macam binatang ternak yang
berbeda-beda manfaatnya, yang pada dasarnya untuk dimanfaat
kan bagi manusia, itulah rizki yang di berikan Allah kepada
manusia (Ahmad dkk,1991:39-41). Agar manusia mendapatkan
pangan yang cukup di dalam memenuhi kebutuhan jasmaninya,
sehingga tanggung jawab pada dirinya tercapai. Dengan adanya
pangan yang cukup bagi tubuh manusia maka manusia mampu
adanya rasa tanggung jawab terhadap dirinya sndiri agar dapat
melangsungkan hidupnya (Mustopo, 1988:192).
Selain pangan manusia juga butuh papan dan sandang, ini
juga penting di dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia
didalam tanggung jawab pada dirinya sendiri. Apabila kebutuhan
terebut telah terpenuhi menurut prinsipnya, maka dapat dikatakan
manusia terebut telah memenuhi tanggung jawab pada dirinya
sendiri. Namun dalam memenuhi tanggung jawab hidup
pribadinya itu, ia juga bertanggung jawab terhadap apa yang ia
lakukan. Hal ini di tegaskan dalam surat Al-Mudatsir ayat 38.
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang di perbuatnya.”
2) Tanggung jawab terhadap keluarga.
Keluarga merupakan bagian terpenting dalam kehidupan
seorang manusia, dengan adanya keluarga manusia dapat hidup
tentram terarah. Kelurga adalah bagian hidup manusia yang juga
perlu di pertanggung jawabkan. Allah berfirman dalam surat At
Tahrim : 6.
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan mengerjakan apa yang
Makna dalil diatas, seseorang manusia harus mampu
menjaga diri dan keluarganya dari ancaman api neraka, dengan
kata lain tanggung jawab seseorang dalam keluarganya sangat
besar, ia harus mampu merubah kepad hal yang baik dan
mence-gah agar keluarga tersebut tidak terjerumus dalam kesesatan,
karena Allah telah mengingatkan akan azab api neraka bagi orang
yang melanggar perintah-Nya.
Keluarga hidup tentram dan sejahtera merupakan tanggung
jawab setiap manusia dalam keluarga tersebut. Ia harus mampu
menjaga keberadaan keluarganya untuk dapat bertahan dalam
kehidupan ini, dengan memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani
para keluarganya, karena Allah sangat membenci orang-orang
yang melalaikan keluaganya dalam kelemahan dan kesusahan.
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sean-dainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak ang lemah
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”(Q.S. An Nisa’: 9).
Menjaga keluarga dari kefakiran lebih di utamakan di
banding menjaga orang lain. Jangan sampai keluarganya terlantar
sepeninggal mereka jika kebetulan mereka menjada orang kaya.
tanggung jawab seseorang terhadap keluarganya, demi
kelangsungan hidupnya serta menyangkut harga diri, kehormatan
atau nama baik keluarganya, keselamatan, pendidikan dan
kehidupan yang layak. Oleh karena itu setiap onggota keluarga
sesuai dengan fungsi dan kedudukannya di tuntut dan wajib
bertanggung jawab terhadap keluarganya.
3) Tanggung jawab terhadap masyarakat.
Kehidupan seorang manusia akan terasa hampa jika tidak
ada orang lain yang dapat membantu, menolong dan menghibur.
Antara individu dengan individu yang lain hendaknya terjalin
manusia membutuhkan komunikasi dengan manusia lain.
Seorang manusia dimana ia bertempat tinggal harus mampu
bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya agar dapat
melangsungkan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat
tersebut.
Situasi dan kondisi seorang anggota masyarakat sangat
terkait dengan keadaan masyarakt tersebut. Tingkah laku dan
perbuatan yang membentuk jiwa para generasi muda dalam
lingkungan masyarakat menjadi baik dan buruk adalah terletak
pada tangung jawab warga dan inidvidu masyarakat itu sendiri.
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan dan menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”
Kandungan dalil diatas menjelaskan jika ada segolongan
umat yang dapat mengajak, menetru orang lain pada kebaikan dan
mencegah untuk berbuat kemungkaran adalah umat yang
beruntung, dengan kata lain kepedulian tersebut di dasari oleh rasa
tanggung jawab terhadap masyarakatnya. Dimana rasa tanggung
jawab tersebut menjadikan kehidupan masyarakat yang harmonis,
selaras antara sesama warga masyarakat. Sikap yang bertanggung
jawab tersebut dapat di wujudkan denagn pembinaan sikap,
memelihara kerukunan antara sesama anggota masyarakat dan
menjaga keamanan serta ketentraman masyarakat dimana ia
bertempat tinggal. Dengan demikian segala keberadaan dan
kepribadian seseorang harus dapat mencerminkan sikap dan
tingkah laku yang bertanggung jawab kepada masyarakatnya.
4) Tanggung jawab terhadap lingkungan.
Pada hakikatnya suatu lingkungan yang aman, tentram dan
damai di dukung oleh keadaan masyarakat dan jiwa individu yang
ada dalam masyarakat tersebut. Masyarakat yang mampu menjaga
dan memelihara lingkungannya sedemikian rupa merupakan
masyarakat yang telah bertanggung jawab kepada lingkungannya,
tersebut mampu menjaga terciptanya keamanan dan ketertiban
lingkungannya.
Setiap individu harus sadar bahwa lingkungan sekitarnya
harus tetap di jaga kestabilannya. Lingkungan yang baik dengan
masyarakat yang berbudi baik akan melahirkan orang-orang yang
baik pula, namun sebaliknya keadaan masyarakat dengan
lingkungan yang buruk serta moral yang rendah akan
menghasilkan manusia-manusia yang tidak berpotensi dengan
moral yang buruk dan mengkhawatirkan. Jadi lingkungan
meru-pakan wadah yang paling vital untuk diperhatikan dalam
masyarakat, dengan kata lain keadaan lingkungan suatu msyarakat
berpengaruh besar didalam pembentukan jiwa mansuianya.
Dengan demikian memelihara lingkungan sekitarnya
menunjukkan adanya rasa tanggung jawab seseorang pada
lingkungannya.
Dalam hal ini pengertian lingkungan bukan hanya
masya-rakatnya saja tetapi semua unsur-unsur yang mencakup didalam
lingkungan itu. Pada dasarnya Allah telah memelihara lingkungan
alam semesta dengan begitu indah, namun manusialah yang
merusak keindahan lingkungan tersebut, dan ini merupakan
perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Firman Allah
“Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka kembali (kejalan yang benar).”
Dalil di atas menunjukkan betapa manusia telah merusak
kestabilan lingkungan alam yang Allah ciptakan bagi mereka.
Dengan kata lain manusia tersebut tidak memiliki rasa tanggung
jawab sedikitpun. Manusia dengan kemodrenan teknologi mereka
telah melepas tanggung jawabnya untuk sekedar berlomba dalam
mencapai kepuasan di dunia. Akibat dari pada itu banyak terjadi
bencana alam, tanah longsor, banjir yang diakibatkan
penggundulan hutan, wabah penyakit merajalela akibat
pencemaran air dan udara, semuanya menjadikan keresahan dalam
lingkungan masyarakat (Ahmad.dkk,1991 : 29).
Oleh sebab itu hendaklah setiap individu masyarakat
mampu memelihara lingkungannya dan menjaga hal-hal yang
dapat merugikan orang banyak, dimana usaha terebut merupakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
terlebih-lebih rasa tanggung jawab kepada Allah swt.
5) Tanggung jawab terhadap Tuhan.
Manusia adalah makhluk yang mulia di bandingkan dengan
muka bumi adalah sebagai khalifah. Firman Allah dalam surat
Al-Baqarah ayat 30.
“Dan sesungguhnya Allah berkata kepada para Malaikat, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malikat;
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi, mereka berkata; “Mengapa Engkau ingin menjadikan khalifah (di muka bumi itu) orang yang membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji Engkau ? Tuhan berfirman ;”
sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Makna dalil di atas menunjukkan bahwa keberadaan
manusia di angkat Allah sebagai khalifah di atas makhluk lainnya.
Kendatipun demikian manusia tidak lepas dari tanggung jawabnya
kepada Tuhan atas semua perbuatannya, sebab kebesaran dan
kekuasaan manusia masih dalam kekuasaan Allah. Semua
pekerjaan dan usaha yang di lakukan manusia seluruhnya harus di
pertanggung jawabkan kepada Tuhan.
Tanggung jawab kepada Tuhan menurut kesadaran manusia
adalah untuk memenuhi kewajiban dan pengabdiannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia
harus bersyukru atas karunia-Nya yang menciptakan manusia dan
mengabdi kepada Tuhan sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al-Dzariat ayat 56.
“Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka itu menyembah kepada- Ku.
Begitu mendasar tanggung jawab yang harus diberikan
manusia kepada Allah swt. Dengan adanya rasa tanggung jawab
kepada Allah maka seorang manusia akan merasa berhati-hati di
dalam setiap aktifitas kehidupannya. Manusia di harapkan mampu
meeninggalkan semua larangan dan mengerjakan semua perintah
yang di berikan Allah kepada manusia. Allah membe-rikan
kewajiban kepada manusia untuk dilaksanakan yang mana
kewajiban tersebut adalah untuk mendapatkan hak manusia
sendiri, dengan kata lain kewajiban terhadap Allah telah di
laksanakan maka hak manusia adalah untuk hidup bahagia di
dunia dan akhirat dan semua ini terpulang kepada diri manusia
serta kehendak Allah swt.
Menyembah itu dalam arti mengabdi kepada Tuhan sebagai
wujud tanggung jawab kepada Tuhan. Tanggung jawab di sini erat
kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban adalah merupakan
sesuatu yang di bebankan kepada seseorang, namun Allah hanya
membebankan sesuatu itu berdasarkan atas kemampuannya.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang di
usahakannya dan ia mendapat (siksa dari kejahatan) yang di kerjakannya.
Kesanggupan dan kemampuan seseorang tidak di paksakan
oleh kewajiban yang di bebankan kepadanya. Namun
kewajiban-kewajiban tersebutlah yang harus di pertanggung
jawabkan kepada Tuhan, sebagai akhir dari proses untuk
mendapatkan hak.
6) Tanggung Jawab Dalam Melaksanakan Tugas
Bekerja adalah bagian dari kehidupan. Bekerja itu ada
berbagai macam, dari sekolah, belajar, menyapu, memasak,
mengemudikan mobil, merawat pasien dan banyak lainnya.
Sedangkan pekerjaan atau profese ada bermacam macam pula
seperti pegawai negeri, pekerja swasta, buruh, dokter, insinyur,
pengusaha dan masih banyak lainnya.
Islam telah mengajarkan kepada umatnya agar dalam
mengerjakan suatu pekerjaan haruslah dilakukan dengan kerja
keras baik dalam kepentingan dunia maupun akhirat. Hadist Nabi
Muhammad SAW. berbunyi :
ﺍدبﺍﺶيﻌﺘﻚنﺎﻜﻚﺎيﻧدلﻞمعﺍ
٬
ﻏﺖﻭمﺗﻚنﺎﻜﻙﺗﺭﺠﻻﻞﻣعﺍﻮ
Artinya :
“Bekerjalah kamu untuk urusan duniamu seolah olah kamu akan
hidup selamanya, dan berbuatlah kamu untuk urusan akhiratmu seolah olah kamu akan mati esok hari. (HR Baihaqi).”
Orang orang yang melakukan suatu pekerjaan kerena
adanya ikatan dengan orang lain disebut pekerja. Pekerja yang
baik adalah pekerja yang dapat melakukan pekerjaannya
mendekati sempurna. Orang yang melakukan ikatan bearti ia telah
melakukan pekerjaan. Menepati janji itu telah diperintahkan oleh
Allah SWT. dalam firmanNya :
Melaksanakan pekerjaan bedasarkan rangka memenuhi
janji, berarti telah melaksanakan perintah Allah SWT. dan
haruslah dipenuhi oleh rasa tanggung jawab yang penuh dan hati
yang ikhlas. Sebaliknya, orang-orang yang bermalas malasan
bearti melalaikan perintah Allh SWT.
Nabi Muhammad SAW. mengajarka do’a agar terhindar
dari sikap negatif termasuk bermalas-malasan.
Artinya :
“Ya Allah, sungguh saya berlindung kepadaMu dari sempit hati, sedih, lemah, rasa takut, kikir dan malas. (HR Bukhari dan Muslim dari Anas).”
Orang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya akan
senantiasa tekun dalam bekerja sekecil apapun pekerjaan itu. Tiada
pekerjaan yang hina selain pekerjaan maksiat.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mana lebih
menekankan realitas sosial sebagai suatu yang utuh atau komplek dinamis
serta bersifat interaktif untuk meneliti kondisi objek yang alamiah.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research ) dimana data
yang diperoleh pada penelitian ini didapatkan langsung dari kegiatan di
lapangan.14
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian adalah ilmu yang digunakan dalam
menganalisis pelaksanaan penelitian baik dalam perencanaan maupun
pengambilan data.
Pendekatan penelitian yang peneliti maksud, yaitu suatu proses
yang diperlukan dalam melakukan kajian, mulai proses penentuan sampai
saat penelitian dilaksanakan. Adapun proses penentuan dimulai dan
pemilihan judul serta perumusan masalah sampai pada penentuan tujuan
yang hendak dicapai dan proses selanjutnya merupakan tahap operasi dan
penelitian.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif. Pendekatan normatif secara konseptual adalah sebuah
pendekatan dengan tolak ukur hukum islam sebagai pembenar atau
pemberi norma terhadap masalah yang dibahas, sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa suatu itu selaras atau tidak dengan ketentuan syari’ah
islam. Dalam hal ini apakah pelaksanaan lepas tanggung jawab ataupun
perlindungan konsumen terhadap jasa laundry ini telah sesuai dengan
hukum mualamah.
3. Metode Penentuan Subjek Penelitian
Metode penentuan subjek sering disebut sebagai metode penentuan
sumber data. Maksud dari sumber data penelitian adalah subjek darimana
data itu diperoleh.
Subyek penelitian ini adalah pengusaha jasa laundry di Desa Ubung
Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah Secara operasional,
penelitian ini membutuhkan metode penentuan subjek yaitu teknik
populasi dan teknik sampling.
Populasi adalah keseluruhan dalam penelitian yang dijadikan
sebagai sarana penelitian.15 Adapun yang menjadi sumber data dalam
penelitian ini adalah seluruh usaha laundry yang berada di Desa
Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah memiliki
pengusaha laundry yang berjumlah 25 usaha laundry.
b. Teknik sampling
Berdasarkan jumlah laundry tersebut di atas, maka cara
pengambilan penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu
suatu cara pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan kriteria
kriteria tertentu yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan
objek penelitian.16 Berdasarkan cara pengambilan sampel tersebut
maka penulis mengambil lima laundry yang ada di Desa Ubung
Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah yang dianggap
memenuhi kriteria yang memiliki hubungan erat dengan objek
penelitian, kelima laundry tersebut adalah Family Laundry, Jaya
Laundry, Eka Laundry, Aura Laundry serta Laundry bersih. Kelima
laundry ini dipilih karena dalam kesehariannya sering mengalami
keluhan dari pelanggan terkait kecacatan barang.
4. Metode pengumpulan data
15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2013) hal. 254
Metode pengumpulan data adalah cara yang ditempuh peneliti untuk
mendapatkan data dan fakta yang ada pada subjek maupun objek
penelitian. Untuk memperoleh data yang valid, dalam penelitian penulis
menggunakan beberapa metode yang diantaranya adalah sebagai berikut.17
a. Metode observasi
Teknik mencari data dalam penelitian yang dilakukan dengan
melalui pengamatan dan pencatatan langsung terhadap gejala subyek
yang diteliti, baik itu pengamatan dilakukan dalam situasi sebenarnya
maupun dalam situasi buatan yang khusus diadakan. Selain itu juga
untuk memperoleh data yang terkait dengan permasalahan praktik
lepas tanggung jawab yang dilakukan oleh pengusaha laundry.
b. Metode wawancara (Interview)
Metode pengumpulan dalam penelitian yang teknik
pelaksanaannnya dengan melalui Tanya jawab secara sepihak dan
dikerjakan secara sistematis dengan tetap berlandaskan pada tujuan
penelitian. Wawancara dipakai untuk memperoleh informasi atau data
yang dibutuhkan dalam penelitian. Semisal peristiwa yang sudah
lewat, argument, atau pendapat yang mana hal tersebut masih terkait
dengan penelitian ini.
Adapun wawancara pada penelitian ini akan dilakukan pada
lima pengusaha dalam hal ini pemilik serta karyawan laundry yakni
Family Laundry, Jaya Laundry, Eka Laundry, Aura Laundry serta
Laundry bersih, serta konsumen yang berada di tempat laundry saat
wawancara berlangsung.
c. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dalam
penelitian untuk memperoleh data yang bentuknya catatan, transkrip,
buku, peraturan, agenda dan lain sebagainya.
5. Metode analisa data
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah analisa
data. Analisa data pada penelitian ini adalah analisa data kualitatif dengan
cara berpikir induktif yaitu pola pikir yang berangkat dari sebuah kasus
yang bersifat khusus kemudian ditarik pada permasalahan umum yaitu
permasalahan tinjauan hukum muamalah.
6. Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan ciri penelitian kualitatif peneliti adalah instrumen
kunci, maka kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan.18 Berkenaan
dengan hal tersebut, peneliti berusaha menciptakan hubungan yang akrab
dengan responden yang menjadi sumber data dalam penelitian.
Kehadiran peneliti di sini berperan untuk mengumpulkan data. Oleh
karena itu, peneliti berusaha secara langsung untuk dapat melibatkan diri
dalam kehidupan obyek penelitian. Dalam hal ini, kehadiran peneliti di
lapangan bukan bertujuan untuk memberikan nilai, mempengaruhi subyek
penelitian atau manipulasi data dan informasi, tetapi lebih pada usaha
untuk mengetahui secara langsung tentang tinjauan fiqih muamalah
terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman serta hasil yang
sistematis, maka sistematika pembahasan susunan skripsi selanjutnya adalah
sebagai berikut :
Pada Bab 1 terdapat pendahuluan yang tediri dari latar belakang, fokus
kajian, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoretik,
metodologi penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab 2 berisi tentang pelaksanaan sewa jasa pengusaha laundry yang
meliputi proses transaksi atau perjanjian sewa jasa oleh pengusaha laundry
dengan konsumen.
Bab 3 membahas tentang tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik
lepas tanggung jawab pengusaha jasa laundry yang ditinjau dari analisis
proses akad atau perjanjian antara pengusaha dan konsumen, ditinjau dari
syarat sah sewa menyewa serta bagaimana cara mengatasi permasalahan.
Bab terakhir yaitu bagian keempat yang memuat tentang kesimpulan,