SHOHIBULWAFA TAJUL
‘ARIFIN”.
(Study Peran dan Aksi Abah Anom Dalam Penerapan Pendidikan
Berbasis TQN di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya).
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
ARIFIN
NIM 109011000189
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
dan Aksi K.H.A. Shohibulwafa Tajul „Arifin (Abah Anom)”. (Study Peran
Pemikiran dan Aksi Abah Anom Dalam Penerapan Pendidikan Berbasis TQN
di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya).
Kata Kunci: Pendidikan Berbasis Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN), Pemikiran dan Aksi K.H.A. Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pemikiran dan aksi K.H.A. Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom) Dalam Penerapan Pendidikan Berbasis Tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah (TQN) di Pondok Pesantren Suryalaya.Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan jenis
penelitian yang digunakan adalah kepustakaan/ library research yaitu
mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan. Pendekatan yang digunakan bersifat fenomenologis, yang mengacu pada pandangan dan keyakinan masyarakat yang diteliti serta para penganut dan pengamal TQN di Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya.
ii
limpahan rahmat serta karunia, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat beserta salam semoga Allah senantiasa melimpahkannya kepada
Baginda Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabatnya yang telah
memberikan tuntunan bagi kita semua (Umat Islam) kejalan yang di ridhoi Allah
SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit
hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan dan
motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis
dapat meyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Madjid Khon. M.A., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Dan Ibu Marhamah Shaleh, Lc., Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam. Serta staf administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Faza
Amri, S.Th.I.
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Akhmad Sodiq, M.A, selaku
pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan
memberikan motivasi kepada penulis dalam melakukan penelitian sehingga
iii
dan seluruh dosen yang ada di naungan UIN Syarif Hidayatullah.
5. Ayahanda Syamsudin dan Ibunda Maryam tercinta yang selalu memberikan
limpahan kasih dan sayang yang tak terhingga, yang tidak bisa dibalas dengan apapun, dan selalu mendo’akan serta memberi dukungan dengan segala pengorbanan dan keihklasan. (semoga Allah membalas segala
pengorbanan bapak dan ibu). Kakak tercinta, Mustain, Astutik, Siti Kholisoh, yang telah memberikan do’a untuk adiknya tercinta.
6. Keluarga besar Abah Anom dan Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya,
para ikhwan TQN, Bapak Ero, Anisa Nuraeni, Tira, serta semua pihak yang
telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu
pengetahuan kepada penulis.
8. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan keleluasaan dalam
peminjaman buku-buku yang dibutuhkan.
9. Keluarga besar Bapak Didik Farkhan. A, SH, MH, dan istri tercinta Ibu Eri,
yang telah memberikan kasih sayang, fasilitas, sarana dan prasarana kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini (semoga Allah membalas semua amal
baik Bapak dan Ibu beserta keluarga). Keluarga besar Ibu Dr. Sururin
M.Ag., yang telah senantiasa memberi bantuan doa, serta dorongan kepada
penulis.
10. Terima Kasih juga buat adinda tercinta dan tersayang saudari Isnawati atas
semua dukungan, doa, motivasi dan ketulusan kasih sayangnya, sehingga
iv
12. Teman-teman PAI kelas E angkatan 2009 yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, yang selalu menjaga komitmen untuk terus bersama
dan saling membantu dalam proses belajar dikampus UIN Jakarta tercinta.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan doa kehadirat
Allah SWT. Semoga amal baik semua pihak yang telah membimbing,
mengarahkan, memperhatikan dan membantu penulis dicatat oleh Allah sebagai
amal shaleh dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Dan mudah-mudahan
apa yang penulis usahakan dapat bermanfaat. Amiin…
Jakarta 05 September 2014
v
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Rumusan Masalah... 4
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. ... 5
BAB II KAJIAN TEORI ... 7
A.Kajian Teori... 7
1. Pendidikan ... 7
a. Definisi Pendidikan………. ... 7
b. Tujuan Pendidikan………. ... 8
2. Tarekat ………... 11
a. Definisi Tarekat………. ... 11
b. Sejarah Tarekat………. ... 14
c. Tujuan Tarekat………. ... 19
d. Macam-macam Tarekat………. ... 25
3. Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) ……… 31
a. Sejarah TQN………. ... 31
b. Ajaran TQN………. ... 38
4. Tarekat dalam Pendidikan………. ... 57
vi
D. Cara Pengumpulan Data...………. 63
E. Analisis Data………. ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 66
A. Deskripsi Data...……… 66
1. Riwayat Hidup Abah Anom... 66
2. Latar Belakang Pendidikan... 69
3. Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya... 75
4. Kondisi dan Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya... 80
5. Pemikiran dan Karya-karya Abah Anom... 82
B. Pembahasan ...………..………. 83
1. Tanbih... 83
2. Yayasan Serba Bakti... 92
C. Hasil Wawancara... 110
BAB V PENUTUP... 112
A. Kesimpulan…………... 112
B. Implikasi………... 113
C. Saran………... 114
DAFTAR PUSTAKA
vii
3. Pedoman Wawancara
4. Hasil Wawancara KH. Zainal Abidin Anwar (Sesepuh Pondok Pesantren
Suryalaya).
5. Hasil Wawancara Bpk. Iskandar (Ikhwan TQN)
6. Hasil Wwancara Bpk. Rachmat (Ketua Pondok Asrama Putri).
7. Hasil Wawancara Bpk. Maman (Guru Kepesantrenan Yayasan Serba
Bakti)
8. Hasil Wawancara Tira Pratama Avsari (Santri Yayasan Serba Bakti)
9. Surat Bimbingan Skripsi
10.Surat Permohonan Izin Penelitian dari UIN Syarif Hidayatullah
11.Surat Keterangan Penelitian dari Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kehadiran ajaran tasawuf berikut lembaga-lembaga tarekatnya di
Indonesia sama tuanya dengan kehadiran Islam itu sendiri sebagai agama yang
masuk kawasan ini. Sebagian mubaligh yang menyebarkan Islam di Nusantara
telah mengenalkan ajaran Islam dalam kapasitas mereka sebagai guru-guru
sufi. Tradisi tasawuf telah menanamkan akar yang fundamental bagi
pembentukan karakter dan mentalitas kehidupan sosial masyarakat Islam di
Indonesia. Dengan demikian, peranan tasawuf dengan lembaga-lembaga
tarekatnya sangat besar dalam mengembangkan dan menyebarkan Islam di
Indonesia. Namun, tampaknya dari sekian banyak tarekat yang ada di seluruh
dunia, hanya ada beberapa tarekat yang bisa masuk dan berkembang di
Indonesia. Hal itu dimungkinkan di antaranya karena faktor kemudahan sistem
komunikasi dalam kegiatan transmisinya. Tarekat yang masuk ke Indonesia
adalah tarekat yang telah populer di Makkah dan Madinah, dua kota yang saat
itu menjadi pusat kegiatan dunia Islam. Faktor lain adalah karena
tarekat-tarekat itu dibawa langsung oleh tokoh-tokoh pengembangnya yang umumnya
berasal dari Persia dan India. Kedua negara itu dikenal memiliki hubungan
yang khas dengan komunitas Muslim pertama di Indonesia.1
1
Ajid Thohir , Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik
Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung : Penerbit
Masyarakat Islam memiliki warisan kultural dari Ulama sebelumnya
yang dapat digunakan sebagai pegangan yaitu doktrin tasawuf yang nerupakan
aspek kultural yang ikut membidangi lahirnya tarekat-tarekat. Dan yang tidak
kalah pentingnya adalah kepedulian Ulama Sufi, mereka memberikan
pengayoman masyarakat Islam yang sedang mengalami krisis moral yang
sangat hebat. Dengan dibukanya ajaran-ajaran tasawuf kepada orang awam,
secara praktis lebih berfungsi sebagai psikoterapi yang bersifat massal. Maka
kemudian berbondong-bondonglah orang awam memasuki majelis-majelis
zikirnya para sufi, yang lama kelamaan berkembang menjadi suatu kelompok
tersendiri yang disebut dengan nama tarekat.2
Beberapa tarekat yang masuk dan berkembang di Indonesia sejak abad
ke-16 atau abad ke-17 hingga abad ke-19 di antaranya adalah Tarekat
Qadiriyah, Syattariyah, Naqsyabandiyah, Khalwatiyah, Samaniyah, dan
„Alawiyah. Juga ada tarekat yang lebih dikenal dengan sebutan Haddadiyah,
yang muncul berkat kreativitas umat Islam Indonesia, terutama para habib
keturunan Arab. Pada periode berikutnya, tarekat Tijaniyah masuk pada awal
abad ke-20, yang dibawa oleh para jamaah haji Indonesia.3
Berkaitan dengan hal itu, diketahui di Indonesia terdapat banyak ajaran
tarekat-tarekat yang berkembang, salah satu tarekat muktabarah yang
berekembang pesat di Indonesia adalah Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah dengan tokohnya yang fenomenal KH. Shohibulwafa Tajul „Arifin (Abah Anom), seorang mursyid tarekat yang memiliki pemikiran-pemikiran dan
gebrakan yang berbeda untuk mengembangkan ajaran TQN. Salah satu bentuk
nyata dari pemikiran beliau adalah mencetuskan Yayasan Serba Bakti yang di
dalamnya terdapat Pondok Pesantren Suryalaya, Inabah (metode pemulihan /
terapi untuk para pecandu narkoba), Pendidikan Formal dan Nonformal. Dari
situ kita dapat mengetahui betapa kompleksnya pemikiran beliau dan
2
Kharisudin Aqib,Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hal 19-20.
3
Ajid Thohir , Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik
menyentuh berbagai aspek dalam kehidupan, baik dalam segi keagamaan,
pendidikan, sosial ekonomi dalam masyarakat.
Abah Anom dan Pesantren Suryalaya dewasa ini menjadi pesantren yang
banyak diteliti dan dikaji oleh banyak orang, baik yang mengatasnamakan
pribadi maupun lembaga. Bahkan banyak peneliti Barat yang tertarik
melakukan penelitian di Pesantren Suryalaya ini. Para pengkaji tasawuf begitu
akrab mengenal Pesantren Suryalaya ini sebagai penyebar Tarekat Qadiriyyah
wa Naqsyabandiyah. Pesantren Suryalaya mengajarkan TQN, yang intinya
berupa ajaran agama Islam agar manusia hidup dan mati tetap dalam keridhaan
Allah SWT., Dengan bersumber kepada Alquran, hadis, ijma’ dan qiyas. TQN
merupakan teori agar kita lebih cepat dan tepat dalam menggali api Islam,
iman, dan ikhsan dengan tidak meninggalkan hukum-hukum syariat.
Abah Anom seorang pemimpin yang mempunyai wawasan intelektual
yang luas, pengetahuan yang banyak dan ketakwaan yang mendalam. Beliau
juga telah mengalami banyak kesulitan dalam kehidupannya, tetapi beliau
sangat sabar, berani dan rendah hati. Beliau dikenal konsisten dan setia
terhadap ajaran Abah Sepuh dan juga sebagai seorang pemimpin yang suka
bekerja keras.
Cabang-cabang Tarekat Qadiriyah wan Naqsabandiyah tersebut yang
terbesar dan yang paling berpengaruh adalah Abah Anom (KH. A.
Shahibulwafa Tajul „Arifin) di Suryalaya karena sistem pengobatan narkotika
melalui zikir (sufi healing). Abah Anom memiliki khalifah yang tersebar di
berbagai tempat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Lombok, bahkan di
Singapura, Malaysia, dan Brunei.4
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti ingin mengadakan
penelitian yang membahas tentang “Pendidikan Berbasis Tarekat
Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya :
4
Ahmad Syafi’I Mufid,Tangklukan, Abangan, dan Tarekat: kebangkitan Agama di
Analisis Peran dan Aksi K.H.A. Shohibulwafa Tajul „Arifin (Abah
Anom)”. (Study Peran Peran dan Aksi Abah Anom Dalam Penerapan
Pendidikan Berbasis TQN di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya).
B.Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Abah Anom merupakan figur seorang guru mursyid yang menjadi pusat
rujukan dari segala aktivitas pengikut TQN, khususnya di wilayah beliau,
sehingga penulis tertarik ingin menggali dan mengetahui lebih dalam
bagaiamana peran sosok figur Abah Anom dalam memanfaatkan organisasi
TQN untuk mengembangkan kegiatan pendidikan di tanah priangan
Tasikmalaya.
2. Kekuatan daya tarik Abah Anom tampak pada kepribadiannya yang terpuji,
tutur kata yang baik, selalu bersikap baik tanpa membeda-bedakannya
berdasarkan status dan kedudukan, maka penulis ingin mendalami dan
memahami aksi sosok figur ini dalam menerapkan pendidikan berbasis TQN
di tanah sunda tasikmalaya.
C.Pembatasan Masalah
Dari identifikasi dan perumusan masalah di atas, maka penulis
membatasi permasalahan dan ruang lingkup penelitian ini pada : Peran dan
Aksi K.H.A. Shohibulwafa Tajul „Arifin (Abah Anom) dalam Penerapan
Pendidikan Berbasis Tarekat Qaririyyah wa Naqsabandiyyah (TQN).
D.Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas, dapat dirumuskan bebrapa masalah
yang akan diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana Peran K.H.A. Shohibulwafa Tajul „Arifin (Abah Anom) dalam
Penerapan Pendidikan Berbasis TQN.
E.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui Peran K.H.A. Shohibulwafa Tajul „Arifin (Abah
Anom) Dalam Penerapan Pendidikan Berbasis Tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah (TQN) di Pondok Pesantren Suryalaya.
b. Untuk mengetahui Aksi K.H.A. Shohibulwafa Tajul „Arifin (Abah
Anom) Dalam Penerapan Pendidikan Berbasis Tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah (TQN) di Pondok Pesantren Suryalaya.
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini penulis berharap penelitian ini dapat memberi
manfaat sebagai berikut: Untuk melahirkan paradigma, konsep, dan teori
mengenai Peran dan Aksi K.H.A. Shohibulwafa Tajul „Arifin (Abah Anom)
dalam penerapan pendidikan berbasis TQN untuk mengatasi kenakalan
remaja.
Dengan demikian diharapkan pula penelitian ini juga akan memberi
kontribusi dan manfaat bagi semua kalangan diantaranya:
a. Akademis : Menyumbang khazanah ilmu pengetahuan kepada semua
insan akademisi.
b. Peneliti : Sebagai pembelajaran bagi peneliti serta tambahan pengetahuan
sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan
dan kerangka teoritis yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan
dengan praktek serta melatih diri dalam research ilmiah.
c. Studi Ilmiah : Sebagai hasil studi yang murni untuk mendapatkan
pengalaman dan pelajaran yang bisa di ambil hikmahnya dan untuk
menambah literature kepustakaan.
d. Pondok Pesantren : Sebagai kontribusi untuk meningkatkan cita-cita
kalangan pondok pesantren yang bisa di ambil pelajaran positif dari
sosok inspiratif serta kharismatik ini.
e. Kalangan Pendidikan : merupakan hasil pemikiran yang dapat dipakai
sebagai pedoman untuk melaksanakan usaha pengajaran menuju
tercapainya tujuan yang dicita-citakan.
f. Masyarakat umum : Sebagai literature dan bahan bacaan, sehingga
masyarakat bisa memetik pelajaran positif dari sosok kharismatik Abah
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A.Kajian Teori 1. Pendidikan
a. Definisi Pendidikan
Ketika kita berbicara mengenai pendidikan, banyak ahli dan pakar
pendidikan yang memberikn definisi tentang pendidikan, diantaranya :
1) Menurut M. „Atihiyah Al-Abrasjy:
Pendidikan adalah mempersiapkan manusia, supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah airnya, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, saling tolong menolong dengan orang lain, manis tutur bahasanya baik dengan lisan maupun
dengan tulisan. 1
2) Menurut al-Syaibaniy, pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah
laku individu atau eserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam
sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan
pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan profesi diantara sekian banyak
profesi asasi dalam masyarakat.2
3) Menurut Fadhil al-Jamaly, pendidikan islam sebagai upaya
mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih
dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang
mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta
1
Mahmud yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung), h. 5
2
Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan
didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal,
perasaan, maupun perbuatannya.3
4) Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani peserta didik menuju terbentukya kepribadian yang utama (insan
kamil).4
5) Menurut Ahmad Tafsir, pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan
oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam. 5
Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para tokoh di atas, dapat
disimpulakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan Islam adalah suatu
sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, melalui pendekatan Pendidikan
Islam ini ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakini.
b. Tujuan Pendidikan
Pada acara kongres Pendidikan Islam Sedunia tanggal 15-20 Maret tahun 1980 di Islamabad Pakistan menetapkan Pendidikan Islam sebagai berikut: “ Pendidikan harus ditujukan ke arah pertumbuhan yang berkeseimbangan dari
kepribadian manusia yang menyeluruh melalui latihan spiritual, kecerdasan,
dan rasio, perasaan serta pancaindra. Oleh karenanya, maka pendidikan harus
memberikan pelayanan kepada pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya,
yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, linguistik, baik
secara individual maupun secara kolektif, serta mendorong semua aspek itu ke
arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak
3
Ibid, h. 31 4
Ibid, h. 32
5
di dalam sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah pada tingkat
individual, masyarakat, dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya.6
Menurut rumusan di atas, jelas telah tampak bahwa tujuan pendidikan
Islam itu tidak sempit, melainkan menjangkau seluruh lapangan hidup manusia
yang bertitik optimal pada penyerahan diri manusia kepada Khaliknya, Allah Subhanahu Wata’ala. Dengan demikian, pendidikan agama hanyalah merupakan bagian dari ruang lingkup pendidikan Islam, karena apa yang dituju
oleg proses kependidikan Islam pada hakikatnya adalah terwujudnya
kepribadian muslim yang paripurna dalam mengembangkan kehidupan dunia
akhiratnya di atas landasan iman takwanya kepada Allah.
Sejalan dengan pengertian ideal dari tujuan pendidikan Islam itu seorang
cendekiawan muslim (Guru Besar Ilmu Pendidikan di Universitas Tunisia)
Moh. Fadhil Al-Djamaly, menyatakan kesimpulan dari studinya bahwa “sasaran pendidikan menurut Alquran ialah membina pengetahuan/kesadaran manusia atas dirinya, dan atas sistem kemasyarakatan islami serta atas sikap
dan rasa tanggung jawab sosial. Juga memberikan kesadaran manusia terhadap
alam sekitar dan ciptaan Allah serta mengembangkan ciptaan-Nya bagi
kebaikan umat manusia. Akan tetapi yang lebih utama dari semua itu ialah
makrifat kepada Pencipta alam dan beribadah kepada-Nya dengan cara menaati
perintah-perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.”
Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam menurut pendapat di atas
ialah menanamkan kesadaran dalam diri manusia terhadap dirinya sendiri
selaku hamba Allah, kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus
memiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap pembinaan masyarakatnya, serta
menanamkan kemampuan manusia untuk mengelola, memanfaatkan alam
sekitar sebagai ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan manusia, dan
kegiatan ibadahnya kepada Pencipta alam itu sendiri.
6
Jelaslah bahwa dalam proses kependidikan yang dikehendaki oleh Islam
untuk mencapai sasaran dan tujuan akhir, nilai-nilai islami akan mendasari dan
lebih lanjut akan membentuk corak kepribadian anak didik pada masa
dewasanya. Dengan kata lain, pendidikan Islam secara filosofis beroirientasi
kepdada nilai-nilai islami yang bersasaran pada tiga dimensi hubungan manusia selaku “khalifah” di muka bumi, yaitu sebagai berikut:
1) Menanamkan sikap hubungan yang seimbang dan selaras dengan Tuhannya.
2) Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan
masyarakatnya.
3) Mengembangkan kemampuannnya untuk menggali, mengelola, dan
memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan
hidupnya dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan ubudiahnya kepada
Allah, dengan dilandasi sikap hubungan yang harmonis pula.
Sikap hubungan yang harmonis itu ialah sikap yang tidak memusuhi
alam sekitar, seperti merusak alam atau menguras habis kekayaan alam tanpa
memikirkan kelangsungan ekosistem yang ada. Dalam hal ini sikap take and
give (mengambil dan memberi) kepada alam sekitar akan mampu menjaga
kelestarian alam itu.
Para ahli pendidikan (muslim) merumuskan tujuan pendidikan Islam. Di
antaranya al-Syaibani, mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh. Pisik, kemauan, dan akalnya
secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung
bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fi al-ardh. Sementara tujuan akhir
yang akan dicapai dalam pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan
dunia dan akhirat.
Pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah
peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta
didik sebagai muslim paripurna (insan al-kamil). Melalui sosok pribadi yang
ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik
di dunia maupun akhirat.7
2. Tarekat
a. Definisi Tarekat
Kata tarekat berasal dari bahasa Arab “Ath-Thariq” yang berarti jalan
yang ditempuh dengan jalan kaki. Dari pengertian ini kemudian kata tersebut
digunakan dalam konotasi makna cara seseorang melakukan suatu pekerjaan
baik terpuji maupun tercela. Perkataan Thariqah dalam teminologi tasawuf
Islam yang bermakna “jalan” tadi menurut Zamakhsari Dhofier dimaksudkan
sebagai “jalan menuju surga”. Kata „tarekat’ dalam bahasa Indonesia, berasal
dari kata Arab thariqah yang berarti jalan. Dalam ilmu tasawuf yang dimaksud
dengan thariqat adalah jalan sufi, yaitu jalan untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Tarekat artinya jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai
dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh
sahabat dan tabi‟in, turun-temurun sampai kepada guru-guru,
sambung-menyambung, dan rantai-berantai. Dengan kata lain, tarekat adalah jalan
spiritual dalam agama Islam. Menurut Istilah tasawuf, tarekat adalah perjalanan
khusus bagi para sufi yang menempuh jalan menuju Allah SWT. perjalanan
yang mengikuti jalur yang ada melalui tahap dan seluk-beluknya.
Proses perjalanan dalam tarekat, dimulai dengan pengambilan sumpah,
bai‟at dari murid dihadapan Syaikh setelah sang murid melakukan taubat dari segala maksiat. Setelah itu, murid menjalani tarekat hingga mencapai
kesempurnaan dan dia mendapat ijazah lalu menjadi khalifah Syaikh atau
mendirikan tarekat lain jika diizinkan. Oleh karena itu, dalam tasawuf
disepakati bahwa tarekat mempunyai tiga ciri umum, yaitu Syaikh, murid, dan
bai‟at.
Al-Palembani menguraikan syarat bagi setiap orang yang ingin
mengikuti tarekat, yaitu:
7
Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam,
1) Bertakwa kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa,
2) Menyiapkan diri dengan senjata dzikir,
3) Bertekad bulat untuk tetap dalam tarekat hingga akhir hayatnya, dan
4) Harus memiliki kawan tetap dalam menjalankan ibadah secara
bersama-sama membaca wirid bersama, dan tolong menolong demi kebaikan.
Selanjutnya Al-Palembani mensyaratkan untuk berhati-hati dalam
tarekat, sebab pengikut tarekat harus memperhatikan kewajiban-kewajibannya,
yaitu:
1) Membatasi makan, sebagai prasyarat terbukanya pintu hati,
2) Berjaga ditengah malam untuk melakukan ibadah karena sebagai prasyarat
kesucian hati,
3) Disiplin dalam menjaga ucapan karena akan menutup pintuma‟rifat,
4) Meditasi dan khalwat di tempat khusus dengan mengikuti petunjuk-petunjuk
Syaikh agar hati merasa hadir di sisi Allah SWT. Seorang arif yang sudah
mencapai ma‟rifat, uzlah –nya hanya dalam hati sehingga bisa saja
ber-khalwat di tengah keramaian manusia.8
Adapun tarekat menurut istilah ulama Tasawuf :
1) Jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih, Tasawuf.
2) Cara atau kaifiat mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai sesuatu
tujuan.
Berdasarkan beberapa definisi yang tersebut di atas, jelaslah bahwa
tarekat adalah suatu jalan atau cara utnuk mendekatkan diri kepada Allah,
dengan mengamalkan ilmuTauhid, Fikih dan Tasawuf. Tarekat Nabi
Muhammad saw, yang diikuti pula oleh Ulama-ulama Syara’ dan Tasawuf
ialah mengamalkan hukum yang dibawa Rasul, yaitu sekalian yang wajib,
sunnat, haram, makruh dan mubah.
Maka kewajiban yang mula-mula ialah mengetahui i’tikad terhadap
Tuhan dan Rasul yang diterangkan dalam ilmu Tauhid. Kemudian mengetahui
8
peraturan amalan yang berhubungan dengan ibadat yang diterangkan dalam
ilmu Fikih, dan seterusnya mempelajari ilmu untuk membersihkan hati yang
diterangkan dalam ilmu Tasawuf. Orang yang mengamalkan ilmu yang tiga itu,
menurut Ahmad Khatib, ialah yang dinamakan mengamalkan tarekat Nabi
SAW, tarekat Sahabat, Ulama dan Wali-wali. 9
Dengan demikian, tarekat itu merupakan saluran dari tasawuf, dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik suatu gambaran bahwa tarekat itu merupakan ritual beribadah tertentu yang dipakai untuk menempuh jalan kepada Allah SWT. Sesuai dengan yang diajarkan atau di contohkan Rasulullah melalui petuntuk dari seorang guru (Mursyid) yang di awali dengan
bai‟at talqin (sumpah setia), yang mengikat pengikutnya dalam suatu kekeluargaan para guru kepada pengikutnya, atau pengalaman-pengalaman batin melalui wirid dan ritual tertentu yang diperoleh dari seorang guru mursyid dengan kaifian tertentu.
b. Sejarah Tarekat
Jika ditelaah secara sosiologis yang lebih mendalam, tampaknya ada latar
belakang lahirnya trend dan pola hidup sufistik dengan perubahan dan
dinamika dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh adalah munculnya
gerakan kehidupan zuhud dan „uzlah yang dipelopori oleh Hasan al-Basri
(110 H). Dan Ibrahim Ibnu Adham (159 H). Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-foya), yang dipraktekkan oleh para pejabat Bani Umayah. Berkembangnya tasawuf filosofis ynag di pelopori oleh al- Hallaj (309 H), dan Ibn Arabi (637 H), tampaknya tidak bisa terlepas dari adanya pengaruh gejala global masyarakat Islam, yang cenderung tersilaukan oleh berkembangnya hidup yang rasional. Hal ini merupakan pengaruh para
filosof paripatetik, seperti al-Kindi, Ibn Sina, al-Farabi, dan lain-lain.10
Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan tarekat
pada masa itu, yaitu faktor kultural dan struktural. Dari segi politik, dunia
islam sedang mengalami krisis hebat. Di bagian barat dunia islam, seperti :
wilayah Palestina, Syiria, dan Mesir menghadapi serangan orang-orang Kristen
9
Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsabandiyah, (Jakarta : Pustaka al-husna baru, 2005), h. 6-8
10
Kharisudin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa
Eropa, yang terkenal dengan perang salib. Selama lebih kurang dua abad
(490-656 H / 1096-1258 M) telah terjadi delapan kali peperangan yang dahsyat.11
Di bagian timur dunia Islam menghadapi serangan Mongol, yang haus
darah dan kekuasaan. Ia melalap setiap wilayah yang dijarahnya. Demikian
juga halnya di Baghdad, sebagai pusat kekuasaan dan peradaban islam. Situasi
politik kota Baghdad tidak menentu, karena selalu terjadi perebutan kekuasaan
di antara para amir (Turki dan Dinasti Buwaih). Secara formal khalifah masih
diakui, tetapi secara praktis penguasa yang sebenarnya adalah para amir dan
sultan-sultan, mereka membagi wilayah kekhalifan islam menjadi
daerah-daerah otonom yang kecil-kecil. Keadaan yang buruk ini disempurnakan
(keburukannya) dengan penghancuran kota Baghdad oleh Hulagu Khan (1258
M).12
Kerunyaman politik dan krisis kekuasaan ini membawa dampak negatif
bagi kehidupan umat islam diwilayah tersebut. Pada masa tersebut umat islam
mengalami masa dis-integrasi sosial yang sangat parah, pertentangan antar golongan banyak terjadi, seperti antara golongan Syi’ah dan Golongan Turki dengan Golongan Arab dan Persia. Selain itu ditambah lagi oleh suasana banjir
yang melanda sungai Daljah yang mengakibatkan separuh dari tanah Iraq
menjadi rusak. Akibatnya, kehidupan sosial merosot, keamanan terganggu dan
kehancuran umat islam terasa dimana-mana. Dalam situasi seperti itu wajarlah
kalau umat islam berusaha mempertahankan agamanya dengan berpegang pada
doktrinnya yang dapat menentramkan jiwa dan menjalin hubungan yang damai
denga sesama muslim.
Diantara ulama sufi yang kemudia memberikan pengayoman kepada
masyarakat umum untuk mengamalkan taswuf secara praktis (tasawuf amali)
adalah Abu Hamid Muhammad al-Gazali (w. 505 H/ 111 M). Kemudian
menurut al-Talfazani diikuti oleh para ulama’ sufi berikutnya seperti Syekh
Abd. Qadir al-Jaelani dan Syekh Ahmad Ibnu Ali al-Rifa’i. Kedua tokoh
tersebut kemudian dianggap sebagai pendiri tarekat Qadiriyah dan Rifa’iyah
yang tetap berkembang sampai sekarang.13
Pada masa permulaan islam, hanya terdapat dua macam tarekat, yaitu :
11
Ibid, h.8
12
Kharisudin Aqib,Loc. Cit, h.19
13
1) Tarekat Nabawiah, yaitu amalan yang berlaku dimasa Rasulullah SAW,
yang dilaksanakan secara murni. Dinamakan juga dengan “Tarekat
Muhammadiah” atau “Syari’at”.
2) Tarekat Salafiah, yaitu cara beramal dan beribadah pada masa Sahabat dan tabi’in dengan maksud memelihara dan membina syari’at Rasulullah SAW. Dinamakan juga dengan “”Tarekat Salafus Saleh”.
Sesudah abad ke-2 H, Tarekat Salafiah mulai berkembang secara kurang
murni. Ketidakmurniannya itu antara lain disebabkan pengaruh filsafat dan
alam pikiran manusia telah memasuki negara-negara Arab, seperti filsafat
Yunani, India dan Tiongkok, sehingga pengamalan Tarekat nabawiah dan
salafiah telah tercampur aduk dengan filsafat. Sejumlah kitab-kitab filsafat
asing disalin dan diterjemahkan kedalam bahasa arab.
Sesudah abad ke-2 H itu muncullah tarekat Sufiah yang diamalkan
orang-orang sufi, dengan tujuan untuk kesucian melalui empat tingkat:
1) Syari‟at adalah kualitas amalan lahir-formal yang ditetapkan dalam ajaran
agama melalui Al-Qur’an dan Sunah. Atau hukum suci yang diwahyukan;
ajaran atau aturan yang diwahyukan.14 Dalam hal ini, orang yang sampai
pada tingkatan syar’at baru mengetahui dan mengamalkan
ketentuan-ketentuan syari’at, sepanjang yang menyangkut dengan lahiriah.
2) Thariqat, mengerjakan amalan hati dengan akidah yang teguh, sepanjang
yang menyangkut dengan batiniah.
3) Hakikat adalah kemampuan seseorang dalam merasakan dan melihat kehadiran Allah didalam syari’at itu. Sedangkan dalam dunia sufi, hakikkat diartikan sebagai aspek batin dari syari’at yang merupakan aspek paling
penting dalam setiap amal, inti dan rahasia dari syari’at. 15
Dalam hal ini
orang yang telah sampai pada tingkatan ini akan mendapatkan cahaya
musyahadah yang bersinar cemerlang dalam hati dan dengan cahaya itu
dapat mengetahui hakikat Allah dan rahasia alam semesta.
14
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Amzah, 2012), h.217
15
4) Ma‟rifat berasal dari kata “arafa, yu‟rifu, „irfan, ma‟rifah, artinya adalah
pengetahuan, pengalaman atau pengetahuan Ilahi. Ma‟rifat secara
etimologis berarti ilmu yang tidak menerima keraguan. Ma‟rifat dapat pula
berarti pengetahuan rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi
daripada ilmu yang didapat oleh orang-orang pada umumnya.16 Ma‟rifat
merupakan tingkatan tertinggi, dimana orang telah mencapai kesucian hidup
dalam alam rohani, memiliki pandangan tembus (kasyaf) dan mengetahui
hakikat dan rahasia kebesaran Allah.
Orang sufi menganggap bahwa syari’at untuk memperbaiki sesuatu yang
lahir (nyata), tarekat untuk memperbaiki sesuatu yang tersembunyi (batin), dan
hakikat untuk memperbaiki segala rahasia yang ghaib-ghaib. Tujuan terakhir
dari ahli sufi ialah ma’rifat, yakni mengenal hakikat Allah, zat, sifat dan
perbuatan-Nya.
Gerakan tarekat baru menonjol dalam dunia islam pada abad ke XII M,
sebagai lanjutan dari kegiatan kaum sufi terdahulu. Kenyataan ini dapat
ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu dihubungkan dengan nama
pendirinya dan tokoh-tokoh sufi lainnya. Setiap tarekat mempunyai Syekh,
kaifiat dzikir dan upacara ritual. Biasanya Syekh atau Mursyid mengajar
murid-muridnya di asrama latihan rohani yang dinamakan “rumah suluk” atau
“ribath”.17
Mula-mula menonjol di Asis Tengah, Tibristan tempat kelahiran dan
operasinya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, kemudian berkembang di Baghdad,
Irak, Turki, Arab saudi dan sampai ke Indonesia, Singapura, India dan
tiongkok. Kemudian pada abad ke XII itu muncul pula tarekat Rifaiah di
Maroko dan Aljazair, tarekat Sahrawadiah dan lainnya yang berkembang di
Afrika Utaradan Afrika tengah seperti di sudan dan Nigeria. Perkembangan itu
begitu cepat melalui murid-murid yang telah diangkat menjadi Khalifah,
16
Ibid, h.139
17
mengajarkannya dan menyebarluaskannya ke negeri-negeri islam, dan ada pula
pedagang-pedagang.18
Organisasi tarekat pernah memiliki pengaruh yang sangat besar di dunia
islam, sebagaimana dikatakan H.R Gibb dalam “An Interpretation of Islamic
History”, bahwa sesudah direbutnya khalifah oleh orang-orang mongol pada
tahun 1258 H, maka tugas untuk memelihara kesatuan masyarakat islam
beralih ketangan kaum sufi.
Dalam proses islamisasi Indonesia, sebagian adalah atas usaha dari kaum
sufi dan mistik islam, sehingga pada waktu itu pemimpin-pemimpin agama
islam di Indonesia bukanlah ahli-ahli Theology (Mutakallimin) dan ahli hukum
(Fuqaha), tetapi juga Syekh-syekh tarekat dan guru-guru suluk.
Salah seorang pemuka tarekat Naqsabandiyah yang telah berjasa besar
bagi perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan lahir dan batin, adakah
Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi Naqsabandi (1811-1926) yang terkenal dengan panggilan “Tuan Guru Babussalam Langkat”, pusarannya disesa Babussalam, Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatra
Utara. Ia adalah murid Syekh Sulaiman Zuhdi dan belajar kepadanya selama 6
tahun di Mekkah. Sekembalinya ketanah air, ia aktif mengajar agama dan
tarekat di beberapa kerajaan, seperti di wilayah kerajaan Langkat, Deli
Serdang, Asahan Kualuh, Panai di Sumatra Utara dan Siak Sri Indra Pura,
Bengkalis, Tembusai, Tanah Putih Kubur di Provinsi Riau.
Sampai kini murid-muridnya tersebar luas di Provinsi Aceh, Sumatra
Utara, Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan dan Sulawesi Selatan.
Khalifah-khalifah beliau yang giat mengembangkan tarekat naqsabandiyah diluar negri
telah berhasil mendirikan rumah-rumah suluk dan peribadatan di Batu Pahat,
Johor, Pulau Pinang, Ipoh, Kelantan dan beberapa negeri di Thailand.19
Perkembangan tarekat di Indonesia secara nyata baru terlihat pada abad
XVII yaitu dimulai pertama kali oleh Hamzah Fansuri (m.1610) dan Muridnya
Syamsudin as Sumatrani (1630) akan tetapi keduanya tidak meninggalkan
18
Ibid, h. 11
19
organisasi tarekat yang berlangsung terus-menerus. Baru kemudian setelah
Abdur Rauf bin Ali Singkel memperkenalkan tarekat Syatariyyah di Aceh pada
1679 M, organisasi tarekat ini menjadi jelas dan dapat dtelusuri
perkembangannya melalui silsilah hubungan guru murid sampai beberapa
daerah di Indonesia. Hamzah Fansuri secara tegas disebut sebagai penganut
tarekat Qadiriyah. Kendatipun demikian, tarekat yang dianut oleh Hamzah
Fansuri maupun muridnya Syamsudin al-Sumatrani berbeda dengan tarekat
Qadiriyah yang sekarang berkembang. Keduanya dikenal menganut paham
penyatuan manusia dan Tuhan (Wahdatul Wujud), sedang tarekat Qadiriyah
yang sekarang ada, tidak lagi mengenal ajaran tersebut.
Ada tiga ulama’ tarekat terpenting dalam kaitannya dengan pemurnian ajaran tasawuf pada abad ke-19 di Indonesia yaitu Syekh Ismail al-Khalidi al-Minagkabawi, Syekh Muhammad Saleh az-Zawawi, dan Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi. Tarekat yang dikembangkan oleh ketiga ulama’ sufi ini adalah Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah, Tarekat Naqsabandiyah Muzhariyah, dan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Ketiga aliran tarekat inilah yang dewasa ini memiliki penganut paling besar dibanding dengan tarekat Rifaiyah, Syamsiyah, Syatariyah,
Tijaniyah, Alawiyah, Syadziliyah, dan lain-lain.20
c. Tujuan Tarekat
Tujuan utama pendirian berbagai tarekat oleh para sufi termasuk tarekat
Qadiriyah Naqsabandiyah adalah untuk membina dan mengarahkan seseorang
agar bisa meraskan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari melalui
perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna. Sedangkan secara umum tujuan
utam setiap tarekat adalah penekanan padakehidupan akhirat yang merupakan
titik akhir tujuan kehidupan manusia beragama, sehingga setiap aktivitas atau
amal perbuatan selalu diperhitungkan. Karena itu, Muhammad „Amin al-Kurdi,
salah seorang tokoh Tarekat Naqsabandi menekankan pentingnya seseorang
masuk kedalam tarekat agar bisa memperoleh kesempurnaan dalam beribadah
kepada Tuhannya. Menurutnya, minimal ada tiga tujuan bagi seseorang yang
memasuki dunia tarekat untuk menyempurnakan ibadah, yakni : Pertama,
20
Ahmad Syafi’i Mufid, Tangklukan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama di
supaya “terbuka” sesuatu yang diimaninya, yakni Dzat Allah SWT, baik mengenai sifat-sifat, keagungan maupun kesempurnaan-Nya, sehingga ia dapat
mendekatkan diri kepada-Nya secara lebih dekat lagi, serta untuk mencapai
hakikat dan kesempurnaan kenabian dan para sahabatnya. Kedua, untuk
membersihkan jiwa dari sifat-sifat dan akhlak yang keji, kemudian
menghiasinya dengan akhlak-akhlak yang terpuji dan sifat-sifat yang diridhai
Allah dengan berpegang pada para pendahulu (shalihin) yang telah memiliki
sifat-sifat itu. Ketiga, untuk menyempurnakan amal-amal syari’at, yakni
memudahkan beramal shaleh dan berbuat kebajikan tanpa menemukan
kesulitan dan kesusahan dalam melaksanakannya.21
Sedangkan Kharisudin Aqib dalam bukunya mengatakan bahwa secara
garis besar dalam tarekat terdapat tiga tujuan yang masing-masing melahirkan
tata cara dan jenis-jenis amaliah kesufian. Ketiga tujuan pokok tersebut adalah
:
1) Tazkiyat al-Nafs
Tazkiyat al-Nafs atau penyucian jiwa adalah suatu upaya
pengkondisian jiwa agar merasa tenang, tentram dan senang beredekatan
dengan Allah (Ibadah), dengan penyucian jiwa dari semua kotoran dan
penyakit hati atau penyakit jiwa. Tujuan ini merupakan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh seorang salik atau ahli tarekat. Bahkan dalam tradisi
tarekat Tazkiyat al-Nafs ini dianggap sebagai tujuan pokok.22
Tazkiyat al-Nafs ini pada tataran praktenya kemudian akan melahirkan
beberapa metode yang merupakan amalan-amalan kesufian, diantaranya :
a) Zikr
Zikr berasal dari perkataan “zikrullah”. Ia merupaka amalan khas
yang harus ada dalam setiap tarekat. Yang dimaksud Zikr dalam
suatu tarekat adalah mengingat dan menyebut nama Allah, baik
secara lisan maupun batin (jahri dan sirri atau khafi). Didalam
tarekat, Zikr diyakini sebagai cara yang paling efektif dan efisien
untuk membersihkan jiwa dari segala macam kotoran dan
21
Ajid Thohir, Gerakan politik Kaum Tarekat : Telaah Historis Gerakan Politik
Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung : Pustaka
Hidayah, 2002). h. 60 22
penyakitnya, sehingga hampir semua tarekat menggunakan metode ini. 23
Dalam suatu tarekat, zikr dilakukan secara terus menerus
(istiqomah), hal ini juga dimaksudkan sebagai suatu latihan psikologis
(riyadat al-nafs), agar seseorang dapat mengingat Allah pada setiap
waktu dan kesempatan.24
b) „Ataqah atau Fida‟ Akbar
Ataqah atau penebusan ini dilaksanakan dalam rangka
membersihkan jiwa dari kotoran atau penyakit-penyakit jiwa. Bahkan
cara ini dikerjakan oleh sebagian tarekat sebagai penebus harga surga
atau penebus pengaruh jiwa yang tidak baik (untuk mematikan nafsu).
Bentuk dari cara ini (Ataqah) adalah seperangkat amalan tertentu
yang dilaksanakan dengan serius (mujahadah), seperti membaca surat
Al-Ikhlas sebanyak 100.000 kali atau membaca kalimat tahlil dengan
cabangnya sebanyak 70.000 kali dalam rangka penebusan nafsu amarah
atau nafsu-nafsu yang lain.
c) Mengamalkan syari’at
Dalam tarekat yang kebanyakan merupakan jam’iyyah para sufi sunni menetapi syari’at sebagai bagian dari tasawuf (meniti jalan mendekati kepada Tuhan). Karena menurut keyakinan para sufi sunni,
justru perilaku kesufian ini dilaksanakan dalam rangka mendukung
tegaknya syari’at. Sedangkan ajaran-ajaran dalam agama islam, khusunya
peribadatan mahdah, merupakan media atau sarana untuk membersihkan
jiwa. Seperti bersuci dari hadas, shalat puasa maupun haji.
d) Melaksanakan amalan-amalan sunnah
Amalan-amalan yang diyakini memiliki dampak besar terhadap
proses dan sekaligus tazkiyat al-nafsi adalah : membaca al-qur’an dengan
merenungkan arti dan maknanya, melaksanakan sholat malam (tahajud),
23
Ibid, h. 37
24
berzikir dimalam hari, banyak berpuasa sunnah dan bergaul dengan
orang-orang shaleh.
e) Berperilaku zuhud dan wara‟
Kedua perilaku sufistik ini akan sangat mendukung upaya tazkiyat
al-nafsi karena perilaku zuhud adalah tidak ada ketergantungan hati pada
harta, dan wara‟ adalah sikap hidup yang selektif. Orang yang
berperilaku demikian tidak berbuat sesuatu, kecuali benar-benar halal dan
benar-benar dibutuhkan.25
2) Taqarrub Ila Allah
Mendekatkan diri kepada Allah sebagai tujuan utama para sufi dan
ahli tarekat, biasanya diupayakan dengan beberapa cara yang cukup mistis
dan filosofis. Diantara cara-cara yang biasanya dilakukan oleh para pengikut
tarekat untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih efektif dsn
efisien adalah :
a) Tawasul
Tawasul atau berwasilah dalam upaya mendekatkan diri kepada
Allah yang biasa dilakukan di dalam tarekat adalah suatu upaya atau cara
(wasilah), agar pendekatan diri kepada Allah dapat dilakukan dengan
mudah dan lebih ringan. Diantara bentuk-bentuk tawasul yang biasa
dilakukan adalah : berhadiah fatihah kepada Syekh yang memiliki
silsilah tarekat yang diikuti sejak dari Nabi sampai mursyid yang
mengajar zikir kepadanya.
b) Muraqabah (kontemplasi)
Kontemplasi atau muraqabah adalah duduk bertafakkur atau
mengheningkan cipta dengan penuh kesungguhan hati denagn seolah-olah berhadap-hadapan dengan Allah, meyakinkan diri bahwa Allah senantiasa mengawasi dan memperhatikannya.
Sehingga dengan latihan muraqabah iniseseorang akan memiliki
niat ihsan yang baik dan akan dapat merasakan kehadiran Allah
dimana saja dan kapan saja ia berada. Ajaran muraqabah ini
bermacam-macam dan memiliki beberapa pembagian. Ada diantara
25
tarekat yang hanya mengajarkan satu muraqabah, ada yang empat
muraqabah, dan bahkan ada yang mengajarkan sampai dua puluh
muraqabah.26
Adapun tujuan akhir dari ajaran muraqabah ini adalah agar dapat
seseorang menjadi seorang mukmin yang sesungguhnya. Seorang hamba
Allah yang muhsin menghambakan diri kepadanya “ibadat” dengan
penuh kesadaran seolah-olah melihat-Nya.27
c) Khalwat atau „Uzlah
Khalwat atau „Uzlah adalah mengasingkan diri dari hiruk pikuknya
urusan duniawi. Sebagian tarekat tidak mengajarkan khalwat dalam arti
fisik, karena menurut kelompok ini khalwat cukup dilakukan secara
qalby (khalwat qalb. Sedangkan sebagian yang lain mengajarkan khalwat
atau uzlah secara fisik, ini diajarkan sebagai pengajaran untuk menuntun
agar dapat melakukan khalwat qalbi. Ajaran khalwat ini diajarkan
dengan mengambil i‟tibar kepada sirah Nabi pada masa menjelang
pengangkatan kenabiannya. Dan dalam pelaksanaan khalwat ini diisi
dengan berbagai macam mujahadah (upaya sungguh-sungguh) untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam tradisi Tarekat
Naqsabandiyah di Jwa khalwat ini dikenal dengan istilah suluk.
3) Tujuan-tujuan lain
Sebagai jam’iyyah yang menhimpun para calon sufi (salik) yang
kebanyakan terdiri dari masyarakat awam dan tidak sedikit yang berpredikat
mubtadi‟in. Maka dalam tarekat terdapat amalan-amalan yang merupakan konsumsi masyarkat awam. Diantara amalan-amalan tersebut adalah :
1) Wirid
Wirid jamaknya aurad. Yang berarti adalah seruan yang mengandung
permohonan tertentu kepada Allah.28
Sedangkan dalam bukunya Kharisudin Aqib mengatakan bahwa:
26
Ibid, h. 40
27
Ibid, h. 85
28
Wirid adalah suatu amalan yang harus dilakukan secara istiqomah,
pada waktu-waktu yang khusus seperti setiap selesai mengerjakan sholat atau waktu-waktu tertentu yang lain. Wirid ini biasanya
berupa potongan-potongan ayat atau shalawat ataupun asma‟ul
husna. Perbedaannya dengan zikir diantaranya adalah : kalau zikir
diijazahkan oleh seorang mursyid dalam prosesi bai‟at atau talqin
atau khirqah. Sedangkan wirid tidak harus diijazahkan oleh seorang
mursyid dan tidak diberikan dalaam prosesi bai‟at. Sedangkan
dalam sudut tujuan juga memiliki perbedaan antara keduanya. Zikr
hanya dilakukannya satu-satunya untuk mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan wirid biasa dikerjakan justru untuk kepentingan-kepentingan tetentu yang lain. Seperti untuk melancarkan rizki,
kewibawaan dan sebagainya.29
2) Manaqib
Manaqib atau kebajikan atau perbuatan luhur, yang merupakan ritual
mengenang para wali yang merupakan perihal kehidupan, catatan
anekdot para wali dan orag-orang saleh.30
Manaqib sebenarnya adalah biografi seseorang, tetapi manaqib
(biografi) seorang sufi atau waliyullah seperti Syekh Abd. Qadir
al-Jailani atau Syekh Baha’udin an-Naqsabandi diyakini oleh para
murid tarekat memiliki kekuatan spiritual (berkah). Sehingga
bacaan manaqib itu seringkali dijadikan sebagai amalan, terutama
untuk tujuan terkabulnya hajat-hajat tertentu. Amalan manaqib ini
bahkan bisa lebih populer dibandingkan dengan tarekat itu sendiri. Tarekat Qadiriyah misalnya, di Jawa tidak banyak dianut oleh masyarakat islam, bahkan secara organisasi tidak ada, akan tetapi
organisasi pengamal manaqib Syekh Abd. Qadir al-Jailani justru
berkembang sangat besar, terutama di Jember Jawa Timur sebagai
pusatnya, begitu juga masyarakat awam banyak yang
mengamalkannya walaupun mereka belum menjadi pengikut tarekat.
3) Ratib
Ratib adalah seperangkat amalan yang biasanya harus diwiridkan
oleh para pengamalnya. Tetapi ratib ini merupakan kumpulan dari
beberapa potongan ayat atau beberapa surat pendek yang digabung dengan bacaan-bacaan lain seperti istighfar, tasbih, shalawat,
asma‟ul husna, dan kalimat tayyibah dalam suatu rumusan komposisi (jumlah bacaan masing-masing) telah ditentukan dalam
paket amalan khusus. Ratib ini biasanya disusun oleh seorang
mursyid besar dan diberikan secara ijazah kepada para muridnya
29
Kharisudin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa
naqsabandiyah, h. 43
30
dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan spiritual dan wasilah
dalam berdo’a untuk kepentingan dan hajat-hajat besarnya.
4) Hizib
Hizib adalah suatu do’a yang panjang, dengan lirik dan bahasa
yang indah yang disusun oleh sufi besar. Hizib ini biasanya merupakan
do’a andalan sang sufi yang juga diberikan kepada para muridnya secara
ijazah sharih. Hizib diyakini oleh kebanyakan masyarakat islam
(kebanyakan santri) sebagai amalan yang memiliki daya kontrol spiritual
yang sangat besar terutama jka diperhadapkan dengan ilmu-ilmu ghaib
dan kesaktian.31
d. Macam-macam Tarekat
Menurut Jumhur Ulama’, pada abad ini terdapat 41 macam tarekat.
Masing-masing mempunyai syekh, kaifiat dzikir dan upacara ritual, antara lain
sebagai berikut :
1) Tarekat Qadiriyah
Tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani, lahir
diwilayah Tibristan pada tahun 471 H (1078 M), dan wafat di Baghdad pada
tahun 561 H (1168 M). Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad
Muhyidin Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah Al-Husna Al-Jailani.
Pada tahun 488 H, ketika masih remaja, malanjutkan pelajarannya ke
Baghdad, belajar kepada beberapa guru dan Syekh dalam berbagai ragam
disiplin ilmu, terutama tasawuf. Ia menganut madzhab Hanbali, dia seorang
yang cerdas, budiman, lebih menonjol dalam ilmu fikih, komunikasi dan
informal, serta tekun mempelajari sastra dan hadist. Pada tahun 528 H
mengajar dan berfatwa di Baghdad. Karangannya antara lain:
Pengikut tarekat qadiriyah memegang prinsip tasamuh, toleransi,
karena Syekh Abdul Qadir al-Jailani menegaskan kepada mereka : “Kita
31
Kharisudin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa
tidak hanya mengajak diri sendiri tetapi juga mengajak semua makhluk
Allah supaya menjadi seperti kita”.32
Perkembangan tarekat ini keberbagai daerah kekuasaan islam diluar
Baghdad adalah suatu hal yang wajar. Karena sejak zaman Syekh Abdul
Qadir al-Jailani sudah ada beberapa muridnya yang mengajarkan metode
dan ajaran tasawufnya keberbagai negeri islam, diantaranya : Ali
Muhammad al-Haddad di daerah Yaman, Muhammad Al-Bata’ihi didaerah
Balbek dan di Syiria dan Muhammad Ibn Abd. Shamad menyebarkannya di
Mesir. Demikian juga karena kerja keras dan ketulusan putra-putri Syekh
Abdul Qadir al-Jailani sendiri untuk melanjutkan tarekat ayahhandanya,
sehingga pada abad 12-13 M, tarekat ini telah tersebar keberbagai daerah
islam, baik di Barat maupun di Timur.
Tarekat qadiriyah sampai dengans sekarang ini (abad XX), masih merupakan tarekat yang terbesar didunia islam, dengan berjuta-juta pengikutnya. Mereka tersebar diberbagai penjuru dunia seperti Yaman, Mesir, India, turki, Syiria dan Afrika. Trimingham juga mencatat ada 29 jenis tarekat baru yang merupakan modifikasi baru dari tarekat qadiriyah. Ini terjadi karena dalam tarekat qadiriyah ada kebebasan bagi para murid yang telah mencapai tingkat mursyid, untuk tidak terikat dengan metode yang diberikan oleh mursyidnya.
Dan bisa membuat metode riyadat tersendiri. Keduapuluh sembilan
jenis tarekat tersebut menyebar keberbagai belahan dunia islam, disamping tarekat qadiriyah itu sendiri, dan tarekat-tarekat lain yang belum terjangkau dalam penelitian Trimingham, seperti tarekat qadiriyah naqsabandiyah di Indonesia. Tarekat ini masuk Indonesia
tahun 1870-an.33
2) Tarekat Naqsabandiyah
Nama tarekat besar ini dinisbatkan kepada seorang sufi besar yang
hidup antara tahun 717 H / 1317 M – 791 H / 1389 M. Dikota Bukhara,
wilayah Yugoslowakia sekarang. Ia adalah Muhammad Ibn Muhammad
Baha’uddin al-Uwaisi al-Bukhari al-Naqsabandi. Al-Naqsabandi dilahirkan
32
Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsabandiyah, , h. 14
33
Kharisudin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa
didesa Hinduan yang terletak beberapa kilometer dari kota Bukhara, disini
pula ia wafat dan dimakamkan.34
Ghujdawani adalah peletak dasar ajaran tarekat ini, yang kemudian
ditambah oleh al-Naqsabandi. Kalau Ghujdawani hanya merumuskan
delapan ajaran pokok, maka setelah ditambah oleh al-Naqsabandi dengan
tiga ajaran pokok, maka ajaran tarekat Naqsabandiyah menjadi sebelas.
Pusat perkembangan tarekat Naqsabandiyah ini berada didaerah Asia
Tengah. Dan diduga keras bahwa tarekat ini telah menyebar sejak abad 12
M, dan sudah ada pemimpin laskar yang menjadi guru Ghujdawani.
Sehingga tarekat ini berperan penting dalam kerajaan Timurid. Apalagi
setelah tarekat ini berada dibawah kepemimpinan Nashiruddin Ubaidillah
al-Ahrar (1404-1490 M), maka hampir seluruh wilayah Asia tengah
“dikuasai” oleh tarekat Naqsabandiyah.35
Tarekat Naqsabandiyah mulai masuk ke India diperkirakan mulai pada
masa pemerintahan Babur-Pendiri Kerajaan Mughal (w.1530 M) di India.
Karena kepemimpinan Ubaidillah al-Ahrar (Asia Tengah) Yunus Khan
Mughal, paman Babur yang tinggal dipemukiman Mongol sudah menjadi
pengikut tarekat ini. Akan tetapi perkembangan di India baru mulai pesat
setelah kepemimpinan Muhammad Baqi Billah. Pengikutnya terbanyak di
Sumatra Utara, Riau, Jawa, Madura, Malaysia, dan thailand.36
3) Tarekat Syadziliah
Tarekat Syadziliah didirikan pada pertengahan abad ke-13 M,
dianggap tarekat sufiah yang utama memasukkan tasawuf kenegeri Arab.
Pusatnya di Boharit Maroko. Pendirinya Syekh Abu Hasan bin Abdullah bin
Abdul Jabbar bin Hormuz As-Syadzili Al-Maghribi Al-Husaini Al-Idrisi,
keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Ia dilahirkan pada tahun 591 H (1195 M), di Gahamarah, sebuah desa
dekat Subtah, Afrika. Ia memperdalam ilmu fikih dan tasawuf di Tunis.
34
Ibid, h. 49
35
Ibid, h. 50
36
Karena bermukim di syadzili, maka tarekat yang didirikannya itu dinamakan “syadziliah”.
Setelah melakukan perjalanan ke negeri-negeri sebelah Timur, mengerjakan haji dan mengunjungi Irak, ia menetap di Iskandariah
dan wafat pada tahun 615 H (1219 M) di padang pasir “Aidzab“,
dalam perjalanan haji. Abu Hasan bertalian darah dengan penguasa maghribi dan menjelang kewafatannya matanya rabun. Beliau meninggalkan kenangan yang tak terlupakan di Afrika, yakni yang
terkenal “Hisbuz Syadzili”, dan beberapa kitab ternama tentang adab
tasawuf, dengan judul “Al-Amin” dan “Assirul” Jalil fi Khawashibi
Hasbunallahi wani’mal wakil”. 37
Adapun pemikiran-pemikiran tarekat al-syadziliyah adalah :
a) Tidak menganjurkan kepada murid-muridnya untuk meninggalkan
profesi dunia mereka.
b) Tidak mengabaikan dalam menjalankan syari’at islam.
c) Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya
zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan.
d) Tidak ada larangan bagi kaum salik untuk menjadi milioner yang
kaya, asalkan hatinya tidak tergantung pada harta yang dimilikinya.
e) Berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan
ummat, berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang
dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniai,
dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik.
f) Tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan
menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
g) Dalam kaitannya dengan ial-ma’rifah, al-Syadzili berpendapat
bahwa ma’rifah adalah salah satu tujuan ahli tarekat atau tasawuf.38
4) Tarekat Tijaniah
Tarekat Tijaniah yang tersebar luas di Maghribi didirikan oleh Sayid
Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Ahmad Syarif
37
Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsabandiyah, , h. 16
38
Sri Mulyati, Mengenal & Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di indonesia,
Tijani, lahir pada tahun 1150 H (1737 M). Ia alim dalam ilmu ushul (pokok)
dan furu’ (cabang), ahli tasawuf, bermadzhab maliki, madzhab yang
berpengaruh di Afrika Utara. Selama beberapa waktu berdomisili di
Tilmisan. Menunaikan ibadah haji pada tahun 1186 M, melalui Tunis.
Kemudian kembali ke Fas dan mengadakan perjalanan ke Tawat. Kemudian
kembali ke Fas, seolah-olah ia senang tinggal disitu sampai wafat tahun
1236 H (1815 M). Beberapa orang sahabatnya telah menerbitkan buku
riwayathidupnya dengan judul “Jawahirul Ma‟an”. Tarekat Tijaniah
menganut prinsip tasamuh atau toleransi, menurut jejak pendirinya yang
bersikap toleransi terhadap kalangan bukan muslim, dengan tidak
mengurangi hak-hak agama dan kehormatan kaum muslimin.39
Dasar pokok dari tarekat ini adalah toleransi dengan baik menghadapi
orang yang memusuhi mereka, semboyan tarekat tijaniah adalah firman
Allah surat Al-Baqarah 194 :
....
Artinya :Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS.Al-Baqarah : 194)
Oleh karena itulah kitab “Hadhirul „Alamil Islami” menyatakan
bahwa penganut tarekat tijaniah mempergunakan kekuatan untuk
menghadapi musuh mereka, orang Prancis. Sikap tasamuh atau toleransi
yang dikembangkan selama ini, berubah pada pertengahan abad ke-13
ketika mereka menantang kulit putih, kelompok “La Fajre” dengan
fanatik.40
39
Fuad Said, h. 17
40
Bentuk amalan tarekat tijaniah terdiri dari dua jenis, yakni: pertama,
wirid wajibah, yakni wirid-wirid yang wajib diamalkan oleh setiap murid tijaniah, tidak boleh tidaj, dan yang memiliki ketentuan pengamalan dan waktu serta menjadi ukuran sah atau tidaknya
menjadi murid tijaniah. Bentuk wirid wajibah terdiri dari tiga jenis
wirid pokok yaitu : (1) wirid lazimah, (2) wirid wazhifah, dan (3)
wirid hailalah. Setiap jenis wirid ini memiliki ketentuan waktu, isi, dan teknik yang berbeda-beda. Namun, ketiganya harus diamalkan dan dimiliki oleh setiap murid serta menjadi syarat sahnya menjadi
murid tijaniah. Kedua, wirid ikhtiyariyah, yakni wirid yang tidak
mempunyai ketentuan kewajiban untuk diamalkan dan tidak menjadi
ukuran syarat sah atau tidaknya menjadi murid tijaniah. 41
5) Tarekat Sanusiah
Tarekat Sanusiah muncul di Afrika Utara, didirikan oleh Sayid
Muhammad bin Ali As-Sanusi, lahir pada 1791, ia seorang alim dan
mujtahid. Tarekat yang dipimpinnya berkembang luas dari Maroko sampai
Somali, terutama didaerah pedalaman Libia. Dasar tarekat ini adalah ajaran
islam dan lapangan kerjanya mendidik umat supaya dapat mengendalikan
hawa nafsu untuk keselamatannya dari dunia sampai akhirat. Tarekat
Sanusiah menurut Syekh Ahmad Syarbasi guru besar Universitas Al-Azhar,
Kairo berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Penjajah di benua Eropa
menganggapnya sebagai sesuatu yang membahayakan. Perjuangan mereka
tidak saja dalam dzikir dan wirid-wirid, tetapi juga berjihad menegakkan
kebenaran.42
Setelah Sanusi wafat ia digantikan oleh putranya Al-Mahdi. Al-Mahdi
melanjutkan jihad dan perjuangan ayahnya dengan mendirikan pusat latihan
rohani diberbagai daerah, sehingga dalam waktu relatif singkat, namanya
menjadi populer. Kaum penjajah berusaha memberhentikan kegiatannya,
namun ia terus berjuang, bahkan lebih mempergiat dakwah dan membangun
mental umat. Disamping mengajar, ia juga mendidik pengikutnya supaya
berjihad menantang musuh-musuh Islam.43
41
Sri Mulyati, Mengenal & Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di indonesia,
h.222
42
Fuad Said, h. 19
43
Pesan dari sebagian tokoh-tokoh tarekat sanusiah : “jangan menghina
seseorang, baik orang islam, maupun Nasrani, Yahudi dan orang-orang kafir
lain. Mungkin mereka lebih baik dari anda disisi Allah, sebab anda tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada akhirnya”.
Diantara kebiasaan penganut tarekat sanusiah, mereka membeli budak
di Sudan, diasuh di Jaghbub. Sesudah dewasa dan berilmu, dimerdekakan
dan diterjunkan ke masyarakat sebagai juru dakwah dalam rangka
pengembangan agama islam di segenap penjuru Benua Afrika.44
Dalam tarekat sanusiah, zikir bisa dilakukan bersama-sama atau
sendirian. Tujuan zikir itu lebih dimaksudkan untuk “melihat Nabi”
ketimbang “melihat Tuhan”, sehingga tidak dikenal “keadaan eksatis” sebagaimana yang ada pada tarekat lain. Untuk “melihat Nabi”, pelantun zikir harus berkonsentrasi membayangkan diri Nabi didlam
hatinya sampai ia dapat “melihat Nabi” dalam keadaan bangun dan
tidur dan dapat mengajukan pertanyaan kepadanya. Agar dapat melakukan hal seperti ini, seseorang harus menjadikan seorang sufi
sebagai wakil spiritual Nabi.45
6) Tarekat Rifa’iah
Tarekat Rifa’iah didirikan oleh Syekh Ahmad bin Abu al-Hasan
Ar-Rifa’i, wafat tahun 570 H (1175 M). Penganutnya banyak di daerah Maroko dan Al-Jazair.
7) Tarekat Sahrawardiah
Tarekat ini dibangsakan kepada pendirinya Syekh Abu Al-Hasan bin
Al-Sahrawardi yang meninggal pada tahun 638 H (1240 M). Pengikutnya
terbanyak di Afrika