• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etos Kerja Masyarakat Pesisir di Desa Simpang Tiga Jaya Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komring Ilir Provinsi Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Etos Kerja Masyarakat Pesisir di Desa Simpang Tiga Jaya Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komring Ilir Provinsi Sumatera Selatan"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN OGAN KOMRING ILIR PROVINSI

SUMATERA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperole hgelar

Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh: RODI HANEDI NIM: 108054000010

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i NAMA: RODY HANEDY

NIM: 108054000010

JUDUL: Etos Kerja Masyarakat Pesisir DI Desa Simpang Tiga Jaya Kecamatan Tulung Selapan Kabupatyen Ogan Komring Ilir Provinsi Sumatra Selatan.

Sebagai Negara maritime Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Kawasan inilah yang disebut kawasan pesisir yang memiliki potensi dan sumber daya alam yang berlimpah. Walaupun wilayah pesisir dihuni oleh banyak orang yang gagal memanfaatkannya. Maka wilayah pesisir sering dikatakan sebagai kantung-kantung kemiskinan yang strurtural dan potensial.khususnya di desa simpang tiga jaya terjadinya kesenjangan perekonomian, sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya potensi kelautan Indonesia sangat beragam dan melimpah. Namun mengapa justru para penduduk pantai khususnya petani dan nelayan tradisioanal justru terlilit masalah kemiskinan.

Mayoritas masyarakat kita adalah islam, dan dalam konteks ini peran agama menjadi sangat penting, terutama dalam kaitannya membentuk Etos Kerja produktif dan mandiri. Penelitian ini dilakukan di Pesisir pantai Desa Simpang Tija Jaya. Kabupaten Ogan Komring Ilir Sumatra Selatan. Dan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Etos Kerja Masyarakar pesisir di desa simpang tiga jaya ? serta bagaimana keterkaitan Etos Kerja yang sudah dimiliki masyarakat pesisir pantai simpang tiga jaya dengan peningkatan kesejahteraan mereka.

(6)

ii

Alhamdulillahllahirabbilalamiin atas berkat rahmat Allah SWT, Tuhan

semesta alam yang selalu memberikan limpahan karunia kepada hambanya. Skripsi yang berjudul “”Etos Kerja Masyarakat Pesisir di Desa Simpang Tiga Jaya, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komring Ilir Provinsi Sumatera selatan” ini telah berhasil penulis rakumangkan. Guna mendapatkan gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam tak lupa selalu penulis curahkan kepada baginda

Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umat yang selalu setia

pada syafaatnya hingga akhir zaman. Terima kasih penulis hanturkan kepada

semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Atas bantuan

baik itu berupa dukungan, tenaga maupun waktu dan materi. Tiada kata-kata yang bisa mengugkapkan rasa terima kasih penulis selain ’Jazakumullah Khairaa Katsira” semoga kebaikan dari semua pihak dibalas Allah dengan berlipat ganda. Adapun pihak-pihak yang berjasa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang

mendalam kepada :

1. Bapak Dr. Arif subhan M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Wati Nilamsari, M.Si. selaku KETUA jurusan Pengembangan Masyarakat

Islam.

3. Bapak M. Hudri, M.A. selaku Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat

Islam.

4. Ibu Nurul Hidayati, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi petunjuk dan nasehat

(7)

iii

6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan

Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmul Komunikasi yang telah

menyediakan buku dan fasilitas Wifi untuk mendapatkan referensi dan

memperkaya skripsi ini.

7. Keluarga Tercinta, Ayahanda Muhammad Damiri Afendi dan Ibunda Jamila

beserta adik-adikku Rizal Afendi, Mardina, Rosaldi Bagus Santoso yang selalu setia memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril dan materil, serta kasih sayang yang besar sehingga penuh dapat menyelesaikan study ini dengan baik dan lancar.

8. Sahabat-sahabatku terimah kasih yang selalu meberikan dukungan baik suka

dan duka dan kebersamaan selama penulis menggarap skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa (Pengembangan Masyarakat Islam)

angkatan 2008

Terima kasih dengan tulus untuk semuanya,penulis hanya bisa berdo’a

semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan study di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini dibalas oleh Allah

SWT.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca padaumumnya.

Jakarta, 30 September 2014

(8)

iv HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIBIMBING

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR. ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL. ... vii

DAFTAR LAMPIRAN. ... BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ... 1

B. Batasan Masalah. ... 6

C. Rumusan Masalah. ... 7

D. Tujuan Penelitian. ... 7

E. Manfaat Penelitian. ... 8

F. Metodologi Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Etos Kerja ... 10

1. Pengertian Etos Kerja. ... 10

2. Terbentuknya Etos Kerja Islami. ... 12

(9)

v

B. Masyarakat Pesisir ... 21

1. Pengertian Masyarakat Pesisir ... 21

2. Karacteristik Masyaakat Pesisir ... 27

3. Sistim Kekerabatan Mayarakat Nelayan ... 29

4. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. ... 32

5. Gaya Hidup Nelayan ... 36

6. Strategi Pemberdayaan Nelayan. ... 36

7. Perspektif Nelayan Terhadap Pendidikan Dini. ... 39

BAB III METODOLOGI PRNELITIAN. A. Metodologi Penelitian. ... 42

B. Lokasi dan Jadwal Penelitian. ... 43

C. Populasi dan Sampel... 43

D. Variabel.. ... 44

E. Tekhnik Pengumpulan Data. ... 44

1. Observasi.. ... 45

2. Dokumentasi... 46

3. Wawancara. ... 46

4. Angket. ... 47

(10)

vi

B. Deskriptip Data Responden Penelitian. ... 57

C. Deskripsi Data. ... 58

D. Hasil Penelitian. ... 59

BAB V KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan. ... 76

B. Saran . ... 77

DAFTAR PUSTAKA. ... 78

(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Sebagai Negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia,

dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dari 67.439 desa di Indonesia kurang

lebih 9.261 desa dikatagorikan sebagai desa pesisir. Yang sebagian besar

penduduknya miskin.1

Sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan, kawasan pesisir

merupakan kawasan yang unik ditinjau dari karakteristiknya ekososio-sistemnya,

yakni: (a) kawasan pesisir merupakan multiple-use zona yang memiliki

keanekaragaman hayati yang tinggi, dan memiliki open access untuk semua yang

berkepentingan, (b) beberapa habitat di kawasan pesisir menpunyai atribut

ekologis” (spesies endemic, spesies langka dll) dan ”proses-proses ekologis”

(daerah pemijahan, daerah asuhan, alur migrasi biodata dll) yang menentukan

daya dukungan kawasan pesisir dalam menunjang pembangunan yang

berkelanjutan, dan (c) seluruh limbah dan sediment yang berasal dari daratan

(kawasan hulu) akan mengalir dan terakumulasi di kawasan pesisir.2

Jika ditinjau dari fungsinya, ekosistem pesisir memiliki empat fungsi utama

bagi kehidupan manusia, yaitu:

1) Sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan.

Sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan

1

Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006),h-1 2

(12)

3 Sebagai penyedia sumber daya alam

4 Sebagai penerima atau penyerap limbah

Sebagai pendukung eksistensi kehidupan manusia. Wilayah pesisir

menyediakan jasa-jasa pendukung kehidupan seperti udara yang sangat segar, air

yang bersih dan juga ruang bagi barbagai kegiatan manusia.3

Bank dunia memper hitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49% dari total

penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan

tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000,– per hari.

Badan Pusat Statistik (BPS) dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank

dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia “hanya” sebesar 34,96 juta

orang (15,42%). Angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan

ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS. Namun, terlepas dari perbedaan angka-angka

tersebut, yang terpenting bagi kita adalah bukan memperdebatkan masalah

banyaknya jumlah orang miskin di Indonesia, tapi bagaimana menemukan solusi

untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut.

Dengan potensi yang demikian besar, kesejahteraan nelayan justru sangat

minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar (63,47%) penduduk miskin

di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan

bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan)

hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan

upah nominal harian seorang buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp.

48.301,- per hari. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat

antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir.

(13)

Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya

angka kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula memicu sebuah

lingkaran setan karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya

lingkungan pesisir, namun penduduk miskin pulalah yang akan menanggung

dampak dari kerusakan lingkungan. Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan

jika praktik perikanan yang merusak masih sering terjadi di wilayah pesisir.

Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan penangkapan ikan karang

dengan cyanide masih jauh lebih besar dari pendapatan mereka sebagai nelayan.

Dengan besarnya perbedaan pendapatan tersebut di atas, sulit untuk mengatasi

masalah kerusakan ekosistem pesisir tanpa memecahkan masalah kemiskinan

yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri.

Wilayah pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan

merupakan sumber daya pontensial di Indonesia. Wilayah ini merupakan kawasan

yang mempunyai karakteristik dan problem yang unik dan kompleks. Unik secara

ekonomi karena berkontribusi penting sebagi sarana pelabuhan dan bisnis

komersial lainnya, yang dapat menghasilkan banyak keuntungan financial. Karena

itu tidaklah mengherankan jika wilayah pesisir dihuni oleh oleh lebih dari

setengah penduduk dunia.4

Berdasarkan pada potensi wilayah tersebut, sumber daya kelautan akan

menjadi tumpuan harapan bangsa di masa depan. Di dalam wilayah laut dan

pesisir tersebut terkandung sejumlah potensi pembangunan yang besar dan

beragam, antara lain sumber daya bisa diperbaharui, sumber daya yang tidak bisa

4

(14)

diperbaharui, environmental service, dan lagi temuan benda-benda berharga asal

muatan kapal yang tenggelam dibawah permukaan laut yang memiliki nilai

ekonomi dan sejarah yang tinggi.5

Mereka yang menghuni wilayah pesisir disebut sebagai masyarakat pesisir.

Masyarakat pesisir diartikan sebagai kelompok orang yang bermukin di wilayah

pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa

lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, penbudidaya ikan atau udang,

pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut,

pemilik galangan kapal dan coastal dan engineering.6

Walaupun wilayah pesisir dihuni oleh banyak orang serta memiliki potensi

yang sangat besar, namun tidak sedikit orang gagal memanfaatkannya. Sebagai

contoh masyarakat pesisir nelayan kecil, umumnya masih sangat miskin dengan

tingkat pendapatan rendah, posisi tawar mereka sangat rendah dan permasalahan

hidup lainnya.7

Oleh karena banyak orang yang gagal memanfaatkan wilayah pesisir maka

wilayah pesisir sering dikatakan sebagai kantong-kantong kemiskinan struktural

yang pontesial. Pada dasarnya pengelolaan sosial dalam masyarakat nelayan dapat

ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama, dari segi penguasaan alat-alat produksi

atau peralatan tangkap, struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori

nelayan pemilik (alat produksi) dan nelayan buruh. Dalam kegiatan produksi

nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dan memperoleh hak-hak

5

Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005),h-133

6

Burhanudin Safari, dkk, h-14 7Ibid.,

(15)

yang sangat terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya,

struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan besar dan nelayan

kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam

usaha perikanan relatif banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya.

Ketiga dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan,

masyarakat nalayan modern reltif kecil dibandingkan nelayan tradisional.8

Dalam masa-masa sepi penghasilan, biasanya para istri dan anak-anak

nelayan, harus berjuang keras ikut mencari nafkah dengan melakukan segala

pekerjaan yang mendatangkan penghasilan. Demikan juga ketika sedang tidak

melaut, nelayan buruh dapat berkerja apa saja di daratan untuk memperoleh

penghasilan sehingga kelangsungan hidup rumah tangganya dapat dijamin. Seperti

bekerja di tambak udang atau ikan, itu salah satu artenatif jalan keluar jika

datangnya musin para pelaut anjelok. Akan tetapi, sejauh mana peluang-peluang

kerja tersebut bisa di peroleh anggota-anggota rumah tangga nelayan buruh sangat

ditentukan juga oleh karakteristik struktur sumber ekonomi desa setempat.9

Oleh sebab itu keadaan seperti ini akan mengakibatkan keadaan mereka

manjadi terpuruk. Sebagi mana yang dikatakan oleh Yusuf Solichien

Martadiningrat ketua Umum DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)

di Medan, Sumatera Utara, belum lama ini, data yang ia miliki menyatakan bahwa

sedikitnya 14,58 juta atau sekitar 92% dari 16,2 juta nelayan di Indonesia hidup di

bawah garis kemiskinan.10

8

Kusnadi, Komflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta : LKIS, 2006), h-9 9Ibid.,

h-7 10

(16)

Begitu pula dengan yang terjadi pada masyarakat pantai pesisir di desa

simpang tiga jaya yang mayoritas di desa ini adalah nelayan, setelah peneliti

mengamati adanya kesenjangan sosial yang terjadi pada masyarakat tersebut.

Maka dari itu penulis ingin mengetahui lebih dalam faktor yang menjadikan desa

ini mengalami kesenjangan sosial khususnya dalam hal kesejahteraan dalam

bidang ekonomi sehari-hari.

Atas dasar hal-hal yang telah dibahas maka sepertinya menjadi penting bagi

kita untuk mengetahui atau mempelajari sudahkah etos kerja diterapkan oleh

masyarakat dalam meningkatkan taraf kesejahteraannya, yang khususnya dalam

hal ini adalah masyarakat pantai pesisir di desa Simpang Tiga Jaya.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti lebih jauh bagaimana

etos kerja yang diterapkan oleh masyarakat pesisir desa Simpang Tiga Jaya serta

bagaimana kaitannya dengan peningkatan taraf kesejahteraannya. Untuk penulis

memilih judul ”Etos Kerja Masyarakat Pesisir di Desa Simpang Tiga Jaya,

Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komring Ilir Provinsi

Sumatera selatan”.

B.Batasan Masalah

Agar masalah penelitian ini tidak terlalu luas maka peneliti memberikan

batasan masalah:

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Etos kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebiasaan kerja

atau cara kerja yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di desa simpang

(17)

2. Kesejahteraan ekonomi yaitu terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang

mendasar pada setiap masyarakat yang tinggal di desa simpang tiga

jaya. Kebutuhan-kebutuhan yang dapat menunjang kehidupan

masyarakat menjadi lebih mudah seperti pendidikan dan lembaga

swadaya masyarakat yang turut menunjang dan andil untuk mencapai

kesejahteraan suatu daerah.

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan yang dijelaskan, maka rumusan masalah

pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana etos kerja masyarakat Desa Simpang Tiga Jaya?

2. Apakah etos kerja yang dimiliki masyarakat Desa Simpang Tiga Jaya

dapat memperbaiki kesenjangan sosial yang terjadi di desa tersebut?

3. Apa faktor penyebab yang mempengaruhi etos kerja masyarakat Desa

Simpang Tiga Jaya?

D.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui etos kerja yang dimiliki masyarakat desa simpang

tiga jaya.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana etos kerja yang dimiliki

oleh masyarakat Desa Simpang Tiga Jaya.

3. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi etos kerja

(18)

E.Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi universitas

yang membidangin ilmu sosial, khususnya jurusan pengembang masyarakat,

dalam rangka menciptakan program pendidikan, kurikulum, serta network

untuk pendidikan.

2. Penelitian ini agar diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan

pengaruh, baik bagi para pembacanya maupun bagi para praktisi

pengembangan masyarakat, khususnya yang membidangi ilmu sosial.

3. Penelitian ini ddiharapkan dalap memberikan informasi dan bahan masukan

bagi lembaga-lembaga khususnya yang berada di desa simpang jaya agar

lebih meningkatkan lagi sumber daya masyarakat untuk tercapainya

perekonomian yang lebih baik.

F.Metodologi Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis yaitu menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian

berupa data dan informasi yang berkaitan dengan tema yang diteliti.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui etos kerja yang dimiliki

masyarakat Desa Simpang Tiga Jaya. Maka untuk mengetahui lebih dalam etos

kerja yang dimiliki masyarakat Desa Simpang Tiga Jaya peneliti mempersiapkan

angket yang akan disebarkan kepada sampel yang telah dipilih secara random atau

acak dari banyaknya populasi yang ada di Desa Simpang Tiga Jaya. Adapun

(19)

pengamatan dan menggunakan data dokumentasi, wawancara kepada beberapa

pihak yang terpilih untuk memperkuat analisa peneliti dan upaya melengkapi

(20)

BAB II

kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu.Etos dibentuk oleh

berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta system nilai yang diyakini.11

Menurut Nurcholis Madjid, etos berasal dari bahasa yunani (ethos), artinya

watak atau karakter. Secara etos adalah karakter dan sikap, kebiasaan serta

kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seorang individu atau

sekelompok manusia.12

Sedangkan menurut Geertz, etos suatu bangsa adalah sifat, watak, kualitas

kehidupan mereka, moral, gaya, estetis, dan suasana-suasana hati mereka. Etos

adalah sikap mendasar terhadap dari mereka dan terhadap dunia mereka yang

direfleksikan dalam kehidupan.13

Berdasarkan defenisi etos diatas maka peneliti mendefinisikan etos sebagai

sikap atau pola prilaku seseorang terhadap sesuatu.

11 K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerji, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 15 12 Ibid.,

h.26 13

Kusnadi, JaminaSosial Nelayan, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,2007), h.102

(21)

Teori Weber tertarik untuk membahas masalah manusia yang dibentuk oleh

budaya di sekitarnya, khususnya agama. Weber tertarik untuk mengkaji pengaruh

agama, pada saat itu adalah protestanisme yang mempengaruhi munculnya

kapitalisme modern di Eropa. Pertanyaan yang diajukan oleh Weber adalah

mengapa beberapa negara di Eropa dan Eropa mengalami kemajuan yang pesat di

bawah system kapitalisme. Setelah itu, Weber melakukan analisis dan mencapai

kesimpulan bahwa salah satu penyebabnya adalah Etika Protestan.

Kepercayaan atau etika protestan menyatakan bahwa hal yang menentukan

apakah mereka masuk surge atau masuki neraka adalah keberhasilan kerjanya

selama di dunia. Apabila dia melakukan karya yang bermanfaat luas maka dapat

dipastikan bahwa dia akan mendapatkan surga setelah mati. Semangat inilah yang

membuat orang protestan melakukan kerja dengan sepenuh hati dan etos kerja

yang tinggi. Dengan demikian, seluruh pekerjaan yang dilakukan akan serta-merta

menghasilkan surga dan agregat semangat individual inilah yang memunculkan

kapitalisme di Eropa dan Amerika.

Hasil penelitian Weber ini merupakan penelitian pertama yang

menghubungkan antara agama dan pertumbuhan ekonomi. Dan jika diperluas,

maka agama bisa menjadi sebuah kebudayaan dan hal ini kemudian merangsang

penelitian mengenai bagaimana hubungan antara kebudayaan dan pertumbuhan

ekonomi. Selanjutnya, istilah Etika Protestan ini menginspirasi Robert Bellah

yang menulis tentang agma Tokugawa yang ada di Jepang dan pengaruhnya

terhadap pertumbuhan ekonomi di Jepang, hal itu bisa dilihat bagaimana tingginya

(22)

diIndonesia, bahwa semangat agama di Indonesia dapat mendukung, mendorong

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.14

1.2. Pengertian Kerja

Ada pun kerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBB) kegiatan

melakukan sesuatu yang dilakukan (diperbuat) yang dilakukan untuk mencari

nafkah atau mata pencaharian.15

Dalam buku Membudayakan Etos Kerja Islami, makna bekerja bagi seorang

muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh

aset, pikir, dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakan arti dirinya

sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya

sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain dapat juga kita

katakana bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.16

Berdasarkan definisi kerja diatas, maka peneliti mendefinisikan kerja

sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mengarahkan tenaga, pikiran, dan

kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan.

1.3. Pengertian Etos Kerja

Etos kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai sikap dan

pandangan terhadapat kerja, kebiasaan kerja, ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai

cara kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa. Sedangkan dalam buku Dakwah Penberdayaan Masyarakat, etos kerja pada

hakikatnya dibentuk dan dipengaruhi oleh sistem nilai-nilai yang dianut oleh

14

http://febasfi.blogspot.com/2013/05/teori-modernisasi-max-weber-etika. 15

Hoetomo, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.266 16

(23)

seseorang dalam bekerja kemudian membentuk semangat yang membedakanya,

antara yang satu dan yang lain.17

Dengan demikian etos kerja Islam merupakan refleksi pribadi seorang

khalifah yang berkerja dengan bertumpu pada kemampuan konseptual yang

dimilikinya, bersifat kreatif dan inovatif.18

2. Terbentuknya Etos Kerja Islami

Manusia bukan entitas homogeny, melainkan suatu realitas heterogen yang

tidak jarang merupakan carut-marut yang tak teratur. Menurut Hanna Djumhana

Bastaman (seorang psikolog yang serius mengkaji keterkaitan psikologi dengan

Islam) ciri manusia antara lain: ia merupakan kesatuan dari empat dimensi, yakni:

fisik-biologis, mental-psikis, sosio-kultural, dan spiritual. Sehingga untuk

memahami tingkah laku seseorang perlu dipertimbangkan perasaan, keinginan,

harapan dan aspirasinya.

Sehingga penelitian dan pembahasan cara terbentuknya etos kerja manusia

tidak boleh mengabaikan kenyataan-kenyataan seperti yang diungakap di atas.

Salah satu karakteristik yang melekat pada etos kerja manusia, ia merupakan

pancaran dari sikap hidup mendasar pemiliknya terhadap kerja. Dikarenakan latar

belakang keyakinan dan motivasi berlainan, maka cara terbentuknya etos kerja

yang tidak bersangkut paut agama (non agama) dengan sendirinya mengandung

perbedaan dengan cara terbentuknya etos kerja yang berbasis ajaran agama, dalam

hal ini etos kerja islami. Tentang bagaimana etos kerja dapat diaktualisasiakan

17

Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), h.35

(24)

dalam kehidupan manusia yang bersifat dinamis, majemuk, berubah-ubah, dan

antara satu dengan lainya mempunyai latar belakang, kondisi sosial dan

lingkungan yang berbeda. Perubahan sosial ekonomi seseorang dalam hal ini juga

dapat mempengaruhi etos kerjanya. Disamping terpengaruh oleh faktor eksternal

yang amat beraneka ragam, meliputi faktor fisik, lingkungan, pendidikan dan

latihan, ekonomi dan imbalan, Ternyata etos kerja juga sangat dipengaruhi oleh

faktor internal bersifat psikis yang begitu dinamis dan bagian diantaranya

merupakan dorongan alamiah seperti basic need dengan berbagai habatannya.

Ringkasnya, etos kerja seseorang tidak teruntuk oleh hanya satu dua variabel.

Proses terbentuknya etos kerja (termasuk etos kerja Islami) seiring dengan

kompleksitas manusia yang besifat kodrati, melibatkan kondisi, prakondisi dan

faktor-faktor yang banyak: fisik bilogis, mental psikis, sosio-kultural dan mungkin

spiritual transcendental. Jadi, etos kerja bersifat kompleks serta dinamis.19

Kemajuan Islam tidak terlepas dari peran serta ilmuan Islam, termasuk para

ekonom muslim. Peran para ilmuwan muslim tersebut terinspirasi oleh pesan

wahyu Al-Quran untuk pendayagunaan akal. Inilah mutiara yang hilang dewasa

ini dan sebagai akibatnya Dunia Islam tertinggal dan kehilangan daya saing.

Motivasi keilmuwan lebih banyak diisi oleh keinginan memiliki materi sebanyak

mungkin (materialisme).

Materialisme mengajarkan bahwa kesejahteraan diukur dari pemilikan

barang-barang mewah. Semakin banyak barang mewah yang dimiliki maka

tingkat kesejahteraannya semakin tinggi pula, begitu pun sebaliknya logika

19Ibid.

(25)

masyarakat sekarang tentang kesejahteraan terkontruksi dengan pemikiran

materialisme. Dimana sangat tidak masuk akal dalam arti lain sangat susah untuk

diterima oleh akal jika mengatakan bahwa orang yang tinggal di gubuk sederhana

jauh lebih sejahtera dibanding dengan orang yang tinggal di apartemen mewah,

atau menganggap gila jika ada yang mengatakan bahwa orang yang hanya

memiliki sepeda butut jauh lebih sejahtera dibanding dengan orang yang memiliki

BMW limitted edition. Adanya perubahan struktur sosial masyarakat saat ini tidak

dapat dipisahkan dari sistem ekonomi yang dianut. Sistem ekonomi kapitalis yang

memuja materi sebagai indikator kesejahteraan (economisentris). Atas dasar

kalkulasi-kalkulasi ekonomi yang ada dalam benak dan pikiran yang kemudian

membangun relasi-relasi sosial ekonomi masyarakat. Inilah yang membentuk

penerimaan individu terhadap masyarakat. Orang akan lebih dihargai jika

memiliki ekonomi yang bagus.

Sisi-sisi buruk pembangunan ekonomi, secara sosial yang diakibatkan oleh

ketimpangan distribusi pendapatan, dimana golongan kaya semakin kaya dan

golongan miskin semakin memiriskan. Relasi-relasi sosial semakin menurun,

lebih menghargai individu yang memiliki atau bagus secara ekonomi dibanding

individu yang memiliki kualitas sosial dan moral yang bagus. Hal ini terbukti

ketika saat ini masyarakat ternyata lebih menghargai individu yang punya banyak

uang walau seorang koruptor dibanding orang alim atau baik hati tapi miskin.

Lebih dari itu perlu dijadikan catatan penting bahwa manusia adalah mahluk

biologis, sosial, intelektual, spiritual dan pencarian Tuhan. Ia berjiwa dinamis.

(26)

sering mengalami kesukaran untuk membebaskan diri dari pengaruh faktor-faktor

tertentu, baik yang bersifat internal maupun eksternal.Yang bersifat internal

timbul dari faktor psikis misalnya dari dorongan kebutuhan, frustasi, suka atau

tidak suka, persepsi, emosi, kemalasan, dan sebagianya. Sedangkan yang bersifat

eksternal, datangnya dari luar seperti faktor fisik, lingkungan alam sekitar,

pergaulan, budaya, pendidikan pengalaman dan latihan, keadaan politik, ekonomi,

imbalan kerja, seperti janji dan ancaman yang bersumber dari ajaran agama. Serta

kesehatan pun memainkan peranan amat penting20

3. Indikasi-Indikasi Orang Beretos Kerja Tinggi

Indikasi-indikasi etos kerja yang terefleksi dari pendapat-pendapat para

ahli yang dikemukakan berdasarkan konteks daerah, isme atau Negara-negara

tertentu, namun secara universal kiranya cukup menggambarkan etos kerja yang

baik pada manusia, bersumber dari kualitas diri, diwujudkan berdasarkan tata nilai

sebagai etos kerja yang diaktualisasikan dalam aktivitas kerja. Adapun

indikasi-indikasi orang beretos kerja tinggi pada umumnya meliputi sifat-sifat:21

1. Aktif dan suka bekerja keras

2. Bersemangat dan hemat

3. Sederhana, tabah dan ulet

4. Mandiri

5. Tekun dan professional

6. Jujur, disiplin, dan bertanggung jawab

20Ibid.

, h.32-33 21Ibid.

(27)

7. Rasional serta mempunyai visi yang jauh kedepan

8. Efisien dan kreatif

9. Percaya diri namun mampu bekerja sama dengan orang lain

10. Sehat jasmani dan rohani.22

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja

Faktor-faktor yang pontensial mempengaruhi proses terbentuknya etos kerja

selain banyak, dan tidak banyak di latar belakangi oleh kauslitas plural yang

kompleks hingga memunculkan berbagai kemungkinan. Maka, tidak aneh kalu

sejumlah pakar lalu menampilkan teori bertolak dari tinjauan tertentu yang

berbeda antara satu dengan lainnya.Dapat ditambahkan kiranya teori iklim yang

dikemukakan oleh sejumlah pakar ilmu sosial. Mereka berpendapat iklim

berpengaruh terhadap etos kerja penduduk. Negara yang berlokasi didaerah

subtropik mempunyai iklim yang merangsang warganya untuk bekerja lebih giat.

Sebaliknya Negara-negara yang terletak di sekitar khatulistiwa, karena iklimnya

panas, meyebabkan warga negaranya kurang giat bekerja dan lebih cepat lelah.

David C. McCelland menyatakan terori ini mengandung banyak kelemahan.

Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa Negara-negara yang iklimnya

relative tidak berdeda jauh, ternyata pertumbuhan ekonominya berbeda. Kalau

dianalisis lebih cermat, pendapat Miller dan Form, mungkin mengandung

kebenaran meskipun tidak seluruhnya. Apa yang dikemukakan McCellend juga

serupa itu. Karena faktor-faktor yang melatar belakangi manusia giat bekerja atau

sebaliknya, hakikatnya tidak terbatas pada hanya satu, dua atau tiga faktor saja.

22Ibid.

(28)

Demikian pula berkenaan dengan teori-teori lainya yang menonjolkan faktor ras,

penyebaran budaya, dan sebagainya. Masing-masing tidak ada yang menjadi

faktor satu-satunya penyebab, tetapi sangat mungkin masing-masing ikut

memberikan pengaruh dan ikut berperan dalam rangka terbentuknya etos kerja.23

Manusia memang makhluk yang sangat kompleks.Ia memiliki rasa suka,

benci, marah gembira, sedih, berani, takut, dan lain-lain.Ia juga mempunyai

kebutuhan, kemauan, cita-cita, dan angan-angan. Manusia mempunyai dorongan

hidup tertentu, pikiran dan pertimbangan-pertimbangan dalam mentukan sikap

dan pendirian. Selain itu, ia juga mempunyai lingkungan pergaulan dirumah atau

ditempat kerjanya. Realitas sebagaimana tersebut diatas tentu mempengaruhi

dinamika kerjanya secara langsung atau tidak. Sebagi misal ras benci yang

terdapat pada seorang pekerja, ketidak cocokan terhadap atasan atau teman satu

tim, keadaan seperti itu sangat potensial untuk menimbulkan dampak negative

pada semangat, konzentrasi, dan stabilitas kerja orang yang bersngkutan.

Sebaliknya rasa suka pada pekerjaan, kehidupan keluarga yang harmonis, keadaan

sosio cultural, sosial ekonomi dan kesehatan yang baik, akan sangat mendukung

kegairahan dan kativitas kerja. Orang yang bekerja sesuai dengan bidangnya dan

cita-cita dibandingkan dengan orang yang bekerja diluar bidang dan kehendak

mereka, niscaya tidak sama dalam antusias dan ketekunan kerja masing-masing.24

Disamping itu faktor lingkungan alam berperan bila keadaan alam, iklim

dan sebagainya berpengaruh terhadap sikap kerja orang itu, sedangkan dimensi

transcendental adalah dimensi yang melampui batas-batas nilai materi yang

23Ibid.

, h.39-40 24Ibid.

(29)

mendasari etos kerja manusia hingga pada demensi ini kerja dipandang sebagai

ibadah.Jalaludin secara lebih tegas mengemukakan agama dapat menjadi sumber

motivasi kerja, karena didorong oleh rasa ketaatan dan kesadaran ibadah.Etos

kerja terpencar dari sikap hidup mendasar manusia tehadap kerja. Konsekuesinya

pandangan hidup yang bernilai transenden juga dapat menjadi sumber motivasi

yang berpengaruh serta ikut berperan dalam proses terbentuknya sikap itu.

Nilai-nilai transenden akan menjadi landasan bagi berkembangnya spiritualitas sebagai

salah satu faktor yang efektif membentuk kepribadian. Etos kerja tidak terbentuk

oleh kualitas pendidikan dan kemampuan semata.Faktor-faktor yang berhubungan

dengan inner life, suasana batin dan semangat hidup yang terpancar dari

keyakinan dan keimanan ikut menentukan pula. Oleh karena itu agama (islam)

jelas dapat menjadi sumber nilai dan sumber mitivasi yang mendasari aktivitas

hidup, termasuk etos kerja pemeluknya.25

5. Karakteristik Etos Kerja dalam Islam

5.1. Kerja merupakan Penjabaran Aqidah

Ajaran agama merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan sebab

timbulnya keyakinan, pandangan serta sikap hidup mendasar yang menyebabkan

etos kerja tinggi manusia terwujud. Maka etos kerja dalam islam merupakan

pancaran keyakinan orang muslim dan muslimah bahwa kerja berkaitan dengan

tujuan mencari ridhaa Allah, yakni dalam rangka ibadah. Dan bahwasanya untuk

mendekatkan diri serta memperoleh ridha Allah, seorang hamba harus melakukan

amal saleh yang dikerjakan dengan ikhlas hanya karena dia semata, yakni dengan

25Ibid.

(30)

memurnikan tauhid. Definisi ibadah mencakup perkataan dan perbuatan apa saja

yang disukai dan di ridhai oleh Allah SWT baik yang bersifat lahir dan batin.

Yang bersifat lahir atau Nampak misalnya pengamalan rukun Islam, berbicsrs

benar, menunaikan amanah, dan silaturahmi. Adapun yang bersifat batin seperti

ikhlas, sabar, bersyukur tawakal berusaha mencintai keadilan dan kebenaran, dan

kegiatan-kegiatan batin lain yang disukai dan mendapat ridha Allah. Maka kerja

dan perbuatan posistif yang (pada mulanya) bernilai sukuler dan bersifat duniawi

belaka dapat beubah menjadi bernilai ibadah seperti kegiatan dibidang pertanian,

bisnis, pekerjaan rumah tangga, dan olah raga yang dilakukan secara baik-baik,

dengan syarat didasri niat, motivasi, atau komitmen ibadah.26

5.2. Kerja Dilandasi Ilmu

Tanpa iman kerja hanya dapat berorientasi pada pengejaran materi.

Kemungkinan besar hal itu akan melahirkan keserakahan, sikap terlalu

mementingkan diri sendiri, merugikan diri sendiri dan orang lain. Kerja tanpa

iman dapat mendorong prilaku manusia tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan

dan melahirkan alienated man. Oleh karena itu, tanpa ilmu iman mudah menjadi

salah satu arah yang dapat mengoyakan keimanan kita atau mengelincirkan kita,

karena dilandasi pemahaman yang tidak proposional. Keadaan demikian akan

mengakibatkan keyakinan dan sikap keliru pada orang yang bersangkutan. Jadi

iman, ilmu dan kerja dalam rangka mewujudkan amal ibadah, ternyata

masing-masing memegang atau memaikan peranan urgen bagi yang lain. Keistimewaan

sekaligus kelebihan manusia terutama bertolak dari akal yang dianugrahkan tuhan

26Ibid.

(31)

kepadanya. Dan karena mempunyai akallah, manusia berhasil menguasi ilmu

pengetahuan dan teknologi, mencapai kebudayaan dan peradaban tinggi.

Karenanya, manusia juga dapat mangatur dan memanfaatkan alam sekitar bagi

kesejahteraannya baik untuk mas kini maupun mendatang.27

5.3. Kerja Dengan Meneladani Sifat-sifat Ilahi Serta Mengikuti Petunjuk-petunjuknya

Kalau dikaji lebih jauh, memang banyak sifat-sifat manusia yang

mempunyai nama, sebutan, bahkan indikasi yang serupa dengan Al-Asma’ Ul

-Husna dan sifat-sifat Allah. Namun demikian, tentu saja dalam bentuk sarta

kualitas yang sangat jauh berbeda karena tidak ada satupun yang bisa

menyerupainya. Namun dari meneladani sifat-sifat ilahi dapat di gali sikap kerja

aktif, kreatif, tekun, konsekuen, adil, kerja didukung ilmu pengetahuan dan

teknologi, visioner, berusaha efektif dan efisien, percaya diri, dan mandiri. Allah

menunjuk betapa Dia memiliki sifat maha sempurna dalam bekerja. Maka

manusia juga dapat mengembangkan aktivitas dan prestasinya sampai tingkat

tinggi menurut ukuran manusiawi, kalau dia berusaha sesungguh-sungguhnya.

Manusia punya pontensi untuk mengembangkan karakteristik etos kerja tinggi

seperti aktif, berencana, efisien, efektif, disiplin, professional, ilmiah, kritis

konstruktif, dan indikasi-indikasi etos kerja tinggi lainya.Allah Maka Kuasa (Al-

Malik) dengan kekuasan yang tak terbatas dan maha pengatur (Al-Mudabbir),

manusia juga punya potensi untuk menguasai memimpin, dan mngembangkan

manajemen di bidang usaha, plitik, sosial, dan lain-lain.28

27Ibid.

, h. 112-113 28Ibid.,

(32)

B. Masyarakat Pesisir

1. Pengertian Masyarakat Pesisir

Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama,

yang kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpulbersama,

hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya

mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia).29

Menurut Abdul Syani bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok

makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut

hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri.

Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga

tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak

dalam kehidupan.

Supaya dapat menjelaskan pengertian masyarakat secara umum, maka

perlu ditelaah tentang ciri-ciri dari masyarakat itu sendiri. Menurut Soerjono

Soekanto, menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk

kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok

yaitu:

1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang

mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah

manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya

ada dua orang yang hidup barsama.

29

Abdul Syani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan (Bandung: PT Bumi Aksara,

(33)

2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia

tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya

kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia,

maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat

bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai

keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya.

Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan

timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia

dalam kelompok tersebut.

3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan

bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok

merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.30

Nelayan di dalam Ensiklopedia Indonesia digolongkan sebagai pekerja,

yaitu orang-orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik

secara langsung maupun tidak lansung sebagai mata pencahariannya.31 Dalam

kamus besar Indonesia pengertian nelayan adalah orang yang mata pencaharian

utama dan usaha menangkap ikan di laut.32

Masyarakat nelayan sendiri secara geografis adalah masyarakat yang hidup,

tumbuh, dan berkembang dikawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara

30

Ibid., h. 32

31

Ensklopidia Indonesia 1983, Ichtiar Baru-Van Heave dan Elsevier Publishing Projects, Jakarta, h. 133

32

(34)

wilayah darat dan laut.33 Sedangkan menurut M. Khalil Mansyur mengatakan bahwa masyarakat nelayan dalam hal ini bukan berarti mereka yang dalam

mengatur hidupnya hanya mencari ikan di laut untuk menghidupi keluarganya

akan tetapi juga orang-orang yang integral dalam lingkungan itu.34

Dari beberapa definisi masyarakat nelayan dan definisi nelayan yang telah

disebutkan diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa:

1) Masyarakat nelayan adalah kelompok manusia yang mempunyai mata

pencaharian menangkap ikan laut.

2) Masyarakat nelayan bukan hanya mereka yang mengatur kehidupannya

hanya bekerja dan mencari ikan di laut, melainkan mereka yang juga

tinggal disekitar pantai walaupun mata pencaharian mereka adalah

bercocok tanam dan berdagang.

Jadi pengertian nelayan secara luas adalah sekelompok manusia yang

mempunyai mata pencaharian pokok mencari ikan di laut dan hidup di daerah

pantai, bukan mereka yang bertempat tinggal di pedalaman, walaupun tidak

menutup kemungkinan mereka juga mencari ikan di laut karena mereka bukan

termasuk komunitas orang yang memiliki ikatan budaya masyarakat pantai.

Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori

sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan

simbol-simbol kebudayaan sebagai refrensi prilaku mereka sehari-hari.

33

Kusnadi, Keberadaan Nelayan Dan Dinamika Ekonomi Pesisir, (Yogyakarta: Ar- RuzzMedia, 2009), h. 27

34

(35)

Faktor kebudayaan ini menjadi pembeda masyarakat nelayan dari

kelompok sosial lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung

maupun tidak langsung, menggantungkan kalangsungan hidupnya dari

mengelolah potensi sumber daya perikanan. Mereka menjadi komponen utama

konstruksi masyarakat maritim Indonesia.

Seperti juga masyarakat yang lain, masyarakat menghadapi sejumlah

masalah politik, sosial, dan ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanan-tekanan ekonomi yang

datang setiap saat.

2) Keterbatasan akses modal, teknologi, dan pasar, sehingga mempengaruhi

dinamika usaha.

3) Kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada.

4) Kualitas SDM yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan,

kesehatan, dan pelayanan publik.

5) Degradasi sumber daya lingkungan baik dikawasan pesisir, laut, maupun

pulau-pulau kecil.

6) Belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai

pilar utama pembangunan nasional.

Masalah-masalah di atas saling terkait satu sama lain misalnya, masalah

kemiskinan. Ini disebabkan oleh hubungan-hubungan korelatif antara keterbatasan

akses, lembaga ekonomi belum berfungsi, kualitas SDM rendah, degradasi

(36)

nasional yang berorientasi kesektor maritim. Atau sebaliknya, kemiskinan

menjadi penyebab timbulnya kualitas SDM dan degradasi sumberdaya

lingkungan. Karena itu, penyelesaian persoalan kemiskinan dalam masyarakat

pesisir harus bersifat integralistik.

1) Masalah aktual lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa potensi untuk

berkembangnya jumlah penduduk miskin dikawasan pesisir cukup

terbuka. Hal ini disebabkan dua hal penting sebagai berikut: Meningkatnya

degradasi kualitas dan kuantitas lingkungan pesisir laut. Degradasi

lingkungan ini terjadi karena pembuangan limbah dari wilayah darat atau

perubahan tata guna lahan di kawasan pesisir untuk kepentingan

pembangunan fisik. Disamping itu, ancaman terhadap kelangsungan hidup

sumber daya perikanan berasal dari praktik-praktik penangkapan yang

merusak ekosistem laut.

2) Membengkaknya biaya operasi penangkapan karena meningkatnya bahan

bakar minyak (bensin dan solar). Sehingga nelayan menyiasati kenaikan

harga bahan bakar dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah

dicampur dengan oli bekas atau solar. Hal ini berdampak negatif terhadap

kerusakan mesin perahu, sehingga dapat membebani biaya investasi

nelayan.35

Persoalan lain yang menjadi akar kemiskinan nelayan adalah

ketergantungan yang tinggi terhadap kegiatan penangkapan. Faktor-faktor

ketergantungan ini sangat beragam. Akan tetapi, jika ketergantungan itu terjadi di

35

(37)

tengah-tengah masih tersedia pekerjaan lain di luar sektor perikanan, tentu saja hal

ini sangat mengurangi daya tahan nelayan dalam menghadapi tekanan-tekanan

ekonomi. Keragaman sumber pendapatan sangat membantu kemampuan nelayan

dalam beradaptasi terhadap kemiskinan. Nelayan juga kurang menyadari bahwa

kondisi ekosistem perairan mudah berubah setiap saat, sehingga bisa berpengaruh

terhadap pendapatan nelayan.36

Pada musim ikan, aktivitas ekonomi sangat tinggi, pada musim lain,

aktivitas para nelayan nyaris tidak ada, mereka menunggu musim panen. Sebagian

nelayan melakukan aktivitas perikanan tangkap lain misalnya memancing.

Sebagian lain berprofesi menjadi tukang atau kuli bangunan, melakukan aktivitas

produksi dan penjualan ikan asap.37

Di samping hal-hal diatas, rendahnya ketrampilan nelayan untuk melakukan

diversifikasi kegiatan penangkapan dan keterikatan yang kuat terhadap

pengoperasian satu jenis alat tangkap telah memberikan kontribusi terhadap

timbulnya kemiskinan nelayan. Karena terikat pada satu jenis alat tangkap dan

untuk menangkap ikan tertentu maka ketika sedang tidak musim jenis ikan

tersebut, nelayan tidak dapat berbuat banyak. Dengan demikian,diversifikasi

penangkapan sangat diperlukan untuk membantu nelayan dalam mengatasi

masalah kemiskinan.38

Dalam kamus bahasa Indonesia, masyarakat diartikan: pergaulan hidup

manusia; sehimpunan manusia yang hidup besama dalam suatu tempat dengan

ikatan-ikatan aturan tertentu, orang banyak; khalayak ramai.39

36

Akar Kemiskinan Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2003), h. 7-8

37

Budi Siswanto, Kemiskinan Dan Perlawanan Kaum Nelayan, (Malang: Laksbang Mediatama, 2008), h. 96-97

38

Kusnadi., h. 8 39

(38)

Sedangkan pesisir diartikan sebagai tanah dasar berpasir dipantai ditepi

laut.40

Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah

pesisir, mempunyai mata pencarian dari sumber daya alam dan jasa-jasa

lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, penbudidaya ikan, pedagang,

pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau

pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri

maritime misalnya galagan kapal, dan coastal and engineering.41

Berdasarkan definisi masyarakat pesisir diatas, maka peneliti

mendefinisikan masyarakat pesisir sebagai sekumpulan orang yang bertempat

tinggal di tepi pantai dan bermata pencaharian dari sumber daya laut dan pantai

tersebut.

2. Karakteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah

pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam atau jasa-jasa

lingkungan pesisir laut itu sendiri, misalnya nelayan, pembudidaya ikan,

pedagang, pegelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut. Sifat

dan karakteristik masyarakat pesisir sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan

mereka. Menurut Fachrudin (1997) bahwa masyarakat pesisir bebeda dengan

masyarakat lainnya. Perbedaan tersebut terletk pada karakteristik aktivitas

ekonomi masyarakat pesisir dari latar belakang budaya meraka.Sifat dan

40Ibid, h.384 41

(39)

karakteristik nelayan berbedah dengan pedagang. Nelayan memiliki dinamika

kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan, musim dan pasar, sehingga

kehidupannya tidak menentu.42

Pada dasarnya pegelola sosial Burhanudin Safari, dalam masyarakat nelayan

dapat ditinjau dari tiga sudut pandang.Pertama dari segi penguasaan alat-alat

produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan perlengkapan yang lainya).

Struktur masyarakat nelayan terbagi dalam kategori nelayan pemilik (alat-alat

produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi.

Dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya

menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat

terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur

masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan besar dan nelayan kecil.

Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha

perikanan relative banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya.

Ketiga, dipandang darri tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan,

masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan modern dan nelayan

tradisional.43

Yang dimaksud nelayan tradisional adalah nelayan memanfaatkan sumber

daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan

organisasi penangkapan yang relative sederhana.44

42Ibid

, h. 14-16 43

Kusnadi, Komflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h.1-4 44

(40)

Jumlah nelayan modern relative lebih kecil dibandingkan nelayan

tradisional. Perbedaan tersebut membawa implikasi pada tingkat pendapatan dan

kemampuan atau kesejahteraan sosial ekonomi. Baik nelayan besar atau nelayan

modern maupun nelayan kecil atau nelayan tradisional, biasanya masing-masing

merupakan katagori sosial ekonomi yang relatif sama, dengan orientasi usaha dan

prilaku yang berbeda-beda.

3. Sistem Kekerabatan Masyarakat Nelayan

Dalam masyarakat nelayan, keluarga dikenal sebagai satuan kehidupan

sosial yang terpenting. Menurut pola kehidupan masyarakatnya, keluarga

merupakan unit dasa, sementara rumah tangga merupakan tempat tinggal. Di

dalam keluarga, anggota rumah tangga dibesarkan dan dijadikan sebagai manusia,

dengan suatu identitas masyarakat. Karena di dalamnya, mereka memperoleh

proteksi atau perlindungan serta pertolongan dari anggota-anggota keluarga atas

segala kesulitan atau bahaya yang mengancam baik pada masa anak-anak,

dewasa, maupun ketika menjadi tua jompo.

Keluarga merupakan segala-galanya dalam kehidupan masyarakat Fungsi

pokoknya adalah menjamin kebutuhan hidup keturunannya dan melestarikan

ikatan kekeluargaan. Sebab, hubungan diantara anggota keluarga merupakan

hubungan perorangan yang mendalam dan belangsung lama. Jadi, bukan semata

dalam batas dilahirkan oleh sepasang orang tua yang sama atau satu keturunan,

tetapi juga terdapat hubungan persahabatan mendalam yang terwujudkan dalam

bentuk saling berkorban, saling tolong menolong, dan saling melindungi sehingga

(41)

dengan hubungan pengabdian, karena ada keterkaitan dan jaringan yang tidak

terpisahkan dengan penguasaan maupun fungsi lahan, terutama dari subsistem

secara keseluruhan.

Sistem hubungan yang berlaku di atas sangat dipengaruhi oleh pola

perkawinan suami dan istri. Masyarakat adat melalui kekuatan ikatan sosialnya

menetapkan bahwa hubungan dalam keluarga seperti diatas telah mendasari suatu

keluarga atau rumah tangga yang dibentuk dengan system perkawinan, yaitu istri

masuk dan menjadi bagian dari keluarga suami. Prinsip ini menetapkan garis

kekerabatannya yang hanya menghubungkannya dengan keluarga suami. Tradisi

ini menggaris bawahi peran suami istri, di mana suami adalah kepala dan

pemimpin keluarga yang berkewajiban memberikan proteksi terhadap anak-anak,

istri, dan seluruh anggota keluarganya, baik menyangkut kenyamanan psikologis

maupun kesejahteraan jasmani.

Sedangkan istri sebagai kepala rumah tangga bertanggung jawab dengan

aktivitas domistiknya, seperti menyediakan makan untuk suami dan anaknya,

mengasuh anak, memerhatikan pendidikan anak, maupun sosialisasi anak.

Sebagaimana dalam suatu masyarakat pedesaan umumnya, perkawinan

merupakan asas pembentukan keluarga dalam ikatan kekerabatan. Sistem

kekeluargaan terbentuk melalui jaringan rumah tangga, darah dan perkawinan.

Oleh karena itu, menurut tradisi masyarakat nelayan, perkawinan harus dilakukan

dengan sangat sakral dan penting dalam setiap perjalanan anggota keluarga,

dengan cara tersebut, ia baru dianggap sebagai warga penuh dan memperoleh

(42)

kelompok kerabat. Menurut Koentjaraningrat, mengatakan bahwa garis kekerabat

kekerabatan dapat dibedakan menjadi dua jalur, yaitu: pertama, menurut jalinan

hubungan kerabat yang didasarkan pada keturunan atau hubungan darah, dan

kedua, menurut jalinan hubungan kekerabatan yang didasarkan pada kerabatan

sosiologis.

Sistem kekerabatan merupakan suatu cara tertentu untuk mengatur

hubungan kekeluargaan dalam kehidupan masyarakatnya. Sistem kekerabatan

demikikian menurut Husain menganut tiga kelompok keluarga yaitu: pertama,

keluarga inti, dimana terdapat satu keluarga beranggotakan seorang suami, istri,

dan anak-anaknya yang belum menikah serta tinggal bersama dalam satu rumah

tangga. Suami adalah kepala keluarga dan istri kepala rumah tangga dibawah

pengawasan suami. Kedua, kelompok keluarga luas, yaitu suatu keluarga yang

beranggotakan suami, istri, dan anak-anaknya yang sudah menikah dan

mempunyai anak.

Keluarga demikian, dalam tradisi masyarakat nelayan, berperan sebagai lalu

lintas hubungan di antara keluarga dalam satu kerabatnya serta menjadi pusat

perlindungan baik dalam hal keamanan maupun sebagai sumber pertimbangan dan

petuah dan nasihat-nasihat untuk menentukan sebuah keputusan langkah hidup

yang akan ditempuh. Keputusan mana dalam kehidupan mereka sekarang tidak

selalu mengikat. Namun, sanksi-sanksi moral atas hubungan-hubungan mereka

akan terganggu dan cacat manakala terjadi pengabaian terhadap peran keluarga

(43)

kelompok keluarga campuran yang biasanya beasal dari kelompok kekerabatan

yang berpusat

pada nenek moyang.45

4. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh pemberdayaan masyarakat

nelayan dalam mewujudkan pendekatan sosial budaya ini adalah dengan

mengedepankan pikiran, tindakan, dan sikap sebagai berikut:

1) Mewujudkan rasa simpati, empati, dan kepekaan sosial terhadap

kehidupan masyarakat, khususnya peduli pada kesulitan-kesulitan sosial

ekonomi yang mereka hadapi setiap hari.

2) Menempatkan masyarakat sebagai subjek pemberdayaan sosial ekonomi.

3) Mudah beradaptasi secara sosial budaya dan dapat menghargai nilai-nilai

budaya dalam masyarakat.

4) Memperluas interaksi dan pergaulan sosial dengan berbagai pihak agar

memperoleh informasi luas tentang masyarakat.

5) Menjalin komunikasi yang intensif dan terstruktur dengan tokoh-tokoh

masyarakat lokal.

6) Membangun rapor diri yang baik, dengan menghindarkan diri dari konflik

sosial atau personal dan dengan menunjukkan sikap untuk membantu

masyarakat.

45

(44)

Upaya untuk mengidentifikasi aspek-aspek sosial, ekonomi, dan budaya

masyarakat nelayan dalam rangka memahami kehidupan mereka dapat dilakukan

dengan strategi sebagai berikut:

1) Melaksanakan identifikasi secara umum tentang kondisi lingkungan desa

dan kehidupan masyarakat, dengan jalan menyerap informsi sebanyak

mungkin dari berbagai pihak.

2) Mengidentifikasi modal sosial, menguraikannya, dan mengidentifikasikan

fungsinya dalam kehidupan masyarakat nelayan. Modal sosial adalah

segala sesuatu berposisi sebagai pilar atau tumpuan kehidupan dan

kelangsungan hidup masyarakat. Modal sosial masyarakat terdiri atas

unsur-unsur sebagai berikut:

a) Kelembagaan sosial ekonomi, seperti kelompok pengajian, arisan,

simpan-pinjam, paguyuban sosial, sistem perdagangan, dan

sebagainya.

b) Organisasi perahu dan pranata sistem bagi hasil.

c) Jaringan sosial budaya, termasuk relasi patron-klien.

d) Adat istiadat, sistem etika dan sopan santun upacara-upacara

tradisional, dan nilai-nilai budaya lokal.

e) Sistem pembagian kerja secara seksual (the devision of labor by sex)

yang berlaku.

(45)

3) Mengidentifikasi model-model penguasa dan pengelolaan sumber daya

sosial ekonomi lokal oleh kelompok-kelompok sosial yang ada, relasirelasi

ekonomi, sistem produksi, dan pemasaran.

4) Mengidentifikasi pihak-pihak atau kelompok sosial yang berpengaruh dan

menjadi referensi sosial budaya masyarakat pesisir beserta perananperanan

yang dimainkan mereka. Yang termasuk dalam katagori sosial ini adalah:

a) orang-orang yang sukses secara ekonomi seperti pemilik perahu,

pedagang ikan berskala besar, dan nahkoda perahu (juragan), dan b)

tokoh-tokoh masyarakat lainnya, seperti ulama lokal, pemimpin informal,

dan pemimpin formal lokal.

5) Mengidentifikasi jenis-jenis konflik sosial yang terjadi dan perekat

integrasi sosial pada masyarakat pesisir. Identifikasi ini dilengkapi dengan

latar belakang, pelaku yang terlibat, akibat yang terjadi, dan

penyelesaiannya.

6) Mengidentifikasi kebijakan-kebijakan pembangunan pemerintah,

khususnya program-program pemberdayaan yang pernah ada pada

masyarakat setempat, disertai dengan inventarisasi data-data tentang

respons masyarakat pada program-program tersebut dan dampak positif

dan negatifnya terhadap kehidupan masyarakat.

7) Menarik relasi fungsioanal antar unsur sosial budaya dan kebijakan

pembangunan yang ada atau yang pernah ada untuk memperoleh

(46)

8) Berdasarkan hasil kajian pemberdaya dan masukan dari berbagai pihak di

dalam masyarakat pesisir, mulai menentukan jenis-jenis modal sosial dan

pihak-pihak yang berpengaruh, yang diharapkan peranannya dapat

membantu kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan program

pemberdayaan masyarakat pesisir.

Melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan para pemberdaya masyarakat

nelayan memiliki pemahaman yang baik tehadap aspek-aspek kehidupan sosial,

ekonomi, dan budaya masyarakat yang akan diberdayakan.46

Dari segi geografis permasalahan yang dihadapi masyarakat nelayan yaitu,

desa-desa di daerah pantai pada umumnya relatif lebih rendah keadaan lingkungan

hidupnya, baik dilihat dari kondisi prasarana perumahan, kesehatan lingkungan

dan pendidikan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan teknologi yang

dimilikinya, telah menimbulkan gejala-gejala yang membahayakan kelestarian

lingkungan hidup di daerah itu.

Cara mengatasi suatu masalah yang terjadi dikalangan para nelayan yaitu

dengan cara sebagai berikut:

1) Mengajukan kepemerintah kabupaten/ kota agar merancang skim kredit

khusus berbunga rendah untuk pengusaha pemindangan.

2) Membangun kerja sama dengan lembaga perbankan yang terdekat untuk

memudahkan akses modal usaha.

3) Membentuk unit simpan-pinjam (USP) berbasis masyarakat berbudaya

lokal.47

46

Kusnadi, Komflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006),h. 40-42

47

(47)

5. Gaya Hidup Nelayan

Dalam konteks ini, ada tiga jenis capital yang berpengaruh besar terhadap

penentuan kualitas status sosial seorang nelayan, yaitu:

1) Kapital Politik berkaitan dengan pemilikan akses kekuasaan oleh

seseorang terhadap pusat-pusat kebijakan lokal, seperti ditingkat desa dan

kecamatan. Misalnya, eksistensi seseorang senantiasa dipertimbangkan

aspirasi dan pemikiran dalam penentuan kebijakan politik local atau bisa

mempengaruhi perubahan kebijakan pembagunan setempat.

2) Kapital Ekonomi berhubungan dengan pemikiran usaha ekonomi yang

berkala besar dan beragam, misalnya memiliki beberapa perahu, usaha

pengelola hasil tangkap, rumah yang bagus, mobil, ternak yang banyak,

dan memiliki tanah persawahan-tegal yang luas.48

3) Kapital Budaya berkaitan dengan pemilikan symbol-simbol kesalehaan

beragama, misalnya sudah menuaikan haji, suka beramal atau dermawan,

memiliki kepedulian besar terhadap berbagai persoalan yang terjadi di

lingkungan masyarakat, dan bergaya hidup yang lebih dari kebiasaan

local.

6. Strategi Pemberdayaan Nelayan

Dalam rangka memperbaiki taraf hidup dan memberikan peluang kepada

nelayan tradisional agar dapat melakukakan mobilitas vartikal, paling tidak ada

dua yang bisa ditempuh, yaitu:49

1) Adalah dengan cara mendorong pergeseran status nelayan tradisional

menjadi nelayan modern.

48Ibid, h. 107 49

(48)

2) Dengan cara tetap membiarkan nelayan tradisional dalam status

tradisional, tetapi mempasilitasi meraka agar lebih berdaya dan memiliki

kemampuan penyengga ekonomi keluarga yang kenyal terhadap tekanan

krisis.

Pilihan manapun yang diambil yang jelas, pertimbangan utama yang

semestinya dijadikan dasar pengambilan keputusan adalah kepentingan dan nasib

nelayan tradisional itu sendiri sebagai subjek pembangunan.Berikut ini, beberapa

hal yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan program pemberantasan

kemiskinan stuktural nelayan tradisional adalah.50

1) Pemberdayaan nelayan tradisional seyogyanya mempertimbangkan, dan

bahkan lurus bertumpuh pada keberadaan pranata sosial budaya di

masing-masing komunitas local nelayan tradisio nal.51

2) Apapun bantuan yang diberikan kepada kelompok nelayan tradisional

tidak beroriantasi pada kepentingan jangka pendek, sekedar menekankan

pada kepentingan efisiensi pengambilan dana. Padahal semestinya, harus

lebih berorientasi pada pemumpukan investasi sosial yang berjangka

panjang dan bersifat strategis.52

3) Berusaha mengurangi kadar kerentanan keluarga nelayan tradisional

dengan cara meningkatkan daya tahan dan nilai tawar dari produk yang

mera hasilkan.

4) Pemberdayaan perempuan dan lansia untuk mendukung proses penguatan

(49)

5) Bagai mana memutus mata rantai eksploitasi yang selama ini merugikan

posisi nelayan tradisional. Caranya tidak semata-mata mengandalkan

kebijakan regulative dan pemerintahan atau pemberdayaan komunitas

nelayan tradisional itu sendiri sebagai sebuah kelompok sosial.53

6) Perlu disadari bahwa yang namanya nelayan atau komunitas desa pantai

sebetulnya bukanlah kelompok yang homogeny. Buruh nelayan dan

nelayan tradisional umumnya adalah golongan masyarakat pesisir yang

pada lapisan sosial paling bawah, yang dalam banyak hal memiliki

kadarkerentanan, ketidak berdayaan, kelemahan jasmani, kemisinan, dan

keterisolasian yang lebih parah dibandingkan nelayan modern. Oleh

karena itu yang dibutuhkan adalah spesifikasi program, terutama program

yang bertujuan untuk memberdayakan nelayan tradisional.

7) Sebagai tindak lanjut dari program pelindung dan pemberdayaan

keluarga nelayan tradisional melalui program pengembangan

diversifikasi usaha, tahap berikutnya yang tak kalah penting untuk

dikembangkan di lingkungan komunitas pesisir adalah bagaimana

mendorong nelayan tradisional agar dapat lebih produktif, efisien, dan

lebih mampu berkompetisi di sector perikanan atau sctor non perikanan

yang ditekuninnya.

7. Perspektif Nelayan Terhadap Pendidikan Anak

Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya

manusia. Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan

Gambar

gambaran yang utuh tentang konstruksi masyarakat.
Gambaran Umum Desa Simpang Tiga Jaya
Klasifikasi Penduduk Berdasarkan agamaTabel 4.2
 Tabel 4.3 Lapangan Kerja Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Thus , probiotics for aquatic environments are defined as live microbes that benefit the host by modifying the microbial community relations associated with the

muntah. Aku jijik itu biasanya sama hal-hal yang berbau sampah. Terus bau yang seng gak enak dihidung itu langsung gitu. Kayak jijiknya itu hiii... Itutuh kayak pengen

Tinjauan ini disimpulkan akan ada beberapa persamaan tentang analisis peran tokoh, hanya saja bedanya penelitian sebelumnya membahas peran tokoh dalam tangga

Tanggung jawab pemegang saham terbatas pada saham yang dimilikinya, akan tetapi jika da- pat dibuktikan bahwa telah terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham

Google Maps API adalah library open source sehingga diharapkan aplikasi yang dihasilkan dengan menggunakan library Google Maps API merupakan aplikasi yang bersifat open

Berdasarkan data Rekam Medis Kesehatan di Instalasi Rawat Inap RSUD Kabupaten Sidoarjo dari 30 pasien sirosis hati yang mendapatkan terapi obat golongan beta bloker,

Hubungan Antara Konsep Diri Pada Remaja Putri Yang Mengalami Obesitas dan Hubungan Interpersonal Dengan Teman Sebaya ……….. Metode

Selaras dengan ruang lingkup dan tujuan, berhubungan menelusuri prinsip-prinsip hukum, terutama yang bersangkut paut dengan proses penyelesaian perkara tindak pidana pemilu