• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hidrolisis Eucheuma Cottonii Dengan Enzim K Karagenase Dalam Menghasilkan Gula Reduksi Untuk Produksi Bioetanol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hidrolisis Eucheuma Cottonii Dengan Enzim K Karagenase Dalam Menghasilkan Gula Reduksi Untuk Produksi Bioetanol"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

HIDROLISIS

Eucheuma cottonii

DENGAN ENZIM

k

-KARAGENASE DALAM MENGHASILKAN GULA REDUKSI

UNTUK PRODUKSI BIOETANOL

MUSTIKA ZELVI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hidrolisis Eucheuma cottonii dengan Enzim k-Karagenase dalam Menghasilkan Gula Reduksi untuk Produksi Bioetanol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

3

RINGKASAN

MUSTIKA ZELVI. Hidrolisis Eucheuma cottonii dengan Enzim k-Karagenase dalam Menghasilkan Gula Reduksi untuk Produksi Bioetanol. Dibimbing oleh ANI SURYANI dan DWI SETYANINGSIH.

Bioetanol merupakan salah satu sumber bahan bakar terbarukan yang diperoleh dari proses fermentasi gula dari bahan berkarbohidrat dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dapat dibuat dari bahan baku tanaman yang kaya akan pati, serat dan gula. Salah satu bahan yang potensial sebagai bahan baku bioetanol adalah rumput laut. Proses pembuatan etanol dengan bahan berselulosa memerlukan beberapa tahapan sebelum menghasilkan etanol, salah satu tahapannya adalah hidrolisis. Hidrolisis adalah tahapan untuk mendapatkan gula sederhana sehingga dapat mempermudah kerja dalam proses fermentasi. Proses hidrolisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah hidolisis secara enzimatis.

Enzim merupakan katalisator sejati yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik dengan nyata, tanpa enzim, suatu reaksi kimia akan berlangsung amat lambat. Enzim yang digunakan pada penelitian adalah Enzim karagenase yang mana diperoleh dari hasil isolasi mikroba laut pada habitat Eucheuma cottonii dan menghasilkan Isolat dengan potensi aktivitas karagenase yang tinggi. Isolat tersebut adalah isolat IH22. Isolat IH22 merupakan isolat mikroba laut yang berhasil diisolasi oleh laboratorium SBRC, LPPM IPB, dan merupakan isolat yang terbaik dalam menghasilkan etanol tertingggi yaitu sebesar 0.89% (v/v).

Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama diantaranya untuk menentukan waktu hidrolisis dalam menghasilkan gula reduksi tertinggi oleh enzim karagenase, menentukan konsentrasi asam H2SO4 3% pada perlakuan awal substrat E.cottonii, dan menganalisa

konsentrasi substrat dan enzim karagenase terbaik dalam menghasilkan gula reduksi dan etanol tertinggi.

Tahapan penelitian dimulai dari peremajaan isolat mikroba IH22, produksi enzim karagenase ekstrak kasar dan kemudian dipekatkan dengan pengendapan aseton 80%, selanjutnya penentuan waktu hidrolisis dan aktivitas enzim karagenase, serta perlakuan asam. Tahapan dilanjutkan dengan hidrolisis substrat E.cottonii dengan total padatan 6%, 9% dan 12% (b/v) oleh enzim karagenase pada konsentrasi 0%, 2,5%, dan 5% (v/v) yang kemudian difermentasi selama 6 hari dengan bantuan khamir S.cereviseae.

Berdasarkan penentuan waktu hidrolisis karagenase diperoleh bahwa Aktivitas enzim karagenase tertinggi diperoleh pada waktu inkubasi 30 - 60 menit, sedangkan gula reduksi tertinggi diperoleh setelah inkubasi selama 120 menit. Selanjutnya konsentrasi asam yang tepat untuk substrat 6, 9 dan 12% berturut-turut adalah 0.15, 0.25 dan 0.4%. Hal ini dikarenakan semakin besarnya konsentrasi substrat mengakibatkan kontak antara asam dengan substrat semakin kecil, sehingga dibutuhkan asam yang lebih banyak dalam menguraikan polisakarida galaktosa pada hidrolisat.

Konsentrasi substrat 12% merupakan subsrat yang menghasilkan kadar gula reduksi dan total gula tertinggi selama proses hidrolisis setelah perlakuan awal asam dan enzim, dimana semakin tinggi konsentrasi substrat maka semakin besar kadar gula yang dihasilkan. Sedangkan selama proses fermentasi substrat 9% dengan perlakuan enzim 5% yang mengandung gula reduksi 1.49% dan total gula 2.75%, merupakan substrat yang terbaik dalam menghasilkan etanol yaitu sebesar 1.23% (v/v) dan 0.82% (b/v) dengan efisiensi penggunaan substrat sebesar 55.78% dan efisiensi fermentasi 70.44%.

Kata Kunci : bioetanol, Eucheuma cottonii, k-karagenase, perlakuan awal asam,

(6)

SUMMARY

MUSTIKA ZELVI. Hidrolysis of Eucheuma cottonii by k-carrageenase in The Produce Reducing Sugar to Production of Bioethanol. Supervised by Ani Suryani dan Dwi Setyaningsih.

Bioethanol is a renewable fuel source derived from sugar fermentation process of carbohydrate substance by microorganism’s aid. Bioethanol can be made from plant raw materials which are rich in starch, fiber and sugar. One of potential material as raw material for bioethanol is seaweed. The process of ethanol production from cellulose materials requires several stages before producig ethanol, one of the stages is hydrolysis. Hydrolysis is the stage to obtain a simple sugar that can simplify the work in the fermentation process. The hydrolysis process carried out in this research is hydrolysis enzymatically.

Enzymes are the true catalyst increasing the rate of spesific chemical, without enzyme, a chemical reaction will take place very slowly. The enzyme used in the study was k-carrageenase which enzyme obtained from the isolation of marine microbial habitat

Eucheuma cottonii and produce Isolates with high potential k-carrageenase activity. These

isolates was isolate IH22. Isolate IH22 is a marine microbial isolate that were isolated by the laboratory of SBRC LPPM-IPB, and is the best isolate in ethanol producing with highest yield amount of 0.89 % (v/v).

This study has three main objectives such as to determine the time of hydrolysis to produce the highest reducting sugar by k-carrageenase, to determine the concentration of the sulfuric acid (H2SO4 3%) on E.cottonii substrate pretreatment, and to analyze the best concentration of substrate and k-carrageenase best that produce the highest reducing sugar and ethanol.

Steps of the research were started from microbial rejuvenation of isolates IH22, enzyme production of rough extraction of enzyme and precipitation by acetone 80%, determination of the hydrolysis time and activity of k-carrageenase and the acid treatment. The next process is hydrolysis substrate with consentration of 6, 9 and 12% (b/v) with enzymes concentration of 0, 2.5 and 5% (v/v) then it’s fermented for six days with the help

of S.cereviseae.

Based on the determination of carrageenase hydrolysis time, the highest k-carrageenase activity was obtained at the time of incubation of 30-60 minutes, while the highest reducing sugar was obtained after incubation of 120 minutes. Furthermore, the exact acid concentration for the substrate of 6, 9 and 12% respectively were 0.15, 0.25 and 0.4%. This is caused that the more concentration of the substrate results the contact between acid with the substrate is getting smaller, so it takes a lot more acid in outlining the galactose polysaccharides in the hydrolyzate.

Then the substrate concentration of 12% is subsrate producing reducing sugar and the highest total sugar during the hydrolysis process after the initial treatment of acid and enzyme which was higher the concentration of the substrate so was greater sugar levels resulted. Meanwhile, during the fermentation process of 9% substrate and 5% of enzyme treatment containing 1.49% reducing sugar and 2.75% total sugar was the best substrate to produce ethanol with the yield of 1.23% (v / v) and 0.82 % (w / v) with 55.78% substrate utilization efficiency and 70.44% fermentation efficiency.

(7)

5

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutupan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

7

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

HIDROLISIS

Eucheuma cottonii

DENGAN ENZIM

k

-KARAGENASE DALAM MENGHASILKAN GULA REDUKSI

UNTUK PRODUKSI BIOETANOL

MUSTIKA ZELVI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

11

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Hidrolisis Eucheuma cottonii dengan Enzim k-Karagenase dalam Menghasilkan Gula Reduksi untuk Produksi Bioetanol. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada

1. Prof Dr Ir Ani Suryani DEA dan Dr Dwi Setyaningsih STP MSi selaku komisi pembimbing atas kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.

2. Prof Dr Ir Machfud MS selaku ketua Program Studi TIP dan moderator yang telah memberi masukan selama ujian tesis.

3. Ayahanda dan Ibunda tercinta, uda dan adik-adik tersayang beserta seluruh keluarga atas doa, motivasi, finansial dan semangat yang diberikan selama penulis menempuh studi.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi Program Studi Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu dan atas kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh studi.

5. Staf di Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), yang telah membantu selama kegiatan penelitian.

6. DIKTI atas Beasiswa unggulan BPPDN 2013 yang diberikan,

7. Rekan-rekan di Mahasiswa Magister Teknologi Industri Pertanian angkatan 2013, serta The Agroindustrialist yang telah banyak berbagi dalam suka dan duka serta segala motivasi, persahabatan, dan diskusi selama penulis menempuh studi.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan penulisan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)
(15)

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR LAMPIRAN i

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Ruang Lingkup 2 Manfaat Penelitian 2 2. TINJAUAN PUSTAKA 3 Karagenan 3 Enzim Karagenase 5 Hidrolisis Enzimatik 7 Saccharomyces cereviseae 8 3. METODOLOGI 9 Bahan dan Alat 9 Waktu dan Tempat Penelitian 9 Tahapan Penelitian 9 Pengolahan Data 11

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Stabilitas Akt. Enzim k-Karagenase pada Berbagai Waktu Inkubasi 13

Perbandingan Akt. EEK dan Enzim Hasil Pengendapan Aseton 13

Kadar Gula Reduksi selama Hidrolisis oleh k-Karagenase 14

Penentuan Konsentrasi Asam pada Perlakuan Awal Hidrolisis 15

Hidrolisis E.cottonii dengan Asam dan Enzim k-Karagenase 16

Fermentasi 20

5. SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

(16)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi Kimia Rumput Laut Eucheuma cottonii 4 2 Oligosakarida yang Dihasilkan oleh k-Karagenase 6 3 Perbandingan Aktivitas EEK dan Enzim Hasil Pengendapan Aseton 80% 13 4 Konsentrasi Asam H2SO4 3% Pada Masing-masing Substrat 15

5 Perbandingan Nilai Efisiensi Fermentasi dan Yp/s pada Hidrolisat E.cottonii 24

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur Molekul Karagenan 3

2 Model Gambar kappa-karagenan pada Sisi Aktif k-Karagenase 5 3 Diagram Skematik dua Pengulangan Unit Disakarida dari Karagenan 5 4 Contoh Degradasi Spesifik pada kappa-karagenan oleh k-Karagenase 6 5 Stabilitas Aktivitas Enzim k-Karagenase Pada Berbagai Waktu Inkubasi 13 6 Kadar Gula Reduksi selama Hidrolisis oleh Enzim k-Karagenase 14 7 Histogram Konsentrasi Gula Reduksi dan Total Gula setelah Perlakuan

Awal Asam 17

8 Derajat Polimerisasi setelah Perlakuan Awal Asam 17 9 Histogram Konsentrasi Gula Reduksi dan Total Gula setelah Hidrolisis

Enzimatik 18

10 Derajat Polimerisasi setelah Hidrolisis Enzimatik 19 11 Histogram Konsentrasi Gula Reduksi dan Total Gula setelah Fermentasi 20 12 Histogram Konsumsi Gula Reduksi dan Total Gula selama Fermentasi 21

13 Histogram Efisiensi Penggunaan Substrat 22

14 Histogram Kadar Etanol Pada Hidrolisat 23

DAFTAR LAMPIRAN

1

Tahapan penelitian 30

2

Proses Hidrolisis E.cottonii dengan asam dan enzim karagenase 31

3

Produksi enzim ekstrak kasar dan pemekatan enzim dengan

pengendapan aseton 80% 32

4

Komposisi berbagai media dan larutan yang digunakan pada penelitian 33

5

Analisa yang dilakukan pada penelitian 35

6

Perhitungan produksi bioetanol, efisiensi fermentasi, efisiensi penggunaan substrat, kadar gula pereduksi dan total gula 38

7

Kurva standar DNS, Phenol dan BSA 39

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu sumber bahan bakar terbarukan dan ramah lingkungan yang sangat prospektif saat ini adalah bioetanol. Penggunaan bioetanol sangat dibutuhkan untuk 10 tahun kedepan, yaitu berdasarkan peraturan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral No 32 tahun 2008, pada tahun 2008 hingga 2010 etanol harus mensubstitusi premium sebanyak 3% untuk transportasi, akan meningkat menjadi 10% pada tahun 2010 dan 15% di tahun 2025 mendatang (Sutarto 2009). Bioetanol merupakan senyawa alkohol (etanol) yang diperoleh dari proses fermentasi gula bahan-bahan berkarbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Etanol atau lebih dikenal dengan etil alkohol ini memiliki dua atom karbon dengan sifat-sifat tertentu diantaranya cairan yang tidak stabil, mudah terbakar, mudah menguap dan tidak berwarna.

Bioetanol dapat dibuat dari bahan baku tanaman yang kaya akan pati, serat dan gula. Salah satu bahan baku yang berpotensi sebagai bioetanol adalah rumput laut. Keuntungan dari rumput laut dibandingkan dengan komoditas lainnya adalah ketersediaan lahan budidaya yang sangat luas, sehingga tidak bersaing dengan lahan pemukiman, industri ataupun pertanian, waktu panen yang relatif lebih singkat, dapat menghasilkan bioetanol dan produk samping yang bernilai sebagai pupuk organik, tingginya kandungan polisakarida sehingga banyak menghasilkan gula (Meinita et al. 2012).

Jenis rumput laut yang paling banyak digunakan adalah Eucheuma cottonii karena jenis rumput laut ini banyak tumbuh di perairan Indonesia dengan kepadatan populasi yang tinggi. Didalam rumput laut terdapat karbohidrat karagenan yang dapat digunakan sebagai bahan baku etanol (Banati et al. 2007). Kappaphycus sp. atau lebih dikenal dengan Eucheuma cottonii adalah salah satu rumput laut yang menghasilkan ekstrak karagenan yang tinggi, dimana menurut Istini et al. (1986), kandungan karagenan pada rumput laut E.cottonii sebesar 65.75%. Karagenan merupakan polisakarida rumput laut yang mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3.6-anhidro-galaktosa (Bawa et al. 2007).

Proses pembuatan etanol dengan bahan berselulosa memerlukan beberapa tahapan sebelum menghasilkan etanol, salah satu tahapnya adalah hidrolisis. Proses hidrolisis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gula sederhana dan mempermudah kerja dalam proses fermentasi. Proses hidrolisis karagenan yang terdapat dalam Eucheuma cottonii dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kimiawi dan enzimatik. Menurut (Riyanti 2008) efisiensi proses hidrolisis dengan menggunakan asam masih rendah karena proses yang dilakukan masih panjang dan penanganan limbah asam yang tidak mudah. Kelemahan lainnya menghasilkan senyawa toksik yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada proses fermentasi, terjadinya korosi pada peralatan produksi, penggunaan energi yang cukup tinggi untuk proses daur ulang asam dan terbentuk produk samping yang tidak diharapkan (Tahezadeh dan Karimin 2007). Sehingga banyak peneliti yang beralih menggunakan hidrolisis secara enzimatik dimana selain produk yang dihasilkan aman, senyawa penghambat pertumbuhan mikroba tidak terbentuk.

(18)

lebih tinggi. Enzim adalah protein dengan struktur tiga dimensi yang kompleks yang aktif di bawah kondisi khusus dan hanya dengan substrat spesifik (Poedjiadi 2006). Enzim k-Karagenase merupakan enzim yang memiliki aktivitas tinggi dalam menghidrolisis k-karagenan. Enzim yang digunakan adalah enzim yang diproduksi dari hasil isolasi mikroba laut pada habitat Eucheuma cottonii segar dan menghasilkan isolat dengan potensi aktivitas karagenase tertinggi. Salah satunya yaitu isolat IH22. Isolat IH22 adalah isolat mikroba laut yang berhasil diisolasi oleh laboratorium SBRC, LPPM IPB, dan merupakan isolat terbaik dengan nilai aktivitas tertinggi sebesar 0.061 IU/ml dengan kadar gula reduksi 0.117 mg/ml dan kadar etanol yang dihasilkan sebesar 0.89% (v/v) dengan waktu inkubasi 10 jam pada suhu 40°C. Enzim yang dihasilkan telah dievaluasi aktivitasnya dengan cara pemekatan enzim melalui pengendapan aseton 80% (Meliawati 2015).

Khamir yang digunakan untuk fermentasi etanol pada penelitian ini adalah khamir S.cerevisiae yang telah diadaptasi dalam media galaktosa yaitu IPBCC AL IX, dimana kebanyakan S.cerevisiae yang digunakan memiliki kemampuan memetabolisme jenis gula tertentu salah satunya glukosa, sehingga perlu dilakukan adaptasi khamir pada media yang sesuai.

Penggunaan dan pemanfaatan k-karagenase hasil isolasi dari lingkungan hidup rumput laut pada hidrolisis enzim k-karagenase merupakan penelitian yang perlu dikembangkan lagi. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian hidrolisis rumput laut E.cottonii dengan enzim k-karagenase untuk memproduksi bioetanol oleh S.cerevisiae dilakukan.

Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini diantaranya :

1. Menentukan waktu optimum dalam hidrolisis enzim k-karagenase dengan menghasilkan aktivitas enzim dan gula reduksi yang tertinggi.

2. Menentukan konsentrasi asam H2SO4 3% pada perlakuan awal substrat

E.cottoniii.

3. Menganalisis konsentrasi substrat E.cottonii dan enzim k-karagenase yang terbaik dalam menghasilkan gula reduksi selama proses hidrolisis dengan kadar etanol yang tertinggi pada proses fermentasi oleh S.cereviseae.

Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini diantaranya :

1. Produksi enzim k-karagenase ekstrak kasar dan pengendapan aseton 80%. 2. Penentuan waktu hidrolisis enzim k-karagenase terhadap aktivitas enzim dan

gula reduksi karagenan.

3. Penentuan konsentrasi substrat dan enzim k-karagenase dari proses hidrolisis dalam menghasilkan gula reduksi untuk produksi etanol.

Manfaat Penelitian

(19)

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karagenan

Karagenan adalah hasil ekstraksi dari rumput laut dari kelas Rhodophyceae yaitu jenis Condrus, Gigartina dan Eucheuma dengan menggunakan air atau larutan alkali dengan konsentrasi tertentu pada suhu kamar tanpa pemasakan selama 2-4 jam, kemudian rumput laut direndam menggunakan alkali NaOH atau KOH. Setelah itu, rumput laut dikeringkan dengan sinar matahari selama 2-3 hari. Proses produksi karagenan semirefine ini lebih banyak diaplikasikan pada rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan produk SRC ada yang berbentuk chips ataupun tepung (flour). Karagenan merupakan polisakarida yang linier atau lurus dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karagenan memiliki molekul besar yang terdiri dari lebih 1.000 residu galaktosa (Diharmi 2011).

Di alam ini, terdapat tiga jenis karagenan yang dapat ditemukan secara luas di berbagai perairan di dunia. Ketiganya dibedakan berdasarkan struktur molekul yang mengakibatkan perbedaan sifat fisik dan karakteristik penggunaannya dalam industri pangan. Ketiga jenis karagenan ini adalah kappa, iota dan lambda. Perbedaan ketiganya terletak pada perbedaan posisi gugus ester-sulfate dan jumlah residu 3,6 anhydro-D-galaktosa. Kedua gugus tersebut dihubungkan oleh ikatan glikosidik α -1,3 dan β-1,4 secara bergantian (Campo et al. 2009). Jenis karagenan yang berbeda ini diperoleh dari spesies Rhodophyta yang berbeda (Van De Velde et al. 2002).

Ciri-ciri karagenan secara umum adalah berbentuk tepung berwarna kuning-kekuningan, mudah larut dalam air, akan tetapi tidak larut dalam pelarut organik dan membentuk larutan kental atau gel. Karagenan memiliki sifat khas yaitu kelarutan, stabilitas pH, pembentuk gel dan viskositas.

Molekul k-karagenan secara umum dideskripsikan sebagai pengulangan dari disakarida β-D-galactopyranosil-4-sulfat dan (1,4)-3,6-anhydro-α-D-galaktosa yang dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii (Campo et al. 2009). Iota-karagenan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Lambda karagenan berbeda dengan kappa-dan iota-karagenan, karena memiliki residu disulfat [1-4]-D-galaktosa, sedangkan kappa- dan iota-karagenan memiliki gugus 4-fosfat ester. Perbedaan stuktur karagenan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

kappa-karagenan iota-karagenan

lamda-karagenan

(20)

Eucheuma cottonii merupakan salah satu Carragaenaphyces, yaitu rumput laut penghasil karagenan yang terbentuk dari polisakarida linear yang biasa. Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari beberapa spesies rumput laut atau alga merah (Rhodophyceae). Karagenan juga merupakan galaktan tersulfatasi linear hidrofilik. Polimer ini merupakan pengulangan unit disakarida. Galaktan tersulfatasi ini diklasifikasi menurut adanya unit 3.6-anhydro galaktosa (DA) dan posisi gugus sulfat (Campo et al. 2009).

Saat ini jenis karagenan kappa didominasi diperoleh dari rumput laut tropis Kappaphycus alvarezii, yang di dunia perdagangan dikenal sebagai Eucheuma cottonii. Euchema denticulatum adalah spesies utama untuk menghasilkan jenis karagenan iota. Karagenan lambda diproduksi dari spesies Gigartina dan Condrus (Van de Velde et al. 2002). Menurut Doty (1987) Eucheuma cottonii sp. Merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan dikenal dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional sesuai dengan nama daerahnya yaitu cottonii padahal nama ilmiah sebenarnya adalah Kappaphycus alvarezii karena karagenan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karagenan.

Ciri-ciri Eucheuma cottonii adalah thallus dan cabang-cabangnya berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar (yang menyerupai lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gametan. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna cokelat ungu atau hijau kuning. Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah (Ditjenkan Budidaya 2004).

Rumput laut Eucheuma cottonii mengandung karbohidrat, protein, sedikit lemak dan abu. Selain itu juga merupakan sumber vitamin seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan vitamin C, serta mengandung mineral seperti K, Ca, P, Na, fe dan Iodium (Istini 1986). Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii

(21)

5

Enzim Karagenase

Enzim merupakan protein sel hidup yang berperan sebagai biokatalisator dalam proses biokimia, baik yang terjadi di dalam sel maupun di-luar sel. Enzim mempunyai spesifisitas katalitik yang tinggi yang ditentukan oleh gugus fungsi pada situs aktifnya. Enzim terdiri dari bagian protein dan bagian non protein. Bagian protein enzim yang disebut apoenzim sangat menentukan fungsi biokatalisator dari enzim. Bagian ini akan rusak pada suhu terlampau panas atau bersifat termolabil. Bagian non protein dari enzim disebut kofaktor atau gugus prostetik, yang dapat berupa senyawa organik (koenzim) atau senyawa non organik, seperti ion-ion logam. Gugus prostetik ini berukuran kecil, tahan panas (termostabil), dan diperlukan enzim untuk aktivitas katalitiknya. Reaksi yang dikatalisis enzim dapat berlangsung sangat cepat.

Enzim bekerja secara spesifik, karena sisi aktifnya (permukaan tempat melekatnya substrat) hanya cocok dengan permukaan substrat tertentu. Gambar di bawah ini merupakan letak kappa-karagenan pada bagian dari sisi aktif enzim karagenase.

Gambar 2 Model gambar kappa-karagenan pada sisi aktif kappa-karagenase (Michel et al 2001)

Enzim karagenase adalah enzim yang mampu menghidrolisis rangkaian polimer karagenan dari neocarrabiose-4-sulphate (AG4S). Hasilnya adalah oligosakarida A-G4S dengan enzyme resistant fraction (ERF) (Knutsen dan Hans 1992). Enzim karagenase dalam proses hidrolisis berperan untuk memecah molekul karagenan pada posisi β-1,4 sehingga menghasilkan neokarabiosa dan selanjutnya dirubah menjadi galaktosa.

(22)

Gambar 4 Contoh degradasi spesifik pada kappa-karagenan oleh enzim kappa-karagenase.

Gambar 4 adalah contoh degradasi enzim k-karagenase yang dapat menghidrolisis ikatan β-glikosidik antara 3,6-anhidro-D-galaktosa dan Dgalaktosa, menghasilkan pembentukan pada neocarrabiose oligosakarida dengan kode DA-G4S dan ikatan 3-β-D-galaktopiranosa 4-sulphate sebagai residu (Riuter dan Bryan 1997). Oligosakarida yang dihasilkan dari proses hidrolisis pada karagenan terdapat beberapa macam. Tabel di bawah ini menunjukkan oligosakarida yang dihasilkan oleh enzim k-karagenase.

Tabel 2 Oligosakarida dari k-karagenase Oligosakarida (A-G4S)n

Tetrasakarida (n-2) [(A-G4S)2 + C7H15NH3 +)3-H2O]+

[(A-G4S)2+ C7H15NH3+)3]+

[(A-G4S)(A-G)+ (C7H15NH3+)2-H2O]+

[(A-G4S)2+(C7H15NH3+)4+SO3]+

Hexasakarida (n-3) [(A-G4S)3+(C7H15NH3+)4]+

[(A-G4S)3+(C7H15NH3+)4-H2O]+

Octasakarida (n-4) [(A-G4S)4+(C7H15NH3+)6-H2O]2+

[(A-G4S)4+(C7H15NH3+)5-H2O]+

[(A-G4S)4+(C7H15NH3+)5]+

[(A-G4S)3(A-G)+(C7H15NH3+)5-H2O]2+

Dekasakarida (n-5) [(A-G4S)5+(C7H15NH3+)7]2+

[(A-G4S)5+(C7H15NH3+)6]+

Dodeasakarida (n-6) [(A-G4S)6+(C7H15NH3+)8-H2O]2+

[(A-G4S)6+(C7H15NH3+)8]2+

Tetradekasarida (n-7) [(A-G4S)7+(C7H15NH3+)9-H2O]2+

[(A-G4S)7+(C7H15NH3+)9]2+

Hexadekasakarida (n-8) [(A-G4S)8+(C7H15NH3+)10-H2O]2+

[(A-G4S)8+(C7H15NH3+)10]2+

Octadekasakarida (n-9) [(A-G4S)9+(C7H15NH3+)11-H2O]2+

[(A-G4S)9+(C7H15NH3 +)12]3+

(Antonopoulos 2004)

(23)

7

kecepatan reaksi enzim, karena berubahnya derajat ionisasi gugus asam dan basa dari enzim. Untuk kebanyakan enzim, terdapat kisaran pH optimum dimana aktivitas enzim berlangsung secara optimum dan mempunyai stabilitas yang tinggi. Sebagian besar enzim mempunyai pH optimum yang mendekati netral, sebagian kecil lainnya mempunyai pH optimum yang sangat rendah atau sangat tinggi.

Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat. Pada konsentrasi substrat yang sangat rendah, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim juga sangat rendah. Sebaliknya, kecepatan reaksi akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai tercapai titik tertentu, yaitu titik batas kecepatan reaksi maksimum. Setelah titik batas, enzim menjadi jenuh oleh substratnya, sehingga tidak dapat berfungsi lebih cepat. Pembatas kecepatan enzimatis ini adalah kecepatan penguraian kompleks enzim terhadap substrat menjadi produk dan enzim bebas.

Hidrolisis Enzimatik

Hidrolisis enzimatik merupakan proses penguraian suatu polimer yang kompleks menjadi monomer penyusunnya dengan menggunakan enzim (Perez et al. 2002). Hidrolisis enzimatik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara lain: tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih lunak (suhu rendah, pH netral), berpotensi memberikan hasil yang tinggi, dan biaya pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif (Taherzadeh dan Karimin 2008), (Hamelinck et al. 2005). Beberapa kelemahan dari hidrolisis enzimatis antara lain adalah membutuhkan waktu yang lebih lama, dan kerja enzim dihambat oleh produk. Di sisi lain harga enzim saat ini lebih mahal daripada asam sulfat, namun demikian pengembangan terus dilakukan untuk menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi hidrolisis maupun fermentasi (Sanchez et al. 2003).

Substrat yang digunakan untuk proses hidrolisis juga berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Adanya substrat tertentu di dalam medium produksi dapat mensekresi metabolit selnya. Tingginya kandungan serat pada tanaman memerlukan suatu proses untuk mendegradasi komponen serat yang ada pada tanaman tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan yakni dengan hidrolisis. Proses hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yakni: selulosa dan hemiselulosa monomer gula penyusunnya. Jika hidrolisis selulosa berlangsung sempurna akan menghasilkan glukosa sedangkan hemiselulosa akan menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis enzimatis polisakarida tanaman dapat dilakukan oleh enzim. Beberapa enzim yang banyak digunakan adalah selusase dan xilanase. Selulase merupakan enzim kompleks yang terdiri dari eksoselulase atau eksobiohidrolase, endoselulase atau endo-β-1,4-glukanase dan β -1,4-glukosidase atau selobiase. Ekso- β-1,4 glukonase atau selobiohidrolase bekerja dengan cara melepas unit-unit selobiosa dari ujung rantai selulosa (Anindyawati 2009).

(24)

Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces merupakan genus khamir atau ragi yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces

merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk termasuk kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30˚C dan pH 4.8. Beberapa kelebihan Saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-30˚C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces boullardii dan Saccharomyces uvarum.

S. cerevisiae merupakan khamir yang paling banyak digunakan dalam fermentasi, dan merupakan mikroorganisme yang sangat dikenal oleh masyarakat luas sebagai khamir roti (baker’s yeast). Khamir ini digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena mampu memproduksi etanol dalam jumlah yang besar, toleran terhadap etanol yang cukup tinggi 12-18% (v/v), toleran terhadap kadar gula tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32˚C (Harrisson dan Graham 1970).

Bahan baku dan perlakuan yang berbeda akan mengakibatkan perbedaan produksi etanol yang dihasilkan. Semua galur S. cerevisiae dapat tumbuh aerobik pada glukosa, maltosa, dan trehalosa namun tidak dapat tumbuh pada laktosa dan selobiosa. Pertumbuhannya pada gula lain dapat berubah-ubah. Dua jenis gula yang paling baik untuk difermentasikan adalah glukosa dan fruktosa (Martini dan Martini 2001).

Secara biokimia fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi melalui senyawa organik, sedangkan pengertian dalam bidang industri fermentasi adalah suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi suatu produk oleh massa sel mikroba. Monomer gula dapat diubah secara anaerobik menjadi alkohol oleh bermacam-macam mikroorganisme. Fermentasi gula sederhana (sukrosa dan glukosa) menjadi etanol memiliki persamaan stokiometri sebagai berikut :

C12H22O11 + H2O 4 C2H2OH + 4 CO2

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

(25)

9

3 METODOLOGI

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bakteri isolat IH22 dan khamir S.cerevisiae (IPBCC AL IX), rumput laut (Eucheuma cottonii), media karagenan, kappa-karagenan, CaCl2, KCl, MgSO4, K2HPO4, KH2PO4, NaCl,

pepton, galaktosa, ekstrak khamir, asam dinitrolisilat (DNS), asetat 5, fospat pH-6, dan aseton.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi laminar/transfer box, cawan petri steril, labu erlenmeyer, tabung reaksi, inkubator, sentrifugasi, vorteks, autoklaf, pipet mikro, timbangan analitik, viskometer, refraktrometer dan alat densitometer.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2015 sampai bulan April 2016 di Laboratorium Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, LPPM Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tahapan Penelitian 1. Peremajaan Isolat IH22

Peremajaan isolat dilakukan dengan menumbuhkan isolat IH22 pada media padat kappa-karagenan (Lampiran 4). Isolat IH22 merupakan mikroba laut yang dikoleksi oleh Laboratorium Pusat Studi Surfaktan dan Bioenergi, LPPM IPB yang diperoleh dari Perairan Desa Lontar, Serang, Banten. Selanjutnya bakteri diinkubasi selama 2 hari pada suhu 35oC.

2. Produksi Enzim k-Karagenase (Enzim Ekstrak Kasar)

Produksi enzim k-karagenase dilakukan dengan cara menginokulasi isolat IH22 yang sudah diremajakan sebanyak satu ose ke dalam media starter cair (Lampiran 4), selanjutnya diinkubasi selama 10 jam dengan suhu 35oC dengan kecepatan agitasi 100 rpm. Sebanyak 50 mL kultur starter kemudian dimasukkan ke dalam 450 mL media produksi (Lampiran 4). Media produksi enzim diinkubasi pada waterbath dengan suhu 40°C dengan kecepatan agitasi 100 rpm selama 12 jam (merupakan waktu optimum berdasarkan hasil gula reduksi tertinggi terhadap aktivitas enzim tertinggi pada isolat IH22) (Meliawati 2015).

Langkah selanjutnya, media produksi yang mengandung enzim disentrifugasi pada kecepatan 2.500 rpm dengan suhu 4oC selama 15 menit untuk memisahkan

larutan enzim dengan endapan. Supernatan hasil sentrifugasi kemudian disimpan pada suhu 10oC sebagai enzim ekstrak kasar (Modifikasi dari Khambaty et al. 2007). Supernatan yang dihasilkan dari proses sentrifugasi enzim ekstrak kasar dilakukan analisa kadar protein untuk memperoleh aktivitas spesifik enzim (Lampiran 5), dan analisa aktivitas enzim dengan cara mengambil sampel sebanyak 0.33 mL supernatan ditambah 0.67 mL substrat karagenan dalam buffer asetat pH 5 dan selanjutnya divortex dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 50oC. Sebanyak 1 mL sampel

(26)

Aktivitas enzim merupakan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 mikromol gula reduksi (D-galaktosa equivalent) permenit. Pengukuran aktivitas enzim dimasukkan ke dalam rumus dibawah ini.

Aktivitas enzim (IU/ml) =

g× +

M × ×

Keterangan: BM galaktosa = 0,18 mg/µmol Waktu inkubasi dalam menit

Vol enzim dan vol substrat dalam mL

3. Pemekatan Enzim k-Karagenase Ekstrak Kasar dengan Metode Pengendapan Aseton 80%

Enzim ekstrak kasar yang diproduksi sebanyak 500 ml dipekatkan dengan aseton pada konsentrasi 80% dimana sebanyak 2 ml enzim ekstrak kasar ditambahkan dengan pelarut aseton 8 ml dalam tabung reaksi. Setelah itu campuran diaduk dengan vortex sampai homogen dan disimpan semalaman di dalam lemari pendingin. Kemudian dilakukan pemisahan dengan sentrifus 12000 xg selama 15 menit pada suhu 4°C. Enzim yang mengendap dipisahkan dan dilarutkan kembali ke dalam 0,05 M buffer fosfat pH 6 sebanyak 200 µl. Sehingga dari 500 ml enzim ekstrak kasar yang telah dipekatkan akan diperoleh konsnetrat enzim k-karagenase sebanyak 50 ml untuk satu kali pembuatan media produksi kappa-karagenan. Kemudian enzim yang telah dimurnikan dilakukan uji aktivitas enzim dengan perhitungan yang sama dengan pengujian sebelumnya dan kadar proteinnya untuk mengetahui aktivitas spesifikasi enzim (Meliawati 2015).

4. Penentuan Waktu Hidrolisis terhadap Aktivitas Enzim dan Gula Reduksi Menggunakan Enzim k-Karagenase

Pengujian dilakukan pada enzim yang telah diendapkan dengan aseton. Sebelumnya kappa-karagenan sebanyak 0.25% (w/v) dilarutkan dalam buffer fosfat pH 6 dan diambil sebanyak 0.67 ml sebagai substrat kappa-karagenan kemudian ditambahkan dengan enzim k-karagenase sebanyak 0.33 mL dan dihidrolisis pada suhu 40°C. Waktu pengamatan dilakukan setiap setengah jam yang dimulai dari 0, 30, 60, 90, 120 dan 180 menit. Selanjutnya dilakukan analisa terhadap aktivitas enzim dan gula reduksi pada tiap interval 30 menit untuk memperoleh waktu inkubasi dan hidrolisis yang terbaik.

5. Penentuan Konsentrasi Asam Pada Hidrolisat E.cottonii

Tahapan ini dilakukan untuk menentukan banyaknya konsentrasi yang tepat pada masing-masing substrat E.cottonii. Adanya penambahan asam pada subtrat E.cottonii bertujuan agar hidrolisat tidak mudah berubah menjadi gel saat sebelum dihidrolisis menggunakan enzim k-karagenase. Asam yang digunakan adalah asam sulfat 3%, dimana asam yang diberikan dalam jumlah yang kecil, agar selama proses hidrolisis dengan asam tidak menghasilkan senyawa toksik pada hidrolisat yang dapat mengganggu proses fermentasi nantinya.

(27)

11

substrat ditambahkan asam sulfat (H2SO4 3%) yang dimulai dari konsentrasi 0.1-1%,

dimana pada tahapan ini kondisi pH pada substrat tidak terlalu asam dan masih mendekati netral (5-5.5) dan kemudian dilakukan pengamatan terhadap penampakan hidrolisat secara visual diantaranya warna, konsistensi kekentalan yang dihasilkan hidrolisat yang masih kental atau tidak terlalu cair serta tidak mudah mengel pada saat dingin. Selanjutnya dilakukan pengujian viskositas dengan viskometer. Setelah didapatkan konsentrasi asam yang tepat pada masing-masing subtrat E.cottonii, kemudian dilakukan analisa gula pereduksi dan total gulanya.

6. Hidrolisis E.cottonii dengan Enzim k-Karagenase

Pada tahap ini, substrat yang telah dihidrolisis menggunakan asam, dinetralkan dengan kapur tohor hingga pH mencapai 5,5, kemudian dilanjutkan proses hidrolisis menggunakan enzim k-karagenase. Hidrolisat asam dengan konsentrasi 6%, 9% dan 12% yang telah dingin ditambahkan enzim k-karagenase dengan konsentrasi 0%, 2.5% dan 5%. Hidrolisis enzimatik dilakukan dengan cara menginkubasi substrat E.cottonii selama 2 jam (waktu hidrolisis yang terbaik untuk gula reduksi) pada suhu 40°C, dimana banyak enzim yang ditambahkan dalam 100 ml buffer adalah 5 ml untuk konsentrasi 2.5% dan 10 ml untuk konsentrasi enzim 5% dan kemudian sisanya ditambahkan dengan buffer fosfat pH 6 sehingga total volume hidrolisat E.cottonii yang digunakan adalah 200 ml. Kemudian hidrolisat dipanaskan pada suhu 90°C selama 15 menit yang bertujuan untuk menghentikan reaksi pada hidrolisat dan masing-masing substrat diambil sampelnya untuk dianalisa gula reduksi dan total gulanya setelah hidrolisis menggunakan enzim.

7. Fermentasi

Substrat yang telah dihidrolisis menggunakan enzim k-karagenase selanjutnya difermentasi, yang sebelumnya dilakukan persiapan inokulum S.cerevisiae IPBCC AL IX dan diambil sebanyak 2 ose untuk ditanam dalam 10 mL media YMGP (Yeast Malt Galactose Pepton), dimana banyaknya media YMGP yang ditambahkan pada hidrolisat adalah sebesar 10% dari total volume hidrolisat yaitu sebanyak 20 ml. Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam

(Yanagisawa et al. 2011). Proses fermentasi dilakukan pada kondisi anaerobik pada suhu ruang 30oC. Substrat yang telah dihidrolisis ditambahkan dengan pupuk urea 0.5% dan NPK 0.06% dari °Brix gula substrat sebagai sumber nutrient (Setyaningsih et al. 2012). Proses fermentasi dilakukan selama 6 hari. Hidrolisat yang telah difermentasi diambil sample sebanyak 2 ml untuk analisa gula reduksi dan total gulanya setelah fermentasi. Selanjutnya hidrolisat hasil fermentasi didistilasi, kemudian rendemen etanol yang diperoleh diukur dengan bantuan alat densitometer (%v/v). Perhitungan kadar etanol, efisiensi fermentasi, dan efisiensi penggunaan substrat dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pengolahan Data

(28)

ada salah satu perlakuan atau interaksinya berpengaruh nyata maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez 1995). Parameter yang diuji diantaranya gula reduksi dan total gula selama proses hidrolisis dan fermentasi, kadar etanol, efisiensi penggunaan substrat dan efisiensi fermentasi.

Persamaan model rancangannya sebagai berikut : Yikj = μ+ Si+ Ej+ (SE)ij+ ε(ij)k

Keterangan :

Yijk = Hasil pengamatan

μ = Nilai rata-rata umum

Si = Pengaruh faktor konsentrasi substrat E.cottonii pada taraf ke-i; i=1,2,3..n Ej = Pengaruh faktor konsentrasi enzim pada taraf ke-j; j=1,2,3..n

(29)

13

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stabilitas Aktivitas Enzim k-Karagenase pada Berbagai Waktu Inkubasi Pengukuran aktivitas enzim k-karagenase dilakukan untuk melihat berapa lama enzim dapat bekerja secara maksimal pada suhu optimum. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai 1 mikromol galaktosa (gula reduksi) yang dihasilkan per satuan waktu pada kondisi pengukuran enzim, yang dinyatakan dalam satuan unit/ml yang merupakan mikromol yang dilepas per menit per mililiter enzim.

Gambar 5 Aktivitas enzim k-karagenase selama waktu inkubasi

Pada Gambar 5 terlihat bahwa aktivitas enzim mengalami peningkatan di menit 30 hingga menit ke-60 yaitu sebesar 0.007 IU/ml – 0.01 IU/ml. Kemudian aktivitas enzim menurun dimenit 90 hingga menit ke-180, dimana pada waktu ini enzim sudah kurang aktif sehingga tidak menghasilkan kenaikan gula reduksi yang tinggi. Berdasarkan grafik dapat disimpulkan bahwa aktivitas enzim yang tinggi dapat diperoleh pada awal masa inkubasi yaitu pada kisaran 30 hingga 60 menit.

Perbandingan Aktivitas Enzim Ekstrak Kasar dan Enzim Hasil Pengendapan Aseton

Perbandingan enzim ekstrak kasar dengan enzim hasil pengendapan aseton dilakukan untuk membandingkan aktivitas enzim dan aktivitas spesifikasi enzim sebelum dan setelah pengendapan aseton. Tabel 3 adalah perbandingan enzim ekstrak kasar dan enzim hasil pengendapan aseton.

Tabel 3 Perbandingan aktivitas enzim ekstrak kasar dan enzim hasil pengendapan Aseton 80%

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai aktivitas enzim mengalami peningkatan pada saat sebelum dan setelah diendapkan. Aktivitas enzim diperoleh berdasarkan nilai gula reduksi yang dihasilkan pada masing-masing enzim yaitu sebesar 0.029 mg/ml dan 0.0156 mg/ml. Secara umum, gula pereduksi berhubungan erat dengan aktivitas enzim dimana semakin tinggi aktivitas enzim maka semakin tinggi pula gula

(30)

pereduksi yang dihasilkan. Nilai aktivitas enzim ekstrak kasar sebesar 0.016 IU/ml menjadi 0.086 IU/ml dengan kelipatan hasil pengendapan aseton sebanyak 5 kali lipat.

Sedangkan nilai aktivitas spesifikasi enzim ekstrak kasar adalah 0.015 IU/mg dan mengalami peningkatan sebanyak 4 kali lipat menjadi 0.060 IU/mg saat setelah diendapkan dengan aseton. Aktivitas spesifikasi enzim diperoleh bedasarkan kadar protein pada masing-masing enzim, dimana kadar protein pada enzim ekstrak kasar sebesar 1.051 mg/ml dan 1.428 mg/ml pada enzim hasil pengendapan. Pemekatan enzim karagenase dengan metode pengendapan aseton merupakan metode yang cukup baik dalam meningkatkan aktivitas enzim dengan persentase total yield yang dihasilkan sebesar 53.7%.

Kadar Gula Reduksi selama Hidrolisis oleh Enzim k-Karagenase

Enzim k-karagenase diperoleh dengan cara mencampurkan media produksi karagenase dengan media starter isolat IH22 dan diinkubasi selama 12 jam. Enzim ekstrak kasar yang dihasilkan disentrifus untuk memisahkan supernatan dan endapannya (crude) yang kemudian dipekatkan dengan metode pengendapan aseton 80% (Meliawati 2015). Perlakuan waktu hidrolisis yang diberikan dimulai dari 0 hingga 180 menit dengan rentang waktu setengah jam. Tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan waktu hidrolisis k-karagenan dalam menghasilkan gula reduksi yang tertinggi oleh k-karagenase.

Gambar 6 Gula Reduksi selama Proses Hidrolisis oleh Enzim k-Karagenase Gambar 6 menjelaskan bahwa gula reduksi yang dihasilkan dari menit pertama hingga menit ke-120 mengalami peningkatan, kemudian di menit ke-150 menurun hingga menit ke-180. Enzim karagenase menghasilkan gula reduksi yang tinggi pada saat mencapai waktu hidrolisis 2 jam (120 menit). Selain suhu, waktu inkubasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi besarnya gula reduksi yang dihasilkan. Semakin lama waktu hidrolisis maka akan semakin tinggi kadar gula reduksi yang dihasilkan. Namun waktu hidrolisis yang terlalu lama akan mengakibatkan gula reduksi terdegradasi, sehingga konsentrasi gula reduksi menurun (Idral et al. 2012). Waktu 2 jam ini selanjutnya digunakan untuk menghidrolisis substrat E.cottonii pada proses hidrolisis enzimatik.

(31)

15

Penentuan Konsentrasi Asam H2SO4 3% pada Perlakuan Awal Hidrolisis

Proses hidrolisis yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi asam yang tepat agar substrat tidak mudah padat (berubah jadi gel) pada saat didinginkan. Proses penentuan konsentrasi asam dilakukan secara tersendiri, dimana masing-masing substrat E.cottonii diberi perlakuan konsentrasi asam sebanyak 0.1% hingga 1%, dengan kenaikan konsentrasi setiap 0.05% dan kemudian diautoklaf selama 30 menit pada suhu 121°C. Selanjutnya hidrolisat disaring dengan kain kassa yang bertujuan untuk memisahkan cairan dengan ampas dan mempermudah pengamatan terhadap penampakan hidrolisat secara visual. Hidrolisat yang diinginkan memiliki karakteristik warna tidak terlalu coklat (kuning keruh), konsistensi cairan kental, tidak membeku pada suhu ruang, viskositas sekitar 8 cP dan pH yang mendekati netral yaitu 5. Tabel 4 berikut menjelaskan secara rinci penampakan hidrolisat pada masing-masing substrat E.cottonii.

Tabel 4 Konsentrasi asam H2SO4 3% pada masing-masing substrat Substrat

E.cottonii Warna Konsistensi

(32)

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi substrat maka semakin banyak konsentrasi asam yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan besarnya konsentrasi substrat yang digunakan mengakibatkan kontak antara asam dengan substrat semakin kecil, sehingga dibutuhkan asam yang lebih banyak dalam menguraikan polisakarida galaktosa pada hidrolisat. Asam merupakan salah satu bahan pengurai oksigen dalam air pada proses hidrolisis. Sedikitnya konsentrasi asam yang digunakan, bertujuan agar tidak terbentuknya senyawa inhibitor pada hidrolisat rumput laut seperti Hydroxymethyl fulfural (HMF) dan asam levulinik (AL), karena salah satu akibat adanya senyawa tersebut dapat menghambat produktivitas fermentasi mikroorganisme sehingga menurunkan produksi etanol.

Hidrolisis E.cottonii dengan Asam dan Enzim k-Karagenase

a.

Konsentrasi Gula Reduksi dan Total Gula setelah Pelakuan Awal Asam Total gula merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisis pati. Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehid atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa) kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Akan tetapi jika polisakarida dihidrolisis, maka akan menghasilkan lebih dari sepuluh monosakarida contohnya amilum, glikogen, dan selulosa. Karena polisakarida merupakan polimer monosakarida yang memiliki bobot molekul yang tinggi (Poedjiadi 2006).

Karagenan merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa dari hasil ekstraksi rumput laut. Sebagian besar karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa. Tingginya kandungan karagenan pada rumput laut akan memberikan pengaruh terhadap konsentrasi gula reduksi yang dihasilkan. Dimana semakin banyak karagenan/oligosakarida yang terhidrolisis semakin banyak gula reduksi yang terbentuk (Winarno 2004).

Analisis total gula dengan metode Fenol merupakan salah satu metoda penetapan total gula yang banyak digunakan untuk bahan pangan. Metode ini dapat mengukur dua molekul gula pereduksi. Gula sederhana, oligosakarida, dan turunannya dapat dideteksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat yang akan menghasilkan warna jingga kekuningan yang stabil. Adapun tujuan analisa kadar gula total ini adalah untuk mengukur semua jenis gula pada substrat E.cottonii selama proses hidrolisis.

(33)

17

Gambar 7 Konsentrasi gula reduksi dan total gula setelah perlakuan awal asam Pada Gambar 7 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi substrat maka semakin besar kadar gula reduksi dan total gula yang dihasilkan. Substrat 12% merupakan substrat yang paling tinggi dalam menghasilkan gula reduksi dan total gula selama proses hidrolisis menggunakan asam. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi substrat E.cottonii maka semakin banyak pati (polisakarida) yang tersedia untuk hidrolisis oleh asam.

Salah satu yang mejadi faktor utama yang berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh dan kecepatan selama proses hidrolisis adalah susbtrat. Semakin tinggi konsentrasi substrat akan menjadi penghambat selama proses hidrolisis karena dapat memperlambat proses. Hal inilah yang menyebabkan kecilnya kandungan gula reduksi dan total gula pada substrat 12%. Berdasarkan rasio antara konsentrasi gula reduksi atau total gula terhadap konsentrasi substrat E.cottonii, konsentrasi gula reduksi yang terkandung setelah dihidrolisis pada perlakuan awal asam adalah 9-10% dan total gulanya sekitar 40-45%.

Derajat polimerisasi (DP) adalah jumlah total unit-unit struktur termasuk gugus fungsi, dan berhubungan dengan panjang rantai dan berat molekul. DP merupakan perbandingan antara total gula dengan gula pereduksi. DP dapat menunjukkan seberapa besar rantai polisakarida dapat dipecah menjadi monosakarida. Nilai DP yang kecil menunjukkan bahwa semakin banyak rantai polimer selulosa dan galaktan yang terputus sehingga dihasilkan senyawa-senyawa monosakarida dan oligosakarida. Hasil derajat polimerisasi dapat dilihat pada gambar histogram dibawah ini :

Gambar 8 Derajat polimerisasi setelah perlakuan awal asam

(34)

2,63 derajat polimerisasi yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini menunjukan bahwa banyaknya rantai polisakarida yang terurai menjadi galaktosa selama proses hidrolisis. Substrat 12% merupakan substrat yang paling kecil nilai derajat polimerisasinya yaitu sebesar 4.24. Nilai DP yang diperoleh dapat diartikan bahwa rangkaian polisakarida yang terpecah menjadi beberapa rangkaian monosakarida dengan jumlah molekul antara 2-8 merupakan golongan dari oligosakarida.

Derajat polimerisasi yang diperoleh berbanding terbalik terhadap nilai rasio antara derajat polimerisasi dengan konsentrasi susbtrat E.cottonii, dimana pada substrat 12% kandungan galaktosa yang terkandung hanya sekitar 35% sedangkan kandungan yang tertinggi terdapat pada substrat 6% dengan persentase sebesar 87%. Hal ini dikarenakan tingginya konsentrasi substrat memberikan pengaruh terhadap banyaknya rantai polimer yang terputus selama proses hidrolisis.

b. Konsentrasi Gula Reduksi dan Total Gula setelah Hidrolisis Enzimatik Proses hidrolisis enzim merupakan proses penguraian suatu polimer yang kompleks menjadi monomer penyusunnya dengan menggunakan enzim. Enzim karagenase dalam proses hidrolisis berperan untuk memecah molekul karagenan pada posisi β-1,4 sehingga menghasilkan neokarrabiosa dan dirubah menjadi galaktosa.

Adanya perlakuan substrat, enzim maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap gula reduksi dan total gula yang dihasilkan setelah hidrolisis menggunakan enzim, hal ini terlihat pada tabel sidik ragam (Lampiran 8) dimana faktor substrat, enzim dan interaksi antar kedua faktor memiliki f hitung yang lebih besar daripada f tabel. Dan kemudian dilakukan uji lanjut Duncan dengan rata-rata gula reduksi yang dihasilkan berkisar antara 1.73-2.70 (faktor substrat) dan 1.53-2.73 (faktor enzim). Sedangkan rata-rata total gula pada kedua faktor (substrat dan enzim) adalah 4.28-6.99 dan 3.39-7.83. Berikut gambar histogram rata-rata konsentrasi gula reduksi dan total gula setelah hidrolisis menggunakan enzim pada konsentrasi substrat E.cottonii.

Gambar 9 Konsentrasi gula reduksi dan total gula setelah hidrolisis enzimatik Pada Gambar 9 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi substrat dan enzim, gula reduksi dan total gula yang dihasilkan semakin meningkat pula. Dimana selain konsentrasi substrat, enzim k-karagenase memberikan pengaruh terhadap konsentrasi

(35)

19

gula yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi enzim maka substrat yang berikatan dengan lokasi aktif enzim akan semakin banyak sehingga jumlah produk yang dihasilkan akan semakin banyak (Mauliana 2015). Substrat 12% merupakan susbtrat yang memiliki kadar gula reduksi dan total gula yang tertinggi yaitu sebesar 1.94-3.21% dan 4.26-9.89%.

Sama halnya pada hidrolisat setelah diberi perlakuan awal asam, besarnya konsentrasi substrat juga dapat mempengaruhi kecepatan hidrolisis enzimatis. Terjadinya penghambatan selama proses hidrolisis selain karena konsentrasi substrat yang tinggi juga dipengaruhi oleh banyaknya enzim yang diberikan. Banyaknya konsentrasi enzim sangat berpengaruh terhadap kecepatan selama proses hidrolisis. Hal ini dapat dilihat dari hasil rasio antara kadar gula reduksi atau total gula terhadap substrat dengan atau tanpa perlakuan enzim. Dimana semakin tinggi konsentrasi substrat semakin kecil kandungan gula reduksi dan total gula yang dihasilkan akan tetapi semakin tinggi konsentrasi enzim yang ditambahkan pada masing-masing substrat semakin tinggi kandungan gula reduksi dan total gula setelah hidrolisis enzimatis. Adapun kandungan gula reduksi yang dihasilkan berkisar antara 16-38% dengan total gula sebesar 36-90%.

Gambar 10 Derajat Polimerisasi setelah hidrolisis enzimatik

Derajat Polimerisasi dihitung untuk mengetahui perbandingan antara total gula dengan gula pereduksi setelah hidrolisis enzimatik. Tingginya derajat polimerisasi yang dihasilkan, menunjukan bahwa jumlah galaktan yang terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa oligosakaridanya sangat sedikit, sehingga dapat diartikan bahwa hidrolisis belum terjadi dengan sempurna. Derajat Polimerisasi setelah hidrolisis menggunakan enzim, konsentrasinya lebih kecil jika dibandingkan dengan DP setelah perlakuan awal asam. Hal ini dikarenakan selama proses hidrolisis menggunakan enzim konsentrasi gula yang dihasilkan lebih tinggi daripada setelah perlakuan awal asam.

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa semakin banyak konsentrasi enzim yang ditambahkan pada substrat E.cottonii, nilai derajat polimerisasi yang dihasilkan semakin tinggi. Dimana substrat dengan penambahan enzim 5% memiliki nilai derajat polimerisasi paling tinggi yaitu sebesar 2.57-3.07. Lain halnya dengan substrat yang ditambahkan perlakuan enzim 0% dan 2.5%, derajat polimerisasi yang dihasilkan semakin kecil seiring meningkatnya konsentrasi substrat E.cottonii.

(36)

1,57 1,73

Fermentasi merupakan penguraian senyawa organik menjadi senyawa sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi (Banati et al. 2007). Ada tiga komponen yang terlibat dalam proses fermentasi diantaranya substrat, mikroba dan produk. Substrat merupakan salah satu sumber gula yang dibutuhkan khamir selama fermentasi. Adapun mikroba yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis khamir yang telah teradaptasi pada media yang mengandung galaktosa. Sel S.cerevisiae hasil adaptasi mampu menggunakan galaktosa pada hidrolisat. Hong et al. (2011) menyatakan ketika galaktosa menjadi satu-satunya sumber karbon yang tersedia, S.cerevisiae akan menghasilkan enzim-enzim tertentu dalam metabolismenya untuk mengubah glukosa menjadi etanol atau untuk perbanyakan sel.

a. Konsentrasi Gula Reduksi Dan Total Gula Setelah Fermentasi

Pada tahap fermentasi, substrat E.cottonii mengubah menjadi gula sederhana salah satunya adalah galaktosa. Produksi etanol dari substrat gula oleh khamir S.cerevisiae merupakan proses fermentasi dengan kinetika sangat sederhana. Disebut sederhana karena hanya melibatkan satu fasa pertumbuhan dan produksi, pada fase tersebut galaktosa diubah secara simultan menjadi biomassa, etanol dan CO2.

Terdapat dua parameter yang dapat mengendalikan pertumbuhan dan metabolisme khamir dalam keadaan anaerobik, yaitu konsentrasi gula dan etanol. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa konsentrasi gula reduksi dan total gula yang dihasilkan setelah fermentasi mengalami penurunan saat setelah dihidrolisis menggunakan enzim k-karagenase, hal ini dikarenakan S.cerevisiae mengkonsumsi gula reduksi selama proses fermentasi untuk proses metabolismenya.

Berdasarkan hasil sidik ragam, adanya faktor konsentrasi substrat dan enzim memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai gula reduksi dan total gula setelah fermentasi. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 8, perlakuan subtrat dan enzim mempunyai nilai f hitung lebih besar dari f tabel. Kemudian dilakukan uji lanjut Duncan dengan rata-rata nilai gula reduksi pada faktor substrat 0.82-1.89 dan 0.71-1.53 pada faktor enzim, sedangkan rata-rata total gula yang dihasilkan adalah 2.49-5.36 dan 2.13-5.44. Berikut gambar histogram yang menunjukan rataan atau konsentrasi gula reduksi dan total gula yang dihasilkan setelah fermentasi.

Gambar 11 Konsentrasi gula reduksi dan total gula setelah fementasi

(37)

21

Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa substrat 12% masih menghasilkan kadar gula reduksi dan total gula yang tinggi. Besarnya kadar gula reduksi dan total gula yang dihasilkan setelah fermentasi, menunjukan bahwa sedikitnya gula yang dikonsumsi oleh S.cerevisiae selama proses fermentasi. Dimana menurut Osho (2005), khamir memiliki batas toleransi terhadap jumlah gula dalam hidrolisat (substrat). Adapun gula optimum bagi S.cerevisiae adalah sekitar 15-18%.

b. Konsumsi Gula Reduksi dan Total Gula selama Proses Fermentasi

Konsentrasi gula reduksi dan total gula sebelum dan setelah fermentasi dapat digunakan untuk menentukan besarnya gula reduksi dan total gula yang digunakan selama proses fermentasi. Adanya perbedaan jumlah gula yang dikonsumsi berhubungan dengan pembentukan etanol, karena gula reduksi yang terukur sebagai galaktosa dapat dimanfaatkan oleh khamir dalam proses metabolisme dalam menghasilkan etanol.

Gambar 12 merupakan histogram yang menunjukan besarnya konsumsi gula reduksi dan total gula selama proses fermentasi.

Gambar 12 Konsumsi gula reduksi dan total gula selama proses fermentasi Pada Gambar 12 menjelaskan bahwa pada substrat 9% merupakan substrat dengan konsentrasi gula reduksi dan total gula yang paling banyak dikonsumsi oleh khamir selama proses fermentasi, jika dibandingkan dengan substrat 6% dan 12%. Substrat dengan konsentrasi 9% merupakan substrat dengan konsumsi gula reduksi dan total gula yang tertinggi yaitu masing-masing sebesar 1.03-1.49% dan 1.56-2.75%. Sedangkan substrat 12% konsentrasi gula reduksi yang dikonsumsi masih sangat sedikit, dimana secara kinetik glukosa memiliki peran ganda dimana substrat dengan konsentrasi gula yang rendah yaitu kurang dari 1 g/L merupakan substrat pembatas, sedangkan konsentrasi gula yang tinggi dimana lebih dari 300 g/L akan menjadi penghambat (Mangunwidjaja 1994). Hal inilah yang menyebabkan rendahnya konsumsi gula reduksi dan total gula pada substrat 12%.

Berdasarkan nilai kadar gula reduksi yang diperoleh, efisiensi penggunaan substrat dapat dihitung dengan membandingkan persentase total gula reduksi yang dikonsumsi selama fermentasi dengan jumlah gula reduksi awal (sebelum fermentasi). Berikut gambar histogram nilai efisiensi penggunaan subsrat.

(38)

Gambar 13 Efisiensi Penggunaan substrat

Nilai efisiensi penggunaan substrat berbanding lurus terhadap konsumsi gula reduksi selama fermentasi. Dimana pada Gambar 15, terlihat bahwa substrat 9% memiliki nilai efisiensi substrat yang paling tinggi dengan atau tanpa perlakuan enzim yaitu sebesar 69.87-55.78%. Menurut Nababan (2013), menyatakan bahwa semakin tinggi efisiensi penggunaan substrat yang dihasilkan, maka degradasi substrat yang terjadi selama proses hidrolisis akan semakin baik. Efisiensi penggunaan substrat menunjukkan seberapa banyak gula yang dimanfaatkan oleh khamir (S.cereviseae) untuk diubah menjadi etanol (produk utama), asam organik (produk samping) dan energi yang digunakan untuk pertumbuhan khamir.

c. Kadar Etanol Pada Hidrolisat E.cottonii

Produksi bioetanol merupakan parameter yang dapat menunjukkan keberhasilan dari proses fermentasi alkohol. Selain mikroba, nutrien (urea dan NPK) yang terlibat dalam proses fermentasi, besarnya konsumsi gula reduksi selama proses fermentasi dapat memberikan pengaruh terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Dimana semakin banyak gula yang dikonsumsi maka semakin tinggi kadar etanolnya. Hal ini terlihat pada Gambar 13 bahwa substrat 9% menghasilkan kadar etanol tertinggi sebesar 0.53% untuk enzim 2.5% dan 1.24% pada konsentrasi enzim 5%. Kadar etanol yang dihasilkan oleh hidrolisis enzim k-karagenase masih tergolong rendah, hal ini dikarenakan mikororganisme yang digunakan tidak sesuai dan juga selama proses fermentasi khamir lebih membutuhkan glukosa sebagai sumber energi dibandingkan galaktosa yang banyak dihasilkan oleh hidrolisat E.cottonii.

(39)

23

Berdasarkan hasil analisis ragam adanya perlakuan substrat dan enzim beserta interaksinya berpengaruh nyata terhadap kadar etanol yang dihasilkan, karena f hitung pada masing-masing faktor dan perlakuan lebih besar dari f tabel (Lampiran 8). Akan tetapi faktor substrat pada konsentrasi 6 dan 9% jika dilakukan uji lanjut Duncan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar etanol yang dihasilkan namun berbeda nyata terhadap substrat 12% dengan rata-rata nilai yang diperoleh berkisar antara 0.50-0.59. Sedangkan adanya faktor enzim memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar etanol dengan rata-rata yang dihasilkan sebesar 0-1.17.

Gambar 14 Kadar Etanol pada Hidrolisat

Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa adanya perlakuan enzim pada masing-masing substrat dapat meningkatkan kadar etanol. Semakin banyak enzim yang digunakan maka akan semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan. Menurut Nababan (2013), konsentrasi enzim dapat mempengaruhi hasil etanol yang optimal, dimana jumlah etanol optimal yang dihasilkan bergantung pada konsentrasi gula (substrat) yang akan diubah oleh enzim. Sehingga semakin banyak enzim yang ditambahkan maka semakin cepat reaksi kimia pada substrat dalam menghasilkan gula. Akan tetapi konsentrasi gula yang diperlukan untuk fermentasi adalah 10 sampai 18%. Apabila konsentrasi gula terlalu tinggi maka proses fermentasi akan berjalan lambat.

Selain itu substrat tanpa penambahan enzim, tidak menghasilkan etanol sama sekali. Hal ini dikarenakan gula yang dihasilkan oleh substrat E.cottonii lebih banyak mengandung galaktosa dibandingkan glukosa dan khamir yang digunakan memiliki kemampuan yang lemah dalam memfermentasi galaktosa. Rendahnya etanol yang dihasilkan pada hidrolisat E.cottonii mungkin diakibatkan oleh adanya senyawa-senyawa inhibitor yang terbentuk pada hidrolisat. Salah satu senyawa-senyawa inhibitor yang terdapat pada hidrolisat rumput laut. Menurut Maharani (2011), konsentrasi tinggi dari HMF dan asam levulinat dapat menghambat produktivitas fermentasi mikroorganisme sehingga menurunkan produksi etanol. S.cerevisiae juga diduga dapat menggunakan gula sebagai sumber energi untuk menghilangkan inhbitor HMF dan AL daripada memproduksi bioetanol. Akan tetapi dengan adanya senyawa-senyawa inhibitor tersebut mengakibatkan khamir lebih mengutamakan untuk mengurangi senyawa-senyawa inhibitor terlebih dahulu daripada mengkonversi substrat menjadi etanol.

Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap kadar etanol yang dihasilkan pada hidrolisat E.cottonii serta banyaknya kadar gula reduksi yang dikonsumsi selama proses fermentasi, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi substrat 9% dengan

(40)

penambahan enzim 5% merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik dalam menghasilkan etanol yang tertinggi. Pada penelitian ini selain untuk mengetahui kadar etanol pada masing-masing substrat E.cottonii. Perbandingan nilai efisiensi fermentasi dan jumlah Y p/s dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5 Perbandingan nilai efisiensi fermentasi dan Y p/s pada hidrolisat E.cottonii

Perlakuan Efisiensi

Berdasarkan tabel diatas, nilai efisiensi fermentasi pada substrat 6% memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan substrat 9 dan 12% yaitu sebesar 44.39 dan 81.70%. Tingginya nilai efisiensi yang dihasilkan menunjukan bahwa kinerja dari khamir pada konversi gula menjadi etanol sangat baik demikian halnya pada efisiensi penggunaan substrat. (Nababan 2013).

Efisiensi fermentasi merupakan ukuran banyaknya jumlah gram etanol yang terbentuk per 100 gram gula dalam substrat dibandingkan dengan gram etanol yang terbentuk secara teoritis. Efisiensi fermentasi etanol menunjukan banyaknya mol gula yang diubah menjadi etanol. Besar kecilnya nilai efisiensi sangat bergantung pada konsentrasi substrat dan kadar gula reduksi yang dihasilkan. Semakin banyak konsentrasi substrat yang digunakan akan menghasilkan gula reduksi yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap nilai efisiensi fermentasi yang dihasilkan. Selain itu, adanya faktor enzim juga dapat meningkatkan kadar gula reduksi pada substrat E.cottonii. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 8, dimana berdasarkan hasil sidik ragam adanya faktor substrat dan enzim memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap efisiensi fermentasi yang dihasilkan.

Nilai efisiensi fermentasi yang dihitung pada tabel diatas merupakan basis perhitungan terhadap glukosa, sedangkan kandungan gula reduksi yang terdapat pada E.cottonii (k-karagenan) sebagian besar adalah galaktosa. Sehingga perlu dilakukan perhitungan terhadap total yield (Yp/s) etanol per konsentrasi substrat (bahan kering)

dan konsumsi gula reduksi yang dihasilkan selama fermentasi. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai Yp/s dengan produk (etanol) dan substrat (bahan kering dan Δ gula

reduksi), memiliki nilai yang berbeda pada tiap perlakuan. Substrat 6% merupakan substrat dengan nilai Yp/s yang tertinggi, yaitu sebesar 0.07 dan 0.16 pada Yp/s (gram

etanol/gram bahan kering). Sedangkan nilai Yp/s (etanol/Δ gula reduksi) sebesar 0.57

(41)

25

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas enzim berjalan dengan baik pada waktu inkubasi 30 - 60 menit, sedangkan akumulasi gula reduksi tertinggi diperoleh pada waktu hidrolisis selama 120 menit. Penentuan konsentrasi asam pada substrat E.cottonii dilihat berdasarkan penampakan hidrolisat secara visual dengan warna substrat kuning keruh, konsistensi kental dengan nilai viskositas 8 cP dan pH mendekati netral. Substrat 6% hanya membutuhkan asam sebanyak 0.15%, substrat 9% sebesar 0.25% dan substrat 12% sebesar 0.4%. Selama proses hidrolisis dengan perlakuan konsentrasi substrat dan enzim, substrat 12% menghasilkan gula reduksi dan total gula tertinggi yaitu sebesar 3.21% dan 9.89% Sedangkan selama proses fermentasi, substrat 9% pada perlakuan enzim 5%, yang memiliki kadar gula reduksi dan total gula sebesar 1.49% dan 2.75% merupakan kombinasi terbaik dalam menghasilkan etanol yang tertinggi yaitu sebesar 1.23%.

Saran

Gambar

Tabel sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan
Gambar 1 Struktur Molekul Karagenan
Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii
Gambar 3 Diagram skematik dua pengulangan unit disakarida dari  kappa-karagenan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul ‘ Pengaruh Perlakuan Basa dan Hidrolisis Asam Terhadap Kadar Gula Reduksi Ampas Tebu Sebagai Bahan Baku Bioetanol ’ adalah salah satu

Sampel dengan kadar gula reduksi yang tertinggi hasil hidrolisis asam digunakan sebagai bahan baku pada proses fermentasi... Fermentasi kulit

niger, mempelajari pengaruh jenis dan komposisi campuran enzim pada hidrolisis enzimatik bagasse tebu untuk mendapatkan gula reduksi yang optimum, dan mendapatkan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gula reduksi tertinggi dari hidrolisis asam dengan 4 konsentrasi asam 0, 3, 7, 10%, untuk mengetahui kadar bioetanol

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh volume enzim selulase terhadap konsentrasi gula reduksi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis serbuk kayu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh volume enzim selulase terhadap konsentrasi gula reduksi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis kulit markisa,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik hidrolisis enzim yaitu pada konsentrasi enzim selulase 5% v/v selama 12 jam pada hidrolisat asam sulfat 1%

Hubungan antara kadar etanol, kadar gula reduksi dan jumlah sel adalah semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cerevisiae maka kadar etanol akan semakin