• Tidak ada hasil yang ditemukan

BEST PRACTISE PELATIHAN MODEL LESSON STUDY UNTUK MENINGKATAN KINERJA GURU SMP NEGERI 28 SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BEST PRACTISE PELATIHAN MODEL LESSON STUDY UNTUK MENINGKATAN KINERJA GURU SMP NEGERI 28 SEMARANG"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BEST PRACTISE

PELATIHAN MODEL LESSON STUDY

UNTUK MENINGKATAN KINERJA GURU

SMP NEGERI 28 SEMARANG

Mata Kuliah:

Manajemen Pendidik & Tenaga kependidikan

Disusun oleh:

Puji Sri Winarni

NIM : 942015005

Suhandi Astuti

NIM : 942015016

Wara Hapsari Oktriany

NIM : 942015027

Magister Manajemen Pendidikan

FKIP - UKSW

(2)

BEST PRACTISE

PELATIHAN MODEL LESSON STUDY

UNTUK MENINGKATAN KINERJA GURU

SMP NEGERI 28 SEMARANG

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faktor-faktor pendukung keberadaan sekolah adalah guru, siswa, sarana prasarana, manajemen, stake holder, lingkungan sosial sekolah dan unsur-unsur lain yang dapat berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan sekolah. Guru merupakan faktor utama dalam penentuan keberhasilan suatu pendidikan di sekolah , karena pekerjaan sebagai guru merupakan suatu tugas yang berkewajiban mengantarkan siswanya untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh sebab itu mutu guru sangat diperhatikan oleh berbagai pihak, dan dalam rangka meningkatkan serta menjaga kualitas guru, pemerintah telah melaksanakan berbagai cara, antara lain melalui kebijakan bahwa untuk menjadi guru harus mempunyai sertifikat pendidik dan melaksanakan kebijakan uji kompetensi guru (UKG). Salah satu kualitas guru dapat dilihat dari kinerjanya, dan kinerja guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan di sekolah. Apabila guru mampu menjalankan tugasnya dengan baik, maka sekolah dapat menghasilkan lulusan yang bermutu. Sebaliknya, jika guru dalam melaksanakan tuganya hanya menjalankan suatu rutinitas dengan apa adanya tanpa ada kretivitas dan inovasi atau tidak sesuai dengan standar kompetensi teruatama kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional maka mutu lulusan (siswa) bisa menjadi rendah/ kurang maksimal. Dengan kata lain, ada sebuah korelasi positif antara sumber daya manusia (guru) dengan kualitas siswa di sekolah, dimana sumber daya manusia tersebut membutuhkan manajemen sumber daya manusia yang baik untuk mencapai kualitas siswa yang baik.

(3)

pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dan orang yang melakukan aktivitas tersebut adalah manajer sumber daya manusia, yaitu seorang kepala sekolah (Bangun , 2012:6). Sebagai guru yang profesional, guru dituntut memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Adapun fenomena yang terjadi di SMP 28 Semarang sebagai berikut: 1) siswa rata-rata berkemampuan rendah dan sedang; 2) hasil belajar siswa rendah dengan rendahnya angka ketuntasan belajar klasikal; 3) guru mengajar sekedar mentransfer ilmu sehingga potensi siswa dalam pembelajaran diabaikan; 4) guru masih sering mengajar dengan metode konvensional; 5) sumber belajar dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru masih terbatas; 6) guru belum terbiasa mengajar dengan menggunakan model pembelajaran CTL; 7) sarana dan prasarana PBM belum terpenuhi; 8) kegiatan MGMP sekolah jarang dilaksanakan; 9) supevisi dilaksanakan satu kali dalam satu semester dengan tujuan hanya untuk kepentingan administrasi PKG, tanpa disertai tindak lanjut.

Berdasar hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi rendahnya hasil prestasi akademik siswa SMPN 28 Semarang selain pengaruh dari input yang rendah juga disebabkan oleh rendahnya pengelolaan dalam sumber daya pendidik sebagai agent of change. Hal tersebut dipengaruhi karena guru belum mampu menguasai kompetensi seperti yang tertulis dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007, yaitu kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional sebagai guru SMP. Kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional merupakan kunci keberhasilan sebuah pembelajaran, dan karenanya guru dituntut untuk menguasai kompetensi-kompetensi tersebut, karena pembelajaran merupakan ruh utama dalam suatu proses pendidikan di sekolah.

(4)

kompetensi untuk guru-guru di sekolah tersebut dengan pelatihan model lesson study meningkatkan kinerja guru dalam menerapkan model pembelajaran

contextual teaching and learning (CTL). Alasan dipilihnya pelatihan adalah karena pelatihan dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini senada dengan pendapat Marwansyah (2010:156) bahwa tujuan pelatihan itu adalah untuk memampukan seseorang melakukan pekerjaan dengan lebih baik, meningkatkan produktivitas kerja karyawan pada semua tingkat organisasi, serta meningkatkan ketrampilan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan model pelatihannnya menggunakan model lesson study, dengan alasan model ini memudahkan guru untuk mengkaji pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning melalui membangun komunitas belajar. Dengan demikian lesson study

bukanlah suatu metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study

adalah kegiatan menerapkan berbagai metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan best practice ini adalah bagaimanakah implementasi pelatihan lesson study dalam menerapkan pembelajaran berbasis CTL sebagai upaya peningkatkan kinerja guru di SMPN 28 Semarang?

1.3 Tujuan Penulisan Best Practise

Adapun tujuan penulisan best practice ini adalah sebagai dokumen tertulis dari praktek terbaik (best practice) implementasi pelatihan lesson study dalam menerapkan pembelajaran berbasis CTL sebagai upaya peningkatkan kinerja guru di SMPN 28 Semarang.

(5)

1) Secara teoritis best practice ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pemangku kebijakan peningkatan kinerja guru terutama bagi pengawas dan kepala sekolah.

2) Secara praktis dapat diadopsi oleh lembaga pendidikan atau sekolah lain dalam mengadakan pelatihan bagi guru sebagai upaya peningkatan kinerja guru

II. KAJIAN PUSTAKA

Dalam rangka memecahkan permasalahan yang dihadapi, berikut ini disajikan teori-teori yang mendukung penyelesaian permasalah yang dihadapi, yaitu:

2.1. Kinerja Guru

(6)

Kinerja guru adalah perilaku atau respons yang memberi hasil yang mengacu kepada apa yang mereka kerjakan ketika dia menghadapi tugas (Yamin&Maisah, 2010: 87), ataupun semua yang menyangkut kegiatan atau tingkah laku yang dialami guru. Kinerja guru pada dasarnya lebih terfokus pada perilaku guru di dalam pekerjaannya dan juga perihal efektifitas guru tersebut. Efektifitas guru dilihat dari sejauh mana kinerja mereka dapat memberikan pengaruh kepada muridnya. Kinerja guru tampak dan dapat dideskripsikan melalui penampilan keseharian guru tersebut dalam melakukan aktivitas yang meliputi, (1) kegiatan sebelum mengajar, (2) kegiatan selama mengajar, (3) kegiatan selama segmen pengajaran regular; dan (4) kegiatan tentang keterlibatan guru dalam masyarakat pendidik atau lingkungannya secara lebih luas. Selain itu dapat dideskripsikan pula melalui aspek-aspek psikologis- sosial, misalnya saja mengenai hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi keinginan guru untuk bekerja sama dengan murid dan melakukan pertunjukkan yang baik dalam pembelajaran maupun di luar aktivitas pembelajaran (Yamin dan Maisah , 2008: 88).

(7)

mata pelajaran yang diampu dan 2) mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan reflektif (Permendiknas no. 16 tahun 2007).

2.2. Konsep Pelatihan

2.2.1 Pengertian Pelatihan

Menurut Sikula dikutip oleh Sumantri (2000:2) pelatihan adalah proses pendidikan yang dilakukan daalam jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk mencapai tujuan tertentu. SedangkanHadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Selanjutnya Michael J. Jucius dalam Moekijat (1991 : 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Berdasarkan pendapat yang sudah dipaparkan diatas pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses pendidikan yang sistematis dan teroganisir bertujuan memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan mereka.

2.2.2 Tujuan pelatihan

(8)

seseorang sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan.

2.2.3 Manfaat pelatihan

Tentang manfaat pelatihan Robinson dalam M. Saleh Marzuki (1992 : 28) mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut : 1) pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi; 2) keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan; 3) pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan atau karyawan ; 4) manfaat lain daripada pelatihan adalah memperbaiki standar keselamatan. Sedangkan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998: 215) manfaat pelatihan sebagai berikut:1)Mengurangi kesalahan produksi; 2) meningkatkan produktivitas; 3) meningkatkan kualitas; 4) meningkatkan fleksibilitas karyawan; 5) respon yang lebih balk terhadap perubahan; 6) meningkatkan komunikasi; 7) kerjasama tim yang lebih baik, dan hubungan karyawan yang lebih harmonis.

2.2.4 Langkah-langkah pelatihan

Simamora (1997: 360) menyebutkan ada delapan langkah pelatihan yang meliputi: 1) tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan; 2) mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan; 3) menyusun kriteria; 4) pre tes

terhadap pemagang 5) memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar; 6) melaksanakan pelatihan; 7) memantau pelatihan; dan (8) membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan. Langkah-langkah tersebut dapat diuraikan demikian:

(9)

kebutuhan dapat digunakan tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis pada tingkat program atau operasi dan analisis pada tingkat individu. Sedangkan teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis kinerja, analisis kemampuan, analisis tugas maupun survey kebutuhan (need survey).

2) Perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and development objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan. perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar kinerja yang harus diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program pelatihan.

3) Isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan pelatihan. Isi program ini berisi keahlian (keterampilan), pengetahuan dan sikap yang merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta maupun lembaga tempat kerja.

4) Pelaksanaan pre-tes dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal peserta pelatihan, sehingga dapat sebagai pembanding kemampuan peserta sebelum dan sesudah pelatihan, dan sejauh mana kemampuan awal dari peserta pelatihan.

(10)

memanfaatkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Prinsip relevansi, yakni kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila bahan yang dipelajari mempunyai relevansi dan makna kongkrit dengan kebutuhan peserta pelatihan. Prinsip pengalihan dimaksudkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam kegiatan belajar mengajar dengan mudah dapat dialihkan pada situasi nyata (dapat dipraktekkan pada pekerjaan). Dan prinsip umpan balik akan membangkitkan motivasi peserta pelatihan karena mereka tahu kemajuan dan perkembangan belajarnya.

6) Pelaksanaan program (actual program) pelatihan pada prinsipnya sangat situasional sifatnya. Artinya dengan penekanan pada perhitungan kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan prinsip-prinsip belajar dapat berbeda intensitasnya, sehingga tercermin pada penggunaan pendekatan, metode dan teknik tertentu dalam pelaksanaan proses pelatihan.

7) Memantau pelatihan untuk melihat keahlian, pengetahuan, dan kemampuan pekerja (skill knowledge ability of workers) sebagai peserta pelatihan merupakan pengalaman belajar (hasil) dari suatu program pelatihan yang diikuti. Pelatihan dikatakan efektif, apabila hasil pelatihan sesuai dengan tugas peserta pelatihan. dan bermanfaat pada tugas pekerjaan.

(11)

2.3

Lesson study

Lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Dengan demikian lesson study bukanlah suatu metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru.

Lesson study mencakup tiga tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan observasi serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.

Lesson study merupakan proses pelatihan guru yang bersiklus, diawali dengan seorang guru: (1) merencanakan pelajaran melalui eksplorasi akademik terhadap materi ajar dan alat-alat pelajaran; (2) melakukan pembelajaran berdasarkan rencana dan alat-alat pelajaran yang dibuat, mengundang sejawat untuk mengobservasi; (3) melakukan refleksi terhadap pelajaran tadi melalui tukar pandangan, ulasan, dan diskusi dengan para observer.

(12)

Kedua, lesson study yang didesain dengan baik akan menjadikan guru yang professional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (1) menentukan kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (lesson) yang efektif, (2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa, (3) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan para guru, (4) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai para siswa (5) merencanakan pelajaran secara kolaboratif, (6) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa, (7) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan, dan (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002).

Hambatan yang sering terjadi pada saat pelaksanaan lesson study biasanya timbul dari diri guru itu sendiri dan juga kondisi sosial budaya yang telah membentuk karakter siswa. Terkadang guru model tampil dalam kondisi yang penuh ketegangan, apalagi yang dialami oleh siswanya. Karena tidak biasanya belajar disaksikan oleh banyak orang, maka pada saat implementasi itu siswa seringkali mengalami hal yang serupa dengan gurunya. Mereka merasakan kekakuan dan ketegangan, sehingga kondisi kelas menjadi sunyi. Ketika belajar hanya dengan gurunya saja, mereka tidak canggung untuk bertanya, tampil ke depan atau pun menjawab pertanyaan gurunya, namun ketika diobservasi oleh guru yang lain, keadaan menjadi berubah.

Ada beberapa pendapat untuk mengatasi masalah yang telah dikemukakan diatas, diantaranya adalah:

1) Semua guru harus memiliki persepsi ynag sama dalam visi, konsep belajar dan strateginya, serta filosofi pembelajaran, sehingga prinsip kesejawatan dan kolegialitas mudah terbentuk.

2) Guru melaksanakan lesson study secara berkesinambungan, tidak saja pada kegiatan MGMP tetapi juga diterapkan pada sekolahnya masing-masing 3) Kepala sekolah memfasilitasi dan memberi dukungan serta memotivasi

(13)

4) Pelaksanaan lesson study berbasis sekolah harus menyertakan semua guru, dan secara bergilir harus berani untuk tampil sebagai guru model.

5) Siswa harus dibiasakan untuk belajar secara aktif, membudayakanbersikap kritis, berani bertanya dan mampu membangun kerjasama diantara mereka.

Apabila dalam satu sekolah telah mampu melaksanakan kegiatan lesson study dan diikuti oleh semua guru dan dipimpin oleh kepala sekolah, maka dengan sendirinya akan terbentuk suatu masyarakat pembelajar yang memiliki komitmen bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan.

2.4 Pembelajaran CTL

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sistem pembelajaran yang menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Proses pembelajaran ini menjadi salah satu model pembelajaran yang inovatif untuk diterapkan karena informasi yang diterima siswa tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek yang mudah dilupakan, tetapi juga disimpan dalam memori jangka panjang sehingga mampu dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan. CTL ini mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang mampu mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat, sehingga pembelajaran ini disebut dengan pendekatan kontekstual.

(14)

sekitar. Prinsip ini mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus untuk menghasilkan keagamaan, perbedaan, dan keunikan, dan membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajar untuk selalu kreatif dan berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Di sisi lain, prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan, dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru, sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut mambantu siswa dalam mencapai tujuan. Guru tidak hanya sekedar memberi informasi tetapi guru melakukan pengelolaan kelas membentuk sebuah tim yang bekerja sama dengan siswa untuk menemukan sesuatu yang baru, dalam hal ini kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan Student Centered.

(15)

utama yaitu: kontruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya.

Adapun tujuan model pembelajaran CTL adalah:

1) Memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan;

2) Dalam belajar siswa tidak hanya sekedar menghafal tapi perlu adanya pemahaman;

3) Menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa;

4) Melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan trampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain;

5) Pembelajaran lebih produktif dan bermakna;

6) Mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari;

7) Siswa secara individu dapat menemukan dan mentransfer informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri;

Kelebihan model pembelajaran CTL : 1) pembelajaran menjadi lebih berwarna dan riil, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata; 2) pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran Konstruksivisme, dimana seorang siswa dituntut untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Siswa melalui “ mengalami” bukan “menghafal”.

III. PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Sebelumnya

(16)

1) guru masih sering mengajar dengan metode konvensional sehingga hasil belajar siswa kurang maksimal;

2) guru mengajar sekedar mentransfer ilmu sehingga potensi siswa dalam pembelajaran diabaikan;

3) sumber belajar dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru masih terbatas.

3.2 Strategi Pemecahan Masalah

3.2.1 Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Alasan pemilihan pelatihann dengan menggunakan model lesson study,

model ini memudahkan guru untuk mengkaji pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning melalui membangun komunitas belajar. Dengan demikian lesson study bukanlah suatu metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study adalah kegiatan menerapkan berbagai metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru.

3.2.1 Stretegi Pemecahan Masalah

Berdasarkan apa yang sudah diuraikan tersebut di atas, pemecahan masalah yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pelatihan lesson study

penerapan model pembelajaran CTL. Adapun langkah-langkah pelatihan dengan model lesson study yang dilakukan oleh kepala SMP 28 Semarang adalah sebagai berikut:

1) Menentukan Kebutuhan Pelatihan

Langkah pertama dan utama dalam program pelatihan adalah menentukan apakah ada kebutuhan yang diperlukan untuk pelatihan. Analisis kebutuhan disini berkaitan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran CTL.

(17)

Penyusunan desain pelatihan dengan menggunakan model lesson study

setidaknya perlu mencakup tujuan program pelatihan, struktur program pelatihan, peserta, pelatih/fasilitator, metode, dan penilaian hasil akhir.

3) Mengembangkan Isi Program

Program latihan harus mempunyai isi yang sama dengan tujuan belajarnya. Isi program mencakup keahlian/keterampilan, sikap, pengetahuan yang merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan tingkah laku.

4) Pelaksanaan pre-tes dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal peserta pelatihan, sehingga dapat sebagai pembanding kemampuan peserta sebelum dan sesudah pelatihan.

5) Memilih Media Pelatihan dan Prinsip Belajar

Usaha pencapaian tujuan pelatihan perlu ditunjang oleh penggunaan alat bantu serta media yang tepat agar sesuai dengan karakteristik penggunaannya. Prinsip-prinsip belajar merupakan petunjuk/prosedur tentang tata cara bagaimana peserta pelatihan dapat melakukan kegiatan pembelajaran secara efektif dalam mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.

6) Pelaksanaan Latihan

Pelaksanaan pelatihan merupakan perwujudan tindakan nyata dari hal-hal yang telah direncanakan. Pelaksanaan pelatihan meliputi tiga tahap, yaitu: (1) Pra pelatihan adalah penentuan kriteria dan seleksi orang-orang yang terlibat dalam latihan, metode yang digunakan, penetapan biaya dan waktu pelatihan. (2) Pelaksanaan pelatihan, dalam hal ini hendaknya dilakukan sesuai dengan ketentuan, aturan, dan persyaratan pelaksanaan latihan. (3) Pasca pelatihan dilakukan melaui kegiatan penilaian terhadap hasil belajar dengan pelaksanaan program latihan.

7) Memantau pelatihan

(18)

Pelaksanaan suatu pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta tersebut terjadi transformasi, dengan peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin, dan etos kerja.

3.3

Pembahasan Hasil yang Dicapai

3.3.1 Profil Sekolah

Berdasar hasil studi dokumen Buku Profil SMPN 28 Semarang Tahun 205/2016, dapat diinformasikan bahwa SMP ini terletak di jalan Kyai Gilang Mangkang Semarang, secara geografis berada di wilayah Semarang bagian barat, berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Kendal, yang memiliki nilai akreditasi A. Terdapat 24 rombel dengan masing-masing rombel rata-rata 32 siswa dengan jumlah total 796 yang terdiri dari 369 laki-laki dan 427 perempuan, mempunyai 40 guru PNS, 3 guru non PNS, serta 12 tenaga kependidikan /TU. Adapun kualifikasi guru adalah sebagai berikut (lihat tabel 2)

Tabel 2 Kualifikasi Guru

No Kualifikasi Status Guru

Jumlah

GT GTT

1. Sarjana Muda/D3 1 - 1

2. Srata 1 33 3 36

3. Strata 2 6 - 6

Jumlah 40 3 43

(19)

Gambar 1

Langkah-langkah pelatihan lesson study Guru SMP 28 Semarang

Best practise hasil kegiatan pelatihan lesson study dalam menerapkan pembelajaran berbasis CTL dalam rangka peningkatan kinerja guru dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Guru berantusias mengikuti pelatihan model lesson study dalam menerapkan pembelajaran berbasisi CTL;

2) Guru menguasai pembelajaran yang menerapkan CTL; 3) Siswa berantusias dengan penerapan CTL;

(20)

Dalam rangka meningkatkan kinerja guru dapat dilaksanakan dengan berbagai cara dengan memperhatikan kondisi real yang ada di sekolah dan disesuaikan dengan tujuan peningkatan kinerja guru.

5.3 Rekomendasi

Kegiatan pelatihan lesson study adalah model pelatihan yang mampu meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran berbasis CTL, dengan demikian maka model pelatihan ini dapat diadopsi oleh sekolah (lembaga pendidikan yang lain) dalam usaha meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Erlangga. Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning. Bandung. Mizan

Learning Center.

Kemendikbud. 2005. Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005.

Jakarta: Kemendikbud.

Kemendikbud, 2015. Supervisi manajerial dan Supervisi Akademik, Jakarta: PPTK-BPSDMP&PMP Kemendikbud.

Lewis, Catherine C. 2002. Lesson Study: A handbook of Teacher – Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for better schools.Inc

Marzuki. M.S, (1992), Strategi dan Model Pelatihan, Malang . IKIP Malang.

Mawansyah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Alfabeta Mockijat. 2008. Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas.

Bandung. Mandar Maju.

Moekijat.(1991). Pengembangan dan Motivasi.Bandung. Pionir Jaya.

(21)

Nawawi,H. (1997). Manajeman Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. Gajah Mada Universitas Press.

Ngalim purwanto. 2012. Administrasi dan supervisi Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000, tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Republik Indonesia. Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2011. KemampuanProfesional Guru danTenagaKependidikan. Bandung: Alfabeta.

Sahertian, Piet, 2010. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta

Simamora, H. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta.Bagian Penerbitan STIE

Sumantri, S. (2000).Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.Bandung. Fakultas Psikologi Unpad.

Tjiptono, F dan Diana, A, (1998).Total Quality, Management.Yogyakarta.

Andi offset.

Uno, Hamzah B. 2008. Profesi Kependidikan. Jakarta :BumiAksara.

Wursanto, I.G. 1998. Manajemen Kepegawaian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Yamin, Martinis dan Maisah.2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Gaung

Persada Press.

Zamroni. (2002). Konsepsi Revitalisasi MGMP dalam Konteks School Reform dengan Pendekatan MBS/MPMBS. Makalah disajikan pada Workshop dan TOT MKKS dan MGMP Program Pendidikan Menengah Umum di Jakarta Tahun 2002.

_____, 2015. Forum Ilmiah Guru Jenis dan Karakteristiknya.

http://www.gurusd.net/2015/10/forum-ilmiah-guru-jenis-dan.html: diunduh

Gambar

Tabel 2Kualifikasi Guru

Referensi

Dokumen terkait

Seragam dapat membantu pengunjung mengenali petugas yang berada dilokasi untuk dimintai tolong sesuatu. Sama halnya dengan signsystem, seragam akan melengkapi daya

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan pada bab-bab sebelumnya sebagai berikut: 1) Perkembangan kosa kata bahasa Inggris anak dalam proses

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi menggunakan teknik penentuan informan. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

Pelaksanaan program Raskin di Kelurahan Gunung Bale Kecamatan Banawa belum dijalankan tepat sasaran, di mana dapat hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pada

Dalam rangka meningkatkan suatu promosi pemasaran yang kompetitif dan efektif, maka Pemerintah Kabupaten Pelalawan, dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan dan

Dinas kesehatan yang seharusnya juga memiliki tugas dalam pelaksanaan JKN belum sepenuhnya memahami apa yang menjadi tugasnya sehingga masih hanya sebatas penganggaran dan

Semiotika-hermeneutis menjadi referensi ilmu yang berguna bagi para pencipta musik, karena selain menunjukkan perannya dalam proses Interpretasi ,

saattaa olla salakalastus, jota on havaittu Lillånin alaosalla (Ronny Westerback, Ylimarkun metsästysseura, suulli- nen tiedonanto). Salakalastus on luultavasti jossain