• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

Pengantar

Dikdik Djafar Sidik, Dkk. Hlm. 7

Latihan Imagery

Dr. Sapta Kunta Purnama

Hlm. 34

Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan

Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

(2)
(3)

Volume I, Nomor 1, Januari–April 2013

(4)

Pelindung:

Ketua Umum KONI Pusat

Penasehat:

Wakil Ketua Umum I, II, III, IV dan V KONI Pusat Sekretaris Jenderal KONI Pusat

Penanggung Jawab:

Ketua Bidang Sport Science dan Penerapan Iptek Olahraga

Pemimpin Redaksi:

Lilik Sudarwati, Psi.

Tim Editor/Penyunting:

Dr. Rer. Nat. Chaidir, Apt.

Fotografer & Design Grais:

Fajar Hardi Yudha & Aang Singgih Haryono

Sekretariat:

Dody Handoko & Kunti Handayani

Alamat Redaksi:

Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat Jl. Pintu I Senayan Jakarta 10270

Telp : (021) 5712594 (Direct)

(021) 5737494 (hunting), ext. 64 Email : konipusat@yahoo.com

Homepage : http://www.koni.or.id Facebook : KONI Pusat Twitter : @KONIPusat

ISSN 1411-0016

(5)

Salam Olahraga,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rakhmat dan Berkah-Nya sehingga Jurnal Iptek Olahraga KONI Pusat dapat kembali diluncurkan.

Pertama-tama kami ucapkan Selamat Tahun Baru 2013, semoga kiranya di tahun-tahun mendatang Prestasi Olahraga Nasional dapat lebih membanggakan bagi Bangsa dan Negara.

Bidang Sport Science dan Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat mencoba untuk meluncurkan kembali Jurnal Iptek Olahraga yang sempat tersendat. Adapun judul Jurnal Iptek Olahraga KONI Pusat yang diluncurkan kembali adalah “Juara” yang di dalamnya terdapat 6 (enam) artikel dari berbagai disiplin ilmu.

Kiranya Jurnal “Juara” ini dapat memberikan manfaat bagi para Atlet, Pelatih, dan Pembina Olahraga untuk menunjang peningkatan prestasi Atlet di masa-masa yang akan datang.

Kami, menyadari Jurnal ini masih jauh dari sempurna untuk itu kami mohon kritik dan saran dari pembaca untuk meningkatkan kualitas baik secara materi maupun secara tampilan.

Terimakasih dan selamat membaca. PATRIOT!

(6)
(7)

Kata Pengantar ... 3

1. Dampak Penerapan “Complex Training” Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

Oleh: Dikdik Djafar Sidik, Dkk. ... 7

2. Latihan Imagery

Oleh: Dr. Sapta Kunta Purnama... 34

3. Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan

Oleh: Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi ... 48

4. Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

Oleh: Dr. Johansyah Lubis, M.Pd. ... 55

5. Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

Oleh: Neneng Nurosi Nurasjati ... 81

6. Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

(8)
(9)

Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis

Anaerobik

Dikdik Zafar Sidik, dkk.

AbsTrAk

T

ujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan “complex training” terhadap peningkatan kemampuan anaerobik yang dalam penelitian ini terdiri dari speed, agility, power, maximum strength, speed endurance, agility endurance, power endurance, dan strength endurance. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain One group pretest and posttest dengan memberikan perlakuan kepada para pemain futsal puteri yang tergabung dalam unit kegiatan olahraga prestasi futsal mahasiswa puteri yang berjumlah 12 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa “Complex Training” memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik, yang terdiri dari: (a) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Speed, (b)“Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Agility, (c) “Complex Training”

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan

Power, (d) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Maximum Strength, (e) “Complex Training”

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan

Speed Endurance, (f) “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Agility Endurance, (g) “Complex Training”

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan

(10)

penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik Alaktasid. Namun, penerapan

“Complex Training”tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik Laktasid, serta secara keseluruhan setelah digabungkan kemampuan-kemampua tersebut maka penerapan “Complex Training”tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik.

Kata kunci: Kemampuan Anaerobik, Anaerobik Alaktasid, Anaerobik Laktasid, speed, agility, power, maximum strength, speed endurance, agility endurance, power endurance, strength endurance, dan”complex training”

A. PENDAhuluAN

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa kondisi olahraga prestasi nasional saat ini masih sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan kondisi prestasi masa lalu. Berdasarkan identifikasi masalah prestasi ini muncul lebih diakibatkan oleh faktor internal dan juga eksternal, baik secara teknis maupun non teknis. Hal inilah yang kemudian berdampak pada kualitas prestasi bangsa ini seperti dialami oleh perkembangan prestasi cabang olahraga beladiri pada multi event Sea Games yang tergambar pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perolehan medali Cabor Beladiri Indonesia pada 3 SEA Games

Cabor Beladiri

SG 2005 Philipina SG 2007 Thailand SG 2009 laos

Catatan

(11)

bagaimana meningkatkan dan mengembangkan kemampuan fisik di tingkat atlet elit secara lebih komprehensif dan juga spesifik.

Pelatihan fisik merupakan bagian yang sangat penting ketika pelatihan ini berlangsung di level elit, karena masa ini saatnya peningkatan kualitas fisik yang sangat prima. Banyaknya komponen fisik yang menjadi kebutuhan prestasi atlet menuntut pelatih untuk berusaha keras memahami dengan baik tentang pelatihan-pelatihan komponen fisik, seperti: kemampuan kelenturan, kecepatan gerak (dalam bentuk speed, agility, maupun quickness), kekuatan maksimal, kekuatan yang cepat (power), daya tahan kekuatan, daya tahan anaerob, dan juga daya tahan aerob. Semua komponen fisik tersebut pada prinsipnya merupakan kemampuan dinamis anaerobik dan aerobik.

Banyak metode dan bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kondisi fisik para atlet, seperti “Complex Training”.Brad Mc Gregormengatakan bahwa:

The ever-increasing emphasis that is placed on athleticism and sporting success has led scientists to investigate numerous training methods that can have a positive effect on performance. One such method that has received significant attention is complex training (CT).(http://www.pponline.co.uk/encyc/complex-training. html)

Metode ini jarang atau bahkan belum pernah dilakukan dalam pelatihan fisik di beberapa provinsi Indonesia yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti beberapa pelatih yang belum memahami manfaat dari “Complex Training”, peralatan yang dirasakan sulit untuk menerapkan metode latihan ini karena membutuhkan peralatan beban. Hal lain yang menjadi permasalahan dalam praktik latihan adalah penerapan metode latihan yang masih belum jelas karakter dari setiap metode tersebut. Keterbatasan metode yang dipahami merupakan bagian dari keterbatasan pelatih dalam menerapkan cara pelatihan.

(12)

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah berupa pertanyaan tentang Apakah penerapan “Complex Training” memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerob?

B. KAjIAN TEORITIK

Kemampuan anaerobik adalah kemampuan tubuh dimana mekanisme penyediaan energi untuk mewujudkan gerak yang bergantung pada kebutuhan O2 tidak dapat terpenuhi seluruhnya oleh tubuh, ketika terjadi pertukaran energi dalam jaringan tubuh atau dengan kata lain “capable of living without oxygen” (Tattam,www.slideshare.net/jorrflv/effect of training on the energi-sistem)

Kemampuan anaerobik mendorong tubuh melakukan gerak maksimal sampai waktu tertentu, sehingga paru-paru tidak mampu memasukkan O2 ke otot-otot yang dibutuhkan. Jadi, tubuh melakukan gerak tanpa O2 dan dilakukan dalam waktu yang singkat. Selama waktu ini, tubuh akan menghasilkan asam laktat yang merupakan alasan mengapa tubuh merasa lelah. Besarnya kapasitas anaerobik dapat menunjukkan besarnya tuntutan/ keperluan O2 yang akan terwujud sebagai beratnya beban atau intensitas kerja yang dilakukan (Giriwijoyo,2010:131). Kemampuan anaerobik ini sering dimanfaatkan oleh atlet dalam mempromosikan kecepatan, kekuatan, dan untuk membangun massa otot.

Secara fisiologi, ada 2 jenis sistem energi anaerobik yaitu:

1. ATP (Adenosin Tri Posfat) dan CP (PospatCreatin), dimana kurang lebih dalam 10 detik pertama dari gerak (sistem anaerobik), tubuh akan membakar ATP yang tersimpan sebagai sumber energi

2. Glikolisis anaerobik. Setelah ATP-CP yang tersimpan di dalam otot terbakar habis, tubuh akan membuat ATP yang lebih dengan mendongkrak karbohidrat yang hadirmelalui proses glycolysis

(13)

(a) Direct phosphorylation [coupled reaction of creatine phosphate (CP) and ADP)

(b) Anaerobic mechanism (glycolysis and lactic acid formation)

Energy soueces: CP Energy soueces: glucose Oxygen use: None

Products: 1 ATP per CP, creatine Duration of energy provision: 15 s.

Oxygen use: None

Products: 2 ATP per glucose, lactic acid Duration of energy provision: 30-60 s.

Gambar 1. Metabolisme Otot: Energi untuk kontraksi

(Sumber:www.slideshare.net/jorrlv/human anatomy & physiology/muscle-energi-sistem)

Kemampuan fisik yang termasuk dalam system kerja anaerobik yang pertama atau disebut dengan kemampuan anaerobik alaktasid adalah kemampuan kecepatan gerak, baik dalam bentuk Speed, Agility, maupun Quickness. Banyak cabang olahraga yang membutuhkan komponen-komponen tersebut baik secara tersendiri yaitu: hanya membutuhkan kemampuan Speed saja, atau Agility saja, namun banyak cabang olahraga yang membutuhkan gabungan dari kemampuan-kemampuan tersebut. Selain kemampuan kecepatan gerak, kemampuan lain yang system kerjanya berdasarkan sumber energi anaerob adalah kemampuan kekuatan yang cepat (power).

Kemampuan anaerobik alaktasid adalah kemampuan tubuh dimana mekanisme penyediaan energi untuk mewujudkan gerak eksplosif yang tidak bergantung pada kebutuhan O2 dan geraknya hanya dapat berlangsung dalam beberapa detik saja, serta hasil pembakaran energinya tidak menghasilkan asam laktat.

(14)

of training on the energi-sistem); Matthew & Fox, 1971).

Gambar 2.2 ATP Energi Cycle

Sumber:http://www.lammerouge.je/content/3_factsheets/constant/anaerobik.htm

Kemampuan fisik yang termasuk dalam system kerja anaerobik yang kedua atau disebut juga kemamapuan anaerobik laktasid adalah kemampuan kecepatan gerak yang dapat dipertahankan dalam waktu yang lebih lamaatau kecepatan maksimal yang konsisten dalam jumlah pengulangan yang cukup banyak, seperti kemampuan Speed yang dipertahankan dalam durasi yang relative panjang atau Speed Endurance, kemampuan Agility yang dapat bekerja dalam waktu yang lama atau Agility Endurance, kemampuan power yang dipertahankan dalam durasi atau pengulangan yang lama yang juga disebut dengan istilah Power Endurance, dan kemampuan kekuatan otot yang dipertahankan dalam waktu yang cukup lama atau Strength Endurance.

Sistem ini yang beroperasi tanpa menggunakan O2 untuk membantu memulihkan pasokan ATP dalam otot adalah sistem asam laktat. Sistem ini melibatkan pemecahan parsial glukosa untuk membentuk asam laktat. Sistem ini yang dilibatkan oleh tubuh manusia sebagai kemampuan anaerobik laktasid.

(15)

Glycogen Pyrucic

Hakikat Complex Training adalah metode latihan yang menggabungkan pelatihan kekuatan yang bersifat maksimal melalui koordinasi intramuscular (Neural Activation) dengan latihan kekuatan yang eksplosif, sehingga diharapkan hasil pelatihannya adalah mampu meningkatkan komponen strength dan power (Ward,2009).

Complex training adalah suatu metode latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kondisi fisik seorang atlet dimana atlet melakukan latihan kekuatan dengan intensitas tinggi yang ditransfer ke dalam latihan pliometrik dengan tuntutan biomekanika yang sama (kelompok otot yang sama atau persendian yang sama) dari latihan kekuatan tersebut (Docherty et al, 2004; Shepperd,2008; MacKenzie,2007). Sebagai contoh:

1a) Squat:2-4 repetisi (80-90%)

1b) Jump Squat: 10 repetisi

Atau

1a) Bench Press: 2-4 repetisi (80-90%) 1b) Clap Push up: 10repetisi

Teori dasar dari complex training ini adalah dengan mengambil keuntungan dari potential post-activation. Potential post-activation adalah suatu fenomena, yang terjadi ketika kekuatan otot meningkat yang didapat dari proses kontraksi selama latihan. Jadi, dalam contoh di atas, melakukan bentuk Squat dengan beban berat akan menyebabkan peningkatan dalam hal kekuatan otot, yang secara teoritis meningkatkan kekuatan output jump squat. Mengenai kombinasi antara latihan kekuatan dengan intensitas yang tinggi kemudian ditransferkan ke latihan pliometrik itu sendiri mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya.

(16)

otot kedut cepat ini bertanggung jawab terhadap aktifitas power yang eksplosif). Pada latihan yang berikutnya yaitu latihan pliometrik serat-serat otot yang tadinya diaktifkan pada latihan kekuatan tadi, kali ini digunakan atau dipakai. Selama aktifitas ini berlangsung otot-otot mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi. Bentuk latihan complex training yang intensif dapat melatih serat otot kedut lambat untuk bekerja layaknya serat otot kedut cepat. Apabila hal tersebut terjadi, maka bisa dibayangkan bagaimana hasilnya terhadap kemampuan fisik seorang atlet, sudah dapat dipastikan luar biasa dampaknya.

Penerapan complex training merupakan metode yang diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan yang bersifat anaerob, seperti kemampuan kecepatan geraknya dalam bentuk speed, agility, atau powernya, maupun kemampuan yang bersifat daya tahan kecepatan seperti daya tahan kecepatan dalam bentuk speed (speed endurance), agility (agility endurance), dan juga power otot yang bisa dipertahankan dalam waktu yang lama atau dalam jumlah pengulangan yang banyak (power endurance).

C. METODOlOGI PENElITIAN

(17)

Gambar 2. Desain penelitian

Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Fitness Center mulai bulan Juli sampai dengan November 2011. Pelaksanaan latihan dilakukan 3 kali dalam satu minggu tergantung pada tujuan latihannya sesuai dengan ketentuan prinsip dan norma pembebanan latihan dalam mencapai tujuan latihan fisik.

Subjek Penelitian yang diambil adalah para mahasiswi yang tergabung dalam unit kegiatan olahraga prestasi futsal mahasiswa puteri sejumlah 12 orang.

Instrumen Penelitian yang digunakan untuk melaksanakan proses dan mengumpulkan data berupa program latihan untuk “Complex Training” dan beberapa item tes untuk mengetahui kemampuan Anaerob, seperti: 1. Tes Kecepatan Gerak dalam bentuk

a. Speed: Sprint 20 meter

b. Agility: Shuttle run 4m x 5 shuttle 2. Tes Kekuatan yang Cepat:

a. Power: St, Broad Jump 3. Tes Daya Tahan Kecepatan:

(18)

5. Tes Maximum Strength: 1 RM Leg Press 6. Tes Strength Endurance: 60% RM

Pengumpulan Data. Langkah-langkah yang diambil untuk pengumpulan data adalah menyiapkan instrument tes, melaksanakan pengetesan dan pengukuran sesuai prosedur tes oleh sejumlah personil tester (5 orang yang ahli dalam pengambilan data). Data yang terkumpul adalah jenis data kuantitaif.

Jadwal pengambilan data terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama merupakan tes awal untuk mengetahui kondisi awal para sampel. Dan, tahap kedua adalah tes akhir untuk melihat perkembangan dari hasil perlakuan pelatihan.

Teknik Analisis dari data yang terkumpul dari hasil pengukuran berdasarkan tes kemampuan dinamis anaerobic dianalisis untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik analisis statistik uji t-test yang berkorelasi (Sugiyono, 2006:119) yang terlebih dahulu melalui uji normalitas dengan Lillifors. Adapun rumus uji t-test adalah:

Harga t kemudian dibandingkan dengan harga t dengan dk = n1 + n2 – 2 pada taraf kesalahan α 0,05 (5%) tabel, dengan kriteria, jika t hitung < t tabel maka Ho diterima sebaliknya Ha ditolak.

Ho : Penerapan Complex Training tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerob. Ha : Penerapan Complex Training memberikan dampak yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerob.

D. hASIl DAN PEMBAhASAN

(19)

Nilai-nilai tersebut selanjutnya akan dipergunakan untuk melakukan pengujian agar dapat ditemukan kebermaknaan (signifikansi) dari masing-masing perlakuan yang diberikan melalui uji t

Tabel 2. Mean, Simpangan Baku, dan Varians dari tes awal & tes akhir

Kemampuan

Anaerobik Alaktasid Nilai Rata-rata Simpangan Baku

Simp. Baku Gabungan

1. Speed 3,60 0,09 0,009

2. Agility 7,91 0,68 0,467

3. Power 1,90 0,21 0,042

4. Maximum Strength 50,00 10,00 100

Anaerobik Alaktasid 50,00 7,92 62,80

Kemampuan

Anaerobik Alaktasid Nilai Rata-rata Simpangan Baku

Simp. Baku Gabungan

1. Speed Endurance 25,94 1,36 1,84

2. Agility Endurance 40,94 1,80 3,24

3. Power Endurance 17,48 1,78 3,16

4. Strength Endurance 50,00 10,00 100

Anaerobik Laktasid 50,00 6,18 38,23

Kemampuan

Anaerobik Alaktasid Nilai Rata-rata Simpangan Baku

Simp. Baku Gabungan

1. Speed 3,49 0,12 0,014

2. Agility 7,41 0,39 0,153

3. Power 2,09 0,11 0,012

4. Maximum Strength 50,00 10,00 100

Anaerobik Alaktasid 50,00 9,31 86,66

Kemampuan

Anaerobik Alaktasid Nilai Rata-rata Simpangan Baku

Simp. Baku Gabungan

1. Speed Endurance 25,67 1,13 1,28

2. Agility Endurance 29,65 1,14 1,31

3. Power Endurance 18,85 1,35 1,82

4. Strength Endurance 50,00 10,00 100

Anaerobik Laktasid 50,00 5,80 33,6

E. PENGujIAN hIPOTESIS DAN PEMBAhASAN

(20)

a. uji t pada peningkatan kemampuan:

1. Speed:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:

t hitung (5,58) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan kecepatan gerak “Speed”.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar3.

Gambar 3. Kurva kemampuan & Graik Peningkatan Speed

2. Agility:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:

(21)

penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan “Agility”. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4.. Kurva kemampuan & Graik Peningkatan Agility

3. Power:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:

(22)

Gambar 5. Kurva kemampuan & Graik Peningkatan Power

4. Maximum Strength

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:

(23)

Gambar 6. Kurva kemampuan & Graik Peningkatan Maximum Strength

5. Speed Endurance:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:

(24)

6. Agility Endurance:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:

t hitung (4,02) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan “Agility Endurance”.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar8.

Gambar 8. Kurva kemampuan & Graik Peningkatan Agility Endurance

7. Power Endurance:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:

(25)

4,46

- 1,72 1,72

Gambar 9. Kurva kemampuan & Graik Peningkatan Power Endurance

8. Strength Endurance:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:

(26)

Gambar 10. Kurva kemampuan & Graik Peningkatan Strength Endurance

9. Anaerobik Alaktasid:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:

t hitung (1,92) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik Alaktasid. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 11.

(27)

10. Anaerobik laktasid:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:

t hitung (0,002) < dari t tabel (1,72), maka Ho diterima dan Ha (hipotesis penelitian/hipotesis kerja) ditolak yang berarti bahwa Complex Training tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik Laktasid. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Kurva kemampuan & Graik Anaerobik Laktasid

11. Anaerobik:

Dari hasilpengolahan data diperoleh nilai:

(28)

Gambar 13. Kurva kemampuan & Graik Anaerobik

F. DISKuSI PENEMuAN

Pelatihan “complex” ini sangat efektif untuk membantu meningkatkan kemampuan kecepatan “speed”. Hal ini diperlihatkan dengan meningkatkan-nya kemampuan ini sebesar rata-rata 0,11 detik (rata-rata kemampuan awal 3,60 menjadi rata-rata kemampuan akhir 3,49 detik). Catatan waktu ini sangat bermakna jika terjadi pada suatu perlombaan seperti nomor sprint 100 meter, yang perbedaan antara atlet satu dengan yang lainnya hanya terpaut 0,01 detik.

(29)

Untuk kemampuan kelincahan (agility) peningkatan yang terjadi juga signifikan dari rata-rata 7,91 detik menjadi 7,41 detik, terpaut lebih singkat 0,50 detik. Hal ini menunjukkan hasil yang sangat baik peningkatnnya untuk cabang olahraga yang membutuhkan kemampuan agility. Pelatihan kekuatan maksimal yang adekuat ternyata memberikan dampak yang siginifikan peningkatnnya terhadap kemampuan agility, hal ini ditunjukkan dengan kemampuan “break” saat harus merubah arah akselerasi. Gerakan ketika merubah arah ini benar-benar membutuhkan kemampuan kekuatan maksimal karena harus melakukan pengereman dan dengan segera membalikkan badan untuk segera melakukan perubahan arah. Jika kemampuan kekuatan maksimal otot tungkainya tidak/kurang baik maka kecil kemungkinan untuk bisa melakukan gerakan ini lebih cepat/lebih lincah

Untuk kemampuan lainnya seperti power dan kekuatan maksimal sudah bisa diyakinkan akan terjadi peningkatan yang signifikan karena pelatihan “complex training” bericirikan penggabungan dua komponen kemampuan tersebut, sehingga peningkatan yang terjadi sangat siginifikan.

Hasil temuan data berdasarkan penggabungan kemampuan anaerobik bersifat alaktasid, yang terdiri dari kemampuan speed, agility, power, dan kemampuan kekuatan maksimal menunjukkan peningkatan yang signifikan. dari hasil perlakuan “complex training”. Rata-rata peningkatannya sebesar 3.05, yaitu dari rata-rata 50.00 menjadi 53.05. Hal ini mengisyaratkan bahwa jika hendak meningkatkan kemampuan yang bersifat anaerobik yang alaktasid tersebut sebaiknya memanfaatkan pelatihan kekuatan yang intensif dan eksklusif, karena pelatihan complex training menunjukkan kekhasan dalam pelatihan yang bersifat anaerobik alaktasid yang memfasilitasi kemampuan akselerasi gerakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kemampuan ini.

Temuan lain dari kemampuan ini adalah adanya peningkatan yang konsisten dari masing-masing anggota sampel setelah perlakuan complex training pada keempat kemampuan anaerobik alaktasid tersebut.

(30)

0.50 detik. Dan, peningkatan rata-rata sebesar 0.27 detik merupakatan catatan waktu yang signifikan. Hal ini seperti yang sering terjadi pada perlombaan dalam nomor sprint di atletik. Waktu tersebut sangat bermakna untuk menentukan siapa yang menjadi terbaik walaupun berbeda 0,01 detik. Ini merupakan kemampuan mempertahankan percepatan langkah secara maksimal.

Pada kemampuan daya tahan kelincahan (agility endurance) ditemukan peningkatan rata-rata sebesar 1,28 detik. Suatu perubahan peningkatan yang sangat signifikan karena meningkatnya lebih dari 1 detik. Hal ini tentu disebabkan oleh kemampuan menahan berat badan saat berhenti medadak yang kemudian melakukan gerakan merubah arah secara cepat, kemampuan ini pasti disebabkan oleh peningkatan kemampuan kekuatan maksimal otot tungkai yang menjadi lebih baik. Sehingga mampu kemudian melakukan akselerasi dan mempertahankannya untuk jumlah pengulangan yang cukup banyak.

Power endurance yang merupakan kemampuan gabungan dari kemampuan kecepatan, kekuatan, dan daya tahan menunjukkan kualitas yang sangat kompleks. Peningkatan rata-rata dari kemampuan power endurance otot tungkai sebesar 107 m untuk tungkai kanan dan 1,15 m untuk tungkai kiri merupakan angka peningkatan yang signifikan. Jika diimplementasikan dalam kebutuhan kemampuan power endurance ini untuk perlombaan nomor lompat dalam atletik sudah bisa dipastikan sangat signifikan.

Temuan pada kemampuan daya tahan kekuatan otot tungkai yang mengalami peningkatan sangat signifikan rata-rata 38,17 kali pengulangan merupakan modal dasar untuk mampu mempertahankan performa baik dalam bentuk speed, agility, power, maximum strength, speed endurance, agility endurance, maupun power endurance. Dengan peningkatan kemampuan daya tahan kekuatan otot maka peluang untuk bertahan dalam setiap melakukan gerak menjadi lebih besar.

(31)

repetisinya yaitu mencapai jumlah 12–24 untuk beban maksimal dan 180 kali lompatan.

Untuk kemampuan anaerobik bersifat laktasid yang menggabungkan kemampuan speed endurance, agility endurance, power endurance, dan strength endurance nampak pada perubahan peningkatan masing-masing anggota sampel yang memiliki kelebihan pada satu komponen namun masih lemah pada komponen lain sehingga akumulasi kemampuan menjadi berubah. Hal ini sejalan dengan prinsip individualisasi yang menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dan kemampuan anaerobik yang laktasid sangat dipengaruhi oleh kemampuan aerobik terutama manfaat pemulihan dan ketikan menghindari cepat datangnya kelelahan.

Seperti terlihat pada grafik 13 bahwa terdapat 6 sampel yang mengalami penurunan kemampuan setelah dijadikan skor gabungan. Hal ini yang luput dari pemantauan adalah variabel lain seperti dasar kemampuan aerobiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan anaerobik yang hendak ditingkatkan secara eksklusif harus memenuhi syarat kemampuan aerobik yang sudah cukup baik.

Begitu juga dengan skor gabungan yang diperoleh dari hasil kemampuan anaerobik yang alaktasid dengan anaerobik yang laktasid menunjukkan perubahan peningkatan yang belum signifikan. Hal ini disebabkan karena nilai gabungan anaerobik laktasid yang tidak signifikan sehingga berpengaruhi terhadap kemampuan anaerobik secara keseluruhan. Temuan lain dari kemampuan ini adalah meyakinkan bahwa kemampuan anaerobik dipengaruhi oleh kemampuan yang bersifat daya tahan (aerob).

(32)

G. KESIMPulAN

Hasil penelitian ini menemukan kesimpulan bahwa:

1. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Speed

2. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Agility

3. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Power

4. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Maximum Strength

5. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Speed Endurance

6. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Agility Enduranc

7. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Power Endurance

8. Penerapan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Strength Endurance

9. Penerapan pelatihan “Complex Training” memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik Alaktasid.

10. Penerapan pelatihan “Complex Training” tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik Laktasid

11. Penerapan pelatihan “Complex Training” tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik

h. SARAN & REKOMENDASI

(33)

pelatihan kekuatan maksimal yang ditransfer dalam bentuk-bentuk latihan pliometrik untuk meningkatkan kemampuan kecepatan gerak dalam bentuk speed maupun agility, power yang dinamis dalam bentuk gerakan lompat, kekutan maksimal yang skplosuf, juga daya tahan power (power endurance), daya tahan kecepatan (speed endurance),serta kemampuan daya tahan kelincahan (agility endurance).

Karena hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan yang signifikan setelah kemampuan secara keseluruhan digabungkan maka disarankan kepada para pelatih untuk juga memperhatikan kemampuan aerobik sebagai dasar bangunan kemampuan fisik agar hasil latihan yang bersifat anaerobik dapat lebih berkualitas. Karena upaya untuk meningkatkan kemampuan anaerobik yang bersifat laktasid maka konsekuensi pemulihan harus baik (cepat) sehingga dibutuhkan kemampuan kapasitas aerobik yang sangat baik sesuai dengan manfaat dari kemampuan aerobik bahwa dengan aerobik yang baik maka rasa lelah akan lama datang/muncul dan masa pemulihan akan cepat/singkat.

Diharapkan setiap pelatih mampu menerapkan program latihan “Complex Training” sesuai dengan tahapan yang dibutuhkan pada periodisasi latihan kekuatan yaitu: mulai dari tahapan Adaptasi Anatomik, Hipertropi, Koordinasi Intramuskular yang bisa memanfaatkan metode “complex training”, dilanjutkan dengan konversi ke daya tahan power (power endurance), dan diakhiri menjelang kompetisi dengan tahapan power yang bersifat anaerobik alaktasid agar tingkat kelelehan tidak terjadi menjelang kompetisi. Hal ini penting agar kebutuhan latihan menjadi lebih terjamin dan sasaran latihan menjadi terarah.

Penerapan latihan secara adekuat dengan memperhatikan metode latihan, pola latihan, prinsip-prinsip, dan norma-norma latihan dengan tepat merupakan kunci penting untuk mendapatkan overkompensasi (Efek Latihan).

(34)

spesifik dominan kemampuan fisik, seperti cabang olahraga yang dominan kecepatan (sport speed), dominan power endurance (sport strength), atau dominan daya tahan (sport endurance) ketika memanfaatkan pola pelatihan.

Karena pelatihan ini efektif untuk kelompok atlet elit seperti dideskripsikan dalam latar belakang maka sebaiknya para pelatih lebih mempertimbangkan kembali untuk memanfaatkan pelatihan ini secara lebih adekuat.

DAFTAR PuSTAKA

Bompa, Tudor O. (1999). Theory and Methodology of Training; the Key to Athletic Performance. Dubuque, Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.

Duthie. “complex, contrast and ‘traditional’ training” (http://www.pponline. co.uk/encyc/complex-training.html)

Gamble, Paul. (2010). Strength & Conditioning for Teams Sports: Sports-Specific Physical Preparation for High Performance. Routledge, Taylor & Francis Group. London & New York.

Giriwijoyo, Santosa. (2007). Ilmu Faal Olahraga; Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga, edisi 7. Bandung: Buku Ajar FPOK UPI.

Gordon, Dan. (2009). Coaching Science. Learning Matters. British Library. Grego. Brad Mc. Complex Training. (http://www.pponline.co.uk/encyc/

complex-training.html)

Pesurnay, P. Levinus, danSidik, D. Zafar.(2007). MateriPenataranPelatihFisik Tingkat Nasional Se-Indonesia.KoniPusat.

Janssen, Peter, 2001. Lactate Threshold Training. Canada: Human Kinetics Publisher

Sudjana, 1990. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sidik. Dikdik Zafar. Periodisasi Latihan Kekuatan. www.koni.or.id

Fitnessvenues.(2009). Strength training and complex training methods. http://www.fitnessvenues.com/uk/complex-strength-training. [27 September 2011].

(35)

Building Results. [Online].Tersedia: http://bodybuilding.elitefitness. com/complex-training. [27 September 2011].

Shepherd.J. (2008).Complex training: The potentiation effect - can one training mode really enhance another?:http://www.pponline.co.uk/encyc/complex-training.html. [ 29September 2011].

Mackenzie, B. (2002). Leg Pliometriks .http://www.brianmac.co.uk/ legplymo.htm

Mackenzie. Brian.2000. ”Complex Training”. http://www.brianmac.co.uk/ complex.htm

Tattam, Amy. The Effects of Training on the Anaerobik Energi Sistem. www. slideshare.net

___. Anaerobik Capacity. www.flammerouge.jet

Wises. 2008. Speed, Power, Power Endurance http://wise-coach.com/speed-power-power-endurance.html

Ward, P. (2009). Complex Training – Are Specific Rest Intervals Important?. [Onli ne].http://optimumsportsperformance.com/blog.

Korespondensi:

(36)

Dr. Sapta Kunta Purnama (Dosen FIK Univ. Negeri Semarang)

A. PENDAhuluAN

D

alam membina atlet sekarang ini masih banyak para pelatih yang tidak melaksanakan latihan khusus untuk meningkatkan kualitas mental atlet. Kecenderungan pelatih hanya menitik beratkan pada latihan fisik atau latihan yang nyata dapat dilakukan dengan gerakan badan atau anggota tubuh, bahkan banyak pelatih yang tidak tahu tentang pelaksanaan latihan selain latihan yang nampak nyata dalam peragaan fisik. Memang salah satu metode terbaik untuk meningkatkan keterampilan gerak adalah latihan yang secara langsung mempelajari kegiatan/aktivitas keterampilan gerak tersebut dengan praktek secara berulang-ulang, karena dengan praktek berulang-ulang seseorang akan memperoleh pola otomatis dari teknik keterampilan gerak yang dipelajarinya.

Apakah ada latihan yang tidak tampak nyata? Dalam latihan mental (mental training) ada istilah latihan imajeri, mental rehearsal dan imagery. Istilah tersebut sebenarnya sama yaitu; suatu latihan dengan cara membayangkan, memikirkan atau menggambarkan situasi tertentu. Jenis latihan ini umumnya belum dilaksanakan oleh pelatih dalam program latihan untuk atlet atau anak didik mereka. Hal ini disebabkan masih banyak para pelatih yang asing mengenai konsep teknik latihan imajeri.

(37)

pusat awal pembinaan atlet-atlet usia dini dan menjadikan salah satu strategi paling mendasar dalam upaya meningkatkan prestasi olahraga. Oleh karena itu, pembinaannya harus dilakukan secara berencana, teratur, dan sistematis dengan memberdayakan semua aspek pendukung terciptanya prestasi setinggi mungkin, terutama aspek terkait dengan proses latihan, baik aspek kemampuan fisik, keterampilan teknik dan taktik bermain, maupun keterampilan psikologis secara simultan.

Kondisi faktual menunjukkan bahwa pembinaan prestasi olahraga saat ini terutama di tingkat klub dan sekolah, khususnya pembinaan aspek keterampilan psikologis merupakan latihan yang sangat penting dalam pembinaan olahraga. Kesabaran, keberanian, sportivitas, kepercayaan diri, motivasi, pengelolaan emosi, termasuk penetapan tujuan dan imajeri mental merupakan aspek-aspek psikologis yang sangat penting dalam pembinaan olahraga dan harus dilatihkan sejak usia dini seperti halnya latihan fisik atau teknik.

Pelaksanaan latihan imajeri di lapangan bukan berarti bahwa latihan ini sepenuhnya dapat menggantikan latihan yang nyata tampak dalam peragaan fisik, tetapi kedua-duanya harus diberikan dalam satu kesatuan atau harus saling mengisi untuk mengoptimalkan/memaksimalkan pencapaian prestasi atlet.

Setiap pertandingan selesai, banyak orang berkomentar tentang faktor kemenangan dan kekalahan. Ada yang mengatakan, pemain A memiliki kelebihan dalam hal teknik, ada yang mengatakan kelebihan dalam hal fisik dan tidak jarang yang mengatakan, karena pemain B sebelum bertanding sudah kalah mental. Dalam hal ini dapat disimpulkan sebenarnya penampilan atlet yang berprestasi tertentu merupakan hasil akumulasi (gabungan) dari berbagai faktor. Faktor mental merupakan bagian yang turut menentukan keberhasilan dalam pertandingan olahraga. Oleh karena faktor mental menjadi salah satu yang penting dalam keberhasilan atau peningkatan prestasi atlet, maka perlu adanya latihan mental.

(38)

gerakan-sebagai latihan kognitif (cognitive rehearsal) dari keterampilan fisik dan kekurang jelasan gerakan-gerakan fisik. Oxendine (1984) mengistilahkan latihan mental dengan mental practice yakni digunakan dalam kaitannya dengan proses konseptualisasi fungsi ide/gagasan, introspeksi dan latihan imajiner/khayal. Drawatzky (1991) mendefinisikan latihan mental adalah suatu metode latihan dimana penampilan pada suatu tugas diimajinasikan tanpa latihan fisik yang tampak.

Porter dan Foster (1986) menjelaskan latihan mental secara lebih rinci yakni belajar, latihan dan penerapan mental serta keterampilan psikologis, melalui: (1) penentuan tujuan jangka pendek dan jangka panjang; (2) merubah pola berfikir dan persepsi negatif ke arah berpikir positip serta sistem kepercayaan; (3) menulis persyaratan-persyaratan diri yang positif tentang dan dalam mendukung penampilan; (4) rekreasi yang progresif; (5) imajinasi dalam nomor olahraga; (6) konsentrasi dan pemusatan (7) kekebalan/daya tahan dari cidera dan rasa sakit.

Jika memperhatikan rumusan-rumusan pengertian tersebut di atas bahwa secara garis besar latihan mental adalah: metode latihan atau belajar yang dapat berupa persepsi, konseptualisasi, imagery, imajinasi, imajinasi ide dan sebagainya dan yang bersifat tidak tampak.

B. PEMBINAAN MENTAl ATlET

Pembinaan atlet yang harmonis antara fisik dan mental sangat perlu untuk mencapai prestasi maksimal. Peningkatan kemampuan fisik, teknik dan taktik tanpa disertai pembinaan mental yang baik akan mengakibatkan hasil negatif. Mental merupakan daya penggerak dan pendorong untuk mengejawantahkan kemampuan fisik, teknik dan atlet dalam penampilan olahraga. Setiap kali menghadapi suatu pertandingan mental atlet harus dipersiapkan, siap menghadapi rangsangan-rangsangan emosional, siap menghadapi tugas yang berat, atau tegasnya siap menghadapi beban mental.

(39)

dirinya maupun dari luar diri atlet.

Daya tahan mental perlu dimiliki atlet, agar atlet dapat menghadapi situasi-situasi kritis dalam pertandingan dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri, dapat menguasai, dapat mengontrol permainannya, tetap tenang dan sebagainya, khususnya saat menghadapi kemungkinan kekalahan, agar dapat bangkit untuk berpenampilan yang baik.

Bila kita memperhatikan keberhasilan para atlet tingkat dunia yang berhasil menampilkan prestasi puncaknya bahwa keberhasilan mereka itu tidak dapat lepas dari peranan faktor mental. Sebenarnya apa yang dimiliki para atlet itu, terutama kemampuan atau keterampilan mental yang hebat yang mampu mempertinggi penampilan mereka dan menempatkan mereka pada puncak prestasi dalam masing-masing cabang olahraganya. Karena latihan mental dapat bermanfaat bagi kecakapan keterampilan motorik (gerak) pada penampilan keterampilan yang dipelajari dengan baik (Magill, 1980).

Ide latihan mental secara menyeluruh adalah memfokuskan pada aspek-aspek penampilan mental yang positif, kemampuan dan keterampilan-keterampilan lain yang telah dipersiapkan. Program latihan mental ini juga menitikberatkan pada apa yang benar dan bagaimana mengembangkan untuk membuatnya bekerja dan meningkatkan penampilan.

Asumsi dasar atau program latihan mental adalah gambaran dalam fikiran dan menciptakan kenyataan (realitas) dengan gambaran atau bayangan mental (mental images). Dalam hal ini bagaimana menyadari kemampuan diri sendiri secara positif dan negatif. Kesan ini berpengaruh pada penampilan sekarang dan selanjutnya. Misalnya jika “melihat” diri sendiri sebagai seorang yang lamban dan agak canggung, maka akan mengejawantahkan atau memanifestasikan hal ini secara fisik ketika mengikuti suatu nomor olahraga.

(40)

untuk mengalahkan dengan mudah dan melihat ke depan pada tantangan-tantangan baru pada pertandingan berikutnya, tidak pernah melihat diri sendiri sebagai atlet yang kalah sekali atau dua kali dalam pertandingan (Porter and Foster, 1987). Eugene F. Gauron dalam Sudibyo Setyobroto (1989) memberikan gambaran tentang program latihan mental yang menyebutkan adanya tujuh sasaran program, yaitu:

1) Mengontrol perhatian, hal itu perlu dapat mengkonsentrasikan kemampuan dan perhatian pada titik tertentu sesuatu yang harus dikerjakan.

2) Mengontrol emosi, menguasai perasaan marah, benci, gembira, nervous, dan sebagainya sehingga dapat menguasai ketegangan dan bermain dengan tenang.

3) Energization, dimaksudkan untuk dapat mengembalikan kekuatan sesudah bermain all-out, sehingga pemain dapat mengerahkan kekuatan seperti biasa. Disamping istilah second wind juga dikenal istilah third wind bahkan juga forth wind.

4) Body awarness, dengan penguasaan body awarness atlet akan lebih memahami dan menyadari keadaan tubuhnya, dapat melokalisasi ketegangan dalam tubuhnya.

5) Mengembangkan rasa percaya diri, faktor yang dapat menentukan dalam penampilan puncak seorang atlet adalah kepercayaan pada diri sendiri. Dengan percaya diri atlet akan dapat bermain dengan baik dan mencapai hasil yang lebih baik.

6) Membuat perencanaan faktor bawah sadar, badan adalah pesuruh dari apa yang kita inginkan. Dengan menggunakan mental image sebagai salah satu cara latihan mental, maka apa yang kita pikirkan atau bayangkan dapat dilakukan.

7) Rekonstrukturisasi pemikiran apa yang dipikirkan akan berpengaruh dalam penampilan. Dengan merubah pemikiran juga akan merubah perasaan (misalnya perasaan pasti kalah). Karena itu dengan merubah pemikiran juga dapat menghasilkan tingkah laku dan penampilan yang berbada.

(41)

mental dilakukan seperti halnya pada latihan fisik, yang perlu dilatih dan perlu dipersiapkan jauh hari sebelumnya, bahkan dapat dimulai sejak usia dini sampai tujuan yang diinginkan tercapai. Pelaksanaan latihan mental dapat dilakukan secara serempak atau dilibatkan langsung pada saat latihan fisik, atau dilakukan secara tersendiri.

Bentuk-bentuk latihan mental dapat berupa relaksasi, konsentrasi, imagery, dan lain sebagainya.

1. Relaksasi

Relaksasi adalah pengembalian suatu otot, pada kondisi istirahat karena kontraksi, atau suatu kondisi tegangan rendah dengan suatu ketiadaan kurangnya emosi yang kuat (Chaplin 1979). Terapi relaksasi merupakan suatu bentuk penyembuhan atau terapi dimana penekanannya dengan memakai pengajaran pada atlet bagaimana agar rileks (tidak tegang) pada penerimaan atau tanggapan bahwa relaksasi otot akan membantu pengurangan ketegangan psikologis.

Latihan relaksasi dapat melalui peregangan dan pelemasan otot-otot, sehingga tercipta keadaan yang lebih tenang. Keadaan tegang dialami atlet bersifat individual ada yang mengalami ketegangan pada saat bertanding. mengurangi ketegangan, terutama pada saat bertanding, dapat juga dilakukan dengan teknik pernafasan atau mengambil nafas dalam-dalam yang hanya membutuhkan waktu singkat dan seringkali sangat efektif untuk mengurangi ketegangan.

2. Konsentrasi

konsentrasi adalah suatu aktivitas pemusatan perhatian tertentu, Eugene F. Gauron dalam Sudibyo S. (1989) mengemukakan ciri-ciri konsentrasi sebagaimana digambarkan dibawah ini:

1) Tertuju pada suatu benda pada suatu saat 2) Merupakan keseluruhan

3) Perhatian selektif terhadap pemikiran tertentu dan tidak ada perhatian terhadap objek atau pemikiran lain.

4) Menenangkan dan memperkuat mental

(42)

yang terbagi-bagi selama mengikuti pertandingan, maka latihan konsentrasi dapat digunakan sebagai teknik latihan mengatasai permasalahan tersebut.

Selanjutnya Gauron (1989) memberikan beberapa petunjuk sebagai berikut:

1) Jauhkan fikiran dari sesuatu yang pernah anda lakukan ataupun pernah anda alami;

2) Pusatkan perhatian anda pada satu tempat; 3) Tujukan pusat perhatian pada satu lokasi tersebut 4) Kosongkan fikiran anda biarkan tetap kosong

5) Pindahkan dari sasaran khusus ke pusat perhatian seperti gambar panorama kemudian ikut dihadirkan suatu gambar besar memberi kemungkinan masukkan tanpa menyeleksinya

6) Berupaya memusatkan perhatian terhadap semua benda 7) Berhentilan dan kemudian kembali konsentrasi

3. Imagery

Latihan imagery adalah suatu latihan dalam alam fikiran atlet, dimana atlet membuat gerakan-gerakan yang benar-benar melalui imajinasi dan setelah dimatangkan kemudian dilaksanakan.

Latihan imagery dapat berarti tiga hal, yaitu: yang dapat dilihat atau visual, dapat didengar atau auditory dan dapat dirasakan atau kinesthetic (Poster dan Foster, 1986).

(43)

Imajeri mental adalah serangkaian aktivitas membayangkan atau memunculkan kembali dalam pikiran suatu obyek, peristiwa atau pengalaman gerak yang benar dan telah disimpan dalam ingatan (Blischke, 1999; Finke dalam Suharnan, 2000; Vedelli, 1985). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa imajeri mental dapat memfasilitasi peningkatan performa olahraga (Vealey dan Walter, 1993). Imajeri mental meningkatkan ketepatan dan kualitas pukulan tenis meja (Li-Wei dalam Anderson, 1997), digunakan untuk mempelajari gerak yang baru dan menghaluskan gerakan (Smith dalam Smith, 2000), mempengaruhi belajar dan penampilan peserta didik (Vedelli, 1985). Latihan imajeri mental mempengaruhi belajar dan penampilan karena memungkinkan individu mengulang rangkaian gerak dengan membuat komponen-komponen simbolik dalam otak yang dibutuhkan untuk memfasilitasi performa keterampilan yang akan dilakukan (Perry & Morris, 1985), dan dapat menguatkan hubungan stimulus respon (Lang, 1977, 1979).

Menurut Marten (1987), penetapan tujuan dan imajeri mental merupakan bagian integral dari keseluruhan keterampilan psikologis. Membayangkan tujuan merupakan suatu cara yang efektif untuk mengarahkan atlet terhadap pencapaian tujuan dan imajeri mental dapat berhasil dengan efektif ketika atlet menetapkan tujuan yang spesifik dan realistik selama latihan imajeri mental. Kian jelas dan detail obyek atau gerakan yang dibayangkan, maka kian besar kemungkinan peserta didik akan mampu melihat peluang-peluang yang dapat mewujudkan tujuan belajarnya (Shope, 1982). Selain itu, dengan membuat gambaran atau bayangan yang sangat spesifik peserta didik dapat menentukan aspek-aspek kritis atau komponen-komponen kunci yang harus menjadi fokus perhatian selama proses pembelajaran (Syer dan Connolly, 1987), sehingga tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai. Karena itu, tujuan dapat dibayangkan dan proses membayangkan harus terarah pada tujuan. Inilah cara terbaik untuk melakukan imajeri mental (Shone, 1982).

Teknik pelaksanaannya secara terpimpin dapat dilakukan sesuai urutan sebagai berikut;

1) Cari tempat yang tenang sehingga tidak akan terganggu, ambil posisi yang nyaman dan usahakan relaks.

(44)

3) Mengikutsertakan sebanyak mungkin penginderaan. 4) Berimajinasi secara keseluruhan.

5) Dapat dilakukan sebelum dan selama latihan atau pertandingan. 6) Pelatih harus berpengalaman untuk kualifikasi imagery.

7) Akhiri latihan ini dengan bernafas dalam-dalam, membuka mata dan kembali menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Berikut ini disajikan pelaksanaan latihan imagery yaitu menggambarkan atau membayangkan keseluruhan pola teknik sejak awal hingga akhir atau tentang bagian-bagian tertentu. Contoh seorang pemain olahraga melakukan latihan imagery:

1) Duduk di tempat yang nyaman; kaki dan tangan jangan disilangkan. Setelah mendapatkan posisi yang santai, tutup mata anda dan cobalah mengingat suatu penampilan permainan olahraga yang ketat dan bagus dan anda unggul. Bayangkan kejadian itu segamblang mungkin. Dimana waktu pertandinganya, jam berapa, cuaca diwaktu itu, apa yang dilihat dan didengar.

2) Bayangkan anda melakukan servis; dimulai dengan posisi kaki, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, jenis pukulan, saat perkenaan dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.

3) Bayangkan anda melakukan pukulan lob dimulai dengan posisi kaki yang baik, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, saat perkenaan dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.

4) Bayangkan anda melakukan pukulan smash dimulai dengan posisi kaki, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, saat perkenaan dengan keras dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.

5) Bayangkan anda melakukan pukulan drive di tengah lapangan dimulai dengan posisi kaki, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, saat perkenaan dengan keras dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali. 6) Pada saat terakhir dilakukan latihan imagery rangkaian keseluruhan

(45)

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Latihan imajeri mental mempengaruhi belajar dan penampilan karena memungkinkan individu mengulang rangkaian gerak dengan membuat komponen-komponen simbolik dalam otak yang dibutuhkan untuk memfasilitasi performa keterampilan yang akan dilakukan, dan dapat menguatkan hubungan stimulus respon.

Ketika atlet membayangkan atau menvisualisasikan secara gamblang saat sedang latihan dan membayangkan dirinya menunjukkan penampilan sempurna, kegiatan tersebut sebenarnya mengirim impuls syaraf yang halus dari otak ke otot yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Ketika atlet membayangkan keberhasilan secara berturutan terjadilah proses belajar yang sebenarnya dan atlet tersebut telah menggoreskan gambaran tepatnya gerakan tubuh yang seharusnya terjadi, sehingga dapat mencapai prestasi yang optimal.

Ada alasan lain mengapa latihan imajeri sangat penting dilakukan sebagai pelengkap latihan yang nyata yaitu: konseptualisasi keterampilan gerak yang akan dipelajari secara imajeri, secara tidak langsung mengasah kemampuan kognitif dan kemampuan seseorang untuk berfikir.

Dari alur pemikiran tersebut di atas menggambarkan bahwa harmonisasi keterampilan seseorang akan meningkat jika mereka sering memvisualisasikan gerakan tersebut. Dengan visualisasi atau imagery secara langsung mengasah kemampuan kognitif seseorang untuk melakukan gerakan yang seharusnya dilakukan.

D. TujuAN PENElITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh latihan imagery terhadap variabel terikatnya. Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan gambaran tentang pengaruh program latihan imagery terhadap peningkatan keterampilan bulutangkis.

E. METODE PENElITIAN

(46)

pada kondisi-kondisi yang dikontrol dengan teliti?” Dalam penelitian ini suatu variabel akan dimanipulasi, atau diberi perlakuan (treatment) atau eksperimen, kemudian diobservasi pengaruh atau perubahannya yang diakibatkan oleh perlakuan tersebut.

Variabel bebas yang dimanipulasi adalah perlakuan latihan imagery. Hasilnya dianalisis untuk mengetahui pengaruh latihan imagery tersebut, yaitu antara kelompok kontrol dan kelompok latihan imagery.

F. WAKTu DAN TEMPAT PENElITIAN

Penelitian dilaksanakan di Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada semester gasal tahun ajaran 2011. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Agustus sampai Oktober 2011.

G. SuByEK PENElITIAN

Subyek penelitian adalah mahasiswa putra semester 3 program studi pendidikan kepelatihan (penkepor) dan program studi pendidikan jasmani kesehatan dan rekreasi (penjaskesrek)

h. TEKNIK PENGuMPulAN DATA

Pengumpulan data digunakan tes, yaitu rangkaian tes keterampilan Bulutangkis dari Frank M Verducci.

I. TEKNIK ANAlISIS DATA

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistka. Untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka digunakan teknik analisis uji t.

Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisisnya yaitu; uji normalitas dan uji homogenitas subyek penelitian.

j. ujI PRASyARAT ANAlISIS

(47)

1. uji Normalitas

Uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan metode Lilliefors. Hasil uji normalitas data yang dilakukan terhadap hasil tes keterampilan bulutangkis kelompok kontrol dan kelompok imagery adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Rangkuman hasil uji Normalitas

Kelompok N M SD Lhitung Lt 5%

K1 30 13 2,771157 0,1251 0.161

K2 32 14 2,711237 0,1142 0.160

Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada K1 diperoleh nilai L hitung = 0,1251 dimana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf signifikansi 5% yaitu 0,161. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada K1 termasuk berdistribusi normal. Sedangkan dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada K2 diperoleh nilai Lhitung = 0,1142 dimana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf signifikansi 5% yaitu 0,160. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada K2 termasuk berdistribusi normal.

2. uji homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians antara kelompok 1 dan kelompok 2. Uji homogenitas ini berfungsi sebagai persyaratan dalam pengujian perbedaan, dimana jika terdapat perbedaan antar kelompok yang diuji, perbedaan itu benar–benar merupakan perbedaan nilai rata–rata. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1 dan kelompok 2 adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Rangkuman hasil uji homogenitas Data

Kelompok N SD2 Fhitung Ft 5%

K1 30 0,012

1,0909 2.34

K2 32 0,011

(48)

apabila nantinya antara kelompok 1 dan kelompok 2 terdapat perbedaan, perbedaan tersebut benar–benar karena adanya perbedaan rata-rata nilai yang diperoleh.

K. PENGujIAN hIPOTESIS

Pengujian Hipotesis pada dasarnya merupakan langkah untuk menguji apakah pernyataan yang dikemukakan dalam perumusan hipotesis dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan teknik analisis t-test dengan taraf signifikansi 5%. Rangkuman hasil perhitungan t-test dapat dilihat pada table 3, sebagai berikut:

Tabel 3: Rangkuman hasil T-Test Keterampilan Bulutangkis pada Taraf Signiikasi α = 0,05.

Data db t hitung t tabel Keterangan

Tes Keterampilan Bulutangkis 30 4,3533 1.67 Signiikan

Berdasarkan hasil uji t data dan tes Keterampilan Bulutangkis kelompok kontrol dan kelompok imagery diperoleh penghitungan t sebesar 4,3533 sedang angka batas penolakan hipotesis nol dalam tabel adalah 1,67. Ternyata lebih besar dari angka batas penolakan hipotesis nol, dengan demikian hipotesis nol ditolak yang berarti bahwa terdapat pengaruh signifikan latihan imagery terhadap keterampilan bulutangkis.

l. KESIMPulAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Terdapat pengaruh signifikan latihan imagery terhadap keterampilan bulutangkis pada mahasiswa JPOK FKIP UNS. Hasil uji perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok imagery tersebut diperoleh t hitung sebesar 4,3533 > t tabel = 1,67.

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan di atas maka disarankan hal-hal sebagai berikut:

(49)

2. Dalam proses merencanakan program latihan imagery hendaknya harus disesuaikan dengan teori-teori latihan mentah (mental training) yang telah dibuktikan manfaatnya.

3. Bagi para peneliti lain disarankan untuk meneliti penerapan model latihan mental yang lain yang dapat mendukung tercapainya percepatan prestasi olahraga.

DAFTAR PuSTAKA

Bird, Anne Marie dan Bernette Cripe (1986). Psychology and Sport Behavior, Santa Clara: Times Mirror/Mosby College Publishing.

Bompa, Tudor O. (1983). Theory and Methodology of Training, IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company.

Drowatzky, Jonh N., Motor Learning principles and Practices, Minnesota: Burgess Publishing Company. 1975.

Fox, Edward L. (1984). Sport physiology, Holt: W.B. Saunderts Company. Lutan, Rusli et al., Manusia dan Olah Raga, Bandung: ITB dan FPOK-IKIP

Bandung, Tanpa tahun

___, Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1988

Porter, Kay dan Judy Foster (1`986). The Mental Athlete, New York: Ballantine Books.

Rushall, Brent S., Imagery Training in Sports, San Diego: Sports Science Associates. 1991.

Singgih D. Gunarsa (1996) Psikologi Olahraga: Teori dan Taktik, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

---, Psikologi Olahraga, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. 1989

Tutko, Thomas dan Umberto Tosi (1976). Sports Psyching, Los Angeles: JP. Tarccher, Inc.

(50)

Antar Pertandingan

Nurul Ratna Mutumanikam, dr,M.Gizi.

Staf Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

P

emenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan antar pertandingan merupakan hal yang penting, karena tidak jarang waktu yang diperlukan untuk pemulihan tidak cukup lama sebelum akhirnya seorang atlet harus segera bertanding kembali. Kondisi fisik yang prima dalam waktu cepat harus segera diraih untuk persiapan pertandingan selanjutnya. Beberapa hal yang berkaitan dengan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan, meliputi:1

- mengembalikan cadangan glikogen otot dan hati

- regenerasi, perbaikan dan proses adaptasi dari kerusakan jaringan otot rangka akibat olahraga yang berkepanjangan

- penggantian cairan dan elektrolit yang hilang dari keringat

Dalam usaha pemenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan tidaklah mudah, karena tidak jarang memenuhi beberapa kendala, seperti:1 1. Kelelahan fisik, yang menyebabkan hilangnya kemampuan dan atau

keinginan untuk mengonsumsi makanan yang optimal. 2. Kehilangan nafsu makan akibat latihan intensitas tinggi.

3. Keterbatasan untuk mendapatkan makanan yang sesuai selama di tempat pertandingan.

4. Aktivitas setelah pertandingan yang telah menjadi perjanjian dan prioritas sebelumnya.

(51)

Beberapa nutrisi yang menjadi perhatian pada masa pemulihan utamanya adalah karbohidrat, protein, cairan dan elektrolit.

A. KEBuTuhAN KARBOhIDRAT

Untuk mengisi kembali cadangan glikogen otot dan hati, diperlukan konsumsi karbohidrat dalam waktu cepat. Hal tersebut penting karena karbohidrat sebagai sumber dan cadangan energi utama pada masa pertandingan selanjutnya. Kebutuhan karbohidrat minimal untuk memenuhi cadangan glikogen otot dan hati adalah sebesar 7–10 gram/kg massa tubuh, namun kebutuhan tersebut dapat meningkat hingga 12–13 kg/kg massa tubuh/hari pada atlet dengan waktu pertandingan yang lebih lama. Besarnya kebutuhan karbohidrat dipengaruhi oleh durasi olahraga yang dilakukan (Tabel 1).1

Tabel 1. Kebutuhan karbohidrat pada berbagai intensitas olahraga

Kondisi Jumlah karbohidrat yang

diperlukan

Pemulihan cepat (0–4 jam) setelah bertanding 1 – 1,2 gram/kg/jam Olahraga intensitas ringan/sedang 5 – 7 gram/kg/hari Olahraga intensitas sedang/berat 7 – 12 gram/kg/hari Olahraga intensitas sangat berat (> 4 – 6 jam/hari) 10 – 12 gram/kg/hari

Sumber: Deakin V, Burke L. Clinical Sport Nutrition. hal. 425.

1. jenis karbohidrat yang efektif untuk dikonsumsi

(52)

dibawa oleh glukosa transporter untuk menjadi cadangan glikogen di otot rangka. Pada masa latihan dan pertandingan cadangan glikogen inilah yang selanjutnya dimetabolisme untuk menjadi sumber energi utama bagi tubuh.3

Sebaliknya, konsumsi karbohidrat kompleks yang umumnya memiliki IG rendah lebih sulit dicerna dan memerlukan waktu yang lama karena komponen serat yang ada didalamnya. Akibatnya, pembentukan cadangan glikogen memerlukan waktu yang lebih lama. Komponen serat yang terkandung dalam karbohidrat kompleks juga memiliki efek tidak nyaman bagi pencernaan (seperti kembung, rasa ‘penuh’), terutama apabila dikonsumsi dalam jumlah besar dan durasi yang singkat bagi atlet yang akan memulihkan kondisinya di sela-sela waktu pertandingan.1

2. Bentuk karbohidrat yang dapat dikonsumsi

Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk membandingkan pemberian karbohidrat dalam bentuk small-frequent feeding berupa camilan beberapa kali makan atau beberapa makanan utama. Hasilnya memperlihatkan tidak ada perbedaan cadangan glikogen dan kadar insulin apabila karbohidrat dikonsumsi dalam bentuk camilan, makanan utama maupun kombinasi keduanya. Karbohidrat tersebut harus diupayakan pemberiannya dengan segera, yaitu pada masa satu jam pertama setelah bertanding. Konsumsi camilan tinggi karbohidrat mungkin dapat dijadikan pilihan bagi atlet yang mengalami kelelahan atau penurunan nafsu makan pasca pertandingan.1

Karbohidrat dalam bentuk solid maupun cairan memiliki efisiensi yang sama dalam membentuk cadangan glikogen di otot rangka. Umumnya karbohidrat dalam bentuk cairan lebih disukai karena mudah dikonsumsi, praktis, dan efisien, terutama apabila atlet mengalami kelelahan dan penurunan nafsu makan.1

(53)

dan hiperglikemia.1

B. KEBuTuhAN PROTEIN

Otot rangka pada padah tubuh massanya amat besar, terutama pada atlet, dan merupakan tempat utama pembentukan dan penguraian protein. Selama kondisi olahraga yang berkepanjangan, dimana terjadi kondisi stres katabolik, terjadi penguraian protein otot rangka dan pembebasan asam amino rantai bercabang (AARB).4

Asam amino rantai bercabang (isoleusin, leusin, dan valin) memiliki peran khusus di dalam otot rangka, karena merupakan asam amino yang dapat dimetabolisme di jaringan luar hati. Jalur metabolisme tersebut bermanfaat menghasilkan energi untuk otot rangka, atau disebut adenosine triphosphate (ATP).4 Selain itu, protein juga bermanfaat untuk meningkatkan keseimbangan protein positif, perbaikan jaringan otot rangka yang rusak akibat olahraga berkepanjangan atau pertandingan, dan proses adaptasi pembentukan protein baru.1

Pada kondisi pasca olahraga atau pertandingan terjadi penguraian AARB secara berlebihan. Agar tubuh dapat menyimpan asam amino kembali untuk membentuk protein otot baru diperlukan konsumsi makanan atau minuman tinggi protein. Setelah mengonsumsi makanan atau minuman tinggi protein, tubuh memerlukan bantuan hormon insulin untuk meningkatkan penyerapannya. Peningkatan kadar hormon insulin dilakukan salah satunya dengan mengonsumsi makanan atau minuman tinggi karbohidrat.4 Oleh karenanya, konsumsi tinggi karbohidrat beserta protein, yaitu salah satunya AARB amat penting dilakukan pada masa pemulihan pasca pertandingan.1

(54)

mudah diserap di usus halus dibandingkan dengan protein utuh (intak protein) dan berefek sinergis dalam meningkatkan kadar insulin apabila dikonsumsi bersama dengan karbohidrat.5 Sedangkan leusin, merupakan AARB yang dapat memberikan energi bagi otot rangka tanpa melalui metabolisme di hati.4

Koopman dkk melakukan penelitian pada atlet dengan memberikan tiga jenis minuman yang berbeda, yaitu membandingkan efek pemberian minuman yang mengandung karbohidrat 0,3/kg/jam; minuman dengan kombinasi karbohidrat 0,3/kg/jam dan protein hidrolisat 0,2/kg/jam; serta minuman kombinasi karbohidrat 0,3/kg/jam, protein hidrolisat 0,2/kg/ jam dan leusin 0,1/kg/jam. Hasilnya memperlihatkan bahwa konsumsi minuman dengan kombinasi karbohidrat-protein hidrolisat-leusin mampu memperbaiki keseimbangan protein tubuh selama masa pemulihan, dibandingkan pemberian minuman karbohidrat saja atau minuman kombinasi karbohidrat-protein hidrolisat.6

Konsumsi karbohidrat bersama dengan protein dapat meningkatkan efisiensi cadangan glikogen, apabila karbohidrat yang dikonsumsi jumlahnya dibawah ambang batas maksimal sintesis (pembentukan) glikogen. Kombinasi konsumsi karbohidrat dengan protein manfaatnya akan optimal dilakukan selama satu jam pertama pasca pertandingan.1Konsumsi yang diberikan dapat berupa minuman yang diberikan segera setelah bertanding atau latihan.5

Pembentukan cadangan glikogen akan dihambat apabila selama masa pemulihan seorang atlet mengganti konsumsi tinggi karbohidrat dengan konsumsi tinggi protein dan lemak.1

C. KEBuTuhAN CAIRAN

(55)

1. Palatabilitas cairan

Minuman dingin (sekitar suhu 15 derajat) dapat meningkatkan palatabilitas, sehingga terasa lebih enak dan dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Demikian halnya dengan minuman yang mengandung glukosa dan elektrolit, biasanya mampu dikonsumsi lebih banyak oleh atlet daripada berupa air mineral saja. Minuman manis mampu merehidrasi cairan sekitar 79% dari total kehilangan keringat, sedangkan air mineral dapat menggantikan sekitar 63% dari total kehilangan keringat. Meskipun demikian, minuman yang terlalu manis dengan konsentrasi tinggi karbohidrat dapat mengurangi keinginan untuk minum.1

2. Cairan elektrolit

Elektrolit utama yang hilang melalui keringat adalah natrium. Kehilangan natrium selama olahraga dapat digantikan melalui rehidrasi cairan dan konsumsi makanan. Kehilangan natrium melalui keringat terjadi sekitar 20–80 mmol/L. Penggantian natrium dapat dilakukan dengan mengonsumsi cairan elektrolit yang mengandung natrium sekitar 50 mmol/L, namun untuk meningkatkan palatabilitas minuman elektrolit yang tersedia di pasaran umumnya mengandung natrium sekitar 10–25 mmol/L.1

Minuman yang diperkaya natrium dapat meningkatkan keinginan minum karena lebih memiliki rasa dibandingkan air mineral. Pemberian natrium melalui cairan elektrolit sebesar 80 mmol/L dapat mengganti volume plasma lebih cepat dibandingkan pemberian air mineral saja. Contohnya, minuman jus buah atau cairan elektrolit dapat merehidrasi cairan sebesar 2,5 L dibandingkan rehidrasi oral dengan air mineral saja, yaitu sebesar 1,7 L.1

3. Rehidrasi cairan melalui intravena

Rehidrasi cepat melalui larutan fisiologis intravena dapat dilakukan apabila diperlukan penggantian cairan secara cepat, misalnya adanya indikasi medis tertentu, misalnya seorang atlet mengalami dehidrasi sedang, tidak dapat minum melalui oral, atau mungkin waktu yang disediakan untuk istirahat antar pertandingan amat singkat.1

(56)

maupun intravena memiliki efektifitas yang hampir seimbang. Untuk mengurangi rasa haus, lebih disarankan menggunakan rehidrasi oral dibandingkan intravena. Sedangkan untuk mencapai rehidrasi optimal, sebaiknya menggunakan kombinasi antara rehidrasi oral dengan intravena.1

D. KESIMPulAN

Setelah pertandingan penting dilakukan penggantian cadangan glikogen dengan segera (empat jam pertama setelah bertanding) dengan memberikan karbohidrat sebesar 1 gram/kg massa tubuh/jam, berupa makanan utama tinggi IG, maupun camilan dengan karbohidrat setiap 15 hingga 20 menit dalam porsi kecil. Agar cadangan glikogen terpenuhi optimal total karbohidrat yang diberikan sebesar 7–12 gram/kg massa tubuh, atau minimal 5 gram/kg/hari. Karbohidrat yang diberikan dapat berupa makanan padat maupun minuman yang dikonsumsi dalam porsi kecil namun sering.

DAFTAR REFERENSI

1 Burke L. Nutrition for recovery after training and competition. Dalam: Deakin V, Burke L. Clinical Sport Nutrition. edisi ke-3. 2006. North Ryde: McGraw-Hill. hal. 415-57.

2 Oetoro S. Nutrition for Rapid Sports Recovery. Dibawakan pada acara Lokakarya Olahraga.

3 Gropper SS, Smith JL, Groff JL. Dalam: Advanced Nutrition and Human Metabolism. edisi ke-5. 2009. Belmont: Wadsworth. hal.63-104.

4 Marks DB. Hubungan antar jaringan dalam metabolisme asam amino. Dalam: Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah pendekatan klinis. 2000. Jakarta: EGC. hal. 630-50.

5 Manninen AH. Hyperinsulinemia, hyperaminoacidaemia and post-exercise muscle anabolism: the search for the optimal recovery drink. Br J Sports Med 2006;40:900-05.

(57)

Dr. Johansyah Lubis, M.Pd

(Dosen FIK Univ. Negeri Jakarta dan Wk 1 Binpres KONI Pusat)

I

su yang berkembang saat ini dalam latihan kekuatan adalah 1) Apakah latihan kekuatan memberikan tekanan beban yang tak semestinya pada sistem otot-syaraf atlet-atlet muda? 2) Dapatkah anak -anak masa

prepubescent memperoleh kekuatan yang signifikan dengan latihan kekuatan? 3) Bagaimana seharusnya program latihan kekuatan untuk atlet muda dirancang agar mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dan meminimalkan kemungkinan resiko cedera.

A. PENDAhuluAN

The American College of Sport Medicine (ACSM) berpendapat bahwa latihan kekuatan dapat menjadi efektif dan aman bagi kelompok umur tersebut. Asalkan program tersebut dirancang dengan tepat dan dengan pengawasan yang baik (Feigenbaum dan Michell, 1998). Bagaimanapun juga penampilan fisik termasuk pembinaan olahraga pada anak-anak dan remaja selalu dinilai dari sudut pandang proses pertumbuhannya (Brooks dan Fahey, 1985).

Sebuah referensi yang dilakukan oleh Asosiasi Strength dan Conditioning National, Komunitas Orthopedik Amerika menyatakan bahwa anak-anak dan remaja banyak mendapat manfaat jika diikutsertaan dalam program latihan dengan pengawasan yang ketat. Manfaat yang utama adalah: a. Meningkatkan kekuatan otot

Gambar

Tabel 1. Perolehan medali Cabor Beladiri Indonesia pada 3 SEA Games
Gambar 1. Metabolisme Otot: Energi untuk kontraksi
Gambar 2.2 ATP Energi Cycle
Gambar 2.3 Sistem Glikolisis
+7

Referensi

Dokumen terkait