ANALISIS KANDUNGAN KIMIA SLUDGE
DARI INDUSTRI PULP
PT. TOBA PULP LESTARI Tbk.
SKRIPSI
Oleh
SIMSON FUAD HASAN PURBA
041203003/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS KANDUNGAN KIMIA SLUDGE
DARI INDUSTRI PULP
PT. TOBA PULP LESTARI Tbk.
SKRIPSI
Oleh :
SIMSON FUAD HASAN PURBA
041203003/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
SIMSON F.H. PURBA : Analisis Kandungan Kimia Sludgedari Industri Pulp PT.
Toba Pulp Lestari Tbk, dibimbing oleh LUTHFI HAKIM dan EVALINA HERAWATI
Sludge adalah limbah dari industri pulp dan kertas. Saat ini, limbah dari industri pulp dan kertas kurang dimanfaatkan secara optimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen kimia sludge yang terdiri dari : selulosa (α, β, γ), hemiselulosa, bilangan kappa, kandungan abu, kadar ekstraktif terlarut.
Penelitian bertujuan memberikan informasi komponen kimia sludge untuk pemanfaatan yang optimal nilai kadar kimia dari hasil pengujian sludge adalah sebagai berikut kadar air, kadar abu , kelarutan dalam NaOH 1%, kelarutan sludgepada dichlorometana (ekstraktif), kelarutan sludge pada air (air dingin, air
panas ), bilangan kappa, kadar α selulosa, % β Selulosa, % selulosa : 76,338 %,
24,657 %, 13,31 %, 27,505 %, 11,44 %, 8,088 %, 29,16, 93,803 %, 17,573 % , 10,665 %. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, sludge memenuhi persyaratan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku serat.
ABSTRACT
SIMSON F.H. PURBA : Chemicals Content Analysis of Sludge from Pulp Mill PT.
Toba Pulp Lestari Tbk, supervised by LUTHFI HAKIM dan EVALINA HERAWATI
Sludge is a waste of pulp and paper mill. Currently, waste from pulp and paper mill less optimally utilized. This study aims to determine the chemical components of sludge consisting of: cellulose (α, β, γ), Hemicellulose, kappa number, ash content, soluble extractive content.
This research, assist in providing information chemical components of sludge for optimal utilization. The value of the chemical content of the test results are as follows sludge water content, ash content, solubility in 1% NaOH, the solubility of sludge on dichlorometana (extractive), the solubility of sludge in the water (cold water, hot water), kappa number, levels of α cellulose, % β Cellulose,% cellulose: 76.338%, 24.657%, 13.31%, 27.505%, 11.44%, 8.088%, 29.16, 93.803%, 17.573%, 10.665%. Based on these test results, sludge can still be used as a fiber raw material.
RIWAYAT HIDUP
Simson Fuad Hasan Purba dilahirkan di Doloksanggul, Humbang
Hasundutan, Sumatera Utara tanggal 6 Agustus 1986, anak ketiga dari tujuh
bersaudara. Anak dari pasangan Drs. Sabam Purba dan Siti Nurbaya Manullang
S.Pd.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 175781
Doloksanggul, lulus tahun 1998. Kemudian melanjutkan di SLTP Negeri
Saitnihuta, dan lulus tahun 2001, melanjutkan sekolah di SMU Negeri 5 Medan
hingga tamat tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas
Sumatera Utara melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada
Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Selama perkuliahan penulis pernah ikut organisasi Paduan Suara
Consolatio. Penulis melaksanakan Praktek Umum Kehutanan tahun 2006 di
Mandailing Natal (Natal dan Sopotinjak). Praktek Kerja Lapangan pada tahun
2008 di KPH Purworejo, Jawa Tengah dan tahun 2009 penulis melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Kandungan Kimia Sludge Dari Industri Pulp
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi
ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dengan
judul “Analisis Kandungan Kimia SludgeDari Industri Pulp dan Kertas”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia yang
terkandung pada sludge yang dihasilkan dari PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Induk PT. Toba Pulp Lestari Tbk.
menguji sludge sebagai limbah. Pengujian kimia yang dilakukan pada sludge
meliputi : selulosa (α, β, γ), hemiselulosa, lignin, kandungan abu dan kadar ekstraktif. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat besar terhadap
penggunaan kembali sludge(limbah) yang dihasilkan oleh PT. Toba Pulp Lestari
Tbk.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si dan Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si selaku komisi
pembimbing, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
orang tua penulis Drs. S. Purba dan Sn. Manullang S.Pd. yang telah membesarkan
penulis dan memenuhi segala kebutuhan penulis dalam segala hal. Penulis juga
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Industri PT. Toba Pulp
Lestari Tbk. yang telah memberikan banyak bantuan sebagai tempat
Penulis sadar bahwa tiada sesuatu yang dapat dikerjakan dengan hasil
yang sempurna. Selanjutnya penulis mengharapkan saran serta kritikan yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga
nantinya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita. Amin.
Medan, Maret 2010
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...i
ABSTRACT ...ii
RIWAYAT HIDUP ...iii
KATA PENGANTAR ...iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN...ix
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Sludge ... 4
Komponen Penyusun Kimia Kayu ... 5
Selulosa ... 5
Poliosa (Hemiselulosa) ... 6
Lignin ... 7
Ekstraktif Kayu ... 8
Pembuatan Pulp Kertas ...10
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian...12
Bahan dan Alat Penelitian ...12
Bahan...12
Alat ...12
Metode Penelitian ...12
Analisis Kadar Air (TAPPI 264 om-88) ...12
Analisis Kadar Abu (TAPPI 211 om-93) ...13
Analisis Kelarutan dalam NaOH 1% (TAPPI 212 om-93)...13
Analisis Kelarutan dalam Dichlorometana (TAPPI 204 om-97) ...15
Analisis Kelarutan Sludge dalam Air (TAPPI 207 om-93) ...16
Penentuan Bilangan Permanganat (TAPPI 241 so 71)...18
Analisis Kadar α-selulosa (TAPPI 203 cm-99) ...19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu ...23
Kelarutan sludge pada NaOH 1%, Dichlorometana, air ...24
Penentuan Bilangan Permanganat ...27
Kadar α, β, γ Selulosa ...27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...30
Saran...30
DAFTAR PUSTAKA ...31
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Nilai kadar air dan kadar abu sludge...23
2. Nilai kelarutan sludgepada : NaOH 1%,Dichlorometan,air ...24
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Diagram proses analisis kelarutan sludge pada NaOH 1% ...14
2. Diagram proses kelarutan sludgepada dhiclorometana ...15
3. Diagram proses kelarutan sludge pada air dingin ...16
4. Diagram proses kelarutan sludge pada air panas ...17
5. Diagram proses penentuan bilangan kappa sludge ...18
6. Diagram proses penentuan kadar α-selulosa ...20
7. Diagram proses penentuan kadar β-selulosa...22
8. A (Sludgedalam kondisi basah), B ( Desikator)...36
9. A (sludge dalam kondisi kering), B (preses pengabuan sludge)...36
10. Proses dispersi sludge...36
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Pengujian Kadar Air ...33
2. Kadar abu ...33
3. Kelarutan dalam NaOH 1% ...33
4. Sludgepada dichlorometana(C2CL2)...33
5. Pengujian Kadar Air ...34
6. Bilangan Pemangat (bilangan kappa) ...34
7. α selulosa...35
8. β dan γ-selulosa ...35
9. Sludgeyang sedang di oven ...37
10. Proses penentuan bilangan kappa sludge...37
ABSTRAK
SIMSON F.H. PURBA : Analisis Kandungan Kimia Sludgedari Industri Pulp PT.
Toba Pulp Lestari Tbk, dibimbing oleh LUTHFI HAKIM dan EVALINA HERAWATI
Sludge adalah limbah dari industri pulp dan kertas. Saat ini, limbah dari industri pulp dan kertas kurang dimanfaatkan secara optimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen kimia sludge yang terdiri dari : selulosa (α, β, γ), hemiselulosa, bilangan kappa, kandungan abu, kadar ekstraktif terlarut.
Penelitian bertujuan memberikan informasi komponen kimia sludge untuk pemanfaatan yang optimal nilai kadar kimia dari hasil pengujian sludge adalah sebagai berikut kadar air, kadar abu , kelarutan dalam NaOH 1%, kelarutan sludgepada dichlorometana (ekstraktif), kelarutan sludge pada air (air dingin, air
panas ), bilangan kappa, kadar α selulosa, % β Selulosa, % selulosa : 76,338 %,
24,657 %, 13,31 %, 27,505 %, 11,44 %, 8,088 %, 29,16, 93,803 %, 17,573 % , 10,665 %. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, sludge memenuhi persyaratan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku serat.
ABSTRACT
SIMSON F.H. PURBA : Chemicals Content Analysis of Sludge from Pulp Mill PT.
Toba Pulp Lestari Tbk, supervised by LUTHFI HAKIM dan EVALINA HERAWATI
Sludge is a waste of pulp and paper mill. Currently, waste from pulp and paper mill less optimally utilized. This study aims to determine the chemical components of sludge consisting of: cellulose (α, β, γ), Hemicellulose, kappa number, ash content, soluble extractive content.
This research, assist in providing information chemical components of sludge for optimal utilization. The value of the chemical content of the test results are as follows sludge water content, ash content, solubility in 1% NaOH, the solubility of sludge on dichlorometana (extractive), the solubility of sludge in the water (cold water, hot water), kappa number, levels of α cellulose, % β Cellulose,% cellulose: 76.338%, 24.657%, 13.31%, 27.505%, 11.44%, 8.088%, 29.16, 93.803%, 17.573%, 10.665%. Based on these test results, sludge can still be used as a fiber raw material.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sludgedari industri pulp dan kertas terdiri atas 3 sumber. Sumber pertama
yang biasa disebut sludge primer berasal dari klarifier utama, dimana
partikel-partikel kasar akan dipisahkan dari air limbah dan dibuang. Sludgeini menyerupai
kertas basah dan kandungan seratnya cukup tinggi dan mudah terlarut dalam air.
Sumber kedua berasal dari pengelolaan air sekunder dimana pada bagian ini
mengalami proses biologis. Jenis limbah ini biasa disebut dengan istilah biosludge
dan memiliki konsentrasi yang lebih rendah. Jenis limbah ketiga berasal dari
deinking, yaitu bagian proses pemisahan kertas dari tinta dari limbah kertas daur
ulang. Setiap industri pulp dan kertas memiliki perbedaan didalam proses
pengelolaan limbahnya, sehingga ada perbedaan kualitas limbahnya (Latva dan
Jouko, 1998).
Saat ini, pengelolaan limbah industri pulp dan kertas mengalami
peningkatan karena dua alasan. Alasan pertama yaitu untuk mengurangi
pencemaran pada air dan alasan kedua adalah perkembangan pabrik kertas daur
ulang yang makin meningkat (Latva dan Jouko, 1998
).
Menurut Haroen (2007) limbah padat industri kertas dibedakan atas
limbah serat dan non serat, berasal dari beberapa unit proses umummnya
merupakan hasil akhir proses dan tidak berguna yang berbentuk lumpur (sludge).
Karakteristik limbah padat industri kertas sangat bervariasi tergantung pada bahan
baku, produk yang dihasilkan, serta tingkat pengolahan pendahuluan yang telah
2
tentang karakteristiknya, seperti jenis limbah, jumlah limbah per ton produk,
kandungan organik, kadar air, kadar abu, nilai kalor, unsur mikro, logam berat dan
elemen spesifik lainnya. Limbah padat berserat industri kertas dihasilkan dari
pemisahan serat yang lolos pada pembungan limbah cair mesin kertas. Limbah
padat ini jumlah dan karakteristiknya sangat bervariasi tergantung dari bahan
baku, proses pembuatan dan produk yang dihasilkan.
Sludge yang dihasilkan industri banyak dijadikan bahan bakar dengan 2
alasan, yaitu sebagai sumber energi/bahan bakar dan untuk mengurangi volume
jumlah penumpukan limbah dan pembuangan ke sungai dimana saat ini sudah
banyak perbaikan-perbaikan lingkungan khususnya sungai (Latva dan Jouko,
1998). Namun hal ini tentunya akan berdampak lain, yaitu adanya penambahan
tingkat polusi udara yang tinggi.
Sludge yang berasal dari berbagai industri pulp di Indonesia di dalam
pemanfaatannya masih sangat kurang. Sludge hasil buangan industri tersebut
biasanya dijadikan bahan bakar dan yang selebihnya dialirkan ke sungai atau ke
tempat pembuangan akhir setelah melalui proses penetralan. Sesuai dengah hal
tersebut perlu sebuah usaha dalam pengolahan sludge agar lebih bermanfaat.
Selain mengurangi pengaruh negatif terhadap lingkungan sekitarnya, tentunya
akan meningkatkan nilai guna sludge bagi industri tersebut. Intinya perlu
dilakukan sebuah penelitian kandungan sludge sehingga dapat diolah kembali sebagai bahan baku serat.
Seiring dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan tentang sludge,
menunjukkan bahwa sludge hasil buangan industri pulp dan kertas masih perlu
3
dengan pemanfaatan sludge tentunya akan makin membantu di dalam
memaksimalkan penggunaan kayu sebagai bahan baku utama untuk pulping.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mengetahui kandungan kimia sludge yang meliputi :
selulosa (α,β,γ), hemiselulosa, lignin, kandungan abu dan kadar ekstraktif.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat di dalam pengolahan
4
TINJAUAN PUSTAKA
Proses pulping menghasilkan limbah yang disebut dengan istilah sludge.
Sludge biasanya dibuang. Sumber polusi dapat berasal dari berbagai
langkah-langkah proses yang meliputi kayu persiapan, pembuatan bubur, cucian bubur
kayu, penyaringan, cucian, pengelantang. Limbah yang berasal dari proses-proses
ini, ada yang tidak terlarut dan ada bahan yang dapat terlarut.
Campuran-campuran (lignin, karbohidrat dan ekstraktif) inilah yang sulit untuk
dibiodegradasi dan dihanyutkan dari serabut-serabut selama pencucian, dan
proses penyaringan (Katja dan Mika, 2007).
Sludge
Menurut Hammer (1977) dalam Hastutik dkk (2006), sludge merupakan
limbah padat pabrik kertas yang terdiri atas padatan 90% dan air 10% yang
didapat dari proses pengendapan pada tempat penimbunan limbah dan
mengandung bahan organik. Selain itu limbah padat kertas juga menghasilkan
biosludge yang merupakan hasil sampingan, tersusun dari bahan baku pulp,
mengandung mikroorganisme dan limbah padat kertas juga menghasilkan serat
yang berupa bahan dari proses depething plant yaitu pemisahan secara mekanik
bahan baku pulp yaitu bahan serat dan bahan bukan serat.
Menurut Haroen (2007), umumnya sumber limbah padat yang dihasilkan
dari industri pulp dan kertas berasal dari reject proses penyediaan stok, unit
pemulihan serat dan hasil akhir instalansi pengolahan limbah cair berupa sludge
5
serta bahan pengisi, plastik, logam, wax dan pengotor lainnya. Limbah padat
berserat yang berasal dari keluaran belt press umumnya masih mengandung 60%
serat pendek, sedangkan sisanya berupa bahan pengisi. Limbah padat ini biasanya
dibuang sebagai tanah urugan, masih mengandung air sekitar 60%-80%.
Komposisi kimia limbah padat banyak dipengaruhi oleh komponen kimia
yang tergantung dari sumber limbah tersebut berasal. Limbah padat berserat yang
dihasilkan dari produk kertas mempunyai kandungan senyawa organik dengan
komponen utamanya adalah serat selulosa sebanyak + 60% dan sisanya senyawa
anorganik. Pemanfaatan limbah padat ini menjadi bahan untuk pembuatan papan
serat ditentukan oleh jumlah dan kualitas serat yang terkandung didalamnya. Bila
fraksi serat masih cukup tinggi maka mutu papan serat sebagai salah satu
komponen bahan bangunan akan terpenuhi (Haroen, 2007).
Komponen Penyusun Kimia Kayu
Selulosa
Selulosa merupakan bagian penyusun utama jaringan tanaman berkayu.
Bahan tersebut utamanya terdapat pada tanaman kertas, namun demikian pada
dasarnya selulosa terdapat pada setiap jenis tanaman, termasuk tanaman semusim,
tanaman perdu dan tanaman rambat bahkan tumbuhan paling sederhana sekalipun
seperti: jamur, ganggang dan lumut. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan
kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat
dibedakan atas tiga jenis yakni selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak
larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP 600-1500
6
Selulosa dipakai sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnian
selulosa. β-selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan.
µ-Selulosa adalah sama dengan selulosa β, tetapi DP nya kurang dari 15. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan
dan atau bahan peledak. Selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan
baku pada industri kertas dan industri sandang/kain (serat rayon). Selulosa dapat
disenyawakan (esterifikasi) dengan asam anorganik seperti asam nitrat, asam
sulfat dan asam fosfat. Ketiga unsur tersebut, asam nitrat memiliki nilai ekonomis
yang strategis daripada asam sulfat dan asam fosfat karena dapat digunakan
sebagai sumber bahan baku propelan/bahan peledak pada industri pembuatan
amunisi/mesin dan atau bahan peledak (Tarmansyah, 2005).
Poliosa (Hemiselulosa)
Hemiselulosa adalah polisakarida yang bukan selulosa, jika dihidrolisis
akan menghasilkan D-manova, D-galaktosa, D-Xylosa, L-arabinosa dan asam
uranat. Hemiselulosa dapat diisolasi dari kayu, holoselulosa, atau pulp dengan
ektraksi. Diantara sedikit pelarut-netral yang efektif, dimetilsulfoksida digunakan
terutama untuk mengekstraksi xilan dari holoselulosa. Meskipun hanya sebagian
xilan yang dapat ekstraksi, keuntungannya adalah bahwa tidak terjadi perubahan
kimia. Penambahan natrium borat pada alkali mempermudah pelarutan
galaktoglukomanan dan glukomanan. Namun ekstraksi alkali mempunyai
7
Menurut distribusinya dalam sel, susunan hemiselulosa trakeida atau serat
tidak sama dengan dalam sel jari–jari. Xilan tertinggi dalam sel jari–jari. Sel–sel
kayu tarik mengandung kompleks galaktan. Sel muda mengandung xilan lebih
banyak dibandingkan dengan sel dewasa, tetapi kadar selulosa dan glukomanan
lebih kecil. Kayu awal memiliki lebih banyak xilan dan lebih sedikit glukomanan
dibandingkan dengan kayu akhir. Ikatan kimia antara selulosa dan hemiselulosa
mungkin tidak ada, yang ada ialah ikatan hidrogen dan gaya Van Der Waals.
Ikatan kimia ada di antara hemiselulosa dengan lignin (Achmadi, 1990).
Lignin
Lignin merupakan komponen kimia dan morfologi yang karakteristik dari
jaringan tumbuhan tinggi seperti Pteridofita dan Spermatofita (gymnosperm dan
angiosperm), dimana ia terdapat dalam jaringan vaskuler yang khusus untuk
pengangkutan cairan dan kekuatan mekanik. Jumlah lignin yang terdapat dalam
kayu yang berbeda sangat bervariasi. Meskipun dalam spesies kayu kandungan
lignin antara 20%-40%, angiosperm akuatik dan herba maupun banyak monokotil
kurang mengandung lignin. Disamping itu distirbusi lignin di dalam dinding sel
dan kandungan lignin bagian pohon yang berbeda tidak sama. Sebagai contoh
kandungan lignin yang tinggi adalah khas untuk bagian batang untuk bagian
batang yang paling rendah, paling tinggi dan paling dalam, untuk cabang kayu
lunak, kulit. Lignin adalah suatu polimer yang kompleks yang berat molekul
tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropana. Meskipun tersusun atas karbon,
hidrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada
8
dasarnya adalah suatu fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan
mempunyai bentuk yang bermacam-macam karena susunan lignin yang pasti di
dalam kayu tetap tidak menentu (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Meskipun lignin kelihatan merupakan komponen kayu yang paling stabil
secara termal, berbagai perubahan terjadi bahkan pada suhu di bawah 2000C.
Penentuan kandungan lignin dalam kayu yang diperlakukan secara termal ternyata
menyebabkan kenaikan dalam residu yang tak dapat dihidrolisis dengan kenaikan
suhu hingga 2000C (Fengel dan Wegener, 1995).
Ekstraktif Kayu
Istilah ekstraktif kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda
yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan non
polar. Dalam arti yang sempit ekstraktif merupakan senyawa–senyawa yang larut
dalam pelarut organik, dan dalam pengertian ini nama ekstraktif digunakan dalam
analisis kayu. Tetapi senyawa-senyawa karbohidrat dan anorganik yang larut
dalam air juga termasuk dalam senyawa yang dapat diekstraksi. Kandungan dan
komposisi ekstraktif berubah-ubah diantara spesies kayu. Tetapi juga terdapat
variasi yang bergantung pada tapak geografi dan musim. Ekstraktif terkonsentrasi
dalam saluran resin dan sel-sel parenkim jari-jari; jumlah yang rendah juga
terdapat dalam lamela tengah, interseluler dan dinding sel trakeid dan serabut
libriform (Fengel dan Wegener, 1995).
Ekstraktif dapat dibagi menjadi fraksi lipofilik dan fraksi hidrofilik
walaupun batasnya kurang jelas. Yang termasuk fraksi lipofilik ialah lemak, lilin,
9
dengan pelarut nonpolar seperti etil eter, atau diklorometana. Fraksi hidrofilik
meliputi senyawa fenolik (tanin, lignin, stilbena), karbohidrat terlarut, protein,
vitamin, garam organik. Keistimewaan terdapat pada jenis-jenis tertentu. Secara
kimiawi, zat ekstraktif dibagi menjadi 3 sub golongan yaitu alifatik (terutama
lemak dan lilin), terpena dan terpenoid, senyawa fenolik (Achmadi, 1990).
Lemak dan lilin merupakan konstituen utama dari bahan lipofil yang
terdapatnya dalam sel–sel parenkim. Komposisi kimia resin parenkim berbeda
dari oleoresin. Dalam kayu keras resin parenkim merupakan satu–satunya tipe
resin. Di samping lemak, lilin merupakan konstituen resin besar. Penghilangan
resin dari kayu keras selama pembuatan pulp juga tergantung ukuran pori dan
bergantung pada stabilitas mekanik dari sel-sel parenkim. Terdapatnya perbedaan
yang besar di antara spesies-spesies kayu keras dalam hal ini. Lilin merupakan
ester-ester dari alkhohol lemak tinggi (C18-C24), alkhohol-alkhohol terpena, atau
sterol. Komponen-komponen lilin lain adalah alkohol-alkohol lunak bebas,
diantaranya yang paling dominan adlaah arakhinol (C20), behenol (C22), dan
lignoserol (C24). Lemak-lemak dari lilin (ester-ester) terhidrolisis selama
pembuatan pulp kraft. Asam–asam lemak, yang dibebaskan, dapat diperoleh
kembali bersama-sama dengan asam resin sebagai buih dari lindi hitam (Sjostrom,
1995).
Selama pembuatan pulp kraft ester asam lemak terhidrolisasi hampir
sempurna meskipun lilin jauh lebih stabil daripada lemak. Asam-asam lemak larut
bersama dengan asam-asam resin sebagai garam-garam natrium dalam lindi
pemasak. Karena kayu keras tidak mengandung asam-asam resin, maka sabun tall
10
dalam pulp akhir sampai tingkat yang cukup rendah sehingga “persoalan
pengkerakan” dapat dicegah. Beberapa asam lemak tak jenuh dan asam-asam
resin terisomerisasi sebagian pada kondisi-kondisi pembuatan pulp kraft.
Asam-asam linoleat dan pinoleat, yang merupakan tipe-tipe Asam-asam lemak dienoat dan
trienoat, diubah menjadi isomer-isomernya masing-masing dengan ikatan-iktan
rangkap dua terkonjugasi pada kedudukan kedudukan 9, 11, 10, 12 yang
terkonfigurasi terutama cis, trans(Sjostrom, 1995).
Dalam hal asam-asam resin umum, perubahan dasar adalah isomerisasi
sebagian asam levopimarat menjadi asam abietat. Anggota-anggota lain dari
asam-asam resin umum pada dasarnya stabil pada kondisi-kondisi pembuatan
pulp kraft. Dalam Pengelantangan pulp, ekstraktif-ekstraktif yang tertinggal dalam
pulp, terutama jika terklorinasi, merusak kualitas pulp. Maka dari itu penting
melakukan pengelantangan dalam kondisi-kondisi yang menghasilkan kandungan
ekstraktif serendah mungkin. Juga sama pentingnya mencegah reaksi–reaksi yang
menghasilkan produk–produk beracun atau resin berbahaya lain, yang dibawa ke
lindi setelah pengelantangan (Sjostrom, 1995).
Pembuatan Pulp Kertas
Pulp adalah produk utama kayu, terutama digunakan untuk pembuatan
kertas. Tujuan utama pembutan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat
yang dapat dikerjakan secara kimia atau secara mekanik atau dengan kombinasi
dua tipe perlakuan tersebut. Pulp-pulp perdagangan yang umum dapat
dikelompokkan menjadi tipe-tipe kimia, semikimia, kimia mekanik, dan mekanik.
11
hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada pembongkaran dari bejana
pemasak (digester) atau paling tidak setelah perlakuan mekanik lunak. Hampir
semua produksi pulp kimia di dunia saat ini masih didasarkan pada proses–proses
12
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Februari hingga 21 Maret 2009 di
Laboratorium Induk Industri PT. Toba Pulp Lestari Tbk, Desa Sosorladang
Kecamatan Porsea, Toba Samosir, Sumatera Utara, Indonesia.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah (sludge)
yang diambil dari Industri PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, desikator,
timbangan analitis, cawan porselin, beaker glass, water bath, kertas saring, soxhlet, kertas timbel, erlenmeyer, corong bucher, pompa vakum, labu isap, kertas
lakmus.
Metode Penelitian
Analisis Kadar Air (TAPPI 264 om-88)
Analisis kadar air bertujuan mengetahui jumlah air yang terkandung atau
yang masih tertinggal dalam sludge. Analisis ini berdasarkan standar
menggunakan alat-alat antara lain oven, desikator, dan timbangan analitis. Bahan
yang digunakan adalah sampel sludge yang dihasilkan sebanyak 2 gram. Langkah
pertama dalam analisis adalah dengan menimbang sludgebasah sebanyak 2 gram
13
Sampel didinginkan dalam desikator dan timbang sampel sampai berat
konstan (B). Perhitungan kadar air menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar air = x100% B
B A
Analisis Kadar Abu (TAPPI T 211 om-93)
Kadar abu adalah bahan yang masih tersisa, dihitung berdasarkan berat
kering setelah sampel (sludge) dibakar pada suhu tertentu. Suhu yang ditetapkan
adalah 525 OC. Sebelum dilakukan pembakaran dibersihkan cawan porselin dan
dipanaskan dalam tanur pada suhu 525 + 25 OC selama 30-60 menit. Cawan
porselin yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 2A yang telah berisi sludge
dengan kondisi BKO
Setelah pemanasan dinginkan sampel dalam desikator dan timbang sampai
berat konstan. Sampel diambil sebanyak 2 gram (B)bebas kadar air, dimasukkan
dalam cawan porselin dan panaskan pada suhu 525+25 OC sampai sampel
terbakar. Cawan dikeluarkan dari tanur dan didinginkan cawan dalam desikator.
Berat abu ditimbang sampai dengan berat konstan (A). Kadar abu dihitung
berdasarkan rumus :
Kadar abu = x100% B
A
Analisis Kelarutan dalam NaOH 1 % (TAPPI T 212 om-93)
Kelarutan sludgedalam NaOH 1 % (natrium hidroksida) mengindikasikan
tingkat degradasi selulosa selama proses pulpingdan bleaching(pemutihan) yang
berhubungan dengan kekuatan dan sifat-sifat sludge yang lain. Prosedur
14
SludgeBKO
Beaker Glass
Bilas dengan 25 ml NaOH 1 %
100 ml NaOH 1%
Panaskan pada water bath
Tambahkan CH3COOH 10% ,25 ml
75 ml NaOH 1 % Aduk hingga terjadi dispersi
Aduk setiap 5 (60 menit)
Saring dan bilas
Oven
Timbang
Hitung
(BKO). Langkah pertama yang dilakukan adalah sampel dimasukkan sludge
dalam beaker glass yang telah berisi 75 ml NaOH 1%, diaduk sampai terjadi
dispersi dan serat terpisah secara individu, dibilas dengan 25 ml NaOH 1%,
kemudian ditambahkan 100 ml NaOH 1 % kedalam beaker glass. Beaker glass
dipanaskan tertutup diatas water bath(penangas air) pada suhu 97–100 OC selama
60 menit, diaduk setiap 5, 10, 15 dan 25 menit setelah diletakkan diatas water
bath.Setelah 60 menit disaring sludgedengan kertas saring dan dibilas dengan air
panas sebanyak 100 ml.
Pencucian diulangi dengan 25 ml asam asetat 10% dan terakhir dicuci
dengan air panas sampai dengan bebas asam. Sampel dimasukkan kedalam oven
pada suhu 105 + 3 OC selama 60 menit dan ditimbang sampai dengan berat
konstan (B). Kadar kelarutan NaOH 1 % dihitung dengan rumus :
S =
x100% AB A
Proses analisis kelarutan sludgepada NaOH 1% secara sederhana ditunjukkan
pada Gambar 1.
15
Analisis Kelarutan dalam Dichlorometana (TAPPI T 204 om-97)
Bahan-bahan ektraktif dalam sludge yang cukup penting untuk
dipertimbangan antara lain resin, asam lemak, dan ester-ester lain, lilin, dan
komponen tidak tersabunkan. Bahan-bahan ini dapat larut dalam pelarut organik,
namun tidak ada pelarut tunggal yang dapat melarutkan semua komponen
tersebut. Dalam standard, sampel yang digunakan sebanyak 10 gram (Wp)berat
kering oven (BKO). Labu ekstraksi soxhlet dibersihkan dan dikeringkan dan
sampel dimasukkan dalam kertas timbel yang sudah diketahui beratnya ke dalam
labu ekstraksi. Labu ekstraksi diisi dengan 150 ml pelarut (ethanol-benzene)
sampai dengan sampel terendam pelarut. Labu ekstraksi dihubungkan dengan
peralatan ekstraksi lainnya, dialirkan air sebagai pendingin (kondensor).
Gambar 2 merupakan proses yang dilakukan untuk mengetahui kelarutan
sludge pada dicloromethana (CH2CL2) :
Gambar 2. Diagram proses kelarutan sludgepada dhiclorometana
Sludge BKO
Kertas Timbel
CH2CL2
Labu Ekstraksi
Timbang
Hubungkan dengan ekstraksi lainnya Alirkan air sebagai
kondensor Ekstraksi 6x putran
dalam 1 jam
Keluarkan dari labu ekstraksi
Dicuci dengan Ethanol 20-25 ml
Timbang
16
Ekstraksi dilakukan selama 6 kali putaran dalam 1 jam. Ekstraksi sampel
tidak kurang dari 24 ekstraksi selama 4-5 jam, kemudian dioven pada suhu 105 +
3 OC selama 1 jam dan ditimbang sampel sampai dengan berat konstan (Wb).
Kelarutan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kelarutan =
x100% WW W
p b p
Analisis Kelarutan Sludge dalam Air (TAPPI T 207 om-93)
Ada 2 kelarutan dalam air yang dapat diujikan pada sludgeyaitu kelarutan
dalam air panas dan kelarutan dalam air dingin. Sampel yang digunakan dalam
pengujian ini adalah sebanyak 2 gram (A) dalam kondisi berat kering oven
(BKO). Proses kelarutan dalam air dingin sebagai berikut. Sampel dimasukkan ke
dalam gelas piala ukuran 400 ml kemudian ditambahkan aquades sebanyak 300
ml, diaduk pada suhu 23 + 2 OC selama 48 jam.
[image:30.612.222.379.442.679.2]Proses perhitungan kelarutan sludge pada air dingin ditunjukkan pada
Gambar 3.
Hitung SludgeBKO
Gelas Piala
Aquades
Aduk, suhu 23+20
C,48 jam
Saring dengan air dingin
Oven
17
Sampel disaring dengan air dingin sebanyak 200 ml, penyaringan
dilakukan dua kali. Kemudian dioven pada suhu 105 + 3 OC selama 1 jam. Sampel
ditimbang sampai berat konstan (B). Kelarutan air dingin dihitung berdasarkan
rumus :
Kelarutan =
x100% AB A
Proses kelarutan dalam air panas, dimasukkan sampal sebanyak 2 gram
(A) dalam kondisi berat kering oven (BKO) ke dalam erlenmeyer 250 ml dan
ditambahkan 100 ml air aquades panas dan dipanaskan dipenangas air (water
bath) selama 3 jam. Sampel disaring dengan air panas sebanyak 200 ml,
kemudian dioven pada suhu 105+3 OC.
Sampel ditimbang sampai berat konstan (B).
[image:31.612.244.423.410.657.2]Proses sederhana untuk mengetahui tingkat kelarutan sludge pada air panas.
Gambar 4. Diagram proses kelarutan sludge pada air panas Hitung
SludgeBKO
Erlenmeyer
Aquades
Panaskan pada water bath, 3 jam
Saring dengan air dingin
Oven
18
Kelarutan air panas dihitung berdasarkan rumus :
Kelarutan =
x100% AB A
Penentuan Bilangan Permanganat (Bilangan Kappa)
Analisis ini adalah untuk menentukan kadar lignin yang masih tertinggal
dalam sludge. Sebanyak 1 gram sludge kering oven dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml dan ditambahkan aquades 500 ml. Dikocok dengan stirrer
sampai homogen. Kemudian ditambahkan 25 ml KMnO40,1 N dan 25 ml H2SO4
4 N serta 200 ml aquades. Selama 5 menit dibiarkan, kemudian ditambahkan 15
ml KI 10 %. Kemudian dititrasi dengan Thiosulfat 0,1 N dengan indikator kanji.
Indikator ditambahkan setelah larutan berwarna kuning, dilakukan juga penitraan
blangko.
Gambar 5 merupakan diagram proses sederhana dalam menghitung
bilangan permanganat pada sludge.
Gambar 5. Diagram proses penentuan bilangan kappa sludge
Bilangan permanganat dihitung berdasarkan rumus :
Bilangan Permanganat =
ba
xN.Thio Hitung SludgeBKOErlenmeyer
Aquades
Kocok menggunakan stirrer
25 ml KMnO40,1 N + 25 ml H2SO4 4 N + 200 ml aquades, dibiarkan 5 menit lalu ditambah 15 ml KI 10
%
[image:32.612.144.491.408.616.2]19
Analisis Kadar α-selulosa (TAPPI 203 cm-99)
Analisis kadar α-selulosa dimaksudkan untuk mengetahui kandungan selulosa murni yang terdapat dalam sludge. Prosedur pengujian untuk menentukan
kadar alfa-selulosa, pertama sampel sludge (BKO) dimasukkan ke dalam beaker
glass ukuran 300 ml sebanyak 1,5. Kemudian dimasukkan 75 ml NaOH 17,5 %,
di stirrer pada suhu 250C ± 0,20 C selama 30 menit. Setelah sludge terdispersi,
stirrer dicuci dengan 25 ml 17 % NaOH, kemudian dimasukkan ke beaker glass.
Setelah 30 menit pertama dimasukkan NaOH, ditambah 100 ml air destilat pada
suhu 250C ± 0,20C pada sludge yang di stirrer, dibiarkan selama 30 menit dengan
total ekstraksi 60 menit. Setelah selesai, pisahkan 10-20 ml filtrat, kemudian
dibersihkan beaker glas dengan 100 ml air filtrat.
25 ml filtrat dipipet dan ditambahkan 100 ml potassium dichromate 0,5 ke
dalam Erlenmeyer. Kemudian dimasukkan secara perlahan ke dalam tabung
Erlenmeyer 50 ml konsentrat asam sulfat H2S04. Selama 15 menit dibiarkan,
kemudian ditambahkan 50 ml air dan didinginkan di ruang dingin (kulkas). 2-4
tetes feroin indicator dimasukkan dan dititrasi dengan larutan ferrous ammonium
sulfat 0,1 N sampai warna coklat merah.
Untuk mendapatkan blank titrasi dilakukan kembali pengujian tanpa
menggunakan filtrat dengan cara yang sama. Rumus yang digunakan untuk
menghitung % kadar α-selulosa :
AxW xNx V V Selulosa
Kadar 100 6,85( ) 20
20
[image:34.612.210.409.127.622.2]Proses penentuan kadar α-selulosa ditunjukkan pada gambar berikut ini :
Gambar 6. Diagram proses penentuan kadar α-selulosa Biarkan 30 menit
SludgeBKO
Beaker Glass
Tambahkan 75 ml NaOH 17,5 %
Stirer pada suhu 250
± 0,20
C, 30 menit
Pindahkan ke beaker glass
30 menit kemudian tambahkanNaOH
Tambahkan 100 ml air
Pipet 25 ml
Masukkan ke Erlenmeyer
Tambahkan 10 ml Potasium Dichromate 0,5
Tambahkan H2SO4, dibiarkan 15 menit
Tambahkan 50 ml aquades, didingkan
Tambahkan 2-4 tetes Feroin Indikator, Titrasi
21
Analisis Kadar β-γ-selulosa
β-γ-selulosa atau biasa disebut sebagai hemiselulosa dapat dihitung kadarnya dari sludgeyang dihasilkan dengan menggunakan prosedur dibawah ini.
Pipet 50 ml filtrat sludge ke dalam Erlenmeyer 100 ml, tambahkan 50 ml H2SO4
3N. Panaskan pada suhu 70-900 C untuk beberapa menit hingga terjadi
pengendapan. Pipet 50 ml ke dalam Erlenmeyer yang telah didinginkan terlebih
dahulu. Usahakan agar endapan tidak terikut. Kemudian masukkan 10 ml K2Cr2O7
(Potasium dikcomat) 0,5 N ke dalam tabung dan tambahkan secara perlahan
H2SO4pekat 90 ml. Biarkan selama 15 menit. Kemudian titrasi. Gunakan Ferroin
indicator 0,1 N (Ferrous ammonium sulfat), dibuat blank. Perhitungan kadar β-γ -selulosa menggunakan rumus sebagai berikut :
xW
xNx V V SelulosaKadar
25
20 ) (
85 , 6
% 4 3
22
[image:36.612.173.411.136.602.2]Proses sederhana untuk mengetahui kadar β-γ-selulosa yang terdapat pada sludgeditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram proses penentuan kadar β –selulosa Biarkan 30 menit
SludgeBKO
Beaker Glass
Tambahkan 75 ml NaOH 17,5 %
Stirer pada suhu 250
± 0,20
C, 30 menit
Pindahkan ke beaker glass
30 menit kemudian ditambahkanNaOH
Tambahkan 100 ml air
Pipet 50 ml
Masukkan ke Erlenmeyer
Panaskan pada suhu 70-90 0
C, hingga terjadi pengendapan
Setelah dingin, pipet 50 ml
Tambahkan 10 ml K2CrO70,5 N dan H2SO490 ml
Tambahkan 2-4 tetes Feroin Indikator, Titrasi
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Kadar air sludgeadalah banyaknya air yang terdapat di dalamsludgeatau
produk berbentuk serbuk biasanya dinyatakan secara kuantitatif dalam persen (%)
terhadap berat sludge bebas air atau berat kering tanur (BKT), namun dapat juga
dipakai satuan terhadap berat basahnya. Kondisi sludge basah merupakan hasil
proses akhir penyaringan limbah yang disebut juga limbah padat sedangkan
kondisi kering setelah dioven pada suhu 103 + 2 0C. Berat kering tanur dijadikan
sebagai dasar untuk perhitungan kadar air karena berat kering tanur merupakan
indikasi dari jumlah substansi/bahan solid yang ada.
Tabel 1 adalah hasil perhitungan persen kadar air dan persen kadar abu
[image:37.612.133.509.426.537.2]menggunakan 3 sampel ulangan.
Tabel 1. Nilai kadar air dan kadar abu sludge.
Sampel Kadar Air (%) Kadar Abu (%)
1 76,780 24,751
2 75,895 24,660
3 76,340 24,560
Rata-rata 76,338 24,657
Berdasarkan hasil analisis kadar air sludge yang diperoleh, dari tiga
sampel uji coba yang dilakukan diperoleh kadar air rata-rata 76,338 %. Hal ini
menunjukkan tingkat kadar air pada sludge tinggi. Tingkat kadar air berpengaruh
pada proses pemanfaatan sludge sebagai bahan baku serat. Sludge biasanya
hampir mirip dengan bubur pulp namun warnanya coklat hingga abu-abu. Sludge
24
menyerap air. Hal inilah yang membuat tingkat kadar air sludge tinggi dimana
daya ikat partikel-partikel yang terkandung pada sludgeterhadap air tinggi (Latva
dan Jouko, 1998). Untuk itu, sebelum penggunaan sludge perlu dilakukan
pengeringan dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kadar air.
Berdasarkan analisis, kadar abu diperoleh 24,657 %. Jika dibandingkan
dengan persen jumlah kadar abu pada pulpdan kayu sesuai dengan TAPPI T 1206
“Precision Statement for Test Methods”, persen kadar abu sludge lebih tinggi.
Berdasarkan TAPPI T 1206, persen kadar abu yang memenuhi standar adalah
pada pulp 5,0 % dan kayu 6,6 %. Adanya perbedaan yang jauh persen kadar abu
sludgedengan pulp dan kayu tersebut dikarenakan naiknya konsentrasi kandungan logam (Ca, Mg, Ka, Se, dll) yang melekat pada sludge saat proses pemasakan
(proses kimia) (Katja and Mika, 1998).
Tingkat kelarutan sludge pada : NaOH 1%, Dichlorometana, Air
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kelarutan sludge pada NaOH 1%,
[image:38.612.134.508.504.638.2]Dichlorometana, air (panas dan dingin) diperoleh hasil.
Tabel 2. Persen kelarutan sludge pada NaOH 1%, Dichlorometana, air (panas dan dingin)
Sampel
% Kelarutan pada
NaOH
% kelarutan pada
dichlorometana
% Kelarutan Pada Air
Panas Dingin
1 13,188 27,668 8,045 11,765
2 13,475 27,459 8,16 11,315
3 13,277 27,387 8,06 11,245
Rata-rata 13,31 27,505 8,088 11,44
25
dapat mempengaruhi kondisi selulosa yakni pengembangan serat (Sutikno dkk,
2009). Pada analisis kelarutan sludge pada NaOH 1% yang telah dilakukan
diperoleh 13,31 %. Berdasarkan TAPPI T 212 om-93 “Precision Statement for
Test Methods”, pada pulp kadar kelarutan pada NaOH 1 % adalah 2,6-7,6%
sedangkan untuk kayu 11,2-17,0 %. Nilai ini menunjukkan tingginya kandungan
lignin yang terdapat pada sludge. Data ini menunjukkan penggunaan kembali
sludgemenjadi bahan baku pulp tidak memenuhi syarat (Wei dan Wu, 2002).
Kadar ekstraktif yang terkandung pada sludge lebih tinggi dibandingkan
dengan kayu atau pulp. Berdasarkan analisis dari sampel pengujian sludge
diperoleh kadar ektraktif 27,505 %. Berdasarkan standar TAPPI T 204 om-97,
kadar ekstraktif yang diizinkan adalah pada pulp 0,44% dan kayu 21%. Tingginya
kadar ekstraktif pada sludge dikarenakan pada saat proses pulping, bahan-bahan
ekstraktif terlarut menyatu bersama kandungan kimia lainnya dan dipisahkan yang
disebut sebagai limbah. Kandungan ekstraktif (alifatik terutama lemak dan lilin,
terpena/terpenoid, senyawa fenolik) tidak diperlukan melainkan diusahakan untuk
diminimalkan untuk memperoleh pulp yang baik yaitu dengan proses ekstraksi.
Alasan kenapa kandungan ekstraktif diminimalkan karena akan mengurangi
kualitas pulp yang dihasilkan, tingkat kecerahan pulp yang dihasilkan rendah,
mudahnya terserang rayap, serat sulit menyatu, tingkat kepadatan serat saat
pencetakan pulp lebih rendah (Wei dan Wu, 2002).
Pada kelarutan air ada dua bagian, yaitu kelarutan dalam air dingin dan
kelarutan dalam air panas. Tujuan pengujian kelarutan pada air untuk mengetahui
26
sampel yang diujikan akan semakin baik untuk digunkan sebagai bahan baku pulp
dan sebaliknya.
Kelarutan pada air dingin :
Pada pengujian sampel untuk mengetahui tingkat kelarutan sludge pada
air dingin diperoleh hasil 11,44 %. Nilai kelarutan pulp pada air dingin
berdasarkan TAPPI T 207 om-93 adalah 9,4 %. Berdasarkan data hasil pengujian,
jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan maka tingkat kelarutan sludge
pada air dingin lebih rendah. Hal ini terjadi karena perbedaan jumlah nilai
komponen kimia sludge dengan pulp dimana, sludge lebih tinggi kandungan
kimianya seperti lignin, ekstraktif dan zat lain yang sulit terlarut pada air.
Kelarutan pada air panas :
Selain kelarutan pada air dingin, sludgejuga diuji pada air panas. Adapun
hasil pengujian sampel pada tingkat kelarutan air panas adalah 8,088 %. Jika
dibandingkan dengan hasil pengujian pada kelarutan pada air dingin, tingkat
kelarutan sludge pada air panas lebih tinggi. Hal ini terjadi karena perbedaan
suhu. Dimana makin tinggi suhu maka kandungan kimia khususnya yang ada pada
sludge akan lebih banyak yang terlarut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sanjaya
(2000) yang mengatakan bahwa temperatur merupakan parameter yang sangat
penting dikarenakan efeknya yang terlihat jelas terhadap rekasi kimia, laju reaksi,
kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari-hari.
27
Pengujian bilangan permanganat bertujuan mengetahui kadar lignin.
Semakin tinggi kadar lignin yang diperoleh artinya sampel kurang baik untuk
digunakan sebagai bahan baku pulp dan sebaliknya. Berdasarkan pengujian
sampel, bilangan kappa sludge adalah 29,16. Pada standar TAPPI 241 SO-71
untuk pulp bilangan kappanya 5-20. Sedangkan untuk pengujian selain pulp,
bilangan kappanya 20-190. Hal ini berarti sludge kurang baik untuk digunakan
sebagai bahan baku pulp.
Tinggi rendahnya bilangan kappa ditentukan oleh tingkat kandungan
lignin yang terkandung di dalamnya, artinya pada sludge, kandungan ligninnya
tinggi. Penyebab tingginya bilangan kappa pada sludge karena pada saat proses pulping, lignin dipisahkan untuk meningkatkan kualitas pulp dan terkonsentrasi
bersama zat ekstraktif lainnya pada saat pemisahan yang disebut dengan
delignification (Sipon dkk, 2005). Lignin adalah suatu polimer yang kompleks
yang berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropana. Meskipun tersusun
atas karbon, hydrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan
tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya, lignin
pada dasarnya adalah suatu fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan
mempunyai bentuk yang bermacam-macam karena susunan lignin yang pasti di
dalam kayu tetap tidak menentu (Hygreen dan Bowyer, 1996).
Kadar α, β, γ Selulosa
Proses pulping bertujuan memperoleh selulosa murni. Makin tinggi kadar
28
[image:42.612.131.508.158.266.2]Hasil dari 3 sampel yang digunakan untuk menguji kadar α, β, γ selulosa yang terdapat pada sludgedi perlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar α, β, γ selulosa yang terdapat pada sludge
Sampel % α Selulosa % β Selulosa % γ Selulosa
1 93,095 10,631 17,536
2 93,095 10,668 17,573
3 93,059 10,668 17,609
Rata-rata 93,083 10,656 17,573
Analisis sludge, nilai persentase sampel kadar α selulosa 93,083%. Berdasarkan standar TAPPI 203 cm-99, kandungan α selulosa yang memenuhi standar adalah 95 % - 96,8 %. Adanya penurunan kandungan α selulosa pada sludge karena pada saat proses pulping α selulosa yang paling utama untuk di ambil untuk memperoleh pulp yang baik. Lebih kecilnya persen kandungan
selulosa menyebabkan sludgetidak memenuhi syarat untuk dijadikan bahan baku
pulp. Selulosaadalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH
17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600-1500. Selulosa
dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa
dapat larut segera dalam asam pekat. Namun pelarutan dalam asam
mengakibatkan pemecahan rantai selulosa secara hidrolik, sehingga dengan
larutan tersebut yang diperoleh adalah berat molekul hasil degradasi. Larutan
selulosa dalam asam, misalnya trifluoroacetic acid (TFA), memungkinkan
terjadinya hidrolisis total dalam reaksi yang homogen.
Hasil pengujian % β selulosa adalah 17,573 %. % β selulosa pada pulp lebih kecil, yaitu 9,0% sesuai Tappi 203 cm-99. Hal itu dikarenakan tingkat
29
selulosa (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan
NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan.
Hemiselulosa dapat diisolasi dari kayu dengan proses ektraksi. Hasil pengujian γ -selulosa adalah 10,656 %. Selulosa γ adalah sama dengan selulosa β, tetapi DP nya kurang dari 15.
Adanya penurunan kadar α, β, γ selulosa pada sludge terjadi karena pada
saat proses pulping terjadi pemisahan serat kayu yang meliputi α, β, γ selulosa pada bejana pemasak (digester) atau paling tidak setelah perlakuan mekanik
lunak. Hal ini sesuai dengan tujuan pembuatan pulp kayu yaitu melepas serat kayu
yang dapat dilakukan secara kimia atau mekanik maupun penggabungan dua tipe
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian adalah :
1. Kadar abu, kadar lignin, kadar ekstrakif, kadar air pada sludge yang dihasilkan PT.Toba Pulp Lestari sangat tinggi.
2. Tingginya persen kadar abu,kadar ekstraktif,kelarutan pada air dingin dan
air panas, bilangan kappa pada sludge dibandingan dengan kayu dan pulp dikarenakan kandungan zat kimia yang lebih besar seperti :lignin, tanin,
zat ekstraktif (alifatik, terpena, terpenoid, senyawa fenolik) pada saat
proses pulpingsedangkan kadar α, β, γ selulosa menurun.
3. Sludge yang dihasilkan dari PT.Toba Pulp Lestari tidak dapat digunakan
lagi sebagai bahan baku pulp karena tidak memenuhi syarat berdasarkan
standar TAPPI.
4. Sludge masih dapat dimanfaatkan lagi menjadi bahan baku serat karena kandungan α, β, γ selulosamasih tinggi.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S.S. 1990. Kimia Kayu. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Fengel, D dan G. Wegener. 1995. Kayu: Kimia Ultrastruktur Reaksi – reaksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Habibie, S. dan Wibowo, L. 2007. Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Kekuatan Tarik Kain Kapas 100% Pada Proses Merseriasi. Diakses dari : Http://www.iptek.net.id (17 September 2009).
Haroen, W.K, L. Santosa, M.Supratman. 2007. Pemanfaatan Limbah Padat berserat Industri Kertas sebagai Pembuatan Partisi di IKM. Berita Selulosa Vol.42 (1), hal.29-34.
Hastutik, W., Apriyanto dan H.B Nasution. 2006. Pengaruh Limbah Padat Pabrik kertas terhadap Hasil Tanaman Bawang Merah. Surakarta : Fakultas pertanian, Universitas Tunas Pembangunan. www.pkm.dikti.net [25 Maret 2008]
Haygreen, J.G dan J.L. Bowyer. 1996.Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Katja, H dan Mika, S. 2007. Flocculation in Paper and Pulp Mill Sludge Process.University of Kuopio, Laboratory of Applied Environmental Chemistry, Patteristonkatu 1, 50100 Mikkeli, FINLAND.Research Journal Of Chemistry And Environment Vol. 11 (3)
Latva dan S. Jouko. 1998. Experimental studies on pulp and paper mill sludge ash behavior in fluidized bed combustors.Technical Research Centre of Finland. VTT Publications 336. 89 p. + app. 86 p.
Sanjaya. 2001. Pengaruh Anhidridasetat Terhadap Struktur Molekuler Kayu dalam Stabilisasi Dimensi Kayu Pinus merkusiiEt. De Vr. JMS 6 (1) :21-32
Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu. Edisi ke-2. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.
Sutikno, S. Hidayati, O. Nawansih, Marniza, S.Rizal, F. Nurainy, dan R. Arion. 2009. Tingkat Degradasi Lignin Bagas Tebu Akibat Perlakuan Basa Pada Berbagai Kondisi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
32
Wei, Ou-Yang dan Wu, W.S. 2002. Investigation of Paper Mill Sludge as a Component of Container Medium. Plant pathol. Bull. 11:19-24.
33
LAMPIRAN
LAMPIRAN 11. Pengujian Kadar Air
No Sampel (gr) Setelah perlakuan Kadar Air (%)
1 2 3 2 2 2 0,4644 0,4821 0,4733 76,78 75,895 76,34 Rata-rata 76,338
2. Kadar Abu
NO Sampel (gr) Setelah perlakuan Kadar Abu (%)
1 2 3 2 2 2 0,4943 0,4932 0,4912 24,715 24,660 24,56 Rata-rata 24,657
3. Kelarutan dalam NaOH 1%
NO Sampel (gr) Setelah perlakuan Kelarutan (%)
1 2 3 10 10 10 8,6812 8,525 8,6723 13,188 13,475 13,277 Rata-rata 13,31
4. Sludge pada dichlorometana (C2CL2)
NO Sampel (gr) Setelah perlakuan Kelarutan (%)
34
LAMPIRAN 2
5. Pengujian Kadar Air
A. Air Dingin
No Sampel (gr) Setelah perlakuan Kelarutan (%)
1 2 3 2 2 2 1,7647 1,7737 1,7751 11,765 11,315 11,245 Rata-rata 11,44
B. Air Panas
NO Sampel (gr) Setelah perlakuan Kelarutan (%)
1 2 3 2 2 2 1,8391 1,8368 1,8388 8,045 8,16 8,06 Rata-rata 8,088
6. Bilangan permanganat
NO Sampel
(gr)
N.Thio Blanko Setelah
35
LAMPIRAN 3
7. α-selulosa
NO Sampel
(gr)
Normalitas Blanko Setelah
perlakuan α-selulosa (%) 1 2 3 1,5 1,5 1,5 0,1 0,1 0,1 51,3 51,3 51,3 32,4 32,4 32,3 93,0952 93,0952 93,0587 Rata-rata 93,083
8. β dan γ-selulosa A. γ-selulosa
NO Sampel
(gr)
Normalitas Blanko Setelah
perlakuan γ-selulosa (%) 1 2 3 1,5 1,5 1,5 0,1 0,1 0,1 52,5 52,5 52,5 23,4 23,3 23,3 10,6312 10,668 10,668 Rata-rata 17,573
B. β-selulosa
No α-selulosa
(%)
γ-selulosa (%) β-selulosa (%)
36
[image:50.612.138.502.91.247.2]
Gambar A. Gambar B Gambar 8. A (Sluge dalam kondisi Basah), B (Desikator)
[image:50.612.132.506.487.627.2]
A
B
Gambar 9. A (Sludgedalam kondisi Kering), B (Proses Pengabuan Sluge)
37
Gambar 12. Sludgeyang telah disaring Gambar 13. Proses penentuan bilangan
[image:51.612.138.499.106.243.2]kappa sludge
Gambar 14. Proses titrasi penentuan α-selulosa