ORKES MUSIK EL SURAYA DI KOTA MEDAN
(1977-1990)
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O L E H
NAMA : BAMBANG EKA PUTRA NIM : 020706019
PEMBIMBING,
Drs. Timbun Ritonga NIP. 131412309
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
ORKES MUSIK EL SURAYA DI KOTA MEDAN ( 1977-1990)
Yang diajukan oleh :
Nama : Bambang Eka Putra
Nim : 020706019
Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi oleh :
Pembimbing,
Drs. Timbun Ritonga tanggal ………...
NIP.131412309
Ketua Departemen Ilmu Sejarah
Dra. Fitriaty Harahap, SU tanggal ………...
NIP 131284309
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
ORKES MUSIK EL SURAYA DI KOTA MEDAN ( 1977-1990 )
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA : BAMBANG EKA PUTRA
NIM : 020706019
Pembimbing,
Drs. Timbun Ritonga
NIP. 131412309
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan,
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, Raja Dari segala raja, yang masih
memberikan hembusan napas, denyutan nadi, semangat yang membara, dan kemampuan
berpikir kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini bukan saja
ditujukan untuk menyelesaikan dan memperoleh gelar kesarjanaan (S1) pada Departemen
Ilmu Sejarah Fakultas Sastra di Universitas Sumatera Utara, tetapi lebih kesebuah bentuk
tanggung jawab dari apa yang telah saya baca, lihat, dengar, pelajari, dan pikirkan selama
bergelut di dalam kehidupan kampus khususnya di Departemen Ilmu Sejarah.
Studi ini menyoroti seni musik yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan Arab dan
India, dalam suatu kelompok orkes musik di kota Medan, yang mengambil judul Orkes
Musik El Suraya Di Kota Medan (1977-1990). Namun dalam pembahasannya akan banyak dijumpai kondisi-kondisi sebelum tahun pembahasan. Seni musik sebagai suatu
peristiwa sejarah yang memerlukan penjelasan sebagai upaya menelusuri hal-hal
(kondisi) yang ada sebelum suatu peristiwa terjadi atau bagaimana situasi berkembang
sehingga terjadinya suatu peristiwa. Untuk itu akan dijelaskan apakah musik dalam
kelompok orkes khususnya orkes musik El Suraya yang telah dipengaruhi oleh
kebudayaan Arab dan India itu mengalami kemajuan atau bahkan kemunduran.
Dalam prosesnya penulisan skripsi ini mengalami sedikit kesulitan dalam hal
menggali sumber-sumber lisan berupa wawancara yang mengharuskan penulis menunggu
dalam jangka waktu yang sangat panjang dan membosankan, bahkan mengalami
untuk diwawancarai, akan tetapi tidak lagi menetap di Indonesia, terutama
pemain-pemain orkes El Suraya yang telah menetap di Malaysia.
Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari apa yang disebut lengkap dan sempurna,
oleh karena itu sumbangan atau lemparan kritik dan saran sangat membantu agar studi ini
lebih baik dan bagus.
Wassalam
UCAPAN TERIMA KASIH
Proses penyelesaian skripsi ini cukup menyita waktu dan pikiran, penulis mengakui
dalam proses awal hingga terselesainya skripsi ini, juga banyak dibantu oleh berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda dan Ibunda tersayang yang telah membesarkan ananda dengan segala
kerendahan hati baik dari segi material maupun dalam bentuk apapun, sungguh
jasa-jasamu tiada bisa terbalaskan oleh ananda sampai kapanpun hingga akhir waktuku
kelak, ananda hanya bisa memohon kepada Sang Maha Sempurna layaknya surga
bagimu Ibu, Ibu, Ibu, dan Ayah. Sekaligus adik-adikku yang kucinta : Dewi, Ucok,
dan Butet yang telah sudi membuatkan penulis minuman dan makanan dikala penulis
lagi mengetik, walaupun terkadang sampai larut malam dan juga telah memberikan
semangat kepada penulis hingga dapat menyelesaikan perkuliahan ini. Akhirnya.
2. Nenek-nenek tercinta dan tersayang yang telah memberikan dorongan dan motivasi
setiap harinya dengan repetan maut dan suara yang mengelegar hingga membuat
penulis kadang sedikit kesal, tapi semua untuk kebaikan penulis yang sangat
disayang.
3. Etek dan Angga yang telah sabar dan begitu pengertian, juga banyak memberikan
sumbangan dana-dana yang tiada terhingga serta pandangan-pandangan yang sangat
berguna dan bermanfaat bagi penulis.
4. Ibu Dra. Fitriaty Harahap. S.U selaku Ketua Departemen Ilmu Sejarah Universitas
Sumatera Utara terbaik dari yang terbaik. Sungguh kebaikan-kebaikan Bunda tiada
5. Ibu Nurhabsyah. M. Si selaku Sekretaris Jurusan Departemen Ilmu Sejarah yang
sangat perduli kepada mahasiswa-mahasiswinya khususnya kepada penulis.
6. Bapak Drs. Timbun Ritonga selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
memberikan bantuan dan pandangan-pandangan yang sangat berguna dari awal
hingga terselesainya skripsi ini.
7. Bapak Drs. J Fachrudin Daulay selaku Penasehat Akademik/Dosen Wali penulis.
8. Alm Ayahanda Saifuddin Mahyudin. S.U selaku Staf Dosen Pengajar Departemen
Ilmu Sejarah yang telah banyak membantu penulis memahami arti hidup, serta
memecahkan segala permasalahan baik dari permasalahan hidup, keluarga maupun
permasalahan diperkuliahan. Hingga membuat penulis menyesali
kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Sungguh sangat kurindukan Engkau. Pelukan
terakhirmu tiada pernah kulupakan. Semoga Allah menempatkan engkau ditempat
yang aku inginkan. Amin.
9. Seluruh Staf Dosen Pengajar Departemen Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara
yang tidak disebutkan satu persatu.
10.Bang Ampera Wira yang banyak membantu penulis, semoga Allah Swt memberikan
segala keridhoanNYA kepada abang. Amin.
11.Bapak Ahmad Syauqi selaku Pimpinan Orkes Musik El Suraya beserta keluarga yang
telah memberikan banyak informasi-informasi berguna dalam penyelesaian skripsi
ini. Semoga El Suraya tetap jaya.
12.Kepada informan-informan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu karena
keterbatasan sebagai manusia. Semoga berita dan bantuannya mendapat pahala yang
13.Badan Kenaziran Musholla Dermawan yang telah banyak bersabar dan sudi
memberikan tempat tinggal untuk penulis. Walaupun kadang kewajiban penulis untuk
adzan terkadang tidak penulis lakukan akibat kesalahan penulis sendiri. Astagfirullah
hal adziim.
14.Seluruh Anggota Remaja Musholla Dermawan angkatan tahun 2002-2005 Sei
Sikambing C II Medan. Melalui organisasi ini penulis banyak mempelajari jati diri
penulis sebenarnya adalah hakikat seorang hamba yang hina. Sungguh kenangan yang
tak terlupakan.
15.Ust. Syaiful selaku penasihat spiritual penulis serta banyak memberikan gagasan atau
ide-ide yang cemerlang dalam kehidupan penulis sehari-hari. Semoga antum
diberikan kemurahan dalam segala hal. Istajib Do’ana Ya Allah.
16.Tim Sholawat dimanapun berada. Terima kasih atas kasih sayangnya kepada penulis.
Semoga kita dapat berkumpul lagi di lain kesempatan sobat-sobatku tercinta.
17.Abang tercinta Sangkot Syahputra Sitorus beserta keluarga yang telah memberikan
tempat tinggal kepada penulis, walaupun dalam keadaan kita yang menjadi tersangka
atas perbuatan yang tidak kita lakukan. Semoga sekeluarga dijauhkan dari
fitnah-fitnah yang kejam dan selalu dalam lindungan Allah Swt. Amin.
18.Daru, Lucky, Alex, Boca, Birink, Tirta, Opit, Antoni, Siti, Titin, Eva, Ocha, Natsir,
Novy, Amien, Iciek, Dedi, Iing, Edwin, Pinta, Roy, Inur, Aie, Tiomsi, Fany, Ratih,
Rahman, Joe, dan khususnya semua teman-teman Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas
19.Andry, Mirwan, Iing, yang tergabung dalam satu ikatan keluarga Harumi n Fable
Band yang banyak memberikan penulis inspirasi dan motivasi dalam bidang musik
serta banyak memberikan saran dan kritik terhadap pencapaian karakter penulis.
20.Aidil Fitrah, Irwansyah, dan Dian yang tergabung dalam Harumi n Fable management
yang banyak memberikan pengalaman-pengalaman serta kedisiplinan kepada penulis
dalam bidang bermusik. Semoga kelak tujuan kita dapat tercapai dan menuai
keberhasilan, walau terkadang banyak permasalahan-permasalahan pelik yang harus
dihadapi.
21.Kepada orang-orang yang tidak penulis sebutkan satu persatu, karena keterbatasan
penulis sendiri. Terima kasih telah membantu dan memahami kondisi dikala penulis
sedang dalam kesulitan maupun dalam kesedihan. Moga Allah membalas
kebaikan-kebaikan kalian semua. Amin.
Akhir kata semoga studi ini bisa mengisi kekosongan penulis sejarah lokal yang
masih sangat minim dikaji dan mudah-mudahan bisa menjadi piranti dan referensi
penulisan sejarah lainnya. Amin.
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ………iii
UCAPAN TERIMA KASIH ………v
DAFTAR ISI ………....ix
BAB I. Pendahuluan 1.1Latar Belakang ………1
1.2Rumusan Masalah ………9
1.3Tujuan dan Manfaat ………....10
1.4Tinjauan Pustaka ………11
1.5Metode Penelitian ………14
BAB II. Pengertian Musik Melayu, Musik Asli, Musik Tradisional, dan Musik Modern 2.1 Pengertian Musik Melayu, Musik Asli, Musik Tradisional, dan Musik Modern ……17
2.2 Adopsi Musik Melayu Dari Berbagai Budaya ………19
2.3 Musik Melayu Sebelum Adanya Keyboard ………24
2.4 Musik Melayu Pada Masa Kini ………36
BAB III. Orkes Musik El Suraya Medan 3.1 Sejarah Orkes Musik El Suraya ………42
3.2 Perkembangan Orkes Musik El Suraya ………49
3.3 Arti Penting Orkes Musik El Suraya ………52
3.4 Seribu Lagu Ahmad Baqi ………54
BAB IV. Kemunduran Orkes Musik El Suraya di kota Medan 4.1 Kendala-Kendala El Suraya Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial Budaya ……59
4.2 Munculnya Alat Musik Keyboard ………60
4.3 Munculnya Aliran Musik Lain ………61
4.4 Munculnya Hiburan-Hiburan Malam ………62
BAB V. Kesimpulan ………63
Daftar Pustaka
Daftar Informan
ABSTRAK
Orkes musik El Suraya adalah produk seni yang dibuat oleh seniman kota
Medan sebagai wujud kreatifitas. Meskipun karya seni musik aliran irama padang
pasir ini awalnya tidak diperhitungkan sebagai kreatifitas yang bisa menghasilkan
keuntungan banyak tetapi akhirnya Orkes Musik El Suraya menjadi salah satu
Orkes yang populer di kota Medan bahkan di Negara-negara tetangga seperti
Malaysia, Brunei Darussalam, dan lain-lain tahun 1977. Prestasi yang
membanggakan bagi kota Medan, bahwa kota Medan memiliki sebuah Orkes
musik yang diakui kemahirannya dalam segi aransemen, syair, dan lagu-lagunya
dalam peta permusikan di Malaysia, dan Brunei Darussalam. Peran serta para
seniman berbakat sangat berpengaruh pada perkembangan Orkes-Orkes Musik
yang ada di kota Medan pada zamannya. Tanpa penanganan kreatif dari seniman
itu sendiri, Orkes-Orkes Musik di kota Medan tidak akan mampu bersaing dengan
Orkes-Orkes Musik lain yang berada diluar kota Medan ataupun di luar Negara
Indonesia. Penyajian lagu yang sederhana dan lirik-lirik lagu yang baik membuat
Orkes Musik El Suraya memiliki nilai plus dibanding Orkes-Orkes Musik diluar
kota Medan dan diluar Indonesia. Walaupun situasi perkembangan musik saat itu
sedang hangat-hangatnya melawan pengaruh dari budaya Barat. Hal ini
menunjukkan bahwa Orkes Musik El Suraya tidak begitu mendapat perhatian dari
pemerintah setempat dan kurangya kesadaran masyarakat untuk mempelajarinya.
Di tahun 1990 Orkes Musik El Suraya mengalami kemunduran karena kemunculan
alat musik keyboard yang serba praktis, murah dan serba bisa untuk menghibur
suatu acara. Perlahan tapi pasti, Orkes Musik El Suraya semakin pudar di pasaran
dan akhirnya kota Medan harus merelakan Orkes-Orkes Musik pusat (Jakarta)
bangkit dan meraih kembali menjadi pusat dari peta permusikan Indonesia dan
dunia industri musik.
ABSTRAK
Orkes musik El Suraya adalah produk seni yang dibuat oleh seniman kota
Medan sebagai wujud kreatifitas. Meskipun karya seni musik aliran irama padang
pasir ini awalnya tidak diperhitungkan sebagai kreatifitas yang bisa menghasilkan
keuntungan banyak tetapi akhirnya Orkes Musik El Suraya menjadi salah satu
Orkes yang populer di kota Medan bahkan di Negara-negara tetangga seperti
Malaysia, Brunei Darussalam, dan lain-lain tahun 1977. Prestasi yang
membanggakan bagi kota Medan, bahwa kota Medan memiliki sebuah Orkes
musik yang diakui kemahirannya dalam segi aransemen, syair, dan lagu-lagunya
dalam peta permusikan di Malaysia, dan Brunei Darussalam. Peran serta para
seniman berbakat sangat berpengaruh pada perkembangan Orkes-Orkes Musik
yang ada di kota Medan pada zamannya. Tanpa penanganan kreatif dari seniman
itu sendiri, Orkes-Orkes Musik di kota Medan tidak akan mampu bersaing dengan
Orkes-Orkes Musik lain yang berada diluar kota Medan ataupun di luar Negara
Indonesia. Penyajian lagu yang sederhana dan lirik-lirik lagu yang baik membuat
Orkes Musik El Suraya memiliki nilai plus dibanding Orkes-Orkes Musik diluar
kota Medan dan diluar Indonesia. Walaupun situasi perkembangan musik saat itu
sedang hangat-hangatnya melawan pengaruh dari budaya Barat. Hal ini
menunjukkan bahwa Orkes Musik El Suraya tidak begitu mendapat perhatian dari
pemerintah setempat dan kurangya kesadaran masyarakat untuk mempelajarinya.
Di tahun 1990 Orkes Musik El Suraya mengalami kemunduran karena kemunculan
alat musik keyboard yang serba praktis, murah dan serba bisa untuk menghibur
suatu acara. Perlahan tapi pasti, Orkes Musik El Suraya semakin pudar di pasaran
dan akhirnya kota Medan harus merelakan Orkes-Orkes Musik pusat (Jakarta)
bangkit dan meraih kembali menjadi pusat dari peta permusikan Indonesia dan
dunia industri musik.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masyarakat kota Medan, seperti juga halnya masyarakat lainnya di dunia,
memiliki bentuk kesenian yang didalamnya mencakup seni musik, seni tari, seni sastra,
seni drama, dan sebagainya.1 Dalam kesenian masyarakat kota Medan dikenal berbagai
genre (jenis) kesenian. Kesenian yang begitu identik dengan kota Medan salah satunya
adalah Melayu seperti ronggeng Melayu, Makyong, Qasidah, dan lain-lain. Namun
tulisan tentang kesenian kelompok etnis Melayu Medan melalui orkes musik di Medan
sangat terbatas, bahkan belum ada yang menulis tentang orkes musik di kota Medan,
apalagi dibidang musik yang ditulis secara ilmiah. Hal ini dimungkinkan karena tradisi
orkes musik itu bersifat lisan.2 Sangat disayangkan apabila tulisan-tulisan ilmiah tentang
orkes musik khususnya dalam bidang kesenian tidak segera dipelihara oleh masyarakat
dan didukung oleh instansi pemerintah setempat yang berpengaruh terhadap maju atau
mundurnya kebudayaan suatu etnis diwilayahnya. Sebagai seorang sejarawan pemula,
penulis merasa prihatin dengan keadaan kebudayaan-kebudayaan kita sekarang
khususnya kebudayaan Melayu di kota Medan, jika kita tidak menjaga dan
melestarikannya mulai saat ini, maka kebudayaan Melayu itu akan terkikis seperti air
hujan yang jatuh ke sebuah batu besar hingga akhirnya batu tersebut menjadi kecil, akibat
tetesan air dan batu itu lama-kelamaan akan hilang tanpa meninggalkan bekas. Begitulah
keadaan kebudayaan kita sekarang. Besar kemungkinan kebudayaan lama akan hilang,
berubah menjadi kebudayaan baru, yang lebih dominan dari budaya-budaya Barat.
1
Muncul, berkembang dan redupnya suatu kebudayaan sangat tergantung pada
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan sikap pendukung
atau masyarakat dari kebudayaan itu sendiri, sementara faktor eksternal berhubungan
dengan penetrasi kebudayaan luar. Penetrasi kebudayaan luar merupakan konsekuensi
logis dari pilihan untuk membuka relasi dengan kebudayaan lain. Namun, pengaruh dari
penetrasi tersebut akan sangat tergantung pada pola respons pendukung kebudayaan yang
bersangkutan. Redup atau berkembangnya kebudayaan Melayu akan sangat tergantung
pada orang Melayu itu sendiri, dalam mengembangkan kebudayaannya sendiri dan
merespons penetrasi kebudayaan asing. Gambaran yang paling nyata saat ini adalah
pengaruh negara-negara barat terhadap masyarakat kota Medan telah membawa
implikasi-implikasi tersendiri terhadap kehidupan mereka. Orang-orang Melayu di kota
Medan menyadari bahwa mereka pernah berjaya di masa lalu. Berbagai peninggalan
sejarah sebagai bukti kejayaan masa lalu tersebut masih bisa disaksikan hingga saat ini.
Seperti orkes-orkes musik dikota Medan salah satunya adalah orkes musik El Suraya
dengan mengolaborasikan antara seni Melayu dan seni musik Arab. Ketika berkaca ke
masa lalu dan membandingkannya dengan keadaan masa kini, orang-orang Melayu
kemudian menyadari bahwa mereka sebenarnya telah cukup jauh meninggalkan bahkan
melupakan akar kebudayaannya, mereka telah menjadi kelompok marjinal, bahkan di
wilayahnya sendiri. Dari situ, kemudian muncul keinginan dan kesadaran baru untuk
memperhatikan dan menghidupkan kembali kebudayaan Melayu tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Perhatian dan keinginan tersebut tidak hanya dilatar belakangi
oleh nostalgia dan romantisme masa lalu, tapi juga disebabkan oleh adanya kesadaran dan
aspek-aspek mengenai kebudayaan Melayu, seperti pandangan hidup, adat istiadat,
bahasa dan sastra perlu diaktualisasikan kembali dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan musik Melayu di Medan saat ini, banyak sekali menghadapi
masalah. Masuknya pengaruh kebudayaan asing kedalam kebudayaan suatu masyarakat
seperti musik Melayu akan membuat suatu perubahan. Perubahan tersebut bersifat positif
dan negatif. Perubahan positif yaitu musik yang dikolaborasikan dengan bertambahnya
alat musik yang digunakan seperti gitar, drum, bass, keyboard, dan lain-lain. Sedangkan
perubahan negatifnya adalah hilangnya atau sirnanya musik-musik yang telah ada
sebelumnya seperti gendang ronggeng Melayu, Makyong, Nobat Diraja, digantikan
dengan musik yang lebih modern seperti orkes-orkes musik. Sirnanya
musik-musik tersebut karena semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat, adanya rasa
gengsi, dan kemajuan teknologi. Maka musik Melayu berkembang dan menjadi musik
modern, karena menggunakan peralatan-peralatan yang bisa mengubah aransemen musik
menjadi tidak kaku dan bervariasi seperti lagu Sekapur Sirih, Seri Balas Musalmah
Manis, Tanjung Katung, Lancang Kuning, dan Seri Balas Pasir Salak. Dengan
variasi-variasi musik tersebut mendorong untuk menciptakan variasi-variasi-variasi-variasi yang lebih indah.
Masalah yang paling utama adalah karena masyarakat Melayu khususnya di kota
Medan tidak konsisten untuk mempertahankan kebudayaannya dan juga karena
kurangnya kesadaran, kemauan, dan minat untuk mempelajari ataupun mendalami
kebudayaan mereka sendiri. Kemunduran suatu kebudayaan memang disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh kebudayaan asing, tetapi jika masyarakat itu sendiri tidak bekerja
sama untuk mempertahankannya, maka kebudayaan itu akan punah seiring waktu yang
hingar bingar alunan lagu dan irama serba menarik. Hal ini menyebabkan terjadinya
persaingan antara orkes-orkes musik di kota Medan seperti OM. Sinar Medan, OM. Bukit
Siguntang, dan orkes musik lainnya, melalui persaingan yang kekal dan sengitlah
musik-musik diatas tetap bertahan. Kenyataan ini menuntut agar seniman terus bijaksana dalam
meniti perjuangan, tanpa mengabaikan garis panduan yang telah ditetapkan oleh syarak
(hukum Islam), sudah saatnya kita melakukan usaha agar seni kreasi baru terdororng
untuk maju. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut agar orkes-orkes musik di kota Medan
terhindar dari kepunahan dan kehilangan identitas sebagai masyarakat yang beragama
Islam. Seiring dengan berkembangnya group musik di kota Medan, maka pada tahun
1960-an peta permusikan dikota Medan mulai terdesak dengan kehadiran musik rock dan
musik lainnya yang lebih menggairahkan. Maka group musik tersebut memasukkan
elemen-elemen musik Melayu kedalam lagu-lagu yang mereka bawa. Namun demikian
bukan berarti musik ini berawal dari Barat. Karakter yang ada adalah sesuai dengan
karakter asli Indonesia baik dari idiom, gaya, dan liriknya semua dapat dikatakan
mencerminkan budaya Indonesia.3 Pada era 1960-an inilah masa hangat-hangatnya
disebut dengan istilah “Kembali kepada kepribadian Indonesia melawan pengauh musik
Barat ataupun kebudayaan asing di nusantara”.4
Pada awal tahun 1970-an Qasidah Gambus mulai berkembang seiring dengan
Qasidah Rebana. Qasidah Gambus diiringi dengan alat musik yang biasanya terdiri dari
Gambus, Biola, Seruling, Gendang, Tabla, dan sebagainya.5 Dan biasanya mereka
membawakan lagu-lagu dakwah atau lagu-lagu yang bertemakan keagamaan, dengan
3
Dharmo Budi Suseno, Dangdut Musik Rakyat, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005, hal 29.
4
Tengku Luckman Sinar dan Wan Syaifudin, Kebudayaan Sumatera Timur, Medan: USU PRESS, 2002, hal 343.
5
melodi dan irama ala Timur Tengah. Pada masa yang sama wujud orkes musik gambus
biasanya juga membawakan lagu-lagu asli Timur Tengah. Diantara orkes-orkes musik
dikota medan yang amat terkenal adalah orkes musik El Suraya yang berdiri pada tahun
1964. Awal pembentukan ataupun latar belakang berdirinya orkes musik El Suraya
dikarenakan sangat sedikitnya lagu-lagu bernapaskan Islam serta anjuran dari
teman-teman Ahmad Baqi yang menggeluti bidang agama di pesantren Darul Ulum Tapanuli
Tengah. Berdirinya orkes musik El Suraya dikota Medan, dengan tujuan agar menjadi
suatu bukti bahwa di antara pemusik (Ahmad Baqi) dan ulama (sahabat-sahabatnya
Ahmad Baqi yaitu Al. Ustad Azra’I Abdul Rauf dan H. Abdul Razak kedua-duanya
sebagai guru Qori International di kota Medan, photo terlampir pada lampiran). Bisa
bersatu dalam menyumbangkan tenaga dan pikiran melalui musik, dengan harapan
dikemudian hari kelak bisa dikenang oleh anak cucu mereka.
Orkes musik El Suraya adalah orkes musik yang beraliran dari musik Arab.
Pemilihan aliran musik ini dikarenakan Ahmad Baqi sangat suka mendengarkan
lagu-lagu dari Arab. Setiap harinya beliau meluangkan waktu untuk mendengarkan lagu-lagu-lagu-lagu
dari Arab tersebut ditelevisi seperti lagu-lagu Ummi Kalstum, Abdul Halim Hafiz, dan
Abdul Wahab sebagai pencipta lagu-lagu Mesir dan seorang komposer yang dikagumi
Ahmad baqi, disamping ituihal ni juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dari faktor
keluarga, dan faktor lingkungan. Aliran musik Arab dalam panutan orkes musik El
Suraya adalah karena Ahmad Baqi berasal dari keluarga ulama (ayahnya H. Abdul Majid)
yang sangat kental akan agama Islam. Selain itu karena Ahmad Baqi pernah mendapatkan
pendidikan di pesantren Darul Ulum Tapanuli Tengah, juga karena Ahmad Baqi memiliki
pendidikan pesantren Darul Ulum bersama para sahabatnya. Dari sinilah Ahmad Baqi
mengadopsi lagu-lagu dari Arab dengan menyatukan lagu-lagu Melayu seperti grenek
ataupun cengkok menyanyi. Letak perpaduan antara lagu-lagu tersebut bisa disimak
dalam album orkes musik El Suraya, disana akan kita temukan perpaduan antara musik
timur tengah dan musik Melayu. Seperti Selimut Putih, El Ghuyyum, Balladi, Zikrayat,
El Hamamah dan lain-lain.
El Suraya memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan orkes musik lainnya
di Medan. Ciri khas tersebut terdapat pada Hawa Qur’an dalam pembawaan lagu-lagunya
seperti Sikkah, Soba, Rast, Bayati, Nahwan, Zaharka, Hijaj, dan lain-lain. Maka dari itu
lagu-lagu El Suraya tidak mudah untuk dinyanyikan orang-orang karena harus mengerti
nafas Qur’an terlebih dahulu. Kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh orkes manapun
pada saat itu karena El Suraya menggunakan alat musik Gannun terdiri dari 78 senar, dan
juga karena lirik ataupun syair-syair lagu-lagunya begitu menyentuh hati dan mampu
menitiskan air mata bagi yang mengamatinya.
Sepanjang perjalan dan perkembangan orkes musik El Suraya tentunya pasti
memiliki banyak permasalahan. Lagu-lagunya yang menyentuh kehidupan dan
menempatkan manusia sebagai mana mestinya sangat digemari. Terutama bagi rakyat
(masyarakat kebanyakan) keberhasilan ini mengundang banyak minat dari tangan-tangan
jahil dan tidak bertanggung jawab untuk membajak lagu-lagu milik El Suraya kedalam
bentuk pita atau biasanya disebut dengan kaset tape dan piringan hitam (photo terlampir
pada lampiran) ke seluruh nusantara pada tahun 1980-an. Ini menyebabkan kerugian
besar pada orkes musik El Suraya, sebab El Suraya tidak merasa mengadakan perjanjian
penulisan nama orkes tidak sesuai dengan nama orkes aslinya, ini bisa membuat para
penggemar bingung akibat dari penambahan ataupun pengurangan nama dari orkes musik
El Suraya, seperti nama orkes musik El Suraya yang asli adalah El Suraya dibajak
menjadi orkes musik Nur El Suraya dan El Surayya (photo terlampir pada lampiran).
Kemudian dengan keberhasilan dalam lagu-lagunya, nama orkes musik El Suraya
diduplikasi oleh pihak bertangan jahil. Seperti apa yang terjadi saat penulis meneliti orkes
musik El Suraya ini untuk pertama kalinya, dengan secara tidak sengaja penulis
menemukan orkes El Suraya yang palsu dijalan kampung baru Medan dengan sebuah
papan nama orkes musik El Suraya, dipimpin oleh bapak Fachruddin Nasution. Beliau
memberitahukan kepada penulis bahwa El Suraya tidak hanya satu dikota Medan. Dan
memberitahukan bahwa keberadaan orkes musik El Suraya lainnya berada dijalan sungai
mati Medan. Akan tetapi keberadaan orkes yang dimaksud tidak ada, setelah penulis
telusuri dari hari kehari, minggu berganti minggu, akhirnya keberadaan orkes El Suraya
lainnya penulis temukan dengan bantuan teman lama yang kebetulan pada tahun 1986
memanggil El Suraya untuk mengisi acara pernikahan. Setelah beberapa bulan penulis
meneliti orkes musik El Suraya di kota Medan, maka penulis mengetahui orkes musik El
Suraya yang asli berada dijalan Garu I no 86 Medan dengan bukti-bukti yang cukup kuat
seperti istri Alm. Ahmad Baqi, Ahmad Syauqi (Penerus Pimpinan El Suraya yang
dimandatkan Ahmad Baqi tahun 1990), photo-photo beliau semasa hidup, alat musik
seperti Gannun, catatan harian Alm. Ahmad Baqi, beserta catatan-catatan lainnya (photo
terlampir dalam lampiran).
Dari permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka penulis
(1977-1990)” dengan alasan, karena sejauh yang penulis ketahui belum ada yang menulis tentang orkes musik El Suraya, karena banyaknya orkes musik El Suraya di kota Medan
hingga membuat penulis semakin bergairah untuk meneliti mana orkes musik El Suraya
asli dan mana orkes musik El Suraya yang palsu, juga karena syair-syair ataupun lirik
pada lagu-lagu orkes El Suraya sangat menyentuh hati, mempunyai makna dan arti yang
mengajak manusia agar tidak lupa kepada Yang Maha Sempurna. Munculnya
pembajakan-pembajakan atas lagu-lagu El Suraya dan penduplikasian atas nama orkes
musik El Suraya dan selain itu orkes musik lainnya berkiblat kepada orkes musik El
Suraya seperti OM. Assyabab, OM. Shoutun Nil, dan OM. Al Jamil. Itu yang membuat
peneliti tertarik untuk meneliti orkes ini. Dengan diabadikan ke dalam bentuk suatu
tulisan tentang orkes musik El Suraya dengan harapan dapat terus lestari menjadi
pelajaran dan kenangan bagi orang-orang yang membacanya.
Dalam penelitian ini, digunakan batasan waktu antara tahun 1977-1990. Batasan
waktu ini digunakan untuk lebih memfokuskan penelitian pada orkes musik El Suraya.
Alasan penulis membatasi kurun waktu tersebut adalah karena tahun 1977 adalah awal
puncak kejayaan orkes musik El Suraya Medan melalui lagu selimut putih dan cita-cita
hingga lagu ini sangat populer di nusantara bahkan di Malaysia. Dan tahun 1990
merupakan tahun keterpurukannya orkes ini atau kurang diminati oleh masyarakat karena
masuknya hiburan musik tunggal keyboard yang lebih praktis dan murah harganya, di
samping itu karena semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat, adanya rasa gengsi
sosial, status sosial masyarakat, dan munculnya hiburan-hiburan malam yang
menyediakan segala kebutuhan dengan fasilitas memuaskan hingga membuat masyarakat
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan untuk menghindari terjadinya
penyimpangan, maka peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan agar nantinya
uraian tidak terlalu meluas dari jangkauan studi. Adapun permasalahan-permasalahan
tersebut terdiri dari beberapa hal yaitu karena lagu-lagu El Suraya sangat menyentuh
dalam kehidupan dan menempatkan manusia sebagai mana mestinya sangat digemari,
terutama bagi rakyat (masyarakat kebanyakan). Keberhasilan lagu-lagu ini mengundang
banyak minat dari para kriminal untuk membajak lagu-lagu El Suraya yang sudah beredar
di Malaysia guna diedarkan ke Indonesia. Pembajakan juga tak lepas dari penduplikasian
nama orkes musik El Suraya, hal ini memang benar terjadi dengan berdirinya
group-group musik yang memakai nama El Suraya sehingga membuat para penggemar bingung
mana El Suraya asli dan mana yang palsu. Masalah yang dihadapi bukan hanya itu.
Lagu-lagu yang agamais bernuansa kecintaan kepada Allah dan mengkritik kecintaan kepada
keduniaan, kejayaan, kekayaan, dan lain-lain bersifat material membawa permasalahan
kepada Yang Dipertuan Agung Malaysia (Perdana Menteri) tentang pelarangan peredaran
dan penarikan kaset-kaset lagu-lagu El Suraya Selimut Putih dan Cita-Cita tahun 1977
yang dikelola MMI (Malaysia Music Recording) dari pasaran, karena kesalahpahaman
pengertian bahasa yang berbeda dari suatu Negara. Serta kemunduran orkes musik El
Suraya yang disebabkan oleh kemunculan alat musik keyboard dan hiburan-hiburan
lainnya yang muncul pada tahun 1990 dikota Medan.
Begitu banyak permasalahan yang dihadapi oleh orkes musik El Suraya, akan
sesuai dengan keadaan zaman saat itu. Upaya-upaya yang dilakukan adalah untuk
menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Untuk itulah tulisan ini dilaksanakan
guna mengkaji lebih dalam agar lebih jelas. Adapun rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah ataupun latar belakang orkes musik El Suraya di kota
Medan ?
2. Bagaimana eksistensi orkes musik El Suraya di kota Medan ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Rekonstruksi masa silam dari aktifitas manusia berguna untuk masa sekarang dan
yang akan datang. Masa silam manusia tidak dapat ditampilkan kembali.6 Penelitian ini
tentunya mempunyai maksud dan tujuan tertentu baik secara akademik kepada penulis
maupun kepada orang lain.
Tujuan yang diharapkan dari penulisan ini antara lain:
1. Mengetahui bagaimana latar belakang sejarah dari proses pertumbuhan dan
perkembangan orkes musik El Suraya di kota Medan
2. Menjelaskan eklsistensi orkes musik El Suraya di kota Medan
Di samping itu, penelitian ini ingin menuai manfaat antara lain:
1. Memperluas pengetahuan mengenai seni musik dan perkembangannya di kota
Medan.
2. Menambah referensi kesejarahan lokal sebagai bagian integral sejarah Indonesia.
3. Menumbuhkan rasa cinta terhadap hasil kebudayaan bangsa yang bernilai tinggi.
6
4. Sebagai inspirasi untuk melestarikan warisan kebudayaan yang berbentuk fisik,
demi kepentingan dan pengajaran manusia, sekarang dan akan datang tentunya.
1.4 Tinjauan Pustaka
Membicarakan tentang Studi Kelompok Orkes Musik El Suraya Tahun 1977-1990
Di Kota Medan, tidak dapat dihindari dari pengaruh-pengaruh kebudayaan asing dan
kebudayaan etnik disekitarnya. Dan literatur-literatur yang menulis tentang kebudayaan
Melayu cukup banyak dan bervariasi.
Menyoroti dunia permusikan didalam orkes musik El Suraya melalui sumber
pustaka tidaklah begitu banyak. Karena pembahasan mengenai El Suraya adalah hal yang
masih baru di Indonesia. Tidak seperti di luar negeri, kajian tentang orkes musik sudah
diteliti sejak awal musik berkembang. Dan orkes musik bukan lagi sebagai media
penghibur tetapi sudah menjadi suatu industri, oleh karena itu pencarian data tidak cukup
dari sumber-sumber pustaka, akan tetapi akan lebih terbantu dengan adanya beberapa
artikel yang memuat tentang orkes musik El Suraya Medan.
Karya Tuanku Luckman Sinar,”Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu”.
Buku ini memberikan banyak informasi mengenai perkembangan kesenian musik dan
tarian Melayu serta menjelaskan tentang pengaruh-pengaruh kebudayaan Melayu dari
pengaruh kebudayaan-kebudayaan asing. Juga menjelaskan sedikit tentang orkes-orkes
musik Melayu yang berkembang pada masa 1960-an. Salah satunya adalah orkes musik
Melayu Sinar Medan yang dipimpin oleh almarhum Umar Asseran yang begitu terkenal
hingga ke Jawa. Seiring makin maraknya orkes-orkes musik dinusantara ini membuktikan
orkes-orkes musik Medan. Seperti penyanyi Said Effendi menyanyikan top hits didalam film
“Seroja” pada tahun 1955.
Bila melihat perbandingannya dengan orkes-orkes di luar Medan, maka buku
yang berjudul “Dangdut Musik Rakyat” oleh Dharmo Budi Suseno memberikan banyak
wawasan tentang bagaimana perkembangan musik Melayu dinusantara dari masa ke
masa. Buku ini membuat perbandingan keberadaan musik di Medan dengan musik di
Jakarta. Keberadaan musik di Medan adalah sebagai orkes penghibur yang banyak diikuti
oleh orkes-orkes di luar Medan sedangkan orkes-orkes musik di Jakarta dianggap sebagai
salah satu karya seni yang harus dikembangkan dan pada masa 60-an bergerak menjadi
suatu perindustrian. Dharmo Budi Suseno juga memberikan penjelasan dan menceritakan
tentang sejarah dangdut hingga berkembangnya musik rakyat tersebut keseluruh
nusantara. Buku ini juga menyajikan lagu-lagu dangdut yang popular pada masanya.
Dalam penelitian Drs. Kumalo Tarigan, “Musik Dalam Konteks Islam Pada
Masyarakat Jawa Di Desa Paya Bengkuang Kec. Gebang, Langka”, yang membahas tentang kesenian dalam konteks islam salah satunya adalah kesenian arab-araban sering
juga disebut shalawatan arab-araban atau rebana arab-araban. Shalawatan arab-araban
merupakan seni musik, karena dalam penyajiannya shalawat yang dibacakan dalam
bentuk bernyanyi yang diiringi alat musik rebana dan jidur atau beduk.
Membicarakan sejarah dan perkembangan, instrument penduduk serta konteks
penyajiannya merupakan suatu hal yang menarik perhatian, karena aspek tersebut
memberikan pemahaman kepada pembaca untuk mengetahui deskripsi pertunjukan di
Dalam buku M. Soeharto, “Kamus Musik”. Buku ini banyak memberikan
informasi mengenai pengertian-pengertian tentang musik. Bila ditinjau secara umum,
pengertian musik adalah hasil ekspresi jiwa manusia yang dituangkan melalui melodi,
irama, harmoni, dengan unsur pendukung dalam bentuk gagasan sifat dan warna, dalam
penyajiannya sering dengan unsur-unsur lain seperti bahasa, gerak, dan warna.
Melodi adalah rangkaian dari sejumlah nada atau bunyi yang ditanggapi
berdasarkan perbedaan tinggi rendah (pitch) atau naik turunnya dapat merupakan satu
bentuk ungkapan penuh, atau hanya berupa penggalan ungkapan, irama adalah gerak
yang teratur mengalir karena munculnya aksen secara tetap. Keindahannya akan lebih
terasa oleh adanya jalinan perbedaan nilai dari satuan-satuan bunyinya (duration), disebut
juga ritme, rhythme atau rhythm. Harmoni adalah perihal keselarasan paduan bunyi
secara teknis meliputi susunan, peranan, dan hubungan dari seluruh paduan bunyi dengan
sesamanya atau dengan bentuk keseluruhannya. Berdasarkan hal tersebut musik dapat
disimpulkan sebagai media seni yang mana manusia mengungkapkan ekspresi
musikalnya melalui bunyi atau suara. Perasaan yang diungkapkan oleh seorang komponis
lagu selalu berbeda sesuai dengan zamannya, yang merupakan penjelmaan dari keinginan
manusia untuk memberi bentuk kepada ungkapan perasaannya kedalam bentuk
musikalnya. Musik diciptakan sebagai tuntutan masyarakat yang menggambarkan
keadaan suatu zaman. Dengan demikian musik dan proses terciptanya musik juga
ditentukan oleh aspirasi masyarakatnya yang hidup pada saat itu.
Beberapa artikel yang terdapat di surat kabar harian Waspada, dan Koran
Nasional Batam, juga kliping artikel mengenai orkes musik El Suraya yang didapat
yang paling utama adalah lagu-lagu dan catatan-catatan tentang orkes musik El Suraya
yang ditinggalkan oleh almarhum Ahmad Baqi kepada Ahmad Syauqi sangat membantu
dalam pembuktian, bahwa orkes musik El Suraya Medan dapat dilihat dan serangkaian
kata penulis dalam proses penulisan biografi Ahmad Baqi dan Ahmad syauqi tersebut
merupakan kesaksian sejarah bahwa keberadaan orkes musik El Suraya Medan masih
lanjut usia hingga sekarang.
1.5 Metode Penelitian
Dunia seni dalam sejarah dihadapkan dengan karya-karya seniman tempo dulu.
Karya itu dapat berupa syair-syair, lagu-lagu, puisi-puisi, bahkan benda-benda yang
mempunyai nilai artistik. Karya tersebut merupakan pendukung kebudayaan pada masa
itu.7 Pengumpulan karya tersebut dalam pencarian sumber sering terbentur dengan
keadaan jangka waktu yang terlalu jauh kebelakang. Penulis sangat menyayangkan hal ini
mengingat minimnya kesadaran beberapa seniman tempo dulu untuk menyelamatkan
karyanya. Banyak seniman pada masa lampau cuma bisa mengingat peristiwa itu sebagai
pelaku sejarah, oleh karena itu sejarah ini kebanyakan dapat dibuktikan melalui sejarah
lisan (oral history).
Di dalam usaha pengumpulan data serta penganalisaan untuk mencari kebenaran
yang dipandang ilmiah dalam menyelesaikan permasalahan yang dilakukan melalui
metode penelitian. Metode sejarah adalah suatu proses yang benar, berupa aturan-aturan
yang dirancang untuk membantu dengan efektif dalam menempatkan kebenaran suatu
sejarah.8
7
Lihat Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jakarta : Kanisius, 1973, hlm 11.
8 Louis Gotschalk, Understanding History: Mengerti Sejarah terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta:
Pemilihan metode yang dapat memungkinkan ditemukannya kebenaran yang
objektif dengan didukung oleh fakta yang ditemukan, maka langkah pertama yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan sumber-sumber yang berhubungan
dengan objek penelitian. Tahap ini biasanya disebut sebagai tahap heuristik
(pengumpulan data). Metode yang digunakan dalam mengumpulkan sumber adalah
dengan melakukan penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Penelitian pustaka
dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai tulisan, sasaran pokok penelitian pustaka
ini adalah peninjauan buku–buku, gambar–gambar orkes musik saat mengadakan
pertunjukan serta alat-alat musik yang dipergunakan, serta artikel dari surat kabar, jurnal
ilmiah, majalah, maupun situs internet yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Selain itu juga dilakukan peninjauan langsung pada objek penelitian. Serta melakukan
wawancara pada pengurus orkes musik El Suraya dan beberapa tokoh yang dianggap
mengerti mengenai objek dan permasalahan penelitian.
Langkah yang kedua adalah melakukan kritik dan seleksi kepada sumber yang
telah diperoleh. Kritik yang dilakukan adalah kritik intern dengan cara melihat isi dari
data yang diperoleh dengan tujuan apakah tulisan dari data tersebut dapat diterima
sebagai kenyataan ataupun bernilai objektif. Dan menyoroti penulis sumber apakah ia
dapat memberi kesaksian yang benar dan dapat mempertanggungjawabkannya, sehingga
dapat diketahui kredibilitas sumber tersebut. Sedangkan kritik ekstern bertujuan untuk
memeriksa dengan teliti sumber tersebut dari bagian luar sumber di mulai dari bentuk
tulisan, penerbit dan lain-lain, hingga dapat dilihat apakah sumber yang digunakan
benar-benar asli. Namun kedua kritik tersebut bertujuan untuk mendapatkan kebenar-benaran atas
Langkah yang ketiga adalah melakukan interprestasi, setelah sumber-sumber
tersebut dapat dibuktikan otensitasnya, baru kemudian sumber tersebut diolah dan
dikembangkan serta ditafsirkan hingga menjadi fakta sejarah yang benar. Dalam
penelitian ini, digunakan pendekatan disiplin ilmu etnografi, antropologi sosial, dan
pendekatan agama islam. Hal ini dilakukan untuk memudahkan interprestasi, dan
menghindari kesalahan dalam bentuk penulisan yang diakibatkan oleh kedangkalan
ataupun kesalahan dalam memahami objek yang diteliti.
Dan langkah yang terakhir adalah melakukan penulisan sejarah atau
historiografi. Setelah semua telah dikembangkan dan ditafsirkan menjadi fakta yang
benar, maka dilanjutkan dengan penulisan akhir. Penulisan penelitian ini dimulai dari
memaparkan latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan dan manfaat, tinjauan
pustaka, serta metode penelitian yang digunakan. Selanjutnya dipaparkan mengenai
Pengertian musik Melayu, musik asli, musik tradisional, dan musik modern serta
menceritakan berbagai pencampuran musik melayu terhadap berbagai budaya baik dari
budaya asing maupun dari budaya di wilayah sekitar. Kemudian latar belakang
terbentuknya orkes musik El Suraya dimulai dari berdirinya orkes tersebut hingga orkes
ini berkembang dan mempunyai peranan penting dalam peta permusikan di Malaysia,
Brunei Darussalam, dan Indonesia hingga menjadi orkes yang dikenal. Berikutnya adalah
Kemunduran-kemunduran orkes musik El Suraya dari segi ekonomi, sosial budaya. Juga
karena munculnya berbagai macam aliran musik serta hiburan-hiburan malam. Dan yang
BAB II
PENGERTIAN MUSIK MELAYU, MUSIK ASLI, MUSIK TRADISIONAL, DAN
MUSIK MODERN
2.1 Pengertian Musik Melayu, Musik Asli, Musik Tradisional, dan Musik
Modern
Musik Melayu merupakan karya seni yang dipahami secara tumpang tindih. Oleh
karena itu pengertian yang takabur ini harus diluruskan karena musik Melayu, musik asli,
musik tradisional, dan musik modern memiliki batasan dan jenis-jenisnya dapat dilihat
perbedaannya. Mengingat arah penulisan karya ilmiah ini lebih fokus pada orkes musik
El Suraya.
A. Pengertian Musik Melayu
Seni musik adalah cetusan ekspresi perasaan atau pikiran yang dikeluarkan secara
teratur dalam bentuk bunyi. Bisa dikatakan, bunyi (suara) adalah elemen musik paling
dasar. Suara musik yang baik adalah hasil interaksi dari tiga elemen, yaitu irama, melodi,
dan harmoni. Irama dalah pengaturan suara dalam suatu waktu, panjang, pendek dan
temponya, dan ini memberikan karakter tersendiri pada setiap musik. Kombinasi
beberapa tinggi nada dan irama akan menghasilkan melodi tertentu selanjutnya,
kombinasi yang baik antara irama dan melodi melahirkan suatu bunyi yang harmoni.
Musik termasuk seni manusia paling tua. Bahkan bias dikatakan, tidak ada sejarah
peradaban manusia dilalui tanpa musik, termasuk sejarah peradaban Melayu. Dalam
masyarakat Melayu, seni musik ini terbagi menjadi musik vokal, instrument dan
pengiring suara vokal atau tarian. Alat musik yang berkembang di kalangan masyarakat
Melayu diantaranya adalah canang, tetawak, nobat, nafiri, lengkara, kompang, gambus,
marwas, gendang, rebana, serunai, rebab, beduk, gong, seruling, kecapi, biola dan
akordeon. Alat-alat musik di atas menghasilkan irama dan melodi tersendiri yang berbeda
dengan alat musik lainnya.
B. Musik Asli
Musik asli adalah nyanyian dan tetabuhan yang dilakukan oleh dukun atau
pawang ataupun lagu-lagu tertentu didalam musik nobat diraja, dan nyanyian kematian
yang bersifat sakral atau magis (Gaib). Dalam kelompok ini dimasukkan musik dan tari
yang dilakukan oleh shaman (pawang, dukun). Banyak macam pawang pada orang
Melayu. Ada pawang lebah, pawang buaya, dan harimau dan lain-lain. Paawang dari
kesemuanya itu memiliki ilmu gaib yang sangat tinggi, dan melakukan tugasnya
menyanyikan mantera-mantera dengan iringan alat tetabuhan, sehingga ia berada dalam
keadaan seluk (kesurupan jin). Sedang musik Nobat Diraja adalah musik yang dimainkan
ketika seorang raja ditabalkan, masyarakat Melayu menganggap seorang raja tidak syah
bila tidak dinobatkan dengan musik nobat diraja, karena alat musik nobat tersebut ada
melekat “Super Natural Power” (kekuatan gaib) yang dijaga oleh Jin kerajaan dan jika
musik tersebut dibunyikan maka rakyat haruslah berhenti bekerja, seolah-olah raja berada
dihadapan mereka.
C. Musik Tradisional
Musik tradisional adalah musik yang dimainkan untuk mengiringi teater
Makyong, Menora, Rodat, Silat< dan Zapin. Musik tradisional Melayu bisa saja
seperti Biola, Bas, Gitar, Piano, Akordeon dan lain-lain, akan tetapi masih memakai alat
musik seperti Gong, Rebab, Serunai, Gendang, Rebana, Suling dan lain-lain. Musik
tradisional Melayu tidak dapat diwariskan secara informal. Jadi tergabung di dalam “oral
tradition”. Disamping itu musik tradisional ada juga yang berfungsi untuk
mempertahankan suatu struktur sosial tertentu dari masyarakat dan dimana alat musiknya
menjadi bagian dari alat-alat kebesaran kerajaan, seperti Angkatan Nobat Diraja.
D. Musik Modern
Musik modern adalah musik yang memakai alat-alat musik Barat, meskipun
lagunya “Melayu Asli”. Dan musik yang dibawakan banyak menghasilkan variasi-variasi
musik dari alat-alat musik yang dimainkan secara bersamaan.
2.2 Adopsi Musik Melayu Dari Berbagai Budaya
A. Adopsi dengan budaya India
Hubungan kebudayaan dari India kenegeri-negeri di Nusantara ini sejak masa
Hindu, kemudian Budha, dan kemudian Islam sejak abad ke 13 M. Pengaruh-pengaruh
itu banyak sekali terdapat dalam kisah yang diuraikan didalam “Sejarah Melayu”.
Berbagai “jiwa dan raga” musik India juga berpengaruh dalam lagu-lagu senandung
Melayu. Kebudayaan India yang Menjamur pada kebudayaan Melayu adalah Boria dan
Calti Pop Melayu Dangdut. Berikut penjelasannya :
* Boria
Asalnya satu kumpulan orang yang berpakaian aneka ragam berbaris dan
iringan tambur.9 Perkataan “boria” berasal dari bahasa Hindustan berarti “tikar” (disini
tikar untuk sembahyang) dan dapat ditelusuri asal usulnya dari Persia. Sejarah Boria ini
mula-mula dibawa oleh serdadu Hindustan ke Penang dari Resimen ke 21 yang tiba dari
Madras tahun 1845. Kedatangan mereka ke Penang karena didalam bulan Muharram
mereka diberi cuti 10 hari untuk memperingati kematian Saidina Hasan dan Saidina
Husin (cucu-cucu Nabi Muhammad Saw), yaitu putera dari Saidina Ali, yang terbunuh di
padang Karbela. Setelah berbaris mereka mendatangi rumah orang-orang terkemuka
dengan berbaris dan bernyanyi diiringi musik yang memakai alat-alat gendering, simbal
dan terompet.10
Setelah pimpinannya menyanyi kemudian diikuti bersama-sama oleh orang
banyak. Pimpinan lalu menunjukkan tangannya yang merah berwarna darah dengan
disertai nyanyian yang memuja Saidina Hasan dan Husin itu.11
“Tabuik” (tabut) di Sumatera Barat dan Di Bengkulu juga berasal dari Hindustan,
ketika Inggris berkuasa di pantai barat Sumatera pada abad ke 19. Jadi di sini kita dapati
sesuatu bersifat ritual keagamaan yang mempunyai pengaruh sekte Syiah.
Ketika rombongan Bangsawan “Indian Ratu” kepunyaan Sultan Serdang kembali
dari tournya di Perbaungan maka mulai turun Dari kereta api itu menuju istana Sultan di
kota Galuh ( biasanya 1 Muharram) dengan bernyanyi dan berpakaian aneka ragam .
Tetapi sekarang jenis kesenian ini sudah tidak ada lagi di Sumatera Timur. Boria di
9
Tengku Luckman Sinar, SH, Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu, Medan: Perwira, 1990, hal 72.
10
Tengku Luckman Sinar dan Wan Syaifudin, Kebudayaan Sumatera Timur, Medan: Usu Press, 2002, hal 343.
11
Malaysia telah menjadi drama, tarian, nyanyian oleh tukang karang dan tawak pada tahun
1950-an.12
* Chalti dan Pop Melayu Dangdut
Irama Melayu Deli boleh dikatakan sebagai induk dari musik dangdut. Musik
Melayu sendiri sebetulnya merupakan jenis irama dalam musik Indonesia dengan
sentuhan semenanjung Melayu, musik gaya lama sebelum kejayaan Melayu-Hindustan
(dangdut).13 Lagu Melayu asli adalah Melayu Deli yang masih mempergunakan gendang
tradisional Melayu yang memungkinkan membawa sentuhan dendang dan joget
tradisional, seperti contoh : Mainang Sayang, Serampang Dua Belas, Lenggang patah
Sembilan, Selayang Pandang, Lancang Kuning, Babendi Bendi, Seringgit Dua Kupang
dan sebagainya.14 Pada saat ini musik tersebut masih tetap hidup dan berkembang di
masyarakatnya, walaupun mereka berada ditengah-tengah persaingan berbagai macam
aliran musik. Seperti Musik Rock, Dangdut, dan lain-lain.
Semangat ke-Melayu-an saat ini bisa kita rasakan ataupun mungkin sengaja
dimunculkan kembali, seperti lagu cindai yang dibawakan artis cantik dari negeri jiran
Malaysia Siti Nurhaliza atau Laila Canggung dan Laksamana Raja di Laut yang
dibawakan Iyeth Bustami.
Ketika irama Melayu memasuki dunia musik hiburan yang lebih luas
sesungguhnya ia telah masuk dalam kategori musik pop. Kategori musik pop ataupun
musik populer adalah musik ringan yang menyenangkan dan disukai banyak peminat
12
Ibid, hlm 78
dengan menekankannya pada sifat hiburan.15 Mempunyai sifat mudah didengar,
dicerna, mudah dikenal dan dihafal masyarakat tetapi mudah pula redupnya.
Jembatan menuju Melayu Pop Modern Indonesia adalah pengembangan
berbentuk orkes Melayu yang membawakan lagu-lagu Melayu asli yang dikembangkan
secara orchestral. Pengembangan lebih jauh ke Melayu Pop Modern dilakukan Soneta
Group (Rhoma Irama). Orkes Melayu Tarantula (Reynold Pangabean) dan lain-lain.
Maka mulailah dikenal dengan istilah pop dangdut.16
B. Adopsi dengan budaya Timur Tengah atau Arab
Kedatangan agama Islam ke Nusantara membawa Seni dan Kebudayaan Arab,
yang menarik hati masyarakat Islam khususnya pada keindahan lagu-lagu Arab yang
didengar dan diterima melalui bacaan Al-Quran dan alunan lagu Qasidah Tawasyih,
Ibtihal dan nasyid serta sholawat dari nuzum syair marhaban dalam memuji dan
mengucapkan sholawat kepada Nabi Muhammad Saw. Lagu Arab tersebut dibawa secara
langsung oleh pendakwah Arab yang datang ke Nusantara untuk mengembangkan Islam.
Masyarakat Islam di tanah Melayu telah menjadikan nasyid Tawasyih , Qasidah Majrur
dan bacaan Rawi berzanji dan Marhaban sebagai satu kesenian dalam setiap Majelis
Perkawinan, Majelis Khatam Al-Qur’an, Majelis Berkhatan, Majelis Menyambut
kelahiran bayi dan Majelis menyambut Maulid Nabi Muhammad Saw.
Musik Gambus dalam artian sempit adalah jenis alat musik tradisional Arab yang
penggunaannya dengan cara dipetik dan banyak dikenal di Indonesia. Dalam arti yang
lebih luas dapat diartikan sebagai satuan musik yang berinti alat musik gambus
15
Ibid, hlm 341
16
khususnya yang memainkan lagu-lagu Arab dan qasidah, pasangan perlengkapannya
adalah harmonium, biola, gendang, dan suling.17
Qasidah adalah lagu yang bernapaskan Islam, yang berakar pada lagu Timur
Tengah. Di Indonesia secara umum diartikan sebagai lagu dakwah Islam. Akan tetapi
masyarakat kita sudah terlanjur salah kaprah, jika ada lagu Arab lantas disebut lagu
Islami. Qasidah itu intinya sama saja dengan syair, hanya saja qasidah diambil dari kata
Maqshuud (keinginan). Jadi orang yang bermaksud kemudian memiliki ilusi dan ingin
dicetuskan ke dalam bait-bait syair. Demikian juga dengan musik gambus, masyarakat
juga menganggap musik gambus sebagai lagu yang Islami. Padahal bisa jadi isinya
mengenai percintaan dan lain sebagainya.
Di Indonesia qasidah rebana mulai berkembang di sekitar Pulau Jawa khususnya
di Jakarta dan sekitarnya selepas tumbangnnya Parti Komunis Indonesia sekitar tahun
1966/1967, dikatakan hampir seluruh lingkungan wilayah dan kampung mempunyai
kumpulan qasidah rebana. Pada kebiasaanya qasidah rebana hanya diiringi dengan alat
rebana dan tamborin. Awal tahun 1970-an qasidah gambus mulai berkembang seiring
dengan qasidah rebana.
Qasidah gambus diiringi dengan alat musik yang biasanya terdiri dari gambus,
biola, seruling, gendang, tabla dan sebagainya. Biasanya mereka membawakan lagu-lagu
dakwah atau lagu yang bertemakan keagamaan, dengan melodi dan irama ala Timur
Tengah. Pada masa yang sama juga wujud orkes gambus yang biasanya membawakan
lagu-lagu asli Timur Tengah. Sekitar tahun 70-an wujudnya kumpulan Qasidah Pop,
namun ia hanya diminati oleh golongan elit. Sementara pada pertengahan tahun 80-an
diperkenalkan oleh kumpulan Nasidaria dari Samarang dan pada tahun 1990 qasidah
rebana plus turut menyajikan lagu-lagu nasyid dengan diiringi alat muzik seperti gitar,
piano dan sebagainya.
C. Adopsi dengan budaya Barat
Pada abad ke-16 M, kolonial Eropa (Inggris, Spanyol, Portugis, Perancis dan
Belanda) masuk ke kawasan Melayu. Dalam perkembangannya, hampir seluruh kawasan
ini tunduk pada kekuatan kolonial tersebut, bahkan banyak yang runtuh, seperti Malaka
di Malaysia. Singkat kata, Kerajaan Melayu memang telah runtuh, namun kebudayaannya
tidak akan musnah (sebagaimana dikatakan Hang Tuah, Tak kan Melayu hilang di dunia).
Kebudayaan Melayu selalu ada dan ruhnya akan bangkit kembali, terutama di daerah
asalnya ataupun di kawasan lain.
Dalam seni musik Melayu ini unsur-unsur budaya barat dapat dilihat dari alat-alat
musiknya seperti perangkat drum, keyboard, sound sistem dan lighting system. Juga
dalam pembagian seperti interlude, reff, coda, not balok dalam lagu, dan lain-lain.
2.3 Musik Melayu Sebelum Adanya Keyboard
Suatu pertunjukan hiburan sebenarnya mempunyai sejarah yang amat panjang,
terlebih lagi pagelaran musik. Bila dilihat dari sejarah pertunjukan musik di nusantara
sudah berlangsung sejak sebelum Negara Indonesia terbentuk. Kapan dimulainya belum
diketahui secara pasti, namun kebiasaan-kebiasaan raja-raja di pulau Jawa sudah
menjadikan sebuah tradisi setiap ada pesta tentu ada musik guna untuk menghibur para
Hiburan sebelum adanya pertunjukan keyboard amatlah beragam, biasanya ketika
seseorang ingin memanggil sebuah hiburan maka biasanya disesuaikan latar Belakang
kehidupannya seperti suku dan budayanya. Maka untuk itu perlu diuraikan pertunjukan
sebelum adanya keyboard yaitu :
A. Pertunjukan Musik Gambus
Gambus sebenarnya adalah pertunjukan musik yang berasal dari budaya Arab,
yang tidak banyak berubah dalam proses pertunjukannya di masayarakat. Baik instrument
maupun musiknya konon berasal dari Mesir dan diperkenalkan di Indonesia oleh
saudagar Arab. Gambus adalah sebuah instrument yang telah memberikan nama pada
orkes yang menggunakannya dan dilengkapi dengan tarian dan nyanyian. Biasanya orkes
gambus dimainkan pada acara-acara Islam yaitu sebelum dan sesudah Ramadhan,
Maulid, Isra’ Mi’raj, maupun tahun baru Islam, selain itu juga sebagai pelengkap acara
perkawinan. Orang yang menganggap pertunjukan gambus sebagai hiburan ketika resepsi
pernikahan biasanya berlatar belakang agama yang kuat. Kemudian bila dilihat dari
jumlah orang yang memanggil pertunjukan gambus tersebut, hanya sedikit sekali orang
yang memanggilnya sebagai hiburan baik ketika pernikahan maupun sunatan.
Menurut penuturan salah satu Informan bapak Sangkot Nasution yang merupakan
mantan salah satu anggota pemain group musik gambus menyatakan bahwa
“Sepengetahuan saya selama saya menggeluti musik gambus selama 10 tahun,
pemanggilan untuk penampilan sebuah resepsi acara tarif yang dikenakan pada saat itu
(1984) sekitar Rp. 250.000,-. Kalau dilihat dari persaingan dengan pertunjukan hiburan
lain khususnya musik, memang gambus ini amat jarang disenangi, hanya kalangan
Islam yang kuat menyukai aliran musik ini. Pada awal-awalnya pembentukan group
musik gambus ini hanya sekedar untuk melepaskan hobi yang sudah ada sejak belajar di
pesantren. Namun usia group ini sayangnya tidak panjang, dikarenakan amat jarangnya
pemanggilan group musik gambus untuk menghibur sebuah acara. Sedangkan kami
hampir semua sudah berumah tangga, sehingga kami butuh pekerjaan yang dapat
memenuhi kebutuhan keluarga dan akhirnya satu persatu anggota group mengundurkan
diri termasuk saya. Sekarang musik gambus ini dapat dikatakan sudah jarang terdengar
apalagi didengar”.
Pertunjukan musik gambus ini memang amat langka ditemukan pada saat
sekarang ini, musik yang berlatar belakang dari negeri Arab ini hanya menjadi sebuah
cerita belaka. Penampilan dari sebuah pertunjukan musik gambus memang kadang dapat
dilihat dalam sebuah perayaan hari besar Islam namun yang betul-betul menyajikan
kekhasan dari musik gambus (salah satunya alat musik) sudah tidak ada lagi. Dari alat
musik saja, penampilan musik gambus pada saat sekarang ini hanya menggunakan alat
musik yang amat sederhana sekali. Biasanya terdiri dari gitar, piano, dan biola.
B. Orkes Melayu
Orkes-orkes Melayu ini sebenarnya telah berkembang pada tahun 1960-an yang
tumbuh di wilayah Medan dan Padang. Orkes melayu ini adalah orkes populer modern
yang terdiri dari gitar listrik, organ, suling lintang, gong kecil, kerincing, dan penyanyi
pria maupun wanita.
Pada awalnya orkes Melayu ini banyak membawakan lagu-lagu yang mencirikan
syairnya berupa pantun, namun pada tahun 1950-an seorang penyanyi asal Jakarta
bernama Ellya Khadam mengembangkan suatu gaya nyanyian yang setia pada produk
orkes Melayu, dan menciptakan suatu irama dan suara baru dengan instrument India,
Arab, dan gendang Indonesia, suling bambu yang meminjam dari musik-musik dalam
film India yang terkenal pada saat itu (1950). Ia memasukkan suatu dinamisme dan
sensualitas unik kedalam musiknya, hal ini dapat dikatakan sebagai lagu dangdut yang
pertama.
Terjadinya perkembangan orkes Melayu ini semakin pesat di Indonesia seiring
dengan perubahan aliran musik Melayu yang banyak dipengaruhi aliran musik dari luar.
Sejak itu Ellya Khadam memperkenalkan kreasi musik orkes Melayu yang begitu
disambut baik oleh pecinta musik, hingga munculnya Rhoma Irama yang mewujudkan
orkes Melayu yang beraliran dangdut dan banyak dipengaruhi oleh rekaman musik film
India. Popularitas dangdut yang dirintis Ellya Khadam dan seorang superstar Rhoma
Irama telah mencapai puncaknya sejak tahun 1970-an, semakin besar mempertajam
kepekaan para komponis pada musik rakyat. Sejak pertengahan tahun 1970-an adalah
puncak perkembangan musik yang berlatar belakang orkes Melayu ini (dangdut).18
Dalam pertunjukan orkes Melayu sendiri lebih banyak disenangi jika
membawakan lagu-lagu dangdut dibandingkan lagu-lagu lain khususnya lagu-lagu
Melayu sendiri. Mengapa demikian? Karena banyak orang beranggapan bahwa ketika
orkes melayu tampil dan membawakan lagu atau musik yang benar-benar mencirikan
Melayu maka hanya orang-orang Melayu sajalah yang menyukai atau menikmatinya.
Pertunjukan orkes Melayu dulunya amat disenangi sebelum adanya keyboard,
orkes Melayu melainkan pertunjukan sebuah group band. Hal ini dikarenakan
penampilan-penampilan orkes Melayu tidak mencirikan semenanjung Melayu, baik
pakaian, alat musik maupun lagu-lagu yang dibawakan semua mulai bergeser. Awalnya
jika dilihat suatu pertunjukan orkes Melayu, maka khas Melayu akan tampak misalnya
saja dari pakaian yang digunakan yang berwarna kuning lengkap dengan songketnya,
disamping itu penyebab orkes-okes Melayu bergeser adalah karena masyarakat di kota
Medan telah mengenal beberapa jenis musik lain, bukan saja musik dangdut tetapi aliran
musik pop dan rock yang telah menyatu pada masyarakat kota Medan. Selain itu karena
terlalu mahalnya tarif harga untuk memanggil orkes-orkes Melayu tersebut. Yang bisa
dan sanggup untuk memanggilnya adalah masyarakat kelas atas, sehingga sesekali dalam
tiap bulan masyarakat bisa menikmati pertunjukan orkes tersebut. Sampai-sampai pada
saat itu (1970) para muda mudi rela menempuh jarak yang cukup jauh untuk melihat
pertunjukan orkes-orkes Melayu. Hal ini kurang baik dirasakan oleh perkumpulan orkes
Melayu, karena terlalu jarangnya mereka dipanggil untuk tampil, sehingga banyak para
personil kumpulan orkes Melayu menggantung hidupnya dari pertunjukan ini, dengan
kondisi seperti ini membuat mereka mau tidak mau harus rela meninggalkan pekerjaan
mereka sebagai seniman musik, dengan terpaksa mereka mencari profesi lain demi
mencukupi kebutuhan hidup. Kondisi ini mulai dirasakan pada pertengahan tahun
1980-an. Dalam tahun-tahun ini sering terjadi pergantian personil dalam orkes-orkes musik, ini
diakibatkan hidup di dunia musik tidak bisa diharapkan untuk mencukupi kebutuhan
ekonomi.
Kemunduran pertunjukan orkes Melayu di kota Medan sebagai hiburan musik
keyboard yang tampil sebagai pertunjukan musik yang praktis dan begitu menghibur.
Dapat dikatakan diera tahun 1970-an hingga awal tahun 1980-an adalah puncak
jaya-jayanya orkes Melayu. Namun dipertengahan tahun 1980-an hingga akhir adalah masa
kemunduran dari orkes-orkes Melayu dan ada sebagian orkes-orkes Melayu sudah
digantikan dengan group musik keyboard.
Pergantian siklus membuat orkes-orkes musik Melayu Medan harus rela
menempatkan musik keyboard diposisi paling atas, dengan begitu maka orkes-orkes
musik Medan terjepit diantara dua pilihan yaitu terancam bubar dan apakah mereka harus
tetap bertahan. Jawaban itu tentunya ditangan para pemimpin orkes-orkes musik baik
orkes Melayu ataupun orkes-orkes musik padang pasir dan orkes musik lainnya.
Nama “orkes Melayu” yang melekat pada setiap nama grup musik berusia lebih
tua dari pada istilah “dangdut”. Sementara sejumlah sumber merujuk awal tahun 1970-an
sebagai tahun munculnya istilah “dangdut”. Istilah “Orkes Melayu” sudah muncul
sebelum kemerdekaan R.I., sekitar tahun 1940-an. Seorang tokoh yang dianggap berjasa
dalam kemunculan istilah “Orkes Melayu” adalah Dr. A.K. Gani, aktivis Partai Serikat
Islam Indonesia (PSII) dan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Menilik keberhasilan
film musik (keroncong) Terang Boelan (1938) menarik penonton pribumi dalam jumlah
yang besar, Dr. A. K. Gani melihat peluang penggunaan bentuk-bentuk budaya populer
sebagai media penumbuh dan penyebar semangat nasionalisme. Untuk dapat menjadi
media penggerak semangat nasionalisme, bentuk-bentuk kesenian (budaya) pribumi yang
disukai banyak orang harus ditempatkan setara, namun berbeda dari bentuk-bentuk
kesenian asing yang mendominasi saat itu. Semangat nasionalisme kultural (cultural
penyetara sekaligus pembeda dari “Orkes Barat” milik penguasa penjajah saat itu.
Dengan membubuhkan istilah “orkes” yang dipinjam dari bahasa penguasa kolonial
Belanda, para pengguna awal istilah “Orkes Melayu” seakan memproklamirkan bahwa
musik-musik pribumi Hindia Belanda pantas didudukkan setara dengan musik-musik
Eropa. Dalam pandangan mereka, keroncong dan musik irama Melayu yang populer di
Hindia Belanda pada saat itu adalah bentuk orkes juga, sama seperti orkes simponi
(Symphonic Orchestra), orkes gesek (String Orchestra), atau orkes kamar (Chamber
Orchestra) dalam budaya Eropa. Klaim kesamaan itu kemungkinan besar terkait dengan
kenyataan bahwa pada tahun 1940-an kelompok-kelompok musik keroncong maupun
musik irama Melayu di kota-kota besar seperti Medan, Jakarta, dan Surabaya tidak hanya
memakai alat musik lokal/pribumi, namun juga telah mengadopsi instrumen-instrumen
musik dari Barat. Dengan meminjam istilah orkes, para pengguna awal istilah “Orkes
Melayu” menyamakan, atau lebih tepatnya menyetarakan, status musik pribumi di
hadapan musik Eropa.
Jika penggunaan kata “orkes” dalam “Orkes Melayu” dapat dipandang sebagai
penyetara, maka penggunaan kata “Melayu” dalam istilah tersebut lebih berfungsi
sebagai pembeda dari bentuk orkes-orkes lain yang ada pada waktu itu. Perbedaan
tersebut dibangun di atas perbedaan struktur musikal musik-musik yang berada di bawah
istilah “Orkes Melayu” dengan struktur musik Eropa yang akan dibahas lebih lanjut pada
bagian berikut. Pada bagian ini, cukup dikemukakan bahwa istilah “Orkes Melayu” pada
masa 1940-an mencakup pengertian musik yang populer dikalangan penduduk pribumi
perkotaan waktu itu, yaitu Keroncong dan musik irama Melayu. Sebenarnya pada masa
musik yang menggunakan harmonium (sejenis organ) sebagai instrument utamanya.
Namun, dalam perkembangan lebih lanjut Orkes Harmonium tidak mampu bertahan
hidup, sementara identitas musikal keroncong semakin mengental dan memisahkan diri
dari Orkes Melayu dengan memakai nama diri Orkes Keroncong Asli, sehingga
pengertian “Orkes Melayu” menjadi lebih terbatas sebagai nama jenis musik yang
berirama Melayu. Persoalannya, apakah kelompok-kelompok musik bergelar “Orkes
Melayu” selalu memainkan musik berirama Melayu? Dalam kenyataannya tidak
demikian. “Penyanyi-penyanyi yang muncul itu tidak lagi menyanyikan lagu-lagu
Melayu asli seperti Makan Sirih Berjauh Malam, atau lagu-lagu Melayu lama seperti
Anak Tiung, atau pula lagu-lagu Melayu Deli seperti Pulau Puteri, tetapi mereka
menyanyikan irama lagu-lagu Melayu bergaya Hindustan yang diciptakan oleh A. Kadir,
Husein Bawafie, dan lain-lain”.19 Hal ini menyiratkan bahwa sebelum pertengahan tahun
1960-an kelompok-kelompok Orkes Melayu memainkan lagu dan musik berirama
Melayu, namun pada paruh kedua 1960-an terdapat pergeseran kecenderungan ke arah
musik Hindustan. Sekarang, di awal abad ke-21 ini, kita bahkan sangat sulit menentukan
ciri-ciri ke-Melayu-an dalam musik yang diperdengarkan kelompok-kelompok musik
bergelar “Orkes Melayu” itu. Kita sekarang mengenal jenis musik Orkes Melayu dengan
sebutan “dangdut.” Bagaimana dan mengapa pergeseran ini terjadi?. Penamaan “Orkes
Melayu” yang terjadi pada tahun 1940-an tentunya merujuk pada suatu kualitas musikal
tertentu yang terkait dengan pengertian Melayu sebagaimana dipakai orang pribumi
Hindia-Belanda pada waktu itu. Musik Melayu pada masa itu merujuk pada satu jenis
musik yang berkembang di pantai Sumatera Timur, khususnya di daerah Deli. Beberapa
oleh Rhoma Irama (sang raja dangdut) diakui sebagai bentuk awal musik dangdut. Oleh
karenanya, pelacakan bentuk musik yang dimainkan oleh kelompok-kelompok “Orkes
Melayu” selayaknya dimulai dari musik di daerah bekas Kesultanan Deli, dekat pusat
kota Medan itu.
Pada abad ke-17 daerah-daerah pantai Sumatra Utara dan Timur dihuni oleh orang
Melayu, meskipun daerah pantai Sumatera Utara dan Timur itu adalah daerah
perdagangan, daerah itu juga dihuni oleh orang Batak-Karo, Arab, dan Cina. Orang-orang
Melayu yang tinggal di sepanjang pantai Sumatra Utara dan Timur mempunyai hubungan
sosio-kultural dengan orang Melayu di semenanjung Malaya. Mereka memakai bahasa
yang sama, memiliki legenda yang sama, dan bahkan para bangsawannya menjalin
hubungan kerabat dan perkawinan. Tidak mengherankan bila di antara mereka juga
terdapat keterkaitan budaya musikal.
Kesultanan Deli memiliki hubungan dengan orang-orang Melayu di Penang,
Malaysia Utara. Pada akhir abad ke-19 lagu-lagu dan lakon dari Wayang Parsi sangat
digemari penduduk Penang, termasuk para bangsawannya. Bahkan mereka
mengembangkan Wayang Parsi menjadi sejenis teater Melayu, yang di kemudian hari
dikenal dengan nama Bangsawan.20 Rupanya Bangsawan begitu populer di Penang,
sehingga pada masa itu bermunculan grup-grup Bangsawan yang disponsori oleh
hartawan maupun para aristokrat Penang. Maka dari itu dapat diperkirakan maraknya
teater Bangsawan di Penang pada pergantian abad ke-19 dan 20 tersebut memberikan
pengaruhnya pada kesenian orang Melayu di daerah pantai Sumatra Utara dan Timur.
Rupanya popularitas jenis teater Melayu bernama Bangsawan ini di Indonesia mampu
20