• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Makrozoobentos Di Muara Sungai Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keanekaragaman Makrozoobentos Di Muara Sungai Belawan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI MUARA

SUNGAI BELAWAN

Mayang Sari Yeanny

Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Padang Bulan, Medan 20155

Abstract

Diversity of Macrozoobenthic in Belawan river in Medan. Sampling station was determined by using purposive random sampling. The result showed that fifteen generas of macrozoobenthic, which were categorized into two phylums, four classes, seven orders, twelve families. The highest index of the population density was shown by Littorina 42.672 ind./m2 which found in stasion II. The highest index of the diversity was found in station III: 1.67 and the lowest was found in station I: 1.52. The highest index of the equaitability was found in station I: 0.95 and the lowest was found in station II: 0.90. The diversity of macrozoobenthic was effected by some environment factors such as; temperature, salinity, DO, the content of organic substrate, that were significant effected and pH was highly significant effected

Keywords: macrozoobenthic, diversity, Belawan River

PENDAHULUAN

Sungai Belawan merupakan sumber air yang sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satu bagian sungai adalah muara. Muara merupakan penggabungan beberapa sungai yang menyatu dan menbentuk suatu daerah yang lebih besar, dimana dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sungai Belawan Medan merupakan salah satu sungai yang mempunyai panjang 74 km. Dimana aliran sungai Belawan melawati kawasan pemukiman, industri, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan pertambakan. Dengan adanya aktivitas tersebut, akan mempengaruhi lingkungan sehingga mengganggu kehidupan organisme air.

Salah satu organisme air adalah makrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan, hidup sesil, merayap, atau menggali lubang. Kelimpahan dan keanekaragamannya sangat dipengaruhi oleh toleransi dan sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda (Wilhm, 1975 dalam Marsaulina, 1994). Sejauh ini keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai Belawan belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai Belawan. (2) Mengetahui pengaruh faktor fisik kimia terhadap keanekaragaman makrozoobentos di muara Sungai Belawan Medan.

BAHAN DAN METODE Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan adalah Purposive Random Sampling sebanyak 3 (tiga) stasiun. Pada

setiap stasiun dilakukan 3 kali pengambilan sampel. Pengambilan sampel menggunakan eckmamn grab yang dilakukan dengan cara menurunkannya dalam keadaan terbuka sampai dasar sungai, kemudian pengait ditarik sehingga eckmann grab secara otomatis tertutup bersamaan dengan masuknya substrat. Sampel yang didapat disortir menngunakan metode hand sorting dengan bantuan ayakan, selanjutnya dibersihkan dengan air dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah berisi formalin 4% selama 1 hari, kemudian dicuci dengan akuades dan dikeringanginkan, lalu masukkan kembali ke dalam botol koleksi yang telah diberikan alkohol 70% sebagai pengawet dan diberi label (Suin, 2002). Sampel dibawa ke Laboratorium Ekologi untuk diamati dengan menggunakan mikroskop stereo dan alat bantu cawan petri, pinset serta kuas, lalu diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan Edmonson dan Dharma (1988).

Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air

Pengukuran faktor fisik kimia air yang diukur dalam penelitian ini adalah: suhu, penetrasi cahaya, kedalaman, pH, salinitas, DO (Dissolved Oygene), BOD5 (Biochemical Oxygene Demand) dan kandungan organik substrat. Sebagian dilakukan langsung di lapangan dan sebagian lagi diukur di laboratorium.

Analisis Data

(2)

a. Kepadatan Populasi (K)

b. Kepadatan Relatif (KR) KR = c. Frekwensi Kehadiran (FK)

x100%

Dengan nilai FK: 0-25% (sangat jarang); 25-50% (jarang); 50-75% (sering); >75% (sangat sering)

d. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H1) H1 = -

Σ

pi ln pi

Dengan H1 = indeks diversitas Shannon Wiener pi = proporsi spesies ke-i

ln = logaritma nature

pi =

Σ

ni/N (Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keselurahan jenis)

dengan nilai H1:

0<H1<2,302 = keanekaragaman rendah 2,302<H1<6,907 = keanekaragaman sedang H1 > 6,907 = keanekaragaman tinggi

e. Indeks Equitabilitas (E) Indeks Equitabilitas (E) =

max

`

H

H

Dengan:

H1 = indeks diversitas Shannon-wiener Hmax = keanekaragaman spesies maksimum = ln S (dimana S banyaknya spesies)

dengan nilai E berkisar antara 0-1

f. Analisis Kolerasi

Nilai Kolerasi diperoleh dari persamaan:

2

x = Variabel x (indeks Keanekaragaman) y = Variabel y (faktor fisik kimia)

Selanjutnya dihutung dengan uji (t) menurut Michael (1984) dengan persamaan:

2

HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Fisik Kimia Perairan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan nilai rata-rata faktor fisik kimia air pada setiap stasiun pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Nilai rata-rata faktor fisik kimia air pada setiap stasiun pengamatan

Stasiun

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa suhu ketiga stasiun berkisar 32,00 – 33,00 oC denga suhu tertinggi pada stasiun II sebesar 33,33 oC, dan yang terendah pada stasiun I sebesar 32,00 oC. Rendahnya suhu pada stasiun I disebabkan kondisi yang lebih ternaungi oleh tumbuhan bakau dibandung kedua stasiun lainnya (I dan III). Menurut Odum (1988) suhu ekosistem perairan selain dipengaruhi oleh penetrasi cahaya, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya, ketinggian kanopi (penutup vegetasi) dari pepohonan yang di pinggiran perairan.

Penetrasi cahaya ketiga stasiun berkisar 26,67 – 66,67 cm, tertinggi di stasiun II sebesar 26,67 cm dan terendah di stasiun I sebesar 66,67 cm. Rendahnya penetrasi cahaya di stasiun I disekan oleh aktivitas masyarakat seperti pertambakan, perikanan dan pembuangan limbah masyarakat. Sastrawidjaya (1991) menyatakan bahwa cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan suspensi atau bahan terlarut terlalu tinggi, akibatnya akan mempengaruhi proses fotosintasis di dalam perairan tersebut.

Kedalaman pada ketiga stasiun berkisar 2,33 – 12,00 m. Kedalaman terendah pada stasiun I sebasar 2,33 dan tertinggi pada stasiun II. Tingginya kedalaman pada stasiun II disebabkan karena stasiun ini merupakan lokasi PLTU yang berdekatan dengan laut.

(3)

Oksigen terlarut (DO) pada ketiga stasiun berkisar 4,33-4,73. DO tertinggi pada stasiun I sebesar 4,73 dan terendah pada stasiun III sebesar 4,33. Tingginya DO pada stasiun I berkaitan dengan rendahnya suhu perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrawijaya (1991), bahwa suhu mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen, jika suhu naik maka oksigen di dalam air akan menurun. Namun secara keseluruhan kandungan oksigen semua stasiun sangat mendukung kehidupan organisme perairan.

Salinitas pada ketiga stasiun berkisar 18,00-19,33o/oo. Salinitas tertinggi pada stasiun III sebesar 19,33o/oo dan terendah pada stasiun I sebesar 18,00o/oo. Tingginya salinitas pada stasiun III disebabkan lebih dekat dengan laut bebas. Nybakken (1992), menyatakan adanya penambahan air tawar yang mengalir masuk ke perauran laut (muara) dapat menurunkan salinitas.

BOD5 pada ketiga stasiun berkisar 0,833-0,933 mg/l. BOD5 tertinggi pada stasiun I sebesar 0,933 mg/l dan terendah pada stasiun III sebesar 0,833 mg/l. Tingginya BOD5 pada stasiun I disebabkan banyaknya limbah dari aktivitas masyarakat seperti pertambakan, perikanan dan pembuangan limbah masyarakat sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan tersebut semakin sedikit. Brower et al., (1990), menyatakan jika konsumsi oksigen pada periode lima hari berkisar 5 ppm maka perairan tersebut tergolong baik, sedangkan jika berkisar 10-20 ppm maka perairan tersebut menunjukkan tingkat pencemaran oleh materio organik.

Substrat dasar pada ketiga stasiun terdiri dari lumpur berpasir dan lumpur berbatu. Kondisi substrat yang demikian karena muara merupakan kumpulan

dari anak sungai sehingga sedimen lumpur terakumulasi dan substrat lumpur yang dominan. Jenis substrat dapat menyebabkan perbedaan jenis makrozoobentos yang hidup pada masing-masing stasiun tersebut (Nybakken, 1992).

Kandungan organik subsrat pada ketiga stasiun berkisar 5,95-6,38% dengan nilai tertinggi didapatkan pada stasiun I sebesar 6,38%, dan terendah distasiun I sebesar 5,95%. Secara keseluruhan nilai kandungan organik yang dapat pada ketiga stasiunpenelitian tergolong tinggi. Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Djaenuddin et al., (1994), kriteria tinggi rendahnya kandungan organik substrat/tanah berdasarkan persentase adalah sebagai berikut; <1% (sangat rendah); 1-2% (rendah); 2,01-3% (sedang); 3,01-5% (tinggi); >5,01% (sangat tinggi);

Jenis-Jenis Makrozoobentos yang Didapat pada Setiap Stasiun

Berdasarkan hasil penelitian dip[eroleh jenis-jenis makrozoobentos yang didapatkan pada beberapa stasiun lokasi penelItian seperti Tabel 2. Pada Tabel tersebut dapat dilihat makrozoobentos yang didapatkan sebanyak 15 genus yang di kelompokkan dalam 2 phylum, 4 kelas, 7 ordo dan 12 famili. Makrozoobentos yang paling banyak ditemukan adalah dari kelas Gastropoda, ini disebabkan kondisi lingkungan sesuai dengan kehidupannya. Menurut Hutchinson (1993), Gastropoda merupakan hewan yang dapat hidup dan berkembang dengan baik pada berbagai jenis substrat yang memiliki kesediaan makanan dan kehidupannya selalu dipengaruhi oleh kondisi fisik kimia perairan seperti, suhu, pH maupun oksigen terlarut.

Tabel 2. Jenis-jenis Makrozoobentos yang didapatkan di Muara Percut Sei Tuan

Phylum Kelas Ordo Famili Genus

Annelida Oligochaeta Opisthopora Tubificidae Tubifex

Moluska Bivalvia Toxodonta Arcidae Anadara

Gastropoda Archaegastropoda Trocidae Monodonta

Basommatophora Physidae Physa

Mesogastropoda Cymatiidae Cymatium

Linatella

Epitoiniidae Epitonium

Littorinidae Littorina

Pleuroceridae Goniobasis

Pleurocera

Phylum Kelas Ordo Famili Genus

Potamididae Telescopium

Neogastropoda Melongnidae Pugilina

Muricidae Chicoreus

Murex

Pelecypoda Heterodonta Sphaeriidae Sphaerium

Keterangan:

B : Bawah

T : Tengah A : Atas

(4)

Tabel 3. Nilai kepadatan (ind./m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekwensi Kehadiran (%) pada setiap stasiun penelitian

I II III

TAKSA

K KR FK K KR FK K KR FK

Tubifex 26,67 37,50 100

Anadara 10,67 14,29 33,33

Monodonta 10,67 15,39 66,67 16,00 14,99 66,67

Physa 16,00 14,99 66,67

Cymatium 10,67 14,29 66,67

Linatella 10,67 10,00 33,33

Epitonium 5,33 7,13 33,33

Littorina 5,33 7,68 33,33 42,67 39,99 66,67

Goniobasis 16,00 23,08 100

Pleurocera 21,33 30,76 100

Telescopium 10,67 10,00 33,33

Pugilina 10,67 10,00 33,33

Chicoreus 10,67 14,29 33,33

Murex 10,67 14,29 66,67

Sphaerium 16,00 23,08 66,67

Total 69,33 100 106,69 100 74,69 100

Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekwensi Relatif Makrozoobentos

Hasil penelitian mendapatkan nilai kepadatan, kapadatan relatif dan frekwensi relatif di stasiun seperti tertera pada Tabel 3. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa bahwa genus Littorina yang paling banyak dijumpai diantara ketiga stasiun penelitian yaitu sebesar 42,67 ind./m2 (K), 39,99% (KR) dan 33,33% (FK) yang terdapat stasiun II. Tingginya genus ini disebabkan substrat dasar perairan lumpur berpasir mendukung keberadaannya. Dharma (1988) menyatakan genus Littorina banyak dijumpai pada perairan dengan substrat lumpur berpasir disekitar muara.

Indeks Keanekaragaman (H1) dan Indeks Keseragaman (E)

Dari Tabel indeks keanekaragaman (H1) pada ketiga stasiun berkisar 1,52-1,67. Indeks keanekaragaman (H1) tertinggi sebesar 1,67 pada stasiun III dan terendah pada stasiun I sebesar 1,52. Keanekaragaman makrozoobentos pada ketiga stasiun penelitian tergolong rendah. Menurut Kreb (1985), Keanekaragaman rendah bila 0<H1<2,30, Keanekaragaman sedang bila 2,302<H1<6,907, Keanekaragaman tinggi bila H1 < 6,907.

Tabel 4. Nilai Keanekaragaman (H1) dan Nilai Keseragaman (E) Makrozoobentos

Stasiun Indeks

I II III

Indeks keanekaragaman (H1) 1,52 1,62 1,67

Indeks Keseragaman (E) 0,95 0,90 0,93

Indeks Keseragaman (E) ketiga stasiun penelitian berkisar 0,904 – 0,947 dengan indeks keseragaman tertinggi pada stasiun I sebesar 0,947

dan terendah pada stasiun II sebesar 0,904. Secara keseluruhan indeks keseragaman ketiga stasiun tergolong tingg, yang berarti penyebaran individu sangat seragam dan merata. Menurut Kreb (1985) indeks keseragaman (E) berkisar 0-1. Bila nilai mendekati 0 berarti keseragaman rendah karena adanya jenis yang mendominasi dan bila mendekati 1, keseragaman tinggi yang menunjukkan tidak ada jenis yang mendominasi.

Analisa Kolerasi Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Faktor Fisik Kimia Perairan

Berdasarkan pengukuran faktorfisik kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian, dan dikolerasikan dengan Indeks Keanekaragaman (Diversitas Shannon-Wiener) maka diperoleh nilai kolerasi seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Nilai analisis kolerasi keanekaragaman Makrozoobentos dengan Faktor Fisik Kimia Perairan

No Parameter r t

1. Suhu 1,00 44,43*

2. Penetrasi cahaya 0,96 3,26tn

3. Kedalaman 0,86 1,69tn

4. pH 1,00 100,82**

5. DO 0,99 13,05*

6. Salinitas 1,00 55,03*

7. BOD 0,99 12,036tn

8. Kandungan organik

subsrat

0,99 26,02*

Keterangan:

tn = tidak berpengaruh

* = berpengaruh nyata

(5)

Dari Tabel 5 hasil analisis kolerasi antara faktor fisik kimia perairan dengan indeks keanekaragaman dengan uji t memberikan hasil bahwa suhu, DO, Salinitas dan kandungan organik sustrat berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman makrozoobentos, sedangkan pH memberi pengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman makrozoobentos.

Suhu berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman makrozoobentos disebabkan makrozoobentos memiliki kisaran toleransi untuk dapat hidup baik di tempat tersebut. Oksigen terlarut salah satu faktor penting dalam suatu perairan untuk kelangsungan hidup makrozoobentos. Menurut Sastrawijaya (1991), untuk mempertahankan hidupnya, organisme air bergantung pada oksigen terlarut. Salinitas berpengaruh terhadap kehidupan makrozoobentos antara lain mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikomsumsi, nilai konversi makanan dan daya kelangsungan hidup biota air. Kandungan organik substrat memberi pengaruh karena habitat dari makrozoobentos terdapat di substrat dasar perairan. Menurut Hutchinson (1993), keanekaragaman makrozoobentos di perairan juga dipengaruhi oleh jenis substrat dan kandungan organik substrat. Derajat Keasaman (pH) sangat penting mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik karena pH dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur renik. Sastrawijaya (1991) kondisi perairan yang sangat asam atau basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi, dimana pH yang rendah menyebabkan mobilitas kelangsungan hidup organisme perairan. Dari penelitian tentang keanekaragaman makrozoobentos di muara sungai Belawan dapat disimpulkan sebagai barikut: (1) Secara keseluruhan makrozoobentos yang didapatkan sebanyak 15 genera dari 12 famili, 7 ordo, 4 kelas dan 2 filum. (2) Kepadatan makrozobentos tertinggi terdapat pada genus Littorina sebasar 42,672 ind./m2

(stasiun II) dan terendah pada genus Epitonium sebesar 5,328 ind./m2 (stasiun III). (3) Keanekaragaman pada ketiga stasiun tergolong rendah (1,52-1,67) dan keseragaman tergolong tinggi (0,90-0,95). (4) Suhu, DO, Salinitas, dan kandungan organik berpengaruh nyata sedangkan pH berpengaruh sangat nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Brower, J. E. H. Z. Jerrold & Car I. N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. Wm C. Brown publisher USA, New York. hlm. 52. Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia.

Cetakan pertama. Sarana Graha, Jakarta hlm 4-27

Edmonson, W.T. 1963. Fresh Water Biologi.Second Edition. Jhon Willey & Sons, inc, New York. hlm. 274-285

Krebs.C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribubution of Abudance Third edition. Harper & Row Publisher, New York. hal. 186-187

Marsaulina, L. 1994. Keberadaan dan Keanekaragaman Makrozoobentos di Sungai Semayang Kecamatan Sunggal. Karya tulis. Lembaga Penelitian USU, Medan hlm 2, 6-10 Michael, P. 1984. Metode Ekologi untuk Penyelidikan

Ladang dan Laboratorium. UI Pres, Jakarta. hlm. 140,168.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia, Jakarta hlm. 45-48.

Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gadjah Mada University Pres. Yogyakarta. hlm. 373,397.

Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. hlm. 35, 83-87.

Gambar

Tabel 1.  Nilai rata-rata faktor fisik kimia air pada setiap stasiun pengamatan  Stasiun
Tabel 2. Jenis-jenis Makrozoobentos yang didapatkan di Muara Percut Sei Tuan
Tabel 3.  Nilai kepadatan (ind./m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekwensi Kehadiran (%) pada setiap stasiun penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengukuran faktor fisika-kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian dan selanjutnya dikorelasikan dengan keanekaragaman dan

51 Tahun 2004, didapatkan bahwa hasil pengukuran parameter faktor fisik kimia air di perairan ini masih berada dalam ambang batas yang layak untuk kehidupan ikan, namun

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai analisis korelasi keanekaragaman makrozoobentos dengan faktor fisik kimia perairan pada Tabel 8.. Nilai (+)

Nilai Analisis Regresi antara Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Ikan dengan Faktor Fisika dan Kimia Perairan

Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman ikan dan menganalisis hubungan keanekaragaman terhadap faktor fisik-kimia perairan di Sungai

Berdasarkan data parameter faktor fisik- kimia perairan dan indeks keanekaragaman plankton yang telah diukur dapat diketahui, bahwa kualitas perairan waduk

Menurut Rahmawaty (2011) indeks keanekaragaman makrozoo- bentos di perairan sungai dipengaruhi oleh kondisi dari lingkungan sekitarnya sehingga makrozoobentos yang

Kualitas perairan Sungai Kapuas Kota Sintang ditinjau dari keanekaragaman makrozoobentos tergolong sebagai perairan tercemar berat oleh bahan organik.. Kata Kunci :