• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman dan Distribusi Plankton di Perairan Muara Desa Belawan I Kecamatan Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keanekaragaman dan Distribusi Plankton di Perairan Muara Desa Belawan I Kecamatan Medan Belawan"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN MUARA DESA BELAWAN I KECAMATAN MEDAN BELAWAN

SKRIPSI

NURHAYATI 080805014

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN MUARA DESA BELAWAN I KECAMATAN MEDAN BELAWAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NURHAYATI 080805014

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI

PLANKTON DI PERAIRAN MUARA DESA BELAWAN I KECAMATAN MEDAN BELAWAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : NURHAYATI

Nomor Induk Mahasiswa : 080805014

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Agustus 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si Dr. Miswar Budi Mulya,M.Si

NIP. 19721126 199802 2 002 NIP. 19691010 199702 1 002

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN MUARA DESA BELAWAN I KECAMATAN MEDAN BELAWAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2015

(5)

PENGHARGAAN

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat, anugrah, dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN MUARA DESA BELAWAN I KECAMATAN MEDAN BELAWAN” dapat diselesaikan sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Miswar Budi Mulya, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas segala arahan, bimbingan, motivasi yang telah diberikan, dan atas segala waktu yang telah disediakan bagi penulis untuk berdiskusi. Terima kasih juga kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc dan kepada Bapak Drs. Arlen H. J, M.Si selaku Dosen Penguji atas segala bimbingan, masukkan dan arahan yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku ketua Departemen Biologi FMIPA USU, Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku sekertaris Departemen Biologi FMIPA USU, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan motivasi mulai awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini, Ibu Dra. Mizarwati, M.Si selaku ketua panitia seminar Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Nurhasni Muluk selaku Laboran di Laboratorium Struktur dan Fisiologi Hewan, Kak Siti selaku Laboran di Laboratorium Struktur dan Fisiologi Tumbuhan, Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku staf pegawai Departemen Biologi, dan kepada seluruh Dosen di Departemen Biologi atas segala ilmu pengetahuan dan perkuliahan yang diberikan semoga sangat bermanfaat sebagai bekal di masa depan.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Alm nenek saya tersayang: Alm Hj. Dasimah Tanjung atas segala doa dan arahannya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada orangtua saya tercinta: Alm Hamzah dan Hasnah atas dukungan, doa, dana dan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis. Terima kasih juga kepada abang dan kakak tersayang: M. Syarif, Zulham, Fauziah Nur, Hamidah dan Fahmi yang turut mendoakan dan memberikan semangat dukungan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga kepada semua keluarga di Belawan yang turut memberikan motivasi kepada penulis.

(6)

tidak dapat penulis sebutkan semuanya terima kasih untuk motivasinya, suka duka yang dilewati bersama selama perkuliahan dan praktikum. Terima kasih juga yang sebanyak-banyaknya penulis ucapkan kepada kakak senior 2007 terkhusus kepada kakak Ayunita Purnama Sari, S.Si, Umi Kalsum Lubis S.Si, Risma S.Si dan adik junior stambuk 2009, stambuk 2010, stambuk 2011, stambuk 2012, stambuk 2013, stambuk 2014 dan IPKB yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan doa.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, penulis pada khususnya dan para pembaca serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘Alamin. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2015

(7)

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN MUARA DESA BELAWAN I KECAMATAN MEDAN BELAWAN

ABSTRAK

Penelitian Keanekaragaman dan Distribusi Plankton Di Perairan Muara Desa Belawan I Kecamatan Medan Belawan telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Sampel di ambil dari tiga stasiun penelitian dengan menggunakan metode Purposive Random Sampling. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan distribusi plankton di perairan Muara Desa Belawan I dan hubungannya dengan faktor fisik-kimia perairan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 9 kelas plankton yang terdiri dari 21 famili dan 22 genus. Nilai kelimpahan tertinggi pada setiap stasiun maka hanya 5 genus yang dapat hidup dengan baik yaitu Peridinium, Gonatozygon, Diacyclops, Closteriopsis dan Ulothrix. Indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun 3 sebesar 2,34 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 2,16. Indeks keseragaman tertinggi pada stasiun 3 sebesar 0,81 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,76. Indeks distribusi tertinggi pada stasiun 2 sebesar 1,69 dan terendah pada stasiun 3 sebesar 1,38. Parameter fisika-kimia seperti intensitas cahaya, salinitas, DO, BOD5 dan kejenuhan oksigen sangat berhubungan kuat dengan keanekaragaman plankton.

(8)

DIVERSITY AND DISTRIBUTION OF PLANKTON IN THE ESTUARY OF THE VILLAGE OF BELAWAN I, SUB-DISTRICT OF MEDAN

BELAWAN

ABSTRACT

The diversity and distribution of plankton and its correlation to the physical and chemical parameter of water in the estuary of the village of Belawan I, sub-district of Medan Belawan was studied from September to October 2013. Sample was collectied from three stations which were settled by using purposive random sampling method. There were nine classes of plankton consisted of 21 families and 22 genera. Of all genera found from this study, 5 genera namely, Peridinium, Gonatozygon, Diacyclops, Closteriopsis and Ulothrix performed the highest distribution in every stations. The highest diversity index recorded in the third station with the number was 2,34 and the lowest in the first station with the number was 2,16. The highest equitability index recorded in the third station with the number was 0,81 and the lowest in the first station with the number was 0,76. The highest distribution index recorded in the second station with the number was 1,69 and the lowest in the third station with the number was 1,38. Physical and chemical parameter of water such as light intensity, salinity, dissolved oxygen, biochemical oxygen demand and oxygen saturation were strongly correlated with the diversity of plankton.

(9)

DAFTAR ISI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 12

(10)

4.2 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indek Keseragaman (E) Plankton Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitian

25

4.3 Indeks Similaritas (IS) Plankton Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitin

26

4.4 Indeks Distribusi (Id) Plankton Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitian

27

4.5 Faktor Fisik-Kimia Perairan 28

4.6 Analisis Korelasi Pearson Untuk Nilai Faktor Fisik- Kimia dan Nilai Keanekaragaman dengan Metoda Komputerisasi SPSS Ver 20

31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 33

5.1 Saran 33

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1 Alat dan Satuan Yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan

17

4.1 Jenis Plankton Yang Diperoleh Di Perairan Muara Desa Belawan I

21

4.2 Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) Dan Frekuensi Kehadiran (%) Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitian

22

4.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Plankton Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitian

25

4.4 Indeks Similaritas (IS) Plankton Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitian

26

4.5 Indeks Distribusi (Id) Plankton Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitian

27

4.6 Faktor Fisik dan Kimia Perairan 28

4.7 Nilai Korelasi Keanekaragaman Plankton dengan Faktor Fisik-Kimia Perairan

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A Peta Lokasi Penelitian 37

B Bagan Kerja DO 38

C Bagan Kerja BOD5 39

D Bagan Kerja Analisis Nitrat (NO3) 40

E Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO43+) 41

F Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada Berbagai Besaran Temperatur Air

42

G Data Mentah Plankton 43

H Beberapa Foto Plankton Yang Diperoleh Pada Penelitian

46

I Contoh Perhitungan 50

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Stasiun 1 (Daerah Pemukiman Penduduk) 12

2 Stasiun 2 (Daerah Keramba Ikan) 13

(14)

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN MUARA DESA BELAWAN I KECAMATAN MEDAN BELAWAN

ABSTRAK

Penelitian Keanekaragaman dan Distribusi Plankton Di Perairan Muara Desa Belawan I Kecamatan Medan Belawan telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Sampel di ambil dari tiga stasiun penelitian dengan menggunakan metode Purposive Random Sampling. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan distribusi plankton di perairan Muara Desa Belawan I dan hubungannya dengan faktor fisik-kimia perairan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 9 kelas plankton yang terdiri dari 21 famili dan 22 genus. Nilai kelimpahan tertinggi pada setiap stasiun maka hanya 5 genus yang dapat hidup dengan baik yaitu Peridinium, Gonatozygon, Diacyclops, Closteriopsis dan Ulothrix. Indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun 3 sebesar 2,34 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 2,16. Indeks keseragaman tertinggi pada stasiun 3 sebesar 0,81 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,76. Indeks distribusi tertinggi pada stasiun 2 sebesar 1,69 dan terendah pada stasiun 3 sebesar 1,38. Parameter fisika-kimia seperti intensitas cahaya, salinitas, DO, BOD5 dan kejenuhan oksigen sangat berhubungan kuat dengan keanekaragaman plankton.

(15)

DIVERSITY AND DISTRIBUTION OF PLANKTON IN THE ESTUARY OF THE VILLAGE OF BELAWAN I, SUB-DISTRICT OF MEDAN

BELAWAN

ABSTRACT

The diversity and distribution of plankton and its correlation to the physical and chemical parameter of water in the estuary of the village of Belawan I, sub-district of Medan Belawan was studied from September to October 2013. Sample was collectied from three stations which were settled by using purposive random sampling method. There were nine classes of plankton consisted of 21 families and 22 genera. Of all genera found from this study, 5 genera namely, Peridinium, Gonatozygon, Diacyclops, Closteriopsis and Ulothrix performed the highest distribution in every stations. The highest diversity index recorded in the third station with the number was 2,34 and the lowest in the first station with the number was 2,16. The highest equitability index recorded in the third station with the number was 0,81 and the lowest in the first station with the number was 0,76. The highest distribution index recorded in the second station with the number was 1,69 and the lowest in the third station with the number was 1,38. Physical and chemical parameter of water such as light intensity, salinity, dissolved oxygen, biochemical oxygen demand and oxygen saturation were strongly correlated with the diversity of plankton.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perairan Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang

berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat

padat lalu lintas kapalnya dan merupakan salah satu pelabuhan utama di Indonesia

yang banyak disinggahi oleh kapal-kapal dengan berbagai ukuran. Selain itu laut

Belawan juga digunakan sebagai alur transportasi pengangkutan hasil

penangkapan ikan oleh nelayan baik dalam skala kecil maupun skala besar. Hal

ini mengakibatkan laut Belawan sangat rawan terhadap pencemaran laut yang

diakibatkan oleh limbah minyak bumi dari aktivitas kapal tersebut (Paramitha,

2014).

Kelurahan Belawan I termasuk kawasan pesisir yang terletak di

Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis kelurahan

ini terletak pada 03˚ 47’ 19,00” LU dan 098˚ 42’ 18,17” BT. Kawasan pesisir ini diduga telah mengalami penurunan keseimbangan ekosistem maupun kualitas air

akibat adanya pemanfaatan oleh manusia, seperti daerah pemukiman, daerah

dermaga dan daerah keramba ikan. Aktivitas manusia di sekitar pesisir erat

kaitannya terhadap perubahan lingkungan baik perubahan fisik maupun kimia air.

Kelayakan lingkungan untuk usaha budidaya dapat diestimasi melalui pengukuran

kuantitatif dan kualitatif terhadap biota air yang menghuni perairan tersebut. Salah

satu diantara biota air yang sering digunakan adalah plankton.

Plankton adalah suatu golongan jasad hidup akuatik berukuran

mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau

hanya bergerak sedikit untuk melawan/ mengikuti arus. Dibedakan menjadi dua

golongan yakni tumbuhan/ fitoplankton (plankton nabati) yang umumnya

mempunyai klorofil dan golongan hewan/ zooplankton (plankton hewani)

(Wibisono, 2005). Fitoplankton dapat memproduksi bahan organik melalui proses

(17)

2

yang lebih tinggi dari tingkatan zooplankton sampai ikan-ikan besar dan tingkatan

terakhir sampailah pada manusia yang memanfaatkan ikan sebagai makanannya

(Wiadnyana, 2006).

Data mengenai keberadaan plankton di Desa Belawan I sampai saat ini

belum didapatkan, baik yang mencakup keragaman maupun distribusinya. Untuk

itu, perlu dilakukan penelitian mengenai “Keanekaragaman dan Distribusi Plankton di Perairan Muara Desa Belawan I Kecamatan Medan Belawan”.

1.2 Permasalahan

Di perairan Muara Desa Belawan I banyak dijumpai berbagai aktivitas

manusia, yang meliputi aktivitas pemukiman, daerah dermaga, dan keramba ikan.

Keberadaan aktivitas ini dapat mempengaruhi kondisi lingkungan fisik-kimia

perairan yang nantinya dapat berpengaruh terhadap keanekaragaman biota air

terutama, plankton. Sampai saat ini belum didapatkan data tentang

keanekaragaman dan distribusi plankton di perairan muara Desa Belawan I

Kecamatan Medan Belawan, sehingga perlu dilakukan penelitian.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan

distribusi plankton di peraiaran Muara Desa Belawan I dan hubungannya dengan

faktor fisik-kimia perairan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi awal mengenai keanekaragaman dan distribusi

plankton yang selanjutnya dapat digunakan sebagai data dasar dalam

pemantauan kondisi perairan Muara Desa Belawan I oleh berbagai pihak yang

(18)

3

2. Memberikan informasi mengenai pengaruh faktor fisik-kimia perairan

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perairan Laut Belawan

Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi

Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai

aktivitas. Aktivitas masyarakat disekitar Laut Belawan antara lain pertanian,

perikanan, pemukiman dan tempat rekreasi. Aktivitas lain yang mempengaruhi

faktor fisik-kimia perairan yaitu kegiatan keramba yang menghasilkan limbah

organik (pencemaran unsur nitrogen dan fosfor) akibat pemberian pakan yang

tidak efisien. Hal ini menyebabkan sisa pakan dan kotoran ikan menumpuk di

dasar perairan, sehingga berdampak terjadinya eutrofikasi yang menyebabkan

blooming fitoplankton, adanya gulma air, terbentuknya gas-gas yang dapat

menyebabkan kematian organisme perairan dan makin menebalnya lapisan

anaerobik di badan laut (Paramitha, 2014).

Laut dapat dipandang dari dimensi horizontal dan vertikal. Secara

horizontal, laut dapat dibagi menjadi dua yaitu laut pesisir (zona neritik) yang

meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas (lautan atau zona oseanik).

Pemintakatan atau zonasi (zonation) perairan laut dapat pula dilakukan atas dasar

faktor-faktor fisik dan penyebaran komunitas biotanya. Seluruh perairan laut

terbuka disebut sebagai daerah pelagis. Organisme pelagis adalah organisme yang

hidup dilaut terbuka dan lepas dari dasar laut. Dalam hal itu, zona dasar laut

beserta organismenya disebut daerah dan organisme bentik (Dahuri, 2004).

Aktivitas budidaya ikan dalam jaring apung menerapkan pola intensif

yang mengandalkan pemberian pakan dari luar sumber pakan utama bagi ikan

yang dibudidayakan. Sisa-sisa pemberian pakan ini merupakan bahan organic

yang potensial untuk meningkatkan unsur hara dalam perairan yang dapat

memberikan dampak terhadap perairan itu sendiri. Selain itu adanya aktivitas

(20)

5

iklim dan cuaca yang berubah dalam waktu tertentu akan mempengaruhi

parameter fisik kimia perairan di Laut Belawan (Kamali, 2004).

Jadi, seluruh ekosistem mengalami suksesi. Laut merupakan sebuah

contoh yang nyata. Kalau kita berbicara tentang suksesi dalam sebuah ekosistem,

kita tidak hanya mengartikannya, bahwa tiap spesies tumbuhan dan hewan dalam

ekosistem itu terus-menerus mengalami perubahan genetika, untuk dapat

menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Tetapi juga berarti bahwa karena

perubahan yang berlalu dalam ekosistem itu, maka spesies yang tak sesuai dengan

keadaan baru telah diganti oleh spesies yang lebih menyesuaikan diri. Komposisi

spesies tumbuhan dan hewan dalam danau juga berubah-ubah, dan proses suksesi

ini menyangkut berbagai gelombang perubahan komposisi spesies (Soeriaatmadja,

1989).

2.2 Plankton

Biota yang mengapung ini mencakup sejumlah besar biota di laut, baik ditinjau

dari jumlah jenisnya maupun kepadatannya. Produsen primer (fitoplankton),

herbivor, konsumen tingkat pertama, larva dan juwana planktonik dari hewan lain,

digabung menjadi satu membentuk volume biota laut yang luar biasa besarnya.

Mereka hidup terbatas di lapisan perairan laut beberapa ratus meter dari

permukaan laut (Romimohtarto & Sri, 2001).

Plankton adalah organisme yang terapung atau melayang-layang di dalam

air yang pergerakannya relatif pasif. Berdasarkan ukurannya plankton dibagi atas:

1) ultra nanoplankton yang ukurannya <2 µ m, 2) nanoplankton yang ukurannya

berkisar antara 2-20 µ m, 3) mikroplankton berukuran 20-200 µ m, 4)

mesoplankton berukuran 200-2000 µm, dan 5) megaplankton yang ukurannya di

atas 2000 µm. Untuk mengetahui kepadatan populasi plankton di suatu perairan

perlu terlebih dahulu diketahui teknik mengoleksi plankton tersebut. Teknik

mengoleksi zooplankton dan fitoplankton relatif sama. Pada dasarnya cara untuk

mengoleksi plankton adalah mengambil semua plankton dari sebanyak volume air

tertentu, jadi mengambil sejumlah volume air dari perairan yang akan ditaksir

(21)

6

maka langkah berikutnya adalah memekatkan plankton yang ada dalam contoh air

(Suin, 2002).

Kecilnya ukuran plankton tidaklah mengandung arti bahwa mereka itu

adalah organisme yang kurang penting. Anggapan yang demikian ini adalah

kurang benar, karena mereka merupakan sumber makanan bagi jenis ikan

komersial penting yang hidup di lautan. Dengan kata lain kelangsungan hidup

ikan tergantung pada banyak sedikitnya jumlah plankton yang ada. Sejak ikan

merupakan salah satu sumber makanan yang penting bagi manusia, maka dengan

tidak membesarkan arti sebenarnya, secara tidak langsung makanan kita pun

tergantung kepada mereka (Hutabarat, 1986).

2.3 Faktor Fisika-Kimia Perairan

Pada suatu perairan hidup bermacam-macam organisme, dari yang berukuran

kecil sampai besar. Kehidupan organisme air sangat tergantung pada faktor

fisik-kimia air. Faktor fisik-fisik-kimia air yang sangat berpengaruh terhadap organisme air

berbeda dengan faktor iklim dan faktor kimia tanah. Perubahan faktor

fisik-kimia air dapat menyebabkan kematian bagi organisme air. Perubahan yang

terjadi dapat disebabkan karena limbah pabrik dan industri di sekitar perairan

yang mempengaruhi faktor fisik dan kimia (Suin, 2002).

Sifat fisik-kimia perairan sangat penting dalam ekologi.

Bermacam-macam faktor fisik-kimia dapat mempengaruhi pertumbuhan kelangsungan hidup,

dan produktivitas tumbuhan tersertarial maupun perairan. Faktor-faktor yang

sangat penting bagi tumbuhan tersebut ialah cahaya, suhu dan kadar zat-zat hara.

Kisaran suhu di biosfer teresterial dapat mencapai suatu tingkat yang dapat

mempengaruhi produktivitas. Hubungan yang mempengaruhi nilai produktivitas

dengan faktor fisik-kimia yaitu seperti suhu, penetrasi cahaya dan inetensitas

cahaya matahari, pH air (derajat keasaman), DO, BOD, COD kandungan nitrat

(22)

7

2.3.1 Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan aktivitas organisme, sebab

pada umumnya organisme memiliki kisaran suhu tertentu supaya dapat

melakukan aktivitas optimalnya. Suhu tidak dapat diawetkan sehingga harus

diukur di lapangan, sampel yang dibawa ke laboratorium untuk dianalisis juga

sering kali harus diukur lagi supaya suhunya di laboratorium sebab boleh jadi ada

pengaruhnya terhadap hasil analisis. Alat pengukur suhu namanya termometer.

Berbagai macam alat telah tersedia di pasaran untuk pengukuran suhu mulai dari

yang paling sederhana, yaitu termometer alkohol sampai dengan yang

menggunakan elektroda. Ketika mengukur suhu, ketelitian yang diminta pada

umumnya sampai dengan 0,1oC. Satuan suhu yang sering digunakan adalah

Celcius lambangnya oC (Hariyanto, 2008).

Dibandingkan dengan udara, air mempunyai kapasitas panas yang lebih

tinggi. Untuk memanaskan sebanyak 1 kg air dari 15oC menjadi 16oC misalnya,

dibutuhkan energi sebesar 1 kcal. Untuk hal yang sama, udara hanya membutuhkan energi sebesar seperempatnya. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih

ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2 -3 kali

lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi

oksigen meningkat, sementara di lain pihak dengan naiknya temperatur akan

menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini dapat

menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi

(Barus, 2004).

2.3.2 pH

Keberadaan dan keadaan organisme di alam sangat dipengaruhi oleh faktor

nonbiotik selain faktor biotik. Faktor nonbiotik yang biasa diukur dalam studi

ekologi adalah faktor fisik dan faktor kimia. Ada kalanya kedua faktor itu

disatukan menjadi faktor fisikokimia, tetapi ini hanya sekedar penamaan saja.

(23)

8

cahaya, komposisi substrat berdasar teksturnya, dan arus. Faktor kimia yang

sering diukur adalah salinitas, pH, DO, BOD, CO, kadar nutrien, fosfat, N, nitrat

dan nitrit amonia, dan kandungan logam berat. Unsur kimia lain yang diukur

adalah P, N, amonia, natrium, Si dan nitrat. Faktor lain yang biasa diukur adalah

pH. Harap diperhatikan bahwa sekalipun pH sifatnya diukur, tetapi skalanya tidak

linear dan terbatas, oleh karena itu data pH tidak dapat diuji dengan statistik biasa

(parametrik) (Hariyanto, 2008).

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan,

didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara

matematis dinyatakan sebagai pH=log 1/H+, dimana H+ adalah banyaknya ion

hidrogen dalam mol per liter larutan. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan

organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang

bersifat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup

organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan

respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas

berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik,

semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme

air. Sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium

dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH diatas netral akan

meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi

organisme (Barus, 2004).

2.3.3 Penetrasi cahaya

Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga

dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat di dalam air,

misalnya oleh plankton dan hewan yang terlarut dalam air. Vegetasi yang ada

disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke

dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga mempunyai kemampuan untuk

mengabsorbsi cahaya matahari. Efek ini terutama akan terlihat pada daerah-daerah

(24)

9

Dengan terbatasnya fotosintesis akan menyebabkan kandungan ok sigen

terlarut rendah. Tetapi jika kekeruhan disebabkan oleh organisme hidup (plankton

atau jenis alga tertentu) dapat dipakai sebagai indikasi produktivitas perairan

tersebut cukup tinggi. Kekeruhan dapat diukur dengan menggunakan alat yang

disebut cakram secchi. Alat ini berupa lempeng cakram putih dengan garis tengah

20 cm dengan dua bagian berwarna putih dan dua bagian berwarna hitam. pada

bagian tengah cakram diikatkan tali, dan dengan tali tersebut cakram secchi

dimasukkan ke dalam perairan yang akan diukur kekeruhannya. Dengan

mengetahui berapa jarak pandang mata sampai cakram secchi tidak terlihat

dengan mengetahui batas panjang tali. Karena setiap pengukur berbeda ketajaman

penglihatannya maka hasilnya sangat relatif. Untuk itu disarankan pengukurannya

di lapangan saat cuaca mendukung sehingga bias bisa diminimalkan (Hariyanto,

2008).

Dengan demikian kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap

ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai

titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, dimana cahaya matahari

mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada

dalam keseimbangan. Dapat juga diartikan bahwa pada titik kompensasi cahaya

ini, konsentrasi karbondioksida dan oksigen akan berada dalam keadaan relatif

konstan (Barus, 2004).

2.3.4 Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat

optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian

lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya

kedalaman lapisan air, intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang

signifikan baik secara kualitatif dan kuantitatif. Cahaya gelombang pendek

merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air

yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna

air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling

(25)

10

Faktor fisik ini berpengaruh terutama pada aktivitas hormon hewan,

tingkat fotosintesis dan distribusi vertikal harian plankton. Satuan cahaya adalah

lux dan alatnya dinamakan luxmeter. Tentunya intensitas cahaya

berhubungan/dipengaruhi oleh posisi matahari, cuaca, dan posisinya terhadap

benda atau organisme lain, yaitu dalam bayangan atau tidak (Hariyanto, 2008).

Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang

akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Organisme air

yang mempunyai aktivitas maksimum pada siang hari disebut sebagai diurnal

yang merupakan sifat dari sebagian besar organisme air. Kelompok organisme

yang aktif pada malam hari disebut hewan nokturnal (Barus, 2004).

2.3.5 Salinitas

Salinitas pada berbagai tempat di lautan terbuka yang jauh dari daerah pantai

variasinya sempit saja, biasanya antara 34-37 o/oo, dengan rata-rata 35 o/oo.

Perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi.

Salinitas lautan di daerah tropik lebih tinggi karena evaporasi lebih tinggi,

sedangkan pada lautan di daerah beriklim sedang salinitasnya rendah karena

evaporasi lebih rendah. Di daerah pantai dan laut yang tertutup sebagian, salinitas

lebih bervariasi dan mungkin mendekati 0 di mana sungai-sungai besar

mengalirkan air (Nybakken, 1998).

2.3.6 Oksigen Terlarut

Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua

tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut.

Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis

tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis

tergantung pada kerapatan tumbuh-tumbuhan air dan lama serta intensitas cahaya

sampai ke badan air tersebut (Suin, 2002).

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam

(26)

11

besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas.

Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang sangat mempunyai konsentrasi

sebanyak 21% volume air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1% volum

saja (Barus, 2004).

2.3.7 Kandungan Nitrat dan Fosfat

Amonium dan amoniak yang merupakan produk penguraian protein yang sudah

dibahas sebelumnya masuk kedalam badan sungai terutama melalui limbah

domestik. Mikroorganisme akan mengoksidasi amonium menjadi nitrat. Nitrat

adalah merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh

dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat

mematikan organisme air. Dalam kondisi dimana konsentrasi oksigen terlarut

sangat rendah dapat terjadi proses kebalikan dari nitrifikasi yaitu proses

denitrifikasi dimana nitrat melalui nitrit akan menghasilkan nitrogen bebas yang

akhirnya akan lepas ke udara atau dapat juga kembali membentuk

amonium/amoniak melalui proses ammonifikasi nitrat (Barus, 2004).

Mikroorganisme yang masuk ke dalam perairan dapat berasal dari limbah

manusia, makanan dan dari proses hasil ternak daging atau dari limbah

kedokteran. Secara normal badan air dapat menetralisasi limbah-limbah tersebut

karena adanya bakteri heterotrofik yang dapat mendegradasi limbah organik

menjadi fosfat atau nitrat yang dapat digunakan sebagai pupuk. Melalui proses

fotosintesis karbondioksida dan air akan menjadi oksigen, dengan adanya aliran

air oksigen tetap konstan dan limbah akan bisa dieliminasi (Muslimin, 1996).

Fosfor berasal terutama dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke

dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka (sungai dan

danau). Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan

masuk ke dalam sistem perairan. Fosfor, bersama dengan nitrogen sangat berperan

dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosistem air. Seperti diketahui

bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor

(27)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September–Oktober 2013 di Perairan Muara Desa Belawan I Kecamatan Medan Belawan dan Laboratorium

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Penentuan Stasiun Penelitian

Stasiun penelitian ditentukan berdasarkan ada tidaknya pemanfaatan

kawasan pada lokasi penelitian. Ditentukan 3 stasiun penelitian sebagai berikut:

3.2.1 Stasiun 1

Stasiun ini berada di daerah Uni Kampung Seberang, yang secara

geografis terletak pada koordinat 03˚ 78’ 75,70” LU dan 098˚ 68’ 27,56” BT. Lokasi ini merupakan daerah dermaga, dekat dengan pemukiman penduduk

(Gambar 3.1).

(28)

13

3.2.2 Stasiun 2

Stasiun ini berada di daerah Uni Kampung Seberang, yang secara

geografis terletak pada koordinat 03˚ 78’ 81,48” LU dan 098˚ 68’ 26,06” BT. Lokasi ini merupakan daerah keramba ikan Kerapu (Gambar 3.2).

Gambar 3.2. Stasiun 2

3.2.3 Stasiun 3

Stasiun ini berada di daerah Uni Kampung Seberang, yang secara

geografis terletak pada koordinat 03˚ 78’ 88,25” LU dan 098˚ 68’ 29,17” BT. Lokasi ini merupakan daerah kontrol (kawasan mangrove), dimana pada daerah

ini tidak ditemukan adanya aktifitas masyarakat (Gambar 3.3).

(29)

14

3.3 Metode Penelitian

Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode “Purposive Random Sampling”, yaitu pada 3 (tiga) stasiun penelitian. Pada masing-masing stasiun dilakukan 12 (dua belas) kali ulangan yang terdiri dari 4 (empat) kali ulangan

pada kedalaman 0 m (permukaan air laut), 4 (empat) kali ulangan pada kedalaman

3 m dan 4 (empat) kali ulangan pada kedalaman 6 m (batas penetrasi cahaya).

3.4 Pengambilan Sampel Plankton

Pengambilan sampel pada permukaan (0 meter) dengan menggunakan ember

bervolume 5 liter sebanyak 5 kali, kemudian dituangkan ke dalam plankton net

(volume air yang tertuang sebanyak 25 liter). Sampel air yang tersaring di dalam

bucket pada plankton net dituang ke dalam botol film, selanjutnya ditetesi lugol

10% sebanyak 3 tetes untuk pengawetan, dan diberi label.

Pengambilan sampel pada kedalaman 3 meter dan 6 meter dengan

memasukkan lamnot ke dalam badan perairan pada masing-masing kedalaman,

kemudian lamnot ditarik kembali dan sampel air yang tertampung di dalam

lamnot dituang ke dalam ember. Pengambilan air pada masing-masing kedalaman

dilakukan sampai ember 5 liter penuh. Kemudian sampel air yang terdapat

didalam ember disaring kedalam plankton net. Hal ini dilakukan sebanyak 5 kali

sehingga volume air yang disaring ke plankton net sebanyak 25 liter. Sampel yang

tertampung dalam bucket pada plankton net dituang ke dalam botol film, dan

diberi lugol 10% sebanyak 3 tetes untuk pengawetan dan diberi label. Sampel

plankton yang didapatkan di bawa ke Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya

Alam Dan Lingkungan Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan untuk diidentifikasi

dengan menggunakan buku acuan menurut Edmondson (1963), Bold & Wyne

(30)

15

3.5 Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisik-kimia lingkungan ada yang dilakukan

langsung di lapangan (in situ), seperti : suhu, penetrasi cahaya, intensitas cahaya,

pH, DO, dan kejenuhan oksigen, dan ada yang dilakukan di laboratorium (ex situ),

seperti :BOD5, NO3 dan PO4, sebagai berikut :

3.5.1 Suhu

Pengukuran suhu dilakukan menggunakan termometer air raksa. Diambil

satu ember sampel air, lalu dimasukkan termometer kedalamnya, dan dibaca skala

pada termometer tersebut.

3.5.2 pH (Derajat Keasaman)

Pengukuran pH menggunakan pH meter dengan cara mencelupkan pH

meter ke permukaan kolom air, lalu dibaca skala yang tertera pada pH meter

tersebut.

3.5.3 Penetrasi Cahaya

Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan menggunakan keping Secchi yang

dimasukkan ke kolom perairan hingga batas kompensasi cahaya, kemudian diukur

panjang tali sebagai tolak ukur kedalaman penetrasi cahaya.

3.5.4 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya diukur menggunakan lux meter. Diarahkan lux meter

kearah sumber cahaya di sekitar kolom perairan. Dicatat angka yang muncul pada

(31)

16

3.5.5 Salinitas

Pengukuran salinitas menggunakan refraktometer. Diambil setetes air

sampel lalu ditetesi refraktometer dan dibaca skala salinitasnya.

3.5.6 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan Metode Winkler dengan

menggunakan reagent-reagent kimia yaitu MnSO4, KOHKI, H2SO4, Na2S2O3, dan

amilum. Sampel air diambil dengan menggunakan botol winkler, kemudian

ditambah 1 ml MnSO4, dan 1 ml KOHKI lalu dikocok dan didiamkan sampai

terbentuk endapan coklat atau endapan putih. Setelah itu, ditambahkan 1 ml

H2SO4, dikocok dan didiamkan sampai terbentuk larutan coklat. Kemudian

dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N sampai terbentuk larutan kuning pucat. Lalu

ditambahkan amilum 3-5 tetes sampai terbentuk larutan biru. Setelah itu, dititrasi

dengan Na2S2O3 0,00125 N sampai terbentuk larutan bening. Dihitung volume

Na2S2O3 0,00125 N yang digunakan (Lampiran B).

3.5.7 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan Metoda Winkler. Sampel air yang

diambil dari perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Kemudian, diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 °C. Setelah 5 hari dihitung kadar BOD5 dengan cara

yang sama seperti penghitungan kadar oksigen (DO). Kadar BOD5 dihitung

dengan cara mengurangkan DO awal dengan DO akhir, bagan kerja terlampir.

Pengukuran BOD5 dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan

Universitas Sumatera Utara Medan (Lampiran C).

3.5.8 Pengukuran Kadar Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO43-)

Pengukuran kadar nitrat (NO3-) dan Fosfat (PO43-) dilakukan dengan

(32)

17

O2 (u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/L)

O2 (u) = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya sesuai dengan besarnya suhu.

Secara keseluruhan pegukuran faktor fisik-kimia beserta satuan dan alat

yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam pengukuran faktor Fisik-kimia perairan

No Parameter Fisik-Kimia Satuan Alat Tempat

Pengukuran

1. Suhu 0C Termometer In-situ

2. pH - pH meter In-situ

3. Penetrasi Cahaya M Keping Sechii In-situ

4. Intensitas Cahaya Candela Lux meter In-situ

5. Salinitas o/oo Refraktometer In-situ

6. Oksigen Terlarut (DO) mg/l Metoda Winkler In-situ

7. BOD5 mg/l Metoda Winkler dan

Inkubasi

Ex-situ

8. Kadar Nitrat dan Fosfat mg/l Spektrofotometer Ex-situ

9. Kejenuhan Oksigen % Metoda Winkler In-situ

3.6 Analisis Data

Data plankton yang diperoleh dihitung nilai Kelimpahan Populasi,

Kelimpahan Relatif, Frekuensi Kehadiran, Indeks Diversitas Shannon-Weinner,

Indeks Equitabilitas (Krebs, 1985, hlm: 522), (Suin, 2002, hlm: 175) dan analisis

(33)

18

a. Kelimpahan Plankton (K)

Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan

menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi menurut

Barus (2004), yaitu:

T : Luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2) L : Luas satu lapang pandang (mm2)

P : Jumlah plankton yang dicacah (Individu) p : Jumlah lapang yang diamati

V : Volume konsentrasi plankton pada bucket (ml)

v : Volume konsentrat di bawah gelas penutup (0,0196) (ml) W : Volume air media yang disaring dengan plankton net (l)

(34)

19

e. Indeks Equitabilitas / Indeks Keseragaman (E)

Hmax

N = jumlah total individu dalam total plot

(35)

20

Kriteria pola distribusi dikelompokkan sebagai berikut: Jika: Id = 1 (distribusi acak)

Id < 1 (distribusi beraturan) Id > 1 (distribusi berkelompok)

h. Analisis Korelasi Pearson

Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara faktor fisik kimia

perairan dengan nilai keanekaragaman (Indeks Diversitas). Uji korelasi tersebut

dilakukan dengan metode komputerisasi menggunakan SPSS Ver. 20

Menurut Sugiyono (2005), tingkat hubungan Nilai Indeks Korelasi

dinyatakan sebagai berikut:

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00-0,199 Sangat rendah

0,20-0,399 Rendah

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Kuat

(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Faktor Biotik Perairan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Perairan Muara Desa

Belawan I Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara didapatkan 9

kelas plankton yang terdiri dari 21 famili dan 22 genus, seperti pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Jenis Plankton yang diperoleh di Perairan Muara Desa Belawan I

KELAS ORDO FAMILI GENUS

A. FITOPLANKTON

1. Bacillariophyceae 1. Bacillariales 1. Achnanthaceae 1. Achnanthes

2. Coscinodiscaceae 2. Coscinodiscus

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa plankton yang didapatkan di perairan

Muara Desa Belawan I terdiri dari 22 genus dan 9 kelas yaitu Bacillariophyceae (8 jenis), Chlorophyceae (7 jenis), Chrysophyceae (1 jenis), Cyanophyceae (1 jenis), Dinophyceae (1 jenis), Euglenophyceae (1 jenis), Rhodophyceae (1 jenis),

Ciliata (1 jenis) dan Maxiliopoda (1 jenis). Genus dari kelas Bacillariophyceae

dan kelas Chlorophyceae adalah genus terbanyak yang ditemukan pada keseluruhan sampel yang diteliti. Banyaknya ditemukan genus dari kelas

Bacillariophyceae diduga karena pengambilan sampel dilakukan saat air laut baru masuk/pasang. Kelas Bacillariophyceae ini merupakan jenis Diatom, dimana

(37)

22

dan diliputi oleh tanah diatom yang tebal, namun jika ada blooming dari Diatom

maka akan sering terdapat 60-100 juta plankton per liter yang akan meracuni

perairan tersebut.

Banyaknya ditemukan genus dari kelas Chlorophyceae diduga karena adanya pengaruh dari salinitas dan kandungan unsur hara. Menurut Sachlan

(1980), fitoplankton di perairan sepanjang tahun berubah-ubah. Biasanya

fitoplankton yang terdapat pada salinitas 20 o/oo ke atas sebagian besar mirip

dengan fitoplankton laut, sedangkan fitoplankton yang hidup dalam salinitas 0 o/oo

sampai 10 o/oo mirip seperti fitoplankton tawar, fitoplankton yang hidup dalam

salinitas 10 o/oo sampai 20 o/oo terdiri dari campuran fitoplankton air laut dan

fitoplankton air tawar.

4.1.1 Kelimpahan Plankton, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran pada setiap stasiun penelitian

Dari hasil perhitungan terhadap plankton, maka diperoleh nilai

Kelimpahan plankton (Ind/L), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran

(%) pada setiap stasiun penelitian terlihat pada Tabel 4.2 berikut ini:

(38)

23

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada stasiun 1, nilai

kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran plankton tertinggi

terdapat pada genus Peridinium sebesar 428,57 ind/l, 23,07% dan 100%, genus Gonatozygon sebesar 346,93 ind/l, 18,68% dan 100%, genus Diacyclops sebesar 306,12 ind/l, 16,48% dan 100%, genus Closteriopsis sebesar 224,48 ind/l, 12,08% dan 100%, dan genus Diatoma sebesar 163,26 ind/l, 8,79%, dan 100%. Sedangkan yang terendah terdapat pada genus Coscinodiscus, Cymbella, Nitzchia, Surirella, Closterium, Lemanea, sebesar 20,40 ind/l, 1,09% dan 16,66%. Kebanyakan plankton tidak dapat berkembang pada air dengan aliran deras.

Menurut Ewusie (1990) dalam Surbakti (2009), plankton tidak dapar berkembang

subur dalam air mengalir.

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada stasiun 2, nilai

kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran plankton tertinggi

terdapat pada genus Diacyclops sebesar 285,71 ind/l, 23,14% dan 100%, genus Peridinium sebesar 265,30 ind/l, 21,48% dan 100%, dan genus Gonatozygon

sebesar 244,89 ind/l, 19,83%, dan 100%. Sedangkan yang terendah terdapat pada

genus Achnanthes, Coscinodiscus, Cymbella, Navicula, Nitzchia, Closteriopsis,

Tetraspora, Uronema, Phaeoplaca, Cerataulina dan Euglena sebesar 20,40 ind/l, 1,65% dan 16,66%.

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada stasiun 3, nilai

kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran plankton tertinggi

terdapat pada genus Peridinium sebesar 367,34 ind/l, 21,05% dan 100%, genus Gonatozygon sebesar 306,12 ind/l, 17,54% dan 100%, genus Ulothrix sebesar 204,08 ind/l, 11,69% dan 100%, dan genus Diacyclops sebesar 183,67 ind/l, 10,52%, dan 100% . Sedangkan yang terendah terdapat pada genus Coscinodiscus, Navicula, Rhizosolenia, Tetraspora, Microspora, Closterium, Phaeoplaca, Lemanea dan Glaucoma sebesar 20,40 ind/l, 1,16% dan 16,66%.

Berdasarkan nilai KR dan FK plankton pada setiap stasiun maka hanya 5

genus yang dapat hidup dengan baik pada setiap stasiun penelitian yaitu:

Peridinium, Gonatozygon, Diacyclops, Closteriopsis dan Ulothrix. Hal ini sesuai dengan Suin (2002), apabila didapatkan nilai KR> 10% dan FK> 25%

(39)

24

baik pada habitat tersebut. Genus Peridinium merupakan genus plankton yang

hadir pada setiap stasiun penelitian. Hal ini terjadi karena setiap stasiun memiliki

nilai pH dan suhu yang tidak berbeda yaitu 7,0-7,3 dan 29-300C dan sangat

mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan genus tersebut (Tabel 4.6).

Menurut Isnanetyo & Kurniastuty (1995), suhu yang optimum bagi kelangsungan

hidup fitoplankton adalah >25%

Menurut Handayani & Mufti (2008), pH berpengaruh pada setiap

kehidupan organisme, namun setiap organisme mempunyai batas toleransi yang

bervariasi terhadap pH perairan. Toleransi masing-masing jenis terhadap pH juga

sangat dipengaruhi faktor lain seperti suhu dan oksigen terlarut. Apabila suhu di

perairan tinggi maka oksigen terlarut menjadi rendah. Hal ini akan mengganggu

dalam pernafasan dan pengaturan kecepatan metabolisme zooplankton. Kenaikan

pH pada perairan akan menurunkan konsentrasi CO2 terutama pada siang hari

ketika proses fotosintesi sedang berlangsung. Dengan adanya aktivitas fotosintesis,

maka kadar oksigen terlarut (DO) meningkat di perairan.

Menurut Hutabarat (1986), suhu merupakan faktor pembatas bagi proses

produksi fitoplankton. Jika suhu terlalu tinggi dapat merusak jaringan tubuh

fitoplankton sehingga fotosintesis terganggu. Tingginya suhu dapat menaikkan

laju maksimum fotosintesis sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu dalam

merubah struktur hidrologi kolam perairan yang dapat mempengaruhi distribusi

fitoplankton. Secara umum laju fotosintesis fitoplankton meningkat dengan

meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai

suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton

selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu.

Genus Gonatozygon merupakan genus plankton yang hadir pada setiap stasiun penelitian. Hal ini terjadi karena pada setiap stasiun memiliki intensitas

cahaya berkisar 120-175cd (candela) (Tabel 4.6). Dimana intensitas cahaya

merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan plankton terutama

dalam proses fotosintesis. Semakin tinggi intensitas cahaya yang masuk, maka

proses fotosintesis akan semakin tinggi sehingga menyebabkan kelimpahan

(40)

25

Menurut Subarijanti (1990), cahaya merupakan faktor utama dan

terpenting dalam pertumbuhan fitoplankton, terutama dalam kelancaran proses

fotosintesis. Kesempurnaan ini tergantung besar kecilnya intensitas cahaya yang

masuk ke dalam perairan.

Genus Diacyclops merupakan genus plankton yang hadir pada setiap stasiun penelitian. Hal ini terjadi karena adanya kadar nitrat dan kadar fosfat yang

hampir sama yaitu 11,7-14,8 mg/l dan 0,21-0,23 mg/l (Tabel 4.6). Dimana kadar

nitrat dan kadar fosfat merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan plankton terutama fitoplankton. Nitrat dan fosfat

merupakan nutrisi dalam pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton, dan

fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton. Menurut MNLH (2004),

apabila nitrat > 0,008 mg/l perairan tersebut dikatakan kategori baik dan jika nitrat

< 0,008 mg/l maka perairan tersebut dikatakan kategori buruk.

Menurut Bayurini (2006), zat-zat hara anorganik yang utama diperlukan

untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrat dan fosfat. Nitrat merupakan

sumber nitrogen yang penting untuk pertumbuhan fitoplankton. Fosfat dalam

perairan berasal dari sisa-sisa organisme dan pupuk yang masuk ke dalam

perairan. Fitoplankton dapat menggunakan unsur fosfor dalam bentuk fosfat bagi

pertumbuhannya.

4.2 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Plankton yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian

didapatkan indeks keanekaragaman (H’) dan indeks keseragaman (E) plankton, seperti terlihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Plankton yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian

Stasiun H’ E

1 2,16 0,76

2 2,28 0,77

3 2,34 0,81

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 2,34. Hal ini menunjukkan bahwa pada stasiun 3

(41)

26

kandungan fosfat yang tinggi yaitu 14,4 mg/l (Tabel 4.6). Sedangkan yang

terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,16 karena merupakan daerah

pemukiman sehingga masuknya nutrisi sangat sedikit dan didapatkan

spesies-spesies yang mendominasi.

Menurut Handayani & Mufti (2008), keanekaragaman tergantung pada

jumlah jenis yang ada dalam suatu komunitas dan pola penyebaran individu antar

jenis. Indeks keanekaragaman tidak hanya ditentukan oleh jumlah jenis dan

jumlah individu saja tetapi juga dipengaruhi oleh pola penyebaran, jumlah

individu pada masing-masing jenis. Suatu komunitas dinyatakan mempunyai

keanekaragaman spesies yang tinggi apabila ternyata banyak spesies dengan

jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata.

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa indeks keseragaman (E)

tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,81 karena penyebaran plankton merata

dan tidak ada spesies yang mendominasi. Sedangkan yang terendah terdapat pada

stasiun 1 sebesar 0,76 karena adanya spesies yang mendominasi. Hal ini diperkuat

Pirzan & Petrus (2005), apabila keseragaman mendekati nol berarti keseragaman

antar spesies di dalam komunitas tergolong rendah dan sebaliknya keseragaman

yang mendekati satu dapat dikatakan keseragaman antar spesies tergolong merata

atau sama.

Menurut Suin (2002), penyebaran plankton di dalam air tidak sama pada

kedalaman yang berbeda. Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air

disebabkan adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan faktor

-faktor abiotik lainnya di kedalaman air yang berbeda.

4.3 Indeks Similaritas (IS) Plankton yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian diperoleh

nilai indeks similaritas (IS), seperti pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Indeks Similaritas (IS) Plankton yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian

IS Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Stasiun 1 - 77,77% 80%

Stasiun 2 - - 91,89%

(42)

27

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa indeks similaritas (IS) yang didapatkan

pada lokasi penelitian bervariasi dan berkisar antara 77,77%-91,89%. Indeks

similaritas (IS) antara Stasiun 1 dengan 2 sebesar 77,77%, Stasiun 1 dengan 3

sebesar 80% dan Stasiun 2 dengan 3 sebesar 91,89%. Ini menunjukkan bahwa dua

komunitas yang dibandingkan dikatakan relatif sama. Hal ini sesuai dengan

Brower & Jerold (1990), dua komunitas yang dibandingkan dikatakan relatif sama

apabila indeks kesamaan komunitas lebih besar atau sama dengan 50%,

sebaliknya jika indeks kesamaan komunitas lebih kecil dari 50%, maka kedua

komunitas yang dibandingkan itu dapat dianggap sebagai dua komunitas yang

berbeda.

Kesamaan komunitas yang tinggi antara dua kawasan yang dibandingkan

sangat ditentukan oleh kondisi faktor lingkungan yang terdapat pada kedua

kawasan tersebut (Krebs, 1985).

4.4 Indeks Distribusi (Id) Plankton yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian

didapatkan indeks distribusi (id) plankton, seperti terlihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Indeks Distribusi (Id) Plankton yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian

Stasiun Id Keterangan

I 1,63 Distribusi berkelompok

II 1,69 Distribusi berkelompok

III 1,38 Distribusi berkelompok

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa indeks distribusi yang didapatkan pada

setiap stasiun penelitian berkisar 1,38-1,69 dan merupakan distribusi berkelompok.

Hal ini sesuai dengan Michael (1984), distribusi spesies adalah random bila Indeks Distribusi = 1, distribusi berkelompok bila Indeks Distribusi > 1 dan distribusi beraturan bila Indeks distribusi < 1. Hidup berkelompok bagi hewan sangat dimungkinkan terjadi karena hewan memilih hidup pada perairan yang

paling sesuai di ekosistem, baik dalam hal faktor fisik-kimia maupun dalam hal

tersedianya makanan. Menurut Brower & Jerold (1990) dalam Siregar (2009),

(43)

28

mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air di badan

perairan.

Menurut Novonty dan Olem (1994) dalam Hutabarat (2010), oksigen

terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam

perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh

organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air

berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui

air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton.

4.5 Faktor Fisik-Kimia Perairan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai faktor fisik-kimia

pada setiap stasiun penelitian, seperti pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Nilai Faktor Fisik-Kimia Pada Setiap Stasiun Penelitian

No Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Stasiun 1 : Daerah Pemukiman di Uni Kampung Seberang

Stasiun 2 : Daerah Pertambakan Ikan Kerapu di Uni Kampung Seberang

Stasiun 3 : Daerah Kontrol di Uni Kampung Seberang

Dari Tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa nilai faktor fisik-kimia pada setiap

stasiun penelitian, secara umum masih dapat mendukung kehidupan plankton.

Suhu perairan hampir sama di setiap stasiun yaitu pada kisaran 29 -300C. Suhu

yang tertinggi terdapat pada stasiun 2 (daerah keramba ikan) serta yang terendah

terdapat pada stasiun 1 (daerah pemukiman) dan stasiun 3 (daerah mangrove).

Menurut Handayani (2005), distribusi suhu antara muara dengan laut lepas

(44)

29

ini disebabkan karena kawasan sekitar muara yang mempunyai jumlah aktivitas

manusia lebih tinggi sehingga dapat mempengaruhi naiknya suhu dilokasi tersebut.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai pH berkisar

antara 7,0-7,3.Menurut Pescod (1973) dalam Sachoemar (1996), nilai pH

bervariasi dan dipengaruhi suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, jenis, dan stadium

organisme. Menurut Kusumaningtyas (2014), pH semakin meningkat ke arah laut

lepas, tinggi rendahnya pH dapat dipengaruhi oleh sedikit banyaknya bahan

organik dari darat yang dibawa melalui aliran sungai. Rendahnya pH di sepanjang

pesisir Timur Pulau Sedanau hingga muara Binjai terjadi karena pengaruh

masuknya muatan organik dari sungai dan aktivitas penduduk Sedanau yang

terbawa arus.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai intensitas cahaya

berkisar antara 120-175 candela, dan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu

dengan nilai 175 candela. Hal ini terjadi karena pada daerah stasiun 2 merupakan

daerah pertambakan ikan yang terbuka sehingga matahari langsung masuk ke

badan perairan tanpa adanya penghalang. Dan nilai penetrasi cahaya yang

diperoleh adalah 6 m.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai salinitas berkisar

antara 28sampai 30 dengan tingkat salinitas tertinggi pada stasiun 2 (lokasi

pertambakan) yaitu 30 dan terendah pada stasiun 3 (lokasi mangrove) yaitu

28. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas di Perairan Muara Desa Belawan I

termasuk ke dalam air payau (mixohalin). Menurut Schlieper (1958) dalam Barus (2004), mengklasifikasikan air berdasarkan salinitasnya sebagai berikut: < 0,5‰ = air tawar (limnis), 0,5‰ - 30‰ = air payau (mixohalin), 30‰ - 40‰ = air laut (euhalin) dan >40‰ = hyperhalin.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai DO berkisar

antara 7,3-7,5 mg/l, dan nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai

yaitu 7,5 mg/l. Sedangkan nilai DO terendah terdapat pada stasiun 2 dengan nilai

yaitu 7,3 mg/l. Menurut Poppo (2007), penyebab utama berkurangnya oksigen

terlarut dalam suatu badan air adalah adanya buangan bahan-bahan yang mudah

(45)

30

karena semakin banyak O2 yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk

menguraikan bahan-bahan organik.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai BOD5 berkisar

antara 4,1-4,4 mg/l dan nilai BOD5 tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu dengan

nilai 4,4 mg/l. Hal ini terjadi karena pada stasiun 1 merupakan daerah pemukiman.

Sedangkan nilai BOD5 terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 4,1

mg/l. Menurut Brower & Jerold (1990), nilai konsentrasi BOD menunjukkan

kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen

selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l O2, maka perairan tersebut tergolong

baik dan apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mg/l O2-20 mg/l O2 akan

menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air

limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai kadar

nitrat berkisar antara 11,7-14,8 mg/l, dan nilai kadar nitrat tertinggi terdapat pada

stasiun 2, yaitu dengan nilai 14,8 mg/l. Menurut Makmur (2012), distribusi nitrat

antara muara dengan laut lepas diperoleh bahwa nitrat dan fosfat bervariasi

dimana dekat pantai lebih tinggi dibanding lokasi jauh dari pantai. Hal ini

disebabkan kawasan sekitar muara yang mempunyai jumlah aktivitas manusia

lebih tinggi sehingga dapat mempengaruhi naiknya kandungan nitrat di lokasi

tersebut. Menurut Haerlina (1987) bahwa nitrat merupakan makro nutrien yang

mengontrol produktivitas primer di daerah eufotik. Sumber utama nitrat berasal

dari buangan rumah tangga dan pertanian termasuk kotoran hewan dan manusia.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai kadar

fosfat berkisar antara 0,21-0,23 mg/l, dan nilai kadar fosfat tertinggi terdapat pada

stasiun 1, yaitu dengan nilai 0,23 mg/l. Menurut Andriani (2004), fosfat

merupakan unsur hara kunci dalam produktivitas primer perairan. Senyawa ini

dapat menggambarkan subur tidaknya suatu perairan. Fosfat yang terkandung

dalam air laut, baik yang tersuspensi maupun yang terlarut berada dalam bentuk

organik dan anorganik. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan

fosfat apabila kandungan fosfat 0,2 maka kondisinya sangat baik sekali.

(46)

31

sehingga kandungan fosfat yang tinggi di lapisan permukaan dapat dipakai

sebagai indikasi terjadinya silikat.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai kejenuhan

oksigen berkisar antara 95,549%-98,273%, dan nilai kejenuhan oksigen tertinggi

terdapat pada stasiun 1 yaitu dengan nilai 98,273%. Nilai kejenuhan air

menggambarkan keadaan oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin

tinggi nilai kelarutan oksigen maka semakin besar pula nilai kejenuhannya.

Semakin tinggi nilai kejenuhan oksigennya maka semakin kecil defisit oksigen

yang terdapat di dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Menurut Barus (2004),

kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang

dilakukan oleh mikroorganisme dan berlangsung secara aerob artinya

membutuhkan oksigen.

4.6 Analisis Korelasi Pearson Untuk Nilai Faktor Fisik-Kimia dan Nilai Keanekaragaman dengan Metoda Komputerisasi SPSS Ver 20

Nilai uji korelasi keanekaragaman plankton dengan faktor fisik-kimia

perairan yang didapatkan pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel

4.7

Tabel 4.7 Nilai Korelasi Keanekaragaman Plankton dengan Faktor Fisik -Kimia Perairan

Suhu pH Intensitas Salinitas DO BOD5 K.Nitrat K.Fosfat K.Oksigen

H +0.171 -0.516 -0.968 -0.985 +0.985 +0.774 -0.286 -0.345 +0.926

Keterangan:

Nilai + = Arah Korelasi Searah Nilai - = Arah Korelasi Berlawanan

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa uji analisis korelasi pearson antara

faktor fisik-kimia perairan dengan indeks keanekaragaman (H’) berbeda tingkat dan juga arah korelasinya. Intensitas cahaya, salinitas, DO, dan kejenuhan oksigen

merupakan faktor fisik-kimia yang berhubungan sangat kuat dengan indeks keanekaragaman (H’) plankton.

Menurut Tarumingkeng (2001), antara penetrasi cahaya dan intensitas

cahaya saling mempengaruhi. Semakin maksimal intensitas cahaya, maka

(47)

32

perairan sangat dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan air laut, letak

geografis dan musiman.

Menurut Barus (2004), fluktuasi kadar garam dalam air sesuai dengan

fluktuasi populasi fitoplankton dalam perairan di mana garam-garam dalam air

akan meningkat kadarnya jika fitoplankton yang mengkonsumsinya mengalami

penurunan jumlah populasi atau sebaliknya, kadar garam akan meningkat jika

populasi fitoplankton yang mengkonsumsinya menurun.

Berdasarkan hasil uji korelasi pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa faktor

fisik-kimia yang berkorelasi positif (searah) adalah temperatur, DO, BOD5 dan

kejenuhan oksigen. Sedangkan faktor fisik-kimia yang berkorelasi negatif

(berlawanan arah) adalah pH, intensitas cahaya, salinitas, kadar nitrat dan kadar

fosfat.

Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap

perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat

mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan

berakhir jika pH rendah.

Menurut Wardhana (1995), kehidupan mikroorganisme dan hewan air

lainnya tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Air yang

tidak mengandung oksigen tidak akan memberikan kehidupan bagi

mikroorganisme dan hewan air lainnya. Pada umumnya perairan di lingkungan

yang tercemar kandungan oksigennya rendah. Hal ini terjadi karena oksigen yang

terlarut dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecahkan/mendegradasi

(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Plankton yang didapatkan sebanyak 9 kelas, 12 ordo plankton yang terdiri

dari 21 famili dan 22 genus. Total kelimpahan plankton tertinggi pada

stasiun 1 sebesar 1857,03 ind/l dan terendah pada stasiun 2 sebesar

1234,57 ind/L.

b. Indeks keanekaragaman (H’) tertinggi pada stasiun 3 sebesar 2,34 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 2,16 sedangkan indeks keseragaman (E)

tertinggi pada stasiun 3 sebesar 0,81 dan terendah pada stasiun 1 sebesar

0,76.

c. Indeks similaritas (IS) yang didapatkan, stasiun yang mempunyai kriteria

sangat mirip adalah antara stasiun 1 dengan 2, stasiun 1 dengan 3 dan

stasiun 2 dengan 3.

d. Indeks distribusi (Id) tertinggi pada stasiun 2 sebesar 1,69 (distribusi

berkelompok) dan terendah pada stasiun 3 sebesar 1,38 (distribusi

berkelompok).

e. Intensitas cahaya, salinitas, DO, dan kejenuhan oksigen merupakan faktor

fisik-kimia yang berhubungan sangat kuat dengan indeks keanekaragaman (H’) plankton.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian selanjutnya berdasarkan perbedaan waktu

(seperti siang dan malam) agar dapat melihat perbedaan persebaran kelimpahan

plankton pada waktu siang dan malam di Perairan Pesisir Belawan Kecamatan

Gambar

Gambar 3.1. Stasiun 1
Gambar 3.2. Stasiun 2
Tabel 3.1 Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam pengukuran faktor                      Fisik-kimia perairan
Tabel 4.1 Jenis Plankton yang diperoleh  di Perairan Muara Desa Belawan I
+5

Referensi

Dokumen terkait

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

Jadi, modul interaktif adalah suatu sarana yang dapat memberikan informasi dan sarana tersebut dapat berinteraksi atau berhubungan langsung dengan penggunanya.Jika kegiatan

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

HTML merupakan bahasa pokoknya, PHP adalah bahasa server-side yang membuat website menjadi dinamis dan juga sebagai penghubung bahasa HTML ke aplikasi MySQL, dan MySQL berguna

Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh. dalam Jabatan Fungsional Pengendali Dampak

tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri. Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh

Dengan membawa semua dokumen asli yang di Upload pada tahap pemasukan dokumen penawaran, serta dokumen-dokumen lain yang dipersyaratkan dalam Dokumen Pengadaan, serta

[r]