• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP

KELENGKAPAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN

PADA PERUSAHAAN BARANG KONSUMSI YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

OLEH:

NAMA

: MAYA SARI

NIM

: 050503167

DEPARTEMEN : AKUNTANSI (S-1)

GUNA MEMENUHI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul: “Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks skripsi Program Reguler S1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 15 April 2009. Yang Membuat Pernyataan,

Maya Sari

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semoga rahmat, salam, dan berkah-Nya terlimpah kepada kita semua sampai akhir zaman. KaryaMu luar biasa dalam kehidupanku, yang memberikan kekuatan kepadaku melewati suka dan duka. Sungguh ku bangga Tuhan, sebab Engkau tak pernah tinggalkan aku sedetik pun, bahkan tak Kau biarkan aku jatuh hingga sampai tergeletak. Biarlah setiap hari aku boleh terus bersyukur atas segala yang Kau berikan. Hanya dengan rahmatMu Tuhan, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)” .

Skripsi ini ditulis dalam upaya melengkapi syarat untuk mencapai derajat Sarjana Strata-1, dan lebih dari itu sesungguhnya penelitian ini merupakan rangkuman dari proses pembelajaran yang telah ditempuh selama masa perkuliahan. Semoga dengan terselesaikannya skripsi ini dapat memberi sumbangsih bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan para pembaca.

(4)

Adapun skripsi ini berjudul ”Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)”, dan disusun bertujuan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan semangat, nasehat, dan bantuan selama proses penyusunan skripsi ini.

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak, selaku Ketua Departemen Akuntansi S-1 Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

3. Bapak Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, pengarahan, bimbingan dan bantuan dari awal hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Syamsul Lubis, Ak dan Ibu Dra. Naleni Indra, MM, Ak selaku dosen penguji dan pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

(5)

Terima kasih penulis juga kepada teman-teman stambuk 2005 serta semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan skripsi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini menjadi bahan bacaan yang bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 15 April 2009 Penulis,

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh manajemen laba terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan barang konsumsi yang terdaftar pada bursa efek indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Manajemen laba terjadi ketika manajer membuat kebijakan di dalam laporan keuangan. Manajemen laba juga dapat terjadi ketika para pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya tidak memiliki akses atas informasi yang relevan atas kinerja manajer ketika melakukan manajemen laba. Karena itu, manajer akan mengungkapkan lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan.

Data yang digunakan adalah laporan keuangan dari masing-masing perusahaan sampel, yang dipublikasikan melalui website analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik yaitu analisis regresi linear sederhana. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah puposive

sampling. Variabel penelitian ini adalah manajemen laba sebagai variabel X dan

kelengkapan pengungkapan laporan keuangan sebagai variabel Y dengan total sampel per tahun sebanyak 29 perusahaan.

Hasil penelitian ini adalah manajemen laba berpengaruh signifikan positif terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.

(7)

ABSTRACT

This study analyzed influence earnings management to the disclosure of financial report of the consumer goods industries listed in Indonesian Stock Exchange since 2005 up to 2007. Earnings management occurs when managers use judgment in financial reporting. Earnings management may also result when shareholders do not have access to relevant information to monitor manager’s action which may give rise to the practice of the earnings management. Because of that, managers prefer to disclose less information in financial report.

Data that used in this research is financial statements from each company,

published through website

research is kuantitatif method with simple regression. Sampling method that used is purposive sampling. Variables that used in this research are earnings management as X and also disclosure of financial report ratio as Y variable consist of the 29 firms.

This research concludes that both of earnings management have positive significant influence toward disclosure of financial report.

(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Manajemen Laba a. Definisi Manajemen laba ... 7

b. Faktor-Faktor yang Memotivasi Terjadinya Manajemen Laba ... 9

c. Teknik dan Pola Manajemen Laba ... 10

(9)

e. Kondisi untuk Melakukan Manajemen Laba. ... 17

f. Teori Manajemen Laba ... 19

2. Laporan Keuangan ... 21

3. Pengungkapan Laporan Keuangan ... 23

4. Manajemen Laba dengan Kelengkapan Pengungkapan .... 27

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 30

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 34

B. Populasi Penelitian ... 34

C. Jenis dan Sumber Data ... 36

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 37

E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 40

F. Teknik Pengumpulan Data ... 42

G. Metode Analisis Data ... 42

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... 46

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif ... 47

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas ... 47

b. Uji Heteroskedastisitas ... 49

(10)

3. Analisis Regresi

a. Persamaan Regresi ... 51

b. Analisis Koefisien dan Koefisien Determinasi... 53

c. Pengujian Hipotesis ... 54

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 58

B. Keterbatasan Penelitian ... 59

C. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

DAFTAR ITEM PENGUNGKAPAN SUKARELA ... 64

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 33 Halaman

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 30

Halaman Tabel 3.1 Sampel Perusahaan Manufaktur ... 36

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Selama Tahun 2005 sampai tahun 2007 ... 47

Tabel 4.2 Uji Normalitas ... 48

Tabel 4.3 Hasil Uji Glejser ... 50

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 51

Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi ... 52

Tabel 4.6 Hasil Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi ... 53

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

Lampiran 1 Populasi, Kriteria Perusahaan dan Sampel... 67

... Halaman Lampiran 2 Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2005 ... 68

Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2006 ... 69

Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2007 ... 70

Lampiran 3 Perhitungan Kelengkapan Pengungkapan Tahun 2005 ... 71

Perhitungan Kelengkapan Pengungkapan Tahun 2006 ... 72

Perhitungan Kelengkapan Pengungkapan Tahun 2007 ... 73

Lampiran 4 Data Variabel Penelitian Tahun 2005 ... 74

Data Variabel Penelitian Tahun 2006 ... 75

Data Variabel Penelitan Tahun 2007 ... 76

Lampiran 5 Statistik Deskriptif ... 77

Hasil Uji Normalitas ... 78

Histogram ... 79

Grafik normal P-P Plot ... 79

Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 80

Hasil Uji Autokorelasi ... 81

Lampiran 6 Hasil Uji Hipotesis (Uji t) ... 82

(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh manajemen laba terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan barang konsumsi yang terdaftar pada bursa efek indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Manajemen laba terjadi ketika manajer membuat kebijakan di dalam laporan keuangan. Manajemen laba juga dapat terjadi ketika para pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya tidak memiliki akses atas informasi yang relevan atas kinerja manajer ketika melakukan manajemen laba. Karena itu, manajer akan mengungkapkan lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan.

Data yang digunakan adalah laporan keuangan dari masing-masing perusahaan sampel, yang dipublikasikan melalui website analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik yaitu analisis regresi linear sederhana. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah puposive

sampling. Variabel penelitian ini adalah manajemen laba sebagai variabel X dan

kelengkapan pengungkapan laporan keuangan sebagai variabel Y dengan total sampel per tahun sebanyak 29 perusahaan.

Hasil penelitian ini adalah manajemen laba berpengaruh signifikan positif terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.

(15)

ABSTRACT

This study analyzed influence earnings management to the disclosure of financial report of the consumer goods industries listed in Indonesian Stock Exchange since 2005 up to 2007. Earnings management occurs when managers use judgment in financial reporting. Earnings management may also result when shareholders do not have access to relevant information to monitor manager’s action which may give rise to the practice of the earnings management. Because of that, managers prefer to disclose less information in financial report.

Data that used in this research is financial statements from each company,

published through website

research is kuantitatif method with simple regression. Sampling method that used is purposive sampling. Variables that used in this research are earnings management as X and also disclosure of financial report ratio as Y variable consist of the 29 firms.

This research concludes that both of earnings management have positive significant influence toward disclosure of financial report.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini dunia telah menghadapi krisis global yang berkelanjutan, yang memaksa perusahaan agar menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan dapat bersaing dengan perusahaan lain. Untuk melakukan aktivitas, perusahaan membutuhkan dana atau modal baik yang diperoleh dari investor maupun kreditur. Oleh sebab itu perusahaan akan menunjukkan kinerja yang baik, yang dapat diukur dari laba yang diperoleh perusahaan. Agar dapat bersaing, perusahaan dihadapkan pada kondisi agar lebih transparan mengungkapkan data atau informasi dalam laporan keuangan, sehingga akan membantu para pengambil keputusan dalam mengantisipasi kondisi yang tidak diinginkan.

(17)

oleh semua pihak yang membutuhkan informasi itu. Alasan inilah yang menjelaskan mengapa laporan keuangan harus memenuhi beberapa kaidah kualitatif agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Adapun beberapa kaidah tersebut menyatakan bahwa laporan keuangan harus dapat dipahami, relevan, andal, lengkap dan dapat diperbandingkan.

Selain digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, laporan keuangan dipakai stakeholders untuk melihat, menilai, dan meminta pertanggungjawaban manajer atas dasar sumber daya yang dipercayakan pada mereka. Untuk fungsi yang satu ini, pada umumnya stakeholders akan menilai kinerja manajemen dari laba. Seperti yang dikatakan dalam Statement of Financial Accounting Concepts

(SFAC) no 1, informasi laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja

atau pertanggungjawaban manajemen. Selain itu informasi laba juga membantu pemilik atau pihak lain dalam menaksir earnings power perusahaan di masa yang akan datang. Adanya kecendurungan memperhatikan laba ini disadari oleh manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya didasari oleh informasi tersebut, sehingga mendorong timbulnya perilaku menyimpang (dysfunctional behaviour), yang salah satu bentuknya adalah manajemen laba atau earnings management.

(18)

menerapkan metode akuntansi yang dapat memberikan informasi laba yang lebih baik sehingga adanya asimetri informasi (informasi yang tidak relevan) yang memungkinkan manajemen untuk melakukan manajemen laba.

Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan manajemen laba (earnings management) untuk membingungkan pemilik atau pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan melihat dari laporan keuangan perusahaan, dimana pemilik atau pemegang saham akan sulit mengetahui yang sebenarnya terjadi di dalam perusahaan melalui data atau angka-angka yang tersaji dalam laporan keuangan. Manajemen akan dengan mudah mengubah data yang ada dalam laporan keuangan yang diperbolehkan oleh menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dimana manajemen dapat mengurangi isi dari laporan keuangan tersebut.

Perkembangan masalah manajemen laba membuat publik meragukan informasi-informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Informasi yang seharusnya menjadi sumber utama untuk mengetahui kondisi perusahaan seharusnya menjadi sumber utama untuk mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya kehilangan makna dan fungsi karena penyembunyian informasi dalam laporan keuangan. Laporan keuangan tidak lagi mampu menjalankan fungsinya untuk menginformasikan apa yang sesungguhnya telah dilakukan dan dialami perusahaan selama satu periode.

(19)

tambahan dalam laporan keuangan namun peningkatan pengungkapan laporan keuangan akan mengurangi informasi yang tidak relevan dalam laporan keuangan sehingga peluang manajemen untuk melakukan manajemen laba semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba dan tingkat pengungkapan laporan keuangan memiliki hubungan negatif sejalan dengan hasil penelitian Lobo and Zhou (2001) serta Veronica dan Bachtiar (2003). Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkapkan lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah terdeteksi. Namun terdapat kemungkinan sebaliknya, jika manajemen laba dilakukan untuk tujuan mengkomunikasian informasi dan meningkatkan nilai perusahaan, maka seharusnya hubungan yang terjadi adalah positif. Tetapi manajemen laba juga tidak harus selalu dikaitkan dengan memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) untuk mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations.

(20)

menyembunyikan informasi yang dilakukan kliennya, yang berdampak secara luas terhadap bisnis internasional.

Industri barang konsumsi merupakan kumpulan perusahaan yang bergerak dalam bidang barang konsumsi, yang terbagi atas Food and Beverages, Tobacco

Manufactures, Appreal and Other Textile Product, and Consumer Goods. Peneliti

lebih tertarik meneliti perusahaan barang konsumsi, sebab perubahan harga produk yang cukup cepat, persaingan yang nampak dan ketat, keadaan yang labil dengan kondisi global, dan lain-lain yang memungkinkan perusahaan melakukan manajemen laba. Dan memilih satu jenis kelompok perusahaan saja untuk memudahkan mengklasifikasikan item-item yang diungkapkan, yang pada umumnya sama, sehingga menghasilkan hasil yang akurat.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti manajemen laba dengan memilih judul “Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Kelengkapan Pangungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”

B. Perumusan Masalah

(21)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis serta membuktikan pengaruh manajemen laba terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan penulis tentang manajemen laba dan pengungkapan laporan keuangan.

2. Bagi stakeholders, sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan tentang perusahaan dan menilai kinerja manajemen.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Teoritis

1. Manajemen Laba

a. Definisi Manajemen Laba

Manajemen laba, akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi di sejumlah perusahaan. Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi angka laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam manajemen laba berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan dengan aturan pelaporan keuangan dalam Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), khususnya dalam Standar Akuntansi, yaitu dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi, dan menggeser periode pendapatan atau biaya. Adapun manajemen laba yang dilakukan secara illegal (disebut juga dengan financial

fraud), dilakukan dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan oleh Pedoman

Akuntansi Berterima Umum (PABU), yaitu dengan cara melaporkan transaksi-transaksi pendapatan atau biaya secara fiktif dengan cara menambah (mark up) atau mengurangi (mark down) nilai transaksi, atau mungkin dengan tidak melaporkan sejumlah transaksi, sehingga akan menghasilkan laba pada nilai/tingkat tertentu yang dikehendaki.

(23)

Scott (1997) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that

managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is

natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility

and/or the market value of the firm”. Dari definisi tersebut manajemen laba

merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku opportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontak utang, dan political costs (Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari prespektif efficient contracting (Efficient

Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu

fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

(24)

tersebut dalam jangka panjang. Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

Dari definisi-definisi tersebut, bahwa manajemen laba dianggap sebagai tindakan opportunistic dari manager. Hal ini mengisyaratkan bahwa manajemen laba erat kaitannya dengan motivasi-motivasi yang mendasari manajer dalam melakukan manajemen laba, sasaran-sasaran yang ingin dicapai manajer serta penggunaan judgment-judgment dalam laporan keuangan yang dapat merugikan dan menyesatkan stakeholders.

b. Faktor-Faktor yang Memotivasi Terjadinya Manajemen Laba

Pada dasarnya manajer memanage laba karena earnings atau laba telah dijadikan sebagai target dalam proses penilaian prestasi kerja departemen (manajer) secara khusus dan perusahaan (organisasi) secara umum.

Scott (2000:302) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba:

1) Bonus Purposes

Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba (Healey, 1985).

2) Political Motivations

(25)

3) Taxation Motivation

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

4) Pergantian CEO

CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan

untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan berusaha memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. Motivasi lain manajemen laba dilihat dari sudut pandang akuntansi adalah karena

ada dua keterbatasan para pengguna dalam menginterpretasi pelaporan keuangan.

Pertama, kriteria penyajian elemen pelaporan keuangan rentan terhadap kebijakan

manajemen, yaitu pihak manajemen memiliki peluang dan kebebasan untuk

menerapkan kebijakan manajemen yang berhubungan dengan pencatatan dan metode

akuntansi yang akan digunakan untuk pelaporan keuangannya. Kedua, tidak ada

observasi sempurna mengingat tidak semua kebijakan manajemen dapat diobservasi

oleh para pengguna laporan keuangan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya

asimetri informasi antara investor dengan manajemen perusahaan yang berpeluang

untuk melakukan manipulasi laba sehingga mempengaruhi kualitas laba yang

dilaporkan ke publik.

c. Teknik dan Pola Manajemen Laba

Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:

1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen mempengaruhi laba melaului judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu deperesiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi dan lain-lain.

2) Mengubah metode akuntansi

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi. Contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.

3) Menggeser periode biaya atau pendapatan

(26)

atau menunda penegeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai lagi.

Menurut scott (2000) pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara :

1) Taking a bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar untuk meningkatkan laba di masa yang akan datang.

2) Income Minimization

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

3) Income Maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk bonus yang lebih besar.

4) Income Smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Ada beberapa cara yang dipakai perusahaan untuk mengatur besar kecilnya laba, yaitu:

1) Mengakui dan mencatat pendapatan terlalu cepat

Upaya ini dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat pendapatan periode-periode yang akan datang atau pendapatan yang secara belum pasti dapat ditentukan kapan dapat terealisasi sebagai pendapatan periode berjalan. Hal ini mengakibatkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih besar daripada pendapatan sesungguhnya sehingga laba akan meningkat.

2) Mencatat pendapatan palsu

(27)

pernah terelasasi sampai kapanpun. Hal ini akan meningkatkan pendapatan periode berjalan.

3) Mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lambat

Upaya ini dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat biaya-biaya periode-periode yang akan datang sebagai biaya periode berjalan. Hal ini mengakibatkan biaya periode berjalan semakin besar, maka laba menjadi lebih kecil. Dan sebaliknya manajer mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya periode sebelumnya. Sehingga biaya periode berjalan semakin kecil dan laba semakin besar.

4) Tidak mengungkapkan beberapa atau semua kewajibannya

Upaya ini dapat dilakukan manajer dengan cara menyembunyikan seluruh atau sebagian kewajibannya sehingga kawajiban periode berjalan menjadi lebih kecil daripada kewajiban yang sesungguhnya.

d. Metode Deteksi Manajemen Laba

(28)

dengan riset terkini yang fokus pada akrual yang menemukan bahwa manajemen laba terjadi tetapi mendapatkan catatan dari pasar (Healy dan Wahlen, 1999).

Tantangan untuk meneliti manajemen laba adalah mendeteksi sesuatu yang pasar tampak gagal untuk melakukan deteksi terhadap manajemen laba tersebut. Titik awal dalam meneliti bisa menjadi berbeda dengan investor, karena dengan bisa mempelajari fenomena ini secara umum dan bukan kemungkinan yang timbul dalam objek investasi yang potensial. Untuk mendeteksi ada tidaknya manajamen laba, maka pengukuran atas akrual adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal accruals atau non discretionary accruals, dan (2) bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan

abnormal accruals atau discretionary accruals (Utami, 2005).

Manajemen laba biasanya diteliti dengan cara peneliti membentuk hipotesis dimana manajemen laba kemungkinan bisa muncul dan menguji kemungkinan tersebut dengan metode yang tepat. Dalam Denies blog (2008) berdasarkan riset-riset yang telah dilakukan, Denies menyatakan manajemen laba bisa dideteksi dengan empat metode sebagai berikut:

1) Pilihan metode akuntansi dan timing

(29)

a) manajer memiliki diskresi terhadap waktu ketika sebuah peristiwa ditunjukkan dalam akuntansi. Contoh ketika ada piutang tidak tertagih atau penghapusan aset.

b) Timing transaksi yang mempengaruhi laba yang dilaporkan. Contohnya pada akhir tahun finansial, proyek R&D atau biaya advertensi diakui sehingga biaya tersebut mempengaruhi laba pada periode berikutnya.

Pilihan metode akuntansi pada riset yang telah dilakukan untuk menguji apakah perusahaan menggunakan income increasing atau income decreasing, penilaian sediaan dan pilihan metode depresiasi, serta kapitalisasi atau expense terkait dengan intangible asset dan bunga (Watts dan Zimmerman, 1986, Fields et.a.2001). Studi ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang mengkapitalisasi R&D akan terleverage lebih tinggi, biasanya perusahaan skalanya kecil, dengan tingkat laba yang rendah serta dekat pada restriksi dividen daripada perusahaan yang memilih untuk menggunkaan expense (Raley, Vigeland, 1993 dan Abbody dan Lev, 1998). Hal ini mendukung bahwa perusahaan memilih kapitalisasi dengan tujuan untuk kelihatan lebih kuat pada aspek finansial dan peningkatan pembayaran dividen. Teoh et.al (1998c) membandingkan pilihan metode depresiasi pada IPO yang dicocokkan dengan kelompok non IPO. Analisis menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan IPO yang memilih metode akuntansi mengaplikasikan metode depresiasi yang lebih meningkatkan laba dari pada yang digunakan perusahaan yang non IPO.

Teoh et.al. (1998c) juga menguji dimensi timing dari trasaksi akuntansi ketika diuji untuk penghapusan hutang yang bermasalah dalam perusahaan saat melakukan IPO. Mereka menemukan bukti bahwa perusahaan IPO rata-rata menghapuskan hutang bermasalah lebih sedikit daripada setelah IPO. Penelitian Beaty et.al (2002) menunjukkan bahwa bank publik cenderung untuk merealisasi keuntungan sekuritas lebih tinggi dan kerugian sekuritas yang lebih rendah untuk mentransfomasi penurunana yang lebih kecil untuk melaporkan peningkatan laba.

Bentuk lain dari kecenderungan timing adalah penyesuaian keputusan investasi untuk mencapai tujuan laba jangka pendek. Dechow dan Sloan (1991) mengunjukkan bahwa CEO menurunkan biaya R&D memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja laba jangka pendek. Pengeluaran R&D digunakan untuk mencapai laba positif dan meningkatkan laba yang dilaporkan (Baber et.a.1991), menghindari penurunan laba (Bushee, 1998) atau meratakan laba (Mande dan File, 2000).

(30)

perusahaan dan pengukuran pada bagaimana konservatisme kebijakan perusahaaan (Zmijewski dan Hagerman, 1981).

2) Akrual Diskresioner

Manajemen laba bisa juga diproksikan dengan akrual diskesioner. Namun akrual diskresioner ini tidak bisa diobservasi lansung dari laporan keuangan, maka hasus diestimasi melalui beberapa model. Model tersebut membentuk ekspektasi pada level akrual non diskresioner dan jumlah deviasi yang diobservasi secara aktual, hal ini diasumsikan sebagai akrual nondiskresioner.Sehingga akrual diskresioner didefinisikan sebagai akrual melalui model yang digunakan. Apakah ini proksi yang bagus dan tepat atau tidak untuk manajemen laba atau tidak akan bergantung pada kemampuan model untuk dengan benar memprediksi bagaimana perubahan dan kondisi bisnis mempengaruhi akrual.

Banyak dari model estimasi akrual nondiskresioner perusahaan dari level akrual masa lalu perusahaan sebelum periode ketika tidak terdapat manajemen laba yang sistematik (Jones, 1991). Alternaif lain adalah dengan menggunakan pendekatan cross sectional dimana level akrual normal perusahaan dalam suatu periode dibandingkan dengan akrual perusahaan pembanding pada periode yang sama (Defond dan Jiambavlo, 1992). Penelitian dengan pendekatan, baik time

series ataupun cross-sectional menghadapi masalah adanya akrual yang terjadi

akan bervariasi sesuai dengan perubahan kondisi bisnis. Model akrual terkait dengan manajemen laba, diharapkan mampu mereduksi efek ii dengan mengendalikan perubahan kondisi bisnis dengan parameter yang diharapkan menyesuaikan akrual yang diekspektasikan terhadap perubahan kondisi.

3) Classification Shifting

Masalah penelitan dalam artikel ini adalah pengklasifikasian item dalam laporan keuangan yang digunakan sebagai alat manajemen laba. Penggeseran klasifikasi oleh manajemen merupakan salah satu alat manajemen laba. Penggeseran klasifikasi yang dimaksud adalah dengan menggeser expences dari

core expences. Pergerakan vertikal terhadap expences inti tidak merubah laba

akhir, tetapi menyebabkan core earnings yang terlalu tinggi (overstated).

Penelitian manajemen laba dengan metode ini fokus pada alokasi expences antara core expences (HPP dan penjualan, beban umum dan administratif) dan item spesial. Peneliti memposisikan bahwa manajer yang ingin mengelola core

earnings naik akan menggeser beban yang harus diklasifikasikan sebagai core expences ke item spesial. Metodologi untuk mengukur classification shifting

dilakukan dengan memperkirakan bahwa core earnings dari item spesial perusahaan akan overstated pada tahun dimana item spesial tersebut diakui.

Model digunakan untuk memprediksi bahwa level core earnings dan antisipasi dari unexpected core earnings (core earnings yang dilaporkan dikurangi dengan core earnings yang diprediksi) pada tahun t akan meningkat dengan item spesial pada tahun t apabila manajer menggunakan classification shifting.

(31)

t-1 akan menurun dalam item spesial pada tahun t. Model tersebut memperkirakan perusahaan dengan penggeseran klasifikasi akan memiliki baik:

a) level core earnings yang lebih tinggi daripada yang diekspektasikan pada tahun t

b) memiliki perubahan core earings yang lebih rendah daripada perubahan core

earnings yang diekspektasikan.

Mc. Vay (2006) melakukan penelitian dan menemukan ada kecenderungan manajemen menggunakan classification shifting sebagai alat untuk mengelola laba dengan tujuan untuk memenuhi peramalan analis terhadap laba, sebagaimana item special cenderung untuk dikeluarkan dari definisi earnings dan pro forma analis.

4) Manipulasi aktivitas real

Manipulasi aktivitas real merupakan praktik yang terpisah dari praktik operasi normal yang dimotivasi oleh keinginan manajer untuk menyesatkan pemegang saham dalam kepercayaan tertentu bahwa tujuan laporan keuangan telah dipenuhi dalam operasi normal. Pemisahan ini belum tentu memberikan konstribusi pada nilai perusahaan, walaupun mereka walaupun mereka memampukan manajer untuk memenuhi tujuan yang dilaporkan. Metode manipulasi aktivitas real tertentu seperti diskon harga dan reduksi dari discretionary ecpenditure memungkinkan tindakan optimal dalam kondisi ekonomi tertentu. Apabila manajer melakukan tindakan ini lebih ekstensif daripada normal yang ada dalam kondisi ekonomi dengan tujuan untuk memenuhi target laba, mereka melakukan dalam manipulasi aktivitas real berdasarkan definisi yang dilakukan.

Pengelolaan laba dengan memanipulasi akrual dengan tidak memiliki konsekuensi langsung terhadap aliran kas langsung yang disebut dengan manipulasi akrual (Roychowdhury,2006). Manajer juga memiliki insentif untuk memanipulasi aktivitas real sepanjang tahun untuk memenuhi target laba tertentu. Manipulasi aktivitas real mempengaruhi aliran kas dan dalam beberapa kasus akrual. Banyak dari riset terkini manajemen laba yang fokus pada deteksi abnormal akrual. Penelitian (Roychowdhury,2006) yang secara langsung menguji manajemen laba melalui aktivitas real dikonsentrasikan pada aktivitas investasi.

Manajemen memanipulasi aktivitas real untuk menghindari kerugian pada laporan keuangan tahunan. Secara spesifik, peneliti menemukan bukti yang mendukung bahwa diskon harga terhadap peningkatan penjualan secara temporer, atas produksi untuk melaporkan HPP yang lebih rendah dan reduksi dari

discretionary expenditures untuk meningkatkan margin yang dilaporkan.

(32)

Pemakai laporan keuangan tidak mungkin dapat mempunyai pemahaman yang integral dan komprehensif hanya dengan memahami satu komponen informasi tertentu. Apalagi akuntansi sebenarnya melibatkan banyak subjektivitas dalam melakukan estimasi pengukuran suatu komponen atau item tertentu.

Atas dasar alasan itulah Schilit dalam Sulistyanto (2009:43) membuat daftar 10 petunjuk untuk mendeteksi manajemen laba, antara lain :

a) Manajemen tidak jujur

b) Lingkungan pengendalian yang tidak mencukupi c) Perubahan auditor atau konsultan hukum eksternal. d) Perubahan prisip akuntansi dan estimasi

e) Defisit yang cukup besar dalam arus kas operasi relatif terhadap laba bersih

f) Perbedaan substansial antara pertumbuhan penjulan dan penerimaan g) Kenaikan atau penurunan laba kotor yang besar

h) Mencatat pendapatan dari pembeli yang beresiko i) Keberadaan komitmen dan kontijensi.

e. Kondisi untuk Melakukan Praktek Manajemen Laba

Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan. Trueman dan Titman (1998) berpendapat bahwa hanya manajer yang dapat mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap periode. Sebaliknya, pihak lain mungkin dapat menarik kesimpulan sesuatu mengenai laba ekonomi dari laba yang dilaporkan oleh perusahaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh manajer.

(33)

1) Manajemen akrual, dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas, juga keuntungan secara yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer. Kongkritnya, mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan atau biaya, menganggap sebagai biaya atau investasi yang dapat diamortisasi, perubahan metode akuntansi.

2) Penerapan kebijaksanaan akuntansi yang wajib, aturan akuntansi akan diterapkan lebih awal atau menunda sampai bersifat wajib untuk diterapkan. Sebagai contoh, Ayres menemukan penerepan lebih awal (pada masa sosialisasi) akan meningkatkan keuntungan $ 0.38 per saham, penerepan lebih awal juga merupakan prestasi bagi manajer.

3) Perubahan akuntansi secara sukarela, berkaitan mengganti atau mengubah suatu metode akuntansi, contoh metode penilaian persediaan, metode penyusutan.

4) Investasi dan pembelanjaan.

Nelson et al. (2000) meneliti praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen di Amerika Serikat dan mengidentifikasi penyebab auditor membiarkan manajemen laba tanpa dikoreksi. Dengan memakai data 526 kasus manajemen laba yang diperoleh dengan cara survey pada kantor akuntan publik yang tergolong the big five disimpulkan bahwa: (1) 60% dari sampel melakukan usaha manajemen laba yang berdampak pada meningkatnya laba tahun berjalan, sisanya 40% berdampak pada penurunan laba, (2) manajemen laba yang paling banyak dilakukan adalah yang berkaitan dengan cadangan (reserve), kemudian berdasarkan urutan frekuensi kejadian adalah: pengakuan pendapatan, penggabungan badan usaha (business combination), aktiva tidak berwujud, aktiva tetap, investasi, sewa guna usaha.

f. Teori Manajemen Laba

1) Positive Accounting Theory (PAT)

Tiga hypothesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts and Zimmerman (1986) adalah :

(34)

Manajemen akan memilih metode akuntansi yang dapat memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang mendapatkan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba yang dilaporkan.

b) The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis)

Manajer yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994). Hal ini menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. c) The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)

Semakin besar perusahaan semakin besar pula keinginan perusahaan menurunkan laba dengan menggunakan metode akuntansi tertentu. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak perusahaan dan lain-lain.

(35)

mengindikasikan bahwa strategi pilihan metoda akuntansi berasosiasi dengan empat faktor praktik manajemen laba (ukuran perusahaan, kompensasi manajemen, rasio konsentrasi, dan rasio utang terhadap total aktiva).

2) Agency Theory

Agency Theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata

termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal (perusahaan) dan agent (manajer). Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam memperoleh investasi, pinjaman maupun kontrak kompensasi/bonus. Masalah agensi timbul karena adanya konflik kepentingan antara stakeholder dan manajer, karena tidak bertemunya utilitas yang maksimal antara mereka yaitu perilaku manajemen untuk memaksimalkan kesejahteraan sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Yang pada dasarnya kedua belah pihak menginginkan laba perusahaan yang tinggi agar tercapainya kesejahteraan mereka.

2. Laporan Keuangan

(36)

dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan perusahaan dan karena fungsi-fungsi inilah akuntansi sering disebut sebagai language of business (Harnanto,1985).

Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (Standar Akuntansi Keuangan, 1999:27) mengemukakan sebagai berikut:

Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan-cacatan dan bagian integral dari laporan keuangan.

Menurut PSAK no.1 tahun 2002, tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi, keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban

(stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang

dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan yang meliputi:

a. Aktiva

(37)

Merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.

c. Ekuitas

Adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.

d. Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian

Pendapatan adalah aliran masuk atau pertambahan aktiva suatu perusahaan atau penyelesaian atas hutang.dari penyerahan atau produksi barang, sedangkan beban adalah aliran keluar atau penggunaan aktiva atau terjadinya utang dari penyerahan atau produksi barang, penyerahan jasa atau pelaksanaan kegiatan utama suatu perusahaan (FASB dalam SFAC No.6, 1985)

e. Arus kas

Adalah aliran kas masuk ataupun aliran kas keluar yang disebabkan oleh proses produksi maupun proses jual-beli.

Informasi tersebut diatas beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas pada masa depan khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.

3. Pengungkapan Laporan Keuangan

(38)

perusahaan pada masa tertentu atau masa pelaporan yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan, informasi yang didapat tergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure) dari laporan keuangan yang bersangkutan. Definisi tingkat disclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan. Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan. Informasi penjelasan mengenai kesehatan keuangan dapat juga diberikan dalam laporan pemeriksaan. Semua materi harus diungkapkan termasuk infomasi kuantitatif dan kualitatif yang akan sangat membantu pengguna laporan keuangan (Siegel dan Shim 1994:147).

Wolk (1991) dalam Bambang Subroto (2003) mengemukakan bahwa pengungkapan merupakan informasi yang ada di dalam laporan keuangan maupun komunikasi pelengkap yang mencakup catatan kaki, peristiwa setelah pelaporan, analisis manajemen tentang operasi yang akan datang, peramalan keuangan dan operasi dan laporan keuangan tambahan. Laporan keuangan dan komunikasi pelengkap itu disebut dengan pelaporan keuangan (financial reporting).

(39)

semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Berapa banyak informasi tersebut harus diungkapkan tidak hanya bergantung pda keahlian pembaca, akan tetapi juga pada standar yang dibutuhkan (Hendriksen, 2002). Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan yaitu :

a. Adequate Disclosure (Pengungkapan Cukup)

Konsep yang sering digunakan adalah pengungkapan yang cukup, yaitu pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterpretasikan oleh investor dengan benar

b. Fair Disclosure (Pengungkapan Wajar)

Pengungkapan yang wajar secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan yang layak terhadap pembaca potensial.

c. Full Disclosure (Pengungkapan Penuh)

Pengungkapan penuh menyangkut kelengkapan penyajian informasi yang diungkapkan secara relevan.

(40)

dan masyarakat luas juga merupakan penerima laporan tahunan dan bentuk laporan lainnya.

Manfaat utama pengungkapan informasi bagi perusahaan adalah dapat diperolehnya biaya modal yang lebih rendah. Biaya yang lebih rendah tersebut diperoleh oleh perusahan berkaitan dengan berkurangnya resiko informasi bagi investor dan kreditur. Pengungkapan memberikan jaminan bahwa laporan keuangan menjadi lebih lengkap dan akurat sehingga resiko kesalahan pengambilan keputusan yang didasarkan pada laporan keuangan tersebut menjadi berkurang. Dengan demikian, investor dan kreditur bersedia membeli sekuritas dengan tinggi, akibat dari harga sekuritas yang tinggi tersebut biaya modal perusahaan menjadi rendah.

(41)

antar perode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dari kinerja keuangan.

Perusahaan memiliki untuk memberikan informasi yang memadai. Perusahaan bersaing antara satu dengan yang lain di pasar modal dalam jenis sekuritas, termin dan imbal hasil yang ditawarkan. Sementara itu terdapat ketidakpastian perusahaan dan sekuritasnya. Investor membutuhkan informasi untuk menilai waktu dan ketidakpastian aliran kas sekarang dan di masa datang sehingga dapat menilai perusahaan dan mengambil keputusan. Perusahaan memenuhi keputusan tersebuut sebagian melalui pemberian informasi secara sukarela.

Dalam menghitung tingkat disclosure, peneliti menggunakan sistem scoring yang biasanya digunakan oleh para peneliti. Scoring adalah pemberian nilai untuk setiap unsur catatan atas laporan keuangan yang harus diungkapkan oleh setiap perusahaan. Dalam penelitian ini, pengukurantingkat disclosure menggunakan metode scoring yang sangat sederhana. Scoring dalam penelitian ini hanya memberikan nilai nol atau satu pada kriteria-kriteria disclosure yang telah ditentukan sebelumnya, yang terdapat catatan atas laporan keuangan setiap perusahaan. Scoring ini perlu dilakukan untuk mempermudah proses pengukuran tingkat disclosure setiap perusahaan.

4. Manajemen Laba dengan Kelengkapan Pengungkapan

(42)

laporan ini, ditambah lagi laporan mengenai arus kas dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan dalam bentuk Laporan Arus Kas, dan laporan informasi kualitatif perusahaan berupa Catatan Atas Laporan Keuangan. Dari ke lima bentuk laporan keuangan di atas, laporan laba rugi adalah laporan yang paling banyak diminati oleh pihak pemakai informasi laporan keuangan, karena laporan laba rugi menyediakan informasi peningkatan/penurunan kinerja keuangan suatu perusahaan. Secara definitif, laporan laba rugi adalah laporan utama untuk melaporkan kinerja dari suatu perusahaan selama suatu periode tertentu terutama tentang profitabilitas yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang sumber ekonomi yang akan dikelola oleh suatu perusahaan di masa yang akan datang (Ikatan Akuntan Indonesia, 2005). Di samping itu, selain menginformasikan mengenai laporan kinerja, yang terpenting dari laporan laba rugi adalah laporan tentang laba. Sebagai laporan laba berarti laporan laba rugi menunjukkan seberapa besar tingkat laba suatu perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi perilaku pihak pemakai informasi.

(43)

ketersediaan kas sebagai modal usaha dalam perusahaan. Laporan laba berguna bagi investasi masa depan berarti informasi ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan masa depan menyangkut investasi usaha. Laporan laba berguna bagi peningkatan prestasi karyawan berarti laporan ini dapat mempengaruhi posisi atau kedudukan serta prestasi karyawan. Dalam menyusun laporan keuangan khususnya laporan laba rugi, perusahaan lebih memilih menggunakan dasar akrual. Dasar akrual dalam laporan keuangan memberikan kesempatan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan jumlah laba (earnings) yang diinginkan. Kelemahan akuntansi akrual menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengimplementasikan strategi manajemen laba. Strategi ini dikategorikan menjadi pilihan kebijakan/metode akuntansi dan discretionary accruals (kebijakan pengestimasian akuntansi). Zmijewski & Hagerman (1981) mengindikasikan bahwa pilihan kebijakan akuntansi berasosiasi dengan motivasi rencana bonus, debt covenant dan biaya politik. Discretionary accruals merupakan strategi yang lebih sulit dideteksi sehingga pendeteksiannya memerlukan penginvestigasian data dan analisis lebih rinci.

(44)

1) Fleksibilitas penerapan metode akuntansi yang menyebabkan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektifitas dalam menyusun metode akuntansi yang dipilih

2) Penentuan waktu untuk pengeluaran-pengeluaran yang bersifat discretionary dapat dipergunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi laba, yaitu dengan mempercepat atau menunda pengeluaran-pengeluaran tersebut dan menggesernya pada periode-periode yang lain.

(45)

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa tinjauan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengruh manajemen laba terhadap kelengkapan laporan keuangan antara lain:

Tabel 2.1

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

Veronica

Penelitian ini juga meneliti variabel-variabel lain yang berpengaruh pada manajemen laba diantaranya asimetri informasi

(Information Asymmetry), kinerja masa kini (Current

Industry Relative

Performance), kinerja masa

depan (Future Industry

Relative Performance), Leverage (Debt) , dan

ukuran perusahaan (Size),

(46)

Manajemen laba

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan factor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan antara variable-variabel penelitian, yaitu variabel dependen dan variabel independen.

(47)

kaidah-kaidah yang ada seperti relevan, netral, lengkap, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan, dampaknya adalah stakeholders tidak memperoleh informasi yang valid dan memadai untuk memastikan apa yang seharusnya dilakukan, yang akan mempengaruhi ketepatan keputusan yang dibuat stakeholders. Meski standar akuntansi sudah berusaha mengatur agar laporan keuangan disusun dengan menaati kaidah-kaidah baku namun bukti empiris justru menunjukkan salah satu penyebab keruntuhan dunia usaha adalah upaya menyembunyikan informasi dalam laporan keuangan.

(48)

berkurang karena informasi yang relevan akan diungkapkan semakin banyak kepada stakeholder.

Dari penjelasan diatas, yang menjadi kerangka konseptual penelitian adalah :

H

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan sementara dari sebuah pertanyaan atau pernyataan yang kebenarannya dapat dibuktikan melalui suatu penelitian. Adapun hipotesis penelitian adalah manajemen laba berpengaruh terhadap kelengkapan laporan keuangan pada perusahaan manufaktur bidang industri barang konsumen (Consumer Goods Industries) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Manajemen Laba (X)

Kelengkapan Pengungkapan Laporan

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kausal, untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2003:30).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006:55). Masalah dalam regresi berganda cross-sectional diatasi dengan membatasi populasi penelitian pada industri tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur bidang industri barang konsumen (Consumer Goods

Industries) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2005 – 2007 yang

berjumlah 35 perusahaan.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2006:55). Pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah judgment sampling yang dilakukan berdasarkan pertimbangan dan memenuhi criteria sebagai berikut :

(50)

2. Mengeluarkan laporan keuangan lengkap yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan serta dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia mulai dari tanggal 1 Januari 2004 sampai 31 Desember 2007.

Berdasarkan ketiga kriteria diatas, didapatkan hanya sebanyak 29 sampel yang memenuhi kriteria tersebut, sehingga jumlahnya 87 amatan (29 dikali 3 tahun). Daftar perusahaan barang konsumsi yang menjadi sample penelitian ini dapat dilihat pada halaman 36.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan histories yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder, yang berupa laporan keuangan perusahaan barang konsumsi lengkap berupa neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan

yang dipublikasikan d

dengan 31 Desember 2007.

Data yang diperoleh adalah kombinasi antara data time series dan data

cross-section. Data time-series adalah data yang secara kronologis disusun menurut

(51)

dikumpulkan pada suatu titik tertentu (Kuncoro, 2003:125) yang disebut dengan

pooling data atau combined model.

TABEL 3.1

Sampel Perusahaan Manufaktur

No. Nama Perusahaan Kriteria KODE Sampel

1 2

(52)

D. Definisi operasional dan Pengukuran Variabel 1. Manajemen Laba

Manajemen Laba merupakan tindakan manajemen untuk memilih metode atau kebijakan akuntansi dari suatu kondisi dan standar tertentu untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan. Dalam mengukur manajemen laba digunakan model Jones dimodifikasi. Model Jones dimodifikasi merupakan modifikasi dari model Jones yang dikembangkan oleh Sweeney, model ini didesain untuk mengeliminasi kecendrungan untuk menggunakan perkiraan yang bisa salah dari model Jones untuk menentukan discretionary

accruals ketika discretion (kebijakan) melebihi pendapatan (Sulistyanto, 2008).

Model ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian akuntansi karena dinilai sebagai model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dan memberikan hasil paling robust. Model ini menggunakan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba. Manajemen laba diukur melalui discretionary

accruals yang dihitung dengan cara menselisihkan total accruals (TACC) dan

nondiscretionary accruals (NDACC). Discretionary accruals merupakan komponen

akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan (dicretion) manajerial

dan nondicretionary accruals merupakan komponen akrual yang tidak dapat diatur dan

direkayasa dengan kebijakan manajer perusahaan.

Discretionary accruals (DACC) merupakan selisih total akrual (TACC)

dengan nondisretionary accruals (NDACC).

(53)

Keterangan,

a. TACC (total akrual) = Net Income – Cash Flows from Operations

b. Menghitung nilai nondiscretionary accruals terlebih dahulu melakukan

regresi

sebagai variabel dependen serta

sebagai variabel independennya.

Regresi terhadap keempat komponen ini menghasilkan nilai bo, b1, dan b2 yang digunakan untuk menghitung nilai nondiscretionary accruals (NDACC) dihitung sebagai berikut :

t

penjualan tahun ini – penjualan tahun lalu.

∆TRi,t = perubahan dalam piutang dagang perusahaan i

periode t, piutang tahun ini – piutang tahun lalu. PPEi,t = gross property, plant and equipment perusahaan i

periode t.

(54)

Dalam pengukuran manajemen laba, digunakan skala pengukuran rasio. Skala pengukuran rasio adalah skala interval dan memiliki nilai dasar (based value) yang tidak dapat dirubah (Ghozali, 2005).

2. Kelengkapan Pengungkapan laporan Keuangan

Kelengkapan pengungkapan laporan keuangan mengukur berapa banyak butiran laporan keuangan yang material diungkap oleh perusahaan diukur dengan

indeks disclosure methodology. Indeks disclosure merupakan hasil pembagian

antara skor disclosure yang telah diraih dengan total nilai maksimum yang mungkin diraih (Subiyantoro, 1996). Tingkat pengungkapan informasi dalam laporan keuangan menggunakan instrumen indeks disclosure yang dikembangkan dari berbagai sumber literatur yang kemudian dipilih dan disesuaikan dengan keadaan perusahaan di Indonesia.

Tingkat pengungkapan laporan keuangan perusahaan dengan menjumlahkan tingkat pengungkapan wajib dengan tingkat pengungkapan sukarela. Dalam mengukur tingkat pengungkapan digunakan beberapa pedoman yaitu:

1. Tingkat pengungkapan wajib (Mandatory indeks disclosure)

Tingkat pengungkapan wajib dapat diukur melalui indeks pengungkapan laporan keuangan menurut Bapepam Kep-06/PM/2000 yang dikelompokkan menjadi 5 bagian dengan 153 item dan sebagai tambahan refrensi peneliti juga menggunakan Report Annual Award.

2. Tingkat pengungkapan sukarela (Voluntary indeks disclosure).

(55)

dilakukan di Indonesia, yang telah diklasifikasikan secara khusus item mana yang perlu diungkapkan dalam laporan keuangan. Perlu dipertimbangkan apakah item yang diungkapkan relevan atau tidak dalam mempengaruhi pengambilan keputusan pihak outsider perusahaan dan mempertimbangkan relevansi dari informasi yang diungkapkan dalam menjelaskan laporan keuangan perusahaan. Maka diperoleh 10 item pengungkapan sukarela dalam laporan keuangan.

Tingkat pengungkapan wajib dan tingkat pengungkapan sukarela diukur dengan memberikan skor pada item-item pengungkapan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan, dengan cara yang digunakan oleh Renita (2006), dengan peraturan skoring tingkat pengungkapan adalah sebagai berikut :

a. Pemberian skor untuk setiap pengungkapan dilakukan secara dikotomis, dimana item yang diungkapkan diberikan nilai satu sementara jika item tersebut tidak diungkapkan diberi nilai nol. Dalam pemberian skor ini, tidak ada pembobotan dalam item pengungkapan.

b. Skor yang diperoleh perusahaan dijumlahkan untuk memperoleh skor total. c. Perhitungan indeks perusahaan dilakukan dengan cara membagi skor total tiap

perusahaan dengan skor total yang diharapkan, dimana skor total yang diharapkan berasal dari jumlah keseluruhan item pengungkapan dari setiap perusahaan.

Dalam pengukuran kelengkapan pengungkapan laporan keuangan, digunakan skala pengukuran rasio.

E. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel penelitian terdiri dari : 1. Variabel independen

(56)

memanfaatkan kebebasan memilih dan menggunakan metode akuntansi dan menentukan nilai estimasi akuntansi. Upaya-upaya inilah yang membuat informasi yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi tidak relevan dengan kebutuhan pemakainya dan membuat informasi tidak lengkap menyajikan secara lengkap apa yang seharusnya diungkapkan dalam laporan keuangan. Oleh sebab itu, tindakan manajemen laba yang dilakukan dapat mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan perusahaan.

Maka variabel independen pada penelitian ini adalah manajemen laba (earnings management) yang diukur dengan proxy discretionary accruals (DA). Penggunaan discretionary accruals sebagai proxy manajemen laba dikarenakan pengukuran dengan discretionary accruals saat ini telah digunakan pada banyak penelitian untuk menguji manajemen laba. Berdasarkan prespektif manajerial,

accruals menunjukkan instrument-instrumen yang mendukung adanya

manajemen laba. Pengukuran berdasarkan accruals juga secara teoritis lebih baik karena accruals merupakan kumpulan sejumlah dampak bersih atas kebijakan akuntansi yang mencakup portofolio penentu pendapatan (income).

2. Variabel Dependen

(57)

sumber literature dan kemudian dipilih dan disesuaikan berdasarkan keadaan perusahaan di Indonesia.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari pihak eksternal. Pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama dilakukan dengan studi pustaka, yaitu melalui jurnal akuntansi,

research akuntansi, dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Pada tahap yang kedua, pengumpulan data sekunder diperoleh dari media internet dengan cara mendownload melalui situs mengenai laporan keuangan yang dibutuhkan dalam penelitian.

G. Metode Analisis Data 1. Statistik deskriptif

Statistik deskriptif adalah metode statistika yang digunakan untuk

mengambarkan atau mendeskrisikan data yang telah dikumpulkan menjadi sebuah informasi (Suharyadi, 2007:10). Untuk seluruh perhitungan peneliti menggunakan SPSS 16.

2. Uji asumsi klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan adalah: a) Uji Normalitas

(58)

Uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test, dengan membandingkan Asymtotic significance dengan alpha 0,05 dan melihat garfik penyebaran data. Dasar penarikan kesimpulan adalah data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai Asymtotic significance-nya lebih besar 0,05 (Santoso, 2004:212).

b) Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.

Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yang dilakukan peneliti adalah :

1) melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dari grafik plot, dasar analisisnya adalah:

a) jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas,

(59)

2) Uji Glejser

Glejser mengusulkan untuk meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen (Gujarati, 2003). Maka dari hasil regresi diperoleh probabilitas signifikansinya, jika probabilitas signifikan diatas 5% maka disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas, dan jika dibawah 5 % maka disimpulkan model regresi mengandung adanya heteroskedastisitas. c) Uji AutoKorelasi

Uji autokerelasi bertujuan menguji apakah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t, dengan kesalahan pada periode t-1. Model regresi yang baik adalah model yang tidak mengandung autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Pelanggaran terhadap asumsi ini berakibat interval keyakinan terhadap hasil estimasi menjadi melebar sehingga uji signifikansi tidak kuat. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson dengan ketentuan dari Prof. Singgih sebagai berikut: 1) angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3) angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

3. Analisis Regresi

(60)

dengan satu variabel dependen, dari uji ini peneliti melihat apakah ada hubungan antara manajemen laba dengan kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Model persamaannya adalah sebagai berikut :

Kelengkapan pengungkapan = a + b*Manajemen laba 4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang digunakan adalah • Uji t (t-test)

Uji ini digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki rata-rata yang sama atau tidak sama secara signifikan. Pengujian hipotesis secra statistik dilakukan dengan menggunakan “uji t” yang dilakukan untuk mengetahui hubungan/pengaruh (tingkat signifikasi) antara variabel independen terhadap variabel dependen.

Dalam uji t dilakukan hipotesis sebagai berikut :

H0 : b1 = 0, artinya manajemen laba tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat likuiditas pada perusahaan manufaktur bidang barang konsumen yang terdaftar di Bursa efek indoensia.

Ha : b1 ≠ 0, artinya manajemen laba mempunyai pengaruh yang signifika n terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan manufaktur bidang barang konsumen yang terdaftar di Bursa efek indoensia.

Adapun criteria uji t adalah sebagai berikut :

Ho diterima apabila t-hitung (t*) ≤ t-tabel (tt), pada α 0,05.

(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Penelitian

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik yang menggunakan persamaan regresi berganda. Analisis data dimulai dengan mengolah data dengan menggunakan Microsoft excel, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian menggunakan regresi berganda. Pengujian asumsi klasik dan regresi berganda dilakukan dengan menggunakan

software SPSS versi 16. Prosedur dimulai dengan memasukkan variabel-variabel

penelitian ke program SPSS tersebut dan menghasilkan output-output sesuai metode analisis data yang telah ditentukan. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, didapat 29 perusahaan yang memenuhi kriteria dan dijadikan sampel dalam penelitian ini dan diamati selama periode 2005-2007.

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Statistik Deskriptif

Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berupa data keuangan sampel perusahaan manufaktur dari tahun 2005 sampai tahun 2007 yang dijabarkan dalam bentuk statistik.

Gambar

Tabel 2.1 Hasil Penelitian terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
TABEL 3.1  Sampel Perusahaan Manufaktur
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Selama Tahun 2005 sampai Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Herlina Mustikasari selaku Ketua Komunitas Magma, program daur ulang sampah plastik yang dilakukan oleh Komunitas Magma akan dilakukan di 7 Taman Bacaan

Salah satu pondasi yang digagas oleh UNESCO yang sering kita sebut sebagai empat pilar pendidikan, kemudian dalam pendidikan Islam juga mengenal ada istilah tiga

Sampel berupa daun tanaman kecipir yang telah diinduksi sinar gamma dengan panjang gelombang 20 Gy, 25 Gy dan tanaman kontrol yang tidak diinduksi sinar gamma.. Cara

Informasi keuangan di atas diambil dari Laporan Keuangan PT Bank BNI Syariah tanggal 31 Desember 2016 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, yang disusun oleh

KNP mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari Entitas Anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung oleh Entitas Induk

produk coran yang gagal. 2) Penekanan biaya dengan mengetahui lebih dulu produk yang cacat. Dalam pemeriksaan penerimaan bahan baku dan bahan yang di proses sejak. dari

Tujuan pemberian beasiswa pada dasarnya adalah untuk mendukung kemajuan dunia pendidikan. Pemerataan kesempatan belajar bagi para mahasiswa yang berprestasi dan

penjelasan tambahan terkait adanya perubahan dokumen pengadaan (addendum) oleh panitia pengadaan barang dan jasa Kantor Regional VII BKN maka dengan ini peserta lelang