No. 725 / TA / FT-USD / TM / November / 2006
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
disusun oleh :
Mei Tri Widiatmoko
NIM : 025214024
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
No. 725 / TA / FT-USD / TM / November / 2006
A FINAL PROJECT
Submit for The Partial Fulfillment of Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering
By :
Mei Tri Widiatmoko
Student number : 025214024
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
ENGINEERING FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
PADUAN
Al-Si-Cu
Disusun oleh : Mei Tri Widiatmoko
NIM : 025214024
Telah disetujui oleh :
Pembimbing I
Tanggal : 23 Februari 2007
PADUAN
Al-Si-Cu
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Mei Tri Widiatmoko NIM : 0250214024
Telah dipertahankan didepan panitia penguji pada tanggal 25 Januari 2007 dan dinyatakan memenuhi syarat.
Susunan Panitia Penguji
Ketua : Budi Sugiharto, S.T., M.T.
Sekretaris : Ir. Rines, M.T.
Anggota : I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T.
Yogyakarta, 23 Februari 2007 Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta Dekan
Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.sc.
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 15 Januari 2007 Penulis
Mei Tri Widiatmoko
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan bimbingan-Nya
hingga terselesaikannya penyusunan Tugas Akhir ini, dengan judul “Pengaruh
Seng Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al-Si-Cu”. Adapun penyusunan
tugas akhir ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma. Dalam
penyusunan Tugas Akhir ini, akan dianalisis tentang logam paduan
Al-Si-4,5%Cu-Zn.
Pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih atas segala
bantuan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan bimbingan-Nya selama
pengerjaan tugas ini.
2. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan
Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma.
3. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan dan Ketua
Program Studi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.
4. I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing utama
penyusunan Tugas Akhir.
5. Seluruh staf pengajar jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata
Dharma yang telah mendidik dan memberikan berbagai Ilmu
Pengetahuan yang sangat membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Mesin yang telah memberikan
bantuan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
8. Semua anak kos “Rambutan” yang telah memberikan dukungan dan
bantuan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
9. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan
Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan ini karena
keterbatasan dan pengetahuan. Untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang
bersifat membangun guna lebih sempurnanya tugas akhir ini. Akhir kata semoga
tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya. Terima kasih.
Yogyakarta, 15 Januari 2007
Penulis
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN JUDUL (INGGRIS)... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERYATAAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI... viii
INTISARI... xii
PERSEMBAHAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 1
1.3 Batasan Masalah ... 2
BAB II DASAR TEORI ... 3
2.1 Pengetahuan Tentang Aluminium... 3
2.2 Produksi Aluminium... 4
2.2.1 Proses Pengolahan Alumina ... 4
2.2.2 Proses Elektrolisa Alumina... 5
2.3 Sifat-sifat Aluminium ... 5
2.4 Aluminium Murni ... 7
2.5 Paduan Aluminium ... 7
2.6 Klasifikasi Paduan Aluminium ... 8
2.6.3 Paduan Al-Si ... 12
2.6.4 Paduan Al-Mg... 13
2.6.5 Paduan Al-Mg-Si ... 14
2.6.6 Paduan Al-Mg-Zn ... 14
2.7 Tembaga dan Paduannya ... 14
2.7.1 Tembaga Murni... 14
2.7.2 Paduan Tembaga ... 15
2.8 Seng dan Paduannya ... 15
2.9 Rencana Pengecoran ... 16
2.9.1 Sifat-sifat Logam Cair... 16
2.9.2 Pembekuan Logam... 17
2.9.3 Pola ... 18
2.9.4 Kup, Drag dan Permukaan Pisah ... 19
2.9.5 Peleburan Logam ... 20
2.9.6 Penuangan Logam Cair... 20
2.9.7 Pengambilan Coran dari Cetakan... 21
2.9.8 Hal-hal yang Mempengaruhi Hasil Coran ... 22
2.9.9 Pemeriksaan Coran ... 23
2.9.10 Cacat Coran... 24
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN... 27
3.1 Diagram Alir Proses Penelitian... 27
3.4 Alat yang digunakan dalam Pengecoran dan Pengujian ... 28
3.5 Proses Pengecoran ... 29
3.5.1 Persiapan Cetakan... 29
3.5.2 Tahap Peleburan... 30
3.5.3 Tahap Penuangan dan Pembekuan... 30
3.5.4 Tahap Pelepasan Hasil Coran ... 31
3.6 Pembuatan Benda Uji ... 31
3.7 Pengujian Benda Uji ... 32
3.7.1 Pengujian Tarik... 32
3.7.2 Pengujian Kekerasan... 34
3.7.3 Pengujian Struktur Mikro dan Porositas ... 36
3.7.4 Pengujian Berat Jenis... 38
3.7.5 Pengamatan Bentuk Patahan... 39
3.8 Uji Komposisi Akhir... 40
BAB IV PEMBAHASAN... 41
4.1 Pengujian Tarik... 41
4.2 Pengujian Kekerasan... 44
4.3 Pengujian Struktur Mikro ... 45
4.4 Pengujian Porositas... 48
4.5 Pengujian Berat Jenis... 52
4.6 Pengujian Bentuk Patahan ... 53
5.2 Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
LAMPIRAN... 60
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis pada
paduan aluminium-silikon. Benda uji dibuat dari coran Al-Si yang dipadukan
dengan 4,5% tembaga dan variasi seng 1%, 2%, 3%, 4%. Jenis Pengujian yang
dilakukan adalah pengujian tarik yang mengacu pada standar ASTM, pengujian
kekerasan, pengujian struktur mikro, pengujian porositas, pengujian berat jenis
dan pengamatan bentuk patahan.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penambahan seng meningkatkan
kekuatan tarik. Kekuatan tarik tertinggi pada paduan Al-Si-4,5%Cu-4%Zn sekitar
15 kg/mm2 dan terendah pada paduan Al-Si-4,5%Cu-1%Zn sekitar 12 kg/mm2. Berat jenis tertinggi pada paduan Al-Si-4,5%Cu-4%Zn yaitu 3,22 gram/cm3 dan berat jenis terendah pada paduan Al-Si-4,5%Cu-1%Zn yaitu 2,88 gram/cm3. Kekerasan tertinggi pada paduan Al-Si-4,5%Cu-1%Zn yaitu 80,71 BHN dan
terendah pada paduan Al-Si-4,5%Cu-4%Zn yaitu 75,38 BHN, dibandingkan
dengan paduan Al-Si cor ulang.
Ayah & ibu yang kusayang Sukarnen & partilah
Kakakku tersayang mbak Yayan & mas Agung
Kakek & nenekku di Wonosari
Keluarga besar mbah Marto
Kakek & nenekku di Bantul
Teman-teman mahasiswa teknik mesin angkatan’02
Teman-teman kos wisma rambutan
Jogja, 16 januari 2007
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi sekarang ini sangatlah pesat, terutama dalam
dunia industri. Dalam dunia industri sendiri sering kita jumpai berbagai macam
bahan, salah satunya adalah aluminium yang merupakan logam non-ferro. Untuk
mendapatkan sifat-sifat bahan yang diharapkan, dapat kita lakukan paduan antara
bahan yang satu dengan bahan yang lainnya. Dalam memadukan logam
hendaknya di ketahui dahulu sifat-sifat bahan yang akan dipadukan, supaya
mendapatkan paduan logam dengan kualitas yang baik.
Salah satu bahan yang baik untuk keperluan tersebut adalah aluminium.
Aluminium mempunyai sifat-sifat antara lain : tahan terhadap korosi, berat jenis
yang rendah, daya hantar listrik yang baik, kekuatan yang cukup tinggi dalam
bentuk paduan dan mempunyai titik lebur yang relatif rendah sehingga
memungkinkan proses pengerjaan paduan yang cepat.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang diharapkan adalah :
1. Menyelidiki besarnya kekuatan tarik dari paduan
aluminium-silikon-tembaga dengan variasi seng.
2. Menyelidiki struktur mikro dari paduan aluminium-silikon-tembaga
dengan variasi seng.
3. Menyelidiki bentuk patahan dari paduan aluminium-silikon-tembaga
dengan variasi seng.
4. Menyelidiki kekerasan dari paduan aluminium-silikon-tembaga dengan
variasi seng.
5. Menyelidiki perubahan porositas dari paduan aluminium-silikon-tembaga
dengan variasi seng.
6. Menyelidiki perubahan berat jenis dari paduan aluminium-silikon-tembaga
dengan variasi seng.
1.3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini, penulis memberikan batasan-batasan tentang penelitian
untuk tugas akhir supaya penelitian ini dapat terarah dan sistematis.
Batasan-batasan untuk penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bahan pengujian adalah paduan Al-Si-4,5%Cu-Zn.
2. Proses pengujian yang dilakukan terhadap paduan Al-Si-4,5%Cu-Zn.
3. Alat yang digunakan untuk pengujian tarik adalah Gotech Testing
Machine.
4. Pengujian kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan pengujian
2.1 Pengetahuan Tentang Aluminium
Aluminium (Al) merupakan unsur logam yang cukup banyak terdapat
dalam alam. Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey pada tahun 1809, dan
pertama kali diproduksi sebagai logam oleh Hans Christian Oersted tahun 1825.
Dia dapat menghasilkan aluminium chlorida dengan dengan cara melewatkan
chlorine melalui campuran alumina dan arang yang dipanaskan. Kemudian
aluminium chlorida mengembun pada bagian pendingin dari sistem kedap udara
yang diciptakan. Setelah mereaksikan aluminium chlorida dengan potassium dan
destilasi pada ruang vakum untuk menghasilkan merkuri, dia memperoleh suatu
benda yang dilaporkan sebagai mirip timah.
Pada tahun 1886 Chark Martin Hall, seorang Amerika dan Paul L.T.
Heroult, seorang warga negara Prancis menemukan suatu cara untuk mereduksi
alumina dengan proses produksi elektrolit, yaitu proses alumina pada temperatur
tinggi pada media kriolit cair. Bahan dasarnya adalah berupa bauksit yang
umumnya terdapat di daerah tropis dan daerah sub-tropis yang mempunyai curah
hujan yang tinggi. Bauksit terbentuk dari proses pelapukan batuan beku. Pada
tahun 1888 Karl J. Bayer ahli kimia kebangsaan Austria menemukan proses
ekstraksi alumina dari bijih bauksit, (Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1999 : 129).
Pada tahun 1900 telah dibuat pembangkit listrik dengan kapasitas besar,
maka produksi aluminium juga dapat dilakukan dalam skala besar. Jumlah
produksi aluminium cenderung meningkat sampai sekarang seiring dengan makin
luasnya penggunaan aluminium. Penggunaan aluminium meningkat setiap tahun
dan menempati urutan ke dua setelah logam ferro (besi dan baja) dan merupakan
yang terbanyak diantara logam non-ferro. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat
aluminium antara lain : ulet, ringan, tahan korosi, mudah dibentuk, konduktifitas
panas dan listrik yang tinggi. Kekuatan mekanis aluminium dapat ditingkatkan
dengan penambahan unsur paduan seperti Cu, Mg, Si, Mn, Ni. Bahan Al atau
paduannya digunakan dalam banyak hal, misalnya : peralatan rumah tangga,
industri, pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi, dan lain-lain.
2.2 Produksi Aluminium
Aluminium di produksi dari bauksit yang merupakan campuran mineral
gibsite [Al(OH)3], diaspore [AlO(OH)] dan mineral lempung seperti kaolinit
[Al2Si2O5(OH)4]. Proses produksi alumiium dari bauksit meliputi dua tahap yaitu :
proses pengolahan alumina (Al2O2) dan proses elektrolisa alumina menjadi
aluminium.
2.2.1 Proses Pengolahan Alumina
Proses pengolahan bauksit menjadi alumina melalui suatu rangkaian
proses yang disebut proses bayer. Bauksit dimasukkan ke dalam larutan NaOH
dan alumina yang terdapat didalamnya membentuk sodium aluminat.
Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat lainnya, lalu didinginkan secara
perlahan sampai tempertur 25 – 35 °C untuk mengendapkan aluminium [Al(OH)3]
menurut reaksi :
NaAlO2 + 2H2O → Al(OH)3 + NaOH
Kemudian Al(OH)3 dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur 1100°C
- 1200°C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al2O3) menurut reaki berikut :
2Al(OH)3→ Al2O3 + 3H2O
2.2.2 Proses Elektrolisa Alumina
Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, di proses lagi
secara elektrolisa pada temperatur tinggi dengan proses Hall–Heroult. Karena
alumina mempunyai titik leleh yang tinggi (2000 °C), maka alumina tersebut
dilarutkan ke dalam cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak sebagai elektrolit,
sehingga titik leleh menjadi lebih rendah.
2.3 Sifat-sifat Aluminium
Aluminium merupakan logam non-ferro yang mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut ini :
1. Tahan terhadap korosi (corrosion resistance), untuk logam-logam
non-ferrous dapat dikatakan bahwa semakin besar kerapatannya maka semakin
besar daya korosinya tetapi aluminium merupakan penngecualian.
Walaupun aluminium mempunyai daya senyawa tinggi terhadap oksigen
mengoksidasi (korosi), tetapi dalam kenyataannya aluminium mempunyai
daya tahan terhadap korosi yang sangat baik. Hal ini disebabkan karena
adanya lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh oksigen di
seluruh permukaan. Selaput ini mengendalikan laju korosi dan melindungi
lapisan dibawahnya dari serangan atmosfir berikutnya.
2. Aluminium memiliki berat jenis 2643 kg/m3 dan lebih rendah dibandingkan terhadap baja dengan kerapatan 7769 kg/m3.
3. Penghantar panas dan listrik yang baik (heat and electrical conductivity),
disamping daya tahan yang baik terhadap korosi, aluminium mempunyai
daya hantar panas dan listrik yang tinggi. Daya hantar listrik aluminium
murni sekitar 60% dari daya hantar tembaga.
4. Titik lebur rendah (melting point), titik lebur aluminium relatif rendah
(660°C) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu
peleburan relatif singkat dan biaya operasi akan lebih murah.
5. Tidak beracun (nontoxicity), aluminium dapat digunakan sebagai bahan
pembungkus atau kaleng makanan dan minuman. Hal ini disebabkan
reaksi kimia antara makanan dan minuman tersebut dengan aluminium
tidak menghasilkan zat beracun yang membahayakan manusia.
6. Sifat mekanis (mechanical properties), aluminium mempunyai kekuatan
tarik, kekerasan, dan sifat mekanis lain sebanding dengan paduan bukan
7. Sifat mampu bentuk (formability), aluminium dapat dibentuk dengan
mudah. Aluminium mempunyai sifat mudah ditempa yang memungkinkan
di buat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.
2.4 Aluminium Murni
Aluminium didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya
mencapai kemurnian 99,85% berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat di
capai kemurnian 99,99%. Ketahanan korosi berubah menurut kemurnian, pada
umumnya untuk kemurnian 99,0% atau diatasnya dapat dipergunakan di udara
tahan dalam waktu bertahun-tahun. Hantaran listrik aluminium kira-kira 60% dari
hantaran tembaga, tetapi massa jenisnya kira-kira sepertiganya sehingga
memungkinkan untuk memperluas penampangnya. Oleh karena itu dapat
digunakan untuk kabel tenaga dan dalam berbagai bentuk umpamanya sebagai
lembaran tipis.
2.5 Paduan Aluminium
Kekuatan aluminium yang berkisar antara 83 – 310 Mpa dapat dilipatkan
melalui pengerjaan dingin atau pengerjaan panas. Dengan menambahkan unsur
paduan, pengerjaan panas atau dingin dan perlakuan panas dapat diperoleh paduan
dengan kekuatan melebihi 700 Mpa. Paduan Aluminium dapat di tempa, di
ekstruksi, dilengkungkan, di regang, di putar, di pons, di embos, di bentuk sambil
di rol atau di tarik menjadi kawat. Di pasaran dapat di peroleh paduan aluminium
2.6 Klasifikasi Paduan Aluminium
Paduan Al diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di
dunia. Saat ini klasifikasi yang sangat terkenal dan sempurna adalah standar
Aluminium Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu
dari Alcoa (Aluminium Company of America). Paduan tempaan dinyatakan
dengan satu atau dua angka “S”, sedangkan paduan coran dinyatakan dengan 3
angka. Standar AA menggunakan penandaan 4 angka sebagai berikut : Angka
pertama menyatakan sistem paduan dengan unsur-unsur yang ditambahkan, yaitu :
1 : Al murni, 2 : Al-Cu, 3 : Al-Mn, 4 : Al-Si, 5 : Al-Mg, 6 : Al-Mg-Si, 7 : Al-Zn,
sebagai contoh, paduan Al-Cu dinyatakan dengan angka 2000. Angka pada tempat
kedua menyatakan kemurnian dalam paduan yang di modifikasi dan Al murni
sedangkan angka ketiga dan keempat dimaksudkan untuk Alcoa terdahulu seperti
S, sebagai contoh, 3 S sebagai 3003 dan 63S. Al dengan kemurnian 99,0% atau di
atasnya dengan ketamurnian terbatas (2S) dinyatakan sebagai 1100.
Dalam paduan Al perubahan yang berarti dari material disebabkan oleh
perlakuan panas telah di kenal, yang dinyatakan dalam tabel 2.6.2, sebagai contoh
Tabel 2.6.1 Paduan Aluminium Cor
Komposisi paduan (>1%) Temper σt(Mpa) ε(%) Keterangan
4%Cu;3%Si;1%Zn;1,2%Fe F 131 1,5 Cor pasir, dpt di heat treatment 4%Cu;1,6%Mg;1%Fe;2%Ni T61 276 - -
4,5%Cu;1%Si,1%Fe T6 221 3 Dpt di heat teatment, struktur
4,5%Cu;2,5%Si;1,2%Fe T6 241 2 Cor permanent mold
4,5%Cu;5,5%Si;1%Zn;1%Fe F 166 - Cor permanent mold
3,5%Cu;6%Si;1%Zn;1%Fe T6 214 1,5 Karakteristik cor bagus
1,8%Cu;9%Si - - - Kekuatan tinggi→pesawat terbang
1,3%Cu;5%Si T6 221 2 Kekuatan tinggi, u/ bertekanan
7%Si T6 207 3 Kekuatan impact, tuangan baik
7%Si T6 310 3 Kekuatannya tinggi
9%Si - - - Kekuatan tinggi→pesawat terbang
9,5%Si;2%Fe F 303 2,5 Tahan korosi & kekuatan baik
3,5%Cu;8,5%Si;3%Zn;2%Fe F 317 2,5 Kekuatan & kekerasan tinggi
1,5%Cu;10,5%Si;3%Zn;1,3%Fe F 310 3,5 Kekuatan & kekerasan tinggi
3,75%Cu;11%Si;1%Zn;1,3%Fe F 331 2,5 Kekuatan & kekerasan tinggi
1%Cu;12%Si;2%Fe F 297 2,5 Cor umum, tuangan bagus
5,25%Cu;2%Fe F 228 9 Cor umum, tuangan bagus
4%Mg F 152 5 Tahan korosi yang baik
8%Mg;1,8%Fe F 310 5 Tahan korosi, ketangguhan bagus
10%Mg T4 290 12 Kekuatan baik & sangat liat
6,9%Mg F 241 9 Tahan korosi & mampu mesin
5,8%Zn F 234 4 Sifat baik tanpa perlakuan panas
7,5%Zn;1,1%Fe F 221 3 Sifat baik tanpa perlakuan panas
7%Zn T6 290 5 Komponen pesawat terbang
1%Cu;6,3%Sn;1%Ni T6 110 5 Bantalan
Tabel 2.6.2Klasifikasi perlakuan bahan
Tanda Perlakuan
-F Setelah pembuatan
-O Di anil penuh
-H Pengerasan regangan
-H 1n Pengerasan regangan
-H 2n Sebagian di anil setelah pengerasan regangan
-H 3n Di anil untuk penyetabilan setelah pengerasan regangan
n = 2 (1/4 keras), 4 (1/2 keras), 6 (3/4 keras), 8 (keras), 9 (sangat keras)
-T Perlakuan panas
-T2 Penganilan penuh (hanya untuk coran)
-T3 Pengerasan regangan setelah perlakuan pelarutan -T4 Penuaan alamiah penuh setelah perlakuan pelarutan -T5 Penuaan tiruan (tanpa perlakuan pelarutan)
-T6 Penuaan tiruan setelah perlakuan pelarutan -T7 Penyetabilan setelah perlakuan pelarutan
-T8 Perlakuan pelarutan, pengerasan regangan, penuaan tiruan -T 9 Perlakuan pelarutan, penuaan tiruan, pengerasan regangan. -T10 Pengerasan regangan setelah penuaan tiruan
Sumber : Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1999 : 136
Paduan aluminium yang utama adalah :
2.6.1 Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Sebagai paduan coran dipergunakan yang mengandung 4-5%Cu. Ternyata
dari fasanya paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan
yang besar, risiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada
Si sangat efektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas T6 pada
coran dapat di buat bahan yang mempunyai kekuatan tarik kira-kira 25 kgf/mm2. Sebagai paduan Al-Cu-Mg paduan yang mengandung 4%Cu dan 0,5%Mg.
Dalam beberapa hari oleh penuaan pada temperatur biasa setelah pelarutan paduan
ini ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha mengembangkan paduan Al yang kuat
yang dinamakan duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat
terkenal disebut paduan 2017, komposisi standarnya adalah
4%Cu-0,5%Mg-0,5%Mn. Paduan di mana Mg ditingkatkan pada komposisi standar dari
Al-4,5%Cu-1,5%Mg-0,5%Mn dinamakan paduan 2024, nama lamanya duralumin
super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi
apabila ketahanan korosi yang khusus diperlukan permukaannya dilapisi dengan
Al murni atau paduan Al yang tahan korosi yang disebut pelat alkad.
2.6.2 Paduan Al-Mn
Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi.
Dalam diagram fasa Al-Mn yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat
Al adalah Al6Mn (25,3%Mn), sistem ortorombik , ,
, dan kedua fasa mempunyai eutektit pada 658,5 .
Kelarutan padat maksimum pada temperatur eutektit adalah 1,82% dan pada 500
0
C 0,36%, sedangkan pada temperatur biasa kelarutannya hampir nol.
Sebenarnya paduan Al-1,2%Mn dan Al-1,2Mn-1,0%Mg dinamakan
paduan 3003 dan 3004 yang dipergunakan sebagi paduan tahan korosi tanpa
2.6.3 Paduan Al-Si
Gambar 2.1 menunjukkan diagram fasa dari sistem ini. Ini adalah tipe
eutektit yang sederhana yang mempunyai titik eutektit pada 577 0C, 11,7%Si, larutan padat terjadi pada sisi Al. Karena batas kelarutan padat sangat kecil maka
pengerasan penuaan sukar diharapkan.
Kalau paduan ini didinginkan pada cetakan logam, setelah logam di beri
natrium flourida kira-kira 0,05% kadar logam natrium, tampaknya temperatur
eutektit meningkat kira-kira 15 0C, dan komposisi eutektit bergeser ke daerah kaya Si kira-kira pada 14%. Hal ini biasa terjadi pada paduan hipereutektit seperti
11,7-14% Si, Si mengkristal sebagai kristal super, tetapi karena perlakuan yang di
sebut di atas Al mengkristal sebagai kristal primer dan struktur eutektitnya
menjadi sangat halus. Ini dinamakan struktur yang dimodifikasi atau dinamakan
paduan silumin. Sifat-sifat mekaniknya sangat diperbaiki yang ditunjukkan pada
gambar 2.2.
Paduan Al-Si sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus
sekali, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran, sebagai
tambahan, Al-Si mempunyai ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisien
pemuaian yang kecil dan sebagai penghantar yang baik untuk listrik dan panas.
Gambar 2.2 : Perbaikan sifat-sifat mekanik oleh modifikasi paduan Al-Si (Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1999 : 137)
2.6.4 Paduan Al-Mg
Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan
dengan larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa antar
logam yaitu Al3Mg2. Sel satuannya merupakan hexagonal susunan rapat (cph)
tetapi juga ada dilaporkan bahwa satuannya merupakan kubus berpusat muka (fcc)
rumit. Titik eutektitnya adalah 450 0C, 35%Mg dan batas kelarutan padatnya pada temperatur eutektit adalah 17,4%Mg, yang menurun pada temperatur biasa sampai
kira-kira 1,9%Mg, jadi kemampuan penuaan dapat diharapkan. Secara praktis
Senyawa β mempunyai masa jenis yang rendah dan mudah teroksidasi, oleh
karena itu biasanya ditambahkan sedikit fluk dari Be, sebagai contoh 0,004%.
Paduan Al-Mg mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, sejak lama
di sebut hidronalium dan di kenal sebagi paduan yang tahan korosi. Paduan
dengan 2-3%Mg dapat mudah di tempa, dirol dan di ekstruksi.
2.6.5 Paduan Al-Mg-Si
Kalau sedikit Mg ditambahkan kepada Al, pengerasan penuaan sangat
jarang terjadi, tetapi apabila secara simultan mengandung Si, maka dapat
dikeraskan dengan penuaan panas setelah perlakuan panas setelah perlakuan
pelarutan.
2.6.6 Paduan Al-Mg-Zn
Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa
antar logam MgZn2, dan kelarutannya menurun apabila temperatur turun.
2.7 Tembaga dan paduannya
2.7.1 Tembaga Murni
Tembaga murni untuk keperluan industri dicairkan dari tembaga yang di
proses dengan elektrolisa, dan diklasifikasikan menjadi tiga macam menurut kadar
oksigen dan kadar deoksidasi, yaitu tembaga ulet, tembaga deoksidasi, dan
tembaga bebas oksigen. Kalau O terkandung dalam tembaga unsur-unsur pengotor
hantaran listrik, menjadi kurang. Dengan oksida yang banyak pada temperatur
tinggi dapat menyebabkan kegetasan hidrogen, untuk mencegah ini dipergunakan
tembaga deoksidasi atau tembaga bebas oksigen. Dalam tembaga murni untuk
keperluan industri biasa terdapat unsur-unsur gas yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai sifat. Oksigen adalah unsur yang penting yang berhubungan
erat dengan kadar hidrogen dan belerang.
Secara industri sebagian besar penggunaan tembaga dipakai sebagai kawat
atau bahan untuk penukar panas dalam memanfaatkan hantaran listrik dan
panasnya yang baik.
2.7.2 Paduan Tembaga
Tembaga membentuk larutan padat dengan unsur-unsur logam lain dalam
daerah yang luas, dan dipergunakan untuk berbagai keperluan. Paduan untuk
coran hampir mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi untuk memperbaiki
mampu cornya dan mampu mesinnya komposisi kimianya agak berbeda dalam
beberapa komponen.
2.8 Seng dan Paduannya
Seng adalah logam yang kedua setelah Cu yang diproduksi secara besar
sebagai logam bukan besi. Kekuatannya rendah, tetapi titik cairnya juga rendah
419 0C dan hampir tidak rusak di udara biasa, yang dipergunakan untuk pelapisan pada besi. Juga dipergunakan sebagai bahan pelat betere kering dan untuk
Paduan 4%Al-1%Cu-Mg-Zn terutama dipergunakan untuk pengecoran
cetak. Dengan paduan ini dapat menghasilkan paduan coran berbentuk rumit,
yang umumnya dipakai untuk penggunaan praktis dan perhiasan pada komponen
mobil, perkakas listrik untuk dapur, pegangan untuk mesin-mesin kantor dsb.
2.9 Rencana Pengecoran
2.9.1 Sifat-sifat Logam Cair
Logam cair adalah cairan seperti air, tetapi berbeda dari air dalam
beberapa hal. Pertama, kecairan logam sangat tergantung pada temperatur, dan
logam, cair akan cair seluruhnya pada temperatur tinggi, sedangkan pada
temperatur rendah berbeda dengan air, terutama pada keadaan dimana terdapat
inti-inti kristal.
Kedua, berat jenis logam cair lebih besar dari pada berat jenis air. Berat
jenis air ialah 1 sedangkan besi cor 6,8 sampai 7, paduan aluminium 2,2 sampai
2,3 dan paduan timah 6,6 sampai 6,8 jelas bahwa dalam hal berat jenis mereka
berbeda banyak dibandingkan dengan berat jenis air. Oleh karena itu dalam segi
alirannya juga akan sangat berbeda, aliran logam mempunyai kelembaman dan
gaya tumbuk yang besar.
Ketiga, air menyebabkan permukaan dinding wadah menjadi basah,
sedangkan logam cair tidak. Oleh karena itu kalau logam cair mengalir di atas
permukaan cetakan pasir, ia tidak akan meresap ke dalam pasir, asalkan jarak
antara partikel-partikel pasir cukup kecil.
2.9.2 Pembekuan Logam
1. Pembekuan logam murni
Kalau cairan logam murni perlahan-lahan didinginkan, maka pembekuan
terjadi pada temperatur yang konstan. Temperatur ini disebut titik beku, yang
khusus bagi logam. Misalnya, titik beku tembaga adalah 1.083 0C, perak 961 0C, aluminium 660 0C dan timah 232 0C.
Dalam pembekuan logam cair, pada permulaan tumbuhlah inti-inti kristal.
Kemudian kristal-kristal tumbuh sekeliling tersebut, dan inti lain yang baru timbul
pada saat yang sama. Akhirnya seluruhnya ditutupi oleh butir kristal sampai
logam cair habis. Ini mengakibatkan bahwa logam menjadi susunan
kelompok-kelompok butir kristal dan batas-batasnya yang terjadi diantaranya, disebut batas
butir.
Gambar 2.3 : Ilustrasi skematis dari pembekuan logam (Tata Surdia dan Kenji Chijiiwa, 2000 : 14)
Ukuran butir kristal tergantung pada laju pengintian dan pertumbuhan inti.
Kalau laju pertumbuhan lebih besar dari laju pengintian, maka di dapat kelompok
butir-butir kristal halus.
2. Pembekuan paduan
Kalau logam yang terdiri dari dua unsur atau lebih didinginkan dari
keadaan cair, maka butir-butir kristalnya akan berbeda dengan butir-butir kristal
membeku, maka sukar di dapat susunan butir-butir kristal A dan kristal B tetapi
umum di dapat butir-butir kristal campuran A dan B. Apabila hal ini dipelajari
secara terperinci, ada dua hal yaitu pertama bahwa A larut dalam B atau B larut
dalam A dan kedua bahwa A dan B terikat satu sama lain dengan perbandingan
tertentu. Larutan yang pertama disebut larutan padat dan yang kedua disebut
senyawa antar-logam.
3. Pembekuan coran
Pembekuan coran di mulai logam yang bersentuhan dengan cetakan, yaitu
ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang
bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai beku, dimana kemudian
inti-inti kristal tumbuh. Bagian dalam dari coran mendingin lebih lambat dari pada
bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian
dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti
kolom, yang disebut struktur kolom. Struktur ini muncul dengan jelas apabila
gradien temperatur yang terjadi pada permukaan coran besar, misalnya pada
pengecoran dengan cetakan logam.
2.9.3 Pola
Dalam suatu proses pengecoran pola sangatlah diperlukan. Pola yang
dipergunakan untuk pembuatan cetakan benda coran, dapat digolongkan menjadi
pola logam dan pola kayu (termasuk pola plastik). Pola logam dipergunakan agar
dapat menjaga ketelitian ukuran benda coran, terutama dalam masa produksi,
Bahan dari pola logam bisa bermacam-macam sesuai dengan
penggunaannya. Sebagai contoh, logam tahan panas seperti : besi cor, baja cor dan
paduan tembaga adalah cocok untuk pola pada pembuatan cetakan kulit,
sedangkan paduan ringan, adalah mudah diolah dan dipilih untuk pola yang
dipergunakan dalam masa produksi di mana pembuatan cetakan dilakukan dengan
tangan.
Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat dibuatnya dan mudah diolahnya
dibandingkan dengan pola logam. Oleh karena itu pola kayu umumnya dipakai
untuk cetakan pasir. Sekarang sering dipakai pola kayu yang permukaannya
diperkuat dengan lapisan plastik.
Faktor penting untuk menetapkan macam pola adalah proses pembuatan
cetakan di mana pola tersebut dipakai, dan lebih penting lagi pertimbangan
ekonomi yang sesuai dengan jumlah dari biaya pembuatan cetakan dan biaya
pembuatan pola.
2.9.4 Kup, Drag dan Permukaan Pisah
Penentuan kup dan drag dan permukaan pisah adalah hal yang paling
penting untuk mendapat coran yang baik. Hal mana membutuhkan pengalaman
yang luas dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan-ketentuan dibawah ini :
1) Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan pisah lebih baik satu
bidang. Pada dasarnya kup dibuat agak dangkal.
2) Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus
3) Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapat aliran logam cair yang
optimum.
4) Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam proses
pembuatan cetakan yang menyebabkan tonjolan-tonjolan sehingga pembuatan
pola menjadi mahal. Penghematan jumlah permukaan pisah itu harus
dipertimbangkan.
Seperti dikatakan diatas, penempatan permukaan pisah adalah menentukan
dalam membuat coran yang baik, sehingga dalam hal ini memerlukan keahlian
dan kemampuan untuk mengerti gambar.
2.9.5 Peleburan Logam
Peleburan logam dilakukan dengan menggunakan kowi dengan yang
dipanaskan dengan menggunakan kompor solar di Laboratorium Teknologi
Mekanik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2.9.6 Penuangan Logam Cair
Logam cair yang telah dilebur dalam kowi langsung dimasukkan dalam
cetakan. Dalam proses penuangan diperlukan pengaturan temperatur penuangan,
kecepatan penuangan. Kecepatan penuangan umumnya diambil sedemikian
sehingga terjadi penuangan yang tenang agar mencegah cacat coran seperti
retak-retak dan sebagainya. Kecepatan penuangan yang rendah menyebabkan : kecairan
buruk. Oleh karena itu kecepatan penuangan yang cocok harus ditentukan
mengingat macam cairan, ukuran coran dan cetakan.
Cara penuangan secara kasar digolongakan menjadi dua yaitu penuangan
atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang
kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang. Penuangan atas menyebabkan
kecepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan.
Oleh karena itu dalam penuangan atas, laju penuangan harus rendah pada
permukaan dan kemudian dinaikkan secara perlahan-lahan. Dalam penempatan
nozel, harus diusahakan agar tidak boleh menyentuh cetakan. Perlu juga
mencegah cipratan dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah miringnya
cairan yang jatuh.
2.9.7 Pengambilan Coran dari Cetakan
Proses pengambilan coran dari cetakan adalah berbeda-beda tergantung
pada macam dan cara pembuatan cetakan. Pengambilan coran dari kup dan drag
dengan rusuk-rusuk yaitu : Kup dan drag dipisahkan terlebih dahulu. Kup
diangkat dengan pengangkat, dalam hal ini ada dua kemungkinan yaitu apakah
coran diangkat bersama kup atau tetap tinggal dalam drag. Kalau kup diangkat
bersama coran, maka harus langsung dipisahkan kemesin pembongkar dimana
bagian terbanyak dari pasir yang melekat pada coran dan kup akan terlepas dan
kemudian coran dibawa ke proses berikutnya yaitu pada konveyor getar, mesin
pemukul atau sebangsanya, sedangkan kup dipindahkan kembali ke pembuatan
cetakan, setelah pasir disingkirkan. Kalau coran ditinggal dalam drag, kup
kemudian diangkat, dan coran diangkat keluar. Setelah penyingkiran pasir dari
kup, kup dipindah untuk diproses berikutnya. Jalan lain untuk mengambil coran
ialah dengan membalik drag.
Pengambilan coran dari kup dan drag tanpa rusuk, yaitu : coran langsung
didorong dari atas bersama pasir di atas mesin pembongkar atau konveyor getar,
tanpa lebih dulu memisahkan kup dari drag. Kup dan drag diperlakukan sama
seperti pada cara yang disebut di atas, disamping itu saluran turun dan saluran
masuk dapat disingkirkan pada waktu mendorongnya kebawah sehingga
pekerjaan ini lebih mudah dilakukan dari pada pekerjaan untuk rangka cetak yang
berusuk, jadi pekerjaan ini mempunyai beberapa keuntungan tambahan.
Pengambilan coran tidak mempergunakan rangka cetak, yaitu :
penyingkiran pasir dilakukan dengan jalan meletakan coran berikut cetakan di atas
mesin penyingkir pasir atau di atas konveyor getar sehingga cara ini mudah sekali
dilakukan.
2.9.8 Hal-hal yang Mempengaruhi Hasil Coran
Hal-hal yang perlu diperhatikan yang mempengaruhi hasil coran, terutama
dalam proses peleburan logam adalah :
1. Nyala api yang digunakan dalam peleburan harus besar dan konstan.
2. Terak yang dihasilkan dari peleburan logam harus dipisahkan dari logam
cair, supaya didapatkan coran yang baik dan tidak menghambat proses
3. Cetakan juga dipanaskan besamaan dengan proses peleburan logam,
supaya didapatkan coran yang baik.
4. Bagian cetakan yang bersentuhan langsung dengan coran di lapisi dengan
kapur tulis supaya coran tidak menempel pada cetakan logam.
5. Pengambilan coran dari cetakan dilakukan apabila coran selesai
membeku.
Peleburan bahan logam dilakukan secara bertahap.
2.9.9 Pemeriksaan Coran
Tujuan dari pemeriksaan coran ialah :
1) Memelihara kualitas.
Kualitas dan baiknya produk coran harus dijamin dengan jalan memisahkan
produk coran yang gagal.
2) Penekanan biaya dengan mengetahui lebih dulu produk yang cacat.
Dalam pemeriksaan penerimaan bahan baku dan bahan yang di proses sejak
dari pembuatan cetakan sampai selesai, produk yang cacat harus diketahui
seawal mungkin agar dapat menekan biaya pekerjaan.
3) Penyempurnaan teknik
Menurut data kualitas yang di dapat dari pemeriksaan dan percobaan,
menyisihkan produk yang cacat dapat dilakukan lebih awal dan selanjutnya
tingkat kualitas dapat dipelihara dengan memeriksa data tersebut secara
kolektif, sehingga kualitas dan teknik pembuatan dapat disempurnakan.
Pemeriksaan produk coran biasanya digolongkan dan dilaksanakan sebagai
1) Pemeriksaan rupa
Dalam pemeriksaan ini yang di teliti adalah : ketidak teraturan, inklusi, retakan
dan sebagainya yang terdapat pada permukaan, demikian juga pada setiap
produk yang tidak memenuhi ukuran (standar pemeriksaan ukuran).
2) Pemeriksaan cacat dalam (Pemeriksaan tak merusak)
Dalam pemeriksaan ini diteliti adanya cacat-cacat dalam seperti : rongga
udara, rongga penyusutan, inklusi, retakan dan sebagainya yang ada didalam
produk coran tanpa mematahkannya.
3) Pemeriksaan bahan
Dalam pemeriksaan bahan ini ketidak teraturan bahan diteliti. Demikian juga
halnya dengan komponen, struktur mikro, dan sifat-sifat mekanik di periksa
sesuai dengan setiap cara pengujian yang telah ditetapkan.
4) Pemeriksaan dengan merusak
Pemeriksaan dengan merusak silakukan dengan cara mematahkan atau
memotong produk untuk memastikan keadaan dan kualitas produk, hal ini
terutama penting sebagai cara pemeriksaan tak langsung yang dilakukan
bersama pemeriksaan (1 sampai 3).
2.9.10 Cacat Coran
Pada coran dapat terjadi berbagai macam cacat tergantung pada bagaimana
keadaannya. Pada paduan ringan contohnya paduan aluminium sering terjadi cacat
1. Lubang jarum
ciri-cirinya :
Lubang jarum timbul apabila gas-gas, terutama gas hidrogen, terbawa dalam
logam cair terkurung dalam logam yang disebabkan tekanan logam selama
pembekuan.
Sebab-sebab cacat lubang jarum :
a) Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan. b) Gas terserap dalam
logam cair selama penuangan. c) Reaksi logam induk dengan uap air dari
cetakan. d) Titik cair terlalu tinggi dan waktu pencairan lerlalu lama.
Cara-cara pencegahannya :
a) Penghilangan gas dari logam cair dapat dilakukan dengan peniupan gas
iner kedalam cairan logam, umpamanya gas nitrogen adalah gas yang dipakai
untuk maksud tersebut. b) Penghilangan gas dengan khlorida. c) Penghilangan
gas dengan fluks, terutama fluorida dan khlorida dari logam alkali tanah. d)
Pencairan kembali. e) Perencanaan yang tidak menyebabkan turbulen pada
aliran logam cair. f) Harus dipakai pasir yang mempunyai kadar air rendah dan
permeabilitias yang sesuai. Pada paduan Al-Mg perlu ditambahkan 0,005%
berilium.
2. Dros
Ciri-cirinya :
Logam cair dari paduan aluminium mudah teroksidasi. Oksida dalam logam
cair atau yang dihasilkan pada waktu penuangan terkumpul sebagai dros pada
Sebab-sebab cacat dros :
a. Oksida aluminium dihasilkan selama peleburan.
b. Dros terbawa dalam coran atau terjadi dalam cetakan.
c. Kadar air dalam cetakan.
Cara-cara pencegahannya :
a. Perencanaan pengecoran yang dapat menyebabkan turbulensi pada aliran
logam cair, tidak boleh dilaksanakan. Perbandingan saluran turun,
pengalir, dan saluran masuk harus dibuat : 1:2:2, 1:2:4 atau 1:4:4 dengan
mengambil sistem saluran tidak bertekanan. Selanjutnya harus dipakai
cara penuangan bawah.
b. Pencegahan dengan menghilangkan kotoran harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya dros dalam logam cair atau didalam saluran turun
yang terbawa kedalam cetakan.
c. Kadar air dalam cetakan harus serendah mungkin. Cetakan pasir kering
adalah lebih baik. Dalam mempergunakan cetakan logam, cetakan harus
dipanaskan mula sampai 150 0C.
d. Cairan logam dari dasar krus tidak boleh dipakai (paduan magnesium).
3.1 Diagram Alir Proses Penelitian
Bahan yang digunakan
Al-Si-4,5%Cu dengan variasi Zn :
1% 2% 3% 4%
Adapun proses penelitian meliputi beberapa tahapan dari pengadaan bahan
benda uji sampai penarikan kesimpulan yang dapat ditunjukkan pada Gambar 3.1
dibawah ini :
Gambar 3.1 : Diagram alir proses penelitian Uji Komposisi awal
Uji Komposisi akhir
Kesimpulan Pengujian Benda Uji
Uji Tarik Kekerasan & Porositas
Mikro & Makro
Berat jenis
Referensi
Hasil pengujian dan Analisis data Pembuatan Benda Uji Pelaksanaan Pengecoran
3.2 Bahan yang digunakan
Bahan dasar yang digunakan adalah pelek mobil dengan komposisi awal
terdapat dalam lampiran halaman 70. Dari hasil uji komposisi tersebut dalam
penelitian ini di asumsikan aluminium (Al) sebagai paduan utama dan sebagai
paduan yang lainnya adalah silikon (Si) sebesar 7%, tembaga (Cu) 4,5% dengan
variasi seng (Zn) 1%, 2%, 3% dan 4%. Untuk tembaga digunakan kawat tembaga
dengan asumsi kemurnian tembaga 80% dan unsur lain dalam kawat tembaga
diabaikan dan seng sendiri di dapat dari baut furnitur dengan asumsi kemurnian
seng 93% dan unsur lain dalam seng diabaikan.
3.3 Uji Komposisi Awal
Uji komposisi awal dilaksanakan di POLITEKNIK MANUFAKTUR
BANDUNG dan didapatkan hasil (Lampiran halaman 70).
3.4 Alat yang digunakan dalam Pengecoran dan Pengujian
Dalam pelaksanaan pengecoran dan pengujian hasil coran, alat-alat yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. 1 unit kompor solar.
Untuk memanaskan kowi saat peleburan bahan coran.
2. Kompresor.
Digunakan untuk mengisi angin pada kompor solar.
3. Kowi dan tungku.
4. Cetakan logam.
Tempat mencetak coran.
5. Mesin uji tarik dengan kekuatan tarik maksimal 1000 kg.
6. Mesin uji kekerasan brinell.
7. Foto struktur mikro.
8. Mikroskop.
Untuk melihat permukaan benda uji yang akan difoto mikro.
9. Tang tuang.
Digunakan untuk menjepit kowi saat proses pengecoran berlangsung.
10. Amplas, kaca, kain, autosol, dan lainnya.
3.5 Proses Pengecoran
Proses pengecoran dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Persiapan cetakan
2. Tahap peleburan
3. Tahap penuangan dan pembekuan
4. Tahap pelepasan hasil coran
Dalam proses pengecoran ini dilakukan sebanyak lima kali dan dalam
setiap proses pengecoran menggunakan komposisi bahan coran yang berbeda.
3.5.1 Persiapan Cetakan
Dalam pembuatan coran menggunakan cetakan logam. Sebelum cetakan
yang terdapat pada sisi cetakan bagian dalam hilang, sehingga tidak menghambat
aliran logam cair.
Setelah sisi cetakan bagian dalam bersih, lalu dilakukan pelapisan dengan
menggunakan kapur tulis supaya tahap pengambilan coran lebih mudah dan coran
tidak menempel pada cetakan logam. Dilakukan pemanasan cetakan logam,
bersamaan dengan tahap peleburan.
3.5.2 Tahap Peleburan
Tahap-tahap yang dilakukan dalam peleburan paduan Al-Si-Cu-Zn adalah
sebagai berikut :
1. Dilakukan penyetelan api kompor supaya didapatkan nyala api yang besar
dan konstan.
2. Dilakukan pemanasan tungku, kowi dan cetakan dengan menggunakan
kompor solar.
3. Masukkan bahan coran (Aluminium-Silikon) ke dalam kowi apabila nyala
api kompor sudah konstan.
4. Masukkan bahan coran (seng dan tembaga) apabila Aluminium-Silikon
sudah mencair.
5. Dilakukan penuangan apabila semua bahan coran sudah mencair.
3.5.3 Tahap Penuangan dan Pembekuan
Penuangan logam cair ke dalam cetakan dilakukan apabila semua bahan
perlu diperhatikan temperatur penuangan dan kecepatan penuangan. Kecepatan
penuangan yang rendah dapat menyebabkan kecairan yang buruk, oksidasi karena
udara dan didapatkan coran yang kurang baik.
Proses pembekuan diharapkan terjadi setelah proses penuangan selesai,
supaya didapatkan coran yang baik.
3.5.4 Tahap Pelepasan Hasil Coran
Proses pelepasan benda coran ada dua macam yaitu dengan cara merusak
cetakan dan dengan cara tanpa merusak cetakan. Dalam proses ini yang dipakai
adalah tanpa merusak cetakan, yaitu dengan cara membuka penutup coran dengan
pemukul dan alat penjepit (tang tuang), setelah penutup terbuka kemudian hasil
coran diungkit.
3.6 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji dilakukan setelah proses penegecoran selesai.
Pembuatan benda uji dengan menggunakan mesin drilling-milling untuk
mendapatkan permukaan benda uji yang rata, dan menggunakan mesin skrap
untuk memotong coran. Pembuatan benda uji dilakukan sesuai ukuran standar
yang telah ditentukan. Pembuatan benda uji dilakukan di laboratorium Teknologi
3.7 Pengujian Benda Uji
Pengujian benda uji ini, bertujuan untuk mendapatkan sifat fisis dan
mekanis dari coran. Adapun pengujian yang dilakukan terhadap benda uji meliputi
1. Pengujian Tarik
2. Pengujian Kekerasan
3. Pengujian Struktur Mikro dan Porositas.
4. Pengujian Berat Jenis.
5. Pengamatan bentuk patahan.
3.7.1 Pengujian Tarik
Pengujian tarik dilakukan bertujuan untuk mengetahui untuk keuletan
suatu bahan yang dilakukan dengan cara diberi beban gaya tarik yang sesumbu
yang bertambah besar secara kontinu.
Pada penelitian ini, pengujian tarik yang dilakukan pada benda uji yaitu
berbentuk lembaran sesuai dengan ASTM (American Society for Testing of
Materials) yang mempunyai persamaan (George E. Dieter, 1996 : 296) sebagai
berikut :
L Panjang ukur mula-mula benda uji (mm). =
0
A Luas penampang ukur mula-mula benda uji (mm2).
= w×t (3.2)
dengan :
t = Tebal ukur mula-mula benda uji (mm).
Gambar 3.2 : Ukuran benda uji tarik
Benda uji dijepit pada mesin uji dengan pembebanan perlahan-lahan
meningkat sampai suatu beban tertentu dan akhirnya benda uji patah. Beban tarik
yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan panjang disertai
pengecilan penampang ukur benda uji. Perbandingan antara pertambahan panjang
(∆L) dengan panjang awal benda uji (L0) disebut regangan (ε). Regangan dapat
dicari dari persamaan (George E. Dieter dan Sriati Djaprie, 1996 : 277) sebagai
berikut :
0
L L
∆ =
ε (3.3)
dengan :
L
∆ = Pertambahan panjang (mm). 0
L = Panjang ukur mula-mula benda uji (mm).
Langkah-langkah pengujian tarik :
Benda uji dipasang pada grip (penjepit) atas dan bawah pada mesin uji,
kemudian menaikkan atau meurunkan grip yang bawah dengan kecepatan sedang
sehingga penjepitan benda uji dalam posisi yang tepat. Pemasangan benda uji
Gambar grafik tegangan tarik didapatkan dari kertas milimeter blok yang
dipasang pada printer yang dijepit. Setelah kertas terpasang pada printer, hidupkan
mesin uji tarik dengan menakan tombol power, selama proses penarikan benda uji,
dilakukan pengambilan data.
Gambar 3.3 : Alat uji tarik
3.7.2 Pengujian Kekerasan
Secara umum kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi.
Pengujian kekerasan dilakukan bertujuan untuk mengetahui kekerasan suatu
logam. Pengujian kekerasan yang di pakai adalah uji kekerasan Brinell, karena uji
kekerasan Brinell merupakan pengujian kekerasan standar secara industri, yaitu
dengan menekankan bola baja yang berukuran besar dengan beban besar terhadap
logam yang di uji.
Pada uji kekerasan ini menggunakan identor berupa bola baja dengan
mengukur besarnya diameter lubang bekas injakan identor. Persamaan (George E.
Dieter dan Sriati Djaprie, 1996 : 329) yang digunakan adalah :
(BHN) =
P = Beban yang diberikan pada identor / gaya penekanan (kg). D = Diameter identor (mm).
d = Diameter lubang bekas injakan identor (mm).
Gambar 3.4 : Alat uji kekerasan Brinell
Pada uji kekerasan Brinell, diameter identor yang digunakan tergantung
pada ketebalan benda uji sebagai berikut.
Tabel 3.1 :
Tebal benda uji Diameter identor
1 - 3 D = 2,5
3 - 6 D = 5
> 6 D = 10
Tabel 3.2 : Conversion Table For Carbon and Low Alloy Steels
Diameter Bola Baja Beban P
(mm) 30 D2 10 D2 5 D2
10 3000 1000 500
5 750 250 125
2.5 187,5 62,5 31,25
Sumber : Panduan Praktikum Proses Produksi II, USD
Langkah-langkah pengujian kekerasan :
Permukaan benda uji dihaluskan sehingga permukaan tersebut rata dan
halus. Setelah permukaan benda uji halus, dilakukan penekanan identor dengan
cara memutar handel penekanan. Mengamati dan mencatat data besarnya gaya
penekanan. Penekanan benda uji oleh identor dilakukan beberapa kali untuk tiap
bahan/benda uji. Setelah dilakukan penekanan terhadap benda uji, yaitu
memindahkan benda uji dari alat uji dan amati besarnya lubang injakan identor
dengan mikroskop dan mencatat data yang ada dan dilakukan penghitungan harga
kekerasan untuk tiap benda uji.
3.7.3 Pengujian Struktur Mikro dan Porositas
Pengujian struktur mikro dan porositas bertujuan untuk mengetahui
struktur logam pada hasil coran. Pada pengujian struktur mikro diambil dari hasil
foto mikro pada benda uji yang sudah mengalami etsa, supaya mendapatkan foto
mikro yang baik dan mendapatkan permukaan benda uji yang benar-benar bersih
Sedangkan pada pengujian porositas diambil dari hasil foto yang belum
mengalami etsa. Penghitungan persentase porositas dilakukan dengan cara
mencari luasan cacat atau porositas pada foto mikro di bagi dengan luasan total
dari hasil foto mikro dikalikan dengan 100% dengan menggunakan transparansi
millimeter blok. Penghitungan porositas dapat menggunakan persamaan secara
manual sebagai berikut :
100%
Langkah-langkah pengujian struktur mikro dan porositas adalah :
Untuk pengujian struktur mikro yaitu, permukaan benda uji (spesimen)
dihaluskan dan dibersihkan pada salah satu sisinya, sehingga permukaan tersebut
rata dengan menggunakan amplas mulai dari yang kasar sampai amplas yang
halus dan menggosok benda uji tersebut dengan autosol hingga permukaannya
rata dan mengkilat. Mencuci benda uji dengan air yang bersih kemudian
dikeringkan (dibersihkan dengan kain dan di hembuskan udara). Meletakan benda
uji dibawah mikroskop dan mengamati hingga didapatkan fokus gambar yang
tepat dan dilakukan penggambilan foto.
Sedangkan untuk pengujian porositas yaitu, melakukan etsa pada benda uji
untuk menghilangkan kotoran, contohnya sisa-sisa autosol. Benda uji dimasukkan
dalam alkohol untuk menetralkan bahan etsa kemudian cuci dengan air bersih dan
keringkan. Melakukan pengamatan terhadap benda uji dengan mikroskop dan
Gambar 3.5 : Pengujian stuktur mikro
3.7.4 Pengujian Berat Jenis
Pengujian berat jenis bertujuan untuk mengetahui perubahan berat jenis
material mula-mula setelah mengalami pengecoran ulang, apakah setelah
mengalami pengecoran ulang berat jenisnya menjadi lebih besar atau menjadi
lebih kecil. Pengujian berat jenis diambil dari tiap-tiap variasi paduan benda uji.
Alat yang digunakan dalam pengujian berat jenis adalah timbangan digital Metler
Toledo seri GB3002 dan gelas ukur Pyrex Iwaki Glass.
Langkah-langkah pengujian berat jenis :
Menyiapkan dan menimbang benda uji dengan timbangan digital yang
bertujuan untuk mengetahui massa dari tiap benda uji. Memasukkan benda uji
kedalam gelas ukur yang telah terisi air dan menghitung pertambahan volume air
dalam gelas ukur. Berat jenis benda uji adalah hasil pembagian dari massa benda
uji dengan pertambahan volume air dalam gelas ukur.
Pengujian berat jenis coran dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
V m
=
dengan :
ρ = Berat jenis (gram/cm3) m = Massa (gram)
V = Volume (cm3)
a b
Gambar 3.6 : a) Gelas ukur dan b) Timbangan digital
3.7.5 Pengamatan Bentuk Patahan
Pengamatan bentuk patahan bertujuan untuk mengetahui permukaan
patahan dan bentuk patahan secara riil serta cacat yang terdapat pada bagian
dalam dari coran pada spesimen uji tarik, apakah pada penampang melintang
patahan terdapat banyak terdapat cacat atau tidak.
Langkah-langkah :
Membersihkan pengamatan bentuk patahan permukaan patahan spesimen
uji tarik dari kotoran dan debu dan menyambungkan kembali benda uji yang telah
patah akibat pengujian tarik dan dilakukan pengambilan foto dengan perbesaran
3.8 Uji Komposisi Akhir
Uji komposisi akhir dilaksanakan di POLITEKNIK MANUFAKTUR
Pada Penelitian paduan aluminium silikon ini, dilakukan pemaduan logam
antara aluminium silikon dengan tembaga sebesar 4,5% dan seng sebesar 1%, 2%,
3% dan 4%. Penambahan persentase tembaga dan seng akan mengakibatkan
perubahan sifat fisis dan mekanis dari paduan aluminium silikon. Pada penelitian
ini, penambahan persentase seng mengakibatkan meningkatnya kekuatan tarik,
tapi juga menurunkan nilai kekerasannya. Penambahan unsur tembaga ini
mengakibatkan banyaknya cacat pada hasil coran.
4.1 Pengujian Tarik
Pada pengujian tarik ini, menggunakan lima buah benda uji untuk
masing-masing bahan dengan persentase seng yang berbeda yaitu 1%Zn, 2%Zn, 3%Zn,
4%Zn. Data-data yang didapatkan dari pengujian tarik kemudian digunakan untuk
mencari harga kekuatan tarik maksimal dan regangan total serta regangan plastis,
yaitu dengan cara mencari harga rata-rata dari kekuatan tarik maksimal dan harga
rata-rata regangan totalnya pada setiap bahan yang dilakukan pengujian.
Sedangkan untuk mencari harga rata-rata regangan plastis dilakukan pengukuran
panjang ukur setelah putus pada setiap benda uji yang telah dilakukan pengujian
tarik dengan menggunakan jangka sorong dengan cara menyambungkan kembali
benda uji yang telah mengalami pengujian tarik.
Hasil pengujian didapatkan kekuatan tarik (ultimate tensile strength) yang
bervariasi, terlihat dalam grafik dibawah ini.
Grafik Pengujian Tarik
mula-mula cor ulang 4,5%Cu-1%Zn
Gambar 4.1 : Grafik hasil pengujian tarik
Terlihat dalam Gambar 4.1, kekuatan tarik maksimum di miliki oleh
paduan mula-mula sebelum di cor ulang, setelah paduan mula-mula di cor ulang
mengalami penurunan kekuatan tarik maksimal hampir setengahnya dari paduan
mula-mula, penyebabnya adalah cara pengecoran yang berbeda, yaitu paduan
mula-mula menggunakan penekanan pada saat penuangan logam cair yang
menuju kedalam cetakan, sedangkan paduan cor ulang tanpa menggunakan
penekanan (cetak grafitasi), maka akan didapatkan hasil yang berbeda pula.
Setelah paduan mula-mula di cor ulang dan ditambahkan persentase
tembaga dan persentase seng maka didapatkan penambahan kekuatan tarik
maksimal pada coran dan dapat melebihi kekuatan tarik maksimal paduan
mula-mula yang dicor ulang, yaitu pada paduan Al-Si-4,5%Cu-4%Zn. Dalam hal ini
persentase 4% meningkatkan kekuatan tarik maksimal yang cukup berarti pada
mula-mula cor ulang 4,5%Cu-1%Zn
Gambar 4.2 : Grafik regangan plastis
Grafik Regangan Total
mula-mula cor ulang 4,5%Cu-1%Zn
Gambar 4.3 : Grafik regangan total
Penambahan tembaga pada paduan mula-mula mengakibatkan banyaknya
cacat pada coran dan penambahan persentase seng mengakibatkan coran semakin
lemah. Itu berarti semakin banyaknya persentase seng dalam paduan aluminium
silikon akan menambah harga keuletan dan meningkatkan regangan plastis yang
cukup berarti dalam paduan aluminium silikon. Dari penambahan persentase seng
mengakibatkan peningkatan kekuatan tarik maksimal, dan peningkatan regangan
plastis yang cukup berarti, tetapi pada regangan total peningkatan regangannya
relatif sama.
4.2 Pengujian Kekerasan
Grafik Uji Kekerasan
mula-mula cor ulang 4,5%Cu-1%Zn
Gambar 4.4 : Grafik hasil pengujian kekerasan
Terlihat dalam Gambar 4.4 bahwa paduan Al-Si-4,5%Cu-1%Zn memiliki
angka kekerasan Brinell yang paling tinggi dibandingkan dengan paduan cor
ulang maupun paduan yang telah ditambahkan 4,5% tembaga dengan variai seng,
dan seiring bertambahnya persentase seng maka didapatkan penurunan angka
kekerasan Brinell dan paduan Al-Si-4,5%Cu-4%Zn memiliki angka kekerasan
persentase 4,5% akan meningkatkan kekerasan yang sangat berarti dibandingkan
paduan mula-mula cor ulang, sedangkan penambahan persentase seng pada
paduan Al-Si akan menurunkan angka kekerasannya yaitu ditandai dengan
penurunan angka kekerasan pada setiap penambahan persentase seng yang
semakin besar. Jadi penambahan persentase seng yang semakin besar akan
menurunkan nilai kekerasan paduan Al-Si, karena pada dasarnya seng mempunyai
sifat yang lunak dan lemah. Adapun penambahan seng dalam paduan
Al-Si-4,5%Cu bertujuan untuk memperbaiki sifat mampu alirnya dan memperkecil cacat
coran akibat adanya tembaga.
4.3 Pengujian Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro dilakukan pada penampang melintang pada
benda uji yang sudah mengalami etsa. Tujuan dari etsa yaitu mengkorosi secara
selektif pada permukaan benda uji, supaya terlihat jelas batas-batas butiran kristal
saat diamati dengan mikroskop.
Gambar 4.5 : Struktur mikro Al-Si mula-mula
Gambar 4.6 : Struktur mikro Al-Si cor ulang
Gambar 4.7 : Struktur mikro Al-Si-4,5%Cu-1%Zn
Gambar 4.8 : Struktur mikro Al-Si-4,5%Cu-2%Zn
900 µm
900 µm
Gambar 4.9 : Struktur mikro Al-Si-4,5%Cu-3%Zn
Gambar 4.10 : Struktur mikro Al-Si-4,5%Cu-4%Zn
Pada beberapa gambar struktur mikro diatas terlihat jelas bahwa struktur
mikro dari material mempunyai perbedaan yang jelas antara paduan mula-mula
dengan paduan yang mengalami cor ulang. Paduan mula-mula mempunyai
struktur mikro yang lebih merata, terlihat persebaran bagian yang berwarna gelap
menyebar kebagian yang berwarna terang. Sedangkan struktur mikro dari paduan
yang sudah mengalami cor ulang, persebaran antara bagian yang berwarna gelap
dan bagian yang berwarna terang tidak merata. Sedangkan pada paduan yang telah
mengalami paduan 4,5%Cu dengan variasi seng mempunyai unsur Al-Cu-Zn
900 µm
yaitu bagian yang yang berwarna gelap, sedangkan bagian yang berwarna terang
adalah unsur Al. Pada gambar struktur mikro paduan Al-Si-4,5%Cu-1%Zn
mempunyai struktur butiran kristal yang paling besar ukurannya, dan butiran
kristal yang besar inilah yang menyebabkan kekerasan yang tinggi. Selain itu
juga dalam struktur mikro, persebaran bagian yang berwarna gelap ke bagian yang
berwarna terang akan berpengaruh terhadap kekerasan.
4.4 Pengujian Porositas
Pengamatan porositas dilakukan pada penampang melintang pada benda
uji yang belum mengalami etsa dan pengambilan foto mikro dengan
menggunakan alat mikroskop dan seperangkat alat foto.
Grafik Pengujian Porositas
mula-mula cor ulang 4,5%Cu-1%Zn
Gambar 4.11 : Grafik Pengujian Porositas
Terlihat dalam Gambar 4.11 persentase porositas tertinggi dimiliki oleh
paduan Al-Si-4,5%Cu-3%Zn dan persentase porositas terendah dimiliki oleh
0% porositas. Munculnya porositas dalam paduan Al-Si-4,5%Cu-Zn diakibatkan
adanya persentase tembaga. Tembaga selain meningkatkan kekerasan juga akan
menimbulkan porositas pada paduan Al-Si, terlihat paduan Al-Si setelah
ditambahkan tembaga muncul porositas yang lebih besar dibandingkan dengan
paduan cor ulang maupun paduan mula-mula.
Besarnya porositas dalam sebuah paduan logam sangatlah mempengaruhi
nilai kekuatan tarik dan kekerasan, terbentuknya cacat dalam coran dapat
dipengaruhi oleh unsur paduan yang memiliki titik cair yang berbeda serta proses
pembekuan yang tidak sama, biasanya cacat banyak terjadi pada bagian yang
paling lambat membeku.
Pada penelitian ini, selain tembaga yang meningkatkan besarnya porositas
perlu juga diperhatikan pada saat proses pengecoran, yaitu pada saat proses
penuangan logam cair sampai proses pembekuan coran. Paduan aluminium yang
sering terjadi cacat biasanya cacat dros dan lubang jarum. Cacat lubang jarum
ditandai dengan adanya lubang dimana permukaan dalamnya halus dan berbentuk
bola. Ukuran cacat jarum 1-2 mm sangat kecil dan berbentuk seperti bekas
tusukan jarum. Cacat lubang jarum disebabkan oleh gas-gas, terutama gas
hidrogen yang terbawa dalam logam cair terkurung dalam logam yang disebabkan
tekanan logam selama pembekuan, terjadinya reaksi logam induk dengan uap air
dari cetakan, khususnya pada proses pengecoran dengan menggunakan cetakan
logam, titik cair terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama.
Cacat coran dapat ditekan dengan cara pembuatan cetakan sebaik
tidak mengalami aliran turbulensi pada cawan tuang menuju saluran turun,
hilangkan kotoran dan terak dalam logam cair dan sesuaikan temperatur logam
cair dan cara penuangan logam cair kedalam cetakan secara benar, pemanasan
cetakan akan sangat berpengaruh terhadap coran. Cetakan logam terlalu panas
menyebabkan lamanya pembekuan coran sehingga terjadi rongga-rongga cacat
pada coran, sebaliknya pemanasan cetakan logam yang kurang menyebabkan
logam cair membeku terlalu cepat sehingga penyusutan logam cair jadi tidak
merata dan timbulah cacat pada coran.
Gambar 4.12 : Porositas material mula-mula
Gambar 4.13 : Porositas material cor ulang
900 µm
Gambar 4.14 : Porositas material Al-Si-4,5%Cu-1%Zn
Gambar 4.15 : Porositas material Al-Si-4,5%Cu-2%Zn
Gambar 4.16 : Porositas material Al-Si-4,5%Cu-3%Zn
900 µm
900 µm
Gambar 4.17 : Porositas material Al-Si-4,5%Cu-4%Zn
900 µm
4.5 Pengujian Berat Jenis
Grafik Pengujian Berat Jenis
2.625
2.263
2.883 2.957 3.067 3.217
0.0
mula-mula cor ulang 4,5%Cu-1%Zn
Gambar 4.18 : Grafik pengujian berat jenis
Terlihat pada Gambar 4.18 bahwa paduan Al-Si-4,5%Cu-1%Zn
mempunyai harga berat jenis yang paling rendah dan seiring bertambahnya
persentase seng dalam paduan akan meningkatkan berat jenis dan paduan
paduan cor ulang mempunyai harga berat jenis yang jauh lebih kecil dibandingkan
dengan paduan Al-Si-4,5%Cu dengan variasi Zn, yaitu disebabkan oleh
penambahan 4,5%Cu dan persentase Zn. Jadi penambahan 4,5%Cu dan persentase
Zn dalam paduan mula-mula mempunyai pengaruh yang cukup signifikan yaitu
akan menyebabkan meningkatnya berat jenis coran, karena berat jenis tembaga
yaitu 0,00893 gram/mm3 dan berat jenis seng 0,0071 gram/mm3 lebih tinggi dibandingkan berat jenis Al yaitu 0,0027 gram/mm3.
Berat jenis paduan perlu diperhatikan dalam proses peleburan logam,
karena setiap logam mempunyai berat jenis yang berbeda. Oleh karena itu dalam
proses peleburan logam perlu dilakukan pengadukan supaya didapatkan berat
jenis yang merata, karena tanpa pengadukan akan menyebabkan logam yang
mempunyai berat jenis yang lebih tinggi akan menempati posisi bagian bawah
pada saat logam dalam keadaan cair.
4.6 Pengamatan Bentuk Patahan
Pengamatan bentuk patahan dilakukan pada penampang melintang pada
patahan benda uji tarik dan bagian samping dari benda uji tarik. Pada beberapa
Gambar 4.19 : Bentuk patahan mula-mula
Gambar 4.20 : Bentuk patahan cor ulang
Gambar 4.22 : Bentuk patahan Al-Si-4,5%Cu-2%Zn
Gambar 4.23 : Bentuk patahan Al-Si-4,5%Cu-3%Zn
Dalam Gambar 4.19 bentuk patahan paduan mula-mula diatas terlihat
bahwa perpatahan yang terjadi akibat pengujian tarik adalah perpatahan liat (ulet).
Perpatahan ulet ditandai dengan adanya penyempitan lebar ukur disekitar
perpatahan benda uji dan deformasi yang cukup besar, sebelum dan selama proses
perambatan retak. Patahan ulet juga terjadi pada batas-batas butiran kristal logam.
Penyempitan lebar ukur benda uji terjadi akibat adanya beban satu sumbu yang
diberikan dari mesin uji tarik. Sedangkan perpatahan pada paduan cor ulang dan
paduan Al-Si-4,5%Cu dengan variasi Zn mengalami perpatahan getas, yaitu
ditandai tidak adanya penyempitan pada lebar ukur benda uji dan deformasi
plastis, faktor penyebab terjadinya patahan getas pada paduan Al-Si-4,5%Cu
dengan variasi Zn yaitu akibat adanya porositas yang terdapat pada coran dengan
persentase yang lebih besar dari pada paduan mula-mula akibat akibat pengaruh
penambahan persentase tembaga dalam paduan, sehingga gaya tarik antar butir
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisis yang dilakukan pada penelitian ini, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kekuatan tarik tertinggi dicapai pada paduan Al-Si-4,5%Cu-4%Zn yaitu
15,054 kg/mm2 dan kekuatan tarik terendah pada paduan Al-Si-4,5%Cu-1%Zn yaitu 12,056 kg/mm2.
2. Terjadi perubahan struktur mikro akibat penambahan persentase seng.
Butiran kristal terbesar yaitu pada paduan Al-Si-4,5%Cu-1%Zn.
3. Bentuk patahan paduan Al-Si-4,5%Cu-Zn mengalami perpatahan getas
dan paduan mula-mula mengalami patahan ulet.
4. Kekerasan Brinell tertinggi dicapai pada paduan Al-Si-4,5%Cu-1%Zn
yaitu 80,71 BHN dan Kekerasan Brinell terendah pada paduan
Al-Si-4,5%Cu-4%Zn yaitu 75,38 BHN.
5. Porositas tertinggi terjadi pada paduan Al-Si-4,5%Cu-3%Zn yaitu 0,046 %
dan porositas terendah pada paduan Al-Si-4,5%Cu-4%Zn yaitu 0,0195 %.
6. Berat jenis tertinggi dicapai pada paduan Al-Si-4,5%Cu-4%Zn yaitu 3,22
gram/cm3 dan berat jenis terendah Al-Si-4,5%Cu-1%Zn yaitu 2,88 gram/cm3.