PENGARUH KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI SUAMI TENTANG KB PRIA TERHADAP PARTISIPASI DALAM BER-KB
DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN TAHUN 2010
SKRIPSI
OLEH :
LIDIA MARIE WINA RISKI NIM: 031000129
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI SUAMI TENTANG KB PRIA TERHADAP PARTISIPASI DALAM BER-KB
DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
LIDIA MARIE WINA RISKI NIM: 031000129
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul :
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI SUAMI TENTANG KB PRIA TERHADAP PARTISIPASI DALAM BER-KB
DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN TAHUN 2010
Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh : 031000129
LIDIA MARIE WINA RISKI
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 22 Juli 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Prof. dr. Aman Nasution, MPH NIP. 19680320 199308 2 001 NIP. 140019774
Penguji II Penguji III
Siti Khadijah Nasution SKM, M.Kes dr. Heldy BZ, MPH NIP. 19730803 199903 2 001 NIP. 19520601 198203 1 003
Medan, Nopember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dekan,
ABSTRAK
Partisipasi suami dalam ber-KB adalah salah satu strategi untuk mengatasi peningkatan jumlah penduduk. Berdasarkan Profil Kecamatan Medan Maimun Tahun 2009 diketahui bahwa cakupan partisipasi suami dalam ber-KB masih jauh dari target yang diharapkan, di mana cakupan akseptor KB pria (kondom dan vasektomi) hanya sebesar 2,34%. Cakupan akseptor KB pria ini masih perlu ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga target partisipasi suami dalam ber-KB dapat tercapai sesuai dengan standar nasional yang ditetapkan yaitu sebesar 4,5%.
Jenis penelitian ini menggunakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik dan persepsi suami tentang KB pria terhadap partisipasi dalam ber-KB di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah semua suami dari PUS dan telah memiliki minimal satu orang anak. Penetapan jumlah sampel dilakukan melalui 2 (dua) tahap, yaitu menggunakan metode “cluster sampling” dan “simple random sampling” sehingga diperoleh sampel sebanyak 85 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel partisipasi dalam ber-KB yaitu variabel agama (p=0,004) dan variabel persepsi tentang KB pria (p=0,015), sedangkan variabel yang tidak berpengaruh adalah umur (p=0,999), suku (p=0,859), pendidikan (p=0,157), pekerjaan (p=0,999), pendapatan (p=0,354), dan jumlah anak (p=0,824) .
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada kader dan petugas lapangan KB untuk lebih meningkatkan pendekatan kepada tokoh agama dan masyarakat agar tercipta komunikasi yang baik sehingga masyarakat memiliki pemahaman yang baik tentang KB pria. Diharapkan peran serta pemerintah dalam meningkatkan promosi dan edukasi tentang KB terutama KB pria melalui penyuluhan kesehatan agar disampaikan di kegiatan- kegiatan yang ada di masyarakat.
ABSTRACK
Men’s participation in family planning is one of strategy for reducing the increase of human population. Based on Medan Maimun Subdistrict Profile in 2009, the scope of men’s participation in family planning in Medan Maimun Subdistrict was still far from the expected target where the scope of men’s contraception (kondom and vasectomi) was 2,34%. The scope of men’s contraception still needs to be improved as optimal as possible so that the target of men’s participation can be achieved according to National target, which is 4,5%.
The type of the research used an explanatory approach that aimed to explain the influence of characteristic and men’s perception about male family planning on men’s participation in family planning in Medan Maimun Subdistrict in 2010. The population in this study were all the husband of couples of childbearing age and has had one child. The samples were 85 people determined by 2 (two) phases, “cluster sampling” and "simple random sampling ". Data were collected by using questionnaires and analyzed by using regression logistic test at 95% confidence level.
The result of this study showed that variables which had significant influence on men’s participation in family planning were religion (p=0,004) and men’s perception (p=0,015) about male family planning in Medan Maimun Subdistrict. Variables which had not significant influence were age (p=0,999) , ethnicity (p=0,859), education (p=0,157), occupation (p=0,999), income (p=0,354), and number of children (p=0,824).
It is suggested to the cadres and family planning field workers to improved the approach to religious leaders and communities in order to create good communication so that people have a good understanding about family planning. It is suggested the role of government in improving the family planning especially male family planning through health education and promotion for men that delivered in community activities.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Lidia Marie Wina Riski
Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 15 September 1984
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Nama Suami : Irwanto
Jumlah Anak : 3 orang
1. Syamil Bahrul Ulum (4 tahun)
2. Muhammad Umar Sholih (2 tahun)
3. Ahmad Husein Alfalah (3 bulan)
Alamat Rumah : Jl. Abdul Hakim Gang Mustika No. 16 Medan
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1992-1997 : SD Negeri 142442 Padangsidimpuan
2. Tahun 1997-2000 : SLTP Negeri 4 Padangsidimpuan
3. Tahun 2000-2003 : SMA Negeri 2 (Plus) Matauli Pandan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas berkat, rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Karakteristik dan Persepsi Suami tentang KB Pria Terhadap Partisipasi dalam ber-KB di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010 sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Begitu banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama MS, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku Dosen pembimbing I dan Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.
3. Prof. dr. Aman Nasution, MPH, selaku Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Siti Khadijah, SKM, MKes, selaku Dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan terhadap skripsi ini.
5. dr. Heldy BZ, MPH selaku Dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan terhadap skripsi ini.
6. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.
8. Terkhusus kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Darwin Pohan dan Mama Dominah Ritonga yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Teristimewa buat suami tercinta (Irwanto) yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta doa yang tulus kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
10. Teristimewa buat anak-anakku tersayang (Syamil, Sholih, dan Alfalah) yang telah melewati hari-hari penuh dengan perjuangan.
11. Adik-adikku tersayang (Lady Yuliana,SE, Faisal Yusuf Habibie, Iqbal Sulaiman, Muhammad Kharis Sumitro dan Indah Lestari Madeline, dan Ahmad Mujib Azzam yang selalu menyemangati penulis.
12. Teman dan adik-adik di AKK (Risty Ivanti SKM, Aida, Iwid, Fani, Marwa SKM, Yuni, Adly) yang telah memberikan suasana persahabatan selama perkuliahan.
Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, Nopember 2010 Penulis,
DAFTAR ISI
Hal
Lembar Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Riwayat Hidup Penulis ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... x
Daftar Gambar ... xii
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
1.1. Latar Belakang ………. 1
1.2. Perumusan Masalah ………. 7
1.3. Tujuan Penelitian ………. 7
1.4. Manfaat Penelitian ………... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 8
2.1. Keluarga Berencana (KB) ……… 8
2.1.1. Pengertian, Visi dan Misi Keluarga Berencana (KB) ………. 8
2.1.2. Tujuan dan Manfaat Keluarga Berencana (KB) ……….. 9
2.1.3. Pandangan Berbagai Agama tentang KB ... 11
2.2. Sistem dan Proses Reproduksi Pria…..………. 14
2.2.1. Bagian Luar ………...……… 14
2.2.2. Bagian Dalam ……….………. 14
2.2.3. Fungsi alat/ organ Reproduksi Pria ………. 15
2.3. Proses Reproduksi Pria …….……… 16
2.4. Cara Kontrasepsi Pria ……… 17
2.4.1. Kondom ……… 19
2.4.2. Vasektomi ……….... 20
2.5. Persepsi ………. 23
2.6. Partisipasi ………. . 24
2.6.1. Pengaruh Persepsi Terhadap Partisipasi dalam Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan ……….. 29
2.7. Kerangka Konsep ………... 30
2.8. Definisi Konsep ……….. 31
2.9. Hipotesis ………. 31
BAB III METODE PENELITIAN ……….. 32
3.1. Jenis Penelitian ………... 32
3.3.1. Populasi ……… 33
3.3.2. Sampel ……….. 33
3.4. Teknik Pengambilan Data ….………..………... 35
3.4.1. Data Primer ………..………….. 35
3.4.2. Data Sekunder ………... 35
3.5. Definisi Operasional ……….. 35
3.6. Aspek Pengukuran ………. 38
3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ………. . 38
3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ………. 39
3.7. Teknik Analisis Data ………... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 41
4.1.1. Kependudukan ... 41
4.2. Deskripsi Karakterisitik Responden ... 43
4.2.1. Distribusi Responden Menurut Umur ... 44
4.2.2. Distribusi Responden Menurut Suku ... 44
4.2.3. Distribusi Responden Menurut Agama ... 44
4.2.4. Distribusi Responden Menurut Pendidikan ... 45
4.2.5. Distribusi Responden MenurutPendapatan ... 45
4.2.6. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan ... 46
4.2.7. Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak... 46
4.2.8. Distribusi Responden Menurut Persepsi tentang KB pria ... 46
4.2.9. Distribusi Responden Menurut Partisipasi ... 50
4.3. Analisis Bivariat ... .. 51
4.3.1. Hubungan antara Umur dengan Partisipasi ... 51
4.3.2. Hubungan antara Suku dengan Partisipasi ... 52
4.3.3. Hubungan antara Agama dengan Partisipasi ... 53
4.3.4. Hubungan antara Pendidikan dengan Partisipasi ... 54
4.3.5. Hubungan antara Pekerjaan dengan Partisipasi ... 55
4.3.6. Hubungan antara Pendapatan dengan Partisipasi ... 55
4.3.7. Hubungan antara Jumlah Anak dengan Partisipasi dalam ber-KB ... 56
4.3.8. Hubungan antara Persepsi dengan Partisipasi ... 57
4.4. Analisis Multivariat ... 58
4.4.1. Pembuatan Model Faktor Penentu Partisipasi Suami dalam ber-KB ... 58
BAB V PEMBAHASAN ... 61
5.1. Pengaruh Karakteristik Suami Terhadap Partisipasi dalam ber-KB ... 61
5.1.1. Pengaruh Agama Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB ... 61
5.1.2. Pengaruh Persepsi Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB 63 5.1.3. Pengaruh Umur Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB... 65
5.1.4. Pengaruh Suku Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB ... 66
ber-KB ... 68
5.1.7. Pengaruh Pendapatan Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB ... 69
5.1.8. Pengaruh Jumlah Anak Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB ... 70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
6.1. Kesimpulan ... 72
6.2. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... xiii LAMPIRAN
1. Kuesioner 2. Hasil uji statistik
3. Surat Izin Penelitian dari FKM USU 4. Surat Izin Penelitian dari Balitbang
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Kelurahan di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010 ... 33
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 38
Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 39
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Kecamatan Medan Maimun Menurut Kelurahan ... 42
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia Subur ... 42
Tabel 4.4. Distribusi penduduk Berdasarkan Penggunaan KB ... 43
Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Umur ... 44
Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Suku ... 44
Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Agama ... 45
Tabel 4.8. Distribusi Responden Menurut Pendidikan ... 45
Tabel 4.9. Distribusi Responden Menurut Pendapatan ... 45
Tabel 4.10. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan ... 46
Tabel 4.11. Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak ... 46
Tabel 4.12. Distribusi Responden Menurut Uraian Persepsi tentang KB Pria 48
Tabel 4.13. Distribusi Responden Menurut Persepsi tentang KB Pria ... 49
Tabel 4.14. Distribusi Responden Menurut Partisipasi dalam ber-KB ... 50
Tabel 4.15. Distribusi Responden Menurut Jenis Kontrasepsi ... 50
Tabel 4.17. Hubungan antara Umur dengan Partisipasi ... 52
Tabel 4.18. Hubungan antara Suku dengan Partisipasi ... 53
Tabel 4.19 Hubungan antara Agama dengan Partisipasi ... 54
Tabel 4.20. Hubungan antara Pendidikan dengan Partisipasi ... 54
Tabel 4.21. Hubungan antara Pekerjaan dengan Partisipasi ... 55
Tabel 4.22. Hubungan antara Pendapatan dengan Partisipasi ... 56
Tabel 4.23. Hubungan antara Jumlah Anak dengan Partisipasi ... 57
Tabel 4.24. Hubungan antara Persepsi dengan Partisipasi ... 57
Tabel 4.25. Hasil Analisis Bivariat ... 58
Tabel 4.26. Hasil Analisis Multivariat antara Suku, Agama, Pendidikan, dan Persepsi dengan Partisipasi dalam ber-KB ... 59
Tabel 4.27. Hasil Analisis Multivariat antara Agama, Pendidikan, dan Persepsi dengan Partisipasi Suami ... 59
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
Partisipasi suami dalam ber-KB adalah salah satu strategi untuk mengatasi peningkatan jumlah penduduk. Berdasarkan Profil Kecamatan Medan Maimun Tahun 2009 diketahui bahwa cakupan partisipasi suami dalam ber-KB masih jauh dari target yang diharapkan, di mana cakupan akseptor KB pria (kondom dan vasektomi) hanya sebesar 2,34%. Cakupan akseptor KB pria ini masih perlu ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga target partisipasi suami dalam ber-KB dapat tercapai sesuai dengan standar nasional yang ditetapkan yaitu sebesar 4,5%.
Jenis penelitian ini menggunakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik dan persepsi suami tentang KB pria terhadap partisipasi dalam ber-KB di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah semua suami dari PUS dan telah memiliki minimal satu orang anak. Penetapan jumlah sampel dilakukan melalui 2 (dua) tahap, yaitu menggunakan metode “cluster sampling” dan “simple random sampling” sehingga diperoleh sampel sebanyak 85 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel partisipasi dalam ber-KB yaitu variabel agama (p=0,004) dan variabel persepsi tentang KB pria (p=0,015), sedangkan variabel yang tidak berpengaruh adalah umur (p=0,999), suku (p=0,859), pendidikan (p=0,157), pekerjaan (p=0,999), pendapatan (p=0,354), dan jumlah anak (p=0,824) .
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada kader dan petugas lapangan KB untuk lebih meningkatkan pendekatan kepada tokoh agama dan masyarakat agar tercipta komunikasi yang baik sehingga masyarakat memiliki pemahaman yang baik tentang KB pria. Diharapkan peran serta pemerintah dalam meningkatkan promosi dan edukasi tentang KB terutama KB pria melalui penyuluhan kesehatan agar disampaikan di kegiatan- kegiatan yang ada di masyarakat.
ABSTRACK
Men’s participation in family planning is one of strategy for reducing the increase of human population. Based on Medan Maimun Subdistrict Profile in 2009, the scope of men’s participation in family planning in Medan Maimun Subdistrict was still far from the expected target where the scope of men’s contraception (kondom and vasectomi) was 2,34%. The scope of men’s contraception still needs to be improved as optimal as possible so that the target of men’s participation can be achieved according to National target, which is 4,5%.
The type of the research used an explanatory approach that aimed to explain the influence of characteristic and men’s perception about male family planning on men’s participation in family planning in Medan Maimun Subdistrict in 2010. The population in this study were all the husband of couples of childbearing age and has had one child. The samples were 85 people determined by 2 (two) phases, “cluster sampling” and "simple random sampling ". Data were collected by using questionnaires and analyzed by using regression logistic test at 95% confidence level.
The result of this study showed that variables which had significant influence on men’s participation in family planning were religion (p=0,004) and men’s perception (p=0,015) about male family planning in Medan Maimun Subdistrict. Variables which had not significant influence were age (p=0,999) , ethnicity (p=0,859), education (p=0,157), occupation (p=0,999), income (p=0,354), and number of children (p=0,824).
It is suggested to the cadres and family planning field workers to improved the approach to religious leaders and communities in order to create good communication so that people have a good understanding about family planning. It is suggested the role of government in improving the family planning especially male family planning through health education and promotion for men that delivered in community activities.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan sangat berkaitan erat dengan kualitas masyarakat. Penduduk yang
besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan berharga dalam pembangunan. Sebaliknya penduduk yang besar dengan kualitas
rendah, akan menjadi beban yang sangat berat bagi pembangunan bangsa.
Tahun 2007 jumlah penduduk dunia telah mencapai sekitar 26,6 miliar jiwa dan jumlah penduduk Indonesia menempati urutan keempat dunia yaitu 236 juta jiwa.
Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,6 anak per wanita. Jumlah penduduk Indonesia setiap
saat mengalami peningkatan, padahal pemerintah telah berupaya untuk menargetkan idealnya 2,1 anak per wanita. Meski begitu, masih ada saja dari keluarga Indonesia yang senang mempunyai anak banyak (BKKBN, 2009).
Banyak hal yang harus dilakukan dalam menekan jumlah penduduk, sekaligus membangun keluarga berkualitas. Dengan jumlah penduduk yang menempati urutan
keempat terbesar di dunia, berdasarkan penilaian United Nation Development People
(UNDP) pada Tahun 2009 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) Indonesia menempati
urutan yang memprihatinkan yaitu 111 dari 179 negara. Angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 109 dari 179 negara. Hal ini menunjukkan
kesehatan dan kesejahteraan. Apabila tidak diimbangi dengan upaya
pengendalian kuantitas maka pemerintah akan sulit meningkatkan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar secara umum berdampak terhadap
permasalahan-permasalahan sosial lainnya, antara lain: ketersediaan pangan yang semakin terbatas, pengangguran, kemiskinan, pembangunan perumahan, meningkatnya tingkat kriminalitas, masalah kesehatan, pendidikan dan lain
sebagainya. Untuk itu dibutuhkan suatu gerakan pengendalian dan peningkatan kesejahtaraan penduduk melalui berbagai program- program pemerintah yang salah
satunya adalah gerakan keluarga berencana nasional (KB) (BKKBN, 1998).
Program KB nasional merupakan program pembangunan sosial dasar yang sangat penting artinya bagi pembangunan nasional dan kemajuan bangsa. Dalam
Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, disebutkan bahwa KB adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Hasil program KB
tidak seketika dapat dinikmati, tetapi sangat menentukan bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh di
masa depan (BKKBN Sumut, 2008).
Tujuan program KB sesungguhnya bukan untuk mengurangi jumlah penduduk. Tujuan yang benar dari program KB adalah mengendalikan pertumbuhan
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia
Tenggara atau keempat di wilayah Asia Pasifik, yaitu mencapai 248 orang per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2007). Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002
yaitu 307/100.000 kelahiran hidup, angka ini mengalami penurunan namun masih jauh dari target Millenium Development Goal’s (MDGs) tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu tersebut terutama
adalah pendarahan (30%), persalinan macet (5%), keracunan kehamilan/ pre eklamsi (25%), infeksi (12%), dan komplikasi persalinan (8%) (SKRT, 2002).
Pengaturan kehamilan dan jarak melahirkan diperlukan untuk mencapai target MDGs tersebut. Ada beberapa metode atau alat KB yang bisa digunakan, bagi wanita antara lain pil KB, suntik KB, susuk atau implant, alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) dan Medis Operasi Wanita (MOW) biasa disebut tubektomi sedangkan bagi pria biasanya dengan cara pantang berkala, senggama terputus, kondom dan Medis
Operasi Pria (MOP) atau vasektomi (Manuaba, 1998).
Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan
kebutuhan serta keinginan suami dan istri. Dalam penggunaan kontrasepsi pria seperti kondom, pantang berkala, senggama terputus dan vasektomi, suami mempunyai
tanggung jawab utama, sementara bila istri sebagai pengguna kontrasepsi, suami mempunyai peranan penting dalam mendukung istri dan menjamin efektivitas pemakaian kontrasepsi. Suami dan istri harus saling mendukung dalam penggunaan
Banyaknya pilihan alat kontrasepsi bagi wanita dibanding pria membuat
seolah-olah KB adalah urusan wanita. Pria yang menyatakan bahwa KB adalah urusan wanita sebesar 28%, wanita yang seharusnya disterilisasi 24% dan
yang menyatakan sterilisasi pria sama dengan dikebiri sebesar 12% (BKKBN, 2005). Jumlah akseptor KB di Indonesia telah mencapai 66,2% dimana akseptor kondom sebesar 0,6% dan akseptor vasektomi sebesar 0,3%. Artinya, dari total
akseptor KB aktif,, pria yang menjadi akseptor KB hanya 0,9% (SDKI 2002-2003). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi wanita lebih
besar daripada pria.
Komplikasi akibat penggunaan alat kontrasepsi mulai dari yang ringan hingga yang berat antara lain: mual, muntah-muntah, pening, bercak-bercak darah di antara
masa haid, infeksi jamur di sekitar kemaluan, kram dan nyeri saat haid dan pendarahan yang cukup serius (Manuaba, 1998). Dengan demikian keikutsertaan pria
dalam ber- KB sangat diperlukan.
Berdasarkan data BKKBN (2009), angka komplikasi berat akibat penggunaan kontrasepsi pada wanita di seluruh Indonesia terbilang tinggi seperti penggunaan IUD
di Jawa Tengah dengan tingkat komplikasi 165 akseptor (60%), begitu juga implant di Nanggroe Aceh Darussalam sekitar 115 akseptor (88,46%) mengalami komplikasi.
Di Sumatera Utara, tingkat komplikasi akibat IUD sebanyak 12 akseptor (42,86%), MOW 3 akseptor (10%), implant 13 akseptor (46,43%), dan suntik 18 akseptor (64,29%), sedangkan MOP tidak ada yang mengalami komplikasi berat. Tingginya
Peran seorang suami dalam program KB dinilai sangat penting karena
biasanya suami lebih dominan sebagai penentu kebijakan keluarga. Berdasarkan data BKKBN Tahun 2008 pencapaian akseptor KB pria baru yang tertinggi berada di
Propinsi Jawa Tengah yaitu 29.727 akseptor (0,44%), yang terendah di Propinsi Gorontalo yaitu 607 akseptor (0,01%), dan Sumatera Utara berada telah mencapai 0,3% (22.161 akseptor) dari total 6.799.819 akseptor KB pria baru di Indonesia
(3,25%). Padahal, perkiraan permintaan masyarakat (PPM) nasional yang ditargetkan, partisipasi pria dalam ber-KB adalah 4,5% dari seluruh akseptor.
Menurut Notoatmodjo (2003), yang mengutip pendapat Anderson, karakteristik individu dalam memilih pelayanan kesehatan termasuk dalam memilih metode kontrasepsi dapat digolongkan antara lain : ciri-ciri demografi, seperti jenis
kelamin, umur, struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, dan kesukuan dan manfaat-manfaat kesehatan.
Simanjuntak (2007), menyatakan bahwa tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit di Kota Medan dipengaruhi oleh pengetahuan, kondisi kesehatan fisik dan pengaruh istri. Menurut Lubis (2009), pengaruh istri dan kompensasi
memiliki pengaruh terhadap keputusan untuk menjadi akseptor vasektomi di Kota Tebing Tinggi.
Ada beberapa faktor yang membuat pria enggan untuk ber-KB di antaranya adalah rendahnya pengetahuan dan pemahaman tentang hak-hak reproduksi, keterbatasan alat kontrasepsi pria, kondisi sosial, adanya rumor tentang vasektomi
ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya
informasi-informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/ bertindak.
Data di BKKBN Sumatera Utara Tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah akseptor KB sejak Januari hingga September 2009 mencapai 1.388.526 orang dengan total PUS sebesar 2.066.729. Dari seluruh peserta aktif (PA) tersebut akseptor KB
pria telah mencapai 77.247 orang (5,7%) yang terdiri dari MOP 4.288 (0,31%) dan kondom (5,45%).
Akseptor KB pria di Kota Medan pada Tahun 2009 masih belum mencapai target nasional (4,5%) yaitu 9.351 akseptor (2,9%) dengan rincian akseptor MOP sebanyak 450 orang dan akseptor kondom sebanyak 8.901 orang. Angka ini
mengalami sedikit peningkatan dari tahun 2008 yaitu 2,2% dari total akseptor KB. Kecamatan Medan Maimun memiliki jumlah penduduk sebesar 41.003 jiwa
dengan jumlah PUS 5.888 pasang. Peserta KB aktif dari bulan Januari hingga Desember 2009 berjumlah 3.667 akseptor (62,27%) dengan capaian hanya 17 akseptor MOP (0.46%) dan 69 akseptor kondom (1,88%) atau total pencapaian
akseptor pria sebesar 86 akseptor (2,34%) angka ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 58 akseptor (1,02%). Dalam dua tahun terakhir pencapaian
akseptor KB pria di Kecamatan Medan Maimun merupakan yang terendah dari 21 Kecamatan yang ada di Kota Medan.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
efek samping, kualitas, dan efektivitas) tentang KB pria terhadap partisipasi dalam
ber-KB di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apakah ada pengaruh karakteristik (meliputi : umur, suku/ ras, agama, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan jumlah anak) dan persepsi suami (meliputi manfaat KB pria, efek samping, kualitas, dan efektivitas) tentang KB pria terhadap partisipasi
dalam ber-KB di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pengaruh karakteristik (meliputi :
umur, suku/ras, agama, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan jumlah anak) dan persepsi suami (meliputi manfaat KB pria, efek samping, kualitas, dan efektivitas)
tentang KB pria terhadap partisipasi dalam ber-KB.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan kepada petugas KB agar dapat meningkatkan peran serta suami (pria) dalam ber-KB.
2. Memberi masukan kepada pihak BKKBN dalam perencanaan untuk meningkatkan peran serta pria dalam ber-KB.
3. Menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian lapangan dan pembuatan karya tulis ilmiah.
4. Menjadi bahan referensi tambahan bagi mahasiswa yang akan meneliti tentang KB
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keluarga Berencana (KB)
2.1.1. Pengertian, Visi dan Misi Program KB
Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan per orangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan berisiko tinggi, kesakitan
dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat,
komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006).
Paradigma baru KB Nasional (KBN) telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk
mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Paradigma baru program KB ini, menekankan pentingnya upaya menghormati
hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Visi tersebut dijabarkan ke dalam 6 (enam) misi, yaitu:
1. Memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas
2. Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, dan
ketahanan keluarga.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
4. Meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak
reproduksi.
5. Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan
dan keadilan jender melalui program KB
6. Mempersiapkan SDM berkualitas sejak pembuahan dalam kandungan sampai dengan usia lanjut (Saifuddin, 2006).
2.1.2. Tujuan dan Manfaat KB
KB bertujuan untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial
ekonomi suatu keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Mochtar, 1998).
Orang tua (ayah dan ibu) yang paling bertanggung jawab atas keselamatan
dirinya dan keluarganya (anak-anak), karena itu orang tua haruslah sadar akan batas-batas kemampuannya selama masa baktinya dalam memenuhi kebutuhan
anak-anaknya sampai menjadi orang yang berguna. Walaupun manusia dapat mengharapkan pertolongan dan rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa, namun mereka sebagai makhluk insan diberi akal, ilmu dan pikiran sehat, karena itu mereka wajib
memakai akal, ilmu dan pikiran sehat tersebut untuk mendapatkan jalan dan hidup yang sehat pula supaya jangan berbuat lebih dari kemampuan yang ada. Terciptalah
keselamatan keluarga dan terbentuklah keluarga yang bahagia. 2. Untuk kepentingan anak-anak
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang harus dijunjung tinggi sebagai
pemberian yang tidak ternilai harganya. Mengatur kelahiran merupakan salah satu cara dalam menghargai kepentingan anak. Orang tua mempunyai persiapan yang
matang agar dapat memberikan kehidupan yang baik kepada anak-anaknya agar mereka kelak menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi orang tua dan bangsa. 3. Untuk kepentingan masyarakat
Keluarga merupakan kumpulan terpadu dari satu komunitas atau masyarakat. Kepentingan masyarakat meminta agar setiap orang tua sebagai kepala keluarga
memelihara dengan baik keluarga dan anak-anaknya agar dapat membantu terlaksananya kesejahteraan seluruh komunitas sehingga secara makro telah ikut memelihara keseimbangan penduduk dan pelaksanaan pembangunan nasional. Tanpa
tanggung jawab terhadap anak-anak yang telah dilahirkan, tanggung jawab terhadap
masyarakat dan negara di mana mereka hidup dan berbakti (Mochtar, 1998).
2.1.3. Pandangan Berbagai Agama tentang KB
Ditinjau dari segi agama, tidak ada satu agama pun di Indonesia yang secara
pasti menolak program KB, meskipun pada awalnya banyak keraguan akan hukum agama dari program ini. Namun, pada saat ini beberapa agama telah mendukung
program ini. Berikut pandangan empat agama besar di Indonesia tentang program KB :
1. Agama Islam
Pandangan para ulama di Indonesia tentang KB pada umumnya menyetujui atau sekurang-kurangnya tidak menentang. Bahkan pada masa Nabi Muhammad
SAW telah dikenal metode kontrasepsi alamiah yang dikenal dengan nama azl
atau coitus interuptus yang disebut juga dengan senggama terputus. Namun, beberapa pemikir Islam meragukan hukum ber-KB, karena menyamakan program
ini dengan larangan membunuh bayi. Pembunuhan bayi sama sekali tidak sama dengan memakai alat kontrasepsi, karena pembunuhan bayi adalah pembunuhan
Metode kontap sebagai salah satu alat KB juga diperdebatkan oleh para ulama
Islam, karena sifatnya yang permanen dan menganggap cara ini sama dengan pengebirian yang dilarang dalam hukum Islam. Namun belakangan metode ini
akhirnya diperbolehkan dengan pertimbangan bila metode KB lain memang tidak sesuai dan alasan kesehatan dari PUS itu sendiri.
2. Agama Kristen
Pandangan agama Kristen, dalam hal ini Katolik, pada dasarnya menyetujui program KB dengan batasan-batasan yang telah ditentukan di antaranya adalah :
a. Masalah KB misalnya : jenis kontrasepsi yang dipakai, jumlah anak yang
diinginkan, dan lain-lain ditentukan oleh suami istri sendiri, tanpa ada paksaan dari pihak lain termasuk pemerintah.
b. Penentuan tentang keikutsertaan ber-KB harus disepakati bersama antara suami istri.
c. Dalam konsili disebutkan bahwa cara-cara KB yang dilarang adalah
pengguguran (aborsi) dan pembunuhan bayi. Selain itu cara coitus interuptus
dan sterilisasi baik yang permanen maupun tidak juga dilarang.
d. Cara ber-KB yang dianjurkan oleh gereja adalah pantang berkala. Mengenai cara ini ensiklik hummanae menolak semua cara ber-KB selain pantang berkala.
imam sebagai Bapak rohani untuk menentukan jalan keluar yang tepat
(BKKBN, 1980). 3. Agama Hindu
Pandangan agam Hindu terhadap program KB sangat positif bahkan cenderung mendukung karena program ini dianggap sejalan dengan ajaran agama Hindu. Alat kontrasepsi tercipta dari ilmu pengetahuan, dan ilmu yang
dipergunakan untuk kesejahteraan manusia, akan disetujui oleh Hindu Dharma dan tidak akan ditentang. Bahkan penggunaan alat kontrasepsi diatur agar sesuai
dengan desa/tempat, kala/waktu,dan patra/keadaan (BKKBN, 1980).
Namun demikian metode pengguguran (abortus criminalis) dianggap sebagai dosa besar karena bertentangan dengan ajaran Ahimsa Karma. Pengguguran janin
dianggap sama dengan pembunuhan orang suci. Oleh karena itu, metode ini sangat ditentang oleh umat Hindu.
4. Agama Budha
Agama Budha menyetujui program KB dan penggunaan metode kontrasepsi apabila :
a. Metode kontrasepsi tidak mengandung unsur-unsur pembunuhan.
b. Kontrasepsi dilakukan atas dasar saling pengertian antara suami istri dengan
maksud memberikan kesempatan mendidik, merawat, dan mempersiapkan diri buat kehidupan anak-anak yang sudah ada.
c. Tidak ada unsur-unsur melarikan diri dari tanggung jawab.
Agama Budha memperbolehkan pemakaian kontrasepsi karena pencegahan
kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi dianggap sama dengan pencegahan pertemuan sel telur dengan sel sperma yang berarti pula mencegah terjadinya
makhluk. Hal ini berarti tidak terjadi pembunuhan, karenaa sel telur dan sel sperma sendiri menurut agama Budha bukanlah makhluk.
2.2. Sistem dan Proses Reproduksi Pria
Alat/ organ reproduksi pria terdiri dari dua bagian yaitu : bagian luar dan bagian dalam (Manuaba, 1998).
2.2.1. Bagian luar :
1. Zakar (penis) adalah suatu alat yang berbentuk silindris yang dalam keadaan
tidak tegang/ normal panjangnya 6-8 cm, di mana di dalamnya terdapat saluran kencing.
2. Kantong zakar (scrotum) adalah kantong yang terdiri dari jaringan ikat jarang, terletak di belakang zakar, di antara kedua paha, dan berisi dua buah testis (buah zakar).
2.2.2. Bagian dalam :
2. Epididimis, merupakan saluran berkelok-kelok seperti spiral yang terletak di
samping belakang testis. Epididimis dihubungkan dengan testis oleh saluran-saluran yang disebut vas deferens.
3. Saluran mani (vas deferens), ada dua buah (kiri dan kanan), berasal dari testis, masuk ke dalam tali mani.
4. Saluran kantung air mani, adalah kelenjar tubuler, terletak di sebelah kanan dan
kiri di belakang leher kandung kencing. Saluran dari vesica seminalis (saluran kantong air mani) bergabung dengan ductus deferens untuk membentuk saluran
ejakulator.
5. Kelenjar prostat (glandula prostate), terletak di bawah kandung kencing dan mengelilingi saluran kencing. Kelenjar ini terdiri dari kelenjar majemuk,
saluran-saluran dan otot polos. Bentuknya seperti buah kenari, beratnya kurang lebih 20 gram.
6. Kelenjar cowperi adalah kelenjar yang menghasilkan cairan mukus, bening dan bersifat basa.
2.2.3. Fungsi alat/ organ reproduksi Pria
Fungsi alat/ organ reproduksi pria terdiri dari dua bagian (Manuaba, 1998)
yaitu :
1. Fungsi alat/ organ reproduksi bagian luar adalah sebagai berikut :
a. Penis berfungsi sebagai penyalur sperma melalui proses senggama.
b.. Testis berfungsi untuk memproduksi hormon testosteron dan bersama
kelenjar adrenal dalam pembentukan sperma. Testosteron memengaruhi
massa tulang dan otot, perkembangan kelenjar prostat dan pertumbuhan
rambut.
2. . Fungsi alat/ organ reproduksi pria bagian dalam sebagai berikut :
1. Buah zakar mempunyai dua fungsi yaitu :
a) Memproduksi spermatozoa (sel mani) yang merupakan sel reproduksi pria. b) Memproduksi hormon adrogenik, khususnya testosteron yang dialirkan ke
dalam darah. Hormon ini memberi sifat kejantanan (sifat seks sekunder) kepada pria dewasa, misalnya suara yang besar, pertumbuhan rambut pada
dada, ketiak dan kemaluan. 2. Epididimis berfungsi :
a. Sebagai saluran penghubung antara testis dengan vas deferens.
b. Sebagai lumbung pertama sperma.
c. Mengeluarkan getah atau cairan yang berguna untuk perkembangan dan
proses pematangan spermatozoa.
d. Mengabsorbsi cairan testis yang mengandung sperma.
3. Saluran mani (vas deferens), berfungsi sebagai tempat penyimpanan air mani
sebelum disemprotkan.
4. Saluran kantong air mani, berfungsi untuk menyimpan sperma dan
menghasilkan cairan yang kaya dengan zat gula.
5. Kelenjar prostat (glandula prostate), berfungsi untuk menghasilkan cairan yang bersifat basa dan berfungsi untuk mempertahankan hidupnya sperma.
7. Saluran kencing (uretra), berfungsi untuk menyalurkan air mani dan air
kencing. Air mani dan air kencing tidak mungkin keluar secara bersamaan karena secara refleks diatur oleh sebuah klep yang terletak pada muara
pertemuan antara saluran kencing dan saluran air mani.
2.3. Proses Reproduksi Pria
Menurut Manuaba (1998), sperma normal masuk ke dalam rahim wanita pada masa subur kemungkinan besar akan bertemu dan berhasil membuahi sel telur. Hasil
pembuahan ini akan berkembang menjadi embrio. Embrio akan berkembang lebih lanjut menjadi janin yang siap dilahirkan.
Produk alat/ organ reproduksi antara lain :
1. Air mani (semen) terdiri atas getah/ cairan berwarna keputih-putihan, agak kental. Pada saat ejakulasi dipancarkan 2-5 milimeter. Setiap milimeternya mengandung
2-120 juta sel mani (spermatozoa). Air mani bersifat basa dan dalam lingkungan ini sperma dapat hidup kurang lebih selama 3 hari.
2. Sel mani (spermatozoa), dibuat di dalam testis melalui proses spermatogenesis. Terdiri dari bagian kepala, leher, badan dan ekor yang panjangnya antara 50 - 60 mikron (1/20 mm). Pada bagian kepala terdapat suatu selubung yang menutupi
2/3 bagian daerah kepala dan disebut akrosom. Selubung ini mengandung enzim yang dipergunakan untuk penetrasi sel telur pada proses pembuahan.
spermatozoa tidak dapat hidup lebih dari 8 jam, tetapi dalam uterus untuk sampai
kepada tuba dapat hidup 2-3 hari.
2.4. Cara Kontrasepsi Pria
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘mencegah’ atau ‘melawan’ dan
konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/ mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan
sperma (Winkjosastro, 1999).
Menurut Siswosudarmo (2001), pada dasarnya prinsip kerja kontrasepsi
adalah meniadakan pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma). Ada dua pembagian cara kontrasepsi (Winkjosastro, 1999) yaitu :
1. Kontrasepsi Sederhana
Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/ obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama
terputus dan pantang berkala. Kontrasepsi dengan alat/ obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom pada pria.
2. Kontrasepsi Modern/ Metode Efektif
Cara kontrasepsi modern pada pria yaitu dengan vasektomi (sterilisasi pada pria).
Ada beberapa komponen keefektifan, antara lain :
2. Keefektifan praktis (pemakaian), adalah keefektifan yang terlihat dalam
kenyataan di lapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang memengaruhi pemakaian, seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan
lain-lain.
3. Keefektifan program, adalah keefektifan sebuah cara dalam sebuah program baik di tingkat lokal, propinsi, maupun nasional.
4. Keefektifan biaya (cost effectiveness), adalah perbandingan antara sebuah cara atau program dengan hasil yang diharapkan, baik berupa jumlah akseptor, jumlah
yang terus memakai, efek samping, penurunan angka kesuburan, dan lain-lain (Siswosudarmo, 2001).
Tidak ada satu pun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua
klien, karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah
sebagai berikut (Saifuddin, 2006) :
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.
2. Berdaya guna, artinya bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah
terjadinya kehamilan.
3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya
di masyarakat.
4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.
5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali
kesuburannya.
Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah
dipakai dan diperoleh, baik melalui apotek maupun toko obat dengan berbagai merek dagang. Kondom terbuat dari karet/ lateks, berbentuk tabung tidak tembus cairan,
dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma (BKKBN, 2007).
Kondom disamping sebagai alat KB juga berfungsi untuk mencegah Infeksi
Menular Seksual (IMS) termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV)/AIDS (Acquired ImmunodeficiencySyndrome).
a) Kelebihan dan Keterbatasan Kondom
1. Kelebihan Kondom
a. Bila digunakan secara tepat maka kondom dapat digunakan untuk mencegah kehamilan dan penularan penyakit menular seksual.
b. Kondom tidak memengaruhi kesuburan jika digunakan dalam jangka panjang.
c. Kondom mudah didapat dan tersedia dengan harga yang terjangkau. 2. Keterbatasan Kondom
a. Kekurangan penggunaan kondom memerlukan latihan dan tidak efisien.
c. Beberapa pria tidak dapat mempertahankan ereksinya saat menggunakan
kondom.
d. Setelah terjadi ejakulasi, pria harus menarik penisnya dari vagina bila
tidak, dapat terjadi kehamilan atau penularan penyakit menular seksual. e. Kondom yang terbuat dari latex dapat menimbulkan alergi bagi beberapa
orang.
2.4.2. Vasektomi
Vasektomi berasal dari perkataan : (a) vas = vas deferen = saluran mani = saluran yang menghubungkan testis dengan urethra dan menjadi saluran untuk
transpor sel mani, (b) ektomi = memotong dan mengangkat. Jadi vasektomi dalam arti yang murni berarti memotong dan mengangkat saluran vas deferens kanan dan kiri. Akan tetapi, yang dimaksud dengan vasektomi untuk KB adalah bilateral partial
vasektomi, yaitu memotong sebagian kecil vas deferens kanan dan kiri masing-masing kurang daripada 1 cm. Dengan demikian vasektomi hanya
menghalang-halangi transpor bibit laki-laki (spermatozoa) (Anfasa, 1982).
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vas deferens sehingga alur transportasi sperma
terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas di mana fungsi reproduksi
merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Saifuddin, 2006).
Menurut Tjokronegoro (2003), vasektomi adalah cara KB yang mantap di
tidak akan keluar bersama cairan mani lain pada saat bersetubuh. Vasektomi adalah
satu-satunya cara sterilisasi pria yang diterima sampai saat ini. Vasektomi harus dibedakan dengan kebiri (pengambilan kedua testis) karena dengan vasektomi hanya
perjalanan sperma dari testis ke dunia luar yang diputus, tepatnya dengan memotong dan mengambil sebagian dari vas deferens. Seseorang yang telah menjalani vasektomi masih mengeluarkan semen tetapi bebas sel sperma (spermatozoa) dan
masih memiliki keinginan berhubungan seksual (libido) secara normal, bahkan potensi dan kepuasannya pun tidak berubah. Vasektomi merupakan operasi kecil
yang cukup dilakukan dengan anestesi lokal.
Kelebihan dan Keterbatasan Vasektomi (BKKBN, 2007).
Adapun kelebihan metode kontrasepsi vasektomi adalah :
1. Mudah pelaksanaannya dengan pembiusan setempat kurang lebih 15 menit.
2. Bekas operasi hanya merupakan luka yang cepat sembuh. 3. Tidak mengganggu hubungan seksual.
4. Tingkat kegagalan rendah hanya ± 0,3 dari 100 tindakan vasektomi. 5. Merupakan metode mantap.
Keuntungan vasektomi (Anfasa, 1982) antara lain : (1) tidak ada mortalitas
(5) sangat efektif (kemungkinan gagal tidak ada), karena dapat diperiksa kepastiannya
di laboratorium, (6) tidak membutuhkan biaya yang besar. Keterbatasan metode kontrasepsi vasektomi antara lain :
1. Harus dengan tindakan pembedahan.
2. Walaupun merupakan operasi kecil, masih dimungkinkan terjadi komplikasi seperti pendarahan dan infeksi.
3. Tidak melindungi klien dari penyakit menular seksual.
4. Masih harus menggunakan kondom selama 15 kali ejakulasi agar tidak terjadi
kehamilan akibat dari sisa-sisa sperma yang terdapat di saluran vas deferens. 5. Jika istri masih menggunakan alat kontrasepsi disarankan tetap mempertahankan
selama 2 bulan sampai 3 bulan sesudah suami menjalankan vasektomi.
6. Klien perlu istirahat total selama 1 hari dan tidak bekerja selama 1 minggu.
2.5. Persepsi
Winardi (2001) mengemukakan persepsi merupakan proses internal yang bermanfaat sebagai penyaring (filter) dan metode untuk mengorganisasikan stimulus, yang memungkinkan kita menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi menyediakan
mekanisme melalui apa stimulus diseleksi, dan dikelompokkan dalam wujud yang berarti, yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang sama pada
masing-masing individu, sehingga secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda. Seorang individu tidak bereaksi atau berperilaku dengan cara tertentu, karena situasi yang terdapat di sekitarnya, tetapi karena apa yang terlihat olehnya,
Pengertian persepsi yang menjelaskan suatu objek dikemukakan oleh Yusuf
(1991), yaitu persepsi merupakan pemberian makna hasil pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap suatu objek. Pendapat ini didukung oleh Sarwono (1997),
yang mendefinisikan persepsi sebagai suatu pengenalan objek melalui aktivitas sejumlah penginderaan yang disatukan dan dikoordinasikan dalam pusat syaraf yang lebih tinggi.
Menurut Rakhmat (2005), ada perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal. Persepsi tentang objek ditangkap indera melalui benda fisik,
hanya bisa menanggapi sifat-sifat luar objek, objek tidak memberikan reaksi terhadap pengamat dan objek relatif tetap sedangkan persepsi interpersonal ditangkap melalui lambang-lambang verbal atau grafis melalui pihak ketiga, tidak hanya menanggapi
sifat luar tetapi mencoba mendalami hal yang tidak dapat ditangkap oleh indera, faktor-faktor personal, karakteristik orang yang ditanggapi dan hubungan dengan
orang tersebut serta manusia relatif berubah-ubah.
Robbins (1996), menyatakan bahwa persepsi sebagai suatu proses individu untuk menyeleksi, mengorganisir dan menginterpretasikan stimulus ke dalam suatu
gambaran yang berarti dengan dunia sekitarnya.
Proses pembentukan persepsi antara satu individu dengan individu yang lain
berbeda-beda. Thoha (1999), menyatakan bahwa pembentukan persepsi tergantung berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal seperti pengalaman, keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan, dan faktor eksternal
Menurut Kotler yang dikutip oleh Nurazizah (2004), persepsi terhadap
kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah
berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Mutu pelayanan sangat objektif, tergantung persepsi pelanggan yang dipengaruhi oleh latar belakang
sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan faktor-faktor lainnya.
2.6. Partisipasi
Mardikanto (2003), mengatakan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan
seorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan.
Mikkelsen dalam Soetomo (2006), menginventarisasi adanya 6 tafsiran dan makna yang berbeda tentang partisipasi, yaitu :
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.
2. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi proyek-proyek pembangunan. 3. Partisipasi adalah kemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf
dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial.
5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukannya sendiri.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan
dan lingkungan mereka.
Mikkelsen dalam Soetomo (2006), mengembangkan asumsi teoritik sebagai berikut :
1. Tujuan pembangunan dapat dicapai secara harmonis dan konflik antara kelompok-kelompok masyarakat dapat diredam melalui pola demokrasi setempat.
Oleh karena itu partisipasi masyarakat adalah hal yang memungkinkan. 2. Pembangunan menjadi positif apabila ada partisipasi masyarakat.
3. Pemberdayaan masyarakat mutlak perlu mendapatkan partisipasinya karena
pemerintah tidak akan mengeluarkan biaya untuk program pembangunan yang ditetapkan masyarakat, kecuali masyarakat itu sendiri mempunyai kemampuan
untuk memaksa pemerintahnya.
4. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berarti adanya penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat itu sendiri dan secara
eksternal terhadap pemerintah atau pelaksana program.
Notoatmodjo (2007), mengatakan metode partisipasi masyarakat adalah :
1. Partisipasi dengan paksaan (Enforcement participation)
Artinya memaksa masyarakat untuk berkontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan maupun dengan perintah lisan
ketakutan. Akibatnya lagi masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki
terhadap program.
2. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi.
Yakni suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran. Sukar ditumbuhkan dan akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila tercapai hasilnya ini akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan
penerangan, pendidikan, dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Margono dalam Mardikanto (2003), menyatakan bahwa tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu :
1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
2. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi 3. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
Tentang hal ini, adanya kesempatan yang diberikan, sering merupakan faktor
pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan sangat menentukan kemampuannya. Sebaliknya, adanya kemauan akan mendorong seseorang untuk
meningkatkan kemampuan dan aktif memburu serta memanfaatkan setiap kesempatan.
1. Kesempatan untuk berpartisipasi
mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau dituntut untuk
berpartisipasi juga terasa masih kurang. 2. Kemauan untuk berpartisipasi
Kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Kesempatan dan kemampuan yang cukup belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk (turut) membangun.
Kemauan untuk membangun ini, ditentukan oleh sikap mental yang dimiliki masyarakat, yang menyangkut :
a. Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas diri.
b. Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya.
3. Kemampuan untuk berpartisipasi
Yang dimaksud dengan kemampuan disini adalah :
a. Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan
untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun (memperbaiki mutu hidupnya).
b. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.
c. Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
Analisis tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, dapat didekati melalui beberapa disiplin keilmuan, sebagai berikut :
a. Dalam konsep psikologi, tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, sangat ditentukan oleh motivasi yang melatarbelakanginya, yang merupakan cerminan dari dorongan, tekanan, kebutuhan, keinginan, dan harapan-harapan
yang dirasakan.
b. Secara sosiologis, tumbuh dan berkembangnya partisipasi dalam masyarakat,
akan sangat ditentukan oleh persepsi masyarakat terhadap tingkat kepentingan dari pesan-pesan yang disampaikan kepadanya.
Berdasarkan pada konsep diatas, maka tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan akan dapat diupayakan melalui :
1. Penyuluhan yang intensif dan berkelanjutan, yang tidak saja berupa penyampaian
informasi tentang adanaya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, melainkan juga dibarengi dengan dorongan dan harapan-harapan agar masyarakat mau berpartisipasi, serta upaya yang terus menerus untuk meningkatkan
kemampuannya untuk berpartisipasi.
2. Berkaitan dengan dorong dan harapan yang disampaikan, perlu adanya penjelasan
kepada masyarakat tentang besarnya manfaat ekonomi maupun non ekonomi yang dapat secara langsung atau tidak langsung dinikmati sendiri maupun yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Persepsi merupakan hasil pengamatan oleh panca indera terhadap suatu objek
sehingga pengamatan yang terjadi menghasilkan persepsi terhadap objek tersebut. Bila persepsi terhadap objek tersebut baik atau memuaskan, maka akan timbul
keinginan memanfaatkan pelayanan tersebut, demikian sebaliknya.
Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, ada faktor-faktor yang memengaruhinya. Faktor itulah yang menyebabkan mengapa tiap orang dapat
memberikan interpretasi yang berbeda terhadap satu hal yang sama. Sehingga persepsi seseorang erat kaitannya dengan pengambilan keputusan untuk bertindak.
Menurut pendapat Parasuraman dkk, yang dikutip oleh Nasution (2005), ada 4 faktor yang memengaruhi persepsi pasien terhadap pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan yaitu : (a) Pengalaman dari teman-teman (words of mouth), (b) Kebutuhan
atau keinginan (personal need), (c) Pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan (past experince), dan (d) Komunikasi melalui iklan atau peamasaran
(external communication to customer).
Dengan demikian persepsi pasien tentang pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap partisipasi dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dapat diukur
berdasarkan manfaat alat KB, keterjangkauan harga, dan informasi tentang KB.
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka maka kerangka konsep penelitian ini adalah :
Karakteristik Suami 1. Umur
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.8. Definisi Konsep
1. Karakteristik individu adalah hal-hal yang melekat dalam diri suami yang membedakannya dengan yang lain, meliputi : umur, suku/ras, agama, pekerjaan,
pendapatan, pendidikan, dan jumlah anak.
2. Persepsi adalah perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran
mengenai apa yang dilihat, dengar, alami atau dirasakan oleh suami tentang suatu objek, meliputi : manfaat, efek samping, kualitas, dan efektivitas.
3. Partisipasi adalah keikutsertaan suami dalam melaksanakan suatu kegiatan atau
program.
2.9. Hipotesis
Ada pengaruh karakteristik suami (meliputi : umur, suku/ras, agama,
pekerjaan, pendapatan, pendidikan, jumlah anak) dan persepsi (meliputi manfaat KB pria, efek samping, kualitas, dan efektivitas) tentang KB pria terhadap partisipasi dalam ber-KB.
Partisipasi dalam ber-KB 1. Ya
2. Tidak Persepsi tentang : (Manfaat KB
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei dengan menggunakan pendekatan
explanatory research atau penelitian penjelasan yang bertujuan untuk menjelaskan
pengaruh karakteristik dan persepsi suami tentang KB pria terhadap partisipasi dalam ber-KB di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010.
Menurut Singarimbun (1995), penelitian survei adalah penelitian yang
menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa
dengan menganalisis data yang ada.
[
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Maimun. Adapun alasan pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan akseptor KB pria terendah di Kota Medan pada
Tahun 2008 dan 2009 berada di Kecamatan Medan Maimun yaitu 2,34% sehingga perlu diteliti apakah partisipasi suami dalam ber-KB dipengaruhi oleh karakteristik dan persepsi suami terhadap KB pria. Penelitian dilakukan pada bulan Juni - Juli
Tahun 2010.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah semua suami dari pasangan usia subur (PUS) yang telah memiliki anak minimal 1 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode cluster random sampling. Ada dua tahapan yang dilakukan,
orang-orang yang ada di daerah itu secara sampling (Sugiyono, 2006). Setelah diperoleh
besar sampel, pengambilan sampel dilakukan secara acak berdasarkan kerangka sampling.
Kecamatan Medan Maimun terdiri dari 6 kelurahan. Dengan menggunakan metode acak sederhana, dengan satu kali pengambilan maka diperoleh hasil klaster yang pertama yaitu Kelurahan Hamdan.
Tabel 3.1. Kelurahan di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010
No Kelurahan Jumlah Suami dari PUS
1. Kampung Baru 2.341 orang
2. Sei Mati 1.461 orang
3. Suka Raja 459 orang
4. Jati 154 orang
5. Hamdan 581 orang
6. Aur 892 orang
Jumlah suami dari PUS di Kelurahan Hamdan adalah 581 orang. Pengklasteran tahap kedua dengan menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2005), diperoleh besar sampel sebagai berikut :
N
n =
1 + N (d2 )
581 n =
1 + 581(0,12 )
n ≈ 85,3 n = 85 orang
d = Derajat ketetapan yang diinginkan (sebesar 0,1)
Sampel yang akan diteliti ditemukan berdasarkan 2 kriteria (Sastroasmoro, 2010) yaitu :
1. Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek dapat diikutsertakan ke dalam penelitian. Adapun yang termasuk ke dalam kriteria inklusi adalah :
a. Suami dari PUS yang sudah memiliki anak minimal 1 orang
b. Suami yang memiliki istri tidak bisa dan tidak menggunakan kontrasepsi.
2. Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian termasuk kontraindikasinya. Adapun yang termasuk ke dalam kriteria ini
adalah :
a. Suami dari PUS yang baru menikah
b. Suami dari PUS yang belum memiliki anak
c. Suami dari PUS yang istrinya sudah menopause.
3.4. Teknik Pengambilan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Data sekunder diperoleh dari Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana (PP dan KB) Kota Medan, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumut, dan Badan Pusat Statistik (BPS).
3.5. Definisi Operasional
1. Umur adalah lamanya waktu hidup responden berdasarkan ulang tahun terakhir. Umur dibagi dalam 2 kategori yaitu :
1. Usia Produktif (15-64 tahun)
2. Usia Non Produktif (< 15 tahun dan > 64 tahun)
2. Suku adalah ras/ etnik bangsa yang melekat pada diri responden sesuai dengan yang tercatat pada kartu identitas. Suku dibagi dalam 5 kategori yaitu :
1. Batak (Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Pak-pak) 2. Jawa
3. Minang
4. Melayu 5. India
3. Agama adalah kepercayaan yang dianut oleh responden sesuai dengan yang tercatat pada kartu identitas dan dibedakan atas :
1. Islam
4. Hindu
4. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh responden, berdasarkan ijazah terakhir yang dimiliki. Pendidikan dibagi
menjadi 3 kategori yaitu :
1. Tinggi, bila responden tamat Akademi/Perguruan Tinggi 2. Sedang, bila responden tamat SMP/SMA
3. Rendah, bila responden tidak sekolah/Tamat SD
5. Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan responden secara
rutin. Pekerjaan dibagi kedalam 2 kategori yaitu dengan skala nominal : 1. Bekerja
2. Tidak Bekerja
6. Pendapatan adalah jumlah penghasilan berbentuk uang yang diperoleh keluarga
setiap bulan. Pendapatan diukur berdasarkan Upah Minimum Kota (UMK) Kota Medan sesuai Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 561/032/K/Tahun 2008 yaitu :
1. ≥ UMK atau ≥ Rp 1.020.000,- per bulan 2. < UMK atau < Rp 1.020.000,- per bulan
7. Jumlah anak adalah banyaknya anak yang lahir hidup yang dimiliki oleh responden. Jumlah anak dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. 1-2 orang
2. ≥3 orang
samping, kualitas dan efektivitas). Berdasarkan jawaban yang diberikan
responden, dibagi dalam tiga kriteria yaitu :
1. Setuju, apabila responden memiliki persepsi atau pandangan yang positif
terhadap KB-pria.
2. Kurang setuju, apabila responden memiliki beberapa persepsi atau pandangan yang negatif terhadap KB-pria.
3. Tidak setuju, apabila responden memiliki pandangan yang negatif tentang KB pria.
4. Partisipasi adalah keikutsertaan suami dalam menggunakan kontrasepsi pria. Pengukuran partisipasi dinilai berdasarkan :
1. Berpartisipasi, apabila responden menggunakan salah satu alat kontrasepsi pria yaitu vasektomi atau kondom.
2. Tidak berpartisipasi, apabila responden tidak menggunakan satupun alat
kontrasepsi pria.
3.6. Aspek Pengukuran
3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas
[image:54.612.107.546.658.698.2]Variabel karakteristik suami meliputi skala pengukuran nominal, interval dan ordinal. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Bebas Variabel Bebas
Indikator Jawaban Nilai Variabel Pengukuran
1 Umur 1.Produktif (15-
64 tahun) 2.Tidak Produktif (< 15 dan >64tahun)
Ordinal
2 Suku 1. Batak
2. Jawa 3. Minang 4. Melayu 5. India
Nominal
3 Agama 1. Islam
2. Kristen 3. Budha 4. Hindu
Nominal
4 Pendidikan 1. Tinggi
2. Sedang 3. Rendah
Ordinal
Tabel 3.2. (Lanjutan) No Variabel Jumlah
Indikator Kriteria Jawaban Bobot Nilai Kategori Variabel
Skor Skala Pengukuran
5 Pekerjaan 1.Bekerja
2.Tidak Bekerja
Ordinal
6 Pendapatan 1. ≥ UMK
2. < UMK
Ordinal
7 Jumlah Anak
1. 1-2 orang 2. >2 orang
Ordinal
8 Persepsi (meliputi manfaat, efek samping, kualitas dan efektivitas)
12 1. Setuju
[image:55.612.108.542.50.321.2]3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat
[image:56.612.112.535.154.266.2]Partisipasi suami dalam ber-KB diukur melalui 2 pertanyaan dan dibagi dalam 2 kategori yaitu “ya” dan “tidak” dengan menggunakan skala Guttman.
Tabel 3.3. Skala Pengukuran Variabel Terikat No Variabel Jumlah
Indikator
Kriteria Bobot Nilai
Skor Skala Pengukuran
1 Partisipasi 2 1. Berpartisipasi
dalam ber-KB 2. Tidak
berpartispasi dalam ber-KB
1
0
Nominal
3.7. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda
untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel independen (meliputi: umur, suku/ras, agama, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan jumlah anak) dan persepsi (meliput i: manfaat KB pria, efek samping, kualitas, dan efektivitas) tentang KB pria terhadap
variabel dependen (partisipasi suami).
Persamaan regresi logistik berganda adalah sebagai berikut :
Y = α+β1X1+β2X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6
Keterangan :
β1….β8 =Koefisien regresi logistik variabel penelitian
X1 = Umur X2 = Suku/ras X3 = Agama X4 = Pendidikan X5 = Pekerjaan X6 = Pendapatan X7 = Jumlah Anak
X8 = Persepsi ( meliputi : manfaat, efek samping, kualitas, dan efektivitas)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Wilayah Kecamatan Medan Maimun terdiri atas 6 (enam) kelurahan dengan luas wilayah 334,5 Ha. Adapun keenam kelurahan tersebut adalah :
1. Kelurahan Kampung Baru 2. Kelurahan Hamdan 3. Kelurahan Aur
4. Kelurahan Sei Mati 5. Kelurahan Jati
6. Kelurahan Suka Raja
1. Sebelah Utara berbatasan dengan : Kecamatan Medan Barat
2. Sebelah Timur berbatasan dengan : Kecamatan Medan Kota 3. Sebel