• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejadian Tuberkulosis Pada Anggota Keluarga Yang Tinggal Serumah Dengan Penderita TB Paru BTA Positif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kejadian Tuberkulosis Pada Anggota Keluarga Yang Tinggal Serumah Dengan Penderita TB Paru BTA Positif"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANGGOTA KELUARGA

YANG TINGGAL SERUMAH DENGAN PENDERITA

TB PARU BTA POSITIF

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Pulmonologi Dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinis Pada Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

ANDHIKA KESUMA PUTRA

NIM : 087107003

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP. H. ADAM MALIK

M E D A N

(2)

A B S T R A K

Objektif : Untuk melihat frekuensi infeksi TB pada anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif potong lintang (cross-sectinal descriptive) dengan populasi berasal dari seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif yang berobat di Poliklinik Paru Rumah Sakit Adam Malik dan Dokter praktesk Swasta berfasilitas DOTS di Kota Medan.

(3)

Kesimpulan : Walaupun anggota keluarga tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif, tetapi untuk menjadi sakit tidaklah mudah. Terutama pada orang dewasa yang dilakukan pemeriksaan pewarnaan langsung sputum BTA, sebanyak 78 orang yang diperiksa tidak dijumpai BTA. Namun pada anak bawah lima tahun didapati 3 dari 4 anak yang menunjukkan hasil baca tes tuberkulin dengan diameter lebih dari 10 mm.

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, karena atas berkat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan judul “Kejadian tuberkulosis pada anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB Paru BTA Positif”.

Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang sudah beribu tahun ada di muka bumi, namun hingga zaman moderen saat ini belum dapat dituntaskan. Di Indonesia sendiri angka temuan kasus per tahunnya belum mencapai target nasional. Keterlambatan pendeteksian ini tentu berpengaruh pada populasi di sekitarnya sehingga memungkinkan orang yang tertular semakin banyak. Untuk mengatasi hal ini tentunya perlu deteksi awal terhadap kontak serumah dengan penderita, dengan demikian apabila terdapat anggota keluarga yang terinfeksi, diagnosa dan penatalaksanaannya dapat segera dilaksanakan sehingga memutus rantai penularan lebih lanjut.

Dari laporan sebelumnya sudah ada beberapa tulisan pendahulu yang bertujuan melihat kekerapan tuberkulosis pada suami-istri yang masing-masing pasangannya menderita TB paru, ada pula tulisan yang melihat uji tuberkulin pada anak-anak usia sekolah yang orang tua nya menderita TB paru. Oleh sebab ini lah peneliti ingin melihat kejadian tuberkulosis pada anggota yang tinggal serumah dengan penderita TB paru khususnya yang mempunyai hasil pemeriksaan BTA positif tanpa membatasi untuk orang dewasa ataupun anak-anak saja.

(5)

Selama mengikuti pendidikan di Departemen Pulmonologi, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk kesemuanya itu, perkenanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Yang terhormat Prof. dr. H. Luhur Soeroso SpP(K) sebagai Ketua Departemen yang selalu memberikan bimbingan, dorongan, pengarahan yang tak ternilai dalam pengalaman klinis, interpretasi foto toraks, dan kasus-kasus yang sulit / jarang dalam setiap melakukan koordinasi pelayanan.

Yang terhormat Dr. Hilaluddin Sembiring DTM&H, SpP(K) sebagai Ketua Program Studi Departemen sekaligus sebagai Pembimbing Utama bagi penulis dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan nasihat, dorongan dan dengan sabar tetap memberikan pengarahan selama kami mengikuti pendidikan ini.

Yang terhormat Dr. Zainuddin Amir SpP(K) yang dalam kesibukannya sebagai Ketua TKP PPDS FK-USU masih sering menyempatkan memberikan ilmu dan pengalaman klinisnya selama kami mengikuti pendidikan ini.

Yang terhormat Dr. Pantas Hasibuan SpP(K) yang tidak henti-hentinya memberikan nasihat, bimbingan, dan arahan agar sesegera mungkin untuk menyelesaikan tugas apapun yang diberikan selama pendidikan magister dan spesialis ini.

Yang terhormat Dr Pandiaman Pandia SpP(K) yang juga sebagai Sekretaris Departemen sekaligus sebagai Pembimbing kedua bagi penulis, yang secara tulus membantu dan memberikan bimbingan serta arahan untuk menyelesaikan penelitian ini.

(6)

Yang terhormat seluruh Staf Pengajar Departemen, Dr. Widirahardjo SpP(K), Dr. Fajrinur Syarani SpP(K), Dr. Amira Permatasari Tarigan SpP, Dr. Parluhutan Siagian SpP, Dr. Usman SpP, Dr. Bintang YMS SpP, Dr. Setia Putra Tarigan SpP, Dr Noni N Soeroso SpP, yang telah memberi nasihat dan arahan selama kami mengikuti pendidikan.

Ucapan terima kasih kepada Bpk Drs. Abd Jalil Amri Arma M.Kes selaku pembimbing penulis dalam analisis statistik penelitian ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, yang telah memberikan kami kesempatan untuk dapat menjalani pendidikan kemagisteran di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU – RSHAM Medan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, pegawai, tata usaha, perawat poliklinik / rawat inap, atas bantuannya dan kerja samanya yang baik selama ini dalam menjalani pendidikan.

Kepada kedua orang tua, Bapak H. Saaluddin S,Sos dan Ibunda tercinta Hj. Rosdiana, serta adikku Yunita Rosalia ST, terima kasih atas doa yang tak pernah lepas satu helaian nafas pun untukku.

Kepada kedua orang tua, Bapak Mertua dan Ibu; H. Zainuddin Amir dan Hj. Derita Ningsih, terima kasih atas perhatian dan dukungan jiwa raga selama ini.

Tentunya tak lupa rasa penghargaan tak terkira kepada istriku tercinta Dr. Dessy Mawar Zalia, dalam sayang dan sabarmu selalu menjadi penggerakku.

(7)

Medan, Juni 2010 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN i

LEMBAR PENGESAHAN ii

LAPORAN PENELITIAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI viii

DAFTAR SINGKATAN xii

ABSTRAK xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang 1

1.2. Perumusan masalah 3

1.3. Tujuan penelitian 3

1.4. Manfaat penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah tuberkulosis 5

2.2. Epidemiologi 5

2.3. Etiologi 6

2.4. Penularan dan penyebaran 7

2.5. Patogenesis 8

2.6. Diagnosis 9

1. Pemeriksaan klinis 10

2. Pemeriksaan radiologis 11

3. Pemeriksaan laboratorium 12

(9)

2.7. Beberapa faktor risiko kejadian tuberkulosis paru 17

1. Usia 17

2. Jenis kelamin 17

3. Penyakit penyerta 17

4. Kepadatan hunian dan kondisi rumah 18 5. Status sosial ekonomi keluarga 19

6. Perilaku 20

2.8. Kerangka konsep 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan penelitian 22

3.2. Tempat dan waktu penelitian 22

3.3. Populasi dan sampel 22

3.4. Perkiraan besar sampel 22

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi 23

1. Inklusi 23

2. Eksklusi 23

3.6. Definisi operasional 23

3.7. Variabel penelitian 24

1. Variabel terikat 24

2. Variabel bebas 25

3.8. Manajemen data

1. Sumber data 25

2. Metode pengumpulan data 25

3. Cara menghitung hasil penelitian 26

(10)

3.9. Masalah etika 26 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 28

1. Karakteristik subjek penderita 28 2. Karakteristik anggota keluarga yang tinggal serumah 29

4.2 Pembahasan 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 33

DAFTAR PUSTAKA 36

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penilaian sputum BTA 13

Tabel 2. Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB 16

Tabel 3. Karakteristik subjek 28

(12)

DAFTAR SINGKATAN

ARTI Annual Risk of Tuberculosis Infection

BCG Bacille Calmette Guerin

BTA Basil Tahan Asam

CD Cluster Diffrentiated

CT Computerized Tomography

DM Diabetes Mellitus

DOTS Directly Observed Treatment Short-course

DPS Dokter Praktek Swasta

ELISA Enzyme Linked Immmunosorbent Assay

FNAB Fine Needle Aspiration Biopsy

HIV Human Immunodeficiency Virus

Ig Immunoglobulin

KMS Kartu Menuju Sehat

MDR-TB Multidrug Resistance Tuberculosis

NTA National Tuberkulosis Association

OAT Obat Anti-Tuberkulosis

PA Postero-Anterior

pH power of Hydrogen

PMO Pengawas Makan Obat

PPD Purified Protein Derivate

SKRT Survei Kesehatan Rumah Tangga

SM Sebelum Masehi

(13)

TB Tuberkulosis

TBC Tuberkulosis

TNF Tumor Necrotizing Factor

(14)

A B S T R A K

Objektif : Untuk melihat frekuensi infeksi TB pada anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif potong lintang (cross-sectinal descriptive) dengan populasi berasal dari seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif yang berobat di Poliklinik Paru Rumah Sakit Adam Malik dan Dokter praktesk Swasta berfasilitas DOTS di Kota Medan.

(15)

Kesimpulan : Walaupun anggota keluarga tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif, tetapi untuk menjadi sakit tidaklah mudah. Terutama pada orang dewasa yang dilakukan pemeriksaan pewarnaan langsung sputum BTA, sebanyak 78 orang yang diperiksa tidak dijumpai BTA. Namun pada anak bawah lima tahun didapati 3 dari 4 anak yang menunjukkan hasil baca tes tuberkulin dengan diameter lebih dari 10 mm.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sejak pertama kali penyakit Tuberkulosis (TB) ditemukan lebih seabad yang lalu hingga saat ini insidensinya terus meningkat. Sepertiga penduduk bumi telah terinfeksi TB dan 5 – 10 % akan menjadi TB aktif dalam tahun pertama.1,2

Penyakit TB tidak terkendali disebabkan banyaknya pasien yang tidak bisa disembuhkan terutama yang menular dengan basil tahan asam (BTA) positif.3,4 WHO juga melaporkan angka temuan baru dan kasus kambuh berkisar 89/100.000 populasi tahun 2006.5 Tercatat 9,27 juta TB paru kasus baru ditemukan tahun 2007 dengan proporsi 80% berada di 22 negara berkembang, yang rata-rata telah merenggut nyawa 2 juta orang setiap tahunnya.6,7 Diperkirakan 95% penderita TB yang berada di negara berkembang, 75% nya adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).1,8

Di Indonesia, berdasarkan survei pada tahun 1979-1982 didapat prevalensi TB dengan sputum BTA (+) sebesar 0,29 %.9 Menurut laporan WHO tahun 2007, jumlah seluruh kasus baru di Indonesia sebesar 528.000 orang per tahun, atau 228/100.000 populasi, sedangkan prevalensi TB dengan BTA (+) 102/100.000 populasi. Separuh dari kasus TB tidak terdiagnosis dan baru sekitar 20% yang tercakup dalam program pemberantasan tuberkulosis yang dilaksanakan oleh pemerintah.8

(17)

cakupan penemuan kasus (case detection rate) adalah 70%.10 Dilihat dari target nasional angka cakupan penemuan kasus masih kurang, akibatnya masih banyak kasus TB yang belum diobati. Hal ini sesuai laporan Iseman yang menyebutkan salah satu tantangan bahwa TB sulit dikendalikan adalah masalah penemuan penderita sehingga menjadi masalah dalam program penanggulangan TB.11 Keadaan ini akan berdampak terhadap terjadinya keterlambatan dalam penatalaksanaan TB. Dikatakan bahwa satu orang penderita TB yang infeksius dan tidak diobati akan menularkan 10-15 orang setiap tahunnya.12,13

Masalah penyakit TB di Indonesia yang demikian rumit masih belum tuntas seperti adanya faktor risiko eksternal (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, merokok, kepadatan hunian, status gizi, sosial ekonomi dan perilaku) yang mempengaruhi penyebaran dan penularan TB, di lain pihak diperberat lagi dengan tingginya prevalensi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan munculnya resistensi ganda terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau disebut juga Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR-TB).14,15,16

Masalah TB lainnya antara lain sulitnya mereka yang divonis menderita penyakit tersebut untuk medapatkan pekerjaan, bahkan bagi mereka yang sudah bekerja di suatu lapangan pekerjaan tertentu besar kemungkinan akan diputus hubungan kerjanya karena dianggap akan menularkan ke rekan kerja lainnya. Sedangkan mereka membutuhkan biaya untuk pengobatannya dari pengobatan TB nya sendiri ditambah pembiayaan untuk kebutuhan nutrisinya. Akibat hal ini tentunya mereka sulit untuk lepas dari penyakit ini dan selalu berpeluang untuk menularkan ke orang lain di sekitarnya.12

Keterlambatan diagnosa dan penatalaksanaan akan berpengaruh terhadap populasi penderita disekitarnya, dimana kemungkinan orang yang tertular akan semakin banyak hal ini sesuai dengan penularan TB yang umumnya melalui ”droplet nukleus ”. 17

(18)

menekankan kepada semua penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pasien tuberkulosis seharusnya memastikan bahwa semua orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai rekomendasi internasional. Penentuan prioritas penyelidikan kontak didasarkan bahwa kontak : 1) menderita tuberkulosis yang tidak terdiagnosis; 2) berisiko tinggi menderita tuberkulosis jika terinfeksi; 3) berisiko menderita tuberkulosis berat jika penyakit berkembang; 4) berisiko tinggi terinfeksi oleh pasien. Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah :18

1. Orang dengan gejala yang mendukung ke arah tuberkulosis. 2. Anak berusia < 5 tahun.

3. Kontak yang diduga atau diduga menderita imunokompromais, khususnya infeksi HIV. 4. Kontak dengan pasien MDR/XDR TB.

Ditambah lagi prevalensi infeksi tuberkulosis pada anak-anak di rumah yang kontak dengan penderita Tb paru dewasa jauh lebih banyak dalam populasi, dan ini secara signifikan jauh lebih besar pada yang kontak dengan penderita Tb paru BTA positif.19 Sementara kontak erat lainnya merupakan kelompok prioritas yang lebih rendah

Untuk mengatasi ini maka kasus TB harus segera dideteksi secara dini terutama terhadap kontak anggota keluarga serumah, dengan demikian diharapkan diagnosa dan pengobatannya dapat segera dilaksanakan sehingga memutuskan rantai penularan lebih lanjut.17 Peneliti melihat pentingnya deteksi awal terhadap anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif dalam hal potensi terkena infeksi TB.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

(19)

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk melihat frekuensi infeksi TB pada anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk melihat karakteristik anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif yang terinfeksi TB

2. Untuk melihat faktor-faktor eksternal pada anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif yang terinfeksi TB

1.4. MANFAAT PENELITIAN

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukkan kepada pengambil keputusan, petugas kesehatan, bahwa harus segera dilakukan pemeriksaan pada anggota keluarga yang tinggal serumah bila salah satu anggota keluarga menderita TB paru BTA positip.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengaktipkan kembali kunjungan rumah oleh petugas kesehatan, sehingga cakupan penemuan kasus (case detection rate) akan meningkat sekaligus dapat memberikan edukasi tentang TB terhadap penderita, pengawas makan obat (PMO), keluarga dan masyarakat sekitarnya.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang diderita manusia sama tuanya dengan sejarah manusia. Penemuan lesi pada tulang-tulang belakang mummi yang sesuai dengan TB ditemukan di Heidelberg, diduga berasal dari tahun 5000 SM. Demikian juga halnya di Italia diduga berasal dari tahun 4000 SM. Keadaan ini juga dijumpai di Denmark dan lembah Jordan. Di Mesir juga ditemukan lukisan-lukisan pada dinding berupa bentuk kelainan tulang belakang yang sesuai dengan penemuan TB spinal pada mummi. Di Indonesia catatan paling tua dari penyakit ini adalah seperti didapatkan pada salah satu relief di candi Borobudur yang tampaknya menggambarkan kasus tuberkulosis.20,21

Hipokrates juga mendeskripsikan tentang penyakit ini dan menyebutnya “Pthisis”. Akhirnya pada tahun 1882 Robert Koch menemukan basil tuberkulosis sebagai penyebabnya dan hasil penemuannya dipresentasikan pada tanggal 24 Maret 1882 di Berlin. Hal ini di peringati sebagai hari TB sedunia (TB Day).6,20

2.2. Epidemiologi

(21)

lebih dari satu juta kematian akibat penyakit ini. Pada tahun 2005 di Asia Tenggara ada lebih dari 8,8 juta penderita baru tuberkulosis dan lebih dari 1,6 juta kematian.2,22

2.3. Etiologi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh infeksi kuman (basil) Mikobakterium tuberkulosis. Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain.20

Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis, familia Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki beberapa spesies diantaranya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang 2μm-4μm dan lebar 0,2μm–0,5μm. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau granuler. Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhannya lambat. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu.23,24

Suhu optimal untuk untuk tumbuh pada 37oC dan pH 6,4 – 7,0. Jika dipanaskan pada suhu 60oC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Disamping itu organisme ini agak resisten terhadap bahan-bahan kimia dan tahan terhadap pengeringan, sehingga memungkinkan untuk tetap hidup dalam periode yang panjang didalam ruangan-ruangan, selimut dan kain yang ada di kamar tidur, sputum. Dinding selnya 60% terdiri dari kompleks lemak seperti mycolic acid

yang menyebabkan kuman bersifat tahan asam, cord factor merupakan mikosida yang berhubungan dengan virulansi. Kuman yang virulen mempunyai bentuk khas yang disebut

(22)

seperti perwarnaan Ziehl Nielsen. Organisme seperti ini di sebut tahan asam. Basil tuberkulosis juga dapat diwarnai dengan pewarnaan fluoresens seperti pewarnaan auramin rhodamin.25,26 2.4. Penularan Dan Penyebaran

Tuberkulosis ditularkan melalui udara oleh partikel kecil yang berisi kuman tuberkulosis yang disebut “droplet nukleus”. Droplet nukleus yang berukuran 1-5 μm dapat sampai ke alveoli. Droplet nukleus kecil yang berisi basil tunggal lebih berbahaya daripada sejumlah besar basil didalam partikel yang besar, sebab partikel besar akan cenderung menumpuk dijalan napas daripada sampai ke alveoli sehingga akan dikeluarkan dari paru oleh sistem mukosilier.7 Batuk merupakan mekanisme yang paling efektif untuk menghasilkan droplet nukleus. Satu kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius sama banyaknya dengan berbicara keras selama lima menit. Penyebaran melalui udara juga dapat disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat seperti bersin, berteriak, bernyanyi.2 Satu kali bersin dapat menghasilkan 20.000 – 40.000 droplet, tapi kebanyakan merupakan partikel yang besar sehingga tidak infeksius. Pasien yang batuk lebih dari 48 kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan pasien. Sementara pasien yang batuk kurang dari 12 kali/malam menginfeksi 28% dari kontaknya.27 Basil tuberkulosis dapat juga memasuki tubuh melalui traktus gastrointestinal ketika minum susu yang mengandung Mikobakterium tuberkulosis. Jalan masuk lain kedalam tubuh manusia adalah melalui luka pada kulit atau membran mukosa, tetapi penyebaran dengan cara ini sangat jarang. Jika fokus tuberkulosis telah terbentuk pada satu bagian tubuh maka penyakit dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain melalui pembuluh darah, saluran limfatik, kontak langsung, saluran cerna (sering dari intestinum kembali ke darah melalui duktus torasikus) dan terakhir yang paling sering melalui jalan napas. 28,29

(23)

paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun.4,8 ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.10

2.5. Patogenesis

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune response.

Sel efektornya adalah makrofag, sedang limfosit (biasanya sel T) merupakan immunoresponse cell.Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis tidak akan sampai ke alveoli, partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke alveoli.27,30

Basil tuberkulosis yang menginfeksi paru dalam 6 – 8 minggu akan menimbulkan gejala karena telah mengaktifasi limfosit T helper CD 4 (cluster diffrentiated) agar memproduksi interferon gamma guna aktifasi makrofag sehingga meningkatkan kemampuan fagositosisnya. Disamping itu juga diproduksi TNF (tumor necrotizing factor) oleh limfosit T dan makrofag dimana TNF berperan dalam aktifasi makrofag dan inflamasi lokal.27

(24)

TB post primer umumnya terlihat pada paru bagian atas terutama pada segmen posterior lobus atas atau pada bagian apeks lobus bawah. Terjadinya TB post primer dapat terjadi melalui salah satu dari 3 mekanisme ini yaitu:

1. Perkembangan langsung dari TB primer 2. Reaktivasi dari TB primer (endogenous)

3. Reinfeksi dari luar (exogenous reinfection).3,16

Proliferasi dari basil tuberkulosis didalam nekrosis sentral diikuti dengan perlunakan dan pencairan zat-zat kaseosa yang dapat pecah ke bronkus dan membentuk kavitas. Perdarahan dapat terjadi jika proses kaseosa berlanjut ke pembuluh darah pada dinding kavitas. Penyebaran kaseosa dan bahan-bahan cair kedalam percabangan bronkus akan menyebarkan infeksi ke daerah paru yang lainnya. Rupturnya fokus kaseosa kedalam pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya TB milier.1,27

Pemberian vaksinasi BCG yang merupakan imunisasi aktif dimana vaksin yang digunakan merupakan kuman yang dilemahkan sehingga tidak dapat menyebabkan penyakit, melainkan masih dapat mengakibatkan imunitas. Individu yang telah diberikan vaksin BCG secara lengkap maka didalam badannya telah terbentuk suatu kekebalan yang dapat melawan infeksi tuberkulosis sehingga walaupun tidak dapat menjamin individu tersebut dari penyakit ini tetapi jika ia terserang tuberkulosis umumnya penyakit tidaklah berat. Infeksi tuberkulosis berkaitan erat dengan imunitas seseorang. Meskipun penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi tetapi ternyata diperlukan juga suatu hereditas tubuh untuk dapat menderitanya.25,27 2.6. Diagnosis

(25)

2.6.1. Pemeriksaan klinis:

TB disebut juga The great immitator oleh karena gejalanya banyak mirip dengan penyakit lain. Pada pemeriksaan klinis dibagi atas pemeriksaan gejala klinis dan pemeriksaan jasmani.32

1. Gejala klinis

Gejala klinis TB Paru dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu: 1) Gejala respiratorik

a) Batuk ; merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan. Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang berlangsung ≥ 3 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru.33

b) Batuk darah ; darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis, bercak-bercak atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga terjadi pada bronkiektasis dan tumor paru.33,34

c) Sesak napas ; dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat kerusakan paru yang cukup luas.

d) Nyeri dada ; timbul apabila sistem persarafan yang terdapat di pleura sudah terlibat.33,35

2) Gejala sistemik

a) Demam ; merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya timbul pada sore dan malam hari.33

b) Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise, berat badan menurun serta nafsu makan menurun.36,37

2. Pemeriksaan Jasmani

(26)

atau bising napas abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.38 Sedangkan limfadenitis yang disebabkan oleh M.tuberculosis dapat menyebabkan pembesaran kelenjar limfe dalam beberapa minggu atau bulan dan selalu disertai nyeri tekan pada nodul yang bersangkutan. Lesi umumnya terletak di sekitar perjalanan vena jugularis, belakang leher ataupun di daerah supra clavicula.29

2.6.2. Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam-macam pada foto toraks. Gambaran radiologik yang ditemukan dapat berupa:

a. Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah b. Bayangan berawan atau berbercak

c. Adanya kavitas tunggal atau ganda d. Bayangan bercak milier39

e. Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral

f. Destroyed lobe sampai destroyed lung g. Kalsifikasi

h. Schwarte.40,41

Berdasarkan luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut: a. Lesi minimal (minimal lesion)

(27)

b. Lesi sedang (moderately advanced lesion):

Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari seluruh proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat / tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas maka luas (diameter) semua kavitas tidak boleh lebih dari 4 cm.

c. Lesi luas (far advanced):

Kelainan lebih luas dari lesi sedang.42 2.6.3. Pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan darah rutin:

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru. Laju endapan darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endapan darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositosis juga kurang spesifik.44,45

Pemeriksaan bakteriologik:

Untuk pemeriksaan bakteriologik ini spesimen dapat diambil dari sputum, bilasan lambung, jaringan baik lymph node atau jaringan reseksi operasi, cairan pleura, cucian lambung, cairan serebrospinalis, pus / aspirasi abses, urine, apusan laring.29,44

1. Pemeriksaan mikroskopik biasa

Pada pemeriksaan ini dapat dilihat adanya basil tahan asam. Dibutuhkan paling sedikit 5000 batang kuman per cc sputum untuk mendapatkan kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen dan pewarnaan Kinyoun-Gabbett.

Cara pengambilan sputum tiga kali (3 X) dengan cara; 1. Spot (sputum saat kunjungan pertama)

(28)

3. Spot (pada saat mengantarkan sputum pagi pada hari kedua). Untuk penilaian terlihat pada tabel berikut:46

Tabel 1. Penilaian Sputum BTA (kutip dari 46)

Jumlah Basil Tahan Asam Penilaian

Tidak dijumpai BTA/ 100 lapangan pandang Dijumpai 1-9 BTA / 100 lapangan pandang Dijumpai 10-99 BTA / 100 lapangan pandang Dijumpai 1-10 BTA / lapangan pandang dalam 50 lapangan pandang

Dijumpai >10 BTA /lapangan pandang dalam 20 lapangan pandang

0

catat jumlah yang ada 1+

2+

3+

Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik yaitu: bila 2x positif → mikroskopik (+)

bila 1x positif,2x negatif → ulang BTA 3x bila 1x positif → mikroskopik positif bila 3x negatif → mikroskopik negatif.46 2. Pemeriksaan mikroskopik fluorescens:

Dengan mikroskop fluorescens ini gambaran basil tahan asam yang terlihat lebih besar dan lebih jelas karena daya pandang diperluas dan adanya fluorescens dari zat warna auramin-rhodamin.46

3. Kultur/biakan kuman:

(29)

a. Metode konvensional seperti Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh, Middlebrook 7H-10 dan 7H-11.

b. Metode Radiometrik seperti BACTEC. Dengan teknik ini waktu yang dibutuhkan untuk isolasi dan identifikasi mikobakterium tuberkulosis menjadi tiga minggu saja.Untuk test sensitifitas ditambah 5-7 hari lagi.46

Pemeriksaan sitologi pada tuberkulosis kelenjar

Pemeriksaan biopsi aspirasi untuk diagnosis penyakit ini adalah aman, mudah dan murah untuk dikerjakan meskipun pasiennya anak-anak.44,45

Secara makroskopi nodul mula-mula berisi zat yang berwarnah abu-abu dan jernih tapi lama kelamaan warnah bisa berubah menjadi kekuningan seperti keju. Penglihatan dibawah mikroskop terhadap sekret tampak tuberkel-tuberkel yang khas dengan sel Datia langhans. Jika terjadi perkejuan yang lama dan meluas maka struktur kelenjar dapat hilang sama sekali dan digantikan dengan struktur yang atipik. Pada peroses penyembuhan dapat terjadi fibrosis dan pengapuran. Bahayanya dari penyakit ini ialah meskipun kelihatannya penyakit sudah tenang akan tetapi terkadang ia dapat menyebar ke tempat lain seperti tulang, perut dan lain-lain. Dengan ditemukannya sel epiteloid, datia langhans ataupun massa nekrosis perkejuan maka pemeriksaan sitologi dikatakan positif.47

Immunologi/Serologi:

(30)

Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam "Screening TBC ". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Uji tuberkulin dibaca setelah 48-72 jam (saat ini dianjurkan 72 jam) setelah penyuntikan. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan alat tulis, kemudian diukur dengan alat pengukur transparan, diameter transversal indurasi yang terjadi dan dinyatakan hasilnya dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm.8,29

2. ELISA: (Enzyme Linked Immmunosorbent Assay): merupakan test serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Dengan cara ini maka dapat ditentukan kadar antibodi terhadap basil tuberkulosis pada serum penderita. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa IgG saja yang memberikan kenaikan diatas normal secara bermakna. Sayangnya uji serologis ini hanya memberikan sensitifitas yang sedang saja (62%)46

Pada penelitian ini untuk menetapkan diagnosis pasien sebagai penderita tuberkulosis paru ditetapkan berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik dan radiologik. Dikatakan menderita tuberkulosis jika didapatkan salah satu dari berikut ini:

1. Klinis (+), bakteriologik (+), radiologik (+) 2. Klinis (+), bakteriologik (-), radiologik (+) 46 2.6.4. Diagnosis TB pada anak

Diagnosis TB pada anak lebih sulit sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis baik

(31)

Tabel 2. Sistem skor (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB (kutip dari 10)

(32)

2.7. Beberapa Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru 2.7.1. Usia

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.2

2.7.2. Jenis kelamin

Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru dimana Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.12 2.7.3. Penyakit penyerta

(33)

makanan yang mempunyai kandungan gizi baik (kurang protein), sehingga penderita ini mempunyai status gizi yang buruk.48

Selain faktor gizi, penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM) dan infeksi HIV merupakan salah satu faktor risiko yang tidak berketergantungan untuk berkembangnya infeksi saluran napas bagian bawah. Prevalensi TB paru pada DM meningkat 20 kali dibanding non DM dan aktivitas kuman tuberkulosis meningkat 3 kali pada DM berat dibanding DM ringan.4,15

Penderita Tuberkulosis menular (dengan sputum BTA positif) yang juga mengidap HIV merupakan penularan kuman tuberkulosis tertinggi. Tuberkulosis diketahui merupakan infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada pasien dengan reaksi seropositif. Apabila seseorang dengan seropositif tertular kuman ini maka karena kekebalannya rendah, besar sekali kemungkinannya akan langsung menderita Tuberkulosis. Hal ini berbeda sekali dengan orang normal atau mereka dengan seronegatif, karena kuman ini yang masuk akan dihambat oleh reaksi imunitas yang ada dalam tubuhnya. Disamping itu penyakit tuberkulosis pada mereka dengan seropositif cepat berkembang kearah perburukan.4,15

2.7.4. Kepadatan hunian dan kondisi rumah

(34)

penduduknya dibandingkan di pedesaan (rural), peluang terjadinya kontak dengan penderita TB lebih besar. Sebaliknya di daerah rural akan lebih kecil kemungkinannya.48

Ventilasi cukup menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Ventilasi yang baik juga menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Kelembaban yang optimal (sehat) adalah sekitar 40–70%. Kelembaban yang lebih Dari 70% akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban

Ills merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (penyebab penyakit).29,48 Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya matahari ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca. Suhu udara yang ideal dalam rumah antara 18-30°C. Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi,

Mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37°C. Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan bakteri lebih banyak di rumah yang gelap.24

2.7.5. Status sosial ekonomi keluarga

(35)

2.7.6 Perilaku

(36)

PENDERITA TB PARU BTA POSITIF

ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH

GEJALA INFEKSI TB : (-)

DEWASA ANAK

USIA < 15 TAHUN BERDAHAK

MIKROSKOPIS ; SEWAKTU, PAGI, SEWAKTU

BTA -/-/- BTA +/-/-

BTA +/+/+ +/+/-

EKSTRAPARU

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif potong lintang (cross-sectinal descriptive).49

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMF Paru RSUP. H. Adam Malik Medan dan di praktik dokter swasta yang mempunyai fasilitas DOTS. Penelitian dilaksanakan antara bulan Februari 2010 sampai Juni 2010.

3.3. Populasi dan sampel

Populasi penelitian ini adalah semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita BTA positif yang berobat di SMF Paru RSUP.H. Adam Malik Medan dan di praktik dokter swasta yang mempunyai fasilitas DOTS. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Perkiraan besar sampel

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus dibawah ini:

(Zα x SD)2 n =

n = besar sampel d2

Zα2 = batas kepercayaan 95% = 1,96 SD = standar deviasi = 5 (48)

d = ketepatan penelitian = 2 (1,96 x 5)2

n =

(38)

n = 424,01 ⇒ jumlah sampel digenapkan menjadi 24 orang. 3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi

3.5.1. Kriteria inklusi

1. Anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif yang bersedia mengikuti penelitian ini. Bagi anak-anak izin diperoleh atau diwakili oleh walinya.

2. Tidak ada riwayat pernah mendapatkan pengobatan antituberkulosis sebelumnya 3. Memiliki tanda dan gejala infeksi tuberkulosis.

4. Anggota keluarga yang tinggal bersama dalam kurun waktu minimal dua bulan terakhir.

3.5.2 Kriteria eksklusi

1. Anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif yang menolak mengikuti penelitian ini.

2. Anggota keluarga yang mempunyai riwayat pengobatan TB.

3. Anggota keluarga yang sedang mengkonsumsi antibiotik NON-OAT golongan Fluroquinolon.

4. Tidak memiliki tanda dan gejala infeksi tuberkulosis.

5. Tidak tinggal bersama dalam kurun waktu minimal dua bulan terakhir. 3.6. Definisi Operasional

(39)

2. TB paru BTA positif adalah penyakit paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosa dimana pada pemeriksaan mikroskopik dan biakan dijumpai Mycobacterium tuberculosis.

3. Pemeriksaan dahak SPS, artinya S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di unit pelayanan kesehatan (UPK). S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

4. Foto toraks adalah suatu pemeriksaan radiologi mempergunakan alat Roentgen yang telah diukur parameternya dan penderita ditempatkan pada jarak dan posisi tertentu, hasil foto berupa filem diperoses sehingga didapatkan hasil yang baik.

5. Tuberkulosis kelenjar adalah penyakit tuberkulosis yang mengenai kelenjar limfe dan terutama menyerang kelenjar limfe leher

6. Test mantoux (tes tuberkulin) adalah tes yang menggunakan PPD (purified protein derivate) yang disuntikkan secara intradermal pada kulit bagian atas lengan bawah depan daerah volar.

7. Sistem skor adalah pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis tuberkulosis yang dijumpai pada anak.

8. Antibiotik NON-OAT yang dimaksud dalam tulisan ini adalah antimikroba selain Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Etambutol, Streptomisin, dan golongan Fluroquinolon.

(40)

3.7.1. Variabel terikat (dependen)

a. Pemeriksaan sputum tiga kali (sewaktu, pagi, sewaktu) b. Foto toraks PA

c. Biopsi aspirasi kelenjar d. Tes tuberkulin

e. Sistem skor

3.7.2. Variabel bebas (independen) a. Umur

b. Jenis kelamin c. Pendidikan d. Pendapatan e. Lama kontak

3.8.

 

Manajemen

 

Data

  

3.8.1. Sumber data

Data diperoleh melalui wawancara/anamnesa, pemeriksaan klinis (pemeriksaan gejala klinis dan pemeriksaan jasmani), serta pemeriksaan penunjang terhadap peserta penelitian. Sebelum wawancara/anamnesa dilaksanakan, terlebih dahulu diminta inform consent secara tulisan dari responden/walinya.

3.8.2. Metode pengumpulan data

1. Pada subjek populasi dilakukan anamnese pribadi dan anamnesa keluarga (bagi yang masih anak-anak). Ini untuk melihat riwayat penyakit dan keadaan subjek populasi sekarang.

(41)

3. Dilakukan pemeriksaan sputum pada sampel yang dapat mengeluarkan sputum.

4. Dilakukan foto toraks secara PA untuk melihat adanya lesi TB pada paru pada sampel yang tidak dapat mengeluarkan sputum.

5. Dilakukan pemeriksaan Test mantoux (tes tuberkulin) dengan menggunakan PPD (purified protein derivate) 0,1 mL. Hasil uji Test mantoux dibaca 48-72 jam setelah penyuntikkan dengan mengukur diameter indurasi melintang.

6. Dilakukan biopsi aspirasi jarum halus / FNAB (fine needle aspiration biopsion) pada sampel yang memiliki pembesaran kelenjar getah bening.

7. Gejala atau tanda klinis tuberkulosis yang dijumpai pada anak dilakukan pembobotan dengan sistem skor.

8. Dari hasil di atas akan disimpulkan berapa banyak penularan yang terjadi pada anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif.

3.8.3. Cara menghitung hasil penelitian

Cara menghitung hasil penelitian adalah dengan menghitung distribusi frekuensi subjek populasi menggunakan SPSS 12.0. Berikutnya yang diteliti adalah frekuensi BTA yang positif, frekuensi gambaran radiologi toraks yang positif, frekuensi tes tuberkulin yang positif, maupun pemeriksaan-pemeriksaan lainnnya.

3.8.4. Pengolahan data

Analisis data hasil penelitian ini diformulasikan dengan menempuh langkah-langkah berikut:

(42)

B. Coding, dimaksudkan untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

C. Cleaning, Pemeriksaan data yang telah dimasukkan kedalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.

3.9. Masalah etika

Sebelum dilakukan prosedur penelitian, akan dimintakan ijin kepada Komite Etik Penelitian Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan. Persetujuan ini untuk diikutsertakan dalam penelitian akan dimintakan dari orang dewasa, orang tua/wali untuk anak-anak dalam bentuk informed consent tertulis.

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian

Pada penilitian ini telah dilakukan pemeriksaan anggota keluarga pada sebanyak 24 orang penderita TB paru BTA positif. Berikut akan dipaparkan secara ringkas hasil penelitian terhadap penderita TB paru BTA positif tersebut dan anggota keluarga yang tinggal serumah dengannya.

4.1.1. Karakteristik penderita TB Paru BTA positif Tabel 3. Karakteristik subjek

(44)

Hasil BTA sputum {n(%)}

Tabel 4. Distribusi penderita TB paru BTA positif berdasarkan jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah.

Jumlah keluarga Frekuensi %

4.1.2. Karakteristik anggota keluarga yang tinggal serumah. Tabel 5. Karakteristik anggota keluarga

Umur 0-5 tahun

Std. Deviasi 1.44 3.22 10.05 10.84

(45)

Pekerjaan {n(%)} Hubungan terhadap penderita {n(%)}

Ayah kandung Berdasarkan Gejala {n(%)}

Tidak bergejala Hasil BTA sputum {n(%)}

(46)

Dari data di atas, dilakukan tes tuberkulin pada 4 anak di bawah 5 tahun dan didapati 3 anak (75% balita) dengan hasil diameter lebih dari 10 mm. Pada anak umur 8 bulan, 2 tahun, 3 tahun, dan 7 tahun dengan mantoux positif merupakan kontak dari penderita BTA 1+.

4.2 Pembahasan

(47)

kelainan sedangkan 1 orang (1,2%) menunjukkan gambaran foto toraks dengan lesi luas. Distribusi berdasarkan tes tuberkulin anggota keluarga, dari 6 subjek yang dilakukan tes tuberkulin, 5 orang menunjukkan hasil baca mantoux yang lebih dari 10 mm.

Reviono dkk di Surakarta (1995) mengatakan bahwa penderita TB Paru lebih banyak pada laki-laki yaitu 58,37%. Di Surabaya tahun 1994 didapat terbanyak laki-laki dengan 67,4%.51 Sesuai yang didapat peneliti bahwa penderita berjenis kelamin laki-laki lebih dominan daripada perempuan, yaitu sebanyak 15 orang (62,5%), perempuan 9 orang (37,5%).

Arlina Gusti pada tahun 2000 di Medan melakukan penelitian pada 86 pasangan suami-istri yang salah satu pasangannya menderita tuberkulosis. Dari 86 pasangan suami istri yang diperiksa didapat hanya 1 pasangan (1,16%) perempuan yang menderita Tb paru. Hal itu pun belum bisa dipastikan apakah istri tersebut memang murni tertular infeksi tuberkulosis dari suaminya secara langsung atau karena reaktivasi endogen.51 Pada penelitian kita kali ini didapati 95,1% pemeriksaan BTA sputum ke semua anggota keluarga dengan hasil negatif.

Namun penelitian di Malawi menyebutkan dari 206 dewasa dengan TB Paru BTA positif, 74 (35,9%) memiliki peluang untuk menularkan ke anak-anak. Penelitian ini mengindikasikan tingginya kemampuan transmisi tuberkulosis dari orang dewasa ke anak-anak.52 Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitan-penilitian lain di Indonesia. Peneliti sendiri mencatat dari 5 anak di bawah 5 tahun kontak dengan penderita TB Paru BTA positif yang dilakukan tes tuberkulin, 4 diantaranya menunjukkan hasil baca mantoux dengan diameter indurasi lebih dari 10 mm.

(48)
(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

TB paru merupakan masalah kesehatan seluruh dunia. Tingginya prevalensi tentunya menyebabkan penularan yang tinggi. Pada penilitian ini 95,1% subjek yang dapat mengeluarkan dahaknya menunjukkan hasil BTA yang negatif.

Namun pada anak-anak di bawah 5 tahun, sesuai dengan yang ditekankan

ISTC merupakan kelompok dengan risiko tinggi terpapar tuberkulosis apabila ada kontak erat, menunjukkan hasil baca mantoux yang positif dengan ukuran lebih dari 10 mm pada 3 dari 4 anak yang usianya dibawah 5 tahun.

Pada penelitian ini tampaknya walaupun anggota keluarga tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif, tetapi untuk menjadi sakit tidaklah mudah. Hal ini masih memerlukan pembuktian yang lengkap dan jumlah sampel yang lebih besar. 5.2. Saran

Setelah menelaah hasil penelitian ini, dapatlah diajukan beberapa saran ;

Tuberkulosis merupakan penyakit penular yang menyerang seluruh dunia, tapi untuk tertularnya seseorang tidaklah mudah. Walaupun demikian, hendaklah para petugas kesehatan untuk tetap aktif melakukan kunjungan rumah sebagai deteksi dini untuk pengurangan mata rantai penularan. Untuk penelitian serupa dianjurkan meneliti anggota keluarga yang kontak dengan penderita TB paru dengan virulensi tertinggi yakni yang memiliki BTA (3+).

(50)

perlakukanlah mereka sewajarnya, dan tetap memeriksakan anggota keluarga yang kontak erat ke fasilitas kesehatan.

Bagi para penderita sendiri janganlah menjadi rendah diri sehingga menjadikan hidupnya tidak produktif. Penderita TB paru boleh melakukan kegiatan sehari-hari semampunya. Tapi tetap menjaga dari hal-hal yang dapat mempermudah penularan tuberkulosis.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dexter JR, Wilkins RL. Tuberculosis, In : Wilkins RL, Dexter JR, Gold PM, editors.

Respiratory Disease A Case Study Approach to Patient Care , 3rd edition. Philadelphia

: F. A. Davis Company, 2007 : 442-440

2. LoBue PA, Iademarco MF, Castro KG. The Epidemiology, Prevention, and Control of

Tuberculosis in the United States, In : Fishman AP, editor. Fishman’s Pulmonary

Diseases and Disorders, 4th edition. New York : The McGraw-Hill Companies, 2008 :

2447-2457

3. Hachem RR. Tuberculosis, In : Shifren A, Lin TL, Goodenberger DM, editors.

Washington Manual Pulmonary Medicine Subspecialty Consult, 1st edition.

Washington : Lippincott Williams & Wilkins, 2006 : 91-97

4. Leitch AG. Tuberculosis : Pathogenesis, Epidemiology and Prevention, In : Seaton A,

Seaton D, Leitch AG, editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Diseases, 5th edition,

volume 1. London : Blackwell Science Ltd, 2000 : 485-500

5. World Health Organization : Global tuberculosis control - surveilance, planning,

financing. WHO report 2006. Available from

http://www.who.int/globalatlas/dataQuery/default.asp

6. Leão SC, Françoise PF. History, In : Palomino, Leão, Ritacco, editors. Tuberculosis

2007 From Basic Science to Patient Care, 1st edition. Antwerp - Sao Paolo - Buenos

Aires : Emma Raderschadt, 2007 : 25-48

7. Daley CL. Tuberculosis and Nontuberculous Mycobacterial Infections, In : Albert RK,

Spiro SG, Jett JR, editors. Clinical Respiratory Medicine, 3rd Edition. Philadelphia :

(52)

8. World Health Organisation. Global Tuberculosis Control – Epidemiology, Strategy,

Financing. Geneva : WHO 2009

9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Jakarta, Depkes RI, 2000

10.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI, 2005

11.Iseman MD. Mycobacterial Diseases of the Lungs, In : Hanley ME, Welsh CH,

editors. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine, International edition.

Denver : The McGraw-Hill Companies, 2006 : 301-369

12.Enarson DA. Tuberculosis as a Global Public Health Problem, In : Kaufmann SHE,

Hahn A, editors. Mycobacteria and TB, volume 2. Basel : Karger AG, 2003 : 1-14

13.Chapman S, Robinson G, Stradling J, et all. Mycobacterial Respiratory Infection, In :

Oxford Handbook of Respiratory Medicine, 1st edition. United Kingdom : Oxford

University Press, 2005 : 228-259

14.Karakousis PC, Chaisson PE. Mycobacterial Infections and HIV Infection, In :

Fishman AP, editor. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, 4th edition. New

York : The McGraw-Hill Companies, 2008 : 2487-2496

15.Palmero DJ. Tuberculosis and HIV / AIDS, In : Palomino, Leão, Ritacco, editors.

Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care, 1st edition. Antwerp - Sao

Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 : 559-585

16.Goldfeld AE, Corbett EL. TB/AIDS Coinfection : An Integrated Clinical Research

Response, In : Kaufmann SHE, Walker BD, editors. AIDS and Tuberculosis a Deadly

(53)

17.Sidhi DP, Dadiyanto DW. Riwayat Kontak Tuberkulosis Sebagai Faktor Risiko Hasil

Uji Tuberkulin Positif : (studi pada murid sekolah dasar di kota Semarang). Bagian

Ilmu Kesehatan Anak – Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. 2009

18.Standard Internasional Penanganan Tuberkulosis. Edisi ke-2. 2009

19.Singh M, Mynak M, Kumar L, et al. Prevalence and risk factors for transmission of

infection among children in household contact with adults having pulmonary

tuberculosis. BMJ : 2005, vol 90 ; 624-628

20.Reichman LB, Tanne JH. Cows and Mummies : A Brief History of Tuberculosis, In :

The Global Epidemic of Multi-Drug-Resistant Tuberculosis. New York : The

McGraw-Hill Companies, 2002 : 11-21

21.Hopewell PC.

Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseases,

In : Mason RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA,

editors.

Murray & Nadel's Textbook of Respiratory Medicine, 4th edition.

Philadelphia : Elsevier Inc, 2005 : 308-360

22.Ritacco V, Leão SC, Palomino JC. New Developments and Perspectives, In :

Palomino, Leão, Ritacco, editors. Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient

Care, 1st edition. Antwerp - Sao Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 :

661-675

23.Rastogi N, Sola C. Molecular Evolution of the Mycobacterium tuberculosis Complex,

In : Palomino, Leão, Ritacco, editors. Tuberculosis 2007 From Basic Science to

Patient Care, 1st edition. Antwerp - Sao Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt,

(54)

24.Barrera L. The Basics of Clinical Bacteriology, In : Palomino, Leão, Ritacco, editors.

Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care, 1st edition. Antwerp - Sao

Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 : 93-109

25.Philips JA, Rubin EJ. The Microbiology, Virulence, and Immunology of

Mycobacteria, In : Fishman AP, editor. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders,

4th edition. New York : The McGraw-Hill Companies, 2008 : 2459-2464

26.Macnee W, Fergusson R, Preid AH, Simpson J. Tuberculosis, In : The Year in

Respiratory Medicine. London : Clinical Publishing Services Ltd, 2003 : 200-233

27.Pando PH, Salinas RC, López JS, et all. Immunology, Pathogenesis, Virulence, In :

Palomino, Leão, Ritacco, editors. Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient

Care, 1st edition. Antwerp - Sao Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 :

157-189

28.Hedden VD, Moller Cairan, Babb C, et all. TB Epidemiology and Human Genetics, In

: Innate Immunity to Pulmonary Infection – Novartis Foundation Symposium 279.

Chichester : John Wiley & Sons Ltd, 2006 : 17-22

29.Seaton RA. Extra-pulmonary Tuberculosis, In : Seaton A, Seaton D, Leitch AG,

editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Diseases, 5th edition, volume 1. London :

Blackwell Science Ltd, 2000 : 528-541

30.Raviglione MC, O’Brien RJ. Tuberculosis, In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,

Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of Internal

Medicine, 16th edition. New York : The McGraw-Hill Companies, 2005 : 953-966

31.Bourke SJ. Tuberculosis, In : Lecture Notes on Respiratory Medicine. Massachusetts :

(55)

32.Kritski A, de Melo FA. Tuberculosis in Adults, In : Palomino, Leão, Ritacco, editors.

Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care, 1st edition. Antwerp - Sao

Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 : 487-519

33.Boushey HA, Pek WY. Cough in lower airway infections, In : Chung KF,

Widdicombe JG, Boushey HA, editors. Cough: Causes, Mechanisms and Therapy.

Massachusetts : Blackwell Publishing Ltd, 2003 : 83-92

34.Lialios F. Cough, In : Shifren A, Lin TL, Goodenberger DM, editors. Washington

Manual Pulmonary Medicine Subspecialty Consult, 1st edition. Washington :

Lippincott Williams & Wilkins, 2006 : 50-56

35.Leitch AG. Pulmonary Tuberculosis: Clinical Features, In : Seaton A, Seaton D,

Leitch AG, editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Diseases, 5th edition, volume

1. London : Blackwell Science Ltd, 2000 : 516-524

36.Kreider ME, Rossman MD. Clinical Presentation and Treatment of Tuberculosis, In :

Fishman AP, editor. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, 4th edition. New

York : The McGraw-Hill Companies, 2008 : 2467-2484

37.Whittemore S, Cooley DA. Respiratory Disease, In : The Respiratory System. New

York, Infobase Publishing : 2004 90-93

38.Khalid NA, Enarson DA. Tuberculosis a Manual for Medical Students. World Health

Organisation 2005

39.Gray JA, Ball P. Tuberculosis, In : Colour Guide Infectious Disease, 2nd edition.

Edinburgh : Churchill Livingstone company, 1998 : 86-88

40.Hill AT, Wallace WAH, Emmanuel X. Tuberculosis, In : An Atlas of Investigation

and Management Pulmonary Infection, 1st edition. London : Atlas Medical Publishing

(56)

41.Pesci A. Miliary Tuberculosis, In : Maffessanti G, Dalpiaz M, editors. Diffuse Lung

Diseases. Milan : Springer, 2004 : 102-105

42.Alsegaf H. Pengantar Penyakit Paru. Surabaya : Air Langga University Press, 1989 :

13–32

43.Collins J, Stern EJ. Upper Lung Disease, Infection and Immunity, In : Chest

Radiology The Essentials, 2nd edition. Wisconsin : Lippincott Williams & Wilkins,

2008 : 173-177

44.Tortoli, Palomino JC. New Diagnostic Methods, In : Palomino, Leão, Ritacco,

editors. Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care, 1st edition. Antwerp -

Sao Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 : 441-479

45.Pfyffer GE. Laboratory Diagnosis of Tuberculosis, In : Kaufmann SHE, Hahn A,

editors. Mycobacteria and TB, volume 2. Basel : Karger AG, 2003 : 67-79

46.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan

Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : PDPI, 2003

47.Arora H. Role of Fine Needle Aspiration Cytology in Limfeadenophaty. Available

from http://www.jnmc.edu/research/path/path-02-03.htm-14k

48.Udiono A, Rahmatullah P, Rusnoto. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Tb Paru Pada Usia Dewasa (Studi kasus di Balai Pencegahan Dan

Pengobatan Penyakit Paru Pati). Pati : BP4, 2006

49.Alatas H, Karyomanggolo WT, Musa DA. Desain Penelitian, Dalam : Sastroasmoro S,

Ismael S, penyunting. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. edisi ke-3, Jakarta :

Sagung Seto, 2008 : 99

(57)

51.Gusti A. Kekerapan tuberkulosis paru pada pasangan suami-istri penderita

tuberculosis paru yang berobat di RSHAM. Medan ; Bagian Ilmu Penyakit Paru FK

USU. 2000

52.Topley JM et al. Transmission of tuberculosis to contact of sputum positive adults in

(58)

LAMPIRAN 1. Personil penelitian

Nama : dr. Andhika Kesuma Putra

Jabatan : Peserta Program Magister Kedokteran Klinik

Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Respirasi FK-USU/RSHAM

Pembimbing penelitian

1. Dr. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, SpP(K)

2. Dr. Pandiaman Pandia, SpP(K)

3. Drs. Abd Djalil Amri, M.Kes

2. Jadwal penelitian

Analisis dan pengolahan data

Penulisan laporan

a. Pengumpulan Kepustakaan Rp 300.000.00,-

b. Pembuatan proposal Rp 300.000.00,-

c. Seminar proposal Rp 1.000.000.00,-

d. Tim pendukung penelitian Rp 6.000.000.00,-

e. Pembuatan dan penggandaan laporan Rp 500.000.00,-

(59)

Jumlah: Rp 9.100.000.00,-

4. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Penelitian

‘KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL

SERUMAH DENGAN PENDERITA TB PARU BTA POSITIF’

Selamat pagi/siang/sore, Bapak/Ibu/Sdr/i, saya dr. Andhika Kesuma Putra, peserta

PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU, saat ini sedang melakukan

penelitian ‘KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANGGOTA KELUARGA YANG

TINGGAL SERUMAH DENGAN PENDERITA TB PARU BTA POSITIF’ dengan tujuan

untuk melihat frekuensi infeksi TB pada anggota keluarga yang tinggal serumah dengan

penderita TB paru BTA positif.

Penyakit TB paru merupakan infeksi paru yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis (TB). Tuberkulosis ditularkan melalui udara oleh partikel kecil

yang berisi kuman tuberkulosis yang disebut “droplet nukleus”. Batuk merupakan mekanisme

yang paling efektif untuk menghasilkan droplet nukleus. Satu kali batuk yang cepat dan kuat

akan menghasilkan partikel infeksius sama banyaknya dengan berbicara keras selama lima

menit. Penyebaran melalui udara juga dapat disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat

seperti bersin, berteriak, bernyanyi. Satu kali bersin dapat menghasilkan 20.000 – 40.000

droplet, tapi kebanyakan merupakan partikel yang besar sehingga tidak infeksius. Pasien yang

(60)

Sementara pasien yang batuk kurang dari 12 kali/malam menginfeksi 28% dari kontaknya.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat sebanyak apakah kejadian

tuberculosis pada anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA

positif.

Jika Bapak/Ibu/Sdr/i bersedia mengikuti penelitian ini, akan dilakukan wawancara dan

pemeriksaan klinis / pemeriksaan fisik jasmani, pemeriksaan dahak, pemeriksaan foto toraks,

tes tuberkulin ataupun biopsi kelenjar getah bening. Pemeriksaan-pemeriksaan ini tidak

berbahaya dan hanya terasa sedikit sakit, itupun pada bagi yang dilakukan tes tuberkulin

ataupun biopsi kelenjar getah bening. Pada anak-anak untuk wawancara boleh diwakilkan

oleh walinya. Prosedur penelitian ini tidak dipungut biaya dan selanjutnya bila didapati ada

anggota keluarga yang terinfeksi TB maka akan diarahkan untuk mendapatkan pengobatan

yang semestinya.

Kami sangat mengharapkan keikutsertaan Bapak/Ibu/Sdr/i dalam penelitian ini karena

selain bermanfaat bagi diri sendiri, juga bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya.

Dengan penelitian ini setiap warga yang diteliti bisa menjadi duta bagi keluarga-keluarga

lainnya agar memeriksakan kelurganya yang mengalami gangguan sistem pernafasan

khususnya dan penyakit lain pada umumnya.

Pada lazimnya penelitian ini tidak berbahaya bagi Bapak/Ibu/Sdr/i sekalian. Namun

bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung yang disebabkan oleh

perlakuan pada penelitian ini, Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi saya.

Nama : dr. Andhika Kesuma Putra

Alamat kantor : Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU

(61)

Telp 061-8365915

Alamat rumah : Jl. Jemadi 8 P Brayan Darat II Medan, Telp 061-77378419

Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil dari penelitian ini banyak

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, ... 2010

(dr. Andhika Kesuma Putra)

5. Persetujuan peserta penelitian

PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur :... tahun L/P

Wali atas : ... Umur :... tahun L/P

Alamat : ... ...

Setelah mendapat penjelasan mengenai manfaat dan hal-hal yang berhubungan

dengan penelitian mengenai “KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANGGOTA

KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH DENGAN PENDERITA TB PARU BTA

(62)

penelitian ini. Bila suatu ketika merasa dirugikan dalam bentuk apapun saya berhak

membatalkan persetujuan ini.

Demikian surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan, ...2010

Yang memberi penjelasan Peserta

(dr. Andhika Kesuma Putra) (...)

Saksi-saksi Tanda tangan

1. ... ...

2. ... ...

(63)

7. Format Status Penelitian

STATUS PENELITIAN

IDENTITAS PESERTA PENELITIAN

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Umur :

4. Pendidikan :

5. Pekerjaan :

6. Pendapatan :

7. No Rekam Medis :

8. Alamat :

PEMERIKSAAN KLINIS Pemeriksaan gejala klinis

(64)

Riwayat kontak dengan penderita TB paru BTA positif : ada, yakni :

Pemeriksaan jasmani

Keadaan Umum

TD : mmHg, Nadi : x/i, Nafas : x/i, Temp : 0C

BB : (kg) TB : cm

Kepala :

Leher :

Toraks :

Jantung :

Paru

Inspeksi :

Palpasi :

Perkusi :

Auskultasi

SP :

ST :

Abdomen :

Hepar/Lien/Renal :

(65)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

BTA Sputum :

Foto toraks :

Tes Mantoux :

Biopsi kelenjar :

Dan lain-lain :

Gambar

Tabel 2. Sistem skor (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB (kutip dari 10) Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Tabel 3. Karakteristik subjek
Tabel 5. Karakteristik anggota keluarga

Referensi

Dokumen terkait

Partisipan kunci adalah 9 orang kontak serumah dengan penderita TB paru BTA positif atau dengan anak yang menderita TB yang tinggal di Kelurahan Pajajaran,

Untuk mengetahui perbedaan diameter hasil uji Mantoux pada anak. kontak serumah dengan TB dewasa BTA positif

Berdasarkan gambar 1 hasil analisa secara spasial, distribusi kasus TB Paru BTA (+) di Banyumas pada tahun 2015 terlihat pada kecamatan tempat puskesmas berada bahwa yang

Penelitian dilakukan di Balai Kesehatan Masyrakat Paru (BKPM) Semarang dengan mengikuti individu kon- tak serumah (dengan penderita tuberkulosis paru BTA + yang mendapatkan

Hasil dari penelitian ini dengan menunjukkan bahwa pola spasial sebaran kejadian TB paru BTA positif cenderung terjadi pola pada tingkat kepadatan penduduk yang sangat padat,

Disimpulkan dari penelitian bahwa tidak ada hubungan antara luas lesi foto toraks dengan kepositifan BTA pada pasien TB paru kategori 1 di Medan.. Penelitian ini

275 2.5 Hubungan Ventilasi Rumah Dengan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga Yang Serumah Berdasarkan hasil penelitian didapatkan total responden yang kondisi ventilasi rumahnya

KESIMPULAN Berdasarkan penelitian analisis sebaran kasus tuberkulosis TB paru BTA+ di Kota Medan tahun 2017 dapat simpulkan terdapat 5 wilayah dengan kasus TB paru BTA+ tinggi berada