DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Op.Lasma Sirait
Umur : 67 Tahun
Alamat : Ajibata
Pekerjaan : Pegawai Kantor Kecamatan Ajibata
2. Nama : J.Rumahorbo
Umur : 59 Tahun
Alamat : Siburak-burak
Pekerjaan : Wiraswasta
3. Nama : Op.Herti Manik
Umur : 76 Tahun
Alamat : Ajibata
4. Nama : Garoga Rumahorbo
Umur : 42 Tahun
Alamat : Parapat
Pekerjaan : Wiraswasta
5. Nama : Maroloan Ambarita
Umur : 38 Tahun
Alamat : Parsaoran Ajibata
Pekerjaan : Pengelola Kapal
6. Nama : Lingga Situmorang
Umur : 83 Tahun
Alamat : Pardamean Ajibata
Pekerjaan : Tokoh Masyarakat
7. Nama : Parlin Pakpahan
Umur : 78 Tahun
Alamat : Ajibata
8. Nama : Romanna Siburian
Umur : 65 Tahun
Alamat : Pardamean Ajibata
Pekerjaan : Pegawai Dinas Perhubungan
9. Nama : Ringgas Situmorang
Umur : 50 Tahun
Alamat : Ajibata
Pekerjaan : Pemilik Kapal Penyeberangan
10. Nama : Kasa Rumahorbo
Umur : 58 Tahun
Alamat : Ajibata
LAMPIRAN
Arsip : Samuel Rizal Rumahorbo
Ajibata sebelum 1972
Solu yang digunakan masyarakat setempat sebagai alat transportasi untuk menyeberang ke Pulau Samosir maupun ke daerah yang masih dekat dengan Ajibata.
Kapal yang membawa penumpang yang berkunjung ke Danau Toba. Kapal ini sudah termasuk pada kategori VIP pada tahun 1972.
Arsip : Samuel Rizal Rumahorbo
Suasana Pelabuhan Ajibata pada tahun 1972. Masyarakat menjajakan dagangan untuk masyarakat yang datang maupun yang berasal dari wilayah Ajibata tersebut. Rute kapal masih minim untuk melakukan perjalan ke Balige,Samosir,maupun ke
DAFTAR PUSTAKA
Frazila, Setijowarno Djoko, Pengantar Rekayasa Dasar Transportasi, Jakarta: Perpustakaan UI, 2003.
Gottchalk, Louis, Understanding History, Mengerti Sejarah, (terj Nugroho Notosusanto), Jakarta: UI Press, 1985.
Gultom, Elfrida, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Kadir, Muhammad, Abdul Ilmu Sosial Budaya Dasar, Jakarta: Citra Adithya, 2008.
Kramadibrata, Soedjono Perencanaan Pelabuhan, Bandung : Ganesha Exact, 1995.
Manurung, Sopandu, ”Musik Di Kapal Penumpang Ajibata Tomok: Analisis Repertoar, Konteks dan Fungsi Sosial”, skripsi, belum diterbitkan, Universitas Sumatera Utara, 2016.
Miro, Fidel Pengantar Sistem Transportasi dan Logistik, Jakarta: PT Penerbit Erlangga, 2012.
Nasution, Nur, Manajemen Transportasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004.
Salim, Abbas, Managemen Pelayaran Niaga dan Pelabuhan, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995.
Suryamadi Nyoman, I , Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Bandung: Citra Utama, 2005
Tamin Z, Ofzar, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Bandung: ITB Bandung, 1997.
Triadmojo, Bambang Pelabuhan, Yogyakarta: UGM Press, 1996.
Zebua, Elvin Anugrah, “Dampak Pembentukan Kota Gunung Sitoli Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Madula, Kecamatan Gunung Sitoli, Kota Gunung Sitoli”, Skripsi, belum diterbitkan, Universitas Sumatera Utara, 2015
Sumber Internet
BAB III
LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN PENYEBERANGAN
AJIBATA (1972-1992)
Pengertian Transportasi
Transportasi dapat diartikan sebagai alat yang bisa digunakan sebagai
mobilitas masyarakat dan sebagai usaha yang memindahkan, menggerakkan,
menganggkut, atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ke tempat lain.
Sistem transportasi selalu berhubungan dengan 3 dimensi antara lain lokasi,
teknologi dan keperluan tertentu. Jika salah satu dari ketiga dimensi tersebut tidak
ada maka bukanlah termasuk transportasi. Dalam pengertian lain transportasi
diartikan sebagai usaha pemindahan atau pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi
yang lainnya dengan menggunakan suatu alat tertentu. Dengan demikian maka
transportasi memiliki dimensi seperti lokasi (asal dan tujuan), alat (teknologi) dan
keperluan tertentu13
Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat Ajibata. Pentingnya transportasi bagi
masyarakat Ajibata disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan
geografis Ajibata yang terdiri dari rawa dan bukit, perairan yang terdiri dari .
sebagian besar danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat
dan perairan guna menjangkau seluruh kebutuhan sehari-hari masyarakat Ajibata.
Pada umumnya sebagian besar masyarakat Ajibata sangat tergantung
dengan angkutan umum bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena
sebagian besar tidak memiliki kendaraan pribadi. Pengangkutan atau transportasi
bukanlah tujuan melainkan sarana mencapai tujuan. Sementara itu kegiatan
sehari-hari bersangkut paut dengan produksi barang dan jasa untuk mencapai
kebutuhan yang beraneka ragam, karena itu manfaat pengangkutan dapat pula
dilihat dari berbagai segi kehidupan masyarakat yang dapat di kelompokkan
dalam segi ekonomi dan sosial.
Sistem transportasi terdiri dari beberapa sistem yaitu:
1. Sistem kegiatan
2. Sistem jaringan prasarana transportasi
3. Sistem pergerakan lalu lintas
4. Sistem kelembagaan14
Keempat sistem tersebut saling berinteraksi membentuk sistem
transportasi. Interaksi antar sistem kegiatan dan sistem jaringan akan
menimbulkan pergerakan manusia/barang dalam bentuk pergerakan kendaraan.
Perubahan pada sistem kegiatan akan membawa pengaruh pada sistem jaringan
melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu
pula dengan perubahan pada sistem jaringan akan mengakibatkan sistem kegiatan
melalui peningkatan mobilitas dari sistem pergerakan tersebut.
Manfaat terpenting dari transportasi itu sendiri adalah untuk memudahkan
manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam prakteknya, masyarakat
Ajibata sangat membutuhkan Pelabuhan untuk melakukan aktivitasnya
masing-masing. Untuk memenuhi kebutuhan akan transportasi itu maka pemerintah
mengadakan adanya transportasi umum agar kebutuhan akan transportasi bisa
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini transportasi merupakan
kebutuhan publik yang artinya bahwa kebutuhan dan pelayanan akan transportasi
harus bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat dan tugas pemerintah adalah
memenuhi semua kebutuhan akan transportasi tersebut melalui transportasi
umum.
Moda Transportasi
Moda transportasi merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan
alat angkut yang digunakan untuk berpindah tempat dari satu tempat ketempat
lain. Moda yang biasanya digunakan dalam transportasi dapat dikelompokkan atas
moda yang ber jalan didarat, berlayar di perairan laut dan pedalaman serta moda
Seiring dengan pelaksanaan optimalisasi transportai di Pelabuhan Ajibata,
angkutan umum telah menjadi bagian penting dalam segala kegiatan oleh
masyarakat kecamatan Ajibata. Segala elemen masyarakat dari golongan
menengah keatas dan golongan masyarakat menengah kebawah sudah
menggunakan angkutan umum dalam bertransportasi. Masyarakat tidak ragu
ataupun malu dalam mengambil keputusan yaitu angkutan umum dalam
melangsungkan aktivitasnya sehari hari karena selain ongkos yang ditawarkan
lebih murah.
Pemerintah berfungsi untuk mengembangkan keseluruh moda tersebut
dalam rangka menciptakan sistem transportasi yang efisien, efektif dan dapat
digunakan secara aman dapat menempuh perjalanan dengan cepat dan lancar.
Definisi dari moda adalah jenis-jenis sarana yang tersedia untuk melakukan
perjalanan. Pemakai jalan adalah semua angkutan baik yang berupa kenderaan
bermotor maupun tidak bermotor serta pejalan kaki yang sedang menggunakan
jalan.
Pergerakan masyarakat Ajibata didasari oleh persebaran tata guna lahan
yakni pertanian, permukiman, perdagangan, dan lain-lain. Namun guna lahan
yang membawa dampak signifikan terhadap pergerakan masyarakat Ajibata
adalah pertanian dan perdagangan. Hal ini didasari oleh adanya kebutuhan dasar
masyarakat Ajibata untuk bekerja dan bermukim untuk dapat memperoleh
Hal ini menjadikan masyarakat memiliki berbagai kebutuhan dan usaha
masyarakat untuk memperoleh barang tersebut, pasti membutuhkan baik sarana
atau prasarana transportasi.
Moda transportasi terbagi atas tiga jenis moda, yaitu:
a. Transportasi darat: kendaraan bermotor, kereta api, gerobak yang ditarik oleh
hewan (kuda, sapi, kerbau) atau manusia.
Moda transportasi darat dipilih berdasarkan faktor-faktor15
c. Transportasi udara: pesawat terbang dapat menjangkau tempat-tempat yang
tidak dapat ditempuh dengan moda darat atau laut, disamping mampu bergerak
lebih cepat dan mempunyai lintasan yang lurus serta paraktis bebas hambatan. :
1. Jenis dan spesifikasi kenderaan.
2. Jarak perjalanan.
3. Tujuan perjalanan
4. Ketersediaan moda.
5. Ukuran kota dan kerapatan permukiman.
6. Faktor sosial-ekonomi.
b. Transportasi air (sungai, danau, laut): kapal, tongkang, perahu, rakit.
15
Pemilihan penggunaan moda transportasi tergantung dan ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Segi Pelayanan
b. Keandalan dalam bergerak
c. Keselamatan dalam perjalanan
d. Biaya
e. Jarak Tempuh
f. Kecepatan Gerak
g. Keandalan
h. Keperluan
i. Fleksibilitas
j. Tingkat Populasi
k. Penggunaan Bahan Bakar
Masing-masing moda transportasi memiliki ciri-ciri yang berlainan
berdasarkan:
a. Kecepatan, menunjukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bergerak
b. Tersedianya pelayanan (availability of service), menyangkut kemampuan untuk
menyelenggarakan hubungan antara dua lokasi.
c. Pengoperasiaan yang diandalkan (dependability of operation),menunjukan
perbedaan-perbedaan yang terjadi antara kenyataan dan jadwal yang ditentukan.
d. Kemampuan (capability), merupakan kemampuan untuk dapat menangani
segala bentuk dan keperluan akan pengangkutan.
e. Frekuensi adalah banyaknya gerakan atau hubungan yang dijadwalkan16
Transportasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
pertumbuhan ekonomi. Salah satu jenis transportasi adalah transportasi danau,
dimana transportasi danau yang paling berperan adalah pelabuhan. Pelabuhan
sebagai sarana transportasi memegang peranan yang sangat penting bagi
Kecamatan Ajibata. Salah satu fungsi dasar transportasi adalah menghubungkan
tempat kediaman dengan tempat bekerja atau para pembuat barang dengan para
pelanggannya. Dari sudut padang yang lebih luas, fasilitas transportasi
memberikan aneka pilihan untuk menuju ke tempat kerja, pasar, sarana rekreasi
dan menyediakan akses ke sarana-sarana kesehatan, pendidikan dan sarana
lainnya. Kebutuhan akan pelayanan transportasi bersifat kualitatif dan mempunyai
ciri yang berbeda-beda sebagai fungsi dari waktu, tujuan perjalanan dan lain-lain. .
3.1 Hubungan dan Transportasi Masyarakat Ajibata sebelum Tahun 1972
Ajibata merupakan suatu wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara yang
berada di daerah yang strategis.Hal ini karena berbatasan langsung dengan
Samosir dan Simalungun. Oleh karena itu wilayah Ajibata menjadi pontesial
secara ekonomi pada masa tersebut.Dikelilingi oleh bukit-bukit yang membentang
di antara Simalungun dan Tapanuli, menjadikan disekitar Ajibata menjadi asri.
Hal ini membuat Ajibata sebagai lokasi yang baik untuk bertemunya
pedagang-pedagang dari berbagai daerah, seperti Simalungun, Samosir dan
Tapanuli Utara. Transportasi juga menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat
sekitar untuk menuju ke Ajibata. Oleh karena Ajibata terletak di tepi Danau Toba,
maka transportasi yang digunakan pun adalah transportasi air.
Jenis transportasi air yang digunakan masyarakat pada tahun 1972 adalah
perahu atau masyarakat Ajibata sering menyebutnya ‘Solu’17
17http://kamusbatak.akademitelkom.ac.id/”solu”: kanu, perahu, sampan dibuat dari batang kayu yang dikeruk. solu, dikeruk sebagai solu. “Marsolu”, berlayar dengan perahu
. Solu merupakan
kendaraan air dari berbagai ukuran yang dirancang untuk mengapung atau
mengambang, digunakan untuk bekerja atau melakukan perjalanan di atas air.Solu
ini biasanya digunakan oleh masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai nelayan
untuk menangkap ikan di Danau Toba dan menjadi alat transportasi ke daerah
sekitar. Solu ini memiliki kemampuan angkut yang lemah baik dari segi kualitas
Ukuran Solu yang tidak terlalu besar memiliki kendala dalam hal kuantitas
penumpang yang bisa diangkut.Selain dari segi ukuran, solu juga memakan waktu
yang cukup lama karena masih bersifat tradisional yang mengandalkan dayung
(pengayuh) dan kekuatan angin untuk sampai ke tempat tujuan.Solu juga belum
berkembang jika ditinjau dari segi teknologi dan mesin.
Seiring perkembangan zaman, untuk menggantikan kinerja solu ada
perahu layar yang merupakan alat transportasi laut jenis perahu yang mempunyai
layar.Perahuini digerakkan dengan memanfaatkan tenaga angin.Layar ini
berfungsi untuk menangkap tiupan angin pada perahu.Pada perahu layar
tradisional, agar dapat berlayar sangat mengandalkan dorongan angin yang
ditangkap oleh layar berbentuk segitiga.Bentuk dari layar ini bisa segitiga atau
segiempat, namun pada perahu tradisional umumnya berbentuk segitiga.Layar ini
biasanya di pasang di berbagai macam-macam perahu.Bahan-bahan yang
digunakan untuk pembuatan perahu layar pada masa lampau umumnya adalah
menggunakan kayu dan bambu.
3.2Proses Pembangunan Pelabuhan Ajibata
Pelabuhan merupakan tempat pertumpuan para penumpang yang memiliki
tujuan penyeberangan ke Tomok, Nainggolan, dan Balige. Pada tahun 1972
sekitarnya. Oleh karena keterbatasan alat, bahan bangunan dan transportasi pada
saat itu maka pembangunan pelabuhan ini berjalan lambat dan memakan waktu
yang cukup lama.Pelabuhan ini dibangun pada tahun 1972 dan sudah menjadi
pelabuhan transportasi air yang dikenal oleh masyarakat setempat.
Sebelum pembangunan pelabuhan Ajibata ini, ada satu pelabuhan yang
bernama pelabuhan Tigaraja-Tomok yang terletak di desa Tiga Raja Kabupaten
Simalungun.Kedua pelabuhan ini memang terletak di kabupaten yang berbeda,
tetapi jarak tempuh keduanya tidak begitu jauh.Sebelum tahun 1972 masyarakat
Ajibata tidak bisa terhubung langsung dengan Tomok dan Tomok Parsaoran
karena harus melalui Kelurahan Tiga Raja.
Pelabuhan yang menghubungkan Tiga Raja dengan Tomok tersebut
bersebalahan langsung dengan pusat pasar Kecamatan Girsang Sipangan
Bolon.Pada masa itu, karena belum ada pasar di Ajibata dan di Tomok,
masyarakat sekitar Ajibata dan Tomok sekitarnya berbelanja di Pasar Tiga Raja
khusunya sembako. Jika dilihat dari segi pemerintahan, Tiga Raja termasuk
wilayah Pemerintahan Kabupaten Simalungun, sedangkan Ajibata dan Tomok
pada saat itu masih termasuk wilayah pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara.
Jadi melihat keadaan ini di bukalah pasar di Desa Parsaoran Ajibata pada
tahun 1973. Akan tetapi demikian pasar tersebut hanya di gunakan oleh
masyarakat Ajibata sekitarnya, karena masyarakat Tomok lebih memilih Tiga
menempuh jarak 2 Km lagi ke Ajibata. Oleh karena itu, untuk menghubungkan
Ajibata langsung dengan Tomok dibukalah Pelabuhan Ajibata – Tomok.
Lahan yang digunakan untuk pembangunan pelabuhan Ajibata merupakan
sumbangan seorang warga bermarga Sirait sekitar tahun 1970-an. Pada zamannya
pemilik tanah terbesar di sekitar pinggiran Danau Toba dimiliki oleh marga Sirait
secara turun temurun. Menurut informan yang didapatkan mengatakan bahwa
Pemerintah Tapanuli Utara sudah berulang kali tawar-menawar soal penjualan
tanah untuk dijadikan lahan pemerintah tujuan pariwisata. Mirisnya permintaan
dan tawar-menawar itu selalu menuai penolakan dari pihak pemilik tanah dengan
alasan ada keraguan tersendiri. Keraguan akan ketidakseriusan pemerintah
mengelola tanah tersebut untuk kepentingan masyarakat, wisatawan melainkan
menjadi keuntungan tersendiri bagi pihak-pihak tertentu (pemerintah).
Penolakan yang diterima dari pemilik tanah tidak membuat Bupati Tapanuli
Utara berhenti meminta tanah untuk pembangunan dan pengembangan wilayah.
Pihak Sirait berubah pikiran dan akhirnya pada tahun 1972, bapak Sirait pun
memberikan sebidang tanah dengan gratis kepada Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Utara. Setelah O.Sirait memberikan tanahnya secara cuma-cuma kepada
Pemerintah Taput, maka pemerintah Taput pun tidak ingin menyia-nyiakan
pemberian dari pada bapak O.Sirait, dimana pemerintah langsung membangun
pasar supaya masyarakat setempat tidak lagi pergi jauh ke pasar Tiga Raja. Selain
tetapi pemerintah mengusahakan supaya pelosok-pelosok bisa di jangkau dengan
mudah.
3.2.1 Sejarah Singkat Kapal Ferry Tao Toba I-II
Awal keberadaan Kapal Ferry Tao Toba I dan II dimulai dari usaha keras
dan proses yang cukup panjang yang dirintis oleh OTB Sitanggang, perintis dan
pemilik Pelabuhan khusus Ferry beserta Kapal Tao Toba I dan Tao Toba II.
Diawali dari rasa keprihatinan OTB Tahun 1970 yang melihat keterisolasian
sekelompok ibu dari Pulau Samosir yang berjualan di Pasar Tigaraja namun
mengalami kesulitan untuk kembali ke Pulau Samosir. Ibu-ibu ini tidak dapat
kembali ke Pulau Samosir karena kapal yang tersedia di Pelabuhan Tigaraja
sangat terbatas, baik jumlah maupun jadwal tetap. Hal ini sering mengakibatkan
ibu-ibu tersebut harus menginap di Tigaraja sehingga memerlukan tambahan
biaya yang tentu tidak seimbang dengan penghasilan berjualan di Pasar Tigaraja.
Situasi dan kondisi ini melahirkan ide bagi pembangunan dermaga
pelabuhan yang dapat melayani secara reguler berjadwal antara Ajibata dan
Tomok. Tahun 1976, OTB berusaha untuk mendapatkan izin dari Jenderal LB.
Moerdani selaku Pemimpin Operasi Pengambilalihan Timor Timur untuk
diperbolehkan mengangkut sebuah ferry penyeberangan yang sudah lama
menganggur di Dili karena kondisi perang. Namun usaha itu tidak mendapat
terobsesi untuk dapat mewujudkan ferry penyeberangan di Samosir. Pada Tahun
1982, OTB terlibat dalam suatu proyek dengan Departemen Perhubungan, dalam
kesempatan ini digunakannya untuk melobi para pejabat baik di Provinsi
Sumatera Utara maupun Jakarta agar mendukungnya dalam pembangunan ferry
penyeberangan Samosir.
Dirjen Perhubungan pada awalnya menolak karena proyek pembangunan
ferry tersebut dianggap tidak prospektif dan tidak membawa keuntungan. Dengan
upaya gigih akhirnya Dirjen memberi izin syarat, izin akan diberikan apabila telah
menunjukkan design ferry yang dibuat perusahaan yang berkompeten dan
memiliki dana untuk pembangunan ferry. Setelah itu, apabila dalam dua tahun
tidak ada tanda-tanda pembangunan, maka tahun ketiga izin ferry tersebut akan
dicabut. Dengan jaminan izin dari Departemen Perhubungan, OTB memperoleh
izin Pelabuhan dari Bupati Tapanuli Utara serta diberikan sebidang tanah oleh
pemerintah kabupaten untuk lokasi bertambatnya ferry yakni Ajibata yang
bertetangga dengan Tigaraja, atau hanya berjarak lima kilometer dari kota wisata
Parapat.
Karena Samosir juga termasuk wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, OTB
menciptakan strategi agar jalur pelayanan ferry hanya berurusan pada satu
wilayah saja, yakni Ajibata – Tomok (Samosir). Proyek pembuatan kapal ferry
penyeberangan beserta Pelabuhan Ajibata – Tomok diwujudkan secara swadaya
oleh PT. Kartapura18
Pembangunan adalah sebuah sebuah proses mencakup berbagai perubahan
atas stuktur sosial. Sikap masyarakat dan institusi,disamping tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi penanganan ketimpangan pendapatan,serta
pengetasan kemiskinan. Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses
perubahan sosial yang luas dan dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk
mencapai kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan
kebebasan dan kualitaslainnya yang dihargai). Untuk mayoritas rakyat melalui
kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka. Pada . Perusahaan ini cukup berkompeten dalam pembuatan ferry
dan bermarkas di Tanjung Priok. Pada pertengahan Tahun 1986, pembuatan kapal
ferry pun telah selesai dan OTB memberi namanya “Tao Toba” (Artinya Danau
Toba).
3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Pembangunan Pelabuhan Ajibata
Dalam setiap proses pembangunan tentu terdapat beberapa faktor sebagai
pendukung atau penghambat perkembangan pembangunan tersebut. Hal ini dapat
juga terjadi dalam proses pembangunan pelabuhan di Ajibata. Disini akan dibahas
faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan Pelabuhan Ajibata tersebut.
3.3.1 Faktor Pendukung Pembangunan Pelabuhan Ajibata
hakekatnya pembangunan terus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat
atau penyesuaian sisitem sosial secara keseluruhan,tanpa mengabaikan keragaman
kebutuhan dasar keinginan individual maupun kelompok sosial yang ada di
dalamnya. Untuk bergerak maju menuju suatu suatu kondisi kehidupan yang lebih
baik,secara material maupun spritual19
1. Letak Ajibata yang strategis karena berada diantara beberapa desa yang
memiliki lahan pertanian luas. Oleh karena itu Ajibata dijadikan oleh
masyarakat yang berasal dari luar Ajibata sebagai tempat transaksi
perdagangan.
.
Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahtraan
masyarakat. Oleh karena itu masyarakat Ajibata dan sekitarnya berhak ikut ambil
bagian dalam peningkatan pembangunan yang menguntungkan bagi kesejahtraan
masyarakat. Mengingat banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung kedaerah
Danau Toba. Faktor pendukung pembangunan Pelabuhan Ajibata adalah:
2. Pemerintah dan masyarakat Ajibata bekerja sama dalam membangun kawasan
Pelabuhan Ajibata. Dalam hal ini, pemerintah memudahkan masyarakat untuk
pengurusan surat-surat perizinan kepemilikan lahan di Pelabuhan Ajibata dan
19 I Nyoman Suryamadi, Perencanaan pembangunan daerah otonom dan pemberdayaan
masyarakat menata lahan Ajibata dan pembagian lahan di kawasan Ajibata
dilakukan secara musyawarah, agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan.
3. Pemerintah membangun fasilitas-fasilitas untuk mendukung perkembangan
pelabuhan Ajibata. Yaitu kantor dinas perhubungan yang mengatur setiap rute
kapal-kapal yang keluar-masuk dari pelabuhan Ajibata, lampu-lampu jalan di
sekitar pelabuhan, sarana telekomunikasi yang disebut sebagi wartel(warung
telekomunikasi), rumah sakit dan aspal jalan yang semakin membaik di
kawasan Pelabuhan Ajibata.
3.3.2 Faktor Penghambat Pembangunan Pelabuhan
Pelaksanaan pembangunan daerah tidak berjalan mulus seperti yang
dikehendaki tetapi pelaksanaannya banyak dihadapkan pada berbagai masalah
yang merupakan penghambat pembangunan daerah20
20
Ibid, hal. 35.
. Faktor-faktor penghambat
pembangunan pelabuhan Ajibata bisa saja disebabkan oleh:
1. Ijin Lahan Pembangunan
Ijin pemakaian tanah pribadi untuk kepentingan pembangunan mendapat
masalah dari beberapa pihak. Hal ini karena tanah merupakan warisan
Belum terbukanya minat akan membangun sector perekonomian yang ada
di sekitar masyarakat adalah salah satu alasan kuat yang menjelaskan mengapa
masyarakat belum terbuka memberikan tanah maupun lahan warisan untuk
dikelola untuk kepentingan perekonomian daerah. Masyarakat masih
mementingkan keperluan keluarganya sendiri. Hanya sedikit yang bermarga
Sirait yang bersedia memberikan lahan warisan dari leluhur nya untuk dikelola
bersama membangun sebuah pelabuhan penyeberangan pada masa itu.
2. Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku adalah salah satu aspek terpenting dalam terwujudnya sebuah
pembangunan suatu daerah. Pada tahun 1972, pasokan bahan baku bangunan
masih belum begitu memadai. Hal ini menjadi salah satu kegagalan CV.Garoga
dalam mengembangkan pembangunan Pelabuhan Ajibata. Bangunan yang mereka
bangun tidak kuat menahan kondisi alam yang dahulunya adalah rawa. Bentuk
tanah yang tidak merata menyebabkan kerusakan dimana-mana seiring dengan
berjalannya proyek pembangunan tersebut.
Oleh karena itu, rancangan bangunan Pelabuhan Penyeberangan Ajibata
tidak dilanjutkan oleh CV.Garoga, karena perusahaan yang didukung oleh
pemerintah ini sudah merugi dan hampir bangkrut. Dan pada tahun 1992 sampai
sekarang, proses pembangunannya di ambil alih oleh pemerintah Kabupaten
Secara umum fasilitas yang tersedia pada dermaga sungai sangatlah
sederhana. Belum dilengkapi dengan fasilitas lapangan parkir untuk menampung
moda transportasi lain yang akan menggunakan pelabuhan penyeberangan
Ajibata. Adanya hambatan pelayaran yang terdiri dari dangkalnya perairan di
sekitar dermaga. Hal lain yang jadi kendala adalah kurangnya rambu-rambu
disekitar lokasi pelabuhan Ajibata serta adanya perbedaan tinggi pasang pada
musim penghujan dan musim kemarau terutama didaerah hulu sungai, sehingga
konstruksi dari pelabuhan harus dibangun sedemikian rupa untuk
mengantisipasinya.
3. Kekurangan modal dan Teknologi
Kekurangan modal pembangunan yang diberikan oleh pemerintah
mengakibatkan terhambatnya pembangunan pelabuhan serta teknologi yang cukup
lambat untuk menyelesaikan rangkaian seluruh aktivitas pembangunan. Dana
yang tersendat mengakibatkan pembangunan semakin merosot.
Pemerintah pada masa itu masih kurang peduli terhadap kemajuan
kecamatan Ajibata. Hal ini dilihat dari penyaluran modal yang belum maksimal
sejalan dengan teknologi yang dipergunakan masih sangat sederhana. Akibatnya
4. Pola Pikir
Tidak semua pihak masyarakat Ajibata yang mendukung didirikannya
Pelabuhan Ajibata. Salah satu isu yang dimunculkan adalah akan terjadi
kerusakan lingkungan apabila tetap dilangsungkannya pendirian Pelabuhan
tersebut. Pada masa tersebut memang belum ada peraturan yang mengikat tentang
menjaga lingkungan sekitar yang ada di Ajibata. Masyarakat dipengaruhi oleh isu
yang timbul dan sebagian menolak dibangun pelabuhan tersebut
Kemudian dari luar daerah Ajibata, yaitu Tigaraja, yang sudah terlebih
dahulu membangun sebuah pelabuhan penyeberangan ke Pulau Samosir. Hal ini
menimbulkan kecemburuan sosial bagi pengelola maupun pemuda Tigaraja,
karena akan terbagi dua pusat perekenomian pada masa tersebut. Pada tahun 1997
pernah terjadi bentrok antara pemuda Ajibata dan pemuda Tigaraja tentang
perebutan lahan terminal salah satu bus yang ada di Parapat.
3.4 Perkembangan Pelabuhan Ajibata
Perkembangan Pelabuhan Ajibata dimulai dari pembangunan pelabuhan
Ajibata-Tomok. Banyak penumpang yang diarahkan ke pelabuhan Ajibata-
Tomok jika mereka ingin menyeberang menikmati destinasi yang ada di Danau
Toba. Para awak kapal mempertimbangkan kualitas kapal dan keindahan kapal
digunakan sebagai transportasi penumpang diupayakan menarik dan senyaman
mungkin.
Supaya pelabuhan ini tidak kalah saing dengan pelabuhan Tigaraja-Tomok
yang sudah berkembang lebih awal. Pelabuhan melakukan perkembangan tersebut
didukung oleh Pelabuhan Ferri yang di buka pada tahun 1981 di Ajibata. Hal ini
memberikan perkembangan yang pesat terhadap kecamatan Ajibata.
3.4.1 Keadaan Fisik Pelabuhan Ajibata 1972-1992
Pelabuhan didefinisikan sebagai tempat yang terdiri atas daratan dan
perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat masyarakat untuk melakukan
kegiatan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan atau bongkar muat barang berupa terminal dan tempat berlabuh
kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan kegiatan penunjang
pelabuhan. Pelabuhan Ajibata ditujukan sebagai tempat bersandarnya kapal
pribumi. Dalam kenyataannya secara perlahan, peranan pelabuhan telah menjadi
multifungsi, selain sebagai pelabuhan juga telah menjadi pusat perekonomian
masyarakat pedagang yaitu dengan menjadikan pelabuhan sebagai tempat
melakukan aktifitas dagang. Dengan adanya pelabuhan secara otomatis
pelabuhan maka masyarakat tidak memiliki sarana pendukung perekonomian pada
masa tersebut.
Pelabuhan kapal dirasa sangat berarti bagi masyarakat Toba Samosir
secara umum, karena memberikan dampak besar bagi mereka ketika mereka akan
berdagang ke Pulau Samosir maupun ke Simalungun. Begitu juga bagi masyarakat
yang ingin berkunjung ke Nainggolan,Balige,dan Onan Runggu akan dimudahkan
pula dengan adanya pelabuhan sebagai transit kapal.
Pada tahun 1972 di Tapanuli Utara terlebih di Ajibata terjadi perombakan
secara besar-besaran. Ajibata yang dulunya hanya berupa tanah kosong telah
dirombak dan secara keseluruhan menjadi bangunan papan yang atapnya telah
dibuat dengan menggunakan ijuk sebagai pelindung dan sebagai tempat berjualan
para pedagang. Akan tetapi bentuk fisik bangunannya masih tergolong sederhana,
luas lapak masing-masing tidak merata. Ada beberapa yang luasnya 4x6 meter,
dan ada pula yang luasnya hanya 2x3 meter. Pada tahun itu hanya ada 28
bangunan sebagai tempat berjualan para pedagang.
Pelabuhan Ajibata dikendalikan oleh petugas pasar (PERPAS), akan tetapi
tidak semua kegiatan yang ada di Onan (pasar) dikendalikan oleh para petugas
tersebut, ada juga peran serta masyarakat pedagang yang menggantungkan
hidupnya di Onan (pasar) Ajibata. Para pedagang yang mengelola Onan (pasar)
lapak/tempat berjualan yang tidak berpindah dan telah menandatangani kontrak
atas sewa areal dagang. Sistem pengelolaan Pelabuhan Ajibata adalah sistem yang
bersifat kekeluargaan, di mana pemerintah menetapkan harga sewa di samping
berdasarkan pada tingkat kemakmuran ekonomi masyarakat.
Selanjutnya setelah semua pembangunan selesai diadakan lagi upacara
adat untuk meresmikan pelabuhan tersebut karena sudah menjadi adat dan
kebiasaan masyarakat sekitar21
Pengelola lahan yang dulunya kosong dilakukan oleh CV.Garoga . Pasar tradisional merupakan pusat aktifitas
sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mulai dari
kebutuhan sandang, pangan, papan, maupun kebutuhan sosial lainnya.
Keberadaan pasar tradisional terus mengalami perkembangan dan semakin banyak
pula masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan pasar
tradisional tersebut. Dalam hal pengelolaan, Pelabuhan Ajibata lebih bersifat
pelayanan kepada masyarakat yang dikelola oleh pemerintah daerah setempat.
3.4.2 Manajemen
22
21Wawancara dengan Op.Herti br Manik di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Tanggal 20 November 2016.
22Wawancara dengan Garoga Rumahorbo, Anak dari pemilik CV.Garoga, (alm)
R.Rumahorbo
,
mereka melihat adanya sumber pendapatan yang cukup menjanjikan di daerah
masa itu, CV.Garoga mulai mendatangkan alat-alat berat menuju daerah
kecamatan Ajibata. Mereka memulai dengan pembuatan dasar berbagai bangunan
untuk masyarakat Ajibata. Sehingga banyak penduduk yang mulanya tinggal
ditepian daerah Ajibata mulai membangun rumah di sekitar Ajibata.
Dengan bahan-bahan bangunan yang seadaanya CV.Garoga membentuk
Ajibata menjadi sebuah kota pelabuhan. Setelah pembangunan lahan selesai, maka
masyarakat pun melakukan musyawarah untuk mendiskusikan dibangunnya Onan
(pasar) untuk penduduk di Ajibata maupun dari daerah-daerah yang berada di
dekat kawasan Ajibata. Berdasarkan hasil keputusan musyawarah, maka
Onan(pasar) pun didirikan dengan kerjasama antara masyarakat, pemerintah dan
pihak pengelola lahan Ajibata. Sehingga masyarakat tidak menuju ke Tigaraja
untuk berbelanja kebutuhan hidup sehari-hari. Terminal bus pun dibangun sebagai
sarana transportasi penduduk yang ingin melalukan perjalanan ke Pematang
Siantar, Medan, Tarutung dan lainnya.
Pasar yang berada di kawasan Pelabuhan Ajibata dikelola oleh Petugas
Peraturan Pasar (PERPAS). Tugas pokok dari PERPAS adalah menyiapkan bahan
perencanaan dan program kerja, pelayanan administrasi dan teknis pembinaan dan
bimbingan, evaluasi dan pelaporan bidang pengelolaan pasar yang meliputi
pendapatan serta sarana kebersihan, keamanan, dan ketertiban. Petugas PERPAS
Pelabuhan Ajibata adalah mengelola segala kegiatan yang berhubungan dengan
pelayanan kebersihan dengan menyediakan tong sampah yang bekerjasama
dengan dinas kebersihan, pemungutan pajak sewa bangunan, dan pelaksana
keamanan dan ketertiban di area pasar. Pajak atau sewa bangunan selanjutnya
akan dilaporkan kepada pihak Kecamatan Lumban Julu yang mengurusi masalah
keuangan dan pendapatan kecamatan.
3.4.3 Kapal-kapal Yang Berlabuh
Pelabuhan Ajibata adalah salah satu jalur transportasi lokal yang
menghubungkan Ajibata dengan berbagai destinasi di Danau Toba, seperti
Tomok, Nainggolan, Onan Runggu dan Balige. Pada tahun 1980, perkembangan
perdagangan maupun pariwisata semakin berkembang di Ajibata. Semakin banyak
pedagang maupun pendatang yang berasal dari berbagai daerah, karena wilayah
Ajibata merupakan wilayah yang strategis untuk pembangunan suatu pelabuhan
perairan darat. Hal ini ditunjukan dengan intensitas rute kapal yang semakin
meningkat dengan berbagai tujuan.
Beberapa kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan Ajibata:
1. Rodame
2. Dosroha Matio
4. Roganda
5. Leo Star
6. Dosroha
7. Tio
8. Gloria
Pada masa itu, jadwal keberangkatan kapal masih belum teratur. Kapal
tersebut berangkat jikalau penumpang sudah penuh. Karena penumpang ramai
jika ada Onan(pasar) di Ajibata maupun di daerah tujuan dimana kapal tersebut
berangkat. Hal ini menimbulkan keresahan bagi penumpang, karena transportasi
kapal di Ajibata tidak hanya di gunakan untuk kegiatan perdagangan. Ada saat
darurat kapal tersebut digunakan. Misalnya acara keluarga yang harus dihadiri
segera tidak dapat terpenuhi jika penumpang-penumpang yang ada di kapal
tersebut belum penuh23
Oleh karena itu, perlu diadakan sebuah rute yang bisa mengatur arus
keluar masuknya kapal dari Pelabuhan Ajibata. Dengan berbagai pertimbangan
dan kebutuhan masyarakat pada masa tersebut, pembuatan rute atau trayek kapal
angkutan pun dibuat oleh pemilik dan pengelola kapal. Rute ini beroperasi dalam
satu hari kurang lebih 15 jam yaitu, mulai dari pukul 06:00 WIB - 19:00 WIB. .
Pelabuhan Ajibata menyatu dengan terminal transportasi darat yang
menghubungkan Ajibata ke berbagai daerah, sehingga membuat jalur melalui
menjadi lebih strategis.
Kapal penumpang yang beroperasi dalam satu hari di jalur ini terdiri dari 8
kapal sehingga kurang lebih setiap 50 menit sekali kapal akan menyeberang dari
kedua pelabuhan yakni, dari Pelabuhan Ajibata mulai pukul 7:00 WIB – 21:00
WIB dan sebaliknya dari Pelabuhan Tomok mulai dari pukul 6:00 WIB – 19:00
WIB. Para penumpang kapal yang terdiri dari berbagai kalangan baik masyarakat
maupun wisatawan yang ingin menyeberang dari Ajibata ke Tomok atau
sebaliknya, tidak lagi terburu-buru untuk mengejar jam keberangkatan kapal. Para
penumpang lebih bebas memilih waktu keberangkatan karena setiap 50 menit
kapal akan menyeberang dari kedua pelabuhan seperti yang telah di uraikan
sebelumnya.
Dengan demikian penumpang tidak lagi khawatir akan ketinggalan
kapal pada jalur Ajibata – Tomok. Lain halnya dengan di beberapa jalur24
24 Jalur Ajibata-Lontung, Ajibata-Nainggolan, Ajibata-Horsik, Ajibata-Onan Runggu, Ajibata- Sirungkungon dan di beberapa jalur transportasi air yang lain yang berada di Danau Toba.
yang
hanya beroperasi 1 atau 2 kali dalam sehari pada jam tertentu yang membuat
penumpang sangat terburu-buru untuk mengejar jam keberangkatan kapal yang
akan bisa menyeberang karena ketinggalan kapal pada hari tersebut. Hal ini
membuat mereka harus menunggu keesokan harinya pada jam yang telah
ditentukan setiap harinya pada jalur tersebut.
Baik di pelabuhan maupun di dalam kapal sangat banyak
kegiatan-kegiatan yang terjadi dan menjadi sebuah kebiasaan sehari-hari baik antara
penumpang, pihak kapal, masyarakat yang berada disekitar pelabuhan, pihak
transportasi darat yang menyatu dengan dermaga yang dimana satu sama lain
melakukan interaksi sosial untuk kebutuhan atau tujuan tertentu yang pada
umumnya berhubungan dengan penyeberangan Ajibata menuju Tomok dan
BAB IV
DAMPAK PELABUHAN PENYEBERANGAN AJIBATA TERHADAP
MASYARAKAT 1972-1992
4.1 Dampak Positif
Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari
masa ke masa. Pembangunan merupakan perubahan menuju pola-pola masyarakat
yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan yang
memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap
lingkungan dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan pada
warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidupnya dan pada akhirnya mengalami perubahan
ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan juga merupakan suatu upaya yang
dilakukan dalam rangka menunjang kesejahteraan rakyat baik dalam bidang sosial
maupun dalam bidang ekonomi25
Pembangunan secara nasional tidak dapat dipisahkan kaitannya dengan
pembangunan daerah, demikian halnya di Indonesia. Di Indonesia pembangunan
daerah merupakan bagian yang penting dari pembangunan nasional, karena
pembangunan daerah menjadi salah satu indikator dalam terwujudnya
pembangunan nasional. Namun sistem pembangunan terpusat yang telah lama .
dilakukan di Indonesia dianggap sebagai penyebab lambannya pembangunan
daerah terutama daerah – daerah yang terisolir dan membesarnya ketimpangan
antar daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat membuat kebijakan tentang
pemerintah daerah dimana pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur
rumah tangganya sendiri26
Pelabuhan Ajibata menjadi salah satu aktifitas utama di daerah pesisir
Ajibata. Banyak masyarakat yang berasal dari berbagai daerah datang dengan
berbagai tujuan. Seperti masyarakat yang datang dari Pematang Siantar yang
hendak ke Samosir. Mereka tidak hanya melalui Pelabuhan Tigaraja melainkan
mereka juga melalui Pelabuhan Ajibata. Oleh karena itu, penduduk Ajibata pun
membangun beberapa fasilitas untuk masyarakat yang hendak menyeberang ke
Samosir, seperti rumah makan untuk para penumpang yang hendak menuju ke
Samosir. Hal ini memberikan perkembangan ekonomi bagi masyarakat Ajibata,
Hal ini menjadikan lahan di Ajibata , di antaranya Juma Toba, Simarbabi dan
Dolok Martahan
. Hal ini juga terjadi di Pelabuhan Ajibata, Banyak
penduduk yang ikut merasakan adanya pengaruh dari pembangunan Pelabuhan
Ajibata. Termasuk para petani maupun masyarakat dengan berbagai berprofesi.
4.1.1 Peningkatan Harga Tanah
27
26 Elvin Anugrah Zebua. Dampak Pembentukan Kota Gunung Sitoli Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Madula, Kecamatan Gunung Sitoli, Kota Gunung Sitoli, Skripsi, belum diterbitkan, Uniersitas Sumatera Utara, 2015
27 Wawancara dengan Maroloan Ambarita, warga setempat Ajibata 19 September 2016
mengalami peningkatan, karena berada di daerah pesisir pantai
dibangunnya Pelabuhan Ajibata. Pemilik lahan mulai menjual tanah-tanah yang
dekat ke sekitar Pelabuhan dengan harga yang tinggi.
Desa Ajibata Parsaoran dari sisi ekonomi memiliki potensi yang sangat
besar untuk dikembangkan. Salah satu potensi yang nampak adalah masih luasnya
lahan, dimana lahan ini sangat cocok dikembangkan menjadi areal pertanian
terkhusus tanaman pangan. Pertanian yang dikembangkan masih pertanian
tradisional seperti padi, cokelat, bawang, cabai, cengkeh, kemiri dan lain-lain.
Keterbatasan lahan dan teknologi menjadi kendala bagi masyarakat pada masa itu.
Selain untuk pertanian lahan ini juga bisa dikembangkan untuk lahan peternakan,
khususnya peternakan besar seperti Sapi, Kerbau dan Kambing.
4.1.2 Perkembangan Pasar
Pada tahun 1970-an pedagang masih menjajakan barang dagangannya
dalam jumlah yang masih relatif sedikit. Jumlah pedagangnya pun masih sedikit,
serta jarak berjualannya juga masih berjauhan antara pedagang yang satu dengan
pedagang lainnya. Para pedagang pada masa itu sudah ditentukan tempat
berjualannya walaupun hanya memiliki aturan yang belum mengikat di antara
para pedagang tersebut. Aturan yang berlaku hanya peraturan yang bersifat lisan
saja, yang tidak saling merugikan di antara para pedagang.
Jenis barang dagangan yang diperdagangkan berupa kebutuhan hidup
dengan daun) dan kebutuhan hidup lainnya. Perkembangan pasar ini tidak terlepas
dari keberadaan Pelabuhan Ajibata pada masa itu. Semakin beragam barang
dagangan yang ada di pasar tersebut. Hal ini terjadi karena para pedagang yang
berasal dari luar daerah Ajibata membawa komoditas masing-masing daerah.
Sehingga beberapa masyarakat datang ke Ajibata untuk membeli berbagai
perlengkapan sehari-hari. Karena di pasar dimana mereka berasal tidak selalu
menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat.
Pasar ini hanya terjadi hanya pada hari sabtu, sehingga intensitas rute
pelabuhan pun meningkat pada hari tersebut. Karena pasar sangat dekat dengan
pelabuhan dan sangat memungkinkan bagi masyarakat untuk menyediakan barang
dagangan yang berasal dari daerahnya.
4.1.3 Kelancaran Transportasi
Kelancaran transportasi akan mendorong meningkatnya pertumbuhan
ekonomi menjadi lebih mudah dan cepat bila sarana transportasi yang ada
berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga transportasi dapat menjadi salah satu
sarana untuk memperluas kawasan ekonomi. Melalui transportasi penduduk antara
wilayah satu dengan wilayah lainnya dapat ikut merasakan hasil produksi yang
rata maupun hasil pembangunan yang ada.
Sarana dan prasarana transportasi memiliki beberapa dampak yang secara
sarana dan prasarana transportasi menghapuskan perisolasian suatu daerah serta
aksesibilitas pun semakin meningkat. Peningkatan ini membuka suatu peradaban
baru bagi daerah pedesaan tersebut. Sehingga kemajuan dan modernisasi yang
berasal dari daerah pusat pemerintahan dapat dengan mudah masuk.
Hal ini dapat dilihat dari segi ekonomi, yang mana dengan lancarnya
sarana transportasi, pemasaran hasil usaha pun semakin mudah. Selain
dipermudah dalam hal pengangkutannya juga di permudah dalam menciptakan
pasar dan penyediaan sarana produksi pertanian atau sarana produksi suatu usaha.
Demikian halnya yang terjadi di Ajibata. Jalan beraspal mulai di kerjakan untuk
mendukung aktifitas-aktifitas masyarakat. Seperti kegiatan Onan (pasar), adat
istiadat, dan juga kegiatan interaksi lainnya. Kapal-kapal yang ada di pelabuhan
Ajibata semakin membaik, karena masyarakat yang menyeberang ke Samosir dan
Balige semakin intensif, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat dilihat bahwa
kapal-kapal sudah dapat membawa sepeda motor untuk menyeberang.
4.1.4 Terciptanya Lapangan Kerja yang Baru
Sebelum dibangunnya pelabuhan Ajibata, masyarakat hanya memiliki
sedikit lahan pertanian yang dikelola untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Pengelolaan kegiatan pertanian pun terkadang tidak cukup, karena banyaknya
anggota keluarga yang harus dipenuhi kebutuhan hidupnya. Penambahan
hanya di sekitar pantai Ajibata. Penangkapan ikan dilakukan dengan jaring
(doton), tombak (ronjom)28 dan pancing serta dengan menggunakan sampan
(solu)sebagai sarana transportasi di danau. Tangkapan yang berada di Danau
Toba antara lain Ikan Mas, Ihan Batak, Haruting, Pora-pora dan Ikan Mujahir29
Ada juga yang mengangkat barang-barang dagangan yang di pasarkan
keluar atau masuk pasar Ajibata. Kemudian terbukanya kedai-kedai kelontong
yang digunakan para penumpang yang sedang disinggah untuk menunggu kapal
maupun menunggu bus di terminal Ajibata. Hal ini jelas mengembangkan
perekonomian masyarakat Ajibata pada masa itu, terutama bagi pemuda-pemudi
yang sudah memiliki pekerjaan baru disana. Hal ini dapat dilihat dengan begitu
cepatnya pertukaran barang di kedai kelontong masyarakat Ajibata tersebut.
Selanjutnya adalah semakin ramainya masyarakat Ajibata yang membuka rumah .
Setelah di dirikannya Pelabuhan Ajibata, maka beberapa lapangan
pekerjaaan untuk masyarakat pun semakin terbuka. Penduduk yang datang
berdagang maupun hanya menyeberang dari Ajibata mengakibatkan timbulnya
beberapa pekerjaan, seperti calo-calo kapal yang melayani penumpang kapal di
Pelabuhan Ajibata. Calo tersebut menyediakan tenaga untuk mengangkat barang
keperluan dari penumpang untuk diangkat menuju bus transportasi di terminal
Ajibata.
28 Alat Penangkap Ikan Tradisional, terdapat diberbagai daerah di kawasan Danau Toba
29
makan. Hanya saja rumah makan yang terdapat di sekitar pelabuhan masih rumah
makan khas daerah.
4.2 Dampak Negatif
Pada kegiatan pembangunan pelabuhan Ajibata tidak semuanya
berdampak positif tetapi juga memiliki beberapa dampak negatif. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh yang berasal dari luar masyarakat maupun dari dalam
Ajibata.
4.2.1 Perubahan Budaya dan Perilaku Masyarakat
Sosial merupakan segala sesuatu mengenai masyarakat atau
kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan umum,
sedangkan budaya berasal dari kata sanskerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak
dari “buddhi” yang berarti budi atau akal”. Budaya adalah segala hal yang
bersangkutan dengan budi atau akal yang mengandung cinta, rasa dan karsa, dapat
berupa kesenian, pengetahuan, moral, hukum, adat-istiadat, ataupun kepercayaan.
Jadi sosial budaya adalah keseluruhan sistem nilai, norma, adat istiadat, pola
aktivitas, pola pandang, kebiasaan, hasil karya, dan kearifan tradisional yang
mempengaruhi tingkah laku seseorang dan interaksi sosialnya dalam kelompok
masyarakat untuk mencapai tujuan hidupnya30
30 Abdul Kadir Muhammad, Ilmu Sosial Budaya Dasar, Jakarta ; Citra Adithya, 2008. Hal 53-55
masyarakat didasari pada sikap masyarakat yang masih rentan untuk menerima
kebudayaan yang berasal dari luar. Ada yang terpengaruh moderenisasi, namun
ada juga yang masih mempertahankan adat isitiadat yang berlaku di Ajibata.
4.2.2 Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja yang tinggal disekitar Pelabuhan meliputi semua
perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum adat istiadat yang dilakukan
oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di
sekitarnya. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu minat bersekolah
remaja-remaja yang rendah, pengawasan orang tua berkurang, terpengaruh budaya luar.
Minat bersekolah menjadi aspek penting dalam penentuan jalan hidup
seorang anak, begitu juga yang terjadi di Ajibata. Karena fasilitas sekolah masih
sedikit dan juga kemampuan finansial masyarakat untuk menyekolahkan anaknya
menjadi alas an utama mereka tidak mempunyai minat bersekolah yang tinggi.
Pengaruh budaya yang berasal dari luar juga memberikan dampak yang besar bagi
seseorang remaja pada masa itu.
Oleh karena mudahnya memperoleh uang yang diperoleh dari Pelabuhan
Ajibata yaitu dengan bekerja sebagai buruh kasar menjadikan remaja tersebut
rentan terhadap budaya yang ia hadapi. Seorang remaja pun tidak menutup
kemungkinan seorang remaja berbuat hal yang melanggar aturan. Seperti banyak
meminum-minuman keras, sampai bermain judi dilakukan tanpa rasa bersalah. Hal itu karena
tidak adanya pengawasan orang tua, atau kurangnya perhatian dari orang tua.
4.2.3 Kerusakan Lingkungan Ajibata
Tingginya pertumbuhan penduduk membawa banyak masalah di daerah
Pelabuhan Ajibata. Dampak dari pemukiman masyarakat disekitar pantai
menghasilkan tumpukan sampah dalam jumlah besar. Sedangkan tempat
pembuangan sampah masih terbatas, sehingga terjadi penumpukan sampah secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah
dalam menjaga lingkungan hidup juga mempengaruhi. Limbah minyak kapal
secara sembarangan dibuang ke danau yang menyebabkan kualitas air danau
menjadi buruk. Disebabkan karena penduduk belum paham tentang pengolahan
limbah minyak yang dihasilkan oleh kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan
Ajibata tersebut.
Kegiatan budidaya didaerah pesisir seperti penggunaan lahan pesisir untuk
pertambakan (misalnya : tambak ikan nila), yang ternyata dapat mencemari
lingkungan. Kegiatan budidaya juga menimbulkan kekhawatiran terhadap
perikanan, kualitas tanah dan air. Ampas pakan ikan dari tambak ikan tersebut
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Setelah penulis menguraikan bab demi bab tentang skripsi yang berjudul
Pelabuhan Penyeberangan Ajibata(Tahun 1972-1992), maka bab akhir ini, penulis
menutup penulisan dengan beberapa kesimpulan.
Pelabuhan penyeberangan Ajibata memiliki peranan penting untuk
perkembangan daerah Ajibata. Aspek utama pembangunan wilayah Ajibata dimulai
dengan kebutuhan masyarakat Ajibata akan sebuah pelabuhan. Hal ini karena
masyarakat yang membawa hasil bumi yang hendak dipasarkan ke Pulau Samosir
harus melalui pelabuhan Tigaraja. Hal ini menjadikan masyarakat Ajibata
membangun sebuah tempat bersandarnya kapal-kapal kayu sebagai sarana
transportasi penduduk menuju ke daerah tujuan.
Seiring dengan berjalannya waktu, intensitas masyarakat yang menyeberang
ke Samosir maupun ke daerah-daerah lainnya pun semakin meningkat. Demikian juga
sebaliknya. Kemudian pada tahun 1972 pembangunan pelabuhan penyeberangan
mulai dirintis oleh CV.Garoga. Dengan bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten
Tapanuli Utara. CV.Garoga membangun tepi pantai Ajibata yang dianggap memiliki
potensi sebagai pelabuhan penyeberangan. Seperti yang dimiliki oleh daerah Tigaraja
Akan tetapi pembangunan terhenti ditengah perjalanan karena bahan-bahan
dan teknologi yang di kerjakan untuk membangun masih sangat sederhana. Dan juga
perencanaan yang belum stabil menyebabkan bangunan tidak bertahan lama. Hal ini
menyebabkan pembangunan dilanjutkan oleh pihak pemerintah pada saat itu.
Dengan bantuan dari masyarakat sekitar Ajibata. Pemerintah memulai
kembali pondasi yang terhenti tersebut. Walaupun tidak seperti di Tigaraja dan
Parapat, pelabuhan Ajibata yang sederhana dapat terlaksanakan. Pelabuhan Ajibata
sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal tradisional (Solu) yang berasal dari berbagai
daerah. seperti Nainggolan, Balige, dan Tomok.
Kehadiran pelabuhan ini memicu tumbuhnya sistem ekonomi masyarakat
pada masa tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan timbulnya pasar sebagai hasil dari
kemajuan pelabuhan tersebut. Hal ini menjadikan penduduk Ajibata tidak perlu lagi
ke Parapat atau Tigaraja untuk mendapatkan kebutuhan hidup sehari-hari.
Pelabuhan Ajibata memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi
perkembangan perekonomian masyarakat Ajibata. Masyarakat semakin terbuka
terhadap masyarakat yang ada diluar daerah Ajibata. Hal ini dapat dilihat dari
kelancaran transportasi di wilayah Ajibata, terbukanya lapangan pekerjaan, minat
5.2 SARAN
Pelabuhan Ajibata adalah salah satu pelabuhan penyeberangan di Danau Toba.
Keberadaan Pelabuhan Penyeberangan Ajibata telah membawa dampak yang begitu
besar terhadap perkembangan masyarakat, bukan hanya masyarakat di Ajibata saja,
tetapi daerah-daerah yang berada di sekitarnya.
Dalam menjaga keberadaan dan perkembangan Pelabuhan Ajibata diharapkan
adanya kerjasama masyarakat dan pemerintah. Dengan begitu dapat dipastikan
keberlangsungan dan perkembangan Pelabuhan Penyeberangan Ajibata tidak akan
habis dimakan zaman, melainkan semakin berkembang. Kebersihan menjadi tugas
bersama masyarakat dan pemerintah. Hal ini yang menjadi salah satu factor penting
untuk menarik perhatian wisatawan yang datang.
Masyarakat diharapkan mempertahankan adat-istiadat setempat dan menyaring
setiap pengaruh kebudayaan yang datang dari luar. Supaya terjalin keseimbangan di
tataran masyarakat itu sendiri. Dengan ini ketertiban dan keamanan akan terwujud
untuk semakin memajukan perkembangan pelabuhan Ajibata sekaligus wilayah
BAB II
GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA TAHUN 1972-1992
2.1 Letak Geografis
Kecamatan Ajibata adalah sebua
Provinsi
tahun 1972 – 1992, Ajibata merupakan kecamatan yang masuk dalam wilayah
Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Toba Samosir baru diresmikan pada
tanggal 9 Maret 1999. Kecamatan Ajibata meliputi Desa Pardamean, Desa
Parsaoran, Desa Motung, Desa Lumban Sirait dan Desa Lumban Gurning.
Sebelumnya Ajibata hanya merupakan desa yang termasuk dalam Kecamatan
Lumban Julu, Kabupaten Tapanuli Utara.
Di Ajibata terdapat pelabuhan menuju Pulau Samosir dan Balige. Di
Ajibata terdapat ada dua pelabuhan reguler dan pelabuhan ferry yang
menyeberangkan mobil, barang dan orang dari dan ke
Kecamatan Ajibata terletak pada 2°32’ – 2°40’ Lintang Utara, 98°56’ –
99°04’ Bujur Timur,908 meter diatas permukaan laut.Kecamatan Ajibata
memiliki batas- batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Simalungun
Sebelah Selatan : Kecamatan Lumbanjulu
Sebelah Barat : Danau Toba
Sebelah Timur : Sipandan, Muara Nauli, Samosir
Kecamatan Ajibata terdiri1 Kelurahan dan 9 Desa yaitu :
1.Kelurahan Parsaoran Ajibata
2 .Desa Pardamean Ajibata
3.Desa Pardomuan Ajibata
4.Desa Horsik
5.Desa Sigapiton
6.Desa Sirungkungon
7.Desa Motung
9.Desa Parsaoran Sibisa
10.Desa Dolok Parmonangan
Kecamatan Ajibata mempunyai luas wilayah seluas 72,8 Km², dengan
perincian Pardamean Sibisa adalah merupakan desa dengan wilayah terluas yaitu
16,0 Km2 atau 21,98% dari total luas Kecamatan Ajibata. Di sekitar Pelabuhan ini
terdapat pasar yang digunakan masyarakat setempat untuk melakukan kegiatan
perdagangan. Desa Parsaoran Sibisa,Desa Pardamean Sibisa,Desa Dolok
Parmonangan dan Desa Motung adalah desa yang memiliki lahan pertanian yang
potensial. Karena desa-desa ini berada tepat di daerah perbukitan Kecamatan
Ajibata dan digunakan oleh penduduk Ajibata untuk mengolah berbagai macam
produk pertanian. Desa Horsik, Desa Sigapiton, Desa Sirungkungon adalah desa
yang sebagian besar penduduknya adalah nelayan dan dahulu belum mempunyai
akses transportasi darat oleh karena berada di seberang tepi danau dan harus
melewati bukit terjal untuk mencapai desa tersebut, sedangkan Desa Pardomuan
dan Desa Pardamean adalah desa yang digunakan oleh masyarakat untuk
bermukim, yang dahulu masih menggunakan material tradisional dalam
pembuatan tempat tinggal mereka.
Ajibata merupakan salah satu wilayah di kabupaten Tapanuli Utara yang
memiliki peluang sebagai destinasi pariwisata Danau Toba. Melalui Ajibata
luar yang berpotensi sebagai turis. Melihat peluang wisata yang cukup dominan
yaitu Danau Toba yang cukup luas. Beberapa rute bisa dilalui jika ingin
mengunjungi tempat sekitar Danau Toba. Transportasi yang biasa digunakan
adalah transportasi darat dan transportasi danau. Melihat peluang dari segi jarak
dan waktu, hal yang paling efektif dan efisien adalah dengan menggunakan rute
danau. Selain mengefisienkan waktu para turis lokal maupun mancanegara bisa
melihat objek wisata yang terlihat nyata di sekitar Danau Toba, diantara nya
adalah objek wisata Batu Gantung Hal ini tentu saja bisa menambah pendapatan
masyarakat sekitar.
2.2 Penduduk
Ajibata merupakan kecamatan yang penduduknya beranekaragam suku
diantaranya: Batak ,Jawa, Minangkabau ,dan Melayu. Suku Batak adalah suku
mayoritas di kecamatan tersebut. Suku Batak terbagi beberapa Etnis yaitu: Toba,
Mandailing ,Angkola, Simalungun, Pakpak dan Karo. Suku Batak Toba adalah
satu bagian dari Suku mayoritas menetap di kecamatan Ajibata. Suku-suku
pendatang adalah Simalungun, Karo dan Mandailing. Kedatangan mereka
disebabkan oleh karena usaha untuk mencari lapangan pekerjaan baru. Faktor
keterbatasan lahan yang tidak luas dan sekaligus karena kesuburan alam wilayah
Simalungun sudah berkurang menyebabkan mereka tertarik untuk migrasi ke
2.3 Mata Pencaharian
Masyarakat Ajibata sebagian besar mata pencahariannya adalah bertani.
Mereka sangat tergantung pada tanah atau lahan pertanian yang akan dijadikan
sebagai usaha untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Pada Periode penelitian,
daerah kecamatan Ajibata merupakan daerah yang kurang subur,dan semua hasil
pertanian, perkebunan serta peternakan sepenuhnya habis untuk konsumsi oleh
keluarga sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi masalah
perekonomiannya. Pertumbuhan penduduk lama kelamaan menyebabkan tekanan
terhadap lahan pertanian dan tanah yang dimiliki.
Sebagian masyarakat melakukan kegiatan perdagangan, karena pada masa
tersebut masyarakat Ajibata belum mempunyai pasar sebagai lokasi untuk
melakukan kegiatan perdagangan. Mereka juga melakukan semacam Barter6
untuk memenuhi setiap kebutuhan masyarakat sehari-hari. Seperti masyarakat
di Desa Horsik7
membawa beberapa ekor ikan mujahir dan ditukarkan dengan
umbi kayu (gadong) yang dibawa oleh orang desa Motung. Kegiatan ini
dilakukan di sekitar tepi danau yang masih seadanya untuk tempat bertemunya
perantaraa
masyarakat Ajibata dan luar Ajibata, dan juga ini menjadi cikal bakal
terbentuknya pasar dan pelabuhan di kecamatan Ajibata.8
Mayoritas penduduk Ajibata beragama Kristen Protestan. Mereka
umumnya anggota jemaat di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Sebagian ada juga yang menjadi jemaat di dalam Huria Kristen Indonesia (HKI).
Sebagian kecil lainnya beragama Katolik dan Islam. Pada periode penelitian,
toleransi antar umat beragama pun dapat terjalin dengan sangat baik. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai kegiatan adat masyarakat yang tidak terpengaruh oleh agama
yang mereka anut. Seperti kegiatan Satti-satti 2.4 Religi
9
8Wawancara dengan J.Rumahorbo. di Parapat, 25 September 2016
9Satti-satti adalah kegiatan menari secara tradisional yang memiliki unsur kekerabatan di
dalamnya karena dilakukan dengan cukup meriah di satu kampung ke kampung yang lain secara bergantian. Ada sumbangan simpatisan dari pihak yang mengunjungi ke yang dikungjungi
yang biasa dilakukan oleh seluruh
pemuda di hari Natal dan Tahun Baru. Masyarakat tanpa membedakan agama
terlibat dalam kegiatan tahunan tersebut. Mereka ikut memberi sumbangan dan
turut merayakan acara dengan penuh sukacita. Fasilitas dalam menunaikan ibadah
masih sangat terbatas. Hanya terdapat satu gereja yaitu gereja HKI ( Huria Kristen
Indonesia) Ajibata. Oleh karena itu mayoritas masyarakat pun harus ke daerah
Parapat untuk menunaikan ibadah nya. Begitu juga dengan penduduk yang
beragama Katolik dan Islam. Mereka harus menuju Kota Parapat untuk
2.5 Pendidikan
Pada masa ini tingkat pendidikan masyarakat masih belum begitu baik.
Berbagai faktor mempengaruhi diantaranya fasilitas yang tersedia dan tingkat
perekonomian yang belum begitu baik. Pola pikir masyarakat terhadap pendidikan
juga belum begitu antusias.
Sekolah yang menjadi tempat menimba ilmu pengetahuan.Hal ini sangat
ditentukan oleh sarana dan prasana yang mendukung.Di Ajibata terdapat hanya
beberapa sekolah dasar.
Daftar sekolah dasar di Ajibata:
Hal ini karena pada masa itu masyarakat masih kurang peduli akan
kualitas jenjang pendidikan yang mereka tempa. Ajibata juga hanya memiliki satu
sekolah pendidikan pertama (SMP) yang terdapat di Desa Sijambur. Oleh karena
itu para pelajar yang sudah menamatkan sekolah menengah pertama melanjutkan
ke sekolah menengah atas yang ada di Girsang Sipangan Bolon yang berada di
Parapat. Sebagian ada juga yang berinisiatif melanjutkan sekolah ke Pematang
Siantar.
2.6 Budaya
Ajibata memiliki ragam budaya yang diwariskan para leluhur.Budaya
tersebut telah menggambarkan falsafah hidup masyarakat dalam bertindak,
bertutur, dan berperilaku. Kekayaan nilai budaya ini menjadi suatu kebanggaan
tersendiri buat masyarakat. Dahulu masyarakat Ajibata masih menganut
kepercayaan animisme yang masih kental akan falsafah hidup Adat Toba. Hal ini
dapat dilihat pada masa sekarang dengan di berbagai pelestarian adat-istiadat di
daerah Ajibata seperti Tortor Tunggal Panaluan merupakan salah satu tortor
ritual yang sangat sakral antara manusia dengan Mulajadi Nabolon (Tuhan yang
Maha Kuasa), yang dahulu kala dipagelarkan dengan tujuan untuk menolak bala,
meminta dan menolak hujan.
Sejumlah alat musik juga menjadi bagian dalam pelaksanaan upacara ritual
dan upacara adat dalam kebudayaan orang-orang Batak Toba. Dua jenis ansambel
musik, gondang sabangunan dan gondang hasapi merupakan alat musik
tradisional yang paling sering dimainkan.
Menurut mitologi etnik Batak Toba, kedua alat musik tersebut merupakan
milik Mulajadi Nabolon, sehingga harus dimainkan untuk menyampaikan
mengangkat pemimpin yang baru, saat membentuk perkampungan maupun ketika
akan melakukan aktifitas lainnya. Setelah berkembangnya waktu, situasi dapat
berubah, sebagian budaya tersebut hilang karena menyesuaikan dengan kondisi,
akan tetapi sebagian tetap bertahan.
2.7 Bahasa
Berdasarkan variasi dialek bahasa, seluruh Etnik Batak Toba dapat
dikategorisasikan ke dalam empat wilayah, yaitu : Silindung, Humbang, Toba,
dan Samosir. Mereka secara umum menggunakan Bahasa Batak Toba dengan
penekanan dan intonasi yang sedikit berbeda.Variasi dialek dalam bahasa Batak
Toba tersebut hanyalah mengandung sedikit perbedaan.Pada umumnya, perbedaan
itu mencakup intonasi dimana wilayah Tapanuli Utara termasuk menggunakan
pemakaian Bahasa Batak Toba yang lebih “halus”.
Berbeda dengan daerah Samosir sebagai daerah yang paling sering di
kunjungi para wisatawan. Bahasa Batak Toba yang mereka gunakan sedikit lebih
halus dari bahasa yang tigunakan oleh masyarakat Ajibata.Seperti penggunaan
kata le, anggia, ito dan bahasa batak yang sopan masih kerap kita dengar pada
masyarakat ini.
Akan tetapi meskipun ada pengurangan dan penambahan kata-kata yang
penggunaan bahasa yang halus akan kita jumpai misalnya dalam situasi sosial
pada aktivitas adat istiadat.11
Terlepas dari variasi dialek bahasa, bahwa bahasa yang digunakan di
dalam kehidupan bermasyarakat di kecamatan Ajibata adalah bahasa ibu, yaitu
bahasa Batak Toba selain Bahasa Indonesia.Bahasa yang digunakan masyarakat
untuk berkomunikasi sehari hari adalah Bahasa Batak Toba.Bahasa Indonesia
digunakan ketika ingin berkomunikasi dengan orang yang belum dikenal karena
dianggap sebagai orang yang hendak melakukan kunjungan wisata.12
11 Sopandu Manurung. ”Musik Di Kapal Penumpang Ajibata Tomok: Analisis Repertoar, Konteks dan Fungsi Sosial”, skripsi, belum diterbitkan, Universitas Sumatera Utara,2016.
12Wawancara dengan Tigor Manurung,di Ajibata, 20 September 2016
Selain itu
Bahasa Indonesia digunakan di dalam aktivitas belajar di sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pelabuhan adalah suatu lingkungan kerja terdiri dari area daratan dan
perairan yang dilengkapi dengan fasilitas untuk berlabuh dan bersandarnya kapal-
kapal guna terselenggaranya bongkar muat barang serta turun naiknya penumpang
dari suatu moda transportasi (kapal) ke moda transportasi lainnya atau sebaliknya.
Pelabuhan juga dapat dijadikan sebagai pintu gerbang yang dapat memperlancar
hubungan antar daerah, pulau bahkan antar negara. Pelabuhan sebagai titik simpul
yang merupakan suatu jembatan antar daratan dan lautan sebagai sarana aktivitas
manusia memerlukan suatu perencanaan yang efisien sehingga menghasilkan
keseimbangan diberbagai sektor kehidupan masyarakat. Sektor-sektor tersebut
meliputi sektor sosial, sektor ekonomi, sektor teknologi dan administrasi. Semua
sektor tersebut saling berkesinambungan satu sama lainnya.1
Pelabuhan merupakan suatu tempat atau daerah yang terletak di pinggir
pantai atau danau. Di sekitar pelabuhan ada beberapa penduduk yang bertempat
tinggal di pinggir pantai atau sungai. Kemudian daerah ini mengalami
perkembangan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke
tahun, kebutuhan penduduk yang semakin meningkat untuk mencari nafkah
hidupnya mereka ada yang bertani, berniaga, ataupun sebagai penjual jasa.2
Para penduduk yang berada di sekitar pantai saling membutuhkan satu
sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kebutuhan masyarakat
membutuhkan suatu tempat yang dapat dijadikan sebagai kegiatan pemenuhan
kebutuhan hidup mereka. Dalam kegiatan tersebut masyarakat memilih tepi
pantai. Tepi pantai ini berkembang menjadi daerah Bandar perdagangan yang
sering disebut sebagai pelabuhan. Pelabuhan juga mendukung pembangunan dan
peran serta dari masyarakat setempat.3
Demikian juga yang terjadi di Ajibata. Pelabuhan Ajibata adalah
Pelabuhan menuju Pulau Samosir. Di Ajibata terdapat dua pelabuhan yaitu reguler
untuk kapal-kapal kayu tradisional pengangkut penumpang dan pelabuhan ferry
yang menyeberangkan mobil, barang, dan orang dari dan ke
Terdapat hubungan antara pelabuhan
dengan kota yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk bertransaksi
maupun bersosialisasi dalam hal memajukan perkembangan pelabuhan itu. Oleh
karena kemajuan suatu pelabuhan maupun kota itu sendiri tidak bisa dilepaskan
dari kegiatan perdagangan maupun penyeberangan.
Pelabuhan disini tidak hanya sebagai tempat bersandarnya moda transportasi
kapal. Akan tetapi, menjadikan Pelabuhan Ajibata sebagai pusat kegiatan
pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
2Abbas Salim,Managemen Pelayaran Niaga dan Pelabuhan, Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya, 1995, hal. 3.