• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis keterkaitan besaran moneter bebas bunga dan mengandung bunga dengan business cycle dan inflasi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis keterkaitan besaran moneter bebas bunga dan mengandung bunga dengan business cycle dan inflasi Indonesia"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH RICO RICARDO

H14103048

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Mengandung Bunga dengan Business Cycle dan InflasiIndonesia (dibimbing oleh

HERMANTO SIREGAR).

Uang dalam kehidupan sehari-hari memiliki fungsi yang sangat besar. Uang dapat dikatakan sebagai indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Dalam pengambilan kebijakan di bidang keuangan dan perbankan, bank sentral seringkali menggunakan instrumen uang untuk mengatasi kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dalam perekonomian, misalnya kesenjangan-kesenjangan output dan kesempatan kerja. Terdapat tiga jenis besaran moneter di Indonesia, yaitu base money (M0), narrow money (M1) dan broad money (M2). Diantara ketiga jenis besaran moneter tersebut terdapat jenis uang yang dapat dikatakan sebagai interest-free monetary aggregates atau Besaran Moneter Bebas Bunga (BMBB). Uang tersebut adalah currency dan demand deposit. Keduanya kemudian digolongkan dalam kategori M1. Sedangkan uang yang dikatakan sebagai interest monetary aggregates atau Besaran Moneter Mengandung Bunga (BMMB) adalah saving deposit dan time deposit. Keduanya kemudian dikelompokan sebagai quasy money. Penggunaan broad money dalam mengatasi fluktuasi output dan harga tidak terlepas dari dua komponen besar penyusun broad money tersebut. Yaitu BMBB dan BMMB. Hanya saja kemudian yang menjadi masalah adalah komponen manakah diantara BMBB dan BMMB yang memiliki stabilitas yang relatif tinggi sehingga kebijakan moneter pada akhirnya akan berjalan efektif.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui korelasi BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia sebelum dan setelah krisis ekonomi, menganalisis pengaruh BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia dan menganalisis dampak guncangan (shock) pada BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia. Metode yang digunakan untuk melihat pola siklikal dari business cycle adalah Hodrick-Prescott filter (HPF). Sementara untuk melihat korelasi dari BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi sebelum dan sesudah krisis, digunakan cross correlation. Keterkaitan dan dampak guncangan dari BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi dapat dianalisis dengan menggunakan metode Vector Autoregressive (VAR) yang kemudian dikombinasikan dengan Vector Error Correction Model (VECM). Ketiga metode yang digunakan dalam penelitian ini tersedia dalam software Eviews 4.1.

(3)

Economic Analysis (US Department of Commerce) serta beberapa bahan pustaka lain dari jurnal dan buku-buku yang berasal dari berbagai sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode sebelum krisis, M1 (BMBB) dan QM (BMMB) merupakan co-incident indicator bagi PDB riil dan harga. Sedangkan pada periode setelah krisis, BMBB merupakan lagging indicator bagi siklikal PDB riil dan harga, sementara BMMB merupakan co-incident indicator bagi siklikal PDB riil dan harga. Selain itu dari penelitian ini juga dapat dilihat bahwa shock BMMB relatif lebih mampu menjelaskan varians PDB riil dan harga dibanding shock BMBB. Hal ini mengindikasikan bahwa pada jangka panjang BMMB lebih besar keterkaitannya terhadap PDB riil dan harga, sehingga BMMB dapat digunakan sebagai alternatif instrumen moneter yang baik untuk mengatasi business cycle dan inflasi di Indonesia.

Guncangan (shock) BMBB direspon secara negatif oleh PDB riil pada periode 2 yang kemudian menjadi positif pada periode 3 dan cenderung persistent sejak periode 20 hingga 60. Sementara shock BMMB direspon secara positif oleh PDB riil sejak periode 2 yang kemudian persistent pada periode 20 hingga akhir periode. Shock BMBB direspon positif oleh harga pada periode 2 yang kemudian pada dua periode selanjutnya harga merespon negatif terhadap shock dari BMBB. Respon harga kembali positif sejak periode 5 dimana pada akhirnya persistent pada periode 24 hingga 60. Sementara itu shock BMMB direspon secara negatif oleh harga sejak periode 2 yang kemudian cenderung persistent sejak periode 20.

Melihat besarnya keterkaitan BMMB dengan business cycle dan harga, maka BMMB lebih mampu menjadi alat pengontrol output dan harga dalam kerangka output targeting dan inflation targeting dibandingkan dengan BMBB. Untuk itu pemerintah dapat menggunakan BMMB sebagai alternatif instrumen kebijakan moneter dalam mengatasi business cycle dan inflasi di Indonesia. Langkah yang dapat ditempuh Bank Indonesia adalah dengan menjaga pergerakan suku bunga berada dalam skala yang moderat bagi pemilik tabungan dan deposito.

(4)

Jakarta. Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara, dari pasangan Asril Johan dan Elida. Penulis mampu menjalani proses pendidikan dengan baik tanpa adanya suatu rintangan. Sebelum menamatkan sekolah dasar pada SDN Bumi Bekasi Baru V pada tahun 1997, penulis juga sempat menempuh pendidikan di SDN Balekambang 01 Pagi Jakarta selama dua tahun. Setelah lulus sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah menengah pertama pada SLTP Negeri 8 Bekasi dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Bekasi dan lulus pada tahun 2003.

Selepas SMU, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis berhasil menjadi salah satu mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Selama melanjutkan kuliah di IPB penulis aktif dalam kelembagaan dan kepanitian yang ada di kampus. Pada tahun pertama di IPB, penulis diamanahi sebagai Ketua Komisi Minat dan Bakat (MB) DPM TPB. Pada tahun kedua, penulis aktif di BEM FEM sebagai Staf Departemen Sosial Lingkungan dan Kemasyarakatan (Soslingmas). Pada tahun berikutnya penulis menjadi Ketua Divisi Research and Development (d_ReD) HIPOTESA.

(5)

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Keterkaitan Besaran Moneter Bebas Bunga dan Mengandung Bunga dengan Business Cycle dan Inflasi Indonesia”. Uang beredar (M2) memiliki keterkaitan yang erat dengan business cycle dan inflasi Indonesia. Hanya saja belum diketahui komponen mana dari penyusun M2, yaitu M1 dan QM, yang paling besar keterkaitannya sehingga dapat dijadikan alternatif instrumen kebijakan moneter yang efektif guna mengatasi business cycle dan inflasi Indonesia. Karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Selain itu skripsi ini adalah salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec., yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis selama proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S., yang telah bersedia menguji hasil karya ini. Seluruh saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Widyastutik, S.E., M.Si., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

(6)

ini. Kepada kakak sepupu penulis yaitu Dr. Ir. (Iwan) Khaswar Syamsu, M.Sc. dan Uni Merry yang telah banyak membantu penulis sejak hari pertama menginjakkan kaki di IPB hingga selesai penelitian. Juga teruntuk keponakan tercinta Muhammad Fathan Kamil dan Muhammad Fawaz Kamil.

Kepada sahabat-sahabat IE’40 yang telah dengan setia memberi motivasi, dukungan dan saran-saran yang sangat bermanfaat bagi penulis selama empat tahun menempuh pendidikan di IPB. Terakhir, kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

Rico Ricardo

(7)

OLEH RICO RICARDO

H14103048

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rico Ricardo

Nomor Registrasi Pokok : H14103048 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Proposal : Analisis Keterkaitan Besaran Moneter Bebas Bunga dan Mengandung Bunga dengan Business Cycle dan InflasiIndonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. NIP. 131 803 656

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872

(9)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Rico Ricardo

(10)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1. Teori Penawaran Uang ... 8

2.1.1. Definisi Uang Beredar ... 8

2.1.2. Jenis-Jenis Uang Beredar ... 9

2.1.3. Mekanisme Penciptaan Uang Beredar ... 10

2.1.4. Hubungan Uang Primer dengan Uang Beredar ... 11

2.2. Teori Inflasi ... 12

2.2.1. Definisi Inflasi... 12

2.2.2. Sumber Inflasi ... 13

2.2.2.1. Cost-Push Inflation... 13

2.2.2.2. Demand-Pull Inflation... 14

2.3. Teori Business Cycle ... 15

2.3.1. Definisi Business Cycle... 15

2.3.2. Fluktuasi Ekonomi ... 18

(11)

OLEH RICO RICARDO

H14103048

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Mengandung Bunga dengan Business Cycle dan InflasiIndonesia (dibimbing oleh

HERMANTO SIREGAR).

Uang dalam kehidupan sehari-hari memiliki fungsi yang sangat besar. Uang dapat dikatakan sebagai indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Dalam pengambilan kebijakan di bidang keuangan dan perbankan, bank sentral seringkali menggunakan instrumen uang untuk mengatasi kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dalam perekonomian, misalnya kesenjangan-kesenjangan output dan kesempatan kerja. Terdapat tiga jenis besaran moneter di Indonesia, yaitu base money (M0), narrow money (M1) dan broad money (M2). Diantara ketiga jenis besaran moneter tersebut terdapat jenis uang yang dapat dikatakan sebagai interest-free monetary aggregates atau Besaran Moneter Bebas Bunga (BMBB). Uang tersebut adalah currency dan demand deposit. Keduanya kemudian digolongkan dalam kategori M1. Sedangkan uang yang dikatakan sebagai interest monetary aggregates atau Besaran Moneter Mengandung Bunga (BMMB) adalah saving deposit dan time deposit. Keduanya kemudian dikelompokan sebagai quasy money. Penggunaan broad money dalam mengatasi fluktuasi output dan harga tidak terlepas dari dua komponen besar penyusun broad money tersebut. Yaitu BMBB dan BMMB. Hanya saja kemudian yang menjadi masalah adalah komponen manakah diantara BMBB dan BMMB yang memiliki stabilitas yang relatif tinggi sehingga kebijakan moneter pada akhirnya akan berjalan efektif.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui korelasi BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia sebelum dan setelah krisis ekonomi, menganalisis pengaruh BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia dan menganalisis dampak guncangan (shock) pada BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia. Metode yang digunakan untuk melihat pola siklikal dari business cycle adalah Hodrick-Prescott filter (HPF). Sementara untuk melihat korelasi dari BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi sebelum dan sesudah krisis, digunakan cross correlation. Keterkaitan dan dampak guncangan dari BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi dapat dianalisis dengan menggunakan metode Vector Autoregressive (VAR) yang kemudian dikombinasikan dengan Vector Error Correction Model (VECM). Ketiga metode yang digunakan dalam penelitian ini tersedia dalam software Eviews 4.1.

(13)

Economic Analysis (US Department of Commerce) serta beberapa bahan pustaka lain dari jurnal dan buku-buku yang berasal dari berbagai sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode sebelum krisis, M1 (BMBB) dan QM (BMMB) merupakan co-incident indicator bagi PDB riil dan harga. Sedangkan pada periode setelah krisis, BMBB merupakan lagging indicator bagi siklikal PDB riil dan harga, sementara BMMB merupakan co-incident indicator bagi siklikal PDB riil dan harga. Selain itu dari penelitian ini juga dapat dilihat bahwa shock BMMB relatif lebih mampu menjelaskan varians PDB riil dan harga dibanding shock BMBB. Hal ini mengindikasikan bahwa pada jangka panjang BMMB lebih besar keterkaitannya terhadap PDB riil dan harga, sehingga BMMB dapat digunakan sebagai alternatif instrumen moneter yang baik untuk mengatasi business cycle dan inflasi di Indonesia.

Guncangan (shock) BMBB direspon secara negatif oleh PDB riil pada periode 2 yang kemudian menjadi positif pada periode 3 dan cenderung persistent sejak periode 20 hingga 60. Sementara shock BMMB direspon secara positif oleh PDB riil sejak periode 2 yang kemudian persistent pada periode 20 hingga akhir periode. Shock BMBB direspon positif oleh harga pada periode 2 yang kemudian pada dua periode selanjutnya harga merespon negatif terhadap shock dari BMBB. Respon harga kembali positif sejak periode 5 dimana pada akhirnya persistent pada periode 24 hingga 60. Sementara itu shock BMMB direspon secara negatif oleh harga sejak periode 2 yang kemudian cenderung persistent sejak periode 20.

Melihat besarnya keterkaitan BMMB dengan business cycle dan harga, maka BMMB lebih mampu menjadi alat pengontrol output dan harga dalam kerangka output targeting dan inflation targeting dibandingkan dengan BMBB. Untuk itu pemerintah dapat menggunakan BMMB sebagai alternatif instrumen kebijakan moneter dalam mengatasi business cycle dan inflasi di Indonesia. Langkah yang dapat ditempuh Bank Indonesia adalah dengan menjaga pergerakan suku bunga berada dalam skala yang moderat bagi pemilik tabungan dan deposito.

(14)

Jakarta. Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara, dari pasangan Asril Johan dan Elida. Penulis mampu menjalani proses pendidikan dengan baik tanpa adanya suatu rintangan. Sebelum menamatkan sekolah dasar pada SDN Bumi Bekasi Baru V pada tahun 1997, penulis juga sempat menempuh pendidikan di SDN Balekambang 01 Pagi Jakarta selama dua tahun. Setelah lulus sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah menengah pertama pada SLTP Negeri 8 Bekasi dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Bekasi dan lulus pada tahun 2003.

Selepas SMU, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis berhasil menjadi salah satu mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Selama melanjutkan kuliah di IPB penulis aktif dalam kelembagaan dan kepanitian yang ada di kampus. Pada tahun pertama di IPB, penulis diamanahi sebagai Ketua Komisi Minat dan Bakat (MB) DPM TPB. Pada tahun kedua, penulis aktif di BEM FEM sebagai Staf Departemen Sosial Lingkungan dan Kemasyarakatan (Soslingmas). Pada tahun berikutnya penulis menjadi Ketua Divisi Research and Development (d_ReD) HIPOTESA.

(15)

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Keterkaitan Besaran Moneter Bebas Bunga dan Mengandung Bunga dengan Business Cycle dan Inflasi Indonesia”. Uang beredar (M2) memiliki keterkaitan yang erat dengan business cycle dan inflasi Indonesia. Hanya saja belum diketahui komponen mana dari penyusun M2, yaitu M1 dan QM, yang paling besar keterkaitannya sehingga dapat dijadikan alternatif instrumen kebijakan moneter yang efektif guna mengatasi business cycle dan inflasi Indonesia. Karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Selain itu skripsi ini adalah salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec., yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis selama proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S., yang telah bersedia menguji hasil karya ini. Seluruh saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Widyastutik, S.E., M.Si., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

(16)

ini. Kepada kakak sepupu penulis yaitu Dr. Ir. (Iwan) Khaswar Syamsu, M.Sc. dan Uni Merry yang telah banyak membantu penulis sejak hari pertama menginjakkan kaki di IPB hingga selesai penelitian. Juga teruntuk keponakan tercinta Muhammad Fathan Kamil dan Muhammad Fawaz Kamil.

Kepada sahabat-sahabat IE’40 yang telah dengan setia memberi motivasi, dukungan dan saran-saran yang sangat bermanfaat bagi penulis selama empat tahun menempuh pendidikan di IPB. Terakhir, kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

Rico Ricardo

(17)

OLEH RICO RICARDO

H14103048

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rico Ricardo

Nomor Registrasi Pokok : H14103048 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Proposal : Analisis Keterkaitan Besaran Moneter Bebas Bunga dan Mengandung Bunga dengan Business Cycle dan InflasiIndonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. NIP. 131 803 656

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872

(19)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Rico Ricardo

(20)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1. Teori Penawaran Uang ... 8

2.1.1. Definisi Uang Beredar ... 8

2.1.2. Jenis-Jenis Uang Beredar ... 9

2.1.3. Mekanisme Penciptaan Uang Beredar ... 10

2.1.4. Hubungan Uang Primer dengan Uang Beredar ... 11

2.2. Teori Inflasi ... 12

2.2.1. Definisi Inflasi... 12

2.2.2. Sumber Inflasi ... 13

2.2.2.1. Cost-Push Inflation... 13

2.2.2.2. Demand-Pull Inflation... 14

2.3. Teori Business Cycle ... 15

2.3.1. Definisi Business Cycle... 15

2.3.2. Fluktuasi Ekonomi ... 18

(21)

2.3.2.2. Teori Business Cycle Keynesian... 19

2.3.2.3. Teori Business Cycle Moneter ... 20

2.4. Hubungan Uang, Inflasi dan Output ... 20

2.4.1 Teori Monetaris... 20

2.4.2. Teori Keynesian... 22

2.4.3. Teori Kuantitas Uang dan Velositas Sirkulasi ... 23

2.5. Metode Penelitian Empirik Business Cycle... 25

2.5.1. Hodrick-Prescott Filter (HPF) ... 25

2.5.2. Cross Correlation... 26

2.5.3. Business Cycle Indicator... 26

2.5.4. Karakteristik Hubungan Indikator dalam Business Cycle... 27

2.6. Penelitian Terdahulu ... 29

2.7. Kerangka Pemikiran ... 31

2.8. Hipotesis ... 33

III. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Dokumentasi Fakta Empirik Business Cycle... 34

3.2. Analisis Pola dan Karakteristik Business Cycle... 35

3.3. Metode Analisis Business Cycle dan Inflasi Indonesia... 36

3.3.1. Vector Auto Regressive (VAR) ... 36

3.3.2. Vector Error Correction Model (VECM) ... 38

3.3.3. Uji Akar Unit (Unit Root Test) ... 39

3.3.4. Penetapan Lag Optimal ... 40

3.3.5. Uji Kointegrasi (Cointegration Test) ... 41

3.3.6. Impulse Response Function (IRF) ... 42

3.3.7. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 42

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 43

3.5. Model Persamaan dan Variabel-Variabel ... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Pola dan Karakteristik Indikator Business Cycle Indonesia... 46

4.1.1. Trend dan Siklikal Variabel Referensi... 46

(22)

4.1.3. Trend dan Siklikal Variabel Luar Negeri ... 54 4.1.4. Trend dan Siklikal Besaran Moneter ... 57 4.1.5. Trend dan Siklikal Kredit Domestik ... 65 4.2. Perbandingan Variabel Makroekonomi Terhadap Variabel

Referensi dan IHK ... 68 4.3. Keterkaitan BMBB dan BMMB Terhadap Business Cycle dan

Inflasi ... 71 4.3.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) ... 71 4.3.2. Penetapan Lag Optimum ... 73

(23)

1. Indikator Makroekonomi Indonesia Tahun 1997-2006 ... 3 2. Neraca Otoritas Moneter di Indonesia ... 11 3. Daftar Variabel Penelitian ... 44 4. Perhitungan CV Variabel Makroekonomi ... 69 5. Pola Siklikal Variabel Makroekonomi dengan Variabel Referensi ... 70 6. Korelasi M1 dan QM dengan Variabel Referensi Sebelum dan Setelah

Krisis Ekonomi ... 70 7. Pola Siklikal Variabel Makroekonomi dengan Variabel Inflasi ... 71 8. Korelasi M1 dan QM dengan Variabel Inflasi Sebelum dan Setelah

(24)
(25)
(26)
(27)

indikator ekonomi terhadap perekonomian suatu negara. Business Cycle : Fluktuasi kegiatan perekonomian (PDB riil) yang saling

bergantian antara masa depresi dan masa kemakmuran. Co-incident Indicator : Indikator ekonomi yang mencapai titik tertinggi atau

terendah dari siklus perekonomian dengan arah dan waktu yang bersamaan dengan indikator utama (PDB riil). Countercyclical : Hubungan berlawanan arah antara pergerakan

indikator-indikator ekonomi terhadap perekonomian suatu negara. Depression : Suatu masa dimana perekonomian mencapai titik paling

rendah, pada fase ini terjadi penurunan output dan peningkatan pengangguran secara besar-besaran.

Detrended : Proses memisahkan komponen trend dari data time series. Lagging Indicator : Indikator ekonomi yang mencapai titik tertinggi atau

terendah dari siklus perekonomian setelah indikator utama (PDB riil) mencapainya.

Leading Indicator : Indikator ekonomi yang mencapai titik tertinggi atau terendah dari siklus perekonomian sebelum indikator utama (PDB riil) mencapainya.

Peak : Titik tertinggi dari siklus ekonomi yang terjadi setelah fase pemulihan (recovery), dimana pada titik ini menandakan akan terjadi resesi (recession).

Procyclical : Hubungan searah antara pergerakan indikator-indikator ekonomi terhadap perekonomian suatu negara.

Prosperity : Suatu fase yang ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas ekonomi dimana output dan harga meningkat disertai oleh penurunan pengangguran.

Recession : Suatu fase dimana terjadi penurunan aktivitas ekonomi. Recovery : Peningkatan dalam siklus perekonomian setelah terjadi

resesi (recession) atau depresi (depression).

Trend : Suatu unsur jangka panjang yang mendasari data runtun waktu (time series) yang dihitung untuk menunjukkan arah gerakan suatu variabel.

(28)

1.1. Latar Belakang

Uang dalam kehidupan sehari-hari memiliki fungsi yang sangat besar. Layaknya fungsi uang sebagai alat pembayaran dan transaksi, maka proses transaksi keuangan di suatu negara pastinya tidak terlepas dari uang. Uang juga dapat dikatakan sebagai indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Hal ini dikarenakan semua kegiatan ekonomi yang meliputi produksi, distribusi dan konsumsi berkaitan erat dengan uang. Dalam pengambilan kebijakan di bidang ekonomi, khususnya bidang keuangan dan perbankan, pemerintah dalam hal ini bank sentral yang memiliki otoritas di sektor keuangan, seringkali menggunakan instrumen uang untuk mengatasi kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dalam perekonomian, misalnya kesenjangan output dan kesempatan kerja. Selain itu instrumen Jumlah Uang Beredar (JUB) diyakini juga memiliki keterkaitan dengan harga, nilai tukar, suku bunga domestik dan variabel makroekonomi lainnya.

(29)

barang atau jasa yang dihasilkan. Di lain pihak uang menjadi alat utama yang digunakan masyarakat dalam melakukan transaksi ekonomi setiap hari. Karena uang memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi di Indonesia, maka tidaklah mengherankan jika JUB di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Sumber: SEKI, Bank Indonesia (2007), diolah

Gambar 1. Pertumbuhan M1 dan Quasy Money Indonesia Tahun 1990-2006

Jumlah uang beredar di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami laju pertumbuhan yang cukup tinggi. Dari Gambar 1 terlihat bahwa peningkatan JUB, baik M1 maupun Quasy Money (QM) mengalami peningkatan pada setiap periode waktu. Dalam hal ini peningkatan QM secara relatif lebih besar dibanding peningkatan M1. Peningkatan QM mencapai tingkat tertinggi yaitu 29.3 persen1) pada kuartal pertama tahun 1998. Hal ini dimungkinkan oleh adanya peningkatan

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 199 0 : 1 199 1 : 1 199 2 : 1 199 3 : 1 199 4 : 1 199 5 : 1 199 6 : 1 199 7 : 1 199 8 : 1 199 9 : 1 200 0 : 1 200 1 : 1 200 2 : 1 200 3 : 1 200 4 : 1 200 5 : 1 200 6 : 1 Periode Ju m lah ( M il y ar R u p ia h )

M1 QM

(30)

motif berjaga-jaga dari masyarakat, mengingat pada tahun tersebut krisis ekonomi masih melanda Indonesia. Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada M1. Pada tahun yang sama jumlah M1 meningkat sebesar 25.4 persen2). Hal inilah yang kemudian dianggap sebagai pemicu dari inflasi dan fluktuasi output yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998.

Seperti yang tertera pada Tabel 1, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1998 mengalami penurunan sebesar 13.1 persen, sedangkan inflasi Indonesia berada pada angka 58.5 persen. Resesi dan peningkatan harga yang terjadi pada tahun tersebut memang tidak sepenuhnya diakibatkan oleh pertumbuhan JUB yang mencapai 29.2 persen (M1) dan 71.7 persen (QM). Depresiasi besar pada nilai tukar rupiah, hutang luar negeri yang telah jatuh tempo, tingginya suku bunga domestik dan ketidakstabilan politik dan keamanan di dalam negeri juga memegang peranan penting dalam kemunduran perekonomian Indonesia ketika itu.

Tabel 1. Indikator Makroekonomi Indonesia Tahun 1997-2006

Keterangan 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Pertumbuhan

Ekonomi (%) 4.7 -13.1 0.8 4.9 3.8 4.4 4.9 5.1 5.4 5.5

Tingkat

Inflasi (%) 6.9 58.5 20.3 9.3 12.6 10.0 6.8 6.1 10.5 13.1

Pertumbuhan

M1 (%) 22.2 29.2 23.2 30.1 9.6 8.0 16.6 13.4 11.1 28.1

Pertumbuhan

QM (%) 23.5 71.7 9.5 12.1 13.9 3.9 5.8 6.5 18.2 10.8

Sumber : Asian Development Bank (2005) dan SEKI, Bank Indonesia (2007), diolah

Tingkat inflasi dan pendapatan nasional memiliki keterkaitan yang cukup besardengan JUB. Dalam teori kuantitas uang, Irving Fisher menjelaskan bahwa tingkat inflasi atau harga dan pendapatan nasional berkorelasi positif. Hal ini berimplikasi bahwa peningkatan pada JUB akan berdampak pada peningkatan

(31)

harga dan atau peningkatan pendapatan nasional. Sebaliknya, kelesuan ekonomi akan terjadi ketika JUB mengalami penurunan. Hal inilah yang kemudian menjadi pertimbangan bagi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan perekonomian Indonesia, khususnya kestabilan harga.

Terdapat tiga jenis besaran moneter di Indonesia, yaitu base money (M0), narrow money (M1) dan broad money (M2). Diantara ketiga jenis besaran moneter tersebut, terdapat jenis uang yang dapat dikatakan sebagai interest-free monetary aggregates atau Besaran Moneter Bebas Bunga (BMBB). Uang tersebut adalah currency dan demand deposit. Keduanya kemudian digolongkan dalam kategori M1. Sedangkan uang yang dikatakan sebagai interest monetary aggregates atau Besaran Moneter Mengandung Bunga (BMMB) adalah saving deposit dan time deposit. Keduanya kemudian dikelompokan sebagai QM.

Penggunaan broad money dalam mengatasi fluktuasi output dan harga tidak terlepas dari dua komponen besar penyusun broad money tersebut. Yaitu BMBB dan BMMB. Peningkatan atau penurunan JUB dapat dilakukan oleh pemerintah dengan merubah jumlah BMBB dan atau BMMB. Hanya saja kemudian yang menjadi masalah adalah komponen manakah yang memiliki stabilitas yang baik. Karena ketidakstabilan instrumen yang dipakai akan berdampak pada fluktuasi output dan harga yang besar. Untuk itu perlu adanya kajian tentang komponen manakah antara BMBB dan BMMB yang memiliki stabilitas yang relatif tinggi sehingga kebijakan moneter dapat berjalan efektif.

(32)

JUB, dalam hal ini BMBB dan BMMB. Sebaliknya inflasi dan business cycle di Indonesia memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan BMBB dan BMMB. Hal inilah yang menjadi latar belakang dari skripsi yang berjudul : “Analisis Keterkaitan Besaran Moneter Bebas Bunga dan Mengandung Bunga dengan Business Cycle dan Inflasi Indonesia”

1.2. Perumusan Masalah

Penelitian dan studi tentang fluktuasi ekonomi di Indonesia telah banyak dilakukan, tetapi tidak mengkhususkan diri pada business cycle Indonesia. Studi empirik dan kajian dengan topik business cycle Indonesia yang bertujuan menguji guncangan-guncangan apa yang mempengaruhi fluktuasi ekonomi Indonesia masih sangat terbatas.

(33)

Keterbatasan inilah yang membuat penulis merasa perlu untuk melakukan studi empirik business cycle di Indonesia, khususnya untuk mengkaji : 1. Bagaimana korelasi silang (cross correlation) BMBB dan BMMB terhadap

business cycle dan inflasi Indonesia sebelum dan setelah krisis ekonomi. 2. Bagaimana pengaruh BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi

Indonesia.

3. Bagaimana dampak guncangan (shock) pada BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui korelasi silang (cross correlation) BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia sebelum dan setelah krisis ekonomi. 2. Menganalisis pengaruh BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi

Indonesia.

3. Menganalisis dampak guncangan (shock) pada BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

(34)

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan keilmuan akan keterkaitan uang dan business cycle serta mengetahui kebijakan moneter terbaik yang dapat dilakukan dalam mengatasi fluktuasi output di Indonesia. 2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat mengetahui kebijakan moneter terbaik

dalam menahan laju kontraksi, mempercepat recovery, memperpendek lembah (trough), atau menstimulasi ekspansi ekonomi dalam business cycle Indonesia. 3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan akan mampu membuka cakrawala

pembaca dalam melihat keterkaitan sektor moneter dan riil.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(35)

2.1. Teori Penawaran Uang

2.1.1. Definisi Uang Beredar

Uang beredar adalah suatu istilah yang digunakan dalam ilmu ekonomi moneter. Sebelum sampai pada konsep atau pengertian uang beredar perlu dipahami terlebih dahulu penggunaan uang dalam praktik kehidupan sehari-hari. Terdapat tiga jenis uang menurut Solikin dan Suseno (2002), yaitu :

1. Uang Kartal, adalah uang yang ada ditangan masyarakat (di luar bank umum) dan siap dibelanjakan setiap saat, terutama untuk pembayaran-pembayaran dengan jumlah tidak terlalu besar. Di Indonesia, uang kartal adalah uang kertas dan uang logam yang beredar di masyarakat yang diedarkan oleh Bank Indonesia atau biasa disebut sebagai uang tunai.

2. Uang Giral, adalah uang simpanan masyarakat yang ada pada bank umum yang dapat dicairkan setiap saat. Uang jenis ini dapat juga disebut sebagai rekening giro. Untuk mencairkan simpanan ini, masyarakat dapat menggunakan cek.

(36)

Otoritas moneter (Bank Indonesia) dan bank umum adalah lembaga yang dapat menciptakan uang. Bank Indonesia menciptakan dan mengedarkan uang kartal sedangkan bank umum mengeluarkan dan mengedarkan uang giral dan uang kuasi. Kedua lembaga ini dikenal sebagai lembaga yang termasuk dalam sistem moneter.

2.1.2. Jenis-Jenis Uang Beredar

Berbagai negara menggunakan uang beredar dengan jenis yang beragam. Jenis-jenis uang beredar tersebut secara resmi didefinisikan berdasarkan komponen yang tercakup didalamnya. Komponen tersebut adalah tiga jenis uang yang telah dikenal pada bagian sebelumnya, yaitu uang kartal, uang giral dan uang kuasi. Dengan demikian, sesuai dengan cakupan uang beredar yang beragam, jenis uang beredar pun beragam. Mulai dari pengertian atau definisi yang paling sempit hingga yang paling luas. Menurut Bank Indonesia dalam Hidayat (2004), di Indonesia saat ini kita hanya mengenal dua macam uang beredar saja, yaitu : 1. Uang beredar dalam arti sempit (narrow money), yang sering diberi simbol

M1, didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik yang terdiri dari uang kartal (C) dan uang giral (D).

(37)

jangkanya lebih pendek, termasuk rekening pasar uang dan pinjaman semalam antar bank.

Darrat dalam Nasution dan Nurzaman (2006) berpendapat bahwa elemen-elemen pada M1 dapat dikatakan sebagai besaran moneter bebas bunga (interest-free monetary aggregates) karena elemen-elemen tersebut belum mengandung bunga. Sementara uang kuasi yang terdiri dari tabungan dan deposito berjangka dikategorikan ke dalam uang mengandung bunga (interest monetary aggregates).

2.1.3. Mekanisme Penciptaan Uang Beredar

Berdasarkan peranannya, secara umum terdapat tiga pelaku utama dalam proses penciptaan uang, yaitu otoritas moneter, bank umum, dan masyarakat atau sektor swasta domestik. Secara sederhana dapat diuraikan: otoritas moneter menciptakan uang kartal, sedangkan bank umum menciptakan uang giral dan uang kuasi. Sementara itu masyarakat menggunakan uang yang diciptakan otoritas moneter dan bank umum tersebut untuk melakukan kegiatan ekonomi.

(38)

Tabel 2. Neraca Otoritas Moneter di Indonesia

Aktiva Pasiva

Aktiva Luar Negeri Bersih (ALNB)

Aktiva Dalam Negeri Bersih (ADNB) • Tagihan bersih pada pemerintah pusat

• Tagihan pada sektor swasta domestik • Tagihan pada bank umum

Aktiva Lainnya Bersih _______

M0

Uang Kartal

• Di masyarakat (C) • Di bank umum (R) Saldo Giro

• Milik bank umum

• Milik masyarakat _______ M0

Sumber : Solikin dan Suseno (2002)

2.1.4. Hubungan Uang Primer dengan Uang Beredar

Untuk mengetahui hubungan antara uang primer (M0) dengan uang beredar (M1 dan M2) maka perlu diketahui terlebih dahulu konsep pengganda uang (money multiplier). Konsep ini muncul sejalan dengan kondisi bahwa dalam menciptakan uang giral dan uang kuasi, bank tidak harus menjamin sepenuhnya uang tersebut dengan uang tunai yang ada di kasnya.

Berdasarkan Neraca Otoritas Moneter, diketahui bahwa secara umum uang primer (M0) terdiri dari uang kartal (C) dan saldo giro bank umum di bank sentral (R). Sementara itu, jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) terdiri dari uang kartal (C) dan uang giral (D), sedangkan uang beredar dalam arti luas (M2) terdiri dari M1 ditambah dengan uang kuasi (T). Konsep tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut (Solikin dan Suseno, 2002) :

(39)

Dengan mendefinisikan C/D = c (currency ratio) , T/D = t (time and saving deposit ratio), dan R/(D+T) = r (reserve ratio), maka didapat angka pengganda uang untuk masing-masing M1 dan M2 (yang disimbolkan dengan mm1 dan mm2) yang dapat menggambarkan interaksi antara otoritas moneter, bank umum, dan masyarakat, yaitu :

)] 1 ( [ 1 0 / 2 2 )] 1 ( [ 1 0 / 1 1 + × + + + = = + × + + = = t r c t c M M mm t r c c M M mm

Dari persamaan diatas, dapat disimpulkan bahwa naik turunnya angka pengganda uang dipengaruhi oleh ketiga determinan angka pengganda uang, yaitu currency ratio, time and deposit ratio, dan reserve ratio.

2.2. Teori Inflasi

2.2.1. Definisi Inflasi

Menurut Putong (2003), inflasi adalah naiknya harga-harga komoditi secara umum yang disebabkan oleh tidak sinkronnya antara program pengadaan komoditi (produksi, penentuan harga, pencetakan uang, dan sebagainya) dengan tingkat pendapatan yang dimiliki masyarakat. Pada dasarnya, terjadinya inflasi bukanlah masalah yang terlalu berarti apabila keadaan tersebut diiringi oleh tersedianya komoditi yang diperlukan secara cukup dan diikuti dengan naiknya persentase pendapatan yang lebih besar dari persentase inflasi tersebut.

Friedman dalam Mishkin (2001) menyatakan bahwa pergerakan ke atas pada tingkat harga adalah sebuah fenomena moneter yang hanya akan menjadi ……….……….(4)

(40)

benar ketika pergeseran tersebut adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Ketika inflasi didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga yang cepat dan berkelanjutan, kebanyakan pakar ekonomi, baik monetaris maupun keynesian, menyatakan persetujuannya terhadap pernyataan Friedman bahwa inflasi adalah fenomena moneter.

Friedman juga berpendapat bahwa sumber dari segala inflasi adalah pertumbuhan penawaran uang yang tinggi. Mengurangi pertumbuhan penawaran uang sampai ke tingkat yang rendah akan dapat mengatasi inflasi. Berikut adalah pernyataan Friedman secara langsung tentang hubungan uang dan inflasi :

“Whenever a country’s inflation rate is extremely high for a sustained period of time, its rate of money supply growth is also extremely high”

Para pakar ekonomi menggunakan dua konsep dalam mempelajari inflasi. Yang pertama adalah tingkat harga, yang berarti tingkat rata-rata semua harga dalam sistem ekonomi dan dinyatakan dalam simbol P. yang kedua adalah laju inflasi yang berarti laju kenaikan tingkat harga secara umum. Untuk mengukur tingkat harga rata-rata, para ekonom menyusun suatu indeks harga, yang merata-rata harga komoditi yang berbeda menurut seberapa penting komoditi tersebut. Indeks tersebut dikenal sebagai Consumer Price Indices (CPI) atau Indeks Harga Konsumen (IHK) (Lipsey, et al., 1995).

2.2.2. Sumber Inflasi

2.2.2.1. Cost-Push Inflation

(41)

inflation. Faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran pada kurva penawaran agregat diantaranya, tekanan kenaikan upah oleh serikat buruh, kenaikan harga faktor produksi, dan sebagainya (Listiani, 2006).

2.2.2.2. Demand-Pull Inflation

Faktor penyebab terjadinya inflasi dari sisi permintaan agregat adalah adanya peningkatan permintaan masyarakat baik rumah tangga maupun pemerintah yang tidak diimbangi oleh kenaikan penawaran barang atau jasa yang diminta.

Inflasi yang terjadi akibat demand-pull inflation dapat berlaku pada masa perang atau ketidakstabilan politik yang terus-menerus. Dalam masa seperti ini belanja pemerintah jauh melebihi pajak yang dipungutnya. Untuk membiayai kelebihan pengeluaran tersebut, pemerintah terpaksa mencetak uang atau meminjam dari bank sentral. Pengeluaran pemerintah yang berlebihan tersebut menyebabkan permintaan agregat akan melebihi kemampuan ekonomi dalam menyediakan barang dan jasa. Keadaan ini akan menyebabkan inflasi (Sukirno, 2004).

(42)

menyebabkan kenaikan pada AD, walaupun tidak terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar.

2.3. Teori Business Cycle

2.3.1. Definisi Business Cycle

Definisi business cycle (siklus perekonomian atau siklus perdagangan) menurut Mitchell dan Burns dalam Niemira dan Klein (1994) adalah :

“ Business cycle are a type of fluctuation found in the aggregate economic activity of nations that organize their work mainly in business enterprise ; a cycle consist of expansion occurring at about the same time in many economic activities, followed by similarly general recession, contractions, and revival which merge into the expansion phase of the next cycle ; this sequence of changes is recurrent but not periodic ; in duration business cycle vary from more than one year to ten or twelve years ; they are no divisible into shorter cycle of similar character with amplitudes approximating their own “

(43)

Penjelasan tentang hal-hal yang menyebabkan business cycle terjadi dapat mengacu pada pandangan Keynesian atau New Keynesian yang menyatakan bahwa business cycle adalah hasil dari ketidaksempurnaan dalam aktivitas ekonomi. Hanya ketika harga dan ekspektasi tidak sepenuhnya fleksibel, fluktuasi dalam belanja pemerintah atau jumlah uang beredar dapat menyebabkan pergerakan dalam output riil.

Selain pandangan diatas, ada pandangan lain yang dapat dijadikan alternatif, yaitu pandangan New Classical. Pandangan dari kelompok ini menyatakan bahwa perekonomian modern sangatlah fleksibel. Perubahan dalam kebijakan pemerintah tidak secara signifikan mempengaruhi output riil dan lapangan kerja. Sebagai contoh, perubahan dalam jumlah uang beredar akan berdampak pada harga. Perubahan ini tidak memiliki dampak terhadap suku bunga riil yang kemudian tidak berdampak pada kesediaan orang untuk berinvestasi. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut New Classical, terjadinya business cycle lebih dikarenakan oleh gangguan/guncangan dalam produktivitas dan selera, bukan oleh perubahan kebijakan ekonomi pemerintah.

(44)

pengangguran; tahap ketiga adalah masa kemakmuran (prosperity), yaitu permintaan agregat yang mencapai dan kemudian melewati tingkat output (PNB aktual) pada puncak siklus, dimana tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dicapai dan adanya kelebihan permintaan mengakibatkan naiknya tingkat harga-harga umum (inflasi); tahap keempat adalah masa resesi (recession), dimana permintaan agregat menurun, yang mengakibatkan penurunan yang kecil dari output dan tenaga kerja, seperti yang terjadi pada tahap awal. Seiring dengan hal ini maka akan muncul masa depresi

[image:44.612.131.508.315.544.2]

Sumber : Pass dan Lowes (1994)

Gambar 2. Tahapan Business Cycle

Setiap siklus memiliki dua jenis titik balik (turning points), yaitu titik puncak (peak) dan titik lembah (trough). Kedua titik ini menandakan sinyal apabila arah dari pergerakan siklikal suatu individu berubah dari periode ekspansi ke periode kontraksi atau sebaliknya. Kedua titik balik ini hanya dapat ditentukan menggunakan data time series yang merupakan deviasi dari trendnya, yaitu

Pemulihan

Waktu Tingkat

Aktivitas Perekonomian

Depresi

Lembah

Kemakmuran

Puncak

Resesi

PNB Aktual

(45)

merupakan definisi dari business cycle yang digunakan dalam penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa tahapan ini akan datang silih berganti sepanjang waktu dalam perekonomian.

2.3.2. Fluktuasi Ekonomi

Dalam perkembangan teori tentang fluktuasi ekonomi, dunia ekonomi dihadapkan pada dua pandangan yang berbeda dalam menjelaskan terjadinya fluktuasi output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek. Teori tentang fluktuasi ekonomi yang paling umum saat ini adalah teori Real Business Cycle, teori Business CycleKeynessian dan teori Business Cycle Moneter.

2.3.2.1. Teori Real Business Cycle

(46)

Teori ini menyatakan bahwa pergerakan di sektor riil disebabkan oleh faktor alami di sektor ini sendiri. Seperti terjadinya technological shock yang membuat produktivitas meningkat yang kemudian berakhir pada perekonomian yang semakin meningkat. Dengan kata lain, semua fluktuasi di sektor riil seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari individu-individu terhadap perubahan dalam perekonomian.

Selama resesi/kemunduran teknologi dan output, insentif untuk bekerja menurun karena teknologi produksi menurun. Asumsi lain yang juga penting dalam teori ini adalah netralitas uang dalam perekonomian. Hal ini berlaku juga untuk jangka pendek, dimana kebijakan moneter tidak akan mempengaruhi variabel-variabel riil, seperti output dan kesempatan kerja.

2.3.2.2. Teori Business CycleKeynesian

(47)

harga dari biaya sekecil apapun akan memiliki dampak makroekonomi yang besar karena adanya eksternalitas permintaan agregat. Teori ini telah memasukkan guncangan pada sisi penawaran, ketidakstabilan moneter dengan guncangan terhadap permintaan uang dalam modelnya (Mankiw, 2000).

Teori keynesian menekankan pada pentingnya ketidakstabilan agregat sebagai penyebab terjadinya fluktuasi makroekonomi. Teori ini sama dengan teori business cycle moneter, yang menyatakan bahwa guncangan permintaan uang penting terhadap fluktuasi ekonomi, walau bukan merupakan satu-satunya penyebab fluktuasi seperti pendapat business cycle moneter.

2.3.2.3. Teori Business Cycle Moneter

Teori business cycle moneter menekankan pada pentingnya guncangan permintaan, khususnya terhadap fluktuasi ekonomi, tetapi hanya dalam jangka pendek. Dalam business cycle moneter dan keynesian, uang mempengaruhi output. Sebaliknya teori real business cycle menyatakan bahwa output yang mempengaruhi uang.

2.4. Hubungan Uang, Inflasi dan Output

2.4.1. Teori Monetaris

(48)
[image:48.612.133.507.106.357.2]

Sumber : Mishkin (2001)

Gambar 3. Pengaruh Kenaikan MS Terhadap Harga dan Output

Dari kurva diatas keseimbangan awal ekonomi terdapat pada titik Eo dengat tingkat harga keseimbangan Po (perpotongan antara ADo dan ASo). Jika MS mengalami kenaikan, maka kurva AD akan bergeser ke kanan atas, sehingga keseimbangan baru akan tercipta pada titik Eo’ dimana output akan berada di atas titik output full employment Y’. Peningkatan AD membuat perusahaan harus memproduksi output lebih banyak agar dapat memenuhi permintaan yang tinggi dari masyarakat. Untuk itu perusahaan akan meningkatkan jam kerja buruhnya yang kemudian para buruh akan menuntut adanya kenaikan upah. Tuntutan tersebut akan berdampak pada peningkatan biaya produksi yang kemudian akan menggeser kurva AS ke kiri. Keseimbangan yang baru akan tercipta pada titik Eo” dengan tingkat output kembali ke titik semula di full employment sedangkan harga berada pada tingkat yang lebih tinggi di titik P1.

E0” E0’ E0

P

P1

P0

AS0

AD0

Yf Y’ Q

AD1

AS1

AS2

AD2

(49)

Siklus tersebut dapat terjadi berulang-ulang jika terjadi kenaikan jumlah uang beredar, oleh karena itu monetaris tergolong anti kebijakan moneter, karena menurut mereka satu-satunya dampak dari peningkatan jumlah uang beredar adalah inflasi (Mishkin, 2001).

2.4.2. Teori Keynesian

Pada dasarnya analisis keynesian tidaklah berbeda dengan analisis monetaris. Keynesian juga beranggapan bahwa peningkatan jumlah uang beredar secara kontinu akan mengakibatkan efek yang sama yaitu pergeseran pada kurva AD. Keynesian juga beranggapan bahwa tidak ada sumber lain yang dapat mengakibatkan inflasi kecuali peningkatan jumlah uang beredar.

Sebenarnya dalam mazhab keynesian terdapat faktor lain selain jumlah uang beredar yang dapat menggeser kurva AD, yaitu belanja pemerintah dan pajak. Hanya saja kedua faktor tersebut tidak dapat dikatakan sebagai penyebab terjadinya inflasi.

(50)

inflasi selama kenaikan tersebut adalah proses yang berkelanjutan. Tetapi pada kenyataannya, peningkatan anggaran belanja atau pemotongan pajak secara terus menerus adalah kebijakan yang tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah.

2.4.3. Teori Kuantitas Uang dan Velositas Sirkulasi

Teori kuantitas uang mengkaji bagaimana kuantitas uang mempengaruhi perekonomian (Mankiw, 2000). Dalam teori ini, kuantitas uang dikaitkan dengan variabel-variabel perekonomian lainnya, seperti harga dan pendapatan nasional, yang dapat digambarkan dalam bentuk persamaan. Persamaan (6) menyatakan bahwa permintaan akan jumlah uang bergantung pada nilai transaksi seperti diukur dalam pendapatan nominal, yaitu pendapatan riil dikalikan dengan tingkat harga, PY :

MD = kPY ………..… (6) Persamaan ini dapat diubah menjadi

(M/P)D = kY ……….. (7) dimana M/P merupakan keseimbangan uang riil (real money balance) dan k adalah konstanta yang menyatakan berapa banyak uang yang ingin dipegang oleh masyarakat untuk setiap rupiah pendapatan. Persamaan ini menyatakan bahwa kuantitas keseimbangan uang riil yang diinginkan adalah proporsional terhadap pendapatan riil.

Persamaan (8) menyatakan bahwa jumlah uang yang beredar ditentukan oleh bank sentral :

(51)

Persamaan (9) menyatakan kondisi ekuilibrium dimana permintaan uang akan sama dengan penawarannya :

MD = MS ……… (9) Dengan melakukan substitusi persamaan (6) ke dalam persamaan (9) maka akan didapatkan persamaan :

M = kPY ………...… (10) Teori kuantitas klasik mengasumsikan bahwa k adalah suatu konstanta yang ditentukan oleh transaksi permintaan akan uang dan Y adalah konstan karena kesempatan kerja penuh (full employment) dijaga. Seringkali teori kuantitas digambarkan dengan menggunakan konsep velositas sirkulasi, V. Velositas sirkulasi didefinisikan sebagai tingkat perputaran uang atau seberapa banyak rata-rata satu unit rupiah yang dibelanjakan dalam bentuk barang atau jasa yang diproduksi (final goods) dalam suatu perekonomian. Velocity (V) didefinisikan lebih tepat sebagai pendapatan nasional dibagi dengan kuantitas uang :

V = PY/M ………..…………... (11) Penyusunan kembali persamaan ini menghasilkan persamaan pertukaran (equation of exchange) :

(52)

pendapatan nasional nominal (PY) akan berubah kearah yang sama. Peningkatan M misalnya harus diimbangi dengan penurunan V sehingga perkalian M dengan V (MV) tidak mengalami perubahan. Agar persamaan identitas tersebut dapat dijadikan teori dalam melihat bagaimana pendapatan nominal ditentukan, perlu memahami faktor-faktor yang menjadi penentu velocity.

Pandangan Fisher bahwa velocity adalah konstan dalam jangka pendek menjabarkan kondisi persamaan (12) diatas. Ketika kuantitas uang M meningkat dua kali lipat, MV juga akan meningkat sebesar dua kali lipat, begitu juga dengan PY. Oleh karena para ekonom klasik (termasuk Fisher) berpikiran bahwa tingkat upah dan harga bergerak secara completely flexible, mereka percaya bahwa tingkat output agregat Y yang diproduksi dalam keadaan normal akan tetap berada pada tingkat full employment. Dengan demikian, variabel Y dalam persamaan (12) dapat diperlakukan konstan dalam jangka pendek.

Teori kuantitas uang menyatakan bahwa jika M meningkat dua kali lipat, maka P juga harus meningkat dua kali lipat karena V dan Y konstan. Bagi para ekonom klasik, teori kuantitas uang menyediakan penjelasan mengenai pergerakan harga. Pergerakan pada tingkat harga menghasilkan perubahan hanya pada kuantitas uang (Mishkin, 2001).

2.5. Metode Penelitian Empirik Business Cycle

2.5.1. Hodrick-Prescott Filter (HPF)

(53)

komponen trend dan siklikal dalam suatu data deret waktu (time series). Fakta secara empirik (stylized fact) menunjukkan bahwa business cycle Indonesia dianalisis dengan memisahkan komponen trend dan komponen siklikal dari data time series makroekonomi. Dalam analisis HPF, komponen siklikal variabel makroekonomi dapat dilihat pola dan karakteristiknya dengan melihat korelasinya dengan variabel referensi.

2.5.2. Cross Correlation

Cross correlation merupakan suatu pendekatan untuk melihat detrended berdasarkan lag (periode ke belakang) dan lead (periode ke depan). Detrended merupakan cara untuk memisahkan komponen trend, sehingga sebelum cross correlation maka ditentukan terlebih dahulu variabel trend dan siklikal berdasarkan hasil analisis HPF. Cross correlation dapat memperlihatkan antara lag detrended dan lead detrended pada suatu variabel. Cross correlation menunjukkan detrended dengan komponen siklikal mempunyai korelasi atau tidak.

2.5.3. Business Cycle Indicator

(54)

menginterpretasikannya dan menganalisis indikator tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi pelaku usaha, termasuk investor.

Setiap indikator harus memenuhi beberapa aturan kriteria dimana ada tiga kategori timing indicator,yang diklasifikasikan menurut tipe peramalan yang dihasilkannya, yaitu leading, lagging dan co-incident. Variabel-variabel ekonomi yang termasuk dalam setiap jenis indikator dapat berbeda-beda untuk tiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Hal ini disebabkan perbedaan sistem ekonomi yang dianut suatu negara, kondisi perekonomian, respon dari setiap kebijakan yang dikeluarkan, dan sebagainya.

2.5.4. Karakteristik Hubungan Indikator dalam Business Cycle

Setiap variabel ekonomi yang termasuk ke dalam salah satu dari indikator yang telah dijelaskan, memiliki hubungan yang bermacam-macam terhadap business cycle. Hubungan tersebut antara lain :

Sumber : Gail dalam Supriana (2004)

Gambar 4. Pergerakan Procyclical variabel a & b a

b PDB

t (waktu) Procyclical

(55)

Deviasi dari Trend

Countercyclical

PDB

c

t (waktu)

™ Procyclical, hubungan dimana arah pergerakan dari indikator-indikator ekonomi sama dengan perubahan yang terjadi pada perekonomian suatu negara. Ketika perekonomian membaik, maka dapat dipastikan bahwa indikatornya akan mengalami peningkatan (Gambar 4).

™ Countercyclical, hubungan dimana indikator-indikator ekonomi memiliki arah pergerakan yang berlawanan dengan perekonomian suatu negara yang sedang terjadi (Gambar 5).

Sumber : Gail dalam Supriana (2004)

Gambar 5. Pergerakan Countercyclical variabel c

(56)

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian Masyitho (2006) yang berjudul “Analisis Pengaruh Uang Terhadap Business Cycle Indonesia” menggunakan cross correlation untuk menganalisis pola dan karakteristik business cycle. Untuk melihat pengaruh uang terhadap business cycle, peneliti menggunakan metode VAR yang dikombinasikan dengan VECM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guncangan permintaan uang memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap fluktuasi output. Implikasi dari penelitian ini adalah kebijakan moneter masih efektif digunakan oleh pemerintah Indonesia dalam mencapai sasaran akhir output.

(57)

Penelitian Supriana (2004) yang berjudul “Dampak Guncangan Struktural Terhadap Fluktuasi Ekonomi Makro Indonesia : Suatu Kajian Business Cycle Dari Sisi Permintaan“ menggunakan metode SVAR untuk membangun model ekonometrika dan maximum likelihood untuk mengestimasi model. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel makroekonomi, antara lain GDP riil, suku bunga dunia, suku bunga domestik, nilai tukar, defisit anggaran, permintaan uang riil dan IHSG untuk mengestimasi business cycle Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diantara variabel-variabel makroekonomi yang digunakan peneliti, hanya guncangan pada output dan nilai tukar yang mampu menjelaskan variabilitas GDP. Lain halnya dengan guncangan fiskal yang tidak mampu menjelaskan variabilitas GDP. Implikasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah pemerintah Indonesia dapat mendorong ekspansi ekonomi melalui guncangan terhadap output dan nilai tukar.

(58)

dikombinasikan dengan kebijakan fiskal, yang diyakini lebih mampu mempengaruhi pergerakan nilai tukar riil.

Penelitian Siregar dan Ward (2001) yang berjudul “Long Run Money Demand, Long Run Spending Balance and Macro-Economic Fluctuations : Application of a Cointegrating SVAR Model to Indonesian Macroeconomy“ menggunakan metode analisis SVAR untuk mengidentifikasi sumber fluktuasi makroekonomi Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa shock pada aggregate supply merupakan sumber terbesar dari fluktuasi makroekonomi Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan output nasional untuk mengatasi fluktuasi makroekonomi Indonesia adalah dengan kemajuan teknologi dan produktivitas (technology and productivity advancement) ataupun kebijakan lain yang dapat meningkatkan aggregate supply.

2.7. Kerangka Pemikiran

(59)
[image:59.612.133.507.269.693.2]

tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan cross correlation. Untuk mengetahui pengaruh serta dampak shock BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia, data keempat variabel dianalisis dengan metode VAR/VECM. Setelah diketahui keterkaitan BMBB dan BMMB terhadap business cycle dan inflasi Indonesia, maka dapat ditentukan suatu implikasi kebijakan yang tepat untuk mengatasi business cycle dan inflasi di Indonesia (Gambar 6).

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Interest-Free Monetary Aggregates

(Besaran Moneter Bebas Bunga)

Adjusting for Seasonality

HPF :

• Estimasi Komponen Trend

• Estimasi Komponen Siklikal

Detrended :

Pemisahan Komponen Trend dan Siklikal

Bentuk Korelasi Silang (Cross Correlation) BMBB dan BMMB

terhadap Business Cycle dan Inflasi Indonesia

Broad Money (M2)

Narrow Money (M1) Quasy Money (QM)

Interest Monetary Aggregates (Besaran Moneter Mengandung Bunga) Data

VAR/VECM

Estimasi VECM

Pengaruh dan Dampak Guncangan pada BMBB dan BMMB terhadap Business Cycle

dan Inflasi Indonesia

Implikasi Kebijakan

IRF dan FEVD

(60)

2.8. Hipotesis

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. BMBB dan BMMB secara signifikan mempengaruhi tingkat output Indonesia dalam jangka pendek.

2. BMBB dan BMMB secara signifikan mempengaruhi tingkat output Indonesia dalam jangka panjang.

3. BMBB dan BMMB tidak secara signifikan mempengaruhi tingkat harga (inflasi) Indonesia dalam jangka pendek.

4. BMBB dan BMMB secara signifikan mempengaruhi tingkat harga (inflasi) Indonesia dalam jangka panjang.

(61)

3.1. Dokumentasi Fakta Empirik Business Cycle

Fakta empirik yang telah teruji (stylized facts) business cycle Indonesia dianalisis dengan memisahkan komponen trend dan komponen siklikal dari data deret waktu (time series) ekonomi makro. Komponen siklikal variabel ekonomi makro ini kemudian dianalisis pola dan karakteristiknya dengan melihat korelasinya dengan variabel referensi yakni Produk Domestik Bruto (PDB). Pendekatan statistik khusus untuk mengestimasi trend dan komponen siklikal yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah Hodrick-Prescott filter (HPF).

Hodrick-Prescott filter digunakan untuk menghitung deret waktu τ Ct kedalam komponen trend

τ

t dan komponen siklikal Ct. komponen trend yang bersifat stochastic dan berubah secara kontinyu secara alamiah sepanjang waktu. Komponen trend dan komponen siklikal merupakan dua komponen yang tidak berkorelasi.

Gail dalam Supriana (2004) berpendapat bahwa trend diperoleh dengan mengasumsikan bahwa jumlah total kuadrat turunan kedua dari τ t adalah kecil. Jika τ t adalah trend dari data deret waktu (time series) yt, maka secara formal estimasi τ tdapat diperoleh dengan meminimisasi fungsi kerugian (loss function) sebagai berikut :

{ }

1

[

(

) (

)

]

2

2 1

2

) (

min

= −

− − − +

T

t

t t t t T

t

t t

t y τ λ y τ τ τ

(62)

dimana:

[

yt−τt

]

merupakan komponen siklikal dalam HPF. Masalah optimisasi

dapat diselesaikan melalui syarat kecukupan (necessary condition) dibawah ini :

(

)

2

[

(

1

) (

1 2

)

]

2 − + −

yt τt λ τt τt τt τt ………(14)

(

) (

)

[

]

2

[

(

) (

)

]

0

4 1− − − 1 + 211− =

− λ τt+ τt τt τt− λ τt+ τt+ τt+ τt

Melalui aljabar sederhana dapat diperoleh :

(

)

(

)

t

t L L L L

y = λ −2 −4λ −1+ 6+1 −4λ +λ 2τ ………..…(15)

(

)

(

)

[

λ1 L 1 L 1

]

τt

2 1

2 +

= −

( )

L t

F τ

=

dimana L adalah lag operator dan F(L) adalah bentuk polinomial dari lag operator. Komponen siklikal

[

yt −τt

]

dapat dihitung melalui :

( )

[

]

[

( )

]

t

HP

t F L F L y

C = −1 −1 ………...(16) dimana C(L) adalah bentuk polinomial dari lag operator. Nilai λ yang digunakan untuk data triwulanan adalah 1600.

Metode yang digunakan untuk mengestimasi trend adalah metode HPF yang dilakukan dengan menggunakan software E-Views 4.1. Sedangkan untuk proses detrending (pemisahan unsur siklikal dari unsur trend-nya) dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel.

3.2. Analisis Pola dan Karakteristik Business Cycle

(63)

diobservasi. Jika komponen siklikal dari variabel ekonomi makro Xt, t = 1, ..., t, maka koefisien korelasi silang antara Xt dengan komponen siklikal PDB dalam t, adalah ρ(j),jε(0,±1,±2,...). Nilai ρ

( )

j untuk j = 0, memberikan informasi arah dan tingkat hubungan dari variabel relatif terhadap PDB. Nilai koefisien korelasi positif dan mendekati satu menunjukkan variabel tersebut pro-siklikal. Sedangkan koefisien korelasi dengan nilai yang sama tetapi berlawanan arah (negatif) disebut kontra-siklikal. Nilai yang tidak berbeda nyata dari nol menunjukkan bahwa variabel tersebut tidak berkorelasi dengan PDB yang disebut sebagai a-siklikal.

Untuk j = 0, koefisien korelasi silang dapat menunjukan fase pergerakan (phase shift) komponen siklikal varibel Xj relatif terhadap siklikal PDB. Xj disebut leading (lagging) siklikal terhadap PDB jika nilai mutlak dari ρ

( )

j mencapai maksimum untuk j < 0( j > 0). Jika nilai maksimum secara absolut dicapai untuk j = 0, maka dikatakan Xj co-incident dengan siklus variabel referensi. Korelasi silang yang digunakan adalah korelasi silang Pearson.

Volatilitas suatu variabel, dapat dilihat berdasarkan jauhnya simpangan (amplitudo) siklus variabel trend jangka panjangnya. Dalam analisisnya digambarkan oleh besarnya standar deviasi variabel.

3.3. Metode Analisis Business Cycle dan Inflasi Indonesia 3.3.1. Vector Auto Regressive (VAR)

(64)

dalam sistem itu sendiri. Jika data yang digunakan stasioner dan tidak terkointegrasi maka metode VAR yang digunakan. Tetapi, jika data yang digunakan tidak stasioner namun terkointegrasi maka VECM yang digunakan.

Menurut Arsana (2005), VAR tidak berbeda dengan dengan tahapan persamaan simultan. VAR juga perlu melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model. Kondisi overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah parameter yang ingin diestimasi. Jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang diestimasi sama, akan diperoleh kondisi exactly identified atau just identified. Sementara jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang diestimasi akan tercipta kondisi underidentified. Hasil identifikasi pada sebuah sistem persamaan simultan menjadi penting karena pengaruhnya pada proses estimasi. Proses estimasi hanya dapat dilakukan pada kondisi overidentified dan just identified.

Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan metode VAR menurut Nachrowi dan Usman (2006). Kelebihan metode VAR antara lain :

1. Model VAR adalah model yang sederhana dan tidak perlu membedakan mana variabel yang endogen dan mana yang eksogen. Semua variabel pada model VAR dapat dianggap sebagai variabel endogen.

2. Cara estimasi model VAR sangat mudah, yaitu dengan menggunakan OLS pada setiap persamaan secara terpisah.

(65)

Sekalipun memiliki banyak kelebihan, model VAR tetap mempunyai sisi lemah. Adapun beberapa kelemahan yang dimiliki model VAR antara lain : 1. Model VAR lebih bersifat ateoritik karena tidak memanfaatkan informasi atau

teori terdahulu. Oleh karenanya, model tersebut sering disebut sebagai model yang tidak struktural.

2. Mengingat tujuan utama model VAR untuk peramalan, maka model VAR kurang cocok untuk analisis kebijakan.

3. Pemilihan banyaknya lag yang digunakan dalam persamaan juga dapat menimbulkan permasalahan. Misal kita memiliki tiga variabel bebas yang masing-masing memiliki lag sebanyak delapan, maka parameter yang harus diestimasi sebanyak 24 buah. Untuk kepentingan tersebut maka data atau pengamatan yang harus dimiliki relatif lebih banyak.

3.3.2. Vector Error Correction Model (VECM)

VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.

(66)

juga sebagai error, karena deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek.

Model VECM disusun apabila rank kointegrasi (r) lebih besar dari nol. Model VECM ordo p dan rank koi

Gambar

Gambar 2. Tahapan Business Cycle
Gambar 3. Pengaruh Kenaikan MS Terhadap Harga dan Output
Gambar 6. Kerangka Pemikiran
Gambar 7. Grafik Log PDB Riil Indonesia Triwulanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa uraian yang telah dikemukakan diatas dimana investasi swasta, pengeluaran pemerintah, serta penyerapan tenaga kerja sangat mempengaruhi

Pada tanggal 9 April tahun 2014 terjadi pesta Demokrasi, di selenggarakannya pemilu dan pemilihan umum, dimana saat itu rakyat terlibat langsung dalam menentukan

Pengaruh Electronic Service Quality Terhadap Electronic Satisfaction dan Dampaknya Terhadap Electronic Word of Mouth Pada Aplikasi Fore (Studi Kasus Pada Generasi Z

Karakteristik sistem ini adalah: (1) simetris (-P), yakni, para peserta tutur melihat diri mereka pada posisi yang sama dalam tingkat sosial yang sama; (2) jarak (+D),

Pengambilan data penelitian dilakukan sebanyak 40 kali dengan arus listrik yang variasikan mulai dari 1 Ampere sampai 4,9 Ampere, berdasarkan data tersebut

Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah dapat mengembangkan bahan ajar baru berupa modul Menulis Teks Cerpen Berbasis Pengalaman (Experiential Learning) untuk

Pengolahan Data dan Analisis Data Melakukan proses Pengolahan Data dan Analisis Data berdasarkan lingkaran referensi kebulatan (Lingkaran luar minimum, Lingkaran dalam

Menu ini digunakan untuk mengumumkan pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara manual/tidak secara elektronik. Terdapat dua pilihan dalam membuat pengumuman lelang