• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil Di Kabupaten Halmahera Utara (Tinjauan terhadap Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Cakalang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil Di Kabupaten Halmahera Utara (Tinjauan terhadap Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Cakalang)"

Copied!
370
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGEMBANGAN WILAYAH

PULAU-PULAU KECIL DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA

(TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN CAKALANG)

MUHAMMAD RIZAL ISMAIL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIZAL ISMAIL, Kajian Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Halmahera Utara, Tinjauan terhadap Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang. (Ernan Rustiadi sebagai Ketua dan Akhmad Fauzi sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

(3)

ABSTRACT

Muhammad Rizal Ismail, the study of border small islands development in North Halmahera (A view to the use of Skipjack tuna fishery resources and the institutional). Supervised by Ernan Rustiadi and Akhmad Fauzi.

(4)

@ Hak cipta milik Muhammad Rizal Ismail, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi,

(5)

KAJIAN PENGEMBANGAN WILAYAH

PULAU-PULAU KECIL DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA

(TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN CAKALANG)

MUHAMMAD RIZAL ISMAIL

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi

Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Penelitian : Kajian Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil Di Kabupaten Halmahera Utara (Tinjauan terhadap Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Cakalang)

Nama Mahasiswa : Muhammad Rizal Ismail Nomor Pokok : A155040041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. K e t u a Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Perdesaan

Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputra, M.S.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Susupu Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat pada tanggal 25 April 1975, sebagai anak ke 15 dari 15 bersaudara dari pasangan Ismail Saban (Alm) dan Hj. Sawia Abbas. Jenjang pendidikan sejak TK, SD, dan SMP dihabiskan di Desa Susupu sampai tahun 1990, kemudian ke SMA Negeri 1 Ternate dan tamat pada tahun 1993. Pendidikan Sarjana di lanjutkan di Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon dan tamat pada tahun 1998.

Pada tahun 2001, penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemda Provinsi Maluku Utara dan di tempatkan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Maluku Utara. Pada tahun 2003 penulis berkesempatan mengikuti program kerjasama Internasional Asean Jepang pada kegiatan Kunjungan Pemuda ke Jepang dalam bidang Local Development. Kemudian pada tahun 2004 Penulis mendapat Beasiswa Tugas Belajar dari Pemda Provinsi Maluku Utara untuk menlanjutkan pendidikan Pascasarjana pada Program Magister Sains Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan di Institut Pertanian Bogor.

(8)

PRAKATA

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis tentang Kajian Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Halmahera Utara (Tinjauan terhadap Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang).

Pengelolaan wilayah pulau-pulau kecil terluar selama ini selalu menekankan pada aspek keamanan dari pada aspek kesejahteraan, akibatnya kondisi pulau-pulau kecil terluar menjadi tertinggal karena sumberdaya alam yang ada di wilayah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu maka kajian ini dilakukan pada aspek pengelolaan sumberdaya alam yang menjadi usaha utama masyarakat di pulau-pulau kecil Halmahera Utara.

Pada kesempatan ini penulis wajib menyampaikan banyak terima kasih kepada Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr., dan Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc., atas bimbingannya kepada penulis sejak persiapan penulisan proposal penelitian sampai dengan penulisan tesis ini. Rasa terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D., selaku Ketua Program Studi PWD dan kepada seluruh Staf Pengajar program studi PWD atas pengajaran dan bimbingannya selama penulis melaksanakan studi di PWD.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada teman-teman PWD angkatan 2004, ayah Dus, Bang Ican, Pa Eni, Aan, Basri, Tonny, Hatta, Irwan, Azis, Pipit, Rita, Dhona, Iied, dan Nita yang sejak masuk di Sekolah Pascasarjana IPB hingga saat ini senantiasa berada dalam ikatan sosial kapital yang kuat, harapan penulis khususnya buat PWD angkatan 2004 mudah-mudahan kekompakan dan rasa kekeluargaan tersebut tetap terpelihara selamanya.

Kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara terutama Bapak Drs. H. Muhajir Albaar, M.Si., selaku Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Utara, Bapak Ir. Hartoyo

Kaliman, selaku Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pembangunan dan Bapak Dr. Ir. Muhajir K. Marsaoly, M.Si., selaku Kepala Bappeda Provinsi Maluku Utara,

(9)

Barat yang banyak membantu penulis baik moril maupun materiil, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya.

Untuk berbagai pihak yang telah memberikan bantuan sehingga proses penelitian ini dapat terlaksana dengan baik, penulis juga haturkan banyak terima kasih kepada mereka yakni, Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Halmahera Utara, Camat Morotai Selatan, Kepala Desa Daeo, Sangowo, Daruba, Kolorai, Galo-Galo, Ngele-Ngele, Tiley, dan Usbar serta kelompok nelayan

yang berada di kepulauan Morotai. Kemudian juga kepada Keluarga besar Drs. Syamsudin Banyo, M.Si., (Aba dan Mama), Sahi Banyo (Kode), Boss, dan Marjal

yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian di lapangan. Untuk kawan-kawanku Adam, Jati, Eva dan Ciba yang selalu membantu penulis, keluarga besar FMPS-MU yakni, Irham, Fahmi, Sahlan, Ilham, Lafdi, dan Iwan yang juga selalu membantu penulis dalam aktivitas akademik maupun keseharian di kosan, untuk itu sepantasnya penulis mengucapkan syukur dofu-dofu kepada mereka.

Khusus kepada keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil, Mama tercinta Hj. Sawia Abbas, Ko Nis, Ci Nani, Ka Edy, Ma, Taty, Un, Ka Nya, Ta, Nan, Ci Uya, Nui, serta Istriku tercinta Nani, kemudian si kecil yang nakal “Yuda” yang setiap pagi di balik telpon selalu melepaskan rasa kangennya dan sering menanyakan kapan Ko pulang ke Ternate, motivasi dari mereka semua memberikan kekuatan tersendiri bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di IPB.

Penulis menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan masukan dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan tesis ini. Akhirnya harapan penulis mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan pembangunan Maluku Utara pada umumnya.

Bogor, April 2007 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

2.1.2. Teori Lokasional dan Sektor Basis ... 17

2.1.3. Sistem Struktur/Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan ... 19

2.2. Pulau-Pulau Kecil ... 22

2.2.1. Pengertian dan Klasifikasi Pulau-Pulau Kecil ………... ... 22

2.2.2. Potensi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil ……… 26

2.2.3. Pengembangan dan Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil ... 28

2.2.4. Penelitian Terdahulu tentang Pulau-pulau kecil ...………… 31

2.2.5. Networking Pulau-Pulau Kecil (Interaksi Spasial) ... 34

2.3. Sumber Daya Perikanan dan Konsep Bioekonomi ...… 36

2.4. Ikan Cakalang ... 38

2.4.1. Klasifikasi dan Biologi Ikan Cakalang ... 38

2.4.2. Tingkah Laku Ikan Cakalang ... 40

2.5. Kelembagaan Ekonomi Perikanan ...………… 41

2.5.1. Kelembagaan Bagi Hasil ... 46

2.5.2. Kelembagaan Hubungan Kerja ... 48

2.5.3. Kelembagaan Pemasaran dan Perkreditan ... 48

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 50

3.5.1. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ... 58

(11)

KAJIAN PENGEMBANGAN WILAYAH

PULAU-PULAU KECIL DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA

(TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN CAKALANG)

MUHAMMAD RIZAL ISMAIL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIZAL ISMAIL, Kajian Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Halmahera Utara, Tinjauan terhadap Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang. (Ernan Rustiadi sebagai Ketua dan Akhmad Fauzi sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

(13)

ABSTRACT

Muhammad Rizal Ismail, the study of border small islands development in North Halmahera (A view to the use of Skipjack tuna fishery resources and the institutional). Supervised by Ernan Rustiadi and Akhmad Fauzi.

(14)

@ Hak cipta milik Muhammad Rizal Ismail, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi,

(15)

KAJIAN PENGEMBANGAN WILAYAH

PULAU-PULAU KECIL DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA

(TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN CAKALANG)

MUHAMMAD RIZAL ISMAIL

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi

Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Judul Penelitian : Kajian Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil Di Kabupaten Halmahera Utara (Tinjauan terhadap Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Cakalang)

Nama Mahasiswa : Muhammad Rizal Ismail Nomor Pokok : A155040041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. K e t u a Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Perdesaan

Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputra, M.S.

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Susupu Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat pada tanggal 25 April 1975, sebagai anak ke 15 dari 15 bersaudara dari pasangan Ismail Saban (Alm) dan Hj. Sawia Abbas. Jenjang pendidikan sejak TK, SD, dan SMP dihabiskan di Desa Susupu sampai tahun 1990, kemudian ke SMA Negeri 1 Ternate dan tamat pada tahun 1993. Pendidikan Sarjana di lanjutkan di Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon dan tamat pada tahun 1998.

Pada tahun 2001, penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemda Provinsi Maluku Utara dan di tempatkan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Maluku Utara. Pada tahun 2003 penulis berkesempatan mengikuti program kerjasama Internasional Asean Jepang pada kegiatan Kunjungan Pemuda ke Jepang dalam bidang Local Development. Kemudian pada tahun 2004 Penulis mendapat Beasiswa Tugas Belajar dari Pemda Provinsi Maluku Utara untuk menlanjutkan pendidikan Pascasarjana pada Program Magister Sains Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan di Institut Pertanian Bogor.

(18)

PRAKATA

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis tentang Kajian Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Halmahera Utara (Tinjauan terhadap Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang).

Pengelolaan wilayah pulau-pulau kecil terluar selama ini selalu menekankan pada aspek keamanan dari pada aspek kesejahteraan, akibatnya kondisi pulau-pulau kecil terluar menjadi tertinggal karena sumberdaya alam yang ada di wilayah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu maka kajian ini dilakukan pada aspek pengelolaan sumberdaya alam yang menjadi usaha utama masyarakat di pulau-pulau kecil Halmahera Utara.

Pada kesempatan ini penulis wajib menyampaikan banyak terima kasih kepada Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr., dan Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc., atas bimbingannya kepada penulis sejak persiapan penulisan proposal penelitian sampai dengan penulisan tesis ini. Rasa terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D., selaku Ketua Program Studi PWD dan kepada seluruh Staf Pengajar program studi PWD atas pengajaran dan bimbingannya selama penulis melaksanakan studi di PWD.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada teman-teman PWD angkatan 2004, ayah Dus, Bang Ican, Pa Eni, Aan, Basri, Tonny, Hatta, Irwan, Azis, Pipit, Rita, Dhona, Iied, dan Nita yang sejak masuk di Sekolah Pascasarjana IPB hingga saat ini senantiasa berada dalam ikatan sosial kapital yang kuat, harapan penulis khususnya buat PWD angkatan 2004 mudah-mudahan kekompakan dan rasa kekeluargaan tersebut tetap terpelihara selamanya.

Kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara terutama Bapak Drs. H. Muhajir Albaar, M.Si., selaku Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Utara, Bapak Ir. Hartoyo

Kaliman, selaku Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pembangunan dan Bapak Dr. Ir. Muhajir K. Marsaoly, M.Si., selaku Kepala Bappeda Provinsi Maluku Utara,

(19)

Barat yang banyak membantu penulis baik moril maupun materiil, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya.

Untuk berbagai pihak yang telah memberikan bantuan sehingga proses penelitian ini dapat terlaksana dengan baik, penulis juga haturkan banyak terima kasih kepada mereka yakni, Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Halmahera Utara, Camat Morotai Selatan, Kepala Desa Daeo, Sangowo, Daruba, Kolorai, Galo-Galo, Ngele-Ngele, Tiley, dan Usbar serta kelompok nelayan

yang berada di kepulauan Morotai. Kemudian juga kepada Keluarga besar Drs. Syamsudin Banyo, M.Si., (Aba dan Mama), Sahi Banyo (Kode), Boss, dan Marjal

yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian di lapangan. Untuk kawan-kawanku Adam, Jati, Eva dan Ciba yang selalu membantu penulis, keluarga besar FMPS-MU yakni, Irham, Fahmi, Sahlan, Ilham, Lafdi, dan Iwan yang juga selalu membantu penulis dalam aktivitas akademik maupun keseharian di kosan, untuk itu sepantasnya penulis mengucapkan syukur dofu-dofu kepada mereka.

Khusus kepada keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil, Mama tercinta Hj. Sawia Abbas, Ko Nis, Ci Nani, Ka Edy, Ma, Taty, Un, Ka Nya, Ta, Nan, Ci Uya, Nui, serta Istriku tercinta Nani, kemudian si kecil yang nakal “Yuda” yang setiap pagi di balik telpon selalu melepaskan rasa kangennya dan sering menanyakan kapan Ko pulang ke Ternate, motivasi dari mereka semua memberikan kekuatan tersendiri bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di IPB.

Penulis menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan masukan dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan tesis ini. Akhirnya harapan penulis mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan pembangunan Maluku Utara pada umumnya.

Bogor, April 2007 Penulis,

(20)

DAFTAR ISI

2.1.2. Teori Lokasional dan Sektor Basis ... 17

2.1.3. Sistem Struktur/Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan ... 19

2.2. Pulau-Pulau Kecil ... 22

2.2.1. Pengertian dan Klasifikasi Pulau-Pulau Kecil ………... ... 22

2.2.2. Potensi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil ……… 26

2.2.3. Pengembangan dan Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil ... 28

2.2.4. Penelitian Terdahulu tentang Pulau-pulau kecil ...………… 31

2.2.5. Networking Pulau-Pulau Kecil (Interaksi Spasial) ... 34

2.3. Sumber Daya Perikanan dan Konsep Bioekonomi ...… 36

2.4. Ikan Cakalang ... 38

2.4.1. Klasifikasi dan Biologi Ikan Cakalang ... 38

2.4.2. Tingkah Laku Ikan Cakalang ... 40

2.5. Kelembagaan Ekonomi Perikanan ...………… 41

2.5.1. Kelembagaan Bagi Hasil ... 46

2.5.2. Kelembagaan Hubungan Kerja ... 48

2.5.3. Kelembagaan Pemasaran dan Perkreditan ... 48

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 50

3.5.1. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ... 58

(21)

3.5.3. Analisis Bioekonomi ... 63

3.5.4. Analisis Kelembagaan Perikanan Cakalang ...……… 67

3.5.5. Analisis Networking Pulau-Pulau Kecil Kep. Morotai …………. 68

3.6. Batasan Operasional .. ……….. 69

BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……… 72

4.1. Geografi dan Administrasi Pemerintahan ……….. 72

4.2. Kondisi Oseanografi ..……….. 73

4.3. Penduduk dan Ketenagakerjaan ………. 76

4.4. Gambaran Ekonomi dan Struktur Sosial ………. 77

4.5. Prasarana dan Sarana Transportasi .………. 79

4.5.1. Transportasi Darat ... 79

4.5.2. Transportasi Laut ... 80

4.5.3. Transportasi Udara ... 81

4.6. Interaksi Kepulauan Morotai dengan Kota Tobelo ... 81

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN .. ………. 84

5.1. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Wilayah ... 84

5.1.1. Sub Sektor Unggulan di Halmahera Utara ... 84

5.1.2. Sub Sektor Unggulan Kepulauan Morotai ... 93

5.2. Hirarki/Pusat Perkembangan Wilayah ... 97

5.2.1. Hirarki/Kapasitas Pelayanan Perikanan Tangkap ... 97

5.2.1. Desa-Desa Pusat Pelayanan ... 98

5.2.3. Arahan Pusat Pelayanan Perikanan di Halmahera Utara ... 101

5.3. Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Cakalang ………. 102

5.3.1. Aspek Biologi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Cakalang .... 103

5.3.2. Fungsi Produksi Lestari Komoditas Cakalang ... 104

5.3.3. Aspek Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Cakalang .. 105

5.3.4. Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Cakalang ... 106

5.3.5. Sensitivitas Sumberdaya Perikanan Cakalang ... 109

5.4. Kelembagaan Perikanan ... 112

5.4.1. Kondisi Kelembagaan Perikanan Pemerintah Daerah ... 113

5.4.2. Kondisi Kelembagaan Pengusaha Perikanan Cakalang ... 114

5.4.3. Kondisi Kelembagaan Nelayan Perikanan Cakalang ... 115

5.4.4. Analisis Interaksi antar Unsur Lembaga Perikanan Cakalang ... 117

5.4.5. Analisis Kelembagaan dalam Pemanfaatan Perikanan Cakalang .. 120

(22)
(23)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perbandingan relatif kinerja perekonomian wilayah ... 9 2. Perbandingan karakteristik pulau kecil, pulau besar dan benua ... 26 3. Komposisi jumlah nelayan, sampel nelayan, dan prosentase menurut

kecamatan .………... 58 4. Proses Penelitian Kajian Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil

Halmahera Utara ... 71 5. Luas wilayah dan jumlah desa di Kepulauan Morotai tahun 2006 ... 73 6. Parameter oceanografi di Kepulauan Morotai ... 73 7. Jumlah penduduk Kepulauan Morotai tahun 2005 ... 76 8. PDRB Kabupaten Halmahera Utara atas dasar harga konstan 2000 ... 78 9. Panjang jalan di Pulau Morotai menurut status jalan tahun 2004 ... 79 10. Panjang jalan di Pulau Morotai menurut jenis perkerasan tahun 2003 ... 80 11. Panjang jalan di Pulau Morotai menurut kondisi tahun 2004 ... 80 12. Rekapitulasi arus orang dan barang antara Kota Tobelo dengan

Kepulauan Morotai tahun 2002 – 2005 ... 82 13. Hasil analisis LQ di Provinsi Maluku Utara tahun 2000 ... 88 14. Hasil analisis LQ di Provinsi Maluku Utara tahun 2004 ... 88 15. Hasil analisis LQ dan Shift Share tentang Sub Sektor Unggulan

Komparatif dan Kompetitif di Halmahera Utara ... 90 16. Hasil perhitungan analisis Shift-Share di Provinsi Maluku Utara ... 92 17. Jumlah keluarga menurut mata pencaharian di Kepulauan Morotai

Tahun 2003 ... 94 18. Komoditas Unggulan Tiga Sub Sektor di Kepulauan Morotai ... 95 19. Hirarki/ kapasitas pelayanan perikanan tangkap di Halmahera Utara .... 98 20. Pusat pelayanan desa di Halmahera Utara khususnya ranking tinggi .... 100 21. Fluktuasi Catch, Effort, dan CPUE cakalang selama periode 1999 (a) –

(24)

23. Skenario pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kepulauan Morotai Halmahera Utara ... 110 24. Fungsi dan peranan unsur lembaga perikanan cakalang di Kepulauan

Morotai Kab. Halmahera Utara ... 117 25. Interaksi antar unsur lembaga dalam pemanfaatan sumberdaya

perikanan cakalang di Kepulauan Morotai Kab. Halmahera Utara …... 119 26. Networking Pulau-Pulau Kecil di Kepulauan Morotai Kab. Halmahera

Utara ………..……… 130 27. Fluktuasi Catch, Effort dan CPUE Cakalang selama periode

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Sistematika konsep-konsep wilayah ...………. 15 2. Ikan Cakalang .. ... 39 3. Diagram struktur tradisional dalam wilayah pesisir ... 47 4. Pendekatan kajian pengembangan wilayah pulau-pulau kecil di

Kepulauan Morotai Halmahera Utara ... 54 5. Grafik arus orang dan barang antara Kota Tobelo dengan

Kepulauan Morotai tahun 2002 -2005 ... 82 6. Kurva penerimaan total dan biaya total ... 106 7. Peta Networking Pulau-pulau Kecil Berbasis Sumber Daya Alam

Komoditas Ikan Cakalang ..…….……….. 132 8. Peta Networking Pulau-pulau Kecil Berbasis Sumber Daya Alam

Komoditas Ikan Kerapu Hidup ..……... 133 9. Peta Networking Pulau-pulau Kecil Berbasis Sumber Daya Alam

Komoditas Rumpu Laut ..……..……… 134 10. Peta Networking Pulau-pulau Kecil Berbasis Sumber Daya Alam

Komoditas Kopra ……..……… 135

11. Peta Networking Pulau-pulau Kecil Berbasis Sumber Daya Alam

Komoditas Kayu Gelondongan .……… 136 12. Peta Networking Pulau-pulau Kecil Berbasis Prasarana Sosial

Ekonomi Kebutuhan Air Bersih ………. 139 13. Peta Networking Pulau-pulau Kecil Berbasis Prasarana Sosial

Ekonomi Kebutuhan Pendidikan …….………. 140 14. Peta Networking Pulau-pulau Kecil Berbasis Prasarana Sosial

Ekonomi Kebutuhan Kesehatan …….……….. 141 15. Peta Networking Pulau-pulau Kecil Berbasis Prasarana Sosial

Ekonomi Kebutuhan Sembako ……….. 142 16. Peta Networking Suku / Etnis Pulau-pulau Kecil di Kepulauan Morotai

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ………. 153 2. Peta Pusat Pelayanan Fasilitas Perikanan Cakalang di Halmahera Utara 154 3. Peta Tingkat Perkembangan Desa di Halmahera Utara ... 155 4. Peta Arahan Pengembangan Pusat Pelayanan Fasilitas Perikanan

Cakalang di Halmahera Utara ... 156 5. Hirarki Perkembangan Desa Berdasarkan IPD di Halmahera Utara ... 157 6. Perhitungan Standarisasi Mencari Nilai a dan b Analisis Bioekonomi.... 161 7. Kondisi Awal Optimasi Sumberdaya Perikanan Cakalang di Pulau-

Pulau Kecil Kepulauan Morotai Kab. Halmahera Utara ……… 162

(27)

JADWAL PENELITIAN DAN PENULISAN TESIS

BULAN No KEGIATAN

PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP

1 Persiapan Penelitian

2 Pelaksanaan Penelitian

1. Pengumpulan Data 2. Pengolahan dan Analisis 3. Penulisan Draft Tesis 4.Konsultasi & Bimbingan 3 Seminar Hasil Penelitian

4 Perbaikan

5 Ujian/Sidang Komisi

6 Perbaikan & penggand. Tesis

(28)

BIAYA PENELITIAN TESIS

NO URAIAN KEGIATAN VOLUME

HARGA Sidang Komisi dan Ujian

1. Komputerisasi data primer 2. Komputerisasi data sekunder 3. Penyusunan tesis

4. Seminar

5. Ujian / Sidang Komisi

6. Perbaikan dan Penggandaan tesis

(29)

JUMLAH TOTAL

(30)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang mempunyai 17.504 pulau, tetapi selama ini proses pembangunan tidak berorientasi pada kondisi geografis kepulauan. Konsep pembangunan yang dipakai diadopsi dari negara-negara yang mempunyai karakteristik wilayah kontinental (mainland) sehingga konsep yang dipakai seringkali tidak berorientasi pada pengembangan pulau-pulau kecil. Selain itu selama 32 tahun dengan penerapan Konsep Growth Pole yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi makro dengan sistem sentralisasi yang dianut pada masa Orde Baru menyebabkan terjadinya polarisasi pembangunan baik secara spasial, sektoral, dan personal (pelaku pembangunan), sehingga konsep tersebut tidak memberikan proses penetesan ke bawah (Trickle down effect) seperti yang diharapkan, dan sebaliknya yang terjadi justru proses pengurasan sumber daya pada wilayah belakang (hinterland) secara besar-besaran (masive backwash effect), dan akhirnya secara spasial, sektoral dan personal terjadi kesenjangan yang besar.

Provinsi Maluku Utara adalah wilayah kepulauan yang terdiri dari 395 pulau besar dan kecil, sebanyak 64 pulau dihuni dan 331 tidak dihuni, dengan luas daratan 31.814,36 Km2 atau sebesar 22% dan perairan laut seluas 108.441 Km2 atau 78%, sehingga luas wilayah seluruhnya adalah 140.256,36 Km2. Pulau yang tergolong besar yaitu Pulau Halmahera dengan luas 18.000 Km2, kemudian pulau-pulau kecil yaitu Pulau Obi 3.900 Km2, Pulau Taliabu 3.195 Km2, Pulau Bacan 2.878 Km2, Pulau Morotai 1.983,54 Km2 dan pulau-pulau lebih kecil lainnya yaitu Pulau Ternate 110,70 km2, Tidore 116,02 km2, Makian, Kayoa, Gebe, dan sebagainya.

(31)

tersebut selain memberikan arus barang dan jasa yang bernilai tinggi, juga memberikan manfaat non-konsumtif yang tak ternilai harganya (Fauzi, 2003).

Akibat dari sistem perencanaan pembangunan yang sentralistik, pembangunan di Provinsi Maluku Utara terpusat pada Kota Ternate yang menjadi pusat pemerintahan yang berada di Pulau Ternate (110,70 km2), sehingga terjadi ketimpangan yang besar antara wilayah Kota Ternate dengan wilayah-wilayah lain di Maluku Utara. Salah satu wilayah hinterland yang penting dan strategis untuk mendapat perhatian di Provinsi Maluku Utara adalah Kabupaten Halmahera Utara, karena sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pulau-pulau kecil yang berada di wilayah perbatasan antar negara (wilayah terluar). Dikatakan penting karena wilayah ini disamping memiliki sumber daya alam potensial, ironisnya mempunyai tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah karena memiliki indeks pembangunan manusia (IPM) pada urutan ke tujuh dari delapan kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara, dan dikatakan strategis karena wilayah ini berada pada wilayah perbatasan antar negara tepat di kawasan Lautan Pasifik antara Indonesia dengan Republik Kepulauan Palau.

(32)

Penduduk yang mendiami Kepulauan Morotai sangat majemuk, terdiri dari Suku Galela, Tobelo, Ternate, Sangier, Buton dan Bugis, namun yang menjadi budaya dominan dan dijadikan tradisi kehidupan masyarakat di wilayah Kepulauan Morotai adalah budaya Suku Tobelo Galela dan Ternate. Dominasi budaya Suku Tobelo Galela di Kepulauan Morotai karena mayoritas penduduk yang ada di Kepulauan Morotai dihuni oleh suku Tobelo Galela, sedangkan berperannya budaya Ternate di Kepulauan Morotai karena wilayah tersebut secara historis merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Ternate.

Seperti gugusan pulau kecil lainnya, Kepulauan Morotai memiliki sumber daya alam seperti pertanian tanaman pangan, yaitu ubi kayu, padi sawah dan padi ladang. Tanaman perkebunan seperti kelapa, cengkeh, pala, coklat (cacao) serta kopi. Perikanan laut yaitu jenis ikan pelagis besar, pelagis kecil, jenis ikan demersal, ikan karang, udang, lobster serta cumi-cumi. Selain itu juga mempunyai potensi kehutanan yang besar, kemudian kepulauan ini juga mempunyai keindahan alam pulau-pulau kecil dan taman bawah laut sebagai potensi pariwisata bahari serta beberapa situs peninggalan perang dunia II sebagai potensi pariwisata sejarah.

Potensi tanaman pangan di Kepulauan Morotai di dominasi oleh ubi kayu, dengan jumlah produksi sebesar 33, 87% (1.305 Ton/Th) dari total produksi tanaman pangan di Kepulauan Morotai (khusus di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat), sedangkan produksi padi sawah dan padi ladang hanya sebesar 12,05% (464,2 Ton/Th) dan 17,1% (659 Ton/Th). Hal ini mencirikan bahwa Kepulauan Morotai tidak terlalu bertumpu pada sektor tanaman pangan padi sawah dan ladang. Untuk tanaman perkebunan dari komoditas kelapa, cengkeh, cacao, pala serta kopi, yang menjadi dominan sebagai tanaman yang diusahakan di Kepulauan Morotai adalah tanaman kelapa.

(33)

Dengan pendekatan ratio luas perairan laut antara Morotai dengan Kabupaten Halmahera Utara dan asumsi ikan menyebar merata, diestimasi potensi lestari sumberdaya ikan di perairan Morotai adalah 27.350,09 ton/tahun. Sementara menurut Dinas Perikanan Provinsi Maluku Utara (2005), potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Halmahera Utara sebesar 119.771 ton/tahun. Dengan pendekatan yang sama, diperkirakan potensi lestari sumberdaya ikan di perairan Morotai sebesar 37.779,73 ton/tahun.

Dengan posisi Kepulauan Morotai yang berada di wilayah pasifik, menjadikan wilayah ini mempunyai potensi perikanan tangkap cakalang yang besar karena secara alamiah migrasi ikan cakalang dari laut Jepang ke lautan pasifik dan seterusnya ke Laut Maluku, Laut Halmahera, dan Laut Banda melintasi wilayah perairan Kepulauan Morotai. Menurut Arifin (2006), Kepulauan Morotai merupakan daerah penangkapan ikan cakalang yang potensial di perairan Laut Maluku. Kondisi tersebut memberikan dorongan yang kuat kepada masyarakat di Kabupaten Halmahera Utara untuk melakukan usaha perikanan tangkap khususnya komoditas cakalang di perairan Kepulauan Morotai sejak dulukala. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan Kabupaten Halmahera Utara komoditas cakalang merupakan primadona nelayan di Halmahera Utara dari jenis-jenis ikan yang ada, sehingga komoditas ini mempunyai jumlah produksi yang besar, penyerapan tenaga kerja yang tinggi dan produknya yang berorientasi ekspor dengan daerah tujuan Banyuwangi dan Jakarta.

(34)

yang tradisional sehingga hanya dapat menangkap ikan cakalang yang berukuran kecil. Dengan itu maka, dalam penelitian ini hanya difokuskan pada pemanfaatan komoditas ikan cakalang oleh nelayan di Kepulauan Morotai Halmahera Utara.

Sektor pariwisata Kepulauan Morotai mempunyai potensi yang sangat menjanjikan, wisata bahari dengan potensi alam pantai yang mempunyai panorama pasir putih dan kondisi air laut yang tenang dan jernih. Kepulauan Morotai yang dikenal dengan nama Morty pada perang dunia II dijadikan sebagai pangkalan tentara sekutu dalam penyerangan terhadap Jepang di Nusantara dan Asia timur, sehingga Pulau Morotai memiliki potensi pariwisata sejarah yang terkait dengan perang dunia II. Peninggalan perang dunia II seperti tempat persembunyian Jenderal Mac Arthur Panglima perang tentara Sekutu di Pasific, Tempat persembunyian Panglima Tentara Jepang dan peninggalan lainnya. Bukti sejarah yang paling monumental lainnya adalah bandar udara yang mempunyai 7 landasan pacu (run way) dengan ukuran landasannya 60 x 2.7 km. Landasan tersebut dibuat dari batu alam sehingga masih dalam kondisi baik. Sementara ini bandara tersebut digunakan sebagai pangkalan TNI-AU yang hanya mengfungsikan 1 landasan pacu (run way).

Salah satu problem utama dalam pembangunan kelautan sejak Orde Baru sampai saat ini adalah bagaimana menciptakan suatu kelembagaan yang menunjang pengelolaan sumber daya kelautan (Kusumastanto, 2003). Selanjutnya menurut Fauzi (2005), ada beberapa faktor yang menjadi kendala untuk mengembangkan ekonomi sektor kelautan dan perikanan, selain kendala biofisik yang ditandai dengan semakin menurunnya kemampuan kapasitas sumber daya untuk menyuplai kebutuhan permintaan akibat terdegradasinya sumber daya perikanan, di sisi lain kendala ekonomi dan kelembagaan tidaklah kalah penting dengan kendala biofisik tersebut.

(35)

Dolabololo adalah kumpulan syair yang merupakan pegangan bagi masyarakat Moloku Kie Raha yang berisi petunjuk atau arahan tentang hubungan antar manusia dengan sesamanya maupun dengan alam sekitarnya. Dalam memanfaatkan sumberdaya laut, para nelayan yang menangkap ikan, memegang teguh falsafah yang terkandung di

dalam Dolabololo. Di dalam Dolabololo terdapat syair yang berbunyi HAU FOMA TAI PASI MORO-MORO FO MAKU GISE yang artinya kurang lebih

adalah semua nelayan adalah hamba Allah yang mencari nafkah dari harta Allah, sehingga tidak boleh ada yang disembunyikan di antara para nelayan tersebut. Ditinjau dari sosial kapital, kelembagaan di atas memberikan kekuatan tersendiri yang mendudukan para nelayan pada posisi yang sama dalam mencari nafkah. Dengan cara seperti ini telah tercipta suatu pemerataan (equity), sehingga tidak ada yang tumbuh cepat dan tidak ada pula yang “ketinggalan kereta”. Kelembagaan seperti ini sangat efektif dalam membina dan memperkokoh sosial kapital diantara mereka, dan ternyata sosial kapital ini telah terbangun selama berabad-abad, dan telah terbukti sangat ampuh dalam menghadapi berbagai gejolak perekonomian, pengaruh politik maupun pengaruh paham eksternal lainnya seperti yang dialami pada zaman penjajah (Mansyur, 1999).

Selain Dolabololo, kelembagaan Dibo-dibo dikenal sebagai pedagang yang berperan dalam mengumpulkan hasil tangkapan ikan yang kemudian dijual ke pasar. Dibo-dibo memberikan keperluan nelayan sebelum mereka melaut, dapat berupa bahan makanan, umpan, maupun kebutuhan lainnya yang dibutuhkan oleh nelayan dalam mencari ikan. Hasil tangkapan mereka akan dijual kepada Dibo-dibo yang telah menunggu kedatangan para nelayan ditempat berlabuh.

(36)

Keragaman kelembagaan perikanan yang ada di Kepulauan Morotai mestinya menjadi suatu kekuatan yang dapat mengelola potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakatnya. Nilai-nilai budaya dari kelembagaan perikanan lokal yang digambarkan sebelumnya sudah harus ditransformasi kedalam kelembagaan perikanan yang formal seiring dengan hilangnya peranan kelembagaan lokal tersebut, sehingga pola kelembagaan perikanan di Kepulauan Morotai baik unsur kelembagaan pemerintah daerah, kelembagaan pengusaha (swasta), dan kelembagaan nelayan yang dikelolah dengan menggunakan manajemen moderen tidak luput dari nilai-nilai budaya lokal tersebut. Hal ini penting karena dengan nilai-nilai kelembagaan yang sudah melembaga di masyarakat akan menjadi lebih mudah diaplikasi dengan menggunakan manajemen organisasi yang moderen. Diketahui bahwa saat ini kelembagaan lokal yang digambarkan di atas tidak lagi berperan dalam mengelola sumberdaya perikanan di Kepulauan Morotai, untuk itu maka dalam penelitian ini fokus kajian kelembagaan dilakukan untuk melihat pola kelembagaan pemerintah daerah, pengusaha dan nelayan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang.

Dengan karakteristik wilayah pulau-pulau kecil, selama ini pemanfaatan sumber daya alam di Kepulauan Morotai tidak didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai. Prasarana dan sarana transportasi darat misalnya, saat ini belum dapat menghubungkan antara ke tiga kecamatan di Pulau Morotai, di antaranya Kecamatan Morotai Utara dengan Morotai Selatan, serta antara Morotai Utara dengan Morotai Selatan Barat, sehingga proses perdagangan antar wilayah di Kepulauan Morotai tidak berjalan sebagaimana mestinya karena mempunyai biaya transpor yang mahal. Begitu juga kondisi prasarana dan sarana transportasi laut, saat ini memiliki aksesibiltas antar pulau yang rendah karena didominasi oleh perahu nelayan dan perahu-perahu ukuran kecil.

(37)

(illegal fishing) di perairan Kepulauan Morotai yang dilakukan oleh nelayan asing dari Negara Fhillipina dan Taiwan.

Ketimpangan prasarana dan sarana sosial ekonomi di Kepulauan Morotai merupakan salahsatu problem mendasar yang dialami oleh masyarakat di Kepulauan Morotai. Dengan karakteristik wilayah kepulauan yang terpencar, keberadaan prasarana dan sarana sosial ekonomi terasa begitu penting untuk menunjang aktivitas perekonomian masyarakat. Selama ini, interkoneksitas antar pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai memiliki hubungan yang buruk, aksesibilitas terjadi dalam satu arah ke pusat pelayanan. Desa Daruba merupakan pusat pelayanan dalam berbagai aktivitas sosial ekonomi di Kepulauan Morotai, dengan hubungan antar wilayah yang terpusat menyebabkan kegiatan sosial ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat di Kepulauan Morotai mengalami inefisiensi (high cost).

Berdasarkan pada kondisi sumberdaya alam, sosial ekonomi masyarakat Kepulauan Morotai seperti dikemukakan di atas, memberikan indikasi bahwa wilayah Kepulauan Morotai memiliki potensi sumberdaya alam yang besar, namun pengelolaan yang belum optimal mengakibatkan wilayah tersebut menjadi wilayah yang tertinggal. Pada Tabel 1 digambarkan kondisi sosial ekonomi wilayah di Provinsi Maluku Utara, ditampilkan sebagai gambaran terjadinya ketimpangan pembangunan antara wilayah.

(38)

Tabel 1. Perbandingan Relatif Kinerja Perekonomian Wilayah di Provinsi Maluku Utara

Maluku Utara

Kota Ternate

Halmahera Utara

Halmahera Barat

Halmahera Tengah

Halmahera Selatan

Halmahera Timur

Kepulauan Sula

Kota Tidore

Kont sekt prim thdp PDRB (%) (2000) 40.89 14.78 41.68 39.09 72.30 40.01 62.99 36.47 53.26

Kont sekt prim thdp PDRB (%) (2002) 41.17 14.67 42.12 38.99 73.64 42.59 65.21 38.24 55.57

Kont sekt prim thdp PDRB (%) (2004) 40.58 14.37 41.43 39.88 76.93 44.94 69.24 39.72 58.21

Kont sekt tersier thdp PDRB (%) (2000) 41.44 73.51 33.90 36.85 22.69 35.43 29.30 37.37 38.11

Kont sekt tersier thdp PDRB (%) (2002) 40.88 73.59 33.02 38.20 22.84 35.88 29.28 37.60 37.93

Kont sekt tersier thdp PDRB (%) (2004) 41.84 74.26 34.10 39.91 25.52 39.12 31.94 41.08 41.21

Tingkat Pertumbuhan (%) (2002) 2,44 2,80 3,41 1.39 1.67 3.25 2.39 3.49 2.40

Tingkat Pertumbuhan (%) (2004) 4,70 5,54 3,35 2.60 5.27 5.68 5.52 5.41 5.71

PDRB per-kapita (Rp) (2002) 2.479.694 1.475.531 2.243.887

PDRB per-kapita (Rp) (2004) 2.472.538 1.597.590 2.121.146 2.085.094 5.250.299 2.501.404 3.418.064 2.147.840 2.737.499

Jumlah penduduk (jiwa) (2004) 869.235 151.152 171.738 94.645 37.706 180.752 56.819 125.987 82.053

IPM (2002) 65.8 - - -

IPM (2004) 66.4 73.4 64.9 64.6 66.1 64.9 65.0 65.0 65.2

Peringkat IPM (2004) 26 1 7 8 2 6 4 5 3

(39)

1.2 Perumusan Masalah

Orientasi pembangunan pada masa lalu sering bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi makro serta program pembangunan yang selalu terfokus pada wilayah-wilayah daratan (mainland) dan pusat pemerintahan (pusat pertumbuhan) mengakibatkan terjadi kesenjangan antara pulau besar, pusat pemerintahan, dan wilayah perkotaan dengan pulau kecil, wilayah pulau terluar, dan wilayah perdesaan. Selain itu perhatian pada pulau-pulau kecil terluar dan kawasan perbatasan selama ini selalu menekankan pada pendekatan keamanan (security approach) dibandingkan dengan pendekatan kesejateraan (prosperity approach).

Kondisi seperti di atas menjadikan wilayah pulau-pulau kecil di Kabupaten Halmahera Utara yakni pada gugusan Kepulauan Morotai menjadi wilayah yang kurang disentuh oleh dinamika pembangunan, sehingga mengakibatkan sumber daya yang dimiliki oleh wilayah pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai belum dapat dikelola secara optimal, hal tersebut dapat kita lihat pada pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang yang menjadi komoditas andalan masyarakat di Kepulauan Morotai yang masih bertumpu pada sektor primer.

Pengembangan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor, salahsatu faktor penting adalah keunggulan komoditas pada sektor/ sub sektor pembangunan, di Halmahera Utara umumnya dan Kepulauan Morotai khususnya terdapat tiga komoditas utama yang diusahakan oleh masyarakat, yaitu perikanan cakalang, perkebunan kelapa, dan hasil hutan (kayu gelondongan). Namun komoditas/ sub sektor ini masih mempunyai share yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Halmahera Utara. Untuk itu komoditas/ sub sektor ini perlu dianalisis untuk melihat sektor yang menjadi basis wilayah serta mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, sehingga pengembangan komoditas atau sektor/ sub sektor unggulan dapat berpengaruh positif terhadap perkembangan wilayah.

(40)

wilayah dan hirarki/ kapasitas pelayanan perikanan tangkap menjadi hal yang penting sehingga perencanaan pengembangan sub sektor perikanan dapat mempunyai orientasi wilayah yang jelas sekaligus dapat berfungsi sebagai pusat untuk mengembangkan wilayah dengan berbasis sumber daya perikanan.

Komoditas cakalang merupakan salahsatu usaha utama masyarakat di Kepulauan Morotai, sehingga usaha perikanan ini sangat menentukan tingkat kehidupan masyarakat dan pengembangan wilayah tersebut. Namun selama ini usaha pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan apalagi mengembangkan wilayah Kepulauan Morotai, padahal wilayah ini mempunyai potensi sumber daya perikanan cakalang yang besar, untuk itu maka kajian pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang di Kepulauan Morotai sangat dibutuhkan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan saat ini, potensi lestari, dan prospek pemanfaatan di masa yang akan datang.

Pada aspek kelembagaan, selama ini pengaturan pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang di Kepulauan Morotai menunjukan kurangnya dukungan kelembagaan formal (aturan dan organisasi), baik pada pengaturan produksi, konservasi, keuangan, pemasaran, dan keamanan. Di sisi lain kelembagaan lokal juga telah mengalami degradasi nilai sekaligus kehilangan peranannya di masyarakat, sehingga pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang belum optimal dan masih berada pada sektor primer dengan karakteristik usaha yang masih tradisional. Di samping itu di perairan Kepulauan Morotai sering terjadi illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan asing, hal ini memberikan indikasi bahwa ada kelemahan dalam penerapan aturan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan perbatasan antar negara.

(41)

Dengan itu maka, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan cakalang serta mengembangkan wilayah Kepulauan Morotai Kabupaten Halmahera Utara diperlukan kajian pada aspek-aspek penting seperti kajian sektor/sub sektor yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah, analisis pusat atau hirarki kapasitas pelayanan sub sektor perikanan, networking antar pulau, serta kajian pemanfaatan sumber daya perikanan komoditas cakalang dan kelembagaannya.

Dari uraian-uraian di atas maka dirumuskan permasalahan pokok yang perlu diteliti adalah :

1. Sektor/sub sektor apa yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif untuk pengembangan wilayah di Kepulauan Morotai Halmahera Utara ?

2. Bagaimana pusat (hirarki kapasitas) pelayanan perikanan tangkap dan pusat pelayanan desa di Kepulauan Morotai Halmahera Utara ?

3. Bagaimana pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang oleh nelayan di Kepulauan Morotai Halmahera Utara ?

4. Bagaimana pola kelembagaan pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kepulauan Morotai Halmahera Utara ?

5. Bagaimana networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai Halmahera Utara ? 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tujuan penelitian adalah untuk :

1. Menganalisis sektor/sub sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif di Kepulauan Morotai Halmahera Utara.

2. Menganalisis pusat (hirarki kapasitas) pelayanan perikanan tangkap dan pusat pelayanan desa di Kepulauan Morotai Halmahera Utara.

3. Menganalisis pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang oleh nelayan di Kepulauan Morotai Halmahera Utara.

4. Mengkaji pola kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kepulauan Morotai Halmahera Utara.

(42)
(43)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Wilayah 2.1.1. Konsep Wilayah

Di Indonesia berbagai konsep nomenklatur kewilayahan seperti ”wilayah”, ”kawasan”, ”daerah”, ”regional”, ”area”, dan istilah-istilah sejenis, banyak dipergunakan dan saling dipertukarkan pengertiannya walaupun masing-masing memiliki bobot penekanan pemahaman yang berbeda-beda. Inkonsistensi istilah tersebut kadang menyebabkan kerancuan pemahaman dan sering membingungkan. Secara teoritik tidak ada perbedaan nomenklatur antara istilah wilayah, kawasan dan daerah. Semuanya secara umum dapat diistilahkan dengan wilayah (region). Penggunaan istilah kawasan di Indonesia digunakan karena adanya penekanan fungsional suatu unit wilayah. Karena itu defenisi konsep kawasan adalah adanya karakteristik hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah, sehingga batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Dengan demikian, setiap kawasan atau sub kawasan memiliki fungsi-fungsi khusus yang tentunya memerlukan pendekatan program tertentu sesuai dengan fungsi yang dikembangkan tersebut (Rustiadi et al. 2005).

Secara yuridis dalam Undang-Undang No. 24/92 dalam Rustiadi et al. (2005), tentang Penataan Ruang, pengertian ”wilayah” adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Sedangkan pengertian ”kawasan” adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya. Sementara itu, pengertian ”daerah” walaupun tidak disebutkan secara eksplisit namun umumnya dipahami sebagai unit wilayah berdasarkan aspek administrasi. Isard dalam Rustiadi et al. (2005), menganggap pengertian suatu wilayah pada dasarnya bukan sekedar area yang memiliki arti (meaningfull) karena adanya masalah-masalah yang ada di dalamnya, ahli regional memiliki interest di dalam menangani permasalahan tersebut, khususnya karena menyangkut permasalahan sosial ekonomi.

(44)

wilayah: (1) wilayah formal, merupakan tempat-tempat yang memiliki kesamaan-kesamaan karakteristik, dan (2) wilayah fungsional atau nodal, merupakan konsep wilayah dengan menekankan kesamaan keterkaitan antar komponen atau lokasi/ tempat. Dengan cara yang lain Murty dalam Rustiadi et al. (2005), mendefinisikan wilayah sebagai sebagai suatu area geografis, teritorial atau tempat, yang dapat berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik (kabupaten), dan perdesaan. Tapi suatu wilayah pada umumnya tidak sekedar merujuk suatu tempat atau area, melainkan merupakan suatu kesatuan ekonomi, politik, sosial, administrasi, iklim hingga geografis, sesuai dengan tujuan pembangunan atau kajian.

Keragaman dalam mendefenisikan konsep wilayah terjadi karena perbedaan dalam permasalahan ataupun tujuan pengembangan wilayah yang dihadapi. Kenyataannya tidak ada konsep wilayah yang benar-benar diterima secara luas. Para ahli cenderung melepaskan perbedaan-perbedaan konsep wilayah terjadi sesuai dengan fokus masalah dan tujuan-tujuan pengembangan wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2005), kerangka klasifikasi konsep wilayah yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Gambar 1 mendeskripsikan sistematika pembagian dan keterkaitan berbagai konsep-konsep wilayah.

Sebagai alat deskripsi, konsep pewilayahan sebagaimana dijelaskan di dalam Rustiadi et al. (2005), Gambar 1, konsep pewilayahan adalah bagian dari konsep-konsep alamiah, yakni sebagai alat mendeskripsikan hal-hal yang terjadi secara alamiah di dalam kehidupan. Di sisi lain, konsep pewilayahan juga merupakan alat untuk perencanaan/pengelolaan (konsep non alamiah). Pewilayahan digunakan sebagai alat untuk mengelola dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan, melalui pengelolaan sumberdaya dengan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan karakteristik secara spasial.

Secara konseptual wilayah dapat dibedakan menjadi :

(45)

diidentifikasikan berdasarkan faktor pencirinya yang menonjol di wilayah tersebut. Konsep land cover salah satu cara termudah atau tercepat di dalam pewilayahan homogen. Konsep wilayah homogen lebih menekankan aspek homogenitas (kesamaan) dalam kelompok dan memaksimumkan perbedaan (kompleksitas, varians, ragam) antar kelompok tanpa memperhatikan bentuk hubungan fungsional (interaksi) antar wilayah-wilayahnya atau antar komponen-komponen di dalamnya.

Gambar 1. Sistematika konsep-konsep wilayah (Rustiadi et al. 2005).

Umumnya disusun / dikembangkan berdasarakan :

™Konsep homogen / fungsional : KSP, KATING dan sebagainya

™Administrasi – politik : propinsi, Kabupaten, Kota

Konsep Alamiah

Umumnya disusun / dikembangkan berdasarakan :

™Konsep homogen / fungsional : KSP, KATING dan sebagainya

™Administrasi – politik : propinsi, Kabupaten, Kota Wilayah

Umumnya disusun / dikembangkan berdasarakan :

™Konsep homogen / fungsional : KSP, KATING dan sebagainya

™Administrasi – politik : propinsi, Kabupaten, Kota

Konsep Alamiah

Konsep Non Alamiah

Klasifikasi

Konsep

Wilayah

(46)

Berdasarkan struktur komponen-komponen yang membentuknya, konsep sistem wilayah dapat dipilah atas wilayah sistem sederhana (dikotomis) dan sistem kompleks (non dikotomis). Sistem sederhana adalah sistem yang bertumpu atas konsep ketergantungan atau keterkaitan antara dua bagian atau komponen wilayah. Konsep-konsep wilayah nodal, kawasan perkotaan-perdesaan, kawasan budidaya-non budidaya, adalah contoh dari konsep wilayah sistem sederhana (model dikotomis).

Sedangkan konsep wilayah sebagai suatu sistem kompleks mendiskripsikan wilayah sebagai suatu sistem yang bagian-bagiannya (komponen-komponen) di dalamnya bersifat kompleks. Wilayah sistem kompleks memiliki jumlah/kelompok unsur penyusun serta struktur yang lebih rumit. Setidaknya termasuk di dalam konsep-konsep wilayah sistem kompleks adalah wilayah sebagai (1) sistem ekologis (ekosistem), (2) sistem sosial, dan (3) sistem ekonomi.

c. Wilayah Administratif-Politik, yaitu konsep wilayah yang didasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada pada suatu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu. Wilayah administrasi berada dalam batas-batas pengelolaan administrasi/tatanan politis tertentu seperti negara, provinsi, kabupaten, kecamatan, dan kelurahan/desa.

(47)

2.1.2. Teori Lokasional dan Sektor Basis

Pemahaman tentang bagaimana keputusan mengenai lokasi mutlak diperlukan bila membahas kegiatan pada ruang dan menganalisa bagaimana suatu wilayah tumbuh dan berkembang. Keputusan mengenai lokasi yang diambil oleh unit-unit pengambilan keputusan akan menentukan struktur tata ruang wilayah yang terbentuk. Unit-unit pengambilan keputusan dalam penentuan lokasi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) rumah tangga; (2) perusahan; dan (3) pemerintah. Setiap unit pengambil keputusan mempunyai kepentingan sendiri berdasarkan aktivitas ekonomi yang dilakukan. Aktivitas ekonomi rumah tangga adalah (a) penjualan jasa tenaga kerja dan (b) konsumsi; aktivitas perusahaan meliputi (a) pengumpulan input, (b) proses produksi dan (c) proses pemasaran, dengan tujuan memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Sementara itu pemerintah disamping mempunyai peran melindung kepentingan masyarakat juga bertindak sebagai locator dari berbagai aktivitas yang ditanganinya seperti penentuan lokasi sebagai sarana dan fasilitas pelayanan umum.

Untuk mengetahui kecenderungan potensi keunggulan suatu komoditas disuatu lokasi tertentu, analisis yang sering digunakan adalah analisis basis ekonomi yaitu Location Quotient Analysis (LQ). Metode LQ secara umum merupakan metode analisis yang digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan atau basis suatu aktivitas. Di samping itu, LQ juga digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah.

(48)

jumlah hasil produksi yang dipilih. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor (Shukla, 2000).

Sejalan dengan hal diatas menurut Blakely (1994), analisis LQ ini merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis lain yaitu Shift Share Analysis (SSA). Shift share analysis merupakan salah satu analisis yang berfungsi untuk memahami pergeseran struktur suatu aktivitas di atau sektor di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi wilayah yang lebih luas dalam dua titik tahun. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas.

Hasil analisis shift-share mampu menjelaskan performance suatu aktivitas atau sektor di suatu wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah total serta memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas di suatu wilayah. Sebab-sebab yang dimaksud dibagi menjadi tiga bagian yaitu; (a) sebab yang berasal dari dinamika lokal (sub wilayah), (b) sebab dari dinamika aktivitas/sektor dari total wilayah dan (c) sebab dari dinamika wilayah secara umum. Secara umum gambaran kinerja seperti yang disebutkan di atas, dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis yaitu: (1) Komponen Laju Pertumbuhan Total atau Komponen Share, yang menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. (2) Komponen Pergeseran Proporsional, yang menjelaskan pertumbuhan total aktivitas atau sektor tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor atau aktivitas total wilayah dan (3) Komponen Pergeseran Diferensial, yang menggambarkan tingkat competitiveness suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor atau aktivitas tersebut dalam wilayah.

(49)

kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah karena kegiatan basis. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal).

Lebih lanjut menurut Tarigan (2004), mengatakan bahwa semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan/ sektor service atau pelayanan, tetapi untuk tidak menciptakan pengertian yang keliru tentang arti service disebut saja sektor nonbasis. Sektor nonbasis (service) adalah untuk memenuhi kebutuhan lokal. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh karena itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian, sektor ini terkait terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan di atas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah adalah sektor basis.

2.1.3. Sistim Struktur/Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan

(50)

mengidentifikasi jumlah dan jenis fasilitas tertentu dan sebagainya. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan menjadi pusat atau mempunyai hirarki lebih tinggi (Panuju et al. 2005).

Menurut Richardson (2001), suatu ciri umum dari daerah-daerah nodal adalah bahwa penduduk kota tidaklah bersebar secara merata di pusat-pusat yang sama besarnya, tetapi bersebar di antara pusat-pusat yang besarnya berbeda-beda dan secara keseluruhan membentuk suatu hirarki perkotaan (urban hierarchy). Penyebab pokok dari perkembangan seperti ini adalah lebih efisiennya menyuplai barang dan jasa tertentu dari pusat-pusat yang lebih kecil sedangkan barang dan jasa lainnya lebih efisien kalau disuplai di pusat-pusat yang lebih besar. Akan tetapi, jika hirarki itu sudah terbentuk maka kita akan menyaksikan dominannya pusat-pusat yang lebih besar dan mengutubnya arus fenomena ekonomi yang menyifatkan daerah-daerah nodal.

Menurut Djoyodipuro (1992), teori tempat sentral diperkenalkan pada tahun 1933 oleh Walter Christaller, yang dikenal dengan Central Place Theory. Teori ini menerangkan hirarki aktifitas jasa dari tingkat yang paling bawah yang terdapat di kota kecil hingga kota besar. Kota besar memiliki banyak ragam jenis kegiatan jasa dengan skala besar dan makin kecil sebuah kota maka akan makin sedikit pula ragam kegiatan jasa dan makin kecil skala pelayanannya. Sejalan dengan hirarki jasa yang dimiliki, maka akan diperoleh suatu susunan hirarki berbagai kota pusat kegiatan di suatu daerah.

Setiap kegiatan pelayanan dari tempat sentral mempunyai batas ambang penduduk dan jangkauan pasar. Batas ambang penduduk atau treshold population adalah jumlah penduduk minimum yang dibutuhkan untuk dapat mendukung suatu penawaran jasa pelayanan. Jika jumlah penduduk di bawah batas ambang tersebut, maka kegiatan pelayanan dari sektor yang dimaksud tidak akan dapat disediakan. Jangkauan pasar atau market range suatu aktifitas jasa adalah jarak yang rela ditempuh seseorang untuk mendapatkan jasa yang dibutuhkannya. Apabila jarak tempuh semakin jauh, maka konsumen akan memilih alternatif lain yang lebih terjangkau untuk memperoleh jasa yang sama.

(51)

1. Daerah yang bersangkutan merupakan daerah yang sama datar dengan penyebaran sumberdaya alam dan penduduk yang terdistribusi merata.

2. Penduduk tersebut memiliki mata pencaharian yang sama, seperti bertani. Konsep dasar dari teori tempat sentral yang dikembangkan oleh Christaller tersebut adalah sebagai berikut:

1. Wilayah yang dilayani oleh tempat sentral adalah wilayah komplementer bagi tempat sentral.

2. Tempat sentral mempunyai kegiatan sentral, yaitu yang melayani wilayah terluas yang disebut tempat sentral orde tertinggi, sedangkan tempat sentral yang melayani wilayah lebih kecil disebut tempat sentral orde rendah.

3. Batas pelayanan dari setiap kegiatan sentral digambarkan sebagai batas jangkauan dari komoditi tersebut.

4. Permintaan terhadap komoditi dari tempat sentral tersebut, tergantung secara timbal balik pada distribusi dan variasi kondisi sosial-ekonomi penduduk serta konsentrasi penduduk di setiap tempat sentral.

5. Permintaan terhadap kegiatan di tempat sentral tergantung pada jarak dan usaha konsumen untuk memperoleh komoditi tersebut. Diasumsikan bahwa permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang hingga mencapai titik nol untuk setiap pertambahan jarak dari tempat sentral.

August Losch yang dikutip oleh Peter E. LIoyd et al. (1977), membuat pengaturan hirarki pusat-pusat lebih fleksibel dibandingkan Christaller. Losch berpendapat bahwa market area tidak hanya terjadi pengaturan 3, 4, atau 7 (dalam skema Christaller) tetapi masih memungkinkan terjadi lebih banyak market area dalam suatu jaringan, sehingga menurut Losch tidak ada alasan mengapa market area dikaitkan dengan pusat-pusat produksi, bersifat kaku seperti yang diungkapkan oleh Christaller. Lebih lanjut menurut Losch pusat-pusat market area dibagi menjadi sektor kota kaya (city rich) dan kota miskin (city poor). Sektor kaya mempunyai karakteristik: memiliki jaringan market area lebih luas, aktivitasnya banyak sehingga ordenya lebih tinggi sedangkan kota miskin sebaliknya.

(52)

usaha minimal. Usaha tersebut dilakukan dengan cara memaksimumkan jumlah perusahaan yang beroperasi di dalam pasar dan meminimumkan biaya transportasi secara keseluruhan. Dengan menggunakan asumsi yang sama tetapi pendekatan yang berbeda, Christaller dan Losch menurunkan hirarki urban yang berbeda. Dalam skema hirarki Christaller terdiri dari serangkaian tingkatan diskrit dimana satu pusat menghasilkan campuran barang-barang yang sama dengan pusat lain pada tingkat hirarki yang sama. Sebaliknya pada skema Losch, kombinasi fungsi dan pusat hirarki tidaklah sama. Skema Losch memberikan terjadinya spesialisasi produksi di central place sedangkan Christaller tidak, kecuali jika setiap level hirarki dibedakan oleh marginal barang berhirarki spesifik. Disamping itu model Losch juga lebih fleksibel dan lebih komprehensif dibandingkan Christaller. Ada dua konsekuensi penting dari model landscape Losch, yaitu yang berhubungan dengan implikasi pengaturan sektoral pada pergerakan dan yang berimplikasi terhadap distribusi populasi.

Richardson (2001), menyimpulkan bahwa menurut Teori Tempat Sentral (central palce theory) fungsi pokok suatu pusat kota adalah sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakangnya (daerah komplementer), menyuplainya dengan barang-barang dan jasa sentral seperti jasa eceran, perdagangan, perbankan dan profesional, fasilitas pendidikan, hiburan, kebudayaan, dan jasa-jasa pemerintah kota.

Rustiadi et al. (2005), mengemukakan dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa, konsumen bergerak menuju pusat terdekat. Begitu juga halnya dengan pergerakan barang. Barang berorder lebih rendah yang dihasilkan oleh sejumlah pusat yang juga berorder rendah cenderung bergerak dengan jarak tempuh pendek, sedangkan pergerakan barang berorder tinggi dicirikan dengan jarak yang lebih panjang. Dengan kata lain jarak yang ditempuh untuk memperoleh barang-barang dilokasi pusat berhubungan langsung dengan order barang.

2.2. Pulau-Pulau Kecil

2.2.1. Pengertian dan Klasifikasi Pulau-Pulau Kecil

(53)

Hydrological Programme IHP-III UNESCO, tentang definisi pulau-pulau kecil pada awalnya beberapa Negara Pasifik dalam pertemuan CSC tahun 1984 menetapkan pembatasannya adalah 5.000 km2 (Lumbangaol, 2002).

Definisi pulau-pulau kecil yang dianut secara nasional sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 jo Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 67/2002 adalah pulau yang berukuran kurang atau sama dengan 10.000 Km2 dengan jumlah penduduk kurang atau sama dengan 200.000 jiwa. Lebih lanjut dikatakan bahwa; a) Secara ekologis terpisah dari pulau induk (Mainland Island), memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga bersifat insular. b) Mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi. c) Tidak mampu mempengaruhi hidroklimat. d) Daerah tangkapan air (Catchment Area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen akan masuk ke laut dan e) Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya. Sedangkan menurut Brookfield dalam Abubakar (2004), pulau-pulau kecil adalah pulau yang luasnya sekitar 1.000 km2 dan berpenduduk lebih kecil dari 100.000 orang. Batasan ini digunakan di Jepang (Nakajima dan Machida dalam Abubakar (2004).

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar pasal 1 ayat 1 huruf b adalah Pulau-pulau kecil terluar adalah pulau dengan luas area kurang atau sama dengan 2000 km2 yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.

(54)

1. Pulau Benua (Continental Island), tipe batuan kaya akan silica. Biota yang terdapat pada tipe ini, sama dengan yang terdapat di dataran utama.

2. Pulau Vulkanik (Volcanic Island), terbentuk dari kegiatan gunung berapi, yang timbul perlahan-lahan dari dasar laut ke permukaan. Tipe batuan dari pulau ini adalah basalt, silica (kadar rendah).

3. Pulau Karang Timbul (Roised Coral Island), terbentuk dari terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut karena proses geologi. Jika proses berlangsung terus, maka karang yang timbul ke permukaan laut berbentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan.

4. Pulau Daratan Rendah (Low Island), adalah pulau dimana ketinggian daratannya dari muka laut rendah. Pulau-pulau dari tipe ini, paling rawan terdapat bencana alam, seperti angin topan dan gelombang tsunami.

5. Pulau Atol (Atolls), adalah pulau karang tebentuk cincin. Pada umumnya adalah pulau vulkanik yang ditumbuhi oleh terumbu karang yang berbentuk fringing reef, kemudian berubah menjadi barrier reef, dan akhirnya menjadi pulau atol. Hehanussa (1993) dalam Maanema (2003), membuat klasifikasi pulau-pulau kecil di Indonesia berdasarkan morfologi dan genesis pulau sebagai berikut : (1) Pulau berbukit, dan (2) Pulau darat. Pulau berbukit terdiri dari: Pulau Vulkanik, Pulau Tektonik, Pulau Teras Terangkat, Pulau Petabah (monadnock), dan Pulau Gabungan. Sedangkan Pulau darat terdiri dari : Pulau Aluvium, Pulau Koral, dan Pulau Atol yang memiliki luas daratan lebih kecil dari 50 km2, misalnya pulau-pulau di kepulauan Takabonarate, yang lebarnya kurang dari 150 m dengan panjang antara 1000 hingga 2000 m. Selanjutnya Ongkosongo (1998), lebih menekankan pada proses terbentuknya pulau tersebut, antara lain :

1. Penurunan muka laut, contohnya: P. Akat, P. Sekikir, P. Abang Besar di Kepulauan Riau.

2. Kenaikan muka laut, contohnya: Kepulauan Lingga, P. Batam, P. Karimun Kecil, juga di Kepulauan Riau.

(55)

5. Amblesan daratan, contohnya: P. Digul. 6. Erosi, contohnya: P. Popole di Jawa Barat.

7. Sedimentasi, contohnya: pulau-pulau di Segara Anakan, P. Bengkalis. 8. Volkanisme, contohnya: P. Krakatau, P. Ternate, P. Manado Tua.

9. Biologi, biota terumbu karang dan biota asosiasinya, contohnya: pulau-pulau di Kepulauan Seribu.

10. Biologi, biota lain (mangrove, lamun, dan lain-lain) contohnya: P. Karang Anyar, P. Klaces, dan P. Mutean di Segara Anakan.

11. Pengangkatan daratan, contohnya: P. Manui di Sulawesi.

12. Buatan Manusia, contohnya: lapangan udara Kansai Osaka Jepang. 13. Kombinasi berbagai proses, contohnya: P. Raput.

Menurut Brookfield dalam Bengen (2002c), karakter lain dari pulau-pulau kecil, adalah pulau-pulau tersebut sangat rawan terhadap pengaruh-pengaruh perubahan iklim jangka panjang sebagai konsekuensi bertambahnya gas CO2 dan gas-gas lain ke udara. Terutama pulau–pulau karang, sangat mudah rusak dan rentan terdapat kenaikan permukaan air laut.

Menurut Bengen (2000) disebutkan bahwa lingkungan pulau-pulau kecil bersifat rapuh sebab setiap gangguan pada satu bagian ekosistem pulau akan meningkatkan gema pengaruh pada bagian hulu (down-stream) ekosistem tersebut. Sebagai contoh, pembukaan hutan penutup akan menyebabkan kemerosotan tanah dan fauna, meningkatkan erosi tanah, sedimentasi dan konsukuensinya akan memberi dampak negatif terhadap sumberdaya alam di perairan laut sekitarnya.

(56)

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Pulau Kecil, Pulau Besar, dan Benua.

Pulau Kecil Pulau Besar Benua

Karateristik Geografis

2.2.2. Potensi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil

(57)

selain, memberikan arus barang dan jasa yang bernilai tinggi, juga memberikan manfaat non-konsumtif yang tak ternilai harganya (Fauzi, 2003).

Potensi sumberdaya di pulau kecil akan tergantung pada proses terbentuknya pulau serta posisi atau letak pulau tersebut, sehingga secara geografis pulau-pulau tersebut memiliki informasi struktur yang berbeda, dan dalam proses selanjutnya pulau-pulau tersebut juga akan memiliki kondisi spesifik dan spesifik endemik serta keanekaragaman yang tipikal (Bengen, 2000a).

Ekosistem pulau-pulau kecil menyimpan banyak potensi yang mempunyai nilai-nilai ekonomis tinggi, seperti tangkapan ikan, terumbu karang, mangrove, plasma nutfah dari biota-biota laut serta objek wisata yang selama ini terabaikan. Kekhawatiran ini semakin besar, akibat perkembangan akhir-akhir ini yaitu semakin meningkatnya pengrusakan lingkungan, rawannya keamanan dan semakin meningkatnya penyeludupan serta punahnya biota-biota laut (Witoelar, 2000).

Secara umum, sumberdaya alam di kawasan pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya yang tidak dapat pulih (non-renewable resources) dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan (environmental services). Sumberdaya yang dapat pulih terdiri dari berbagai jenis ikan, plankton, benthos, moluska, krustaseae, mamalia laut, rumput laut (seaweeds), lamun (seagrass), mangrove, dan terumbu karang. Sedangkan sumberdaya yang tidak dapat pulih, meliputi minyak bumi dan gas, mineral, bahan tambang/galian seperti biji besi, pasir, timah bauksit serta bahan tambang lainnya. Sedangkan yang termasuk jasa-jasa lingkungan adalah pariwisata bahari dan perhubungan laut yang merupakan potensi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat sekitar maupun pendapatan daerah dan nasional. Kemudian pada wilayah pulau-pulau kecil juga mempunyai potensi energi kelautan yang bersifat non exhaustive (tak pernah habis) seperti energi angin, gelombang, pasang surut dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion).

(58)

atas, pulau-pulau kecil juga memiliki ekosistem darat yang dapat dikembangkan pada berbagai bidang, seperti : pertanian, perkebunan dan peternakan.

Selain segenap potensi pembangunan tersebut di atas, ekosistem pulau-pulau kecil juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan bukan saja bagi kesinambungan ekonomi, tetapi juga bagi kelangsungan hidup manusia. Hal paling utama adalah fungsi dan peranan ekosistem pesisir dan lautan di pulau-pulau kecil sebagai pengatur iklim global, siklus hidrologi dan bio-geokimia, menyerap limbah, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di darat. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut harus diiringi dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung optimal dan berkelanjutan (Dahuri, 1998). 2.2.3. Pengembangan dan Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Relatif Kinerja Perekonomian Wilayah di Provinsi Maluku Utara
Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Pulau Kecil, Pulau Besar, dan Benua.
Gambar 3. Diagram struktur tradisoinal dalam wilayah pesisir (Anwar, 2002).
Gambar 4.  Pendekatan Kajian  Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil di Kepulauan Morotai Halmahera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

tugasnya sehingga tidak menggantungkan permasalahan yang dihadapi kepada teman dalam kelompoknya. 3) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua

Rendahnya kerapatan jenis pada stasiun disebabkan oleh sedikitnya jumlah jenis yang mampu beradaptasi terhadap faktor lingkungan dan memiliki kedalaman yang tinggi

Pada penelitian ini, akan digunakan metode ultrasonik- milling dalam proses pembuatan nanopartikel silika.. Menurut Sidqi (2011),

evidence peserta didik yang sesuai dengan kompetensi dan akan dijadikan

Skripsi berjudul Peningkatan Keterampilan Membaca Permulaan Pada Siswa Bustanul Athfal Aisyiyah Sumbersari Semester Dua Melalui Media Kartu Bermain Tahun Pelajaran 2014/2015,

Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat fanatik dengan perilaku agresi pada remaja suporter sepak bola bonek di kecamatan tambaksari

Dalam perencanaan pembelajaran guru di SMPLB- BCD menyusun silabus dan RPP yang dibuat guru untuk menyampaikan materi PAI disesuaikan dengan kondisi siswa, karena selain