SKRIPSI
PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN
DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK
KAJIAN RISIKO
Oleh
INNIKE SINTAWATIE M
F241010362006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN
DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK
KAJIAN RISIKO
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
INNIKE SINTAWATIE M
F24101036
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN
DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK
KAJIAN RISIKO
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
INNIKE SINTAWATIE M
F24101036
Dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1982
Di Ngawi, Jawa Timur
Tanggal lulus : 14 Februari 2006
Menyetujui
Bogor, Februari 2006
Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. Dr. Ir. Roy A Sparringa, M. App.Sc.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Innike Sintawatie M. F24101036. Pengembangan Database Kontaminan Pangan Dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Kajian Risiko. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.2006.
ABSTRAK
Masalah keamanan pangan berkaitan dengan kontaminan dan penggunaan BTP merupakan suatu masalah yang sangat kompleks sehingga memerlukan kegiatan monitoring untuk menjamin bahwa pangan yang dikonsumsi merupakan pangan yang aman. Badan POM RI telah melakukan monitoring keamanan pangan, akan tetapi data-data hasil monitoring yang ada selama ini umumnya masih digunakan dalam rangka identifikasi bahaya dan belum dihimpun secara sistematis yang mudah diakses. Penelitian ini bertujuan untuk (1) membuat database kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan database BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, (2) mengidentifikasi dan memetakan jenis BTP yang telah dikumpulkan menurut kategori pangan GSFA (General Standard for Food Additives), (3) mengidentifikasi dan memetakan data kontaminan dalam pangan yang telah dikumpulkan menurut pedoman GEMS/FOOD (The Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme), dan (4) pengembangan database kontaminan pangan dan BTP di Indonesia untuk kajian risiko.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD, pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, klasifikasi data BTP dan kontaminan, penggunaan software OPAL I untuk kontaminan pangan, identifikasi masalah, dan rekomendasi.
Hasil monitoring terhadap BTP selama tahun 2004 oleh 21 Balai/Balai Besar POM di Indonesia menunjukkan bahwa dari 11 BTP yang diijinkan untuk pangan, sebanyak tiga jenis BTP yang baru dimonitor, yakni pengawet, pemanis buatan, dan pewarna. Pada sejumlah pangan olahan masih ditemukan adanya penggunaan BTP yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan yakni benzoat, sorbat, sakarin dan siklamat. Bahkan masih ditemukan aditif ilegal yang sangat berbahaya bagi tubuh karena sifatnya yang karsinogenik, yakni boraks, formalin, rhodamin B dan metanil yellow. Sedangkan kontaminan yang dianalisis oleh PPOMN dari tahun 1999-2004 meliputi logam berat, residu pestisida, aflatoksin, nitrit, dan dioksin (2,3,7,8 TCDD). Pada sejumlah pangan segar dan semi olahan juga masih ditemukan adanya kontaminan yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan, yang paling menonjol adalah aflatoksin pada kacang tanah dan produk olahannya.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Ngawi pada tanggal 28
Desember 1982. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara pasangan Purjanto Heri Wibowo dan Farida
Setyorini. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK
Nawa Kartika Dawu pada tahun 1988 sampai tahun 1989.
Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1989-1995 di
Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Dawu. Penulis melanjutkan
sekolah di SLTP Negeri 2 Ngawi dan lulus pada tahun 1998. Kemudian pada
tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMU Negeri 2 Ngawi dan lulus
pada tahun 2001. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada Departemen Ilmu
dan Teknologi pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2001 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa IPB penulis pernah menjadi asisten pada mata
kuliah Kimia Dasar I dan Kimia Dasar II. Dalam bidang organisasi penulis
pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan
(HIMITEPA) dan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan HIMITEPA.
Akhirnya sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian, penulis melaksanakan magang di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan
Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM RI)
Jakarta. Hasil kegiatan magang telah dituangkan dalam bentuk skripsi berjudul
”Pengembangan Database Kontaminan Pangan dan Bahan Tambahan Pangan
untuk Kajian Risiko” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz MSc. dan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
hanya kepada Allah SWT, pemilik ilmu, pemberi rahmat, hidayah dan kasih
sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
”Pengembangan Database Kontaminan Pangan dan Bahan Tambahan
Pangan untuk Kajian Risiko”.
Allah SWT memberikan kemudahan bagi penulis melalui bantuan,
kesabaran, dukungan dan doa dari berbagai pihak yang selama ini selalu
menyertai penulis dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibunda dan Ayahanda tercinta atas segala dukungan, doa, kasih sayang serta
keikhlasan yang senantiasa mengalir sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, karya kecil ini kupersembahkan untuk Kalian,
2. Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan saran yang mendukung dalam
penyelesaian skripsi ini,
3. Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App. Sc. selaku dosen pembimbing lapang di
Badan POM RI yang telah bekerja keras membimbing, mengarahkan,
memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini,
Saya tidak akan melupakan jasa Bapak,
4. Prof. Dr. Ir. Winiati P. Rahayu, MS, selaku Direktur Surveilan dan
Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM RI yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan magang di Badan POM RI serta
selaku dosen penguji,
5. Drs. Siam Subagyo, Msi, selaku Kepala Bidang Pangan PPOMN yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di
PPOMN,
6. Dosen-dosen Ilmu dan Teknologi pangan yang telah memberikan ilmunya
7. Adik-adikku tersayang (Ani dan Angga) serta keluarga besar di Ngawi yang
telah memberikan kasih sayang dan doanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB,
8. Sahabatku (Dessy, Putri, Wulan, Ana, Meli, Eny, Armi, Manong, Yaya’,
Ambang) you are my best friend that i never had before, terima kasih untuk segalanya dan semoga ukhuwah kita akan tetap terjaga selamanya,
9. Teman-teman seperjuangan magang (Nur, Rini, Tami dan Ari) terima kasih
atas bantuan, dukungan dan kebersamaan kita selama 4 bulan magang di
Badan POM RI,
10. Mas Fahmi Fasah Angkotasan, terima kasih atas bantuan softwarenya,
11. Staf Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (Mas Nugi, Bu
Murni, Pak Nyoman, Pak Dedi, Mbak Ruki, Mbak Pipit, Mbak Vian, Mbak
Yanti, Teteh Yanti dll), terima kasih atas segala bantuan dan nasihatnya,
12. Arofah’s crew (Deti, Asti, Eno, Mada, Yuni, Elis, Santo’, Mia, Titin, Wira, Asri, Ai, Wiwin dan Delvia) atas kebersamaan dan kenangan indah kita,
semoga ukhuwah kita akan tetap terjaga selamanya,
13. Teman-teman satu bimbingan (Christian dan Mbak Yani) terima kasih atas
dorongan semangatnya,
14. Teman-teman satu kelompok praktikum (Hans, Tantri, Armi, Dhani) dan
teman-teman ITP 38, terima kasih atas kebersamaan dan suka duka kita
selama ini yang tidak akan terlupakan selamanya,
15. Abi dan Mbak Ana, terima kasih telah menjadi tempat curhatku selama ini,
16. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan sampai terselesainya skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi masyarakat,
bangsa dan negara. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Februari 2006
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN... vii
DAFTAR ISTILAH ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG... 1
B. TUJUAN ... 3
C. MANFAAT ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. KONSEP ANALISIS RISIKO... 4
B. SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU ... 12
C. DATABASE PENYEDIA INFORMASI... 16
D. KAJIAN PAPARAN BAHAN KIMIA ... 17
E. PROGRAM GEMS/FOOD ... 25
F. GSFA (GENERAL STANDARD FOR FOOD ADDITIVE) ... 30
III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT ... 32
B. METODE PENELITIAN ... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. DATABASE KONSENTRASI BTP HASIL MONITORING BADAN POM RI... 36
B. DATABASE KONSENTRASI KONTAMINAN PANGAN HASIL MONITORING BADAN POM RI ... 58
D. METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN OLEH PPOMN
DALAM MENDETEKSI ADANYA KONTAMINAN
DALAM PANGAN ... 72
E. PEMANFAATAN DATABASE KONSENTRASI BTP DAN KONTAMINAN HASIL MONITORING BADAN POM RI... 73
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 74
A. KESIMPULAN ... 74
B. SARAN ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
SKRIPSI
PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN
DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK
KAJIAN RISIKO
Oleh
INNIKE SINTAWATIE M
F241010362006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN
DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK
KAJIAN RISIKO
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
INNIKE SINTAWATIE M
F24101036
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN
DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK
KAJIAN RISIKO
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
INNIKE SINTAWATIE M
F24101036
Dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1982
Di Ngawi, Jawa Timur
Tanggal lulus : 14 Februari 2006
Menyetujui
Bogor, Februari 2006
Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. Dr. Ir. Roy A Sparringa, M. App.Sc.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Innike Sintawatie M. F24101036. Pengembangan Database Kontaminan Pangan Dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Kajian Risiko. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.2006.
ABSTRAK
Masalah keamanan pangan berkaitan dengan kontaminan dan penggunaan BTP merupakan suatu masalah yang sangat kompleks sehingga memerlukan kegiatan monitoring untuk menjamin bahwa pangan yang dikonsumsi merupakan pangan yang aman. Badan POM RI telah melakukan monitoring keamanan pangan, akan tetapi data-data hasil monitoring yang ada selama ini umumnya masih digunakan dalam rangka identifikasi bahaya dan belum dihimpun secara sistematis yang mudah diakses. Penelitian ini bertujuan untuk (1) membuat database kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan database BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, (2) mengidentifikasi dan memetakan jenis BTP yang telah dikumpulkan menurut kategori pangan GSFA (General Standard for Food Additives), (3) mengidentifikasi dan memetakan data kontaminan dalam pangan yang telah dikumpulkan menurut pedoman GEMS/FOOD (The Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme), dan (4) pengembangan database kontaminan pangan dan BTP di Indonesia untuk kajian risiko.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD, pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, klasifikasi data BTP dan kontaminan, penggunaan software OPAL I untuk kontaminan pangan, identifikasi masalah, dan rekomendasi.
Hasil monitoring terhadap BTP selama tahun 2004 oleh 21 Balai/Balai Besar POM di Indonesia menunjukkan bahwa dari 11 BTP yang diijinkan untuk pangan, sebanyak tiga jenis BTP yang baru dimonitor, yakni pengawet, pemanis buatan, dan pewarna. Pada sejumlah pangan olahan masih ditemukan adanya penggunaan BTP yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan yakni benzoat, sorbat, sakarin dan siklamat. Bahkan masih ditemukan aditif ilegal yang sangat berbahaya bagi tubuh karena sifatnya yang karsinogenik, yakni boraks, formalin, rhodamin B dan metanil yellow. Sedangkan kontaminan yang dianalisis oleh PPOMN dari tahun 1999-2004 meliputi logam berat, residu pestisida, aflatoksin, nitrit, dan dioksin (2,3,7,8 TCDD). Pada sejumlah pangan segar dan semi olahan juga masih ditemukan adanya kontaminan yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan, yang paling menonjol adalah aflatoksin pada kacang tanah dan produk olahannya.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Ngawi pada tanggal 28
Desember 1982. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara pasangan Purjanto Heri Wibowo dan Farida
Setyorini. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK
Nawa Kartika Dawu pada tahun 1988 sampai tahun 1989.
Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1989-1995 di
Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Dawu. Penulis melanjutkan
sekolah di SLTP Negeri 2 Ngawi dan lulus pada tahun 1998. Kemudian pada
tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMU Negeri 2 Ngawi dan lulus
pada tahun 2001. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada Departemen Ilmu
dan Teknologi pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2001 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa IPB penulis pernah menjadi asisten pada mata
kuliah Kimia Dasar I dan Kimia Dasar II. Dalam bidang organisasi penulis
pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan
(HIMITEPA) dan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan HIMITEPA.
Akhirnya sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian, penulis melaksanakan magang di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan
Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM RI)
Jakarta. Hasil kegiatan magang telah dituangkan dalam bentuk skripsi berjudul
”Pengembangan Database Kontaminan Pangan dan Bahan Tambahan Pangan
untuk Kajian Risiko” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz MSc. dan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
hanya kepada Allah SWT, pemilik ilmu, pemberi rahmat, hidayah dan kasih
sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
”Pengembangan Database Kontaminan Pangan dan Bahan Tambahan
Pangan untuk Kajian Risiko”.
Allah SWT memberikan kemudahan bagi penulis melalui bantuan,
kesabaran, dukungan dan doa dari berbagai pihak yang selama ini selalu
menyertai penulis dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibunda dan Ayahanda tercinta atas segala dukungan, doa, kasih sayang serta
keikhlasan yang senantiasa mengalir sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, karya kecil ini kupersembahkan untuk Kalian,
2. Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan saran yang mendukung dalam
penyelesaian skripsi ini,
3. Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App. Sc. selaku dosen pembimbing lapang di
Badan POM RI yang telah bekerja keras membimbing, mengarahkan,
memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini,
Saya tidak akan melupakan jasa Bapak,
4. Prof. Dr. Ir. Winiati P. Rahayu, MS, selaku Direktur Surveilan dan
Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM RI yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan magang di Badan POM RI serta
selaku dosen penguji,
5. Drs. Siam Subagyo, Msi, selaku Kepala Bidang Pangan PPOMN yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di
PPOMN,
6. Dosen-dosen Ilmu dan Teknologi pangan yang telah memberikan ilmunya
7. Adik-adikku tersayang (Ani dan Angga) serta keluarga besar di Ngawi yang
telah memberikan kasih sayang dan doanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB,
8. Sahabatku (Dessy, Putri, Wulan, Ana, Meli, Eny, Armi, Manong, Yaya’,
Ambang) you are my best friend that i never had before, terima kasih untuk segalanya dan semoga ukhuwah kita akan tetap terjaga selamanya,
9. Teman-teman seperjuangan magang (Nur, Rini, Tami dan Ari) terima kasih
atas bantuan, dukungan dan kebersamaan kita selama 4 bulan magang di
Badan POM RI,
10. Mas Fahmi Fasah Angkotasan, terima kasih atas bantuan softwarenya,
11. Staf Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (Mas Nugi, Bu
Murni, Pak Nyoman, Pak Dedi, Mbak Ruki, Mbak Pipit, Mbak Vian, Mbak
Yanti, Teteh Yanti dll), terima kasih atas segala bantuan dan nasihatnya,
12. Arofah’s crew (Deti, Asti, Eno, Mada, Yuni, Elis, Santo’, Mia, Titin, Wira, Asri, Ai, Wiwin dan Delvia) atas kebersamaan dan kenangan indah kita,
semoga ukhuwah kita akan tetap terjaga selamanya,
13. Teman-teman satu bimbingan (Christian dan Mbak Yani) terima kasih atas
dorongan semangatnya,
14. Teman-teman satu kelompok praktikum (Hans, Tantri, Armi, Dhani) dan
teman-teman ITP 38, terima kasih atas kebersamaan dan suka duka kita
selama ini yang tidak akan terlupakan selamanya,
15. Abi dan Mbak Ana, terima kasih telah menjadi tempat curhatku selama ini,
16. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan sampai terselesainya skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi masyarakat,
bangsa dan negara. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Februari 2006
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN... vii
DAFTAR ISTILAH ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG... 1
B. TUJUAN ... 3
C. MANFAAT ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. KONSEP ANALISIS RISIKO... 4
B. SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU ... 12
C. DATABASE PENYEDIA INFORMASI... 16
D. KAJIAN PAPARAN BAHAN KIMIA ... 17
E. PROGRAM GEMS/FOOD ... 25
F. GSFA (GENERAL STANDARD FOR FOOD ADDITIVE) ... 30
III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT ... 32
B. METODE PENELITIAN ... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. DATABASE KONSENTRASI BTP HASIL MONITORING BADAN POM RI... 36
B. DATABASE KONSENTRASI KONTAMINAN PANGAN HASIL MONITORING BADAN POM RI ... 58
D. METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN OLEH PPOMN
DALAM MENDETEKSI ADANYA KONTAMINAN
DALAM PANGAN ... 72
E. PEMANFAATAN DATABASE KONSENTRASI BTP DAN KONTAMINAN HASIL MONITORING BADAN POM RI... 73
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 74
A. KESIMPULAN ... 74
B. SARAN ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Nilai ADI beberapa BTP yang dimonitor di Indonesia... 7
Tabel 2. Nilai PTWI beberapa logam berat yang umumnya dianalisis oleh Badan POM RI ... 8
Tabel 3. Peta pelaksanaan kajian paparan di Indonesia ... 26
Tabel 4. Kategori pangan untuk pangan segar dan semi olahan menurut GEMS/FOOD Regional Diets... 29 Tabel 5. Kategori pangan untuk pangan olahan menurut GSFA yang
telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia ... 31
Tabel 6. BTP yang diijinkan dan program monitoring di Indonesia... 40
Tabel 7. Penggunaan pengawet dan pemanis dari data kuantitatif yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan ... 44
Tabel 8. Penggunaan boraks pada sejumlah produk pangan hasil
monitoring selama tahun 2004 ... 48
Tabel 9. Penggunaan formalin pada sejumlah produk pangan hasil
monitoring selama tahun 2004 ... 50
Tabel 10. Penggunaan rhodamin B pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 ... 52
Tabel 11. Penggunaan metanil yellow pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 ... 54
Tabel 12. Jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis
Badan POM... 59
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Kerangka analisis risiko ... 5
Gambar 2. Kerangka kerja kajian risiko ... 5
Gambar 3. Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan... 18
Gambar 4. Diagram alir metode penelitian... 33
Gambar 5. Profil jumlah sampel mengandung BTP yang diuji pada
masing-masing Balai/Balai Besar POM... 37
Gambar 6. Profil jumlah parameter BTP yang diuji pada masing-masing Balai/Balai Besar POM ... 38
Gambar 7. Profil persentase aditif legal yang dimonitor di Indonesia... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kategori Pangan GSFA ... 83
Lampiran 2. Database beberapa BTP pada sejumlah pangan yang dimonitor
di Indonesia ... 106
Lampiran 3. Prosedur pengolah database BTP dan kontaminan dalam
pangan olahan... 142
Lampiran 4. Pedoman penggunaan software OPAL I ... 147
DAFTAR ISTILAH
ADI (Acceptable Daily Intake) adalah suatu perkiraan tentang jumlah suatu bahan kimia yang dinyatakan dalam mg bahan per kg berat badan, yang
meskipun dicerna/dimakan setiap hari bahkan selama hidup bersifat aman,
tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, efek keracunan ataupun
risiko.
Analisis risiko (Risk Analysis) adalah suatu proses ilmiah yang terdiri dari tiga komponen yakni kajian risiko (risk assessment), manajemen risiko (risk management), dan komunikasi risiko (risk communication).
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat dalam pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi
kesehatan.
Evidence base adalah informasi yang diperoleh secara ilmiah melalui kegiatan studi, survei, atau surveilan berkaitan dengan keamanan pangan yang
dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar dalam menetapkan suatu
kebijakan.
Identifikasi bahaya adalah identifikasi terhadap bahaya kimiawi serta evaluasi
terhadap bahaya tersebut jika terdapat dalam pangan tertentu atau suatu
kelompok pangan.
Kajian paparan adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai
kemungkinan terjadinya paparan dan tingkat paparan melalui pangan atau
Kajian risiko adalah kajian ilmiah terhadap kemungkinan risiko yang mungkin
terjadi, terdiri dari empat tahapan: i)identifikasi bahaya; ii) karakterisasi
bahaya; iii) kajian paparan; dan iv) karakterisasi risiko.
Karakterisasi bahaya adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai
pengaruh bahaya yang mungkin terdapat dalam pangan terhadap
kesehatan.
Karakterisasi risiko adalah perkiraan secara kualitatif maupun kuantitatif dari
kemungkinan bahaya yang berdampak kepada kesehatan yang terjadi pada
populasi tertentu berdasarkan kegiatan identifikasi bahaya, karakterisasi
bahaya, dan kajian paparan yang telah dilakukan.
Kerangka sampel adalah daftar obyek/individu/unit/elemen dalam suatu populasi
yang akan disurvei.
Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif dalam
pelaksanaan proses analisis risiko mengenai risiko, faktor yang berkaitan
dengan risiko, dan persepsi risiko antara pengkaji risiko, manajer risiko
dan pihak terkait lainnya seperti konsumen, industri, akademisi dan
lain-lain.
Kontaminan pangan adalah suatu bahan yang secara tidak sengaja terdapat
dalam pangan sebagai hasil dari proses produksi (termasuk didalamnya
proses pembudidayaan tanaman dan pembudidayaan hewan ternak),
pengolahan, penyiapan, penyimpanan, transportasi atau sebagai hasil
kontaminasi oleh lingkungan. Definisi ini tidak termasuk potongan tubuh
serangga, bulu tikus dan bahan asing lainnya.
LOD (Limit of Detection) adalah konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat dideteksi oleh alat. Nilai ini diperoleh pada saat melakukan
verifikasi metode yang akan digunakan dalam pengujian.
LOQ (Limit of Quantification) adalah konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat dikuantifikasi. Nilai ini diperoleh pada saat melakukan
Manajemen risiko adalah proses kajian berbagai alternatif kebijakan dalam
bidang pangan sebagai hasil dari proses kajian risiko guna melindungi
kesehatan konsumen dan menerapkan praktek perdagangan yang aman,
dan jika diperlukan, melakukan seleksi dan implementasi pengendalian
risiko yang sesuai.
Maximum Level Permitted adalah batas maksimum konsentrasi yang diijinkan untuk ditambahkan dalam pangan.
Mean (nilai rata-rata) adalah suatu ukuran pusat data bila data tersebut diurutkan
dari yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya dari yang terbesar
sampai terkecil.
Median adalah pengamatan yang tepat di tengah-tengah bila banyaknya pengamatan adalah ganjil, atau rata-rata kedua pengamatan yang di tengah
bila banyaknya pengamatan genap.
NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) adalah konsentrasi tertinggi dimana pengaruh buruk tidak terdeteksi pada morfologi, kapasitas fungsional,
pertumbuhan, perkembangan, dan umur hidup target atau hewan
percobaan.
Percentile adalah nilai-nilai yang membagi sugugus pengamatan menjadi 100 bagian yang sama.
Pestisida adalah suatu bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
mencegah, membunuh, menolak atau mengendalikan berbagai hama
termasuk spesies tumbuhan atau hewan yang tidak diinginkan selama
produksi, penyimpanan, transportasi, distribusi dan selama proses
pengolahan pangan, komoditi pertanian, atau pakan ternak.
Protokol survei adalah dokumen penting sebagai pedoman bagi pelaksana survei
yang berisi tentang latar belakang survei; penetapan tujuan; keluaran dan
manfaat; penetapan populasi survei; identifikasi kerangka sampel;
alat/tools, metode pengambilan sampel dan penentuan besarnya sampel; penanganan sampel; preparasi sampel; analisis sampel; dan manajemen
PTDI (Provisional Tolerable Daily Intake) adalah suatu perkiraan tentang jumlah kontaminan yang ditolerir untuk dikonsumsi tiap hari tanpa
menimbulkan efek terhadap kesehatan. Biasanya digunakan untuk
kontaminan yang tidak bersifat kumulatif, seperti arsen.
PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake) adalah suatu perkiraan tentang jumlah kontaminan yang ditolerir untuk dikonsumsi tiap minggu tanpa
menimbulkan efek terhadap kesehatan. Biasanya digunakan untuk
kontaminan yang bersifat kumulatif, seperti kadmium, merkuri, timbal dll.
Residu pestisida adalah suatu bahan spesifik yang terdapat dalam pangan,
komoditas pertanian atau pakan ternak yang dihasilkan dari penggunaan
pestisida meliputi produk turunan pestisida seperti produk hasil konversi,
metabolit, produk hasil reaksi dan segala sesuatu yang dipertimbangkan
sebagai bahan yang bersifat toksik.
Risiko adalah kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan dan tingkat gangguan
kesehatan sebagai akibat adanya bahaya (hazard) dalam pangan.
Sistem Keamanan Pangan Terpadu adalah pendekatan dalam pelaksanaan
program keamanan pangan nasional meliputi kegiatan monitoring,
surveilan dan promosi keamanan pangan yang dilakukan oleh
instansi-instansi terkait yang bekerja bersama-sama sebagai mitra sejajar untuk
meningkatkan kualitas keamanan pangan nasional.
Standar deviasi adalah akar dari ragam contoh (ukuran keragaman yang terbaik).
Surveilan keamanan pangan adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis
dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara
sistematis dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada pihak
pengguna/terkait yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti.
Theoritical Maximum Level adalah suatu estimasi konsentrasi tertinggi yang aman untuk suatu bahan tambahan pangan dalam pangan padat atau cair,
dinyatakan dalam mg/kg pangan, dihitung menggunakan metode budget
Total Diet Study (TDS) adalah studi yang memprediksi paparan bahan kimia
melalui analisis kontaminan, BTP, bahan berbahaya dan atau zat gizi
dalam sampel pangan yang didasarkan pada data konsumsi pangan pada
DAFTAR SINGKATAN
ADI Acceptable Daily Intake
Badan POM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
BTP Bahan Tambahan Pangan
FAO Food and Agriculture Organization of United Nations
GEMS/FOOD Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme
GSFA General Standard for Food Additives
JECFA Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives LOD Limit of Detection
LOQ Limit of Quantification
NOAEL No-Observed-Adverse-Effect Level
OPAL Operational Programs for Analytical Laboratories PTDI Provisional Tolerable Daily Intake
PTWI Provisional Tolerable Weekly Intake
UNEP United Nations Environment Programme
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam
peningkatan kualitas fisik, mental, dan kecerdasan. Oleh karena itu, pangan
yang dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi
jumlah maupun dari segi kualitas agar tidak menimbulkan gangguan pada
kesehatan.
Keamanan pangan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks
mencakup mata rantai pangan dari hulu hingga hilir, dari ternak mulai
dikembangbiakkan atau tanaman pangan mulai dibudidayakan hingga pangan
dikonsumsi (from farm to table). Pangan merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk melangsungkan kehidupannya.
Namun, pangan dapat menjadi sumber penyakit jika tidak memenuhi kriteria
sebagai pangan yang layak dan aman. Berbagai kontaminan dapat mencemari
bahan pangan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Kontaminan tersebut
diantaranya mikotoksin, logam berat, pestisida, dioksin, residu hormon, residu
antibiotik serta bahan berbahaya lainnya.
Di samping itu dalam bahan pangan sering ditambahkan bahan
tambahan pangan (BTP) yang merupakan bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas
pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan
atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas pangan tersebut (Peraturan Menteri Kesehatan RI.
No. 722/Menkes/Per/IX/1988). Masalah utama dalam penggunaan BTP adalah
masih banyaknya produsen pangan yang menggunakan BTP melebihi batas
konsentrasi yang diijinkan atau bahkan menggunakan aditif ilegal yang
dilarang penggunaannya seperti boraks, formalin yang sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia. Hal ini terutama disebabkan oleh ketidaktahuan atau
keamanan BTP. Karena pengaruh BTP terhadap kesehatan umumnya tidak
langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali tidak
menyadari bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan.
Beberapa penyakit yang telah diketahui dirangsang oleh adanya
kontaminan atau penggunaan BTP berlebih diantaranya kanker kolon, kanker
hati, kanker kandung kemih, dan sebagainya (Nurrohmah et al.,1995). Oleh
karena itu adanya kontaminan atau penggunaan BTP dalam pangan harus
diawasi secara ketat. Pemerintah telah menetapkan peraturan tentang batas
residu kontaminan maupun penggunaan BTP, seperti Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Badan POM RI bertanggung
jawab untuk mengawasi dan mengendalikan pencemaran kontaminan atau
penggunaan BTP dalam produk sesuai peraturan tersebut.
Badan POM RI secara berkala melakukan monitoring keamanan
pangan berkaitan dengan kontaminan pangan dan BTP di Indonesia. Akan
tetapi belum tersedia database yang sistematis dan mudah diakses untuk
keperluan kajian risiko. Database ini akan sangat berguna untuk melakukan
suatu kajian paparan (exposure assessment) yang merupakan bagian dari kajian risiko. Selama ini kajian risiko yang telah dilakukan di Indonesia
umumnya sebatas pada identifikasi bahaya (hazard identification). Untuk mengetahui karakterisasi risiko (risk characterization) diperlukan kajian paparan (exposure assessment) disamping identifikasi bahaya (hazard identification) dan karakterisasi bahaya (hazard characterization). Dalam kajian paparan bahan kimia diperlukan data konsumsi dan data konsentrasi
bahan kimia dalam pangan. Fokus penelitian ini adalah pengembangan
database konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun
1999-2004 dan database konsentrasi BTP tahun 1999-2004 yang diperoleh dari Pusat
Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) untuk kajian risiko.
Pada kajian paparan kontaminan pangan dan BTP, tingkat risiko
terhadap bahaya kontaminan pangan dan BTP dilihat dari nilai paparannya
yaitu tingkat konsumsi setiap hari dikalikan konsentrasi kontaminan atau BTP
per kilogram berat badan, yang dibandingkan dengan tingkat asupan yang
dan PTWI/PTDI untuk kontaminan pangan. Semakin besar paparan maka
semakin besar pula risiko terkena bahaya kesehatan akibat konsumsi
kontaminan pangan dan BTP.
Hasil kajian diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah sebagai
landasan ilmiah mengenai tingkat risiko kontaminan pangan dan BTP di
Indonesia guna menentukan kebijakan yang dapat melindungi masyarakat dari
pangan yang tidak aman.
B. TUJUAN
Tujuan dari kegiatan magang ini adalah:
membuat database kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun
1999-2004 dan database BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan
POM RI,
mengidentifikasi dan memetakan jenis BTP yang telah dikumpulkan
menurut kategori pangan GSFA,
mengidentifikasi dan memetakan data kontaminan dalam pangan yang
telah dikumpulkan menurut pedoman GEMS/FOOD,
pengembangan database kontaminan pangan dan BTP di Indonesia untuk
kajian risiko.
C. MANFAAT
Manfaat dari kegiatan magang di Badan POM RI ini adalah untuk
memberikan basis data konsentrasi kontaminan pangan dan BTP yang
diperlukan dalam kajian risiko. Hasil kajian diharapkan dapat digunakan oleh
pemerintah untuk membuat suatu kebijakan yang dapat melindungi konsumen
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP ANALISIS RISIKO
Penyakit yang disebabkan oleh makanan atau keracunan makanan
mempunyai konsekuensi yang luas baik terhadap kesehatan maupun terhadap
kehidupan sosial dan industri pangan. Oleh karena itu perlu ditetapkan sistem
jaminan keamanan pangan pada rantai pangan mulai dari bahan baku sampai
produk yang siap dimakan, atau dari produsen sampai ke konsumen sehingga
risiko akibat terpapar bahaya dapat dikurangi pada level yang aman. Bahaya
tersebut meliputi bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik. Salah satu
sistem yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut adalah analisis risiko
(Badan POM, 2001b).
Analisis risiko merupakan ‘generasi ketiga’ dari sistem keamanan
pangan setelah Good Hygienic Practices dan HACCP. Analisis risiko (Risk Analysis) adalah penetapan tatacara memperkirakan risiko yang berhubungan dengan masalah kesehatan yang terjadi saat itu dan mengendalikan risiko
tersebut seefektif mungkin. Melalui analisis risiko diharapkan dapat diperoleh
suatu proses yang secara sistematis dan transparan dapat mengumpulkan,
menganalisis dan mengevaluasi informasi ilmiah maupun non ilmiah yang
relevan tentang bahaya kimia, mikrobiologis maupun fisik yang mungkin
terdapat dalam pangan, sebagai landasan pengambilan keputusan dalam
memilih opsi terbaik untuk menangani risiko tersebut berdasarkan berbagai
alternatif yang diidentifikasi (Rahayu et al., 2004).
Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal yaitu kajian
risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (WHO, 1997b; Rahayu et al.,
2004; WHO, 2005a). Kaitan antara ketiga langkah tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1.
1. Kajian risiko (risk assessment)
Kajian risiko merupakan kajian ilmiah yang berhubungan dengan
risiko-risiko keamanan pangan sehingga pengambil keputusan (manajer
risiko) dapat mengerti faktor-faktor yang mendorong risiko (WHO, 1997b;
Gambar 1. Kerangka analisis risiko (Badan POM, 2001a)
Gambar 2. Kerangka kerja kajian risiko (Rahayu et al., 2004) Kajian risiko Manajemen risiko
• Identifikasi bahaya
• Karakterisasi bahaya
• Kajian paparan
• Karakterisasi risiko
• Evaluasi risiko
• Kajian opsi
• Implementasi keputusan
• Monitoring dan Review
Komunikasi risiko
Pertukaran informasi dan opini secara interaktif dan
terus menerus
Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya mikrobiologis,fisik atau kimia yang dapat membahayakan
kesehatan
Kajian Paparan Evaluasi kemungkinan tingkat
paparan
Karakterisasi Bahaya Evaluasi pengaruh bahaya yang mungkin terdapat dalam pangan terhadap kesehatan Kajian dosis respon
Karakterisasi Risiko
Integrasi kajian paparan dan karakterisasi bahaya Perkiraan risiko terhadap kesehatan termasuk keragaman dan ketidakpastian
Penetapan Tujuan
Kajian risiko berdasarkan bahaya yang dikaji dibagi menjadi dua yaitu
kajian risiko kimia dan kajian risiko mikrobiologi. Kajian risiko kimia
menitikberatkan pada keberadaan bahan kimia, seperti bahan tambahan
pangan (aditif), cemaran kimiawi maupun residu obat-obatan ternak.
Sedangkan kajian risiko mikrobiologi menitikberatkan pada evaluasi
kemungkinan munculnya efek terhadap kesehatan setelah terpapar dengan
mikroba patogen atau dengan media yang mengandung mikroba patogen
(Rahayu et al., 2004).
Kajian risiko kimia merupakan tahapan dari analisis risiko yang
bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: (1) bahaya kimia apa
saja yang mungkin terjadi, (2) bagaimana peluang terjadinya bahaya kimia
tersebut, dan (3) jika bahaya terjadi, apa konsekuensi yang harus dihadapi.
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melakukan empat langkah yaitu
identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan, dan karakterisasi
risiko (WHO, 1997b; WHO, 2000a; Badan POM, 2001b; Rahayu et al.,
2004). Bagan alir proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
a. Identifikasi bahaya (hazard identification)
Identifikasi bahaya adalah identifikasi terhadap bahaya kimiawi
yang dapat menyebabkan pengaruh buruk terhadap kesehatan serta
evaluasi terhadap bahaya tersebut jika terdapat dalam pangan tertentu
atau suatu kelompok pangan. Bahaya (hazard) dapat diartikan sebagai agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat di dalam
pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi kesehatan
(WHO, 1997b; Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a). Identifikasi bahaya
pada bahan kimia difokuskan pada kemungkinan bahan tambahan
pangan, pestisida atau kontaminan menyebabkan pengaruh buruk
terhadap kesehatan. Beberapa hal yang menentukan kegiatan
identifikasi bahaya ini diantaranya adalah ketersediaan biaya, metode,
pustaka, serta sumber informasi dalam melaksanakan
b. Karakterisasi bahaya (hazard characterization)
Karakterisasi bahaya adalah evaluasi kualitatif dan atau
kuantitatif mengenai pengaruh bahaya yang mungkin terdapat dalam
pangan terhadap kesehatan. Untuk bahaya kimia umumnya diperlukan
kajian dosis respon (Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a). Dari kajian
tersebut akan diperoleh nilai NOAEL yang merupakan dosis tertinggi
dimana pengaruh buruk tidak terlihat pada hewan percobaan. Dengan
mempertimbangkan faktor keamanan (safety factor) dan faktor ketidakpastian (uncertainty factor) untuk mengekstrapolasikan hasil studi dari hewan ke manusia, maka diperoleh nilai standar asupan
bahan kimia yang aman dalam tubuh, seperti ADI sebagai standar
asupan yang aman untuk BTP dan pestisida. Nilai ADI diperoleh
dengan membagi NOAEL dengan safety factor yang umumnya mempunyai nilai 100 (EU Scientific Co-operation, 1998). Nilai ADI
beberapa BTP yang dimonitor di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai ADI beberapa BTP yang dimonitor di Indonesia
No. BTP Nilai ADI (mg/kgbb)
1. Benzoat* 5
2. SorbatΦ 25
3. Sakarin* 5
4. Siklamat* 11
5. Aspartam¶ 40
Sumber: * JECFA (2001) Φ WHO (1974) ¶ WHO (2000b)
Hal yang sama pada PTWI/PTDI sebagai standar asupan yang
aman untuk kontaminan pangan. Konsep PTDI ini hampir sama
dengan ADI yakni dosis tanpa efek (NOAEL) dibagi 100, sehingga
nilai PTWI merupakan nilai PTDI x 7. Nilai PTWI beberapa logam
berat dipaparkan pada Tabel 2. Nilai standar ini bukan merupakan hal
yang mutlak, sehingga nilainya bisa diubah atau diperbaiki apabila
Tabel 2. Nilai PTWI beberapa logam berat yang umumnya dianalisis oleh Badan POM RI
No. Kontaminan Nilai PTWI (µg/kgbb)
1. Cadmium (Cd)Ψ 7
2. Merkuri (Hg)Ψ 1.6
3. Arsen(As)§ 15
4. Timbal (Pb)Ψ 25
5. Timah (Sn)§ 14000
Sumber: Ψ JECFA (2004) § WHO (1996)
c. Kajian paparan (exposure assessment)
Kajian paparan adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif
mengenai kemungkinan terjadinya paparan dan tingkat paparan
melalui pangan atau sumber lain yang relevan (WHO, 1997b; Rahayu
et al., 2004; WHO, 2005a). Dalam kajian paparan harus dikaji
kelompok sasaran konsumen, pola konsumsi dan estimasi asupan.
Kajian paparan dilakukan dengan mengkombinasikan data konsumsi
dengan data konsentrasi untuk menentukan tingkat asupan bahan kimia
dalam tubuh. Kajian paparan ini akan menyediakan pandangan ilmiah
terhadap keberadaan bahaya dalam produk yang dikonsumsi untuk
menentukan karakterisasi risikonya.
d. Karakterisasi risiko (risk characterization)
Karakterisasi risiko merupakan output dari kajian risiko. Karakterisasi risiko merupakan perkiraan kualitatif dan atau kuantitatif
dari kemungkinan bahaya yang berdampak kepada kesehatan yang
terjadi pada populasi tertentu berdasarkan kegiatan identifikasi bahaya,
karakterisasi bahaya, dan kajian paparan yang telah dilakukan (WHO,
1997b; WHO, 2005a)
Untuk menentukan apakah konsumen pangan berada pada
risiko bahaya kontaminan pangan dan BTP, maka diperlukan suatu
berguna bagi para profesional di bidang keamanan pangan sebagai
landasan ilmiah (evidence base) untuk penentuan strategi dalam mencegah atau mengurangi risiko yang ada pada kegiatan manajemen
risiko.
2. Manajemen risiko (risk management)
Manajemen risiko adalah penentuan kebijakan-kebijakan yang
bertujuan untuk mengurangi risiko dengan mempertimbangkan berbagai
dampak yang mungkin ditimbulkan. Wilson dan Droby (2001)
menyebutkan langkah-langkah manajemen risiko terdiri dari: (1)
mengidentifikasi masalah-masalah keamanan pangan beserta faktor
risikonya, (2) menyusun profil risiko, (3) menetapkan tujuan manajemen
risiko dan tim manajer risiko untuk mengendalikan risiko tersebut, (4)
membuat prioritas risiko yang ingin dikendalikan, (5) menerbitkan
kebijakan-kebijakan pengendalian risiko dengan mempertimbangkan
informasi yang diperoleh dari kegiatan kajian risiko, (6) monitoring
pelaksanaan kebijakan yang telah disusun, dalam hal ini dilimpahkan
kepada kegiatan kajian risiko, dan (7) melakukan evaluasi berdasarkan
informasi dari kegiatan kajian risiko yang dilakukan pada tahap 6. Parker
dan Tompkin (2000) meringkas langkah-langkah tersebut menjadi 4
tahapan yakni: (1) evaluasi risiko, (2) kajian alternatif-alternatif
manajemen risiko, (3) implementasi keputusan manajemen risiko, serta (4)
monitoring dan evaluasi.
Pada tahap evaluasi risiko, manajer risiko akan membahas
risiko-risiko yang telah ditentukan melalui kegiatan kajian risiko-risiko. Pembahasan
tersebut diharapkan menghasilkan profil masing-masing risiko. Profil
tersebut berisi lokasi dan distribusi risiko tersebut, keuntungan dan
kerugian pengendalian risiko, serta informasi lain yang diperlukan.
Profil risiko diperlukan untuk menentukan instansi-instansi terkait
yang akan dilibatkan dalam tim manajer risiko. Instansi-instansi yang
dipilih sebaiknya terdiri dari berbagai multidisiplin ilmu sehingga dapat
memberikan pertimbangan kepada manajer risiko dalam berbagai sudut
memformulasikan tujuan manajemen risiko, mengembangkan kerangka
acuan, dan memberikan alternatif-alternatif untuk mengendalikan risiko
yang terjadi.
Langkah kedua adalah kajian alternatif pengendalian risiko. Kajian
tersebut berupa diskusi dengan instansi-instansi terkait untuk menentukan
alternatif pemecahan masalah yang tepat. Beberapa informasi yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan alternatif yang tepat adalah
ketidakpastian yang ada pada masing-masing alternatif, besarnya risiko
yang ada setelah dilakukan alternatif, biaya yang diperlukan untuk
melaksanakan alternatif tersebut, dan adanya sumber daya manusia yang
memadai untuk melakukan alternatif tersebut. Intinya, keuntungan dan
kerugian dari masing-masing alternatif perlu dikaji sebelum memilih.
Biasanya kriteria yang mudah diukur dan diamati juga disusun untuk
mempermudah kajian alternatif ini. Alternatif yang memenuhi kriteria
akan dipilih dan diimplementasikan untuk mengendalikan risiko.
Langkah ketiga adalah implementasi keputusan manajemen risiko.
Implementasi keputusan tersebut dapat dilakukan oleh berbagai pihak,
termasuk pejabat pemerintah, industri pangan dan konsumen.
Implementasi ini salah satunya bisa dilakukan dengan kegiatan inspeksi
rutin atau kegiatan lain disesuaikan dengan pihak terkait yang
melaksanakannya. Implementasi keputusan ini memerlukan kekompakan
tim manajer risiko dan perencanaan yang matang termasuk petunjuk
pelaksanaan teknis, jadwal pelaksanaan dan sasaran pengendalian risiko.
Langkah terakhir adalah monitoring dan evaluasi. Langkah ini
sangat penting untuk memberikan umpan balik yang diperlukan demi
memperbaiki pelaksanaan manajemen risiko. Oleh karena itu keputusan
yang diambil dalam manajemen risiko harus selalu dipantau secara
periodik melalui kegiatan monitoring untuk mengetahui seberapa besar
pengaruhnya dalam mengurangi risiko yang ada. Jika selama monitoring
tersebut terdapat informasi ilmiah yang baru, maka sangat dimungkinkan
untuk dilakukan revisi dan pengulangan kajian risiko, pengambilan
risiko merupakan suatu proses yang berulang (iteratif) (Rahayu et al.,
2004).
Keputusan manajemen risiko perlu dikomunikasikan kepada
pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu diperlukan strategi komunikasi yang
terdapat dalam konsep komunikasi risiko (risk communication). 3. Komunikasi risiko (risk communication)
Komunikasi risiko merupakan pertukaran informasi dan opini
secara interaktif dan terus menerus mengenai bahaya dan risiko, faktor
yang berkaitan dengan risiko dan persepsi risiko yang diperoleh selama
proses analisis risiko antara pengkaji risiko, manajer risiko dan pihak
terkait lainnya seperti pihak pemerintah, konsumen, industri dan
akademisi. Informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang
temuan-temuan dalam kajian risiko dan landasan keputusan manajemen risiko
(WHO, 1997b; Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a).
Tujuan dari kegiatan komunikasi risiko adalah: (1) memfasilitasi
pertukaran informasi tentang pengetahuan, sikap, dan persepsi berkaitan
dengan topik-topik risiko antar semua pihak yang terlibat dalam proses
analisis risiko, (2) meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses analisis
risiko, (3) meningkatkan konsistensi dan transparansi dalam pengambilan
dan penerapan keputusan yang diambil oleh manajer risiko, dan (4)
memberikan kesempatan bagi semua pihak terkait untuk melakukan
review serta memberikan pendapat terhadap kebijakan analisis risiko yang diambil, termasuk metode kajian risiko dan standar risiko yang digunakan
serta tentang kebijakan atau program manajemen risiko (FAO, 2000;
Rahayu et al., 2004).
Dalam melaksanakan komunikasi risiko diperlukan beberapa
strategi, diantaranya: (1) mengkoleksi dan menganalis latar belakang
informasi tentang risiko keamanan pangan, persepsi pihak-pihak terkait,
konteks risiko dan sebagainya, (2) mengembangkan dan diseminasi
pesan-pesan utama yang ditargetkan pada kelompok-kelompok tertentu, (3)
serta (4) memonitor dan mengevaluasi hasil dari komunikasi risiko
(Rahayu et al., 2004).
Dalam menunjang suksesnya pelaksanaan proses komunikasi
risiko, diperlukan komunikasi yang efektif diantara semua pihak yang
berpatisipasi. Prinsip komunikasi yang efektif antara lain adalah adanya
saling percaya, terbuka dalam arti tidak menutupi hasil kajian risiko atau
manajemen risiko yang buruk, bersifat interaktif dengan memberdayakan
dan melibatkan semua pihak. Selain itu konsultasi juga merupakan salah
satu pendekatan yang sering dilakukan dalam komunikasi risiko, untuk
mendapatkan masukan atau komentar dari pihak-pihak tertentu.
Pelaksanaan analisis risiko, yang meliputi kajian risiko, manajemen
risiko dan komunikasi risiko melibatkan instansi-instansi yang terkait di
sepanjang rantai pangan. Oleh karena itu pelaksanaan analisis risiko perlu
direalisasikan dalam satu jaringan informasi yang memungkinkan terciptanya
kerjasama dalam bentuk saling berbagi informasi dan bekerja sebagai mitra
sejajar dalam rangka pelaksanaan program keamanan pangan nasional dengan
pendekatan sistem keamanan pangan terpadu.
B. SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU (INTEGRATED FOOD
SAFETY SYSTEM)
SKPT (Sistem Keamanan Pangan Terpadu) merupakan sistem
komunikasi yang dirancang untuk para profesional keamanan pangan untuk
berbagi pengetahuan dan pengalaman di bidang keamanan pangan. SKPT ini
dicanangkan pada tanggal 13 Mei 2004 oleh Prof. A. Malik Fadjar, MSc.
”Bersama-sama kita meningkatkan keamanan pangan di Indonesia” adalah
lebih dari sekedar semboyan untuk SKPT nasional di Indonesia. Semboyan ini
merupakan terobosan cara baru untuk bekerja secara bersama-sama. SKPT
adalah program nasional yang terdiri dari semua stakeholder kunci yang terlibat dalam keamanan pangan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi.
SKPT merupakan sistem yang mengkombinasikan keahlian dan pengalaman
menghadapi tantangan-tantangan baru yang mempengaruhi keamanan pangan
(Badan POM, 2004a; Badan POM, 2005b).
Badan POM bersama lembaga terkait menggalang terwujudnya sistem
keamanan pangan terpadu melalui beberapa jejaring. Anggota-anggota
jejaring ini bekerja sebagai mitra sejajar (equal partnership) dengan cara saling membagi informasi, mendiskusikan permasalahan yang ada, dan
memutuskan cara terbaik untuk meningkatkan kinerja masing-masing lembaga
dalam rangka peningkatan mutu dan keamanan pangan nasional (Fardiaz,
2001).
SKPT terdiri dari tiga jejaring yakni jejaring intelijen pangan, jejaring
pengawasan pangan dan jejaring promosi keamanan pangan dengan tiga
program unggulan yang saling mengkait antar tiga jejaring yang ada yakni
sistem klasifikasi award keamanan pangan (star awards), sistem monitoring keamanan pangan terpadu (food watch), serta tim respon cepat (rapid reponse). Ketiga jejaring tersebut merupakan penerapan dari konsep analisis risiko. Jejaring intelijen pangan merupakan penerapan kajian risiko, jejaring
pengawasan pangan merupakan pelaksanaan manajemen risiko, sedangkan
komunikasi risiko diterapkan melalui jejaring promosi keamanan pangan.
Selain itu terdapat tim teknis keamanan pangan yang merupakan gabungan
dari instansi kunci untuk berkomunikasi dengan tiga jejaring untuk
melaksanakan program rapid response, food star dan food watch (Sparringa, 2002).
1. Jejaring Intelijen Pangan
Jejaring intelijen pangan memiliki tugas dan fungsi yang
berhubungan dengan kajian risiko. Jejaring ini mengkoordinasikan
kegiatan pengumpulan data-data mengenai keamanan pangan termasuk
empat tahapan dalam kajian risiko (AGAL-BADAN POM, 2001).
Surveilan merupakan kegiatan penting dalam jejaring ini.
Lembaga-lembaga yang diharapkan terlibat dalam jejaring ini adalah Lembaga-lembaga yang
melakukan penelitian, survei dan surveilan keamanan pangan.
Lembaga-lembaga tersebut antara lain Badan POM, Departemen Pertanian,
Departemen Kelautan dan Perikanan, Perguruan Tinggi, Asosiasi
Perdagangan, Pengawas Pangan, Lembaga Penelitian dan Industri
(Sparringa, 2002).
Hasil temuan dari surveilan tersebut berupa informasi yang akan
segera ditindaklanjuti dengan cepat (rapid response) oleh lembaga pada jejaring pengawasan pangan. Informasi yang perlu diketahui oleh
produsen, konsumen, maupun aparat terkait bisa ditindaklanjuti pada
jejaring promosi keamanan pangan (Sparringa, 2002).
2. Jejaring Pengawasan Pangan
Jejaring pengawasan pangan merupakan kerjasama antar
lembaga-lembaga terkait untuk mengembangkan kebijakan pangan dan
memantapkan sistem pengawasan keamanan pangan berdasarkan konsep
manajemen risiko. Jejaring pengawasan pangan bertujuan memberikan
perlindungan kepada konsumen dengan memastikan pangan yang
dikonsumsi aman (AGAL-BADAN POM, 2001). Kegiatan yang
dilaksanakan dalam jejaring pengawasan pangan ini antara lain kajian
legislasi keamanan pangan, mengkoordinasikan upaya pengembangan
profesi lembaga pengawas pangan, serta mengembangkan metode analisis
untuk mendukung kegiatan kajian pangan (Sparringa, 2002). Lembaga
yang terlibat dalam jejaring ini antara lain Badan POM, Departemen
Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian dan
Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Daerah,
Perguruan Tinggi, Asosiasi Perdagangan, Pengawas Pangan, dan LSM
(AGAL-BADAN POM, 2001).
3. Jejaring Promosi Keamanan Pangan
Jejaring promosi keamanan pangan mengkoordinasikan program
keamanan pangan nasional meliputi pengembangan bahan-bahan promosi
dan pendidikan keamanan pangan nasional. Kegiatan tersebut diantaranya
pemberian pelatihan bagi industri pangan, pelatihan untuk food inspectors, desain leaflet untuk konsumen dan leaflet untuk industri. Lembaga-lembaga yang diharapkan dalam jejaring ini antara lain Badan POM,
Departemen Pendidikan, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Asosiasi
Perdagangan, dan perwakilan dari konsumen (AGAL-BADAN POM,
2001).
4. Tim Teknis Keamanan Pangan Nasional
Tim teknis keamanan pangan jejaring keamanan pangan nasional
mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh
lembaga yang tergabung dalam jejaring intelijen pangan, jejaring
pengawasan pangan dan jejaring promosi keamanan pangan. Program
yang dilaksanakan oleh tim ini diantaranya rapid respone, food stars dan food watch. Rapid response merupakan penanganan masalah keamanan pangan yang diidentifikasi oleh jejaring intelijen pangan kepada jejaring
pengawasan pangan, sehingga masalah tersebut bisa cepat diatasi. Food stars merupakan pemberian penghargaan untuk industri yang telah memenuhi standar keamanan pangan, antara lain higiene dan sanitasi
pangan, cara produksi pangan yang baik dan HACCP. Food stars ini bertujuan mengklasifikasikan industri pangan berdasarkan risiko
keamanannya. Sedangkan food watch merupakan program tindak lanjut hasil monitoring kondisi keamanan pangan. Lembaga-lembaga yang
diharapkan dalam tim ini antara lain Badan POM, Departemen Kesehatan,
Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
Pemerintah Daerah, Badan Standarisasi Nasional, dan Perguruan Tinggi
(AGAL-BADAN POM, 2001).
Jika masing-masing pihak menemukan masalah yang berhubungan
dengan keamanan pangan di sepanjang rantai pangan, maka pihak tersebut
menginformasikan dan mendiskusikan dengan anggota yang lain untuk
bersama-sama mencari jalan keluar pemecahan masalah tersebut. Selama ini
data hasil surveilan yang ada kebanyakan masih berasal dari Badan POM RI
PKPKPN (Pusat Kewaspadaan dan Pengendalian Keamanan Pangan
Nasional) untuk menangani masalah-masalah keamanan pangan secara lebih
sistematis dan terstruktur sehingga di masa mendatang jika terdapat
permasalahan di sepanjang rantai pangan dapat segera ditindaklanjuti.
Salah satu sumber informasi surveilan yang aktif dilakukan adalah
kegiatan monitoring keamanan pangan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
terkait seperti Badan POM, Departemen Kesehatan dan Departemen
Pertanian. Data-data hasil monitoring tersebut akan berguna jika diorganisasi
dengan baik (Awad dan Gotterer, 1992). Pengorganisasian tersebut
membutuhkan database yang menyimpan data-data hasil monitoring sekaligus
mengolahnya menjadi informasi yang berguna.
C. DATABASE PENYEDIA INFORMASI
Data merupakan fakta atau kejadian yang sesungguhnya. Data suatu
penelitian merupakan hasil pengamatan atau survei terhadap sampel.
Sedangkan informasi merupakan produk yang dihasilkan dari analisis atau
sintesis data (Awad dan Gotterer, 1992).
Informasi dan pengetahuan merupakan jantung dari masyarakat
(Rowley dan Farrow, 2000). Informasi memegang peranan penting dalam
pengambilan suatu keputusan oleh pihak yang berwenang karena informasi
mengurangi ketidakpastian sehingga menghasilkan keputusan yang lebih baik
(Awad dan Gotterer, 1992). Surveilan keamanan pangan merupakan salah
satu sumber informasi yang menjadi pertimbangan manajer risiko untuk
menerbitkan kebijakan pangan (Bordgroff, 1997; Sparringa, 2002).
Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan para manajer risiko diharapkan dapat
melindungi masyarakat dari risiko penyakit akibat pangan.
Untuk mempermudah pengkoleksian data sekaligus mengolahnya
menjadi informasi yang berguna diperlukan suatu alat (tools) yang disebut database. Keuntungan penggunaan database tersebut adalah penyimpanan
data dalam jumlah yang besar dan penggunaannya yang mudah sehingga
pengguna memperoleh keuntungan (Awad dan Gotterer, 1992). Database
olahan dari database ini dapat dimanfaatkan sebagai penyedia data konsentrasi
yang diperlukan dalam kajian paparan.
D. KAJIAN PAPARAN BAHAN KIMIA
Paparan bahan kimia melalui pangan dapat didefinisikan sebagai total
bahan kimia yang dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan kajian paparan bahan
kimia merupakan evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai paparan dan
tingkat paparan bahan kimia melalui pangan (WHO, 1997b; WHO, 2000a).
Beberapa komponen yang diperlukan untuk mendapatkan ketelitian dan
ketepatan dalam kajian paparan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3
menunjukkan betapa kompleksnya masalah yang berkaitan dengan kajian
paparan sehingga masing-masing komponen yang akan digunakan dalam
kajian paparan harus didefinisikan secara jelas agar interpretasi hasil kajian
paparan dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan (Badan POM,
2004b).
Pelaksanaan kajian paparan harus mempunyai skala prioritas. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan biaya, waktu dan tenaga sehingga hanya bahan
kimia yang memerlukan informasi lebih lanjut mengenai tingkat asupan yang
sebenarnya saja yang akan dikaji. Untuk kontaminan, penentuan prioritas
didasarkan pada ada tidaknya informasi mengenai toksisitas, health reference seperti PTWI/PTDI serta data konsentrasi kontaminan yang akan menjadi
fokus dalam kajian paparan (WHO, 2003c; Sparringa, personal communication. 2006). Sedangkan untuk BTP, penentuan prioritas dilakukan dengan menggunakan metode budget. Metode budget ini akan memperkirakan
level maksimum BTP secara teoritis pada proporsi suplai pangan dan atau
minuman yang mungkin mengandung BTP sehingga nilai ADI tidak dapat
dilampaui oleh populasi. Beberapa informasi yang diperlukan dalam metode
budget ini antara lain: (1) informasi mengenai batas maksimum BTP yang
diijinkan untuk ditambahkan dalam pangan, (2) distribusi penggunaan BTP
dalam suplai pangan padat dan atau minuman, serta (3) persentase pangan
padat dan atau minuman yang mengandung BTP (WHO, 2001; Sparringa et
Gambar 3. Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan (Badan
POM, 2004b) Data konsentrasi bahan kimia (BTP, kontaminan) :
- Tingkat maksimum yang diijinkan
- Konsentrasi tertinggi yang dilaporkan
- Nilai rata-rata atau median - Data konsentrasi BTP produk
yang diuji - Faktor koreksi
Target studi kajian paparan :
- Fetus - Bayi - Anak-anak - Dewasa
Karakterisasi risiko : - Dosis respon akut - ADI
- PTWI/PTDI - RDI
KAJIAN
PAPARAN
Data konsumsi pangan (termasuk air minum) - konsumsi tertinggi - rata-rata
(pengkonsumsi) - rata-rata (seluruh
populasi)
Faktor lain: - status gizi - pekerjaan - status kesehatan - umur
- jenis kelamin
- sarana pendukung lain
Waktu paparan : - seumur hidup - tahunan - bulanan - mingguan - harian
Level maksimum BTP secara teoritis dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
Untuk pangan padat
Proprorsi BTP dalam pangan padat X 40X ADI Level maksimum teoritis =
Proporsi pangan padat yang mengandung BTP
Untuk minuman
Persamaan tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan fisiologis
terhadap energi dan cairan. Diasumsikan bahwa asupan harian untuk pangan
padat dan cairan setiap individu tidak melebihi 25g/kg bb dan 100ml/kgbb.
Ini didasarkan pada publikasi Hansen (1979) yang menyatakan asumsi
maksimum asupan energi sebesar 50kkal/kg bb atau setara dengan 25g/kgbb
untuk dewasa (nilai kalori rata-rata diasumsikan sebesar 2kkal/g untuk semua
pangan padat) dan 100kkal/kgbb untuk anak-anak. Untuk yang berbentuk
cairan, maksimum asupan harian adalah 100ml/kgbb. Ketika BTP digunakan
baik pada pangan padat maupun minuman, tetapi proporsi masing-masing
kategori tidak diketahui maka diasumsikan 50% BTP digunakan dalam
pangan padat dan 50% BTP digunakan dalam minuman. Jika level maksimum
BTP secara teoritis lebih rendah dari level maksimum yang diijinkan maka
diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai BTP tersebut melalui proses
kajian paparan.
Pada dasarnya dua jenis informasi yang diperlukan dalam kajian
paparan adalah data konsumsi dan data konsentrasi bahan kimia (kontaminan
dan BTP) dalam pangan. Tingkat asupan bahan kimia dihitung dengan cara
mengalikan jumlah konsumsi dan tingkat bahan kimia dalam pangan tersebut
(Leparulo-Loftus et al., 1992; WHO, 2000a; Badan POM, 2004b; Sparringa et Proporsi BTP dalam minuman X 10 X ADI Level maksimum teoritis =
Konsumsi x Konsentrasi Paparan =
Berat Badan
al., 2004). Persamaan yang digunakan dalam kajian paparan adalah sebagai
berikut:
Untuk menentukan keakuratan hasil kajian paparan, data konsumsi dan data
konsentrasi harus bersifat kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif tidak dapat
digunakan untuk kajian paparan (Sparringa, personal communication. 2005). 1. Data konsumsi pangan
Data konsumsi yang ada selama ini biasanya digunakan untuk
program gizi dan belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan kajian
paparan (Sparringa, personal communication. 2006). Informasi tentang konsumsi pangan biasanya diperoleh dari kegiatan survei terhadap jenis
serta kuantitas pangan dan minuman yang dikonsumsi selama periode
tertentu. Kegiatan survei secara luas dikelompokkan ke dalam tiga
kategori yakni survei konsumsi secara nasional, rumah tangga dan berbasis
individu (WHO, 1997a; Sparringa et al., 2004).
a. Berbasis nasional
Data survei konsumsi pangan berskala nasional biasanya ada
dalam bentuk Food Balance Sheet (FBS) yang menyediakan informasi ketersediaan komoditi per kapita suatu negara. FBS ini disiapkan oleh
FAO setiap tahun dan memuat daftar produksi domestik, impor, ekspor
dan penggunaan produk non pangan untuk komoditi pangan mentah
setiap negara. Jumlah komoditi mentah yang tersedia untuk konsumsi
dihitung dengan cara menjumlahkan produksi domestik dengan jumlah
impor kemudian dikurangi dengan penjumlahan nilai ekspor dan nilai
penggunaan produk non pangan. Sumber data ini biasanya digunakan
dalam kajian paparan pestisida dan kontaminan yang memang pada
umumnya mengevaluasi komoditi mentah dan terbatas untuk kajian
asupan diet bahan tambahan pangan. Untuk banyak negara, data
terbaik untuk kajian paparan bahan tambahan pangan adalah hasil
SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) (WHO, 1997a; WHO,
2001; Sparringa et al., 2004).
b. Berbasis rumah tangga
Survei konsumsi di tingk