• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Lahan Fisik dan Ekonomi untuk Tanaman Pangan (Padi, Jagung, dan Kedelai) Menggunakan Automated Land Evaluation System (ALES) di Karawang Bagian Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Lahan Fisik dan Ekonomi untuk Tanaman Pangan (Padi, Jagung, dan Kedelai) Menggunakan Automated Land Evaluation System (ALES) di Karawang Bagian Selatan"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI LAHAN FISIK DAN EKONOMI UNTUK TANAMAN

PANGAN (PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI) MENGGUNAKAN

AUTOMATED LAND EVALUATION SYSTEM (ALES

) DI

KARAWANG BAGIAN SELATAN

SITI AISYAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Lahan Fisik dan Ekonomi untuk Tanaman Pangan (Padi, Jagung, dan Kedelai) Menggunakan

Automated Land Evaluation System (ALES) di Karawang Bagian Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Siti Aisyah

(4)

ABSTRAK

SITI AISYAH. Evaluasi Lahan Fisik dan Ekonomi untuk Tanaman Pangan (Padi, Jagung, dan Kedelai) Menggunakan Automated Land Evaluation System (ALES) di Karawang bagian Selatan. Dibimbing oleh WIDIATMAKA dan MUHAMMAD HIKMAT.

Evaluasi lahan untuk pengembangan atau peningkatan produksi pada tingkat petani di suatu wilayah tidak cukup hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga kelayakan ekonominya. Evaluasi lahan secara ekonomi dapat memberikan gambaran finansial dari suatu komoditas yang diusahakan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan mengevaluasi kesesuaian lahan secara fisik dan ekonomi menggunakan Automated Land Evaluation System (ALES) pada tipe penggunaan lahan padi sawah, jagung, dan kedelai. Penelitian dilakukan di enam kecamatan di Karawang bagian selatan, yaitu Kecamatan Purwasari, Majalaya, Cikampek, Ciampel, Klari, dan Karawang Timur. Luas wilayah penelitian adalah 32.591,06 Ha. Program yang digunakan untuk melakukan evaluasi kesesuaian lahan adalah program ALES. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode faktor pembatas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah dan kedelai di daerah penelitian tergolong sesuai marjinal (S3) dengan faktor pembatas utama adalah retensi hara (f) dan ketersediaan hara (n) untuk padi sawah, sedangkan untuk kedelai adalah retensi hara (f), ketersediaan hara (n) dan media perakaran (r). Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jagung tergolong tidak sesuai (N1) dengan faktor pembatas utama adalah ketersediaan hara (n). Perbaikan kualitas lahan dapat meningkatkan kelas kesesuaian aktual, seperti pemupukan, pemberian bahan organik dan pengapuran, serta tindakan konservasi. Nilai GM dan B/C rasio untuk tanaman padi sawah, jagung, dan kedelai bervariasi. Nilai B/C rasio untuk kelas kesesuaian S2 dan S3 pada tanaman padi sawah dan jagung bernilai > 1, sedangkan pada tanaman kedelai hanya kelas kesesuaian S2 yang bernilai > 1. Nilai B/C rasio > 1 menunjukkan bahwa penggunaan lahan tersebut layak untuk dikembangkan.

(5)

ABSTRACT

SITI AISYAH. Physical and Economic Evaluation of Land for Food Crops (Rice, Corn, and Soybeans) using Automated Land Evaluation System (ALES) in Southern Karawang. Supervised by WIDIATMAKA and MUHAMMAD HIKMAT.

Land evaluation for developing and increasing yield at farmer level in a region is not enough by physical evaluation only, it also needs economic feasability evaluation. Economic land evaluation provide financial overview of cultivated commodity. The aim of this research is to analyze and evaluate physical and economical land suitability using Automated Land Evaluation System (ALES) on various land use type for rice, corn, and soybean. Research was done in six sub-districts inSouthernKarawang, named Purwasari, Majalaya, Cikampek, Ciampel, Klari, and East Karawang. Research area is 32.591,06 Ha. Selected program to evaluate land suitability is ALES. Method used in this research is limiting factor method. Results of the research show by that actual land suitability classification for rice and soybean crop is marginal suitable (S3), with nutrient retention (f) and nutrient availability (n) as limiting factors on rice crop and nutrient retention (f), nutrient availability (n) and rooting medium (r) as limiting factors on soybean crop. Classification of actual land suitability for corn cropis unsuitable (N) with nutrient availability (n) limiting factor. Improvement on land quality such as fertilization, liming, giving organic matter, and land conservation could increase actual land suitability class. Various value of gross margin and B/C ratio for rice, corn, and soybean crops are discovered. B/C ratio for land suitability class S2 and S3 for rice and corn crop are > 1, while for soybean crop only class S2 of land suitability are > 1. B/C ratio with > 1 value indicate feasible economic land use.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

EVALUASI LAHAN FISIK DAN EKONOMI UNTUK TANAMAN

PANGAN (PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI) MENGGUNAKAN

AUTOMATED LAND EVALUATION SYSTEM (ALES

) DI

KARAWANG BAGIAN SELATAN

SITI AISYAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Evaluasi Lahan Fisik dan Ekonomi untuk Tanaman Pangan (Padi, Jagung, dan Kedelai) Menggunakan Automated Land Evaluation System (ALES) di Karawang Bagian Selatan

Nama : Siti Aisyah NRP : A14090041

Disetujui oleh

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA Ir. Muhammad Hikmat, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksakan sejak bulan Juli 2013 sampai Februari 2014 ini adalah evaluasi lahan, dengan judul Evaluasi Lahan Fisik dan Ekonomi untuk Tanaman Pangan (Padi, Jagung, dan Kedelai) Menggunakan Automated Land Evaluation System (ALES) di Karawang bagian Selatan.

Selama melakukan penelitian dan menyelesaikan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Institut Pertanian Bogor 2013 yang telah membiayai penelitian ini.

2. Bapak Widiatmaka selaku pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, saran, motivasi dan materi dalam penulisan skripsi.

3. Bapak Muhammad Hikmat selaku pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penulisan skripsi.

4. Bapak Hermanu Widjaja selaku pembimbing akademik serta penguji skripsi atas saran dalam penulisan skripsi.

5. Kedua orangtua (Ahmad Nahrawi dan Siti Hamimah), saudara (Abdurrahman dan Zainal Abidin), serta keluarga atas segala bantuan materi, motivasi, dan perhatiannya selama penulis menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

6. Bapak Halim atas segala informasi, saran, dan ilmu yang telah diberikan selama penelitian.

7. Dosen dan staf pengajar lainnya atas segala ilmu dan arahan yang telah diberikan selama menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 8. Staf dan karyawan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang

banyak membantu penulis dalam penyelesaian administrasi selama ini. 9. Teman-teman MSL 46 atas segala bantuan, motivasi dan informasinya

selama penelitian dan penulisan skripsi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Lahan dan Satuan Peta Lahan ... 3

Evaluasi Lahan ... 3

Tipe Penggunaan Lahan ... 4

Persyaratan Penggunaan Lahan ... 4

Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan ... 5

Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 5

Program ALES ... 7

Budidaya Tanaman Pertanian yang Diamati ... 7

METODE ... 8

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 8

Bahan ... 9

Alat ... 10

Prosedur Analisis Data ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Kondisi Fisik Daerah Penelitian ... 20

Kesuburan Tanah Daerah Penelitian ... 23

Evaluasi Kesesuaian Lahan Fisik ... 23

Kesesuaian Lahan Ekonomi... 29

SIMPULAN DAN SARAN ... 31

Simpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 31

LAMPIRAN ... 33

(12)

DAFTAR TABEL

1. Legenda peta tanah 11

2. Pemilihan dan penentuan karakteristik lahan pada setiap kualitas lahan 16 3. Klasifikasi tanah tingkat ordo, sub ordo, group, dan sub group* 20 4. Sebaran bentuk lahan dan lereng di wilayah penelitian 21 5. Legenda peta sebaran titik sampel tanah wilayah penelitian 23 6. Luas kesesuaian lahan aktual berbagai komoditi penelitian 24 7. Luas kesesuaian lahan potensial berbagai komoditi penelitian 24 8. Kelas kesesuaian, nilai GM, dan B/C rasio tanaman padi sawah 29 9. Kelas kesesuaian, nilai GM, dan B/C rasio tanaman jagung 30 10.Kelas kesesuaian, nilai GM, dan B/C rasio tanaman kedelai 30

DAFTAR GAMBAR

1. Peta administrasi wilayah penelitian 9

2. Peta tanah wilayah Penelitian 10

3. Prosedur evaluasi lahan secara keseluruhan, program ALES berperan

dalam langkah ke 6-9 15

4. Contoh penyusunan pohon keputusan pada PPL hara tersedia 17

5. Berbagai tools data 18

6. Input nilai karakteristik lahan per satuan lahan berdasarkan kriteria

tanaman dalam matriks data. 18

7. Prosedur penelitian 19

8. Peta lereng wilayah penelitian 21

9. Peta sebaran titik sampel tanah penelitian 22

10.Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah 26 11.Peta kesesuaian lahan potensial untuk tanaman padi sawah 26 12.Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jagung 27 13.Peta kesesuaian lahan potensial untuk tanaman jagung 27 14.Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kedelai 28 15.Peta kesesuaian lahan potensial untuk tanaman kedelai 28

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner Analisis Budidaya Pertanian 33

2. Kriteria Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah 35 3. Kriteria Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Jagung 36 4. Kriteria Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Kedelai 37 5. Hasil wawancara untuk analisis ekonomi tanaman padi sawah 38 6. Hasil wawancara untuk analisis ekonomi tanaman jagung 39 7. Hasil wawancara untuk analisis ekonomi tanaman kedelai 40

8. Data Karakteristik Lahan Daerah Penelitian 41

9. Data Kimia Tanah Daerah Penelitian 44

(13)

11.Hasil Penilaian Subkelas Kesesuaian Lahan Potensial 46 12.Luasan subkelas kesesuaian lahan aktual tanaman padi sawah, jagung,

dan kedelai 48

13.Luasan subkelas kesesuaian lahan potensial tanaman padi sawah,

jagung, dan kedelai 49

14.Masukan-masukan yang diberikan ke lahan untuk mendapat

kesesuaian potensial pada tanaman padi sawah. 50

15.Masukan-masukan yang diberikan ke lahan untuk mendapat

kesesuaian potensial pada tanaman jagung. 50

16.Masukan-masukan yang diberikan ke lahan untuk mendapat

kesesuaian potensial pada tanaman kedelai. 51

17.Analisis Ekonomi Tanaman Padi Sawah (musim/ha) 52

18.Analisis Ekonomi Tanaman Jagung (musim/ha) 53

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun (2010-2035) mendatang diproyeksikan terus meningkat yaitu dari 238,5 juta jiwa pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta jiwa pada tahun 2035 (Bappenas 2013). Pertambahan penduduk yang cukup besar di Indonesia menyebabkan meningkatnya permintaan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan. BPS (2013b) mencatat bahwa produksi beras nasional tahun 2012 sebesar 71,29 juta ton gabah kering giling dari luas panen 13,84 juta ha. Konsumsi beras per kapita per tahun mencapai 139 kg, sehingga kebutuhan akan beras adalah sebesar 32,94 juta ton. Kabupaten Karawang merupakan salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat. Hasil produksi padi sawah di wilayah ini tahun 2012 sebanyak 1.344.311 ton dari luas panen 197.691 ha (BPS 2013a). Berdasarkan hasil produksi tersebut, Karawang telah menyumbang pangan padi untuk ketahanan pangan nasional.

Hasil produksi jagung nasional tahun 2012 sebesar 18,5 juta ton dari luas panen sekitar 3,82 juta ha (BPS 2013b). Kebutuhan jagung tahun 2013 mencapai 17,3 juta ton untuk kebutuhan pabrik pakan, industri makanan, kebutuhan benih, dan konsumsi lokal. Sedangkan, hasil produksi jagung di Karawang adalah 232,3 ton dari luas panen 1.125 ha (BPS 2013a).

Pada tahun yang sama, produksi kedelai nasional sebesar 0,80 juta ton dari luas panen sekitar 0,55 juta ha (BPS 2013b). Kebutuhan akan kedelai sebesar 2,5 juta ton. Hasil produksi kedelai di Karawang adalah 87,6 ton dari luas panen 153 ha (BPS 2013a).

Dari angka-angka tersebut diketahui bahwa hasil produksi dalam negeri mampu mencukupi kebutuhan akan beras dan jagung, tetapi tidak mencukupi untuk kebutuhan kedelai. Pemerintah harus melakukan impor dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan kedelai. Namun di masa mendatang, dikhawatirkan kebutuhan padi, jagung, dan kedelai tidak bisa lagi terpenuhi oleh produksi dalam negeri. Kementerian Pertanian telah memproyeksikan beras, jagung, dan kedelai sebagai 3 (tiga) komoditas pangan untuk ketahanan pangan tahun 2014 (Kementerian Pertanian 2009).

Disamping itu, perkembangan pembangunan juga menyebabkan terjadinya persaingan dalam penggunaan lahan sehingga memicu konversi lahan, seperti lahan pertanian berubah menjadi pemukiman dan wilayah industri. Pengembangan kegiatan industri di Kabupaten Karawang dialokasikan pada bagian selatan, tepatnya di Kecamatan Klari, Cikampek, Telukjambe Barat, Telukjambe Timur, Purwasari, Karawang, Jatisari, dan Pangkalan. Kabupaten Karawang juga terpilih sebagai lokasi pembangunan bandar udara baru yang akan dibangun di Karawang Selatan, meliputi dua kecamatan (Pangkalan dan Ciampel) dan lima desa, dalam

Master Plan on Jakarta New International Airport tersebut direncanakan pembangunan bandar udara terbagi dalam 2 fase dengan rentang waktu dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2031 (Pemerintah Kabupaten Karawang 2013).

(16)

akan semakin intensif pada wilayah-wilayah yang menjadi pusat pengembangan kegiatan industri. Hal ini tidak terlepas dari letak Kabupaten Karawang yang berada dekat dengan ibukota negara. Konversi lahan yang terus terjadi dikhawatirkan akan mempengaruhi produksi padi, jagung, dan kedelai yang berakibat tidak terpenuhinya kebutuhan pangan. Keadaan ini perlu diimbangi oleh peningkatan hasil produksi pada lahan yang terbatas yang secara ekonomi menguntungkan dan berkelanjutan. Sasaran tersebut dapat dicapai dengan pengembangan komoditas pertanian yang dilakukan di lahan-lahan yang kualitas dan karakteristiknya paling sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas yang bersangkutan (Djaenudin et al. 2003).

Menurut Sitorus (1985), meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas, serta melakukan tindakan konservasinya untuk penggunaan masa mendatang. Penggunaan lahan secara lestari perlu dilakukan agar lahan masih dapat mendukung untuk penggunaan masa depan, serta diperlukan pula pengadaan evaluasi lahan untuk mendukung penggunaan lahan. Evaluasi lahan tidak cukup hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga kelayakan ekonominya. Evaluasi lahan secara ekonomi dapat memberikan gambaran finansial dari suatu komoditas yang diusahakan pada tingkat manajemen tertentu. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diketahui tipe penggunaan lahan (TPL) yang secara fisik paling sesuai dan secara ekonomi menguntungkan. Setelah TPL diketahui, selanjutnya perlu diketahui input dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat penerimaan/pendapatan usaha tani. Tujuan akhirnya adalah agar dilakukan upaya perbaikan terhadap sistem usaha tani di wilayah Karawang.

Semakin majunya perkembangan teknologi saat ini berlaku pula bagi perkembangan ilmu evaluasi lahan yang menyebabkan semakin cepat dan mudahnya pengguna ilmu evaluasi lahan untuk memperoleh hasil kesesuaian lahan suatu daerah yang diinginkan. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya permintaan evaluasi lahan di daerah di pelosok tanah air. Pada saat ini telah berkembang suatu program komputer yang dapat digunakan untuk evaluasi lahan. Program tersebut adalah Automated Land Evaluation System (ALES). Sejak pertama kali dibuat, program ini terus mengalami perkembangan dan perbaikan. Terakhir telah berkembang ALES version 4.65 yang digunakan untuk penelitian ini. Program tersebut diharapkan dapat digunakan dalam proyek atau evaluasi lahan skala regional. Satuan lahan yang dapat digunakan untuk evaluasi dalam ALES adalah unit-unit peta yang luas (survei tingkat tinjau dan bersifat umum) atau sempit (survei tingkat detil dan perencanaan skala kecil) (Rossitter et al. 1997

dalam Mulya 2007).

Tujuan Penelitian

(17)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini menyajikan peta kesesuaian lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan atau peningkatan produksi tanaman pangan serta analisis ekonominya.

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan dan Satuan Peta Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya, termasuk lingkungan fisik akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugi seperti erosi dan akumulasi garam (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Dalam pengertian lain, lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang (FAO 1997

dalam Sitorus 2004). Menurut FAO (1995) dalam Rayes (2007) Lahan memiliki banyak fungsi, diantaranya fungsi produksi yaitu lahan sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak, serat, bahan bakar kayu dan bahan-bahan biotik lainnya bagi manusia, baik secara langsung maupun melalui binatang ternak termasuk budidaya kolam dan tambak ikan.

Satuan peta lahan adalah peta suatu areal lahan yang memiliki karakteristik yang spesifik berbeda dari satuan peta lahan lainnya. Tingkat homogenitas atau perbedaan internal antara komponen lahan berbeda sesuai dengan skala dan intensitas pengamatan dan pemetaan tanah. Dalam pengertian lain, satuan peta tanah terdiri atas kumpulan semua deleniasi tanah yang ditandai oleh simbol, warna, nama, atau lambang yang khas pada suatu peta. Umumnya peta tanah terdiri atas lebih dari satu satuan peta. Satuan peta adalah satuan lahan yang mempunyai sistem fisiografi/landform yang sama, yang dibedakan satu sama lain di lapangan oleh batas-batas alami dan dapat dipakai sebagai satuan evaluasi lahan. Satuan-satuan yang dihasilkan umumnya berupa tubuh lahan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang dibedakan oleh batas-batas alami di tempat terjadinya perubahan ciri-ciri yang paling cepat ke arah lateral. Pendekatannya merupakan pendekatan fisiografis (Rayes 2007).

Evaluasi Lahan

(18)

sebagainya, sehingga dapat dihasilkan suatu peta tanah dengan batas-batas yang jelas. Penentuan batas satuan-satuan peta lahan sebagian didasarkan pada sifat-sifat tanah yang mudah dipetakan seperti lereng, bentuk lahan (landform), jenis tanah, dan bahan induk tanah. Walaupun demikian, kualitas lahan yang besar pengaruhnya terhadap tipe penggunaan lahan yang direncanakan perlu diperhatikan lebih mendalam. (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Parameter sosial-ekonomi dapat dibedakan menjadi dua pendekatan evaluasi lahan, yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif. Evaluasi kualitatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan cara mengelompokan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan perhitungan secara rinci dan tepat mengenai biaya dan pendapatan bagi penggunaan lahan tersebut. Keadaan sosial-ekonomi hanya merupakan latar belakang umum saja. Dalam bentuknya yang paling kuantitatif, evaluasi lahan dinyatakan dalam term ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output),

Benefit Cost Ratio atau dalam pendapatan bersih dan sebagainya (Arsyad 2006).

Tipe Penggunaan Lahan

Tipe penggunaan lahan (TPL) merupakan penggunaan lahan yang diuraikan secara terperinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk suatu daerah dengan keadaan fisik dan sosial ekonomi tertentu, yaitu menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan, dan keluaran yang diharapkan secara spesifik (Rayes 2007). Masing-masing TPL mempunyai syarat-syarat dan pembatas tertentu, untuk dapat berproduksi dengan baik dan berkelanjutan. TPL untuk pertanian tadah hujan mencakup jenis tanaman, kombinasi tanaman atau sistem pertanaman (pergiliran tanaman, tumpangsari, dan lain-lain) dengan suatu teknologi dan keadaan sosial ekonomi tertentu (FAO 1983 dalam Mulya 2007). TPL untuk pertanian irigasi mencakup jenis tanaman, kombinasi tanaman atau sistem pertanaman (pergiliran tanaman, tumpangsari, dan lain-lain) dengan spesifikasi metode dan pengelolaan irigasi pada teknologi dan keadaan sosial ekonomi tertentu (FAO 1985 dalam Hendrisman et al 2000)

Persyaratan Penggunaan Lahan

(19)

Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang tidak dapat diukur langsung karena merupakan interaksi dari beberapa karakteristik lahan yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Satu jenis kualitas lahan dapat disebabkan oleh beberapa karakteristik lahan, misalnya ketersediaan lahan dapat ditentukan berdasarkan ketersediaan P dan K-dapat ditukar, dan sebagainya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Jumlah kualitas lahan cukup banyak, namun untuk kepentingan evaluasi lahan bisa dipilih dan ditentukan sesuai dengan keperluan dan kondisi wilayah setempat yang akan dievaluasi. Parameter untuk evaluasi lahan pada survei tingkat tinjau, tentu lebih terbatas dibandingkan dengan untuk tingkat detail karena berkaitan dengan ketersediaan dan kualitas data pada masing-masing tingkat pemetaan tanah tersebut (Rayes 2007).

Karakteristik lahan mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia, dan sebagainya. Satu jenis karakteristik lahan dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah dapat berpengaruh terhadap tersedianya air, mudah tidaknya tanah diolah, kepekaan erosi dan lain-lain. Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan, biasanya saling berinteraksi satu sama lainnya. Oleh karena itu dalam melakukan interpretasi perlu dipertimbangkan atau diperbandingkan antara lahan (kualitas lahan) dengan penggunaannya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Sedangkan, klasifikasi kesesuaian lahan adalah penilaian dan pengelompokan atau proses penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu (Arsyad 2006).

Klasifikasi kesesuaian lahan menyangkut perbandingan (matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan, menurut kerangka kerja FAO (1976) dalam Rayes (2007) terdiri atas 4 kategori, yaitu:

1. Ordo : menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan atas ordo sesuai (S) dan ordo tidak sesuai (N).

Ordo S adalah lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.

(20)

2. Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo. Pada dasarnya jumlah kelas dalam tiap ordo tidak terbatas, tetapi dianjurkan untuk memakai 3 kelas dalam ordo S dan 2 kelas dalam ordo N.

Kelas S1 (sangat sesuai) : lahan yang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.

Kelas S2 (cukup sesuai) : lahan mempunyai pembatas agak berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta meningkatkan masukan yang diperlukan.

Kelas S3 (sesuai marjinal) : lahan mempunyai pembatas sangat berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan.

Kelas N1 (tidak sesuai saat ini) : lahan mempunyai pembatas lebih berat, tapi masih mungkin untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. Faktor-faktor pembatasnya begitu berat sehingga menghalangi keberhasilan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Kelas N2 (tidak sesuai selamanya) : lahan mempunyai pembatas yang sangat berat, sehingga tidak mungkin digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.

3. Sub-kelas : menunjukan keadaan tingkatan dalam kelas yang didasarkan pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas. Masing-masing kelas dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub-kelas kesesuaian tergantung pada jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas dicerminkan oleh simbol huruf kecil yang diletakkan setelah simbol kelas. Misalnya S2n, artinya lahan tersebut mempunyai kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai) dengan pembatas n (ketersediaan hara). Jika terdapat lebih dari satu faktor pembatas, maka pembatas yang paling utama diletakkan lebih awal.

(21)

Program ALES

ALES diciptakan oleh David G. Rossiter, program ini merupakan program komputer yang memungkinkan pengevaluasi lahan membangun sistem pakar untuk mengevaluasi lahan menurut metode Kerangka Kerja Evaluasi Lahan (FAO 1976 dalam Rayes 2007). Pelaku evaluasi lahan biasanya membangun sistem pakarnya sendiri menggunakan program ALES dengan mempertimbangkan kondisi setempat serta tujuan evaluasi lahan yang dilakukan.

Dalam ALES setiap evaluasi terdiri atas sejumlah TPL, yaitu penggunaan lahan yang diusulkan, dan sejumlah satuan peta lahan (SPL) yaitu satuan luasan lahan yang akan dievaluasi. Setiap satuan peta dievaluasi untuk setiap TPL sehingga menghasilkan suatu matriks kesesuaian lahan. Ada dua macam kesesuaian dalam kerangka kerja evaluasi lahan FAO, yaitu kesesuaian secara fisik dan kesesuaian secara ekonomi.

Evaluasi kesesuaian secara fisik menunjukkan tingkat kesesuaian untuk suatu penggunaan lahan tanpa memperhatikan kondisi ekonomi. Dalam klasifikasi ini hanya ditekankan pada aspek kesesuaian yang relatif tetap, seperti kondisi iklim, tanah, dan bukan pada aspek yang mudah berubah seperti harga. Evaluasi lahan secara fisik cenderung menekankan pada risiko dan bahaya seperti terhadap lingkungan atau terhadap pembatas-pembatas mutlak seperti iklim. Pertimbangannya adalah bahwa jika suatu penggunaan terlalu beresiko atau secara fisik tidak memungkinkan, maka tidak perlu dilakukan analisis ekonomi.

Keuntungan evaluasi kesesuaian secara fisik adalah bahwa kesesuaian fisik tidak berubah dengan cepat. Namun juga memiliki kerugian, diantaranya:

1. Keputusan penggunaan lahan sangat sering didasarkan pada pertimbangan ekonomi.

2. Tanpa pertimbangan ekonomi, tidak ada kejelasan mengenai bagaimana menentukan tingkat kesesuaian.

3. Tanpa analisis ekonomi, tidak ada kejelasan mengenai bagaimana membandingkan dua TPL yang berbeda, tetapi memiliki kesesuaian fisik yang sama.

Evaluasi kesesuaian lahan didasarkan atas pertimbangan keuntungan ekonomi, apabila suatu TPL diterapkan di suatu daerah. Analisis ekonomi ALES umumnya tidak memasukkan biaya tetap dari satuan ekonomi (misalnya tanah pertanian) karena tidak tergantung pada luasan lahan pertanian. Kaitan antara biaya produksi dengan persyaratan penggunaan lahan adalah semakin meningkat tingkat kendala (misalnya tingkat kerawanan yang lebih tinggi dari kualitas lahan yang setara) semakin meningkat biaya produksi atau semakin menurun hasil produksi, atau bisa keduanya (Rayes 2007).

Budidaya Tanaman Pertanian yang Diamati

Budidaya Padi Sawah

(22)

liat minimal 20 persen. Kemasaman tanah yang dikehendaki antara pH 4,0-7,0. Penggenangan akan mengubah pH tanah menjadi netral. Tanaman padi di dataran rendah sesuai pada ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur 22 – 27 °C, sedangkan di dataran tinggi sesuai pada ketinggian 650-1.500 m dpl dengan temperatur 19 – 23 °C (Purwono dan Heni 2007).

Budidaya Jagung

Jagung merupakan tanaman asli Benua Amerika. Jagung telah ditanam oleh suku Indian jauh sebelum Benua Amerika ditemukan. Tanaman jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Namun, beberapa persyaratan ideal yang dikehendaki tanaman jagung diantaranya pH tanah 5,6 – 7,5 dan berdrainase baik. Tanah dengan tekstur lempung liat berdebu merupakan tanah terbaik untuk pertumbuhan jagung. Kemiringan tanah optimum untuk tanaman jagung maksimum 8 % karena kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil dengan iklim sedang hingga beriklim sub-tropis/tropis basah. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21 - 34 °C (Purwono dan Heni 2007).

Budidaya Kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, tanaman ini dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman pangan. Toleransi kemasaman tanah (pH tanah) bagi kedelai adalah 5,8-7,0. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terhambat karena keracunan alumunium. Selain itu, pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi akan berjalan kurang baik. Tanah dengan tekstur sedang sangat baik untuk pertumbuhan kedelai. Tanah-tanah yang cocok untuk pertumbuhan kedelai yaitu alluvial, regosol, grumusol, latosol, dan andosol. Curah hujan yang cocok sekitar 100-400 mm/bulan (Purwono dan Heni 2007). Pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu 29,4⁰ C dan menurun bila suhu lebih rendah. Apabila air mencukupi, kedelai masih dapat tumbuh baik pada suhu yang sangat tinggi (36⁰ C) dan akan berhenti tumbuh pada suhu 9⁰ C. tanaman kedelai dapat tumbuh baik sampai ketinggian 1.500 m dpl (Baharsjah et al. 1986).

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Karawang bagian Selatan. Wilayah studi yang dikaji meliputi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Cikampek, Majalaya, Purwasari, Ciampel, Klari, dan Karawang Timur. Luas wilayah penelitian ± 32.591,06 Ha. Penelitian berlangsung pada bulan Juli 2013 sampai Februari 2014. Daerah penelitian secara geografis terletak antara 107⁰ 28' 14,2" – 107⁰ 16' 33,1" BT dan 6⁰ 15' 6,4" – 6⁰ 30' 15.8" LS.

(23)

daerah penelitian sebagian berbentuk dataran dan berombak yang relatif rendah (25 m dpl), terletak pada Kecamatan Klari, Karawang Timur, Majalaya, Purwasari, Cikampek, dan sebagian Ciampel. Sebagian kecil Ciampel memiliki topografi yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 26-1.300 m dpl. Daerah penelitian ditempati oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan sedimen, sedangkan di bagian selatan terletak Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m dpl, yang mengandung endapan vulkanik. Gambar 1 menyajikan peta administrasi wilayah penelitian.

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara petani padi sawah, jagung, dan kedelai, di wilayah penelitian (Lampiran 1). Tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan informasi mengenai usaha budidaya pertanian padi sawah, jagung, dan kedelai sebagai dasar penghitungan untuk analisis ekonomi pada program ALES. Data sekunder berupa Peta Tanah Semi Detail (Faperta 1993), sebagai dasar pembuatan peta tanah, dan data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).

(24)

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner. Dalam evaluasi lahan dan analisis data digunakan seperangkat komputer dengan perangkat lunak ArcView GIS 3.3, ArcGis 9.3, ALES ver: 4.65e, dan Microsoft Office.

Prosedur Analisis Data

Pembuatan Peta Tanah

Peta tersebut di atas digunakan dalam pembuatan peta tanah wilayah penelitian. Satuan tanah yang digunakan untuk evaluasi lahan adalah satuan hasil pemetaan terdahulu, termasuk sampel tanah pada tiap-tiap satuan tanahnya (Faperta 1993). Data berupa peta dan atribut yang akan digunakan diseleksi terlebih dahulu, berdasarkan wilayah yang akan diamati. Digitasi peta tanah dilakukan dengan menggunakan program ArcView GIS 3.3 dan ArcGis 9.3. Peta tanah wilayah penelitian untuk analisis evaluasi lahan disajikan pada Gambar 2, sedangkan legendanya disajikan pada Tabel 1.

Daerah penelitian memiliki 39 satuan tanah yang tersebar dalam enam kecamatan, yaitu Kecamatan Ciampel, Klari, Karawang Timur, Purwasari, Cikampek, dan Majalaya. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), Peta tanah adalah suatu peta yang menggambarkan penyebaran jenis-jenis tanah di suatu daerah. Peta ini dilengkapi dengan legenda yang secara singkat menerangkan sifat-sifat tanah dari masing-masing satuan peta.

(25)

Tabel 1 Legenda peta tanah

(26)
(27)
(28)

Table 3 (Lanjutan)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

43 Kompleks:

30 - 45 % Berbukit Batu klei dan napal 35,23 0,11

CIKADUT Typic Eutropepts

CIKONDANG Typic Hapludalfs

KUTAMANEUH Fluventic Eutrudepts

44 Kompleks:

30 - 75 % Berbukit dengan

lereng curam Batu kapur 221,64 0,68

CIKARANGJATI Vertic Hapludalfs

CIKONDANG Typic Hapludalfs

45 Kompleks:

1 - 20 % Berbukit Batu pasir berloam 120,47 0,37

KUTATANDINGAN Lithic Eutrudepts

CIKONDANG Typic Hapludalfs

46 JATILUHUR Typic Dystrudepts 30 - 45 % Berbukit Batu klei 68,86 0,21

47 Asosiasi:

8 - 15 % Bergelombang Batu pasir berloam 389,05 1,19

PASIRHEAS Lithic Hapludults

CIPATUNJANG Lithic Hapludalfs

48 Asosiasi:

35 - 60 % Perbukitan karstik Batu kapur 327,05 1,00

CISUREN Typic Eutrudepts

KUTAKULAMBU Fluvaquentic Eutrudepts

KUTALANGGENG Lithic Hapludalfs

Total 32.591,06 100,00

(29)

Evaluasi lahan fisik

Analisis kesesuaian lahan fisik dilakukan secara komputerisasi menggunakan program ALES versi 4.65e dengan cara membandingkan kualitas lahan melalui satuan tanah dengan persyaratan tumbuh tanaman. Kriteria persyaratan tumbuh tanaman mengacu kepada kriteria kesesuaian lahan dari Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), yang disajikan pada Lampiran 2, 3, dan 4. Komoditas tanaman yang dievaluasi meliputi kelompok komoditas tanaman pangan, yaitu padi sawah, jagung, dan kedelai. Evaluasi lahan fisik menghasilkan lima kelas kesesuaian lahan, yaitu: S1, S2, S3, N1, dan N2. Sedangkan evaluasi lahan ekonomi menghasilkan empat kelas kesesuaian lahan, yaitu S1, S2, S3, dan N. Secara garis besar, prosedur evaluasi lahan disajikan pada Gambar 3.

ALES dikembangkan oleh Rossiter didasarkan pada kerangka kerja FAO untuk evaluasi lahan dan menawarkan kemungkinan evaluasi ekonomi dan mengaplikasikan expert knowledge dalam pohon keputusan (decision tree). Dalam sistem ini dimungkinkan untuk melakukan evaluasi lahan fisik maupun ekonomi untuk mempertimbangkan keuntungan ekonomi dari satuan lahan yang memiliki tingkat kesesuaian yang berbeda-beda. Teknik pengoperasian ALES mengacu pada Hendrisman (2005).

Gambar 3 Prosedur evaluasi lahan secara keseluruhan, program ALES berperan dalam langkah ke 6-9

(1) Mendefinisikan entitas spasial yang akan dievaluasi

(2) Mendefinisikan tipe penggunaan lahan yang akan dievaluasi

(3) Mendefinisikan tipe penggunaan lahan dalam kaitannya dengan persyaratan penggunaan lahan

(5) Mendefinisikan persyaratan penggunaan lahan dalam hal karakteristik lahan penciri (4)Mengidentifikasi sumber data dan

survei jika perlu/jika memungkinkan

(6) Memasukan data tabel dan peta untuk setiap karakteristik lahan

(7) Membangun model komputer untuk evaluasi lahan

(8) Melakukan evaluasi

(30)

Tahapan operasional evaluasi lahan menggunakan ALES disajikan di bawah ini.

1. Penetapan daftar acuan

Daftar acuan (reference list) terdiri dari persyaratan penggunaan lahan (PPL), keluaran (output), masukan (input), dan karakteristik lahan. Penetapan PPL dilakukan untuk setiap TPL. Sedangkan pemilihan dan penentuan karakteristik lahan dilakukan pada setiap kualitas lahan untuk masing-masing TPL (Tabel 2). Kualitas lahan yang digunakan adalah temperatur (t), ketersediaan air (w), media perakaran (r), retensi hara (f), hara tersedia (n), dan tingkat bahaya erosi (e). Kualitas lahan toksisitas (x) tidak digunakan dalam penelitian ini, karena tidak tersedianya data.

2. Penetapan TPL

TPL yang dianalisis meliputi 3 (tiga) komoditas pertanian yaitu padi sawah, jagung, dan kedelai. TPL terdiri dari parameter ekonomik, masukan/tahunan, keluaran, dan persyaratan penggunaan lahan. Parameter ekonomik menetapkan tingkat bunga modal, pendapatan kotor, nilai bersih, rasio B/C. Masukan/tahunan menetapkan segala macam input yang digunakan untuk menghasilkan produksi, sedangkan keluaran berupa hasil panen tanaman tersebut. TPL yang dilakukan petani Karawang sebagian besar termasuk TPL tingkat pengelolaan sedang. Parameter ekonomik, masukan/tahunan, dan keluaran digunakan untuk anilisis ekonomi. Pada penelitian ini, analisis ekonomi dilakukan secara manual menggunakan program Microsoft Excel.

3. Penyusunan pohon keputusan (decision tree)

Penyusunan pohon keputusan berkaitan dengan KL dari masing-masing satuan tanah (ST), serta persyaratan tumbuh tanamannya. Setiap KL harus dapat mengakomodir seluruh kelas dengan kisaran nilainya untuk semua tanaman di dalam TPL sesuai dengan kriteria yang digunakan untuk

Tabel 2 Pemilihan dan penentuan karakteristik lahan pada setiap kualitas lahan

Kualitas Lahan Karakteristik lahan

Temperatur (t) Rata-rata Tahunan (Rrt)

Ketersediaan Air (w) Curah Hujan/tahun (Ch)

Media Perakaran (r) Drainase Tanah (Dt)

Tekstur (Tks)

Tingkat Bahaya Erosi (e) Bahaya Erosi (TBE)

(31)

menentukan kelas kesesuaian lahan dari yang terbaik (S1) sampai yang terburuk (N2). Dalam menentukan tingkat kendala (severity level) berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan setiap satuan lahan setara dengan kelas kesesuaian lahan S1, S2, S3, N1, dan N2. Semakin tinggi tingkat kendala, maka semakin rendah tingkat kesesuaiannya. Suatu PPL yang mempunyai KL yang bernilai S1/S2/S3/N1, maka penilaiannya dapat dilanjutkan pada cabang KL selanjutnya. Sedangkan, jika ada suatu PPL mempunyai KL yang menjatuhkan ke tingkat kerawanan/kendala yang paling berat (N2), maka tidak perlu dilanjutkan ke cabang-cabang KL lainnya. Contoh penyusunan pohon keputusan disajikan pada Gambar 4.

n (hara tersedia) KP KP KP

3. rendah- sangat rendah *S3

2. rendah S2 >> P2O5

3. rendah- sangat rendah *S3

3. sangat rendah *S3

Ket: n= hara tersedia; N = N total; P2O5 = P2O5 tersedia; K2O = K2O tersedia; KP = keputusan; *= keputusan akhir

Gambar 4 Contoh penyusunan pohon keputusan pada PPL hara tersedia 4. Pembuatan basis data (database)

Pembuatan basis data pada penelitian ini dilakukan secara manual atau langsung pada program ALES. Pada Pembuatan basis data dilakukan penetapan dan pemilihan ST yang di analisis yang terdiri dari nama, homogen atau campuran, dan luasan ST. Penetapan ini dapat dilakukan pada tools

(32)

5. Evaluasi

Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi. Program secara otomatis akan mengevaluasi lahan sesuai dengan model yang telah ditetapkan. Penyusunan model evaluasi lahan mengacu pada Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007).

Evaluasi lahan ekonomi

Penghitungan evaluasi lahan secara ekonomi dilakukan dengan program

Microsoft Excel. Evaluasi lahan ekonomi berkaitan dengan kelayakan aktivitas usaha pertanian. Nilai harapan produksi mengacu pada prosedur Land Evaluation Computer System (LECS) yang dimodifikasi FAO (1983) dan Rossiter (1988)

dalam Djaenudin (2008). Harapan produksi yang dapat dihasilkan lahan yang tergolong kelas S1 diasumsikan mencapai ≥ 80%, untuk kelas S2 berkisar antara > 60% hingga < 80%, dan kelas S3 berkisar antara ≥ 25% hingga 60%, sedangkan untuk lahan yang tergolong kelas N kemampuan produksinya < 25% dari produksi

Gambar 6 Input nilai karakteristik lahan per satuan lahan berdasarkan kriteria tanaman dalam matriks data.

(33)

optimal. Untuk mengukur tingkat kelayakan usaha tani suatu TPL untuk tanaman semusim digunakan indikator ekonomi:

Gross margin (GM), yakni pendugaan berdasarkan biaya dan penerimaan dalam satuan lahan tertentu (hektar/tahun).

Benefit - Cost Rasio (B/C ratio), yaitu nilai pendapatan sekarang (PV in)

dibagi dengan nilai biaya sekarang (PV out).

Analisis kelayakan finansial pada penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara oleh petani. Kelayakan usaha tani dilakukan dengan menghitung biaya produksi yang dikeluarkan petani yang terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Secara keseluruhan prosedur penelitian disajikan pada Gambar 7. Data ekonomi budidaya didapat dari hasil wawancara di lapang, yang disajikan pada Lampiran 5, 6, dan 7.

Gambar 7 Prosedur penelitian Kesesuaian Lahan

Fisik

Kesesuaian Lahan Ekonomi

Data/Peta Satuan Lahan wilayah penelitian Peta Tanah Faperta

Data analisis kimia dan fisik lahan (sekunder)

Kriteria kesesuaian komoditas tanaman pangan

ALES

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Fisik Daerah Penelitian

Tanah dan Klasifikasinya

Tanah di wilayah penelitian terbentuk dari bahan induk endapan klei, endapan klei aluvium, endapan pasir, tufa andesit, batu klei, dan batu kapur. Tanah–tanah wilayah penelitian diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy edisi lama yang telah diperbarui ke dalam Soil Taxonomy edisi 11 (Soil Survey Staff 2010). Tanah-tanah tersebut diklasifikasikan ke dalam enam ordo, yaitu Alfisols, Entisols, Inceptisols, Mollisols, Ultisols, dan Vertisols (Faperta 1993). Tanah dan klasifikasinya pada tingkat ordo, sub-ordo, group, dan subgroup disajikan pada Tabel 3.

Tekstur dominan di daerah penelitian adalah klei (Lampiran 8). Syarat tumbuh tanaman padi sawah, jagung dan kedelai adalah pada tekstur lom, lom klei berpasir, lom berpasir, dan lom berklei. Sedangkan tekstur klei berada pada kelas kesesuaian S2. Tekstur mempengaruhi kondisi perakaran tanaman, yang pada umumnya sesuai pada tekstur halus sampai sedang.

Tabel 3 Klasifikasi tanah tingkat ordo, sub ordo, group, dan sub group*

Ordo Subordo Group Subgroup

Alfisols Udalfs Hapludalfs Lithic Hapludalfs

Typic Hapludalfs Vertic Hapludalfs Aquic Hapludalf

Paleudalfs Rhodic Paleudalfs

Entisols Fluvents Udifluvents Aquic Udifluvents

Inceptisols Aquepts Endoaquepts Typic Endoaquepts

Aeric Endoaquepts Vertic Endoaquepts

Udepts Eutrudepts Typic Eutrudepts

Oxyaquic Eutrudepts

Ultisols Udults Hapludults Lithic Hapludults

Paleudults Rhodic Paleudults

Mollisols Udolls Argiudolls Typic Argiudolls

Vertisols Uderts Hapluderts Aquic Hapluderts

(35)

Lereng

Sebaran bentuk lahan di wilayah penelitian dapat dibedakan menjadi datar (0-3%), berombak (3-8%), bergelombang (8-15%), berbukit (15-30%), dan bergunung (30-45%). Sebaran lereng yang dominan di daerah penelitian adalah lereng 0-15%. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), sebaran lereng yang sesuai untuk pengembangan tanaman padi sawah, jagung, dan kedelai adalah lereng 0-15% dengan bentuk lahan datar sampai bergelombang. Masalah fisik lahan untuk daerah yang tidak sesuai dapat di atasi dengan teknologi, selama teknologi tersebut aman bagi lingkungan dengan biaya yang rasional seperti pembuatan teras. Sebaran bentuk lahan dan lereng, serta peta sebaran lereng disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 8.

Gambar 8 Peta lereng wilayah penelitian Tabel 4 Sebaran bentuk lahan dan lereng di wilayah penelitian

No Lereng

(%) Bentuk lahan SPT Luas (ha)

1 0-3 Datar 4, 6, 7, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 23, 25, 26,28 16.318,25

2 3-8 Berombak 12, 19, 20, 33, 34, 35 6.814,55

3 8-15 Bergelombang 21, 22, 24, 29, 30, 32, 41, 47 7.111,60

4 15-30 Berbukit 36, 38, 39, 40,45 1.468,55

5 30-45 Bergunung 27, 37, 42, 43, 44, 46, 48 878,11

Luas total 32.591,06

(36)

Iklim

Sesuai dengan bentuk morfologinya Kabupaten Karawang terdiri dari dataran rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 27⁰C dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 persen dan kelembaban nisbi 80 persen. Curah hujan tahunan 1.100–3.200 mm/tahun. Pada bulan Januari sampai April bertiup angin Muson Laut dan sekitar bulan Juni bertiup angin Muson Tenggara (BPS 2011). Distribusi curah hujan tersebut menunjukan bahwa wilayah penelitian tergolong beriklim basah dengan curah hujan relatif cukup tinggi. Iklim dan suhu (temperatur) merupakan persyaratan penting dalam evaluasi lahan. Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Arsyad (2006) di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah, dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi disamping faktor lereng dan tekstur.

Titik sampel tanah

Gambar 9 menyajikan peta sebaran titik sampel tanah di daerah penelitian, sebagian titik sampel yang digunakan berada di luar daerah penelitian namun karakteristik tanahnya memiliki sifat yang sama. Sedangkan Tabel 5 menyajikan legenda dari peta sebaran titik sampel tanah berupa kode lapang titik sampel, koordinat titik sampel, SPT, serta karakteristik lahan yang diamati. Karakteristik lahan yang diamati berupa lereng, tekstur, curah hujan, dan TBE. Karakteristik lahan dengan sampel tanah yang lengkap disajikan pada Lampiran 8.

(37)

Kesuburan Tanah Daerah Penelitian

Kesuburan tanah yang diamati adalah derajat kemasaman tanah (pH) H2O,

C-organik, N-total, P-tersedia, basa-basa, Kapasitas Tukar Kation (KTK), dan Kejenuhan basa (KB). Daerah penelitian memiliki pH 4,4-7,5, C-organik sangat rendah sampai tinggi, N-total sangat rendah sampai sedang, P-tersedia sangat rendah sampai sedang, KTK sedang sampai tinggi, KB sedang sampai tinggi, K2O

sangat rendah sampai tinggi. Masalah kimia tanah dapat diatasi dengan pemupukan, pemberian kapur dan bahan organik, agar hara dapat tersedia bagi tanaman. Data kimia tanah yang terdapat di daerah penelitian disajikan pada Lampiran 9.

Evaluasi Kesesuaian Lahan Fisik

Persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman padi sawah, jagung, dan kedelai yang digunakan pada penelitian ini adalah temperatur, ketersediaan air, media perakaran, retensi hara, hara tersedia, dan tingkat bahaya erosi. Masing-masing penggunaan lahan memiliki hasil evaluasi dengan luasan yang bervariasi. Hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah, jagung, dan kedelai disajikan pada Gambar 10, Gambar 12, dan Gambar 14. Sedangkan hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial untuk tanaman padi sawah, jagung, dan kedelai disajikan pada Gambar 11, Gambar 13, dan Gambar 15. Luasan hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual disajikan pada Tabel 6, sedangkan luasan hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial disajikan pada Tabel 7. Hasil evaluasi lahan

(38)

fisik aktual tiap satuan lahannya disajikan pada Lampiran 10, sedangkan hasil evaluasi lahan fisik potensial tiap satuan lahannya disajikan pada Lampiran 11.

Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah

Berdasarkan hasil penilaian evaluasi kesesuaian lahan untuk padi sawah di wilayah penelitian diperoleh hasil kelas kesesuaian lahan aktualnya adalah S2, S3, N1, dan N2 dengan luasan masing-masing 1.098,46 Ha atau 3,37 %, 22.421,42 Ha atau 68,80 %, 5.786,79 Ha atau 17,76 %, dan 3.284,40 Ha atau 10,08% dari luas wilayah penelitian. Faktor pembatasnya adalah tingkat bahaya erosi, retensi hara, hara tersedia, dan media perakaran. Faktor pembatas dominan adalah retensi hara, dan hara tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa fisiografi dan kesuburan tanah masih menjadi pembatas yang berat pada penggunaan lahan ini. Perlu adanya perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahannya, seperti pemberian pupuk yang cukup untuk ketersediaan hara, dan pengendalian bahaya erosi yang sesuai dengan kaidah konservasi seperti pembuatan teras.

Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung

Berdasarkan hasil penilaian evaluasi kesesuaian lahan untuk jagung di wilayah penelitian diperoleh hasil kelas kesesuaian lahannya adalah S2, S3, N1, dan N2 dengan luasan masing-masing 2.102,45 Ha atau 6,45 %, 3.930,95 Ha atau 12,06 %, 23.273,27 Ha atau 71,41 %, dan 3.284,40 Ha atau 10,08 % dari luas wilayah penelitian. Faktor pembatasnya adalah tingkat bahaya erosi, retensi hara, hara tersedia, media perakaran, dan temperatur. Faktor pembatas yang dominan adalah hara tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa fisiografi, suhu, dan kesuburan tanah menjadi pembatas yang berat bagi penggunaan lahan ini. Pengendalian dan penanggulangan bahaya erosi seperti pembuatan teras yang sesuai dengan kaidah konservasi tanah perlu dilakukan. Pembatas kesuburan tanah dapat diatasi dengan pemberian pupuk yang cukup.

Tabel 6 Luas kesesuaian lahan aktual berbagai komoditi penelitian Kelas

Kesesuaian

Padi Sawah Jagung Kedelai

Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %

Tabel 7 Luas kesesuaian lahan potensial berbagai komoditi penelitian Kelas

kesesuaian

Padi sawah Jagung Kedelai

Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %

S2 18.126,45 55,62 2.842,52 8,72 1.856,94 5,70

S3 11.180,22 34,30 26.464,15 81,20 27.449,72 84,22

N2 3.284,40 10,08 3.284,40 10,08 3.284,40 10,08

(39)

Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kedelai

Berdasarkan hasil penilaian evaluasi kesesuaian lahan untuk kedelai di wilayah penelitian diperoleh hasil kelas kesesuaian lahannya adalah S2, S3, N1, dan N2 dengan luasan masing-masing 1.003,99 Ha atau 3,08 %, 17.317,89 Ha atau 53,14 %, 10.984,78 Ha atau 33,70 %, dan 3.284,40 Ha atau 10,08 % dari luas wilayah penelitian. Faktor pembatasnya adalah tingkat bahaya erosi, retensi hara, hara tersedia, media perakaran, temperatur, dan ketersediaan air. Faktor pembatas yang dominan adalah retensi hara, hara tersedia, dan media perakaran. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua kriteria penggunaan lahan menjadi faktor pembatas. Pemberian mulsa pada permukaan tanah untuk mengurangi evapotranspirasi dan penggunaan irigasi yang tepat guna dapat menanggulangi ketersediaan air. Pemberian pupuk serta bahan amelioran dapat meningkatkan hara dan memperbaiki struktur tanah, serta pengendalian dan penanggulangan bahaya erosi dengan teknologi konservasi.

Luasan untuk kelas kesesuaian N2 memiliki nilai yang sama pada ketiga tinggi yaitu 22.421,42 ha atau 68,80% dari luas wilayah penelitian. Luasan untuk subkelas kesesuaian aktual dan potensial berbagai komoditi disajikan pada Lampiran 12 dan 13. Tanaman jagung cukup sesuai dibudidayakan di wilayah penelitian dan jika dikembangkan secara serius mampu menghasilkan produksi yang optimum, tetapi dalam keadaan dilapang jagung kurang diminati oleh petani karena sulitnya mencari pemasaran hasil produksi jagung dibandingkan dengan pemasaran hasil produksi padi yang relatif mudah ditemukan.

(40)

Gambar 10 Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah

(41)

Gambar 12 Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jagung

(42)

Gambar 14 Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kedelai

(43)

Kesesuaian Lahan Ekonomi

Menurut Ramli et al. (2009), kelas kesesuaian lahan secara ekonomi berbeda dengan kesesuaian lahan secara fisik, dari setiap SL hanya terdiri dari satu kelas, walaupun SL yang bersangkutan tersusun lebih dari satu unit tanah yang karakteristiknya berbeda. Hal ini disebabkan karena yang menentukan kelas kesesuaian lahan ekonomi adalah faktor input dan output kumulatif, baik dalam bentuk produk hasil ton/ha, atau rupiah/ha dari harga jual komoditas yang dievaluasi pada setiap SL.

Kesesuaian lahan secara ekonomi dianalisis menggunakan data hasil wawancara kepada petani. Responden untuk tanaman padi sawah terdapat 3 (tiga) responden. Analisis hanya menggunakan hasil wawancara seorang responden, yang berdasarkan hasil perhitungannya dianggap paling mewakili dari responden lain. Begitu pun dengan tanaman kedelai dan jagung hanya digunakan satu responden untuk analisis ekonomi yang dianggap dapat mewakili. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan hasil wawancara di lapang dengan harga yang berlaku di pasaran dan harga baku dari pemerintah, hal ini karena seringkali petani tidak mengingat dengan pasti harga barang saat pembelian.

Kesesuaian Lahan Ekonomi Padi sawah

Produktivitas rata-rata tanaman padi sawah di Kabupaten Karawang menurut BPS (2011) adalah sebesar 7.337 kg ha-1. Nilai GM pada komoditas padi sawah adalah Rp 9.562.700 – Rp. 19.834.500. Nilai GM untuk kelas kesesuaian S1 adalah Rp. 19.834.500, kelas kesesuaian S2 adalah Rp. 14.698.600, kelas kesesuaian S3 adalah Rp. 9.562.700, sedangkan nilai GM untuk kelas kesesuaian N adalah Rp. 574.875.

B/C rasio juga dapat dijadikan patokan untuk menentukan klasifikasi lahan secara ekonomi. Nilai B/C untuk kelas kesesuaian S1 adalah 3,83, kelas kesesuaian S2 adalah 3,06, kelas kesesuaian S3 adalah 2,29. Sedangkan nilai B/C untuk kelas kesesuaian N adalah 0,96. Nilai GM dan B/C rasio untuk tanaman padi sawah disajikan pada Tabel 8. Pada wilayah penelitian terdapat kelas kesesuaian S2, S3, dan N dengan nilai B/C masing-masing 3,06, 2,29, dan 0,96. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan padi sawah dikatakan sangat layak untuk dibudidayakan pada kelas kesesuaian S2 dan S3 karena nilai B/C > 1, sedangkan kelas kesesuaian N tidak layak untuk dibudidayakan karena nilai B/C < 1. Perhitungan analisis ekonomi tanaman padi sawah secara lengkap disajikan pada Lampiran 17.

Kesesuaian Lahan Ekonomi Jagung

Produktifitas rata-rata tanaman jagung di Kabupaten Karawang menurut BPS (2011) adalah sebesar 7.530 kg ha-1, sedangkan produktifitas yang ditemukan

Tabel 8 Kelas kesesuaian, nilai GM, dan B/C rasio tanaman padi sawah

Kelas Kesesuaian GM (Rp/ha/musim) B/C Rasio

S2 14.698.600,00 3,06

S3 9.562.700,00 2,29

(44)

di lapang adalah sebesar 10.000 kg ha-1 sehingga penetapan untuk kelas S1 menggunakan produktifitas di lapang. Berdasarkan Tabel 9, nilai GM pada komoditas jagung adalah Rp 7.190.000 – Rp. 13.190.000. Nilai GM untuk kelas kesesuaian S1 adalah Rp. 19.190.000, kelas kesesuaian S2 adalah Rp. 13.190.000, kelas kesesuaian S3 adalah Rp. 7.190.000, sedangkan nilai GM untuk kelas kesesuaian N Rp. (-) 3.310.000.

Nilai B/C untuk kelas kesesuaian S1 adalah 2,41, kelas kesesuaian S2 nilai B/C adalah 1,93, kelas kesesuaian S3 adalah 1,45. Sedangkan nilai B/C untuk kelas kesesuaian N adalah 0,60. Pada wilayah penelitian untuk tanaman jagung terdapat kelas kesesuaian S2, S3, dan N dengan nilai B/C masing-masing 1,93, 1,45, dan 0,60. Penggunaan lahan jagung layak untuk dikembangkan pada kelas lahan S2 dan S3. Penggunaan lahan jagung untuk kelas N tidak layak untuk dikembangkan karena nilai B/C < 1. Perhitungan analisis ekonomi tanaman jagung secara lengkap disajikan pada Lampiran 18.

Kesesuaian Lahan Ekonomi Kedelai

Produktifitas rata-rata tanaman kedelai di Kabupaten Karawang menurut Disperta (2013) adalah sebesar 1,66 ton ha-1. Berdasarkan Tabel 10, nilai GM pada komoditas kedelai adalah Rp 390.000 – Rp. 3.710.000. Nilai GM untuk kelas kesesuaian S1 adalah Rp. 3.710.000, kelas kesesuaian S2 adalah Rp. 2.050.000, kelas kesesuaian S3 adalah Rp. 390.000, sedangkan nilai GM untuk kelas kesesuaian N adalah Rp. (-) 2.525.000.

Nilai B/C untuk kelas kesesuaian S1 adalah 1,57, kelas kesesuaian S2 adalah 1,26, kelas kesesuaian S3 adalah 0,94. sedangkan nilai B/C untuk kelas kesesuaian N adalah 0,39. Pada wilayah penelitian terdapat kelas kesesuaian S2, S3, dan N dengan nilai B/C masing-masing 1,26, 0,94, dan 0,39. Penggunaan lahan kedelai layak dibudidayakan pada kelas S2. Penggunaan lahan kedelai untuk kelas S3 dan N tidak layak dikembangkan karena nilai B/C < 1. Perhitungan analisis ekonomi tanaman kedelai secara lengkap disajikan pada Lampiran 19.

Dilihat dari nilai GM masing-masing komoditas, nilai GM tanaman padi sawah lebih besar dari komoditas lainnya yang berarti menanam padi sawah lebih menguntungkan daripada komoditas yang lain bahkan sampai pada kelas kesesuaian N. Tetapi komoditas jagung dan kedelai juga layak untuk dikembangkan. Komoditas kedelai memiliki nilai GM yang paling rendah. Sehingga di lapangan, sedikit sekali petani yang mau menanam kedelai. Hal ini

Tabel 9 Kelas kesesuaian, nilai GM, dan B/C rasio tanaman jagung

Kelas Kesesuaian GM (Rp/ha/musim) B/C rasio

S2 13.190.000,00 1,93

S3 7.190.000,00 1,45

N (3.310.000,00) 0,60

Tabel 10 Kelas kesesuaian, nilai GM, dan B/C rasio tanaman kedelai

Kelas Kesesuaian GM (Rp/ha/musim) B/C Rasio

S2 2.050.000,00 1,26

S3 390.000,00 0,94

(45)

menyebabkan kurangnya ketersediaan kedelai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah dapat memberikan insentif kepada petani kedelai berupa benih, pupuk, pestisida atau harga jual yang tinggi agar petani mau bertanam kedelai kembali.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Daerah penelitian terbagi menjadi 39 satuan tanah yang tersebar dalam enam kecamatan, yaitu Kecamatan Ciampel, Klari, Karawang Timur, Purwasari, Majalaya dan Cikampek. Kelas kesesuaian lahan aktual pada tanaman padi sawah dan kedelai didominasi kelas S3, sedangkan pada tanaman jagung didominasi kelas N1. Kelas kesesuaian potensial didominasi oleh kelas S2 dan S3. Nilai GM dan B/C rasio untuk tanaman padi sawah, jagung, dan kedelai bervariasi. B/C rasio yang bernilai lebih dari 1 terdapat pada kelas kesesuaian S2 dan S3 untuk tanaman padi sawah dan jagung, sedangkan untuk tanaman kedelai hanya terdapat pada kelas kesesuaian S2. Berdasarkan nilai tersebut tanaman padi sawah dan jagung layak untuk dikembangkan sampai kelas kesesuian S3, sedangkan tanaman kedelai layak untuk dikembangkan hanya pada lahan dengan kelas kesesuaian S2. Menanam padi lebih menguntungkan daripada jagung atau kedelai.

Saran

Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan budidaya tanaman padi sawah, jagung, dan kedelai di Kabupaten Karawang untuk meningkatkan hasil produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

Baharsjah JS, Didi S, Irsal L. 1986. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Tanaman pangan Bogor.

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, dan United Nations Population Fund. Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Karawang dalam Angka 2010.Badan Pusat Statistik Kab. Karawang.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013a. Kabupaten Karawang dalam Angka 2012.Badan Pusat Statistik Kab. Karawang.

(46)

http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php?option=com_content &task=view&id=919.20 Juni 2013.

[Disperta] Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan. 2013. Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan. Karawang.

Djaenudin D, Marwan H, Subagyo H, Mulyani A, Suharta N. 2003. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Bogor.

Djaenudin D. 2008. Penentuan Model Usahatani Tanaman Pangan pada Lahan Sawah berdasarkan Evaluasi Lahan. Jurnal Iptek Tanaman Pangan Vol. 3 No. 2.

[Faperta] Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 1993. Laporan Pemetaan Tanah Tingkat Semidetil (Skala 1:50.000) Daerah Aliran Sungai Citarum Bawah Provinsi Jawa Barat untuk Rehabilitasi DAS dan Arahan Industri.

Laporan Survai. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hendrisman M, Djaenudin D, Subagyo H, Hardjowigeno S, Jordens ER. 2000.

Petunjuk Teknis Pengoperasian Program Sistem Otomatisasi Penilaian Lahan (Automated Land Evaluation System/ ALES). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Hendrisman M. 2005. Petunjuk Praktis Pengoperasian ALES dan ArcView untuk Analisis Evaluasi Lahan dan GIS. Pusat Penelitian dan Pengenbangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Kementrian Pertanian. 2009. Rancangan rencana strategis Kementrian Pertanian tahun 2010-2014. http://tanamanpangan.deptan.go.id/index.php/folder/listcont ent/4/15. 24 Juni 2013.

Mulya SP. 2007. Evaluasi Lahan Beberapa Komoditas Pertanian Menggunakan

Automated Land Evaluation System (ALES) Di SKP Rantau Pandan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. [Skripsi]. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Ramli M, Sunanto, Syaifuddin. 2009. Analisis Kesesuaian Lahan Mendukung Pengembangan Vanili di Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat. Jurnal Agrisistem Vol 5 No 1.

Rayes L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Pemerintah Kabupaten Karawang. 2013. Booklet Gambaran Umum Kabupaten Karawang Tahun 2012. Kabupaten Karawang.

Purwono, Heni P. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sitorus SRP. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Tarsito. Sitorus SRP. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Tarsito.

(47)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner Analisis Budidaya Pertanian Kuisioner Penelitian

“Evaluasi Lahan Fisik dan Ekonomi untuk Tanaman Pangan (Padi, Jagung,

dan Kedelai) di Karawang Bagian Selatan”

Kuisioner ini semata-mata untuk keperluan akademik atau penelitian. Mohon dijawab dengan jujur dan mengenai kerahasiaan jawabannya akan dijaga.

Identitas Responden

Status kepemilikan lahan : milik sendiri/sewa/garapan / lainnya: ……….. Komoditas tanaman :

Pola tanam :

Intensitas tanam : 1/ 2/ 3 kali per tahun

Sumber irigasi : hujan/sungai...: irigasi teknis/setengah teknis/sederhana

Uraian komoditas

Komoditas 1 Komoditas 2 Komoditas 3

Padi Jagung Kedelai

produksi Nama tempat Harga Nama tempat Harga Nama tempat Harga

(48)

 Pupuk

Sumber modal : sendiri / pinjaman

kalau dipinjam berapa lama …………bunga pinjaman……….. % Kendala-kendala dalam Berusaha Tani

……… Pewawancara : ………..

(49)

Lampiran 2 Kriteria Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah

Curah Hujan/tahun (mm) >1.500 1.200-1.500 800-<1.200 - <800

Kelembaban (%) 33-90 30-33 <30; >90 - -

LGP (hari) >90-240 75-90 75-90 <75 <75

Media perakaran (r)

Drainase Tanah Terhambat Terhambat Sedang, baik Cepat Sangat

cepat

Kedalaman Efektif (cm) >50 >40-50 >25-40 20-25 <20

Retensi hara (f)

P2O5 ≥Tinggi Sedang Rendah-sangat

rendah - -

K2O ≥Sedang Rendah Sangat rendah - -

Tingkat Bahaya Erosi (e)

Bahaya Erosi SR R S B SB

Lereng (%) <3 3-8 >8-15 >15-25 >25

(50)

Lampiran 3 Kriteria Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Jagung

Kedalaman Efektif (cm) >60 >40-60 >24-40 20-24 <20

Retensi hara (f)

P2O5 Sangat tinggi Tinggi Sedang-rendah Sangat

rendah -

K2O ≥Sedang Rendah Sangat rendah - -

Tingkat Bahaya Erosi (e)

Bahaya Erosi SR R S B SB

Lereng (%) <3 3-8 >8-15 >15-25 >25

(51)

Lampiran 4 Kriteria Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Kedelai

>1.500-2.500 >2.500-3.500 Td <3.500

700-<1.000 500-<700 <500

Kelembaban (%) 24-80 20-<24 <20 - -

>80-85 >85

LGP (hari) >270 >130-270 >100-130 70-100 <70

Media perakaran (r)

Drainase Tanah Baik, sedang Agak cepat Terhambat,

agak terhambat Td

Kedalaman Efektif (cm) >50 30-50 20-<30 15-<20 <15

Retensi hara (f)

(52)

Lampiran 5 Hasil wawancara untuk analisis ekonomi tanaman padi sawah

Nama Petani : Jabarudin* Edi Erin

1. luas lahan : 10.000 m2 10.000 m2 10.000 m2

2. jarak tanam : 28x28 cm 27x27 cm 28x28 cm

3. populasi tanaman :

4. varietas benih : mekongga mekongga mekongga

5. penjualan

produksi : tengkulak tengkulak tengkulak

Harga : Rp. 3.500/kg gabah

Harga Rp. 240.000/500 g Rp. 120.000/500

ml Rp. 110.000/500 ml

Pestisida 2 : 250 g 500 ml -

Harga Rp. 160.000/500 g Rp. 200.000/500

ml -

9. Biaya tenaga

kerja : Rp. 45.000 perhari

Rp. 70.000

perhari Rp. 70.000 perhari

10. Hasil panen : 4.5 ton /masa tanam 5 ton /masa tanam 5 ton /masa tanam

Gambar

Gambar 1 Peta administrasi wilayah penelitian
Gambar 2 Peta tanah wilayah Penelitian
Tabel 1 Legenda peta tanah
Table 1 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian konsumen yang terdiri dari Kualitas Produk, Harga, dan Gaya Hidup secara parsial

Data diperoleh melalui studi lapangan ( field research) dan studi pustaka ( library reseach). Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan historis, pendekatan

Bagaimanastrategi-strategi yang digunakan untuk membangun persepsi konsumen pada Rumah Makan Ayam Geprek Spesial cabang Yogyakarta dan SurakartaC.

Sumberdaya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat

Isolat dengan warna tersebut kemungkinan merupakan strain yang hipovirulen atau strain non patogenik karena daya virulensinya lebih rendah dari rata-rata virulensi

Dengan program tes kepribadian ini, seseorang dapat mengetahui bagaimana profil kepribadian yang dimilikinya untuk melihat kemampuan kepemimpinan, mengukur imajinasi, keyakinan

Peserta Simposium Kongres Nasional XV Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI XV), Hotel J.W.. Panitia Simposium Kongres Nasional XV

 Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang