• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Pangan Terhadap Asupan dan Status Gizi Kalsium dan Vitamin D pada Anak Indonesia Usia 2 sampai dengan 12 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Pangan Terhadap Asupan dan Status Gizi Kalsium dan Vitamin D pada Anak Indonesia Usia 2 sampai dengan 12 Tahun"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI PANGAN TERHADAP ASUPAN DAN

STATUS GIZI KALSIUM DAN VITAMIN D PADA

ANAK INDONESIA USIA 2 SAMPAI DENGAN 12 TAHUN

VICTORIA VALENTINA

F252110105

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Kontribusi Pangan Terhadap Asupan dan Status Gizi Kalsium dan Vitamin D pada Anak Indonesia Usia 2 sampai dengan 12 Tahun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun keapda perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Victoria Valentina

(3)

RINGKASAN

VICTORIA VALENTINA. Kontribusi Pangan Terhadap Asupan dan Status Gizi Kalsium dan Vitamin D pada Anak Indonesia Usia 2 sampai dengan 12 Tahun. Dibimbing oleh Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi dan Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi.

Konsumsi pangan mempunyai peranan penting untuk mengetahui status gizi secara umum dan terutama pada anak-anak. Selama fase pertumbuhan dan perkembangan, tubuh membutuhkan zat gizi makro dan mikro lebih besar dibandingkan pada fase dewasa per kg berat badan. Ketika asupan pangan tidak cukup, maka proses pertumbuhan akan terbatas. Proses ini tidak bisa dikejar pada fase berikutnya, oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan konsumsi pangan pada fase ini.

Penelitian ini mempunyai tiga tujuan yaitu : (1) menghitung asupan kalsium dan vitamin D harian berdasarkan jumlah konsumsi pangan dan kandungan kalsium serta vitamin D dalam pangan; (2) menganalisis kecukupan kalsium dan vitamin D berdasarkan nilai angka kecukupan gizi (AKG) kalsium dan vitamin D; dan (3) menganalisis korelasi asupan kalsium dan vitamin D terhadap kepadatan tulang dan kadar vitamin D dalam darah.

Jenis pangan yang dikonsumsi sebagai sumber asupan kalsium adalah susu dan olahannya; kacang-kacangan dan hasil olahannya serta sayuran dan hasil olahannya. Jenis pangan yang dikonsumsi sebagai sumber asupan vitamin D adalah ikan, kerang, udang dan hasil olahannya, susu dan hasil olahannya; serta telur dan hasil olahannya. Pada penelitian ini konsumsi pangan dalam bentuk susu dan olahannya sebanyak 34.11 g/kapita/hari, sedangkan dalam bentuk produk ikan, kerang, udang dan hasil olahannya sebanyak 33.47 g/kapita/hari. Asupan pangan untuk kalsium adalah 234.46 mg dan vitamin D adalah 3.70 µg.

Rata-rata persentase AKG per hari untuk energi dengan cut off point yang ditentukan ternyata mencapai 84% pada usia 2-3 tahun, namun semakin bertambahnya usia maka semakin rendah energi yang tercukupi (45% pada usia 10-12 tahun). Rata-rata kecukupan gizi protein untuk anak 4-6 tahun sebesar 88%, namun sayangnya seiring dengan bertambahnya umur, asupan proteinnya berkurang. Hal ini juga terlihat pada kecukupan gizi yang lain seperti lemak, karbohidrat, kalsium dan vitamin D.

Dengan menggunakan standar WHO defisiensi kadar vitamin D di dalam darah adalah < 50 nmol/L maka anak laki-laki yang mengalami defisiensi vitamin D adalah 16.66% sedangkan anak perempuan sebanyak 22.10%, total anak laki-laki dan perempuan yang mengalami defisiensi vitamin D adalah 38.76%. Dari data ini bisa dilihat bahwa anak perempuan mengalami defisiensi vitamin D yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Responden (anak-anak) yang diuji memiliki kepadatan tulang yang normal karena mempunyai BMD (Bone Mass Density) dengan Z score diatas -2.0.

(4)

darah dan kepadatan tulang. Fakta lain yang didapat dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara vitamin D di dalam darah dan kepadatan tulang, karena memiliki p-value kurang dari 0.05. Sehubungan dengan adanya faktor penghambat dalam penyerapan zat gizi di dalam tubuh, maka fortifikasi zat gizi masih penting untuk dilakukan. Oleh karena itu fortifikasi kalsium dan vitamin D direkomendasikan dapat dilakukan pada beberapa produk pangan seperti susu, sereal dan margarin untuk memperbaiki status gizi anak Indonesia. Fortifikasi yang disarankan adalah minimum 20% dari AKG per saji (kalsium 160 mg dan vitamin D 2µg) dan mengkonsumsi produk yang sudah difortifikasi setidaknya 2 kali sehari.

(5)

SUMMARY

VICTORIA VALENTINA. Food Contribution for Dietary Intake and Nutrition Status Calcium and Vitamin D of Indonesian Children 2 to 12 years old. Supervised by Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi and Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi.

Food consumption is playing an important role for nutrition status in general and importantly for young children. During growth and development phase, body needs macro and micro nutrients even more than later phase. Once nutrients intake are not enough, the growth process is limited. The process cannot be catched up at later stage therefore it is very important to pay attention to food consumption during this phase.

This study has three objectives : (1) to calculate daily calcium and vitamin D intake based on food consumption and content of calcium and vitamin D in food; (2) to analyze required calcium and vitamin D based on recommended daily allowance values (RDA); and (3) to analyze correlation of calcium and vitamin D intake with bone density and vitamin D in blood.

Food items which consumed as source of calcium are milk and its derivatives; nuts and its derivatives; also vegetables and its derivatives. Food items which consumed as source of vitamin D are fish, shells, shrimps and its derivatives; milk and its derivatives; also eggs and its derivatives. In this study food consumption of milk and its derivatives are 34.11 g/capita/day, while fish, shells, shrimps and its derivatives is 33.47 g/capita/day. Food intake for calcium is 234.46 mg and vitamin D is 3.70 µg.

Average percentage RDI for energy with agreed cut off point is 84% at 2-3 years old. However when children getting older the energy intake is lower than standard (45% at 10-12 years old). It is the same pattern as protein, fat, carbohydrate, calcium and vitamin D.

Deficiency vitamin D in blood for boys is 16.66% and girls 22.10%, so in total deficiency vitamin D is 38.76% using WHO standard (< 50 nmol/L). From the data, girls have higher vitamin D deficiency than boys. The children have normal bone mass density (BMD) because Z scores above -2.0.

In this study, food intake of calcium and vitamin D is not influencing nutrition status of vitamin D in blood and BMD significantly. However vitamin D in blood has a significant correlation with BMD, because it has p-value less than 0.05. There are barrier factors in nutrition absorption; therefore nutrition fortification is still important to do. Fortification of calcium and vitamin D in food is recommended for several food items like milk, cereal and margarine to improve nutrition status of Indonesia children. The recommendation for fortification is minimum 20% of RDA per serving size (calcium 160 mg and vitamin D 2µg) and consumes the fortified products at least 2 times a day.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan

pada

Program Studi Teknologi Pangan

KONTRIBUSI PANGAN TERHADAP ASUPAN DAN

STATUS GIZI KALSIUM DAN VITAMIN D PADA

ANAK INDONESIA USIA 2 SAMPAI DENGAN 12 TAHUN

VICTORIA VALENTINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tugas Akhir : Kontribusi Pangan Terhadap Asupan dan Status Gizi

Kalsium dan Vitamin D pada Anak Indonesia Usia 2 sampai dengan 12 Tahun

Nama : Victoria Valentina NIM : F252110105

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua

Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Pangan

Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Oktober 2013 ini adalah Kontribusi Pangan Terhadap Asupan dan Status Gizi Kalsium dan Vitamin D pada Anak Indonesia Usia 2 sampai dengan 12 Tahun.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Nurheni Sri Palupi, Msi dan Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi. selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Tim SEANUTS baik dari FrieslandCampina maupun dari PERSAGI. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga dan teman-teman atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(11)

DAFTAR ISI

2.3 Metabolisme dan Status Gizi Kalsium ... 4

2.3.1 Metabolisme Kalsium ... 4

2.3.2 Status Gizi Kalsium ... 5

2.3.3 Pengukuran Kepadatan Tulang ... 5

2.4 Metabolisme dan Status Gizi Vitamin D ... 6

2.4.1 Metabolisme Vitamin D ... 7

2.4.2 Status Gizi Vitamin D ... 8

2.5 SEANUTS (South East Asia Nutrition Surveys) 2011-2012 ... 10

III METODE ... 13

3.1 Tempat dan Waktu ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3 Tahapan Kajian ... 13

3.3.1 Perkiraan Jumlah Konsumsi dan Asupan Pangan Kalsium dan Vitamin D ………... 14

3.3.2 Analisa Biokimia (Kadar Vitamin D dalam Darah) dan Kepadatan Tulang ………. 14

3.4 Analisa Data ... 15

IV HASIL dan PEMBAHASAN ... 17

4.1 Deskripsi Umum Lokasi SEANUTS di Indonesia ... 17

4.2 Profil Responden ... 17

4.3 Konsumsi dan Asupan Kalsium serta Vitamin D ... 23

4.4 Kadar Vitamin D di dalam Darah ... 28

4.5 Kepadatan Tulang ………... 31

(12)

V KESIMPULAN dan SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 35

LAMPIRAN ... 37

RIWAYAT HIDUP ……… 55

DAFTAR TABEL

2.1 Kandungan kalsium dari beberapa makanan ... 3

2.2 Kebutuhan kalsium per hari anak umur 0 bulan – 12 tahun ... 5

2.3 Perbedaan metabolisme (penyerapan, penyimpanan dan sekresi) vitamin larut lemak dan larut air ... 6

2.4 Daftar 48 kabupaten yang terseleksi dalam survei ini ... 11

4.1 Profil responden berdasarkan jenis kelamin, umur dan tempat tinggal ...18

4.2 Profil responden berdasarkan rata-rata tinggi badan, berat badan dan BMI (Body Mass Index)... 20

4.3 Angka kecukupan gizi 2012, rata-rata asupan gizi per hari dan persentase AKG yang tercukupi ... 27

4.4 Nilai kepadatan tulang (Z score) anak dilihat dari jenis kelamin, umur dan dan tempat tinggal ………...31

DAFTAR GAMBAR

2.1 Mekanisme sintesa vitamin D di dalam tubuh ... 8

2.2 Pengendalian kalsium dalam darah oleh vitamin D, hormon paratiroid dan kalsitonin ... 9

2.3 Parameter yang diamati pada studi SEANUTS 2011-2012... 12

3.1 Diagram alir tahapan kajian penelitian ... 16

4.1 Lokasi pengambilan data SEANUTS di Indonesia ...17

4.2 Profil responden (jumlah anak) berdasarkan jenis kelamin dan umur ...18

(13)

4.4 Rata-rata tinggi badan anak laki-laki (cm) dibandingkan dengan standar

WHO ... 21 4.5 Rata-rata tinggi badan anak perempuan (cm) dibandingkan dengan standar

WHO ... 21 4.6 Rata-rata berat badan anak laki-laki (kg) dibandingkan dengan standar

WHO ... 22 4.7 Rata-rata berat badan anak perempuan (kg) dibandingkan dengan standar

WHO ... 22 4.8 Total konsumsi pangan (g/kapita/hari) berdasarkan data SEANUTS (pada

anak yang diukur kadar vitamin D dalam darah) di Indonesia ... 24 4.9 Kelompok makanan yang memberikan asupan pangan kalsium terbesar... 25 4.10 Kelompok makanan yang memberikan asupan pangan vitamin D terbesar... 26 4.11 Persentase jumlah anak berdasarkan kadar vitamin D di dalam darah……… 29 4.12 Rata-rata kadar vitamin D 25(OH)D (nmol/L) ± SD di dalam darah

dari 276 anak... 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi dietary recall... 37 2 Total konsumsi pangan (g/kapita/hari) anak-anak yang diuji kadar vitamin

D dalam darah pada SEANUTS ……….44

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Citra suatu negara dapat ditunjukkan dari beberapa aspek, dimana masalah gizi dan kesehatan merupakan salah satu aspek utama yang menunjukkan kualitas dari negara tersebut. Masalah gizi dan kesehatan adalah masalah umum yang dihadapi oleh suatu pemerintahan baik di Indonesia maupun di negara lain dan membutuhkan perhatian serta perbaikan yang berkesinambungan. Status gizi menggambarkan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi pangan dan pemanfaatan zat gizi bagi tubuh. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi adalah pemberian ASI, kelengkapan imunisasi, pola asuh balita, asupan makanan dan pengetahuan dari ibu.

Masalah gizi dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi kurang (under nutrition) dan masalah gizi lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi makro atau gizi mikro. Masalah gizi makro, terutama masalah kurang energi dan protein (KEP) sedangkan masalah gizi mikro terutama kekurangan vitamin atau mineral.

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan suatu riset yang dikenal dengan sebutan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Riset terakhir yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa masalah gizi di Indonesia

Riset yang dilakukan pada umumnya menggunakan metode Dietary Recall

dan Food Frequency Quisioner, namun belum dilengkapi dengan analisis secara biokimia yaitu pengambilan darah untuk mengetahui kekurangan zat gizi. Data yang ada tentang kekurangan zat gizi khususnya zat gizi mikro berdasarkan analisis secara biokimia biasanya terbatas hanya di beberapa daerah saja, sehingga tidak memberikan gambaran secara nasional. Hal ini terjadi karena analisis biokimia merupakan analisis yang mahal.

(15)

1.2 Tujuan

Tugas akhir ini menggunakan data dari hasil SEANUTS 2011-2012 pada anak Indonesia usia 2 – 12 tahun dengan tujuan untuk :

1 Menghitung asupan kalsium dan vitamin D harian berdasarkan jumlah konsumsi pangan dan kandungan kalsium dalam pangan.

2 Menganalisis kecukupan kalsium dan vitamin D berdasarkan nilai angka kecukupan gizi (AKG) kalsium dan vitamin D.

3 Menganalisis korelasi asupan kalsium dan vitamin D terhadap kepadatan tulang dan kadar vitamin D dalam darah.

1.3 Manfaat

Diharapkan hasil kajian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang terkait sebagai :

1 Bahan pertimbangan untuk penyiapan kebijakan pemerintah tentang rekomendasi AKG.

2 Bahan pertimbangan bagi produsen pangan dalam menyiapkan fortifikasi pada produknya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pangan Sumber Kalsium

(16)

Tabel 2.1 Kandungan kalsium dari beberapa bahan makanan

Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (PERSAGI, 2009)

2.2Pangan Sumber Vitamin D

Vitamin merupakan senyawa organik dengan jumlah sedikit dalam tubuh tetapi penting untuk mengontrol proses metabolisme. Vitamin dikelompokkan menurut kelarutannya yang dibagi menjadi 2 yaitu larut lemak dan air. Vitamin D cukup unik karena secara normal dibuat di dalam kulit dari precursor inaktif 7-dehidrokolesterol melalui suatu reaksi yang dibantu dengan adanya sinar ultraviolet matahari.

(17)

2.3Metabolisme dan Status Gizi Kalsium

2.3.1 Metabolisme Kalsium

Proses penyerapan kalsium terutama terjadi pada bagian atas usus halus yang dibantu oleh 1.25 dehidroksikolekalsiferol (metabolit aktif dari vitamin D), disertai kerja hormon paratiroid. Adanya metabolit aktif di dalam sirkulasi umum dan bukan di dalam lumen usus dapat meningkatkan sintesa protein pengikat kalsium dalam enterosit. Penyerapan kalsium dapat dikurangi dengan memberikan filtrat per oral ataupun asam lemak atau fosfat berlebihan (WHO 2004).

Kalsium membutuhkan lingkungan yang asam agar dapat diserap secara efisien terutama di bagian atas usus halus. Penyerapan kalsium pada permukaan usus halus tergantung pada keaktifan hormon dan vitamin D. Tubuh manusia menyerap sekitar 20% hingga 40% kalsium dari makanan yang dikonsumsi, akan tetapi penyerapan meningkat hingga 50% sampai 70% ketika tubuh membutuhkan kalsium dalam jumlah ekstra terutama pada bayi dan ibu hamil.

Menurut WHO (2004), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap metabolisme kalsium adalah konsentrasi kalsium dan fosfor dalam bahan pangan, ketersediaan asam fitat dan oksalat yang dapat menghambat penyerapan kalsium, tingkat keasaman usus halus, kandungan protein di dalam diet dan ketersediaan vitamin D dan hormon paratiroid. Faktor pertama yaitu perbandingan kalsium dan fosfor di dalam diet menentukan derajat penyerapan dan konsentrasi kalsium di dalam darah. Konsumsi kalsium dan fosfor yang berlebihan akan terbuang melalui feses. Perbandingan kalsium dan fosfor sebesar 1:2 sampai 2:1 menghasilkan penyerapan yang optimum. Oleh karena itu di Indonesia, mengingat konsumsi makanan hewani masih rendah sedangkan konsumsi serealia, kacang-kacangan dan sayuran tinggi, maka akhir-akhir ini banyak rekomendasi yang menganjurkan perbandingan kalsium dan fosfor adalah 1:1.

Faktor kedua mengenai ketersediaan asam fitat dan oksalat pada beberapa bahan pangan seperti bayam dan umbi dapat mengendapkan kalsium di dalam usus. Selain itu kalsium yang ada pada serealia tidak mudah diserap karena terikat dengan inositol heksafosfat (fitat) yang membentuk fitin. Hal ini ditunjang oleh faktor ketiga tingkat keasaman lambung semakin tinggi, maka semakin mudah penyerapan kalsium. Pada kondisi basa, penyerapan akan menurun karena terbentuknya kompleks kalsium fosfat.

(18)

2.3.2 Status Gizi Kalsium

Berdasarkan angka kecukupan gizi di Indonesia (Hardinsyah, 2012), kebutuhan kalsium per hari disesuaikan dengan kategori umur dijelaskan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kebutuhan kalsium per hari anak umur 1 – 12 tahun.

Golongan Umur Kalsium (mg) sebagai komponen utama pembentuk tulang dan gigi serta memelihara ketegaran kerangka tubuh; sebagai “intracellular regulator” atau “messenger” yang membantu regulasi aktivitas otot-otot kerangka, jantung dan jaringan-jaringan lain; membantu kontraksi dan relaksasi otot; membantu penyerapan vitamin B12; mengirimkan isyarat syaraf ke jaringan tubuh, menyimpan dan melepas neurotransmitter, menyimpan dan melepas hormon, menyerap dan mengikat asam amino, mengentalkan darah, menjaga keseimbangan osmotik, sebagai bagian dari enzim yaitu lipase, suksinat dehidrogenase, adenosin trifosfatase dan beberapa proteolitik, menjaga keseimbangan osmotik (IOM 2010).

Pengukuran status gizi kalsium pada anak dilakukan dengan menghitung asupan pangan anak tersebut. Anak-anak dalam masa pertumbuhan membutuhkan asupan kalsium yang cukup sehingga pertumbuhan tulang terjadi dengan baik dan membuat anak menjadi lebih tinggi dan kuat.

2.3.3 Pengukuran Kepadatan Tulang

Kepadatan tulang dapat diukur dengan menggunakan alat Omnisense 8000p yang menggunakan metode pengukuran quantitative ultrasound (QUS) pada tulang tibia dan radius. Alat ini mengukur kepadatan masa tulang perifer yang menggunakan gelombang suara ultra yang menembus tulang sehingga bisa dinilai atenuasi kekuatan dan kekakuan (stiffnes) tanpa ada resiko radiasi. Jika tulang tebal, gelombang suara akan bergerak lambat. Dengan demikian, waktu transit dari gelombang suara dapat dikaitkan dengan jumlah tulang dan struktur trabekular pada bagian dalam tulang. Metode ini dinilai mempunyai beberapa keuntungan seperti mudah dibawa-bawa karena alatnya relatif kecil, pengukurannya cepat dan relatif murah (ANZHSN 2008).

(19)

2.4Metabolisme dan Status Gizi Vitamin D

Vitamin merupakan senyawa organik dengan jumlah sedikit dalam tubuh tetapi penting untuk mengontrol proses metabolisme. Vitamin dikelompokkan menurut kelarutannya yang menentukan stabilitas dan keberadaannya di dalam bahan pangan serta distribusi di dalam tubuh dan penyimpanan dalam jaringan. Vitamin D merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak yang berfungsi dalam metabolisme kalsium mulai dari penyerapan kalsium sampai pembentukan tulang dan gigi, mempertahankan kalsium dalam tubuh dengan meningkatkan penyerapan dan mengurangi kehilangan kalsium dalam urin. Perbedaan absorbsi, penyimpanan dan ekskresi antara vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E, K dan vitamin larut air seperti vitamin B dan C dijelaskan dalam Tabel 2.3. Selain itu vitamin D berperan dalam kekebalan tubuh, pembentukan sel darah, membantu sel dalam melakukan diferensiasi sebuah proses yang dapat mengurangi risiko kanker.

Tabel 2.3 Perbedaan metabolisme (penyerapan, penyimpanan dan sekresi) vitamin larut lemak dan larut air

Tahap Vitamin Larut Lemak Vitamin Larut Air

Metabolisme A, D, E, K B dan C

Penyerapan Getah bening selanjutnya darah Langsung kedalam darah

Penyimpanan Long term Short term

Sekresi

Kurang mudah disekresi

(bertahan disimpan dalam lemak) Disekresi melalui ginjal dan urin Sumber : Soejitno dan Kuswardhani 2009

Vitamin D pertama kali ditemukan oleh Sir Edward Mellanby, Inggris (1919), beliau menemukan penyakit rickets anjing yang dapat disembuhkan dengan minyak ikan. Penyebab sebenarnya dari rickets adalah kekurangan vitamin D karena sinar matahari yang dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan kaya vitamin D.

(20)

2.4.1 Metabolisme Vitamin D

Vitamin D mempengaruhi metabolisme kalsium dan fosfor pada organ target yaitu usus halus, tulang dan ginjal. Metabolisme vitamin D berlangsung melalui hidroksilasi kolekalsiferol di dalam organ hati seperti terlihat pada Gambar 2.1. Hidroksilasi menghasilkan senyawa 25-hidroksikolekalsiferol (25-OH) yang selanjutnya di dalam ginjal akan diubah menjadi 1.25-dihidroksikolekalsiferol (1.25-(OH)2D3) atau 24.25-dihidroksikolekalsiferol (24.25-(OH)2D3). Metabolit aktif 1.25-(OH)2D3 mempermudah penyerapan kalsium secara aktif di dalam usus halus oleh rangsangan sintesis kalsium yang terkait dengan protein (Almatsier 2003).

Vitamin D yang diserap di dalam usus kecil dalam bentuk misel garam empedu dan disirkulasi di dalam tubuh melalui getah bening. Penyerapan 25-hidroksivitamin D, lebih efisien dan kurang bergantung pada garam empedu. Vitamin ini umumnya tidak hadir dalam jumlah yang signifikan dalam makanan maupun suplemen makanan. Penyimpanan yang besar dari vitamin D ada di dalam jaringan adipose karena merupakan vitamin yang larut lemak.

(21)

Gambar 2.1 Mekanisme sintesa vitamin D di dalam tubuh.

2.4.2 Status Gizi Vitamin D

Kebutuhan Vitamin D dalam 1 hari belum diatur dialam angka kecukupan gizi (AKG, 2014). Namun secara mendasar kebutuhan Vitamin D per hari adalah sekitar 15 µg atau senilai dengan 600 IU.

Hanya 10 hingga 15% kalsium dan 60% fosfat dari konsumsi pangan yang dapat diserap oleh tubuh tanpa bantuan vitamin D. Penyerapan kalsium dapat meningkat menjadi 30 hingga 40% dan fosfat sebesar 80% dengan bantuan vitamin D (Soejitno dan Kuswardhani 2009).

Fungsi vitamin D menurut Yulia dan Darningsih 2010 adalah membantu metabolisme tulang dan pemeliharaan struktur tulang, mengatur homeostatik kalsium plasma, meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat melalui usus halus, menghasilkan hormon kalsiterol (disintesis di ginjal dan hati) mempunyai peran sentral metabolisme kalsium dan fosfor, memelihara fungsi sel dan saraf, mengatur kadar kalsium plasma yang dipengaruhi oleh parathyroid hormone

(PTH) dan kalsitonin.

(22)

Vitamin D secara langsung mempengaruhi sel T (menghambat proliferasi limfosit T dan menghambat produksi sitokin) dan sel B (menghambat sekresi antibodi dan produksi autoantibodi). Penemuan tentang peranan kritis dari vitamin D dalam fungsi imun dibantu oleh penemuan reseptor-reseptor vitamin D pada sel makrofag dan dendritik dari sistem imun dalam 15 tahun terakhir.

Begitu terpicu oleh vitamin D, sel makrofag itu mampu melepaskan

peptideantibacterial peptides (bagian dari protein) misalnya cathelicidin, dan protein-protein antibakterial ini memainkan suatu peranan kritis dalam pencegahan infeksi dari sistem imun.

Ketertarikan khusus pada bidang ini telah dibpengaruhi oleh Mycobacterium tuberculosis (penyebab TBC) dan Mycobacterium leprae (penyebab lepra). Kekurangan vitamin D telah muncul sebagai suatu faktor resiko yang jelas untuk penyakit-penyakit ini.

Penyakit-penyakit autoimmune masih tetap menjadi suatu bidang yang sangat aktif dari penelitian vitamin D. Dalam penelian-penelitian terbaru mengenai multiple sclerosis, misalnya, para dokter bereksperimen dengan vitamin D dengan dosis mencapai 1000 µg. Almatsier (2003) juga menyatakan bahwa vitamin D berfungsi dalam pengendalian kalsium dalam darah bersama-sama dengan hormon paratimid dan kalsitonin seperti yang dijelaskan pada Gambar 2.2.

(23)

2.5SEANUTS(South East Asia Nutrition Surveys) 2011 - 2012

SEANUTS adalah suatu survei gizi yang dilakukan oleh Royal FrieslandCampina, induk perusahaan dari PT. Frisian Flag Indonesia. Survei ini dilakukan di empat negara di Asia Tenggara : Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam dengan tujuan untuk menganalisa status gizi anak-anak di negara tersebut dari umur 6 bulan sampai 12 tahun. Survei yang dilakukan meliputi pola konsumsi, pangan, aktifitas fisik, fungsi kognitif, status gizi dan perkembangannya, status zat gizi mikro di serum darah (zat besi, vitamin A, D dan DHA) dan kepadatan tulang seperti dijelaskan pada Gambar 2.3.

Design yang digunakan dalam SEANUTS adalah cross-sectional study dan berdasarkan pada populasi Indonesia. Jumlah sampel yang berpartisipasi dalam survei ini adalah 7200 anak terbagi dalam 3 grup umur : 2400 anak dengan umur 6 - 24 bulan, 2400 anak dengan umur 2 -5 tahun, 2400 anak dengan umur 6 - 12 tahun. Sejak era desentralisasi, program kesehatan menjadi bagian penting di setiap kabupaten dimana masing-masing kabupaten diminta untuk merencanakan, mengeksekusi dan mengevaluasi program kesehatan di masing-masing tempat. Oleh karena itu setiap dilakukan riset kesehatan dasar maka dasar sampel yang diambil adalah kabupaten untuk merepresentasikan bermacam-macam kondisi demografi dan sosial ekonomi. Di dalam survei ini minimum 10 persen dari kabupaten yang ada di seluruh Indonesia diambil sebagai sampel (48 kabupaten dari 440 kabupaten diseluruh Indonesia). Survei ini mengambil 4 desa di masing-masing kabupaten yang mencakup kondisi perkotaan dan pedesaan. Daftar kabupaten yang terpilih secara acak dapat dilihat dalam Tabel 2.4. Dari masing-masing kabupaten tersebut, 150 jumlah anak berusia 6 bulan hingga 12 tahun diseleksi untuk berpartisipasi dalam survei ini. Persiapan SEANUTS dilakukan sejak tahun 2010, pengambilan sampel dan data pada tahun 2011 serta analisa data pada tahun 2012.

Survei ini merupakan komplimentari studi Riskesdas 2007 dan 2010 yang merupakan kegiatan riset kesehatan berbasis masyarakat yang diarahkan untuk mengevaluasi pencapaian indikator Millenium Development Goals (MDGs)

bidang kesehatan di tingkat nasional dan provinsi. MDGs sendiri merupakan sebuah tekad bersama para pemimpin dunia untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan dan pengentasan kemiskinan dengan 8 tujuan yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatnya kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria serta penyakit menular lainnya, menjamin kelestarian lingkungan, membangun kemitraan global untuk pembangunan. Tujuan Riskesdas adalah mengumpulkan dan menganalisa data indikator MDG kesehatan dan faktor yang mempengaruhinya.

(24)

Tabel 2.4 Daftar 48 kabupaten yang terseleksi dalam survei ini

No Provinsi Kabupaten & Kota Jumlah Desa

01 Nanggroe Aceh D Aceh Utara 4

07 Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir 4

08 Ogan Ilir 4

09 Lampung Tanggamus 4

10 Way Kanan 4

11 Kepulauan Riau Kota Tanjung Pinang 4

12 DKI Jakarta Jakarta Barat 4

35 Nusatenggara Barat Sumbawa 4

36 Nusatenggara Timur Timor Tengah Utara 4

37 Kota Kupang 4

38 Kalimantan Barat Pontianak 4

39 Kalimantan Tengah Barito Timur 4

40 Kalimantan Selatan Kota Banjarmasin 4

41 Kalimantan Timur Kota Samarinda 4

42 Sulawesi Utara Kota Tomohon 4

43 Sulawesi Selatan Bantaeng 4

44 Bone 4

45 Kota Makassar 4

46 Sulawesi Tenggara Kota Kendari 4

47 Maluku Maluku Tengah 4

48 Papua Yapen Waropen 4

(25)

Stunting (pendek dan sangat pendek) menggambarkan kejadian kurang gizi pada balita yang berlangsung dalam waktu yang lama dan dampaknya bukan hanya secara fisik, tetapi juga terhadap fungsi kognitif. Berdasarkan standar antropometri penilaian status gizi anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dibandingkan dengan standar baku WHO (2005) dimana nilai z-scorenya -2 SD.

Terjadinya stunting pada balita seringkali tidak disadari karena baru setelah dua tahun terlihat bahwa ternyata balita tersebut pendek. Masalah gizi yang kronis pada balita disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama karena orang tua tidak tahu atau belum sadar untuk memberikan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi anaknya. Sehingga untuk menyelesaikan masalah kurang gizi ini perlu dilakukan usaha yang terpadu baik dari penjelasan dan pengertian mengenai pentingnya gizi, meningkatkan faktor ekonomi keluarga dan ketersediaan pangan serta produk pangan yang sesuai.

Status gizi dan perkembangannya

Anthropometry Quality Ultra

Sound (QUS)

Questionnaires Biochemical analysis

Kepadatan tulang

Dietary Intake / konsumsi pangan

Aktifitas fisik Fungsi kognitif

Status zat gizi mikro di serum darah : zat besi, vitamin A, vitamin D, DHA SEANUTS 2011-2012

(26)

III. METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Pelaksanaan tugas akhir (rekapitulasi data, ekstraksi data dan analisis data) dilakukan di Jakarta dan Bogor. Data status gizi vitamin D dan kalsium pada anak Indonesia yang berumur 2 - 12 tahun dikumpulkan berdasarkan data hasil SEANUTS 2011 - 2012 yang bekerjasama dengan tim SEANUTS dari PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia). Data selesai dianalisa pada akhir bulan Oktober 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Tugas akhir ini menggunakan data SEANUTS 2011-2012 pada anak Indonesia 2-12 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 300 yang tersebar di 48 kabupaten di Indonesia, design yang digunakan adalah cross-sectional study dan

population based study. Sampling prosedurnya adalah multistage cluster sampling

dengan metode proportionate to population size (PPS).

Data yang diambil untuk tugas ini meliputi data konsumsi pangan berdasarkan Dietary Recall 24 jam untuk mengetahui asupan konsumsi anak, kepadatan tulang dengan alat Quantitative Ultrasound (QUS/Omnisense 8000p), kandungan vitamin D dalam serum darah dengan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay), yang dilakukan oleh tenaga terlatih dari laboratorium Prodia. Analisis data menggunakan program SPSS versi 17 tahun 2008.

3.3 Tahapan Kajian

Data SEANUTS 2011-2012 dengan jumlah populasi 7200 sampel untuk bagian kuisioner dibagi menjadi 3 kategori umur, 2400 sampel untuk umur 6 bulan sampai dengan 2 tahun, 2400 sampel untuk umur 2 sampai dengan <6 tahun, 2400 sampel untuk umur 6 sampai dengan 12 tahun. Sementara itu untuk bagian non kuisioner (pengukuran kepadatan tulang dengan Omniscense 8000p, pengukuran aktifitas anak dengan Pedometer, analisa biokimia sampel darah) dilakukan pengambilan sub sampel. Anak dengan umur 6 bulan sampai dengan 2 tahun tidak dilakukan pengambilan darah dari pembuluh darah vena hanya secara

finger prick sehubungan dengan kode etika dari Kementerian Kesehatan.

(27)

form inform consent. Kriteria eksklusi adalah subyek dibawah umur 6 bulan dan diatas umur 12 tahun, kondisi anak tidak sehat dengan gejala kelainan fisik, mental atau genetika. Dokter umum dari Puskesmas terdekat bertanggung jawab dalam melakukan pemeriksaan terhadap anak yang akan terlibat di dalam survei sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah disebutkan.

3.3.1 Perkiraan Jumlah Konsumsi dan Asupan Pangan Kalsium dan Vitamin

D

Jumlah responden antara anak laki-laki dan perempuan serta anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan dan perkotaan adalah setara. Survei dilakukan di 48 kabupaten yang dipilih dengan acak dari 480 kabupaten di seluruh Indonesia. Metode yang digunakan dalam menentukan jumlah sampel dan sub sampel adalah

proportionate to population size (PPS) yang menggunakan 10% dari total populasi. Nama kabupaten secara rinci disebutkan pada Tabel 2.4. Tahapan kajian yang dilakukan :

1 Rekapitulasi profil responden.

Data responden dari anak Indonesia berusia 2-12 tahun yang diukur zat gizi vitamin D dalam serum darah pada SEANUTS 2011-2012 meliputi nama responden, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, tinggi badan, berat badan dan

Body Mass Index (BMI).

2 Ekstraksi data Dietary Recall 24 jam dan pengumpulan data sekunder berdasarkan pustaka untuk analisa data jumlah konsumsi pangan yang mengandung kalsium dan mengetahui asupan kalsium harian yang meliputi pengelompokan jenis pangan sumber kalsium, menghitung jumlah konsumsi pangan sumber kalsium per kapita per hari, pengumpulan data kadar kalsium pada pangan berdasarkan pustaka (Tabel Komposisi Pangan Indonesia, PERSAGI 2009), menghitung asupan kalsium harian.

3 Ekstraksi data Dietary Recall 24 jam dan pengumpulan data sekunder berdasarkan pustaka untuk analisa data jumlah konsumsi pangan yang mengandung vitamin D dan mengetahui asupan vitamin D harian yang meliputi pengelompokan jenis pangan sumber vitamin D, menghitung jumlah konsumsi pangan sumber vitamin D per kapita per hari, pengumpulan data kadar vitamin D pada pangan berdasarkan pustaka (Tabel Komposisi Pangan Indonesia, PERSAGI 2009), menghitung asupan vitamin D harian.

3.3.2 Analisa Biokimia (Kadar Vitamin D dalam Darah) dan Kepadatan

Tulang

(28)

sampel. Analisis kepadatan tulang dan vitamin D dalam darah tidak dilakukan oleh penulis namun data diambil dari hasil analisa yang dilakukan oleh para enumerator dan tenaga ahli dari Prodia pada SEANUTS 2011-2012.

1. Analisis kepadatan tulang dilakukan dengan menggunakan alat Quantitative Ultrasound (QUS/Omnisense 8000p) yang mengukur kepadatan masa tulang perifer yang menggunakan gelombang suara ultra yang menembus tulang sehingga bisa dinilai atenuasi kekuatan dan kekakuan (stiffnes) tanpa ada resiko radiasi. Jika tulang tebal, gelombang suara akan bergerak lambat. Dengan demikian, waktu transit dari gelombang suara dapat dikaitkan dengan jumlah tulang dan struktur trabekular pada bagian dalam tulang. Metode ini dinilai mempunyai beberapa keuntungan seperti mudah dibawa-bawa karena alatnya relatif kecil, pengukurannya cepat dan relatif murah.

2. Analisis kandungan vitamin D dalam serum darah dengan metode ELISA

(Enzyme Linked Immunosorbent Assay). ELISA merupakan metode pengikatan spesifik antibodi monoklonal. Jumlah substrat yang terikat ditentukan secara kolorimeter dengan mengukur tingkat penyerapan dan berbanding terbalik dari konsentrasi 25- OH vitamin D.

3.4Analisis data

Analisis statistik menggunakan software SPSS versi 17 tahun 2008 dengan : 1. Hubungan dua variabel yang akan dilihat pada tugas akhir ini adalah pengaruh

asupan kalsium terhadap kepadatan tulang, pengaruh asupan kalsium dan vitamin D masing-masing terhadap kepadatan tulang dan kadar vitamin D dalam darah menggunakan uji korelasi yaitu salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel yang bersifat kuantitatif (Sarwono 2012).

2. Pada tugas akhir ini akan dilihat perbandingan rerata hasil pengamatan asupan kalsium, asupan vitamin D, kepadatan tulang, kadar vitamin D di dalam darah menggunakan uji T satu sampel yang digunakan untuk membandingkan rerata hasil pengamatan dengan suatu nilai standar tertentu (Sarwono 2009).

(29)

Ekstraksi Data Dietary Recall kalsium dan vitamin D terhadap kadar vitamin D di dalam darah, pengaruh asupan kalsium dan vitamin D terhadap kepadatan

tulang

Analisa Data Uji T rerata hasil asupan kalsium,

vitamin D, kepadatan tulang, kadar vitamin D di dalam darah

dengan kelompok varian usia, tempat tinggal dan jenis kelamin Rekapitulasi Profil Responden vitamin D di dalam darah dan

terhadap kepadatan tulang Jenis pangan yang

mengandung Vitamin D, jumlah konsumsi pangan dan

asupan Vitamin D anak umur 6 bulan - 12 tahun

n = 7200

Data SEANUTS 2011-2012 anak umur 2 - 12 tahun

n = 2400

(30)

IV. HASIL dan PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Umum Lokasi SEANUTS di Indonesia

Sesuai dengan skema pengambilan data yang dijelaskan pada Gambar 3.1 maka total responden yang dianalisis vitamin D di dalam darah pada SEANUTS adalah sebanyak 300 anak, namun setelah sampel darah diambil dan dikumpulkan ternyata 24 sampel darah mengalami lisis sehingga tidak bisa dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kadar vitamin D di dalam darah, sehingga data responden yang digunakan berjumlah 276. Responden yang digunakan diambil dari 47 kabupaten yang terletak di 24 provinsi di Indonesia (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Lokasi pengambilan data SEANUTS di Indonesia ()

4.2Profil Responden

(31)

Tabel 4.1 Profil responden berdasarkan jenis kelamin, umur dan tempat tinggal

Gambar 4.2 Profil responden (jumlah anak) berdasarkan jenis kelamin dan umur

Untuk merepresentasikan kondisi demografi dan sosial ekonomi maka setidaknya 10% dari kabupaten (48 dari 440 kabupaten di Indonesia) diambil sebagai sampel. Penelitian ini mengambil 4 desa di masing-masing kabupaten terpilih, perdesaan dan perkotaan akan terwakili. Dari desa yang terpilih secara acak, maka 6 orang dipilih sebagai responden yang diambil darahnya. Penelitian

Umur Tempat Tinggal

n % n % n %

2-<6 th Desa 43 29.5 26 20.0 69 25.0

Kota 28 19.2 29 22.3 57 20.7

71 48.6 55 42.3 126 45.7

6-12 th Desa 37 25.3 34 26.2 71 25.7

Kota 38 26.0 41 31.5 79 28.6

75 51.4 75 57.7 150 54.3

146 52.9 130 47.1 276 100.0

Jumlah

Jumlah responden

Laki Perempuan Total

Subjumlah

(32)

SEANUTS secara kesuruhan meliputi responden dari anak umur 6 bulan sampai 12 tahun. Namun berdasarkan kode etis dari kementerian kesehatan maka hanya anak 2 tahun keatas yang diperbolehkan diambil darah melalui pembuluh vena. Oleh karena itu dalam penelitian ini ada 2 kategori umur yaitu umur 2 - < 6 tahun dan 6 – 12 tahun.

Rekapitulasi data yang ada dapat digambarkan sebagai berikut ini : anak laki-laki berusia 2 - < 6 tahun tinggal di perkotaan sebesar 10.10% dan yang tinggal di perdesaan sebesar 15.60%. Anak laki-laki berusia 6 – 12 tahun tinggal di perkotaan sebesar 13.80% dan yang tinggal di perdesaan sebesar 13.40%. Anak perempuan berusia 2 - <6 tahun yang tinggal di perkotaan sebesar 10,50% dan yang tinggal di perdesaan sebesar 9.40%. Sedangkan anak perempuan berusia 6 – 12 tahun tinggal di perkotaan sebesar 14.90% dan yang tinggal di perdesaan 12.30%.

Berdasarkan data CIA (2012), penduduk Indonesia yang berumur 0 – 14 tahun adalah 27.3% dari 245 juta (67 juta orang anak) dengan pembagian 50.7% anak laki-laki dan 0.49% anak perempuan. Hal ini menunjukkan populasi anak laki-laki dan perempuan pada usia tersebut hampir berimbang sehingga diharapkan sampel yang diambil pada penelitian ini juga seimbang antara anak laki-laki dan perempuan. Hal yang sama juga digambarkan oleh data U.S. Census Bureau, International Data Base (2010), jumlah anak laki-laki dan perempuan pada usia 0-14 tahun adalah seimbang.

(33)

Tabel 4.2 Profil responden berdasarkan rata-rata tinggi badan, berat badan dan BMI (Body Mass Index)

Tinggi Badan Anak

(cm) Laki-laki Standar * Perempuan Standar *

1 - 3 tahun 89.4 91.0 87.8 91.0

4 - 6 tahun 105.7 112.0 104.8 112.0

7 - 9 tahun 121.,2 130.0 121.4 130.0

10 - 12 tahun 133.8 142.0 133.4 145.0

Berat Badan Anak (kg)

1 - 3 tahun 12.4 13.0 12.0 13.0

4 - 6 tahun 17.1 19.0 16.1 19.0

7 - 9 tahun 22.6 27.0 21.7 27.0

10 - 12 tahun 29.8 34.0 29.4 36.0

BMI

1 - 3 tahun 15.5 15.7 15.5 15.7

4 - 6 tahun 15.3 15.1 14.7 15.1

7 - 9 tahun 15.4 16.0 14.7 16.0

10 - 12 tahun 16.6 16.9 16.5 17.1

* Acuan yang digunakan pada penyusunan AKG 2012 (Hardinsyah 2012)

(34)

Gambar 4.4 Rata-rata tinggi badan anak laki-laki (cm) dibandingkan dengan standar WHO

(35)

Gambar 4.6 Rata-rata berat badan anak laki-laki (kg) dibandingkan dengan standar WHO

Gambar 4.4 dan 4.5 menjelaskan mengenai rata-rata tinggi badan hasil pengukuran antropometri dibandingkan dengan standar WHO. Jika dilihat dari data yang ada, maka tinggi badan responden berada pada kisaran normal karena masih diatas garis Z score : -2 (WHO 2006).

(36)

Gambar 4.6 dan 4.7 menjelaskan mengenai rata-rata berat badan hasil pengukuran antropometri dibandingkan dengan standar WHO. Jika dilihat dari data yang ada, maka berat badan responden berada pada kisaran normal karena masih diatas garis Z score : -2 (WHO 2006).

4.3 Konsumsi dan Asupan Kalsium serta Vitamin D

Dietary recall 24 jam adalah salah satu metode kuisioner yang umum digunakan untuk mengetahui gambaran estimasi konsumsi individu dalam sehari, sehingga secara agregat dapat mengestimasi rata-rata konsumsi sehari pada tingkat penduduk di suatu wilayah. Dari ekstraksi dietary recall 24 jam pada sampel anak yang dianalisis kadar vitamin D terdapat 231 jenis makanan (food item) yang kemudian dikelompokkan menjadi 13 golongan makanan (food category) sebagai berikut : (1) serealia dan hasil olahannya, (2) umbi berpati dan hasil olahannya, (3) kacang-kacangan dan hasil olahannya, (4) sayuran dan hasil olahannya, (5) buah dan hasil olahannya, (6) daging, unggas dan hasil olahannya, (7) ikan, kerang, udang dan hasil olahannya, (8) telur dan hasil olahannya, (9) susu dan hasil olahannya, (10) lemak dan minyak, (11) gula, sirup dan konfeksioneri, (12) bumbu-bumbu dan (13) snacks dan drinks.

Untuk golongan makanan serealia dan hasil olahannya dibagi beberapa sub golongan seperti (a) beras dan produk olahannya, (b) jagung dan produk olahannya, (c) terigu dan produk olahannya dan (d) havermut dan produk olahannya. Golongan makanan umbi berpati dan hasil olahannya dibagi beberapa sub golongan seperti (a) kentang dan produk olahannya, (b) singkong dan produk olahannya, (c) sagu dan produk olahannya dan (d) tapioka dan produk olahannya.

Golongan makanan kacang-kacangan dan hasil olahannya dibagi menjadi sub golongan seperti (a) kacang hijau dan produk olahannya, (b) kacang merah dan produk olahannya, (c) kacang tanah dan produk olahannya, (d) kelapa dan produk olahannya dan (e) kedelai dan produk olahannya.Untuk golongan sayuran dan hasil olahannya dibedakan menjadi (a) sayuran daun, (b) sayuran bunga, (c) sayuran buah, (d) sayuran akar, (e) sayuran biji dan (f) lain-lain. Golongan buah dan hasil olahannya dibedakan menjadi (a) buah dan (b) produk terolah.

(37)

Golongan makanan lemak dan minyak, serta bumbu-bumbu tidak dibagi lagi dalam sub golongan. Golongan makanan gula, sirup dan konfeksioneri dibagi menjadi sub golongan (a) gula, (b) kopi, (c) konfeksioneri dan (d) sirup. Golongan

snacks dan drinks dibagi menjadi (a) snacks dan (b) drinks.

Total konsumsi (g/kapita/hari) yang paling tinggi adalah serealia dan hasil olahannya diikuti oleh kelompok makanan kacang-kacangan dan hasil olahannya serta sayuran dan hasil olahannya yang dijelaskan pada Gambar 4.8. Lampiran 2 menunjukkan total konsumsi pangan pada penelitian ini adalah 440.45 g/kapita/hari. Hal ini didukung oleh data dari survei sosial ekonomi nasional (2008-2012) konsumsi rata-rata beras sendiri di Indonesia adalah 239 g/kapita/hari.

(38)

Asupan pangan yang mengandung vitamin D per kapita per harinya adalah 3.7 µg sedangkan kalsium adalah 234.46 mg. Menurut IOM (2010) asupan pangan yang mengandung vitamin D untuk anak usia 2-12 tahun adalah 600 IU atau setara dengan 15 µg per hari. Asupan pangan yang mengandung kalsium untuk anak usia 1-3 tahun adalah 700 mg, anak 4-8 tahun adalah 1000 mg sedangkan anak 9-13 tahun adalah 1300 mg per hari. Hal ini menunjukkan bahwa asupan pangan yang mengandung vitamin D per kapita per harinya hanya 25% dari yang dianjurkan oleh IOM.

Berdasarkan angka kecukupan gizi (Hardinsyah 2012) kebutuhan vitamin D untuk anak usia 2-12 tahun adalah 10 µg per hari, sedangkan kecukupan kalsium untuk anak usia 1-6 tahun adalah 500 mg, sedangkan anak 7-12 tahun adalah 800 mg per hari. Oleh karena itu asupan yang mengandung vitamin D per kapita per harinya hanya mencapai 37% dari AKG yang dianjurkan.

Data pada Tabel 4.3 kemudian dikelompokkan untuk mengetahui dari 13 kelompok makanan, kelompok makanan mana yang menyumbangkan kecukupan vitamin D dan kalsium terbesar. Hal ini dijelaskan pada Gambar 4.9 dapat diketahui bahwa kelompok makanan yang menyumbangkan asupan kalsium paling besar adalah susu dan hasil olahannya sebesar 42.38%, kacang-kacangan dan hasil olahannya sebesar 12.78%, sayuran dan hasil olahannya sebesar 11.97%, serealia dan hasil olahannya sebesar 8.96% serta ikan, kerang, udang dan hasil olahannya sebesar 7.6%.

(39)

Gambar 4.10 Kelompok makanan yang memberikan asupan pangan vitamin D terbesar

Pada Gambar 4.10 kelompok makanan yang menyumbangkan asupan vitamin D paling besar adalah ikan, kerang, udang dan hasil olahannya sebesar 75.05%, kemudian diikuti oleh kelompok susu dan hasil olahannya sebesar 14.06%, telur dan hasil olahannya sebesar 8.45%, snacks and drinks sebesar 2.15% serta daging, unggas dan hasil olahannya sebesar 0.14%. Data sumber, konsumsi dan asupan pangan responden dijelaskan pada Lampiran 3.

(40)

Tabel 4.3 Angka kecukupan gizi 2012 (Hardinsyah, 2012), rata-rata asupan gizi per hari dan persentase AKG yang tercukupi

(41)

energi, lemak dan karbohidrat 70% AKG, protein 80% AKG sedangkan vitamin dan mineral 100% AKG.

Persentase AKG per hari untuk energi dengan cut off point yang ditentukan ternyata mencapai 84% pada usia 1-3 tahun, namun semakin bertambahnya usia maka semakin rendah energi yang tercukupi. Hal ini juga terlihat pada zat gizi yang lain seperti lemak, karbohidrat, kalsium dan vitamin D. Hal yang cukup mengejutkan ternyata asupan protein untuk anak 1-3 tahun termasuk tinggi diatas 90%. Namun sayangnya seiring dengan bertambahnya umur, asupan proteinnya berkurang.

4.4 Kadar Vitamin D di dalam Darah

Sampel darah responden diambil oleh tenaga ahli dari Prodia dan analisis kadar vitamin D juga dilakukan oleh Laboratorium Prodia Pusat, Jakarta. Sampel darah diambil dari pembuluh vena pada anak usia 2 – 12 tahun.

Kategori yang digunakan dalam rekapitulasi data vitamin D di dalam darah adalah kurang dari < 30 nmol/L, 30-50 nmol/L, 50-70 nmol/L, >70 nmol/L. Pada Gambar 4.11 menjelaskam persentase jumlah anak berdasarkan kadar vitamin D di dalam darah.

Jika menggunakan standar WHO dimana defisiensi kadar vitamin D di dalam darah adalah < 50 nmol/L maka anak laki-laki yang mengalami defisiensi vitamin D adalah 16.66% sedangkan anak perempuan sebanyak 22.10% sehingga total anak laki-laki dan perempuan yang mengalami defisiensi vitamin D adalah 38.76%. Dari data ini bisa dilihat bahwa anak perempuan mengalami defisiensi vitamin D yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.

Beberapa penelitian di Amerika Serikat, Eropa, India, Australia, Amerika Selatan dan Asia Tenggara menunjukkan bahwa 50% anak dan orang dewasa mengalami resiko defisiensi vitamin D yang tinggi (Bone & Cancer Foundation, 2008). Hal ini juga dikatakan oleh Vikram (2011) berdasarkan data yang ada pada jurnal yang sudah dipublikasi, defisiensi Vitamin D sangat umum di India pada semua kelompok umur dan jenis kelamin. Beberapa faktor yang menyebabkan defisiensi vitamin D di India adalah perubahan pola konsumsi mengandung asupan kalsium dan vitamin D yang rendah, konsumsi serat pangan yang mengandung fosfat dan fitat dimana mengurangi penyimpanan vitamin D dan kalsium, faktor genetik seperti peningkatan enzim 25(OH)D-24-hidroksilasi yang akan mengurangi metabolisme 25(OH)D, jumlah waktu yang digunakan di dalam ruangan mengurangi paparan sinar matahari terutama orang India yang tinggal di perkotaan.

(42)

perempuan serta antara anak-anak yang tinggal di perdesaan dan perkotaan. Hal ini sangat menarik karena kadar vitamin D di dalam darah dapat dipengaruhi oleh asupan vitamin D sehari-hari atau kemungkinan yang lebih besar adalah pengaruh paparan sinar matahari.

Gambar 4.11 Persentase jumlah anak berdasarkan kadar vitamin D di dalam darah

Menurut WHO (2004), Setiati (2008), Soejitno dan Kuswardhani (2009) kurangnya paparan sinar matahari mempengaruhi metabolisme vitamin D, sayangnya didalam penelitian ini tidak diukur secara detail berapa lama paparan sinar matahari yang di dapat pada anak-anak. Didalam pembahasan berikutnya akan dilihat apakah asupan pangan yang mengandung sumber vitamin D mempengaruhi kadar vitamin D di dalam darah. Ternyata uji korelasi Pearson Chi-square menunjukkan bahwa asupan pangan vitamin D (p value 0.693 > alpha 5%; OR 1.192; 95% tingkat kepercayaan) dan kalsium (p value 0.863 > alpha 5%; OR 0.951; 95% tingkat kepercayaan) tidak berkorelasi signifikan dengan kandungan vitamin D dalam darah.

(43)

Cannell et al. (2008) bahwa konsumsi pangan secara normal mengandung sedikit sumber pangan vitamin D kecuali mereka yang makan ikan yang mengandung tinggi lemak. Sumber vitamin D juga bisa didapat dari makanan yang difortifikasi seperti susu, jus jeruk dan sereal, margarin. Produksi vitamin D pada kulit cukup cepat setelah beberapa menit terpapar dengan sinar matahari.

Gambar 4.12 Rata-rata kadar vitamin D 25(OH)D (nmol/L) ± SD di dalam darah dari 276 anak

(44)

untuk tubuh telah tersedia. Terpapar sinar matahari selama beberapa saat, bukan karena asupan vitamin D adalah sumber utama dari sirkulasi penyimpanan vitamin D di dalam tubuh. Sebagai contoh, orang berkulit putih berjemur di bawah sinar matahari pada saat musim panas (seluruh tubuh, minimal erythemal dosis dari radiasi ultraviolet B (UV B), memproduksi 500 µg vitamin D kurang dari 30 menit (Holick 2007). Hal ini sama dengan seseorang yang minum 200 gelas (2.5 µg/ gelas) atau 50 multivitamin standar (4 µg /tablet).

4.5 Kepadatan Tulang

Kepadatan tulang akan terbaca sebagai nilai Z-score dan nilai ini merupakan perbandingan kandungan densitas mineral tulang seseorang sesuai umur dan jenis kelamin (RCR 2005). Hasil rekapitulasi yang didapat dari pengukuran kepadatan tulang dijelaskan pada Tabel 4.4. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa secara keseluruhan ada perbedaan antara kepadatan tulang anak laki-laki dan anak perempuan. Secara umur juga terlihat bahwa anak berumur 2 - < 6 tahun kepadatan tulangnya lebih rendah dibandingkan dengan anak berumur 6 – 12 tahun.

(45)

berkorelasi signifikan dengan kepadatan tulang ( p value 0.380 > alpha 5%; OR 0.505; 95% tingkat kepercayaan). Namun dari hasil uji korelasi, terlihat hubungan yang signifikan antara vitamin D di dalam darah dan kepadatan tulang, karena memiliki p-value kurang dari 0.05.

Menurut European Commision Scientific Committee on Food (2003), kalsium harus dikonsumsi dalam jumlah yang cukup supaya kalsium dapat terserap dengan baik dalam pembentukan tulang dan mengkompensasi jumlah yang terbuang melalui fekal dan kehilangan selama proses metabolisme dalam tubuh. Banyak hasil survei gizi tentang asupan kalsium yang menyatakan bahwa asupan dibawah angka yang direkomendasikan pada kebanyakan populasi.

Pada studi observasi longitudinal (DONALD study) yang dimulai pada tahun 1985 dan mengikuti pertumbuhan anak umur 3 bulan sampai 18 tahun (dengan jumlah sampel 400 sampai 500 subyek) menunjukkan bahwa nilai rata-rata asupan kalsium pada anak sehat adalah dibawah nilai rekomendasi pada saat dibawah umur 3 tahun (ECSCF 2003).

Menurut IOM (2010), konsumsi kalsium berkaitan erat dengan kepadatan tulang. Di Amerika dan Kanada, anak usia 1-3 tahun, 4 – 8 tahun dan 9 – 13 tahun membutuhkan asupan kalsium sebesar 700 mg, 1000 mg dan 1300 mg per hari, sedangkan di Indonesia anak usia 1-3 tahun, 4-6 dan 7-9 tahun membutuhkan kalsium 500 mg per hari, sedangkan anak usia 10-12 tahun membutuhkan kalsium sebesar 700 mg per hari. Perbedaan kebutuhan kalsium per hari yang dianjurkan disebabkan perbedaan pola konsumsi dan keadaan genetika dari anak tersebut.

4.6 Fortifikasi Kalsium dan Vitamin D

Fortifikasi pangan mengacu kepada penambahan satu atau lebih zat gizi pada bahan pangan tersebut baik untuk menambahkan zat gizi yang belum ada atau memperkaya zat gizi yang sudah ada. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dalam menanggulangi status defisiensi zat gizi yang ada ataupun meningkatkan nilai gizi dari suatu produk. Fortifikasi kalsium biasanya dilakukan pada kategori produk seperti susu formula, susu pertumbuhan, sereal (Holick 2008) dan minuman lainnya seperti susu kedelai. Jenis kalsium yang sering ditambahkan adalah kalsium susu, kalsium karbonat, kalsium fosfat dan kalsium laktat (Hurrell 1999).

(46)

2008). Di Amerika dan Kanada dilakukan standarisasi fortifikasi susu dengan kalsium dan vitamin D. Penambahan vitamin D yang diatur secara hukum di Amerika dibagi menjadi dua yaitu wajib seperti susu bubuk, susu evaporasi (10 µg/946 ml) dan sukarela seperti yogurt, margarin, jus (2.5 µg/saji). Fortifikasi vitamin D di Kanada pada susu sebesar 44% dari RDA (10 µg) yaitu 4.4 µg per saji (250 ml). Semua margarin di Kanada difortifikasi dengan vitamin D sebesar 13.25 µg/100 g. Untuk membantu orang yang tidak terbiasa minum susu maka dilakukan fortifikasi kalsium dan vitamin D pada jus jeruk (Calvo et al. 2004). Fortifikasi kalsium dilakukan pada kategori produk seperti susu, sereal, susu kedelai dan jus. Fortifikasi kalsium pada roti, sereal sebesar 55 mg/saji (5% RDA), pasta sejumlah 130 mg/saji (13% RDA) dan jus sebesar 300 mg/saji (30% RDA) (Johnson-Down et al. 2003).

Asupan pangan kalsium dan vitamin D pada penelitian ini adalah 234.46 mg dan 3.70 µg. Kombinasi tersebut menunjukkan tidak adanya korelasi yang positif dengan kepadatan tulang. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya factor penganggu penyerapan kalsium dan vitamin D di dalam tubuh, kurangnya paparan sinar matahari dan kurangnya aktifitas fisik. Meskipun demikian, namun menurut Arifin et al. (2010) susu yang difortifikasi kalsium tinggi (1200 mg/hari) dan vitamin D (9.6 µg/hari) terbukti dapat memperbaiki status vitamin D, mengurangi kadar parathyroid hormone (PTH) dan menurunkan

turnover tulang secara bermakna. Pemberian susu yang difortifikasi kalsium tinggi dan vitamin D lebih baik dibandingkan dengan pemberian susu kalsium rendah dalam menurunkan bone turnover meskipun penelitian dilakukan pada perempuan pascamenopause bukan pada anak.

Oleh karena itu anjuran untuk fortifikasi kalsium dan vitamin D pada produk pangan seperti susu sebaiknya memenuhi klaim “mengandung” (20% dari AKG) berarti untuk kalsium sebesar 160 mg dan vitamin D 2 µg per saji. Rekomendasi yang lain adalah mengkonsumsi produk pangan yang sudah difortifikasi tersebut paling tidak 2 kali dalam sehari.

(47)

V. KESIMPULAN dan SARAN

5.1 Kesimpulan

Jenis pangan yang dikonsumsi sebagai sumber asupan kalsium adalah susu dan olahannya; kacang-kacangan dan hasil olahannya serta sayuran dan hasil olahannya. Jenis pangan yang dikonsumsi sebagai sumber asupan vitamin D adalah ikan, kerang, udang dan hasil olahannya, susu dan hasil olahannya; serta telur dan hasil olahannya. Pada penelitian ini konsumsi pangan dalam bentuk susu dan olahannya sebanyak 34.11 g/kapita/hari, sedangkan dalam bentuk produk ikan, kerang, udang dan hasil olahannya sebanyak 33.47 g/kapita/hari. Asupan pangan untuk kalsium adalah 234.46 mg dan vitamin D adalah 3.70 µg.

Rata-rata persentase AKG per hari untuk energi dengan cut off point yang ditentukan ternyata mencapai 84% pada usia 2-3 tahun, namun semakin bertambahnya usia maka semakin rendah energi yang tercukupi (45% pada usia 10-12 tahun). Rata-rata kecukupan gizi protein untuk anak 4-6 tahun sebesar 88%, namun sayangnya seiring dengan bertambahnya umur, asupan proteinnya berkurang. Hal ini juga terlihat pada kecukupan gizi yang lain seperti lemak, karbohidrat, kalsium dan vitamin D.

Dengan menggunakan standar WHO defisiensi kadar vitamin D di dalam darah adalah < 50 nmol/L maka anak laki-laki yang mengalami defisiensi vitamin D adalah 16.66% sedangkan anak perempuan sebanyak 22.10%, total anak laki-laki dan perempuan yang mengalami defisiensi vitamin D adalah 38.76%. Dari data ini bisa dilihat bahwa anak perempuan mengalami defisiensi vitamin D yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Responden (anak-anak) yang diuji memiliki kepadatan tulang yang normal karena mempunyai BMD (Bone Mass Density) dengan Z score diatas -2.0.

(48)

5.2 Saran

Ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam melakukan penelitian lanjutan seperti menganalisis faktor pengganggu penyerapan kalsium dan vitamin D di dalam tubuh, menghitung asupan gizi yang merupakan prekursor vitamin D di dalam tubuh, melakukan pengamatan terhadap lamanya paparan sinar matahari, aktivitas fisik. Selanjutnya dilakukan analisis pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap status gizi kalsium, vitamin D dan kepadatan tulang.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia. Hlm 132-150. [ANZHSN] Australia and New Zealand Horizon Scanning Network. 2008.

Quantitative ultrasound (QUS). Australia.

Arifin Z, Hestiantoro A, Baziad A. 2010. Pemberian susu yang difortifikasi kalsium kadar tinggi dan vitamin D dalam memperbaiki turnover tulang perempuan pascamenopause. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia Vol 34 No 1. 31-38.

[BCF] The Bone and Cancer Foundation. 2008. Vitamin D Deficiency: Information for Cancer Patients. America.

Bowden S, Robinson R, Carr R, Mahan J. 2008. Prevalence of vitamin D deficiency and insufficiency in children with osteopenia or osteoporosis referred to a pediatric metabolic bone clinic. Pediatrics J.121(6):1585-1590. DOI:10.1542/j.peds.2007-2111

Canell JJ, Hollis BW, Zasloff M and Heaney RP. 2008. Diagnosis and treatment of vitamin D deficiency. America.

Calvo MS, Whiting SJ, Barton CN. 2004. Vitamin D fortification in the Unites States and Canada : current status and data needs. Am J Clin Nutr 80(suppl):1710S-1716S.

[CAR] Canadian Association of Radiologists. 2010. CAR Technical Standards for Bone Mineral Densitometry Reporting. Canada.

Gueguen L and Pointillart A. 2000. The Bioavailability of Dietary Calcium. J Am College of Nutr. 19(2):119-136.

Hardinsyah, Riyadi H, Napitupulu V. 2012. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat. Bogor, Indonesia.

(49)

Holick MF and Chen TC. 2008. Vitamin D Deficiency : a worldwide problem with health consequences. Am J Clin Nutr 87(suppl):1080S-1086S.

Hurrell R. 1999. The Mineral Fortification of Foods. England.

[IOM] Institute of Medicine. 2010. Dietary Reference Intakes for Calcium and Vitamin D. America.

Johnson-Down L, L’Abbe M, Lee NS, Gray-Donald K. 2003. Appropriate Calcium Fortification of the Food Supply Presents a Challenge. J Nutr 22: 2232-2238.

[PERSAGI] Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. 259-260. Kompas, Jakarta.

[PERSAGI] Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Kompas, Jakarta.

Pearce S and Cheetham T. 2010. Diagnosis and management of Vitamin D deficiency. Brit Med J. 340:b5664. 142-147. DOI:10.1136/bmj.b5664

[RCR] Royal College of Radiologists. 2005. Standards for Ultrasound Equipment. England.

Sarwono, J. 2009. Statistik itu mudah: Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sarwono, J. 2012. Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif: Menggunakan

Prosedur SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo

Setiati S. 2008. Pengaruh sinar ultraviolet B matahari terhadap konsentrasi vitamin D dan hormon paratiroid pada perempuan usia lanjut Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.2, No.4. 147-153.

Soejitno A, Kuswardhani T. 2009. Defisiensi vitamin D: mekanisme, implikasi dan terapi pada lansia. Cermin Dunia Kedokteran. 168, Vol.36, No.2. 81-83. Trihono. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

[U.S. Census Bureau]. 2010. International Data Base Population Estimates and Projections Methodology. America.

Vikram L. 2011. Vitamin D Deficiency: Indian Scenario. J Assoc Physicians India. Vol 59. 695-696.

[WHO] World Health Organization. 2004. Vitamin and mineral requirements in human nutrition. Bangkok.

[WHO] World Health Organization. 2006. WHO Child Growth Standards. France. Yulia C, Darningsih S. 2010. Hubungan kalsium dengan ricketsia, osteomalacia

(50)

Lampiran 1 Rekapitulasi dietary recall

% Rata-rata Jumlah Anak % Anak yang

Kelompok Makanan Rata-rata S.D. Min Max Konsumsi yang Konsumsi Konsumsi

(n=276)

A Serealia dan hasil olahannya 39.26 ± 14.58 11.63 - 70.95 7.92

a Beras dan produk olahannya 40.16 ± 15.14 10.63 - 86.00 8.10 276.00

1 beras ketan hitam 17.50 ± 3.54 15.00 - 20.00 3.53 2.00 0.72

2 beras ketan putih giling 34.17 ± 17.44 15.00 - 50.00 6.90 6.00 2.17

3 beras putih giling/rojolele 134.14 ± 23.85 4.00 - 375.00 27.07 260.00 94.20

4 bihun 27.86 ± 17.20 10.00 - 50.00 5.62 7.00 2.54

5 mie soun 25.00 ± 7.07 20.00 - 30.00 5.04 2.00 0.72

6 onde-onde 23.00 ± 9.90 16.00 - 30.00 4.64 2.00 0.72

7 rengginang 25.00 ± 0.00 0.00 - 25.00 5.04 1.00 0.36

8 tepung beras 34.60 ± 42.14 5.00 - 108.00 6.98 5.00 1.81

b Jagung dan produk olahannya 59.31 ± 25.11 26.67 - 95.00 11.97

9 jagung kuning pipil baru 36.67 ± 21.79 20.00 - 60.00 7.40 3.00 1.09

10 jagung kuning segar 41.25 ± 31.19 10.00 - 75.00 8.32 4.00 1.45

11 nasi jagung 100.00 ± 22.36 50.00 - 150.00 20.18 3.00 1.09

c Terigu dan produk olahannya 37.48 ± 13.78 10.69 - 65.70 7.56

12 biscuit 25.40 ± 9.98 4.00 - 55.00 5.12 58.00 21.01

13 biscuit astor 16.66 ± 7.46 8.00 - 30.00 3.36 14.00 5.07

14 biscuit coklat togo 24.00 ± 14.75 15.00 - 50.00 4.84 5.00 1.81

15 biscuit crackers konghuan 31.50 ± 5.20 18.00 - 45.00 6.36 2.00 0.72

16 biscuit crispy crackers 15.00 ± 0.00 0.00 - 15.00 3.03 1.00 0.36

17 biscuit gabin special selecta 40.00 ± 0.00 0.00 - 40.00 8.07 1.00 0.36

18 biscuit malkist crackers 40.00 ± 0.00 0.00 - 40.00 8.07 1.00 0.36

19 biscuit marie cba 10.00 ± 0.00 0.00 - 10.00 2.02 1.00 0.36

20 biscuit piramid 24.00 ± 0.00 0.00 - 24.00 4.84 1.00 0.36

21 biscuit roma 16.67 ± 7.64 10.00 - 25.00 3.36 3.00 1.09

22 fujimie 32.00 ± 0.00 0.00 - 32.00 6.46 3.00 1.09

23 martabak 28.33 ± 14.43 20.00 - 45.00 5.72 3.00 1.09

24 martabak kacang meises 42.50 ± 24.75 25.00 - 60.00 8.58 2.00 0.72

25 martabak manis 57.50 ± 2.89 35.00 - 80.00 11.60 2.00 0.72

26 mie ayam 50.00 ± 0.00 0.00 - 50.00 10.09 1.00 0.36

27 mie basah 59.64 ± 45.77 10.00 - 147.00 12.03 14.00 5.07

28 mie kering 30.50 ± 42.27 4.50 - 132.00 6.15 8.00 2.90

29 roti choklat 42.20 ± 18.10 10.00 - 80.00 8.52 10.00 3.62

30 roti goreng 80.00 ± 56.57 40.00 - 120.00 16.14 2.00 0.72

31 roti isi kacang ijo 40.00 ± 14.14 30.00 - 50.00 8.07 2.00 0.72

32 roti isi strawberry 41.67 ± 20.50 20.00 - 80.00 8.41 6.00 2.17

33 roti kukis 25.00 ± 0.00 0.00 - 25.00 5.04 1.00 0.36

34 roti manis 39.90 ± 20.67 16.00 - 100.00 8.05 21.00 7.61

35 roti tawar 47.20 ± 28.62 10.00 - 80.00 9.52 5.00 1.81

36 sarimie 72.00 ± 0.00 0.00 - 72.00 14.53 1.00 0.36

37 supermie 60.03 ± 28.55 8.00 - 227.00 12.11 69.00 25.00

38 tepung terigu 20.22 ± 9.70 5.00 - 60.00 4.08 36.00 13.04

d Havermut dan produk olahannya 20.00 ± 0.00 0.00 - 20.00 4.04

39 bubur havermut 20.00 ± 0.00 0.00 - 20.00 4.04 1.00 0.36

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan kalsium dari beberapa bahan makanan
Tabel 2.2 Kebutuhan kalsium per hari anak umur 1 – 12 tahun.
Gambar 2.1   Mekanisme sintesa vitamin D di dalam tubuh.
Gambar 2.2 Pengendalian kalsium dalam darah oleh vitamin D, hormon
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERBEDAAN USIA, STATUS GIZI, FREKUENSI MINUM KOPI DAN ASUPAN KALSIUM PADA PASIEN OSTEOPOROSIS DAN NON OSTEOPOROSIS DI POLI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ORTOPEDI PROF..

Asupan zat gizi dan status gizi dapat mempengaruhi siklus menstruasi, asupan zat gizi dan status gizi yang kurang atau lebih akan berpengaruh pada pertumbuhan

Namun, pada penelitian lain yang dilaksanakan pada tahun 2014 dengan judul “Asupan Vitamin A, Status Vitamin A, dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Leuwiliang,

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara asupan vit A, zat besi dan status gizi anak usia 2-5 tahun di wilayah posyandu Gonilan dan tidak terdapat hubungan antara asupan zink dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji densitas zat gizi dan energi pangan, densitas asupan zat gizi dan energi, morbiditas, serta hubungannya dengan status gizi BB/U, TB/U,

Asupan kalsium mempengaruhi status kepadatan mineral tulang, yakni adanya hubungan antara asupan kalsium terhadap status kepadatan mineral tulang pada wanita usia

Penelitian ini bertujuan untuk menilai konsumsi pangan, asupan gizi, mutu gizi konsumsi pangan (MGP), skor pola pangan harapan (PPH), dan korelasi antara skor PPH dan

Dari pemaparan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan asupan zat gizi makro (protein, lemak, karbohidrat) dan serat terhadap status