• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penenfuan Parameter Terigu Protein Rendah yang Berkorelasi terhadap Kekerasan Wafer Skala Lab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penenfuan Parameter Terigu Protein Rendah yang Berkorelasi terhadap Kekerasan Wafer Skala Lab"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN PARAMETER TERIGU PROTEIN RENDAH

YANG BERKORELASI TERHADAP KEKERASAN WAFER

SKALA LAB

AGHITIA MAULANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Parameter Terigu Protein Rendah yang Berkorelasi terhadap KekerasanWafer Skala Lab benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)
(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PENENTUAN PARAMETER TERIGU PROTEIN RENDAH

YANG BERKORELASI TERHADAP KERENYAHAN WAFER

SKALA LAB

AGHITIA MAULANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penentuan Parameter Terigu Protein Rendah yang Berkorelasi terhadap Kekerasan Wafer Skala Lab. Skripsi ini merupakan hasil magang penulis di PT GarudaFood selama empat bulan, dari bulan Maret hingga Juni 2014. Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orangtua penulis, Papa Agus Maulana dan Mama Hidayati yang telah mendoakan dan memberikan support dengan tulus, serta telah membantu kelancaran finansial bagi penulis selama masa kuliah.

2. Nenek Ratmiyati dan Kakek Syamsuddin yang sampai saat ini selalu mendoakan yang terbaik untuk cucunya.

3. Adik-adik penulis tersayang, Aa Iqbal, Abang Fahrul, Adek Qolby, dan Adek Fajri yang selalu ceria, semangat, dan memberikan canda tawa bagi penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Ibu Rosita selaku pembimbing lapang yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, nasihat, bimbingan, dan masukan yang berarti bagi saya selama kegiatan magang berlangsung.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc. selaku penguji yang sudah banyak memberikan saran dan masukan.

7. Aa Linggar yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan canda tawa bagi penulis.

8. Pak Jun, Pak Wi, Ibu Wati, Pak Roy, Ibu Eva, Mas Danur,Mbak Anita, Mbak Uti, Mas Ojan, Mbak Juwi, Mas Bayu, seluruh Geng Gokilz, dan segenap staff PT GarudaFood yang telah memberikan saran, nasihat, dan ilmu yang bermanfaat selama kegiatan magang berlangsung.

9. Pak Iyas selaku teknisi SEAFAST Center yang membantu saya selama proses penelitian ini.

10.Fitri selaku teman satu dosen pembimbing, serta Andino, Mutiara, dan Agis, teman-teman satu magang yang selalu memberikan semangat dan canda tawa selama di kantor.

11.Teman-teman ITP 47, sahabat-sahabat penulis, dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan. Terima kasih.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR ISI x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Terigu 2

Biskuit 4

Wafer 5

Solvent Retention Capacity 6

METODOLOGI PENELITIAN 7

Bahan 7

Alat 7

Metode Penelitian 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Spesifikasi Terigu 11

Viskositas 12

SRC dan GPI 14

Kekerasan Wafer 18

Uji Organoleptik Metode Rating Hedonik 19

Korelasi Kekerasan Wafer secara Obyektif dan Subyektif 20 Korelasi Kekerasan Wafer dengan Analisis Terigu 21

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 30

(13)

DAFTAR TABEL

1. Standar mutu terigu menurut SNI 01-3751-2006 (BSN 2006) 4 2. Standar mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 (DSN 1992) 5 3. Spesifikasi terigu (berasal dari masing-masing pemasok terigu) 12 4. Spesifikasi terigu untuk wafer (Haas et al. 1998) 12 5. Formulasi penambahan air dan viskositas adonan dari ketiga merk

terigu 13

6. Nilai viskositas adonan terigu merk A dari ketiga batch 13 7. Nilai viskositas adonan terigu merk B dari ketiga batch 13 8. Nilai viskositas adonan terigu merk C dari ketiga batch 14 9. Nilai persentase SRC masing-masing merk terigu pada ketiga batch 14 10. Nilai persentase SRC dari ketiga merk terigu 15 11. Nilai GPI terigu masing-masing merk terigu pada ketiga batch 16

12. Nilai GPI dari ketiga merk terigu 16

13. Nilai referensi SRC terigu protein rendah pada aplikasi produk wafer 17 14. Nilai kekerasan wafer dari ketiga merk terigu 18 15. Nilai kekerasan wafer terigu merk A dari ketiga batch 18 16. Nilai kekerasan wafer terigu merk B dari ketiga batch 19 17. Nilai kekerasan wafer terigu merk C dari ketiga batch 19 18. Hasil uji rating hedonik kekerasan wafer dari ketiga merk terigu 19 19. Hasil uji rating hedonik kekerasan wafer terigu merk A dari ketiga

batch 20

20. Hasil uji rating hedonik kekerasan wafer terigu merk B dari ketiga

batch 20

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir proses pembuatan adonan 9

2. Diagram alir proses produksi wafer 10

3. Grafik hubungan antara nilai SRC dan GPI 17

4. Grafik hubungan antara kekerasan wafer secara obyektif dan

subyektif 21

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil analisis viskositas adonan wafer 30

2. Perhitungan SRC batch 1 31

3. Perhitungan SRC batch 2 32

4. Perhitungan SRC batch 3 33

5. Kekerasan wafer 34

6. Uji rating hedonik kekerasan wafer 36

7. Kuesioner uji rating hedonik 37

8. ANOVA nilai viskositas adonan dari ketiga merk terigu 38 9. ANOVA nilai viskositas adonan dari ketiga batch 39

10. ANOVA SRC 40

11. ANOVA GPI 44

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

PT GarudaFood merupakan salah satu perusahaan makanan dan minuman di bawah kelompok usaha Tudung (Tudung Group). Beragam produk telah dihasilkan dan terkenal di pasaran Indonesia. Salah satu produk unggulannya adalah wafer Gery, yang termasuk dalam flat wafer jenis creamed sandwich wafer yang terdiri dari 4 sheet wafer dan 3 lapis krim coklat di antara sheet wafer. Kualitas produk akhir merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan bagi industri pangan dalam menghadapi era globalisasi dan persaingan yang semakin tajam. Suatu produk yang telah sampai ke tangan konsumen diharapkan memenuhi selera konsumen. Kualitas produk akhir erat kaitannya dengan kualitas bahan baku yang digunakan. Penggunaan bahan baku dengan kualitas yang baik berkorelasi positif dalam menghasilkan produk akhir dengan kualitas yang baik pula. Salah satu aspek penting terkait dengan kualitas produk akhir adalah tekstur. Wafer merupakan produk pangan yang diharapkan memiliki tekstur yang tidak rapuh dan tidak menghasilkan banyak remah.

Jenis terigu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan wafer adalah terigu protein rendah yang memiliki kandungan protein sekitar 8–9% (Bogasari 1997). Selama ini, terigu protein rendah yang digunakan oleh PT GarudaFood untuk memproduksi wafer menghasilkan wafer dengan tekstur kekerasan yang bervariasi. Data proksimat terigu yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, dan kadar gluten basah tidak cukup untuk digunakan sebagai parameter dalam produksi wafer. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan parameter lain yang lebih akurat yang berkorelasi terhadap kekerasan wafer sehingga dihasilkan wafer dengan tingkat kekerasan yang diinginkan

.

Perumusan Masalah

PT GarudaFood mensyaratkan jenis terigu protein rendah untuk memproduksi wafer. Namun, sampai saat ini data proksimat terigu yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, dan kadar gluten basah yang digunakan sebagai parameter dalam produksi wafer belum cukup menggambarkan tekstur wafer yang dihasilkan. Tekstur wafer yang dihasilkan setiap kali produksi tidak konsisten, yaitu tekstur wafer rapuh dan menghasilkan banyak remah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan parameter lain yang paling berkorelasi terhadap kekerasan wafer.

Tujuan Penelitian

(16)

2

berkorelasi terhadap kekerasan produk wafer sehingga parameter tersebut dapat digunakan dalam pemilihan terigu yang sesuai untuk produksi wafer.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu industri makanan berbahan dasar terigu, khususnya PT GarudaFood untuk memperoleh parameter terigu protein rendah dalam menentukan kekerasan wafer. Selain itu, diharapkan pula hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai basis scale up pada skala industri.

TINJAUAN PUSTAKA

Terigu

Terigu merupakan tepung atau bubuk halus yang berasal dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling dan biasa digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi, biskuit, dan roti. Terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Komponen terpenting yang membedakan terigu dengan tepung-tepung lainnya adalah kandungan protein jenis glutenin dan gliadin, yang pada kondisi tertentu dengan air dapat membentuk massa yang elastis dan dapat mengembang yang disebut gluten. Gluten adalah protein yang bersifat kenyal dan elastis yang akan mengembang jika dicampur dengan air. Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein terigu, semakin tinggi kadar gluten, maka semakin tinggi kadar protein terigu tersebut (Bogasari 1997).

Menurut Kent (1975), terigu merupakan bahan baku utama untuk membuat biskuit. Terigu mempengaruhi tekstur setelah pemanggangan, kekerasan, dan bentuk dari biskuit. Istilah pada terigu, yakni terigu kuat dan lemah menunjukkan kadar protein (gluten) pada gandum. Terigu kuat mengandung protein (gluten) yang lebih tinggi dibandingkan terigu lemah. Gluten terbentuk dari dua komplek yang dikenal sebagai glutenin dan gliadin. Glutenin membantu terbentuknya kekuatan dan kekerasan adonan. Gliadin lebih lembut dan mempengaruhi perpaduan dan elastisitas adonan.

(17)
(18)

4

Tabel 1 Standar mutu terigu menurut SNI 01-3751-2006 (BSN 2006)

Biskuit

Menurut SNI (1992), biskuit adalah sejenis makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu biskuit keras, crackers, wafer, dan cookies. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang berbentuk pipih, berkadar lemak tinggi, dan bila dipatahkan penampang potongannya

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

(19)

5 berlapis-lapis. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis. Cookies adalah jenis biskuit yang berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit berpori kasar, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya berongga. Bahan baku wafer tidak memakai gula, kecuali jika wafer diperkaya dengan krim yang manis. Standar mutu biskuit sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Standar mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 (DSN 1992)

Menurut U.S. Wheat Associates (2006), biskuit diklasifikasikan berdasarkan formulasi adonan, yakni adonan lunak (short dough), adonan keras (hard dough), dan adonan cair (batter). Short dough merupakan formulasi adonan dengan penambahan jumlah lemak lebih banyak dibandingkan air, contohnya cookies. Hard dough merupakan formulasi adonan dengan penambahan air lebih banyak dibandingkan jumlah lemak, contohnya crackers. Batter merupakan formulasi adonan yang menggunakan air sebagai bahan utama, contohnya wafer.

Wafer

Wafer adalah biskuit yang terbuat dari adonan cair dan tipis dengan ketebalan lebih kecil dari 1–4 mm (Nugroho 2007). Ciri khas wafer adalah memiliki pori-pori kasar, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga (Manley 2000). Wafer dibuat dari adonan yang dipanggang di antara dua plat baja. Menurut Dogan (2006), wafer yang ada di pasaran biasanya dalam bentuk lembaran datar yang besar yang dilapisi krim sebelum pemotongan dan mungkin juga dilapisi lagi dengan cokelat. Faktor terpenting yang mempengaruhi tekstur wafer adalah terigu. Fungsi terigu adalah membentuk adonan selama proses pencampuran, menarik, atau mengikat bahan lainnya serta mendistribusikannya secara merata, mengikat gas selama proses fermentasi, dan membentuk struktur wafer selama pemanggangan (Kusumaningrum 2002).

Menurut U.S. Wheat Associates (2006), jenis-jenis wafer di antaranya adalah: flat wafers, hollow wafers, wafer sticks, ice cream cones, waffles, dan parlour products. Flat wafer adalah jenis creamed sandwich wafer yang terdiri dari 4 sheet wafer dan 3 lapis krim di antara sheet wafer. Wafer dibentuk dari

Kriteria Uji Syarat

Energi (kkal/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat Kasar (%) Maksimum 0.5 Logam Berbahaya Negatif

Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik

(20)

6

adonan yang dipanggang di antara plat metal yang panas. Wafer hasil pemanggangan berbentuk lembaran yang datar dan besar. Setelah proses pemanggangan dan pendinginan, sheet wafer dilapisi dengan krim sehingga membentuk sandwich wafer. Wafer yang dihasilkan ini masih dalam ukuran besar dan utuh disebut dengan book wafer.Selanjutnya, book wafer dipotong sesuai ukuran yang diinginkan (Oktania 2004).

.

Solvent Retention Capacity

Selama ini, metode reologi adonan (farinograf, mixograf, extensograf, alveograf) dan baking tests (roti, cookies, dan kue) digunakan dalam analisis hubungan antara kualitas terigu dan kualitas produk panggang. Akan tetapi metode reologi adonan dan baking test hanya menganalisis kontribusi gabungan dari komponen fungsional utama terigu, yang meliputi kerusakan pati, protein gluten, dan pentosan (Guttieri et al. 2004). Metode Solvent Retention Capacity (SRC) mampu menganalisis kontribusi fungsional individu dari masing-masing komponen fungsional tersebut. Kemampuan untuk menganalisis kontribusi fungsional individu masing-masing komponen fungsional terigu memungkinkan untuk lebih memprediksi fungsi terigu dan meningkatkan kualitas biskuit (Kweon et al. 2014). Metode SRC adalah metode baru yang dikembangkan oleh Perusahaan Nabisco di Amerika tahun 2010 pada aplikasi produk cookie dan cracker. Pada awalnya uji SRC dikembangkan untuk mengevaluasi fungsionalitas terigu protein rendah, tetapi SRC juga telah terbukti dapat diterapkan untuk evaluasi fungsionalitas terigu protein tinggi. Uji SRC memberikan ukuran kemampuan pelarut untuk tiga komponen polimer fungsional terigu, yakni gluten, kerusakan pati, dan pentosan, dimana masing-masing komponen memprediksi kontribusi fungsional untuk fungsi terigu keseluruhan dan kualitas produk akhir (Kweon et al. 2011).

(21)

7

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah terigu protein rendah merk A, B, C yang berasal dari tiga kali kedatangan pada waktu yang berbeda. Bahan lain yang digunakan sebagai bahan pengisi wafer, yaitu krim coklat. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis terigu meliputi akuades, air deionisasi, larutan sukrosa 50%, larutan Na2CO3 5%, dan larutan asam laktat 5%.

Alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari baskom, wadah plastik, saringan, tabung sentrifus, sentrifus (Hettick Zentrifugen 1703, 208–240 V, 50–60 H, 3.5 A), timbangan analitik, moisture balance O’Hous MB-35 Halogen, stopwatch, viskometer brookfield (LVT 201282, 12 VDC, 8 watts), sendok ukur 15 mL, dough mixer (Electrolux Dito, XBM 10 Table Model), baking plate (Wafer Hand Baking Apparatus ZQE Mini, 230 V, 50–60 Hz), microwave (Sharp R-2491N, 800 W), Stable Micro Systems Texture Analyzer (TA-XT Plus 11752, 100–240 V), dan alat-alat gelas.

Metode Penelitian

(22)

8

Analisis Fisik Terigu

1. Analisis Viskositas (Shyu dan Sung 2010)

Analisis viskositas dilakukan dengan alat viskometer Brookfield. Sejumlah adonan wafer (± 200 mL) dituangkan ke dalam gelas untuk kemudian dianalisa dengan menggunakan spindel nomer 4 dengan kecepatan 30 rpm (faktor konversi sebesar 200). Pengukuran viskositas dilakukan pada kondisi suhu ruangan ber-AC (± 22–25 °C). Prinsip dari pengukuran viskositas ini adalah mengukur besarnya hambatan yang disebabkan oleh kentalnya suatu fluida yang dialami oleh silinder atau piringan ketika berputar dalam fluida yang diukur. Nilai viskositas dapat diperoleh dengan rumus:

Keterangan:

Nilai faktor diperoleh dari hubungan antara nomer spindel yang digunakan dengan

kecepatan spindel.

2. Analisis Solvent Retention Capacity dan Gluten Performance Index (AACC International 2010)

Empat pelarut yang digunakan, yakni air deionisasi, sukrosa 50%, natrium karbonat 5%, dan asam laktat 5% disiapkan. Sebanyak 5 gram terigu ditimbang di dalam tabung sentrifus 50 mL untuk pencampuran dengan masing-masing pelarut. Selanjutnya sebanyak 25 gram pelarut ditambahkan ke dalam tabung sentrifus yang telah berisi sampel terigu dan tabung ditutup. Setelah itu, tabung sentrifus dikocok selama 5 detik pada menit ke-0, 5, 10, 15, dan 20. Kemudian sampel disentrifus selama 15 menit. Selanjutnya tabung dibalik selama 10 menit untuk membuang supernatan dan mengalirkan pelarut berlebih yang masih ada. Tahap terakhir, tabung ditimbang dengan residu. Nilai % SRC untuk masing-masing pelarut dapat diperoleh dengan rumus:

Prediksi baru parameter SRC, Gluten Performance Index (GPI), ditemukan sebagai prediksi yang lebih baik untuk memprediksi kinerja keseluruhan glutenin pada terigu dalam jaringan modulasi polimer terigu (Kweon et al. 2011). Nilai GPI berkorelasi terhadap nilai SRC asam laktat, SRC natrium karbonat, dan SRC sukrosa. Nilai GPI didefinisikan sebagai:

Produksi Wafer Skala Lab

Pada tahap awal proses produksi dilakukan proses pembuatan adonan wafer. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan adonan seperti garam, pengembang, pengemulsi, air, dan terigu ditimbang. Kemudian dilakukan pencampuran menggunakan dough mixer. Garam, pengembang, pengemulsi, dan

(23)

9 air dicampur terlebih dahulu. Setelah tercampur dengan baik, terigu ditambahkan kemudian dilakukan pencampuran kembali hingga diperoleh adonan yang homogen. Selanjutnya adonan wafer yang sudah jadi diukur viskositasnya menggunakan viskometer Brookfield. Diagram alir proses pembuatan adonan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan adonan

Setelah proses pembuatan adonan selesai, adonan dipanggang di antara plat metal yang panas dihasilkan sheet wafer berasa plain. Kemudian sheet wafer didinginkan pada suhu ruang dan diisi dengan krim coklat. Selanjutnya dihasilkan book wafer yang kemudian dipotong sesuai ukuran yang diinginkan. Diagram alir proses produksi wafer skala lab di PT GarudaFood secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.

Garam, pengembang, pengemulsi, air

Pencampuran dengan menggunakan dough mixer

Penambahan terigu

Pencampuran dengan menggunakan dough mixer

(24)

10

Gambar 2 Diagram alir proses produksi wafer Garam, pengembang,

pengemulsi, air, terigu

Pencampuran dengan menggunakan dough mixer

Adonan wafer

Pemanggangan adonan di antara plat metal yang panas

Sheet wafer

Pendinginan sheet wafer pada suhu ruang

Pengisian krim coklat pada sheet wafer

Pemotongan book wafer sesuai ukuran yang diinginkan

(25)

11 Analisis Produk Akhir Wafer

1. Analisis Kekerasan Wafer (Lloyd Materials Testing 2012)

Kekerasan wafer diuji menggunakan Stable Micro Systems Texture Analyzer TA-XT Plus. Pada pengujian ini, probe yang digunakan adalah cylinder probe (P/1KSS). Kekerasan wafer diperoleh dari peak pertama yang dihasilkan dengan setting sebagai berikut:

Test Mode and Option : Measure Force in Compression Pre-Test Speed : 1.0 mm/s Data Acquisition Rate : 250 pps

2. Uji Organoleptik Metode Rating Hedonik (SNI 01-2346-2006)

Uji organoleptik yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode uji rating hedonik untuk menilai sifat produk yang disajikan menggunakan skala numerik (scoring). Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kesukaan terhadap kekerasan wafer menggunakan 30 panelis tidak terlatih. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap kekerasan ketiga produk wafer dari merk terigu yang berbeda. Skala pengujian berkisar dari 1–5 dimana: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3= antara suka dan tidak suka, 4 = suka, 5 = suka sekali. Apabila diperoleh hasil tingkat penerimaan > 3.5 maka produk tersebut dapat diterima tingkat kesukaannya terhadap kekerasan produk wafer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Spesifikasi Terigu

(26)

12

Tabel 3 Spesifikasi terigu (berasal dari masing-masing pemasok terigu)

Parameter Hasil (%) simpan dan meningkatkan kerusakan terigu akibat mikroorganisme. Selain itu, apabila terigu memiliki kadar abu yang tinggi menunjukkan proporsi peningkatan lapisan luar kernel gandum yang telah diekstrak, terigu akan berwarna lebih gelap, dan penyerapan air akan meningkat (Haas et al. 1998). Secara umum, penyerapan air yang tinggi pada terigu dengan kadar abu yang tinggi membuat masalah pada tekstur wafer yang dihasilkan. Sheet wafer cenderung lengket dengan mudah pada baking plate. Menurut Haas et al. (1998), terigu dengan kadar protein serendah mungkin sangat cocok untuk digunakan dalam pembuatan flat wafers dan wafer cones (kurang dari 10% protein dan kurang dari 30% wet gluten). Menurut Haas et al. (1998), spesifikasi terigu protein rendah untuk wafer dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Spesifikasi terigu untuk wafer (Haas et al. 1998) Parameter Hasil (%)

Kadar Air 14.40

Kadar Protein 10.2–11.9

Kadar Abu 0.58

Kadar Gluten Basah 27.50

Penambahan Air 146

Data spesifikasi terigu terutama kadar protein tidak informatif karena mencakup protein gluten (fungsional) dan protein non-gluten (non-fungsional). Bahkan berkaitan dengan gluten, protein penyusunnya, gliadin dan glutenin, memiliki fungsi nyata yang sangat berbeda. Gliadin memiliki berat molekul (BM) yang rendah, kental, ekstensibel, lapisan dua dimensi, sedangkan glutenin memiliki BM yang lebih tinggi, elastis, dan lapisan tiga dimensi (Nakamura et al. 2010).

Viskositas

(27)

13 Formulasi penambahan air pada terigu merk A, B, dan C secara berturut-turut adalah 130%, 135%, dan 140%. Artinya, terigu merk A membutuhkan air lebih sedikit dibandingkan terigu merk B dan C. Formulasi penambahan air dan nilai viskositas adonan dari ketiga merk terigu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Formulasi penambahan air dan viskositas adonan dari ketiga merk terigu

Terigu Penambahan Air (%) Viskositas (cP)

A 130 7466.67a

B 135 7566.67ab

C 140 7833.33b

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Hasil analisis viskositas adonan dari ketiga merk terigu yang diperoleh adalah sekitar 7466.67–7833.33 cP. Viskositas terendah terdapat pada adonan terigu merk A, sedangkan viskositas tertinggi pada adonan terigu merk C. Berdasarkan analisis ragam ANOVA dengan uji lanjut Duncan menunjukkan hasil viskositas adonan terigu merk A tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan viskositas adonan terigu merk B, namun berbeda nyata (P<0.05) dengan viskositas adonan terigu merk C. Apabila dilihat dari karakteristik viskositas adonan pada tiap batch-nya, analisis ragam ANOVA menunjukkan bahwa viskositas adonan terigu merk A, B, dan C tidak berbeda nyata (P>0.05) pada tiap batch-nya. Hal ini berarti masing-masing merk terigu memiliki viskositas yang konsisten dan tidak dipengaruhi oleh perbedaan batch. Hasil viskositas adonan terigu merk A, B, dan C dari ketiga batch dapat dilihat secara berturut-turut pada Tabel 6, 7, dan 8.

Tabel 6 Nilai viskositas adonan terigu merk A dari ketiga batch

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Tabel 7 Nilai viskositas adonan terigu merk B dari ketiga batch

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

(28)

14

Tabel 8 Nilai viskositas adonan terigu merk C dari ketiga batch Terigu Batch Viskositas (cP)

C

1 7800a

2 8000a

3 7700a

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

SRC dan GPI

Metode solvent retention capacity (SRC) mampu menganalisis kontribusi fungsional individu dari masing-masing komponen fungsional terigu, yakni kerusakan pati, protein gluten, dan pentosan. Kemampuan untuk menganalisis kontribusi fungsional individu masing-masing komponen fungsional terigu memungkinkan untuk lebih memprediksi fungsi tepung dan meningkatkan kualitas biskuit (Kweon et al. 2014). Nilai SRC merupakan berat pelarut yang terikat oleh tepung setelah disentrifus. SRC dinyatakan persentase dari berat tepung pada basis kelembaban 14% (Chung 2013). Perolehan nilai SRC masing-masing merk terigu pada ketiga batch dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai persentase SRC masing-masing merk terigu pada ketiga batch

(29)

15 (101.20%, 100.89 %) pada batch 1 dan 3, namun terigu merk C memiliki nilai SRC paling rendah (98.70%) dibanding terigu merk A (103.86%) dan B (101.60%) pada batch 2. Hal ini berarti bahwa kandungan pentosan yang terdapat pada terigu merk C lebih banyak dibanding terigu merk A dan B pada batch1 dan 3, namun paling sedikit pada batch 2. Pentosan pada terigu berasal dari aleuron dan lapisan bran dari kernel gandum yang secara signifikan dapat meningkatkan WHC terigu. Pentosan memiliki WHC jauh lebih tinggi daripada kerusakan pati atau gluten. Hal ini menunjukkan pentosan memiliki peran yang merugikan dalam produksi wafer. Jumlah pentosan yang tinggi merupakan karakteristik yang tidak diinginkan untuk kualitas terigu yang baik pada produk wafer (Ram et al. 2005).

Hasil analisis SRC natrium karbonat menunjukkan bahwa terigu merk C memiliki nilai SRC yang paling tinggi (86.39%, 96.56%, 97.37%) dibanding terigu merk A (74.79%, 82.34%, 74.58%), dan B (81.26%, 84.43%, 83.82%) pada tiap batch. Hal ini berarti bahwa kerusakan pati yang paling banyak terjadi pada terigu merk C. Kerusakan pati dihasilkan selama penggilingan gandum. Semakin banyak kerusakan pati pada terigu dapat meningkatkan WHC, mencegah optimasi pembentukan gluten selama proses mixing, serta menurunkan konsistensi adonan (Barreraet al. 2007). Hasil analisis SRC asam laktat menunjukkan bahwa terigu merk C memiliki nilai SRC yang paling tinggi (119.50%, 114.09%) dibanding terigu merk A (90.73%, 95.60%), dan B (97.97%, 92.96%) pada batch 1 dan 2, namun terigu merk B memiliki nilai SRC yang paling tinggi (103.11%) dibanding terigu merk A (95.96%) dan C (100.28%) pada batch 3. Hal ini berarti bahwa terigu merk C memiliki kekuatan gluten yang lebih dibanding terigu merk A dan C. Terigu yang sesuai untuk produksi wafer adalah terigu dengan kekuatan gluten yang minimal (Kweon et al. 2011).

Berdasarkan analisis ragam ANOVA dengan uji lanjut Duncan menunjukkan nilai persentase SRC air terigu merk A berbeda nyata (P<0.05) dengan terigu merk B dan C. Nilai persentase SRC sukrosa tidak berbeda nyata (P>0.05) pada ketiga merk terigu. Nilai persentase SRC natrium karbonat terigu merk A tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan terigu merk B, namun berbeda nyata (P<0.05) dengan terigu merk C. Nilai persentase SRC asam laktat menunjukkan terigu merk B tidak tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan terigu merk A dan C, namun terigu merk A berbeda nyata (P<0.05) dengan terigu merk C. Perolehan nilai SRC dari ketiga merk terigu dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai persentase SRC dari ketiga merk terigu

Terigu SRC (%)

Air Sukrosa Natrium karbonat Asam laktat A 58.64a 100.77a 77.24a 94.10a B 64.45b 101.23a 83.17a 98.01ab C 69.02b 102.41a 93.44b 111.29b

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

(30)

16

karbonat, dan SRC sukrosa. Nilai GPI yang diperoleh dari ketiga merk terigu pada tiap batch dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Nilai GPI terigu masing-masing merk terigu pada ketiga batch

Hasil analisis GPI menunjukkan bahwa terigu merk C memiliki nilai GPI yang paling tinggi (0.6233, 0.5843) dibanding terigu merk A (0.5251, 0.5134) dan B (0.5368, 0.4996) pada batch 1 dan 2, namun memiliki nilai GPI yang paling rendah (0.5001) dibanding terigu merk A (0.5483) dan B (0.5582) pada batch 2. Terigu merk C memiliki nilai GPI yang cenderung lebih tinggi dibandingkan terigu merk A dan B. Nilai GPI yang tinggi menunjukkan kekuatan gluten maksimal. Berdasarkan analisis ragam ANOVA terhadap nilai GPI menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) antara terigu merk A, B, dan C. Hasil analisis GPI dari ketiga merk terigu dapat dilihat pada Tabel 12 dan hubungan antara nilai SRC dan GPI dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 12 Nilai GPI dari ketiga merk terigu

Terigu GPI

A 0.5289a

B 0.5315a

C 0.5692a

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Batch

GPI

Terigu A Terigu B Terigu C

1 0.5251 0.5368 0.6233

2 0.5134 0.4996 0.5843

(31)

17

Gambar 3 Grafik hubungan antara nilai SRC dan GPI

Berdasarkan hasil analisis SRC dan GPI dapat dilihat bahwa nilai GPI berbanding lurus dengan nilai SRC asam laktat, namun berbanding terbalik dengan nilai SRC sukrosa dan SRC natrium karbonat. Terigu untuk produksi wafer membutuhkan penyerapan air yang rendah, jumlah pentosan yang rendah, jumlah kerusakan pati yang rendah, dan kekuatan gluten minimal (Kweon et al. 2011). Terigu merk A merupakan merk terigu yang paling sesuai untuk digunakan pada aplikasi pembuatan wafer dengan kemampuan penyerapan air yang rendah, jumlah pentosan yang rendah, jumlah kerusakan pati rendah, dan kekuatan gluten minimal. Menurut U.S. Wheat Crop Quality Seminars (2013), nilai referensi SRC terigu protein rendah pada aplikasi produk wafer dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Nilai referensi SRC terigu protein rendah pada aplikasi produk wafer (U.S. Wheat Crop Quality Seminars2013)

Pelarut SRC (%)

Terigu untuk wafer

Air 50–70

Sukrosa 80–110

Natrium karbonat (pH 11) 60–85 Asam laktat (pH 2) 80–100 Keterangan:

Nilai SRC pelarut air, sukrosa, dan natrium karbonat dipilih nilai yang lebih rendah dari tabel.

(32)

18

Kekerasan Wafer

Tekstur merupakan faktor sensori yang penting untuk menghasilkan sensasi trigeminal dari suatu produk saat dikonsumsi. Matz et al (1984) menjelaskan bahwa mudah tidaknya bahan makanan itu hancur ditentukan oleh mudah tidaknya partikel-partikel saling terpisah bila dikunyah. Wafer yang telah dibuat kemudian diukur tingkat kekerasannya secara obyektif menggunakan alat Stable Micro System Texture Analyzer TA-XT Plus. Kekerasan wafer diukur dengan texture analyzer dan dinyatakan satuan gram gaya (gram force/gf). Semakin besar resistensi untuk deformasi, maka semakin keras tekstur produk wafer. Hasil analisis kekerasan wafer dari ketiga merk terigu yaitu berkisar antara 1610.70 gf sampai 2049.57 gf. Kekerasan terendah terdapat pada adonan wafer terigu merk A dan kekerasan tertinggi pada adonan wafer terigu merk C. Hasil analisis kekerasan wafer dari ketiga merk terigu dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Nilai kekerasan wafer dari ketiga merk terigu Terigu Kekerasan (gf)

A 1610.70a

B 1784.29b

C 2049.57c

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Hasil analisis kekerasan wafer dari ketiga merk terigu yang diperoleh adalah sekitar 1610.70–2049.57gf. Kekerasan terendah terdapat pada wafer dari terigu merk A, sedangkan kekerasan tertinggi pada wafer dari terigu merk C. Berdasarkan analisis ragam ANOVA dengan uji lanjut Duncan menunjukkan hasil kekerasan wafer dari terigu merk A berbeda nyata (P<0.05) dengan kekerasan wafer dari terigu merk B dan C. Apabila dilihat dari karakteristik kekerasan wafer pada tiap batch-nya, analisis ragam ANOVA dengan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kekerasan wafer dari terigu merk A tidak berbeda nyata (P>0.05) pada tiap batch-nya. Wafer dari terigu merk B pada batch 2 berbeda nyata (P<0.05) dengan batch 1, namun tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan batch 3. Wafer dari terigu merk C pada batch 1 tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan batch 2, namun berbeda nyata (P<0.05) dengan batch 3. Hasil analisis kekerasan wafer dari terigu merk A, B, dan C dari ketiga batch dapat dilihat secara berturut-turut pada Tabel 15, 16, dan 17.

Tabel 15 Nilai kekerasan wafer terigu merk A dari ketiga batch Terigu Batch Kekerasan (gf)

A

1 1560.02a 2 1631.50a 3 1640.58a

(33)

19 Tabel 16 Nilai kekerasan wafer terigu merk B dari ketiga batch

Terigu Batch Kekerasan (gf) B

1 1933.93a 2 1700.01b 3 1718.92b

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Tabel 17 Nilai kekerasan wafer terigu merk C dari ketiga batch Terigu Batch Kekerasan (gf)

C

1 2086.72a 2 2237.69a 3 1824.31b

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Uji Organoleptik Metode Rating Hedonik

Analisis sensori yang digunakan pada penelitian ini adalah uji hedonik. Uji ini digunakan untuk menentukan tingkat kesukaan dan ketidaksukaan panelis terhadap kekerasan wafer. Panelis yang digunakan sebanyak 30 dan panelis tidak diperkenankan untuk membandingkan antar sampel. Uji rating hedonik yang digunakan menggunakan skala kategori lima poin. Hasil uji rating hedonik kekerasan produk wafer dari ketiga merk terigu disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Hasil uji rating hedonik kekerasan wafer dari ketiga merk terigu Terigu Skor kesukaan panelis terhadap atribut

kekerasan wafer

A 3.6a

B 3.7ab

C 3.8b

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Secara overall, hasil uji subyektif menunjukkan wafer yang dibuat dari ketiga merk terigu dapat diterima tingkat kesukaannya terhadap atribut kekerasan wafer dengan nilai tingkat penerimaan > 3.5. Nilai kesukaan secara keseluruhan bernilai antara 3.6 sampai 3.8 (antara suka dan tidak suka hingga suka). Hasil uji organoleptik menunjukkan wafer dari terigu merk C lebih disukai oleh panelis dibandingkan wafer dari terigu merk A dan B.

(34)

20

kesukaan panelis terhadap kekerasan wafer menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap kekerasan wafer dari terigu merk A, B, dan C tidak berbeda nyata (P>0.05) pada tiap batch-nya. Hasil uji rating hedonik kekerasan wafer dari terigu merk A, B, dan C dari ketiga batch dapat dilihat secara berturut-turut pada Tabel 19, 20, dan 21.

Tabel 19 Hasil uji rating hedonik kekerasan wafer terigu merk A dari ketiga batch Terigu Batch Skor kesukaan panelis terhadap atribut

kekerasan wafer A

1 3.6a

2 3.6a

3 3.6a

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Tabel 20 Hasil uji rating hedonik kekerasan wafer terigu merk B dari ketiga batch Terigu Batch Skor kesukaan panelis terhadap atribut

kekerasan wafer B

1 3.7a

2 3.8a

3 3.7a

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Tabel 21 Hasil uji rating hedonik kekerasan wafer terigu merk C dari ketiga batch Terigu Batch Skor kesukaan panelis terhadap atribut

kekerasan wafer C

1 3.7a

2 3.9a

3 3.8a

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Korelasi Kekerasan Wafer secara Obyektif dan Subyektif

(35)

21 skor kesukaan sebesar 3.6. Dari dua analisis ini, dapat disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai produk wafer dengan tekstur yang lebih keras.

Hubungan antara nilai kekerasan wafer dan skor kesukaan panelis terhadap atribut kekerasan wafer juga dapat dilihat darinilai kekerasan wafer yang lebih tinggi memiliki skor kesukaan panelis terhadap atribut kekerasan wafer yang lebih tinggi pula pada tiap batch-nya. Hubungan antara nilai kekerasan wafer secara obyektif dan subyektif disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik hubungan antara kekerasan wafer secara obyektif dan subyektif Korelasi Kekerasan Wafer dengan Analisis Terigu

(36)

22

Gambar 5 Kurva linearitas viskositas adonan dengan kekerasan wafer Persamaan regresi linear yang diperoleh yaitu y = 1.145x - 6912.8 dengan R2 sebesar 0.8637 (R2>0.50). Hasil persamaan regresi linear menunjukkan viskositas adonan dengan kekerasan wafer yang dihasilkan memiliki linearitas yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai viskositas adonan berpengaruh terhadap kekerasan wafer yang dihasilkan. Hubungan viskositas adonan terhadap tekstur akhir wafer adalah wafer dengan viskositas adonan yang terlalu encer menghasilkan wafer dengan nilai kekerasan yang lebih rendah, namun apabila viskositas adonan terlalu kental akan menghasilkan wafer dengan tekstur yang lebih keras. Selain itu, adonan wafer yang terlalu kental akan sulit untuk memenuhi seluruh luas permukaan baking plate karena adonan tidak tersebar secara merata dan dapat menimbulkan kerusakan pada alat, sedangkan adonan wafer yang terlalu encer dapat menyebabkan sheet wafer melengkung (U.S. Wheat Associates 2006).

(37)

23

Gambar 6 Kurva linearitas SRC air dengan kekerasan wafer

Persamaan regresi linear yang diperoleh yaitu y = 31.495x - 201.95 dengan R2 sebesar 0.4608 (R2<0.50). Hasil persamaan regresi linear menunjukkan nilai SRC air dengan kekerasan wafer yang dihasilkan memiliki linearitas yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai SRC tidak cukup berpengaruh terhadap kekerasan wafer yang dihasilkan.

Nilai SRC sukrosa menunjukkan banyaknya pentosan yang terkandung di dalam terigu. Pentosan merupakan polisakarida yang tidak mengandung nitrogen. Pentosan yang mengalami hidrolisis secara sempura akan menghasilkan molekul pentosa. Pentosan pada terigu memiliki pengaruh terhadap warna cokelat pada biskuit (Xiao et al. 2006). Kurva linearitas analisis SRC sukrosa dengan tekstur wafer yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

(38)

24

Persamaan regresi linear yang diperoleh yaitu y = 11.914x + 605.9 dengan R² sebesar 0.0152 (R2<0.50). Hasil persamaan regresi linear menunjukkan nilai SRC sukrosa dengan kekerasan wafer yang dihasilkan memiliki linearitas yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai SRC sukrosa tidak cukup berpengaruh terhadap kekerasan wafer yang dihasilkan.

Nilai SRC natrium karbonat menunjukkan banyaknya kerusakan pati di dalam terigu akibat proses penggilingan gandum. Pengaruh semakin banyak kerusakan pati pada terigu adalah meningkatkan WHC terigu, mencegah optimasi pembentukan gluten selama proses mixing, serta menurunkan konsistensi adonan (Barreraet al. 2007). Kurva linearitas analisis SRC natrium karbonat dengan tekstur wafer yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kurva linearitas SRC natrium karbonat dengan kekerasan wafer Persamaan regresi linear yang diperoleh yaitu y = 19.167x + 193dengan R2 sebesar 0.4592 (R2<0.50). Hasil persamaan regresi linear menunjukkan nilai SRC natrium karbonat dengan kekerasan wafer yang dihasilkan memiliki linearitas yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai SRC sukrosa tidak cukup berpengaruh terhadap kekerasan wafer yang dihasilkan.

(39)

25

Gambar 9 Kurva linearitas SRC asam laktat dengan kekerasan wafer Persamaan regresi linear yang diperoleh yaitu y = 20.47x – 255.33 dengan R2 sebesar 0.7539 (R2>0.50). Hasil persamaan regresi linear menunjukkan SRC asam laktat dengan kekerasan wafer yang dihasilkan memiliki linearitas yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai SRC asam laktat berpengaruh terhadap kekerasan wafer yang dihasilkan.

Nilai GPI ditemukan sebagai parameter yang lebih baik dalam menentukan performance glutenin pada terigu secara keseluruhan (Chung 2013). Nilai GPI berkorelasi terhadap nilai SRC asam laktat, SRC natrium karbonat, dan SRC sukrosa. Kurva linearitas analisis GPI dengan tekstur wafer yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10.

(40)

26

Persamaan regresi linear yang diperoleh yaitu y = 3751.3x - 223.33 dengan R2 sebesar 0.4239 (R2<0.50). Hasil persamaan regresi linear menunjukkan nilai GPI dengan kekerasan wafer yang dihasilkan memiliki linearitas yang tidak signifikan. Dengan demikian, parameter analisis terigu yang paling berkorelasi terhadap kekerasan wafer adalah viskositas adonan dan SRC asam laktat.

Korelasi Viskositas Adonan Wafer dengan Nilai SRC

Berdasarkan korelasi kekerasan wafer dengan analisis terigu yang dilakukan, kurva linearitas menunjukkan bahwa kekerasan wafer memiliki linearitas yang signifikan dengan viskositas adonan dan SRC asam laktat. Hal ini menunjukkan viskositas adonan dan SRC asam laktat berpengaruh terhadap kekerasan wafer yang dihasilkan. Oleh karena itu, dibuat korelasi antara viskositas adonan dengan SRC asam laktat untuk digunakan sebagai parameter terigu protein rendah terhadap kekerasan wafer. Apabila dilihat korelasi antara viskositas adonan dengan SRC asam laktat, kurva linearitas menunjukkan bahwa viskositas adonan wafer memiliki linearitas yang signifikan dengan nilai SRC asam laktat. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan adonan wafer dengan viskositas yang lebih kental dapat diperoleh dari terigu yang memiliki nilai SRC asam laktat yang lebih tinggi atau terigu dengan nilai SRC asam laktat yang lebih rendah dapat diatur dengan membuat viskositas adonan yang lebih kental sehingga diperoleh wafer dengan tingkat kekerasan yang diinginkan. Persamaan regresi linear yang diperoleh yaitu y = 16.282x + 5975.6 dengan R2 sebesar 0.7241 (R2>0.50). Kurva linearitas viskositas adonan wafer dengan nilai SRC asam laktat dapat dilihat pada Gambar 11.

(41)

27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis terigu dan pembuatan wafer skala lab yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa viskositas adonan dan SRC asam laktat merupakan parameter yang paling berkorelasi terhadap kekerasan wafer. Nilai kekerasan wafer cenderung meningkat dengan seiring meningkatnya viskositas adonan. Persamaan regresi linear yang diperoleh adalah y = 11.417x - 68863 dengan R2 sebesar 0.8627 (R2>0.50). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada nilai SRC asam laktat. Seiring meningkatnya nilai SRC asam laktat, kekerasan wafer yang dihasilkan juga meningkat. Persamaan regresi linear yang diperoleh adalah y = 204.17x – 2491.5 dengan R2 sebesar 0.7535 (R2>0.50). Selain itu, viskositas adonan wafer berkorelasi terhadap nilai SRC asam laktat. Persamaan regresi linear yang diperoleh adalah y = 16.282x + 5975.6 dengan R2 sebesar 0.7241 (R2>0.50). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan adonan wafer dengan viskositas yang lebih kental dapat diperoleh dari terigu yang memiliki nilai SRC asam laktat yang lebih tinggi. Hasil uji organoleptik menunjukkan wafer dari terigu merk C lebih disukai oleh panelis yang menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tekstur wafer yang lebih keras.

Saran

Penelitian ini disarankan untuk dapat dilanjutkan kembali dengan mengumpulkan data yang lebih banyak untuk melihat korelasi dengan hasil yang telah diperoleh. Selain itu, penelitian diharapkan dapat dilanjutkan pada tahap scale-up di industri. Diperlukan pula penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain selain terigu yang mempengaruhi kekerasan wafer yang dihasilkan, seperti pengaruh krim yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

AACC International. 2010. Approved Methods of Analysis, 11th Ed. Methods 10-53.01, 56-10.02, and 56-11.02. Available online only. AACC International: St. Paul, MN.

Barrera GN, Perez GT, Ribotta PD, Leon AE. 2007. Influence of damaged starch on cookie and bread-making quality. Eur Food Res Technol. 225: 1-7.

Bennion M. 1980. The Science of Food. New York: John Wiley and Sons, Inc. Bogasari. 1997. Quality Control of Raw Material Wheat Flour and By Product.

Jakarta: PT ISM Bogasari Flour Mills.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI-01-3751-2006. Syarat Mutu Terigu. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

---.2006. SNI-01-2346-2006. Petunjuk pengujian organoleptik dan atau Sensori. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. Chung R. 2013. Using the SRC Test Method as a tool for millers. [internet].

(42)

28

Dogan IS. 2006. Factor affecting wafer sheet quality. International Journal of Food Science and Technology 41:569-576.

[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Gaines CS. 2000. Collaborative study of methods for solvent retention capacity profiles (AACC method 56-11). Cereal Foods World. 45:303-306.

Guttieri MJ, Becker C, Souza EJ. 2004. Application of wheat meal solvent retention capacity tests within soft wheat breeding populations. Cereal Chem. 81:261-266.

Haas F. 1998. Handbook of Wafer Technologie. Haas-Strasse, Leobendorf Austria.458 hlm.

Kent NL. 1975. Technology of Cereals with Special Reference to Wheat, 2nd Ed. Oxford: Pergamon Press, Inc.

Kusumaningrum A. 2002. Mempelajari Cara Penentuan Umur Simpan Produk Biskuit di PT Sanghiang Perkasa. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kweon M, Slade L, Levine H. 2011. Solvent retention capacity (SRC) testing of wheat flour: principles and value in predicting flour functionality in different wheat-based food processes and in wheat breeding. Cereal Chem. 88(6):537-550.

Kweon M, Slade L, Levine H, Gannon D. 2014. Cookie-versus cracker-baking-what’s the difference? flour functionality requirements explored by SRC and alveograph. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 54: 115-138. Lloyd Materials Testing. 2012. Expert Solutions to Test Physical and Mechanical

Properties. United Kingdom: Ametek, Inc.

Manley D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies,3rd Ed. Cambridge: Woodhead Publishing Limited.

Matz SA. 1992. Bakery Technology and Engineering, 3rd Ed. Westport Connecticut: The AVI Publishing Company, Inc.

---. 1984. Snack Food Tech, 2nd Ed. Westport Connecticut: The AVI Publishing Company, Inc.

Nakamura K, Taniguchi Y, Taira M, Ito H. 2010. Prediction of specific japanese sponge cake volume using pasting properties of flour. Cereal Chem. 87(6): 505-510.

Nugroho A. 2007. Kajian Metode Penentuan Umur Simpan Produk Flat Wafer dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Model Kadar Air Kritis. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Oktania I. 2004. Studi Penentuan Umur Simpan Produk Wafer PT. Arnott’s Indonesia Dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ram S, Singh RP. 2004. Solvent retention capacities of Indian wheats and their relationship with cookie-making quality. Cereal Chem. 81:128-133.

Shyu YS, Sung WC. 2010. Improving the emulsion stability of sponge cake by the addition of ƴ-polyglutamic acid. JMST. 18(6): 895-900.

(43)

29 ---. 2006. Wheat and Flour Testing Methods: A Guide to Understanding Wheat and Flour Quality: Version 2 [internet].[diacu 1 Maret 2014]. Tersedia dari: http://www.wheatflourbook.org.

U.S. Wheat Crop Quality Seminars. 2013. Using the Solvent Retention Capacity (SRC) Test in Functionality Testing for Flour. [internet].[diacu 17 Maret 2014]. Tersedia dari: http://www.uswheat.org.

(44)

30

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis viskositas adonan wafer

Terigu

(45)

31 Lampiran 2 Perhitungan SRC batch 1

(46)

32

Lampiran 3 Perhitungan SRC batch 2

(47)

33 Lampiran 4 Perhitungan SRC batch 3

(48)

34

Lampiran 5 Kekerasan wafer

Ulangan

Kekerasan (gram force)

(49)

35

39 1030.50 1327.90 1255.70 1771.50 1598.80 2007.40 2806.01 2339.20 2806.90

40 1620.10 1359.70 1557.50 1231.20 1558.50 1822.70 2185.80 2276.70 2187.70

41 1341.20 1854.30 1394.20 1584.60 1244.80 2092.50 1380.20 1783.40 1380.10

42 1609.90 1367.80 1373.20 1498.90 1694.30 2100.70 2054.60 1589.80 2054.70

43 1886.10 1605.90 1772.50 1438.20 1948.70 1984.60 1656.30 2184.50 1656.70

44 1955.80 1556.70 2007.50 3435.70 1249.80 1506.70 1597.20 1765.70 1595.60

45 1549.20 1392.10 1428.10 2547.80 1694.20 1891.20 2482.30 1726.70 1989.40

46 1915.90 1564.70 1699.60 1581.20 1664.60 1392.80 1607.40 2032.90 1659.60

47 1681.50 1533.80 1961.40 2247.60 1162.30 1587.80 2305.60 1563.10 1556.10

48 1208.10 1291.60 1771.20 1939.10 1783.10 1605.70 2413.10 3164.50 1477.70

49 1678.40 1699.80 1847.30 2128.60 1537.80 1249.60 1742.80 2671.10 1742.60

50 1546.70 1637.40 1847.10 2743.40 1678.30 1438.90 1747.80 2602.30 1243.70

(50)

36

Lampiran 6 Uji rating hedonik kekerasan wafer

Panelis ke-

Skor kesukaan panelis terhadap atribut kekerasan wafer

(51)

37 Lampiran 7 Kuesioner uji rating hedonik

Nama :

Tanggal :

Produk : Wafer Coklat

Instruksi : Nyatakan kesukaan Anda pada produk dengan skor. 1 = Sangat tidak suka 4 = Suka

2 = Tidak suka 5 = Suka sekali

3 = Antara suka dan tidak suka

Kode Sampel Kesukaan terhadap atribut kekerasan wafer

(52)

38

Lampiran 8 ANOVA nilai viskositas adonan dari ketiga merk terigu

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source Type III Sum of Squares

D f

Mean

Square F Sig.

Model 523102222.222a 5 104620444 7242.95 0 Tepung 215555.556 2 107777.778 7.462 0.045

Batch 2222.222 2 1111.111 0.077 0.927

Error 57777.778 4 14444.444

Total 523160000 9

a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) Post Hoc Tests

Tepung

Homogeneous Subsets

Skor Duncan

Tepung N Subset

1 2

Kunci

Biru 3 7467

Falcon

Coklat 3 7567 7566.6667

MMS 3 7833.3333

Sig. 0.366 0.053

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 13960068.620.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 150.000.

(53)

39 Lampiran 9 ANOVA nilai viskositas adonan dari ketiga batch

A. Nilai viskositas adonan terigu merk A dari ketiga batch

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Batch

Between Groups .000 1 .000 .000 1.000

Within Groups 2.000 1 2.000

Total 2.000 2

Tepung

Between Groups .000 1 .000 . .

Within Groups .000 1 .000

Total .000 2

B. Nilai viskositas adonan terigu merk B dari ketiga batch

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Batch

Between Groups .000 1 .000 .000 1.000

Within Groups 2.000 1 2.000

Total 2.000 2

Tepung

Between Groups .000 1 .000 . .

Within Groups .000 1 .000

Total .000 2

C. Nilai viskositas adonan terigu merk C dari ketiga batch

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Batch

Between Groups .000 1 .000 .000 1.000

Within Groups 2.000 1 2.000

Total 2.000 2

Tepung

Between Groups .000 1 .000 . .

Within Groups .000 1 .000

(54)

40

Lampiran 10 ANOVA SRC

Tests of Between-Subjects Effects

Source Dependent Variable Type III Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Model

SRC_air 37068.729a 3 12356.243 2328.867 .000 SRC_sukrosa 92671.790b 3 30890.597 4546.628 .000 SRC_natriumkarbonat 64841.356c 3 21613.785 1084.049 .000 SRC_asamlaktat 92538.781d 3 30846.260 698.288 .000

Tepung

SRC_air 37068.729 3 12356.243 2328.867 .000 SRC_sukrosa 92671.790 3 30890.597 4546.628 .000 SRC_natriumkarbonat 64841.356 3 21613.785 1084.049 .000 SRC_asamlaktat 92538.781 3 30846.260 698.288 .000

Error

SRC_air 31.834 6 5.306

SRC_sukrosa 40.765 6 6.794

SRC_natriumkarbonat 119.628 6 19.938

SRC_asamlaktat 265.045 6 44.174

Total

SRC_air 37100.563 9

SRC_sukrosa 92712.555 9

(55)

41

Post Hoc Tests Tepung

Homogeneous Subsets

SRC_air Duncan

Tepung N Subset

1 2

A 3 58.6400

B 3 64.4467

C 3 69.0233

Sig. 1.000 .051

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5.306.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

c. Alpha = .05. SRC_sukrosa Duncan

Tepung N Subset

1

A 3 100.7700

B 3 101.2300

C 3 102.4133

(56)

42

Tepung N Subset

1 2

A 3 77.2367

B 3 83.1700

C 3 93.4400

Sig. .155 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 19.938.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 6.794. A.Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.

(57)

43

SRC_asamlaktat Duncan

Tepung N Subset

1 2

A 3 94.0967

B 3 98.0133 98.0133

C 3 111.290

0

Sig. .498 .050

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 44.174.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

(58)

44

Lampiran 11 ANOVA GPI

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: GPI

Source Type III Sum of Squares

Df Mean

Square

F Sig.

Model 2.659a 3 .886 515.342 .000

Tepung 2.659 3 .886 515.342 .000

Error .010 6 .002

Total 2.669 9

a. R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .994) Post Hoc Tests

Tepung

Homogeneous Subsets

GPI Duncan

Tepung N Subset

1

A 3 .5289

B 3 .5315

C 3 .5692

Sig. .293

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .002.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

(59)

45 Lampiran 12 ANOVA nilai kekerasan wafer dari ketiga merk terigu

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source Type III Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Model 1498520552.288a 5 299704110.458 2153.346 .000 Batch 1700983.761 2 850491.881 6.111 .002 Tepung 14656037.696 2 7328018.848 52.651 .000 Error 61935384.742 445 139180.640

Total 1560455937.030 450

a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .960) Post Hoc Tests

Tepung

Homogeneous Subsets

Skor Duncan

Tepung N Subset

1 2 3

A 150 1610.7000

B 150 1784.2887

C 150 2049.574

7

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(60)

46

Lampiran 13 ANOVA nilai kekerasan wafer dari ketiga batch

A. Nilai kekerasan wafer terigu merk A dari ketiga batch

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source Type III Sum of Squares

Df Mean Square F Sig.

Model 389347851.413a 3 129782617.138 1411.377 .000 Batch 194677.913 2 97338.957 1.059 .350

Tepung .000 0 . . .

Error 13517330.767 147 91954.631 Total 402865182.180 150

a. R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .966) Post Hoc Tests

Batch

Homogeneous Subsets

Skor Duncan

Batch N Subset

1 Batch1 50 1560.0220 Batch2 50 1631.5020 Batch3 50 1640.5760

Sig. .214

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(61)

47 B. Nilai kekerasan wafer terigu merk B dari ketiga batch

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source Type III Sum of Squares

Df Mean Square F Sig.

Model 479241377.927a 3 159747125.976 1432.023 .000 Batch 1688471.028 2 844235.514 7.568 .001

Tepung .000 0 . . .

Error 16398361.863 147 111553.482 Total 495639739.790 150

a. R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .966) Post Hoc Tests

Batch

Homogeneous Subsets

Skor Duncan

Batch N Subset

1 2

Batch2 50 1700.0100 Batch3 50 1718.9220

Batch1 50 1933.934

0

Sig. .777 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 111553.482.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50.000.

(62)

48

C. Nilai kekerasan wafer terigu merk C dari ketiga batch

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source Type III Sum of Squares

Df Mean Square F Sig.

Model 634489235.307a 3 211496411.769 1132.118 .000 Batch 4375747.179 2 2187873.590 11.711 .000

Tepung .000 0 . . .

Error 27461779.753 147 186814.828 Total 661951015.060 150

a. R Squared = .959 (Adjusted R Squared = .958) Post Hoc Tests

Batch

Homogeneous Subsets

Skor Duncan

Batch N Subset

1 2

Batch3 50 1824.3060

Batch1 50 2086.724

2

Batch2 50 2237.694

0

Sig. 1.000 .083

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 186814.828.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50.000.

(63)

49 Lampiran 14 ANOVA uji rating hedonik kekerasan wafer dari ketiga merk

terigu

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source

Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig.

Model 3735.607a 5 747.12 1869.698 0 Batch 0.257 2 0.129 0.322 0.725 Tepung 1.957 2 0.979 2.449 0.088

Error 105.893 265 0.4

Total 3841.5 270

a. R Squared = .972 (Adjusted R Squared = .972) Post Hoc Tests

Tepung

Homogeneous Subsets

Skor Duncan

Tepung N Subset

1 2

A 90 3.61

B 90 3.74 3.7389

C 90 3.8111

Sig. 0.16 0.444

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = .400. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 90.000.

(64)

50

Lampiran 15 ANOVA uji rating hedonik kekerasan wafer dari ketiga batch

A. Nilai uji rating hedonik kekerasan wafer terigu merk A dari ketiga

batch

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(65)

51

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .419. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = 0.05.

(66)

52

C. Nilai uji rating hedonik kekerasan wafer terigu merk C dari ketiga

batch

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(67)

53

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1 Standar mutu terigu menurut SNI 01-3751-2006 (BSN 2006)
Tabel 2 Standar mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 (DSN 1992)
Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan adonan
Gambar 2 Diagram alir proses produksi wafer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai rasio antara keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan penggunaan aktiva yang lebih dari 2% dapat menggambarkan bahwa kemampuan untuk mendapatkan laba