• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Arachis Pintoi Karp. & Greg. Sebagai Biomulsa Pada Pertanaman Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Arachis Pintoi Karp. & Greg. Sebagai Biomulsa Pada Pertanaman Kelapa Sawit"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI

Arachis

pintoi

Karp. & Greg. SEBAGAI BIOMULSA

PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT

YUNIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Arachis pintoi Karp. & Greg. sebagai Biomulsa pada Pertanaman Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

(4)

RINGKASAN

YUNIARTI. Potensi Arachis pintoi Karp. & Greg. sebagai Biomulsa pada Pertanaman Kelapa Sawit. Dibimbing oleh MUHAMAD ACHMAD CHOZIN, DWI GUNTORO dan KUKUH MURTILAKSONO.

Biomulsa A. pintoi merupakan salah satu tanaman penutup tanah yang bisa digunakan pada perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah mempunyai peran yang sama dengan mulsa, yaitu mengurangi penguapan dari tanah, mempertahankan ketersediaan air tanah, menyediakan bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, serta dapat menekan perkembangan gulma pada lahan budidaya. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pertumbuhan tanaman A. pintoi, mempelajari potensi A. pintoi untuk mempertahankan kadar air tanah, menambah cadangan bahan organik dan mengendalikan gulma pada pertanaman kelapa sawit.

Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2014 sampai Mei 2015 di kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargill, Jonggol, Bogor. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), terdiri dari 5 perlakuan dalam 4 kelompok. Perlakuan jenis biomulsa terdiri atas tanpa biomulsa/vegetasi alami, Arachis pintoi, Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides dan Puerariajavanica. Biomulsa ditanam pada plot berukuran 9 m x 3 m di lahan kelapa sawit. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan biomulsa, kadar air tanah dan gulma.

Hasil penelitian menunjukan bahwa A. pintoi memiliki laju pertumbuhan yang lambat dibandingkan dengan biomulsa lainnya dengan laju asimilasi bersih (LAB) 0.0012 g cm-2 minggu-1 dan laju pertumbuhan relatif (LTR) sebesar 0.18 g minggu-1. Dengan laju pertumbuhan tersebut A. pintoi dapat menutupi tanah mencapai 97.88% dan menghasilkan biomassa 1.7 ton ha-1 pada 14 MST. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat mempertahankan kadar air tanah hingga 27.39% pada kedalaman 0-10 cm dan 27.66% pada kedalaman 10-20 cm lebih tinggi dibandingkan dengan biomulsa P. javanica dan perlakuan tanpa biomulsa/vegetasi alami. Biomulsa A. pintoi memiliki kadar karbon sebesar 35.05% berpotensi menambah cadangan karbon (C-organik) sebesar 0.60 ton ha-1 pada 20 MST yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan biomulsa P. javanica, serta lebih tinggi berbeda nyata dibandingkan C. pubescens dan perlakuan tanpa biomulsa/vegetasi alami. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat menekan pertumbuhan gulma mencapai 98% dibandingkan dengan perlakuan tanpa biomulsa/vegetasi alami pada 19 MST.

(5)

SUMMARY

YUNIARTI. Potential of Arachis pintoi Karp. & Greg. as Biomulch in Oil Palm Plantations. Supervised by MUHAMAD ACHMAD CHOZIN, DWI GUNTORO dan KUKUH MURTILAKSONO.

Biomulch of A. pintoi can be used as a cover crop in oil palm plantations. Cover crops have the same role with mulch, to reducing of soil evaporation, to maintain the availability of soil water, to supply organic matter improve physical and chemical properties of soil, and to be able to suppress the development of weeds on cultivation.The objectives of this research were to study growth of A. pintoi, to study the potential of A. pintoi for water moisture, toincrease the organic matter stocks and weeds control in oil palm plantations.

The study was conducted from November 2014 until May 2015 in the Field of Education and Research of Oil Palm IPB-Cargill, Jonggol, Bogor. The randomized block design (RBD) with four replications was used in this study. The treatments were biomulches, which are no biomulch/natural vegetation, Arachis pintoi, Centrosemapubescens, Calopogoniummucunoides and Puerariajavanica. The biomulches were planted on 9 m x 3 m field plot between plant row. The growth of biomulches, soil moisture and the kind of weeds were observed.

The results showed that A. pintoi had a slower growth rate compared to other biomulches with net assimilation rate (NAR) 0.0012 g cm-2 week-1 and relative growth rate (RGR) of 0.18 g week-1. The growth rate of A. pintoi could cover the ground reached 97.88% and produced 1.7 tons of biomass ha-1 at 14 WAP. The use of A. pintoi could maintain soil moisture up to 27.39% at a depth of 0-10 cm and 27.66% at a depth of 10-20 cm higher than P. javanica and treatment no biomulch/natural vegetation. Biomulch of A. pintoihad carbon stocks amounted to 35.05%, potentially increased the carbon stocks (C-organic) 0.60 ton ha-1 at 20 WAP were not significantly different compared to P. javanica and significantly different higher compared to C. pubescens and no biomulch/natural vegetation. The use of A. pintoi biomulsa could suppress weed growth reached 98% compared to the treatment no biomulch/natural vegetation at 19 WAP.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

POTENSI

Arachis

pintoi

Karp. & Greg. SEBAGAI BIOMULSA

PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014-Mei 2015 ini ialah pemanfaatan biomulsa, dengan judul Potensi Biomulsa Arachis pintoi Karp. & Greg. sebagai Biomulsa pada Pertanaman Kelapa Sawit. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar mengenai potensi biomulsa Arachis pintoi pada pertanian lahan kering.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir M Achmad Chozin, MAgr, Dr Dwi Guntoro, SP, MSi dan Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS selaku komisi pembimbing penelitian yang telah banyak memberikan saran dan dukungan materi dan nonmateri bagi kesempurnaan penelitian dan karya ilmiah ini.

2. Dr Ir Suwarto, MSi dan Dr Ani Kurniawati, SP, MSi selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. 3. Prof Ir Ardi, MSc dan Dra Netti Herawati, MSc serta dosen-dosen Jurusan

Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas atas bantuan, doa dan rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana.

4. Kemenristek DIKTI (Beasiswa BPPDN) atas dana kuliah dan penelitian serta BOPTN atas dana hibah penelitian yang telah diberikan.

5. Keluarga tercinta Bapak Eddityawarman Mukhtar Dt. Sinaro Basa, Ama Irwati Murad, Uni Yenny Irayadi, Ismail Virgo S.Kom dan Resti Dewi Muhar Irayadi serta keluarga besar Rumah Baukie dan Surau Tongah atas doa, bantuan, dukungan, perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.

6. Bapak Jhoni beserta staf Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargill, Jonggol serta Bapak Milin dan staf Kebun Cikabayan atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian.

7. Rekan-rekan sesama peneliti di kebun kelapa sawit Jonggol, atas bantuan selama penelitian.

8. Teman-teman seperjuangan, Firmansyah Aznur SP, Fitria Yuliani SP, Meisilva Erona S MSi, Rahmi Hendayani MSi, Rista Delyani MSi, Ari Kurniawati MSi, Arinal Haq Izzawati N MSi dan Ratna Suminar MSi, atas bantuan dan kebersamaan selama menempuh pendidikan pascasarjana.

9. Teman-teman Pascasarjana AGH 2012 dan 2013 atas segala doa dan bantuan yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Tanaman Penutup Tanah 4

Arachis pintoi 5

Centrosema pubescens 7

Calopogonium mucunoides 8

Pueraria javanica 8

Ketersediaan Air Tanah 9

Teknik Konservasi Air 10

3 METODE 11

Waktu dan Tempat 11

Bahan dan alat 11

Prosedur Analisis Data 11

Prosedur Percobaan 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 14

Pertumbuhan dan Penutupan Biomulsa 15

Potensi Penambahan Karbon oleh Biomulsa 22

Kadar Air Tanah 23

Pertumbuhan Gulma 31

Potensi tanaman sebagai biomulsa pada pertanian lahan kering 34

5 SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 42

(13)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata panjang tanaman berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit 15 2 Rata-rata jumlah cabang/sulur berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa

sawit 16

3 Rata-rata jumlah daun berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit 17 4 Rata-rata indeks luas daun berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit 17 5 Persentase penutupan tanah berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit 20 6 Cadangan karbon berbagai jenis biomulsa pada pertanaman kelapa sawit 22

7 Kadar air tanah pada berbagai jenis biomulsa 25

8 Selang nilai kadar air tanah dengan perlakuan berbagai jenis biomulsa pada

dua kedalaman tanah selama penelitian 26

9 Hubungan antara persentase penutupan tanah berbagai jenis biomulsa dengan

kadar air tanah 30

10 Hubungan antara bobot kering biomassa berbagai jenis biomulsa dengan

kadar air tanah 31

11 Rata-rata bobot kering gulma pada perlakuan jenis biomulsa 32 12 Jenis gulma dan dominansinya pada perlakuan jenis mulsa di gawangan

kelapa sawit 33

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian 4

2 Rata-rata produksi biomassa (g m-2) berbagai jenis biomulsa pada

pertanaman kelapa sawit 18

3 Rata-rata Laju Asimilasi Bersih (LAB) berbagai jenis biomulsa 19 4 Rata-rata Laju Tumbuh Relatif (LTR) berbagai jenis biomulsa 20 5 Penutupan tanah oleh berbagai jenis biomulsa pada pertanaman kelapa sawit

bulan Mei 2015 (17 MST) 21

6 Penutupan tanah oleh berbagai jenis biomulsa pada pertanaman kelapa sawit

bulan Juni 2015 (23 MST) 22

7 Hubungan kadar air tanah dengan curah hujan 24

8 Rata-rata panjang tanaman berdasarkan kadar air tanah mingguan pada

dua kedalaman berbagai jenis biomulsa 27

9 Rata-rata jumlah cabang/sulur berdasarkan kadar air tanah mingguan pada

dua kedalaman berbagai jenis biomulsa 28

10 Rata-rata jumlah daun berdasarkan kadar air tanah mingguan pada dua

kedalaman berbagai jenis biomulsa 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis C-organik dan tekstur tanah lahan percobaan sebelum perlakuan 43 2 Hasil analisis sifat fisik tanah lahan percobaan 44

3 Jenis biomulsa yang digunakan 45

4 Denah percobaan 46

5 Denah percobaan pengamatan biomassa 47

(14)

7 Denah pengambilan sampel penghitungan kadar air tanah 49 8 Data curah hujan harian bulan Januari-Mei 2015 di kebun Pendidikan dan

Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargill 50

9 Nama lokal berbagai jenis biomulsa yang digunakan dan gulma 51

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman Arachis pintoi Karp. & Greg. merupakan jenis legum yang memiliki beberapa fungsi. A. pintoi dapat digunakan sebagai tanaman hias, penutup tanah dan pakan. Selain itu, tanaman A. pintoi memiliki potensi lain yaitu sebagai pendukung kesuburan tanah dan menjaga kelembaban tanah (Susanti et al. 2012), serta sebagai pengontrol erosi (Fanindi et al. 2009; Sumiahadi 2014).

Biomulsa adalah bahan atau material yang digunakan untuk menutupi permukaan tanah atau lahan pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan produksi tanaman (Suwigno et al. 2015). Biomulsa A. pintoi adalah salah satu tanaman penutup tanah yang dapat digunakan pada perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah yang umum digunakan adalah Centrosema pubescens, Calopogoniummucunoides dan Puerariajavanica. Secara umum, tanaman penutup tanah mempunyai peran yang sama dengan mulsa, disamping mengurangi penguapan dari tanah yang sejalan dengan tujuan untuk mempertahankan ketersediaan air tanah, tanaman penutup tanah juga dapat menyediakan bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Subaedah et al. 2011), serta dapat menekan perkembangan gulma pada lahan budi daya (Sumiahadi 2014).

Indonesia memiliki potensi lahan kering yang sesuai untuk budidaya pertanian yang sangat besar yaitu sekitar 76.2 juta ha yang sebagian besar (70.7 juta ha) terletak di dataran rendah dan sisanya di dataran tinggi. Lahan kering tersebut terdiri dari lahan datar (<3%) dan lahan berlereng (>3%). Pada lereng antara 15-30%, lahan kering tersebut diarahkan untuk tanaman tahunan (47.5 juta ha). (Juarsah et al. 2008). Secara umum, lahan kering ini digunakan untuk budidaya tanaman pertanian dan perkebunan. Salah satu perkebunan yang memanfaatkan lahan kering ini adalah perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit membutuhkan area yang luas dan tidak harus datar, sehingga pemanfaatan lahan kering di Indonesia untuk perkebunan kelapa sawit menjadi lebih efektif. Luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2014 sebesar 10.95 juta hektar dengan produksi CPO 29.34 juta ton, estimasi tahun 2015 mencapai 11.5 juta hektar dengan produksi CPO 31 juta ton (Dirjenbun 2014).

(16)

2

et al. 2014). Dengan demikian, dibutuhkan upaya untuk mengimbangi ketersediaan air tanah pada perkebunan kelapa sawit di lahan kering.

Menurut Agus et al. (2004) ada dua pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengefisienkan penggunaan air, yaitu dengan pemilihan tanaman yang sesuai dan penggunaan mulsa, gulud atau teknik tanpa olah tanah. Arsyad (2012) menyatakan bahwa cara paling efektif untuk memelihara permukaan tanah agar mudah menyerap dan menahan air adalah melalui penutupan tanah dengan mulsa, penambahan pupuk organik dan penggunaan bahan-bahan kimia. Hasil penelitian Thamrin dan Hanafi (1992) menunjukkan bahwa pemberian mulsa seresah tanaman dapat menghemat kadar air tanah dari proses penguapan sehingga kebutuhan tanaman akan kadar air tanah terutama pada musim kering dapat terjamin. Selain itu pemberian mulsa seresah juga dapat menghambat pertumbuhan gulma yang mengganggu tanaman sehingga konsumsi air berkurang. Penggunaan mulsa pada tanaman semusim dapat digantikan dengan tanaman penutup tanah pada perkebunan dengan tujuan yang sama.

Produksi biomassa yag dihasilkan tanaman penutup tanah dapat menentukan jumlah karbon yang terkandung di dalam tanaman tersebut. Keberadaan karbon penting bagi keseimbangan alam sehingga perlu diperhatikan sesuai dengan prinsip berkelanjutan. Pada lahan-lahan yang sudah terdegradasi, upaya untuk meningkatkan daerah penyerapan CO2 antara lain dengan melakukan reforestasi (Yulianti 2009). Pengurangan emisi CO2 perlu dilakukan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Selain itu, secara teknis ISPO juga mewajibkan perkebunan-perkebunan kelapa sawit untuk menggunakan tanaman penutup tanah. Implementasi ISPO diharapkan mampu menghindari dan mengurangi dampak kerusakan lingkungan, emisi gas rumah kaca, hingga pemicu deforestasi (Septiawan 2014). Penanaman tanaman legum penutup tanah dapat mempercepat dan meningkatkan kandungan bahan organik dan karbon organik tanah melalui akumulasi seresah (Prayudyaningsih et al. 2015).

Baon dan Anugrina (2006) melakukan penelitian pada tanaman kakao dimana A. pintoi tidak menghambat pertumbuhan tanaman kakao muda karena tidak mengeluarkan senyawa yang bersifat alelopati. Penggunaan A. pintoi sebagai tanaman penutup tanah sebaiknya ditanam pada saat tanaman kakao agak besar sehingga persaingan kebutuhan hara dan air bisa diminimumkan. Biomulsa A. pintoi pada penelitian ini ditanam pada gawangan kelapa sawit TBM II, diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit.

Keberadaan biomulsa pada lahan pertanian juga dapat menekan perkembangan populasi gulma di sekitarnya. Semakin tinggi penutupan A. pintoi semakin efektif menekan pertumbuhan gulma terutama gulma golongan daun lebar dan teki (Purnamasari 2013). A. pintoi mampu menekan pertumbuhan gulma hingga 58% pada pertanaman jagung (Sumiahadi 2014), pada tanaman kopi (Perez-Nieto et al. 2005; Santos et al. 2013) dan pada tanaman kentang (Samad et al. 2009)

(17)

3 menghambat penyebaran penyakit busuk pangkal batang (BPB), menjaga stabilitas kelembaban tanah dan dapat mengendalikan hama penggerek batang lada.

Pertanaman A. pintoi secara stek langsung lebih mudah dilakukan dan mempunyai karakter pertumbuhan yang mampu menutup permukaan dengan sempurna. Keuntungan lain dari A. pintoi adalah tumbuh menjalar di permukaan tanah dan tidak tumbuh memilin pada tanaman pokok, sehingga tidak dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit seperti tanaman penutup tanah lainnya. Keberadaan biomulsa A. pintoi sebagai tanaman penutup tanah juga diharapkan dapat mengurangi penguapan air tanah dan dapat mempertahankanketersediaanair dalam tanah.

Perumusan Masalah

Budidaya tanaman perkebunan secara intensif di lahan kering terkendala oleh degradasi lahan yang cukup tinggi serta ketersediaan air bagi tanaman yang terbatas. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah penggunaan tanaman penutup tanah atau biomulsa. Penggunaan biomulsa juga memiliki fungsi lain yaitu dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan gulma serta menambah cadangan karbon bagi pertanaman kelapa sawit. Biomulsa yang biasa digunakan adalah jenis C.pubescens, C.mucunoides dan P. javanica serta jenis lainnya. A. pintoi sebagai tanaman introduksi merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai biomulsa. Akan tetapi belum banyak informasi mengenai peran penggunaan A. pintoi sebagai biomulsa khususnya dalam menambah cadangan karbon, mempertahankan ketersediaan air dan menekan gulma di perkebunan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menjawab masalah tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis pertumbuhan dan produksi biomassa A. pintoi dan biomulsa lainnya pada pertanaman kelapa sawit TBM II

2. Menganalisis potensi biomulsa A. pintoi untuk menambah cadangan karbon pada pertanaman kelapa sawit TBM II

3. Menganalisis potensi biomulsa A. pintoi dalam mempertahankan kadar air tanah pada pertanaman kelapa sawit TBM II

4. Menganalisis potensi biomulsa A. pintoi dalam menekan pertumbuhan dan perkembangan gulma pada pertanaman kelapa sawit TBM II

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat meningkatkan cadangan karbon pada pertanaman kelapa sawit TBM II.

2. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat mempertahankan kadar air tanah pada pertanaman kelapa sawit TBM II.

(18)

4

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan tanaman A. pintoi dan biomulsa lainnya, serta potensi penggunaan A. pintoi dalam menambah cadangan karbon, mempertahankan kadar air tanah dan menekan pertumbuhan dan perkembangan gulma sehingga A. pintoi dapat digunakan sebagai biomulsa pada perkebunan kelapa sawit.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian terdiri dari satu tahapan penelitian dengan ruang lingkup penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan alir penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah merupakan tanaman yang ditanam khusus untuk melindungi tanah dari kerusakan erosi dan untuk memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Manfaat tanaman penutup antara lain untuk menahan atau mengurangi daya perusak bulir-bulir hujan yang jatuh dan aliran air diatas permukaan tanah, menambah bahan organik tanah (melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh), serta berperan melakukan transpirasi yang mengurangi kandungan air tanah. Bahan organik berperan untuk meningkatkan ketahanan struktur tanah, memperbesar kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air hujan yang jatuh dan menambah unsur hara. Tanaman penutup tanah berperan dalam mengurangi kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan

A. pintoi dan biomulsa lain

Analisis pertumbuhan dan perkembangan biomulsa

Informasi mengenai potensi A. pintoi sebagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit

Potensi A. pintoi dalam mempertahankan

kadar air tanah

Potensi A. pintoi dalam menambah

cadangan karbon

Potensi A. pintoi dalam mengendalikan

(19)

5 dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah sehingga mengurangi erosi (Arsyad 2012).

Penyiangan intensif dapat merusak lapisan atas tanah. Untuk menghindari persaingan antara tanaman penutup tanah dengan tanaman pokok pada konservasi lahan kritis dengan teknik ini dapat dilakukan dengan penyiangan melingkar (ring weeding). Tanaman penutup tanah yang digunakan dan sesuai untuk sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat diantaranya harus mudah diperbanyak (sebaiknya dengan biji), memiliki sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok tetapi memiliki sifat mengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, toleransi terhadap pemangkasan, resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah dan tidak memiliki sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti berduri atau sulur yang membelit (Osche et al. 1961).

Tanaman penutup tanah dari golongan kacang-kacangan seperti C. mucunoides, C. pubescens dan Mucuna bracteata secara umum memenuhi kriteria tersebut sehingga banyak digunakan sebagai tanaman penutup tanah pada tanah-tanah perkebunan. Boerhendhy dan Sianturi (1986) mengemukakan manfaat tanaman penutup tanah kacang-kacangan atau dikenal dengan LCC (legume cover crop) di perkebunaan sebagai berikut: (1) melindungi permukaan tanah dari pengaruh lansung butir-butir air hujan, (2) menekan pertumbuhan gulma, (3) menghasilkan banyak bahan organik dan serasah yang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, (4) mempunyai bintil akar yang dapat mengikat nitrogen bebas dari udara, (5) membantu menyerap unsur-unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam, dan (6) membantu mempercepat proses pembusukan bahan organik sehingga dapat menekan perkembangan kutu putih.

Tanaman penutup tanah juga dapat menekan gulma baik dengan pengurangan ketersediaan sumber daya (Ngouajio dan Mennan 2005) ataupun dengan penghambatan pertumbuhan gulma melalui allelopathy (Reberg-Horton et al. 2005). Akses terhadap cahaya, nutrisi, air, dan tanah yang dipengaruhi oleh tanaman penutup tanah dapat mempengaruhi keberadaan gulma (Ngouajio dan Mennan 2005) dan komposisi tumbuhan gulma (Wright et al. 2003). Residu tanaman penutup tanah juga dapat mengubah ekologi mikroba tanah atau meningkatkan keragaman mikroba, sehingga meningkatkan predasi benih gulma oleh mikroorganisme tanah dan penurunan vigor benih gulma (Ngouajio dan McGiffen 2002) dan dapat mempengaruhi dinamika populasi gulma (Jordan et al. 2000). Tanaman penutup tanah juga dapat meningkatkan kadar C dan N, dua komponen utama yang mengatur aktivitas biologi tanah (Wagger et al. 1989), sehingga meningkatkan keberadaan organisme yang menguntungkan yang dapat menekan pesaing biologis seperti gulma (Kremer dan Li 2003), nematoda parasit dan patogen tanah melalui allelochemicals (Bailey dan Lazarovits 2003).

Arachis pintoi

(20)

6

Tocantins di Brazil, dan pertama kali dikoleksi oleh G.C.P. Pinto pada tahun 1954. Berdasarkan sistematika tumbuhan, A. pintoi dikelompokkan ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angioepermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Leguminosae, genus Arachis dan spesies pintoi (Reksohadoprojo 1981).

Batang A. pintoi tumbuh menjalar membentuk anyaman yang akar dan sulurnya tumbuh dari buku apabila batang kontak langsung dengan tanah. A. pintoi memiliki 2 pasang helai daun pada setiap tangkai dengan bentuk daun oval, lebar daun ±1.5 cm dan panjang daun ±3 cm. Tanaman ini umumnya betbunga terus menerus selama hidupnya dengan 4-65 bunga m-2 setiap harinya. A. pintoi memiliki ginofor yang akan memanjang dan membentuk polong yang berisi satu biji pada setiap polongnya (Maswar 2004).

Berdasarkan penyebarannya, A. pintoi mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Jenis tanaman ini tumbuh dan berkembang dengan baik pada daerah sub tropika dan tropika dengan curah hujan tahunan lebih dari 1 000 mm tahun-1. Tanaman ini cukup toleran terhadap kekeringan, dan dapat bertahan dalam kondisi 3-4 bulan kering, tetapi akan menggugurkan banyak daun pada periode tersebut. Pertumbuhan A. pintoi akan terhambat dan daunnya menjadi kuning pada tanah yang kekurangan atau kelebihan air. Tanaman ini juga mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap berbagai jenis tanah, mampu tumbuh dengan baik pada tanah dengan tekstur liat sampai tanah berpasir. Tanaman ini juga mampu beradaptasi baik pada kondisi kesuburan tanah rendah dan pH sangat masam, serta toleran terhadap kejenuhan aluminium yang tinggi (Mannetje dan Jones 1992; Maswar 2004). Selain itu, tanaman ini juga kemungkinan akan sesuai bila digunakan sebagai biomulsa pada tanaman perkebunan. Fisher dan Cruz (1994) menyatakan bahwa A. pintoi toleran terhadap cahaya rendah atau naungan, bahkan lebih baik dibandingkan dengan keadaan terbuka atau cahaya penuh.

A. pintoi dapat memperbanyak diri dengan biji, stek batang dan stolonnya, akan tetapi sulit diperbanyak dengan biji. Polong tanaman ini dapat diperoleh pada saat tanaman berumur 18-24 bulan. Selain itu, dikemukakan juga bahwa daya simpan benih A. pintoi relatif pendek yaitu sekitar 6 bulan (Aminah et al. 1996). Pada umumnya kacang hias A. pintoi diperbanyak dengan stek yang minimal mempunyai dua buku (Fisher dan Cruz 1994). Keberhasilan perbanyakan secara vegetatif dengan stek ditentukan oleh jenis stek yang digunakan dan lingkungan tumbuh pada awal pertumbuhan stek. Hasil penelitian Febrianto dan Chozin (2014) mengindikasikan adanya perbedaan kemampuan tumbuh antara stek pangkal, stek tengah dan stek ujung. Selain itu, penelitian Purnamasari (2013) menghasilkan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh Rootone-F dapat meningkatkan kemampuan tumbuh stek batang A. pintoi.

(21)

7 serangan hama dan penyakit. Hasil penelitian Purnamasari (2013) juga mengindikasikan bahwa A. pintoi efektif menekan gulma berdaun lebar tapi kurang efektif menekan gulma teki dan beberapa jenis gulma golongan rumput.

Berbeda dengan LCC lain yang telah lebih awal dikenal, hasil penelitian tentang manfaat A. pintoi sebagai penutup tanah atau biomulsa belum banyak dilaporkan. Meskipun demikian, berdasarkan sifat-sifat tanaman ini, Kartika et al. (2009) memperkirakan A. pintoi memiliki manfaat bagi lingkungan yang tidak berbeda dengan LCC lain yang populer, bahkan memiliki keunggulan lain sebagai alternatif baru untuk tanaman hias, dan sebagai sumber nektar yang baik untuk lebah.

Centrosema pubescens

C. pubescens adalah tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Tanaman yang sering disebut Centro ini telah ditanam di daerah tropik dan sub tropik. Tanaman ini berumurpanjang yang bersifat merambat dan memanjat.Batang agak berbulu dan panjang dapat mencapai 5 m. Berdaun tiga pada tangkainya daun berbentuk elips agak kasar dan berbulu lembut pada kedua permukaanya, bunga berbentuk kupu-kupu berwarna violet keputih-putihan, buah polong panjang mencapai 9-17 cm berwarna hijau pada waktu muda setelah tua berubah warna menjadi kecoklat-coklatan, tiap buah berisi 12-20 biji yang berwarna coklat (Sudarsono 1991; Smith 1985).

C. pubescens merupakan tanaman yang tahan keadaan kering, dan dapat hidup dibawah naungan serta lahan yang tergenang air (Ibrahim 1995), lebih lanjut Reksohadiprodjo (1981) menyatakan bahwa C. pubescens dapat ditanam secara campuran dengan rumput dan memperlihatkan pertumbuhan dengan baik adalah dengan jenis rumput Panicum maximum, Melinis minutiflora serta Cynodon plectostachyon. C. pubescens termasuk tanaman sub famili papilionaceae dari familia leguminoceae, species ini berasal dari Amerika selatan dan telah ditanam dengan hasil baik didaerah daerah tropik dan sub tropik sedangkan masuk ke Indonesia belum diketahui dengan pasti, tanaman centro tahan terhadap kondisi lingkungan kering. Ibrahim (1995) melakukan penelitian di Kalimantan Timur menyatakan bahwa tanaman C. pubescens merupakan jenis kacang-kacangan yang cepat tumbuh dan mampu hidup pada keadaan musim kering sampai 6 bulan kering dan tahan terhadap kondisi lahan yang tergenang air.

(22)

8

terutama pada kandungan protein (Sutedi 2005). Tanaman Centro selain sebagai pakan hijauan ternak banyak dipakai sebagai cover crop. Seperti yang dikatakan Reksohadiprodjo (1981) bahwa Centro di Malaysia banyak digunakan senbagai pencegah erosi dan penutup tanah, sedangkan di Indonesia digunakan untuk menekan pertumbuhan alang-alang selain sebagai pakan ternak.

Calopogonium mucunoides

C. mucunoides termasuk dalam sub famili Papilionaceae, tumbuhan ini termasuk kedalam pupuk hijau berbentuk semak atau menjalar pada permukaan tanah dan mampu membelit keatas tanaman yang tumbuh diatasnya. Perakaran tanaman berbentuk serabut yang banyak dijumpai bintil akar yang mengandung bakteri rhizobium. Selama ini C. mucunoides digunakan sebagai tanaman pionir dalam merehabilitasi lahan terdegradasi akibat erosi, pada perkebunan sawit dan karet digunakan sebagai tanaman penyubur tanah (Purwanto 2007). Hasil analisis menunjukkan kandungan hara makro didalam daun C.mucunoides terdiri dari N-total sebesar 4.6%, P-tersedia 0.52 mg kg-1, K 2.11 cmol kg-1 (Onwu et al. 2009). C. mucunoides biasa ditanam bersamaan dengan Centrosema sp. dengan perbandingan 1:1, ketika tajuk tanaman pohon telah bersentuhan satu sama lain dan menutupi tanah, maka tanaman ini mati karena tidak tahan naungan berat (Arsyad 2012).

Produksi bobot segar berkisar antara 2160-5812 g plot-1 atau setara dengan 2.4 – 6.4 ton ha-1 tahun-1. Produksi kering berkisar antara 610-1298 g plot-1 setara dengan 670-1442 kg ha-1 tahun-1. Produksi hijauan (dry matter) dan benih C. mucunoides tertinggi dicapai pada intensitas cahaya penuh, sampai intensitas cahaya 80%, sedangkan produksi biji C.mucunoides terbaik diperoleh pada kondisi cahaya penuh. Kandungan protein kasar (PK) pada C.mucunoides berkisar antara 11.83-13.79%. Kualitas biji C. mucunoides paling baik diperoleh pada intensitas cahaya penuh sampai intensitas cahaya 80%. Nilai klorofil a dan total klorofil tertinggi dicapai pada intensitas cahaya penuh, dan terendah pada intensitas cahaya paling rendah. Kualitas hijauan C.mucunoides menunjukkan nilai yang sama pada setiap intensitas cahaya yang diberikan (Fanindi et al. 2010).

Pueraria javanica

(23)

9 setelah tumbuh dapat bertahan lama dan lebih tahan terhadap naungan ukuran biji kecil dengan warna putih agak abu-abu dan kusam.

P. javanica dan C. mucunoides adalah jenis pupuk hijau dimana ketersediaannya cukup banyak kita temui di lapangan. Leguminosa ini merupakan tanaman dengan kemampuan menghasilkan bahan organik tinggi dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat memfiksasi nitrogen melalui bakteri bintil akar tanaman (Arsyad 2012).

Ketersediaan Air Tanah

Sekitar 75% dari air hujan yang jatuh ke permukaan tanah masuk ke dalam tanah dalam bentuk kelembaban tanah pada tanah tidak jenuh dan sebagai air tanah pada tanah jenuh atau tanah berbatu. Sumber air yang tersedia bagi tanaman sering ditandai dengan kisaran antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Pada kisaran ini, tanaman masih dapat mengabsorpsi air. Kisaran ini disebut sebagai kadar air efektif untuk pertumbuhan dan kadar air optimum (Sosrodarsono dan Takeda 1993) atau air segera tersedia (Soepardi 1983) dan jika dijumlahkan dari seluruh lapisan tanah hingga kedalaman akar dinyatakan sebagai air total segera tersedia. Jumlahnya ditentukan oleh banyaknya air yang tertahan dalam profil yang dapat dijangkau akar. Kemampuan tanah menyimpan air tergantung berbagai faktor, diantaranya adalah kedalaman tanah, tekstur tanah, dan kandungan bahan organik tanah. Kedalaman tanah menentukan jumlah air yang disimpan dalam seluruh volume tanah. Tekstur tanah menentukan kapasitas lapang dan titik layu permanen. Tanah juga mempunyai kemampuan menahan air (waterholding capacity) dalam pori-porinya. Kemampuan menahan air ini dipengaruhi oleh keadaan struktur dan tekstur tanah. Air yang ditahan oleh tanah setelah drainase berhenti dapat ditranspirasikan oleh tanaman atau hilang oleh evaporasi (Sosrodarsono dan Takeda 1993).

Asdak (2004) mengungkapkan bahwa proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal ke dalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil. Pada tanah dengan pori-pori besar, gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam oleh gaya gravitasi. Dalam perjalanannya, air juga mengalami penyebaran kearah lateral akibat tarikan gaya kapiler tanah, terutama kearah tanah dengan pori-pori yang lebih sempit dan tanah yang lebih kering.

(24)

10

fotosintesis dan gangguan distribusi asimilat. Kurangnya ketersediaan air juga berdampak negatif pada fase pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kelapa sawit (Balitklimat 2007).

Kekeringan mulai terjadi apabila defisit air mencapai 200 mm pada tanaman kelapa sawit (Siregar et al. 1995). Kekeringan pada bagian vegetatif menyebabkan penutupan stomata daun dan menghambat pertumbuhan pelepah sedangkan kekeringan pada bagian generatif menyebabkan penurunan produksi tanaman (Balitklimat 2007). Defisit air yang tinggi menyebabkan kegagalan matang panen sehingga buah menjadi busuk. Pengaruh ini secara langsung menyebabkan penurunan produksi tandan buah segar (Rahutomo 2007).

Teknik Konservasi Air

Konservasi air adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah dan mengatur waktu aliran air agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim hujan (Arsyad 2012). Prinsip teknik konservasi air adalah pemanfaatan air yang jatuh ke permukaan tanah secara efisien dengan mengatur waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir dan mampu menyediakan air pada waktu musim kemarau. Konservasi air dapat dilakukan dengan meningkatkan pemanfaatan air permukaan, air tanah dan meningkatkan efisiensi pemakaian air irigasi. Prinsip konservasi air tergantung pada pengendalian kelebihan air yang mengalir di atas permukaan tanah (Arsyad 2012).

Kecukupan kebutuhan air bagi tanaman bergantung pada kondisi tanaman, tanah, dan iklim. Perhitungan kecukupan air tanaman kelapa sawit untuk tujuan praktis di lapangan dapat dilakukan dengan asumsi umum yaitu bahwa keseimbangan air merupakan jumlah air dari curah hujan ditambah dengan cadangan awal air dalam tanah kemudian dikurangi dengan evapotranspirasi (Darmosakoro et al. 2001). Tindakan konservasi air diperlukan untuk mengelola air hujan yang jatuh di permukaan lahan dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Murtilaksono et al. (2007) menyatakan bahwa aplikasi guludan dan rorak yang dilengkapi dengan mulsa vertikal memberikan pengaruh positif terhadap jumlah pelepah daun, jumlah tandan, rataan berat tandan dan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Teknik konservasi ini bermanfaat dalam meningkatkan cadangan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air oleh tanaman saat musim kemarau sehingga produksi kelapa sawit tetap dapat dipertahankan.

(25)

11

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2014 sampai Mei 2015. Percobaan dilaksanakan di Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargill, Jonggol, Kabupaten Bogor, yang terletak pada koordinat 06o 28.289’ LS 107o 01.329’ BT dan ketinggian 108 m di atas permukaan laut, merupakan lahan marginal bertekstur tanah liat (47-56% liat). Analisis tanah awal (Lampiran 1 dan Lampiran 2) dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB Bogor dan Analisis tanaman dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan antara lain bibit dari stek batang A. pintoi,benih C. mucunoides, C. pubescens dan P. javanica, pertanaman kelapa sawit, pupuk NPK, pupuk kandang, Rootone-F, Rhizobium. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan analitik, oven, gunting pangkas, kuadran, peralatan pengukur kadar air tanah (bor tanah kecil, aluminium foil) dan alat penunjang lainnya.

Prosedur Analisis Data

Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan faktor tunggal yang terdiri dari 5 perlakuan dalam 4 kelompok. Perlakuan terdiri dari tanpa biomulsa/vegetasi alami (M0), biomulsa A. pintoi (M1), C. pubescens (M2), C. mucunoides (M3) dan P. javanica (M4) (Lampiran 3). Perlakuan di acak dalam 4 kelompok sehingga terdapat 20 satuan percobaan yang diamati. Satuan percobaan berupa gawangan kelapa sawit TBM II. Model linier aditif dari statistik untuk rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan faktor tunggal sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2013):

Yij = µ + τ i + β j + ε ji Dimana : i = 1,2, ... , 6 dan j = 1,2, ... , r

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

(26)

12

Prosedur Percobaan

Persiapan bahan tanam

Bahan tanam yang digunakan adalah bibit berumur 1 bulan dari stek tengah A. pintoi dengan panjang 4 ruas serta benih C. mucunoides, C. pubescens dan P. javanica. Stek biomulsa A. pintoi direndam dalam air yg dicampur Rootone F dengan konsentrasi 600 ppm (600 mg L-1 air) sebelum dibibitkan. Perlakuan benih berupa perendaman benih dalam air hangat selama 2 jam pada suhu 75 oC, agar pertumbuhan dan perkembangan biomulsa berlangsung dengan baik, sebelum ditanam benih diinokulasi dengan Rhizobium dengan dosis 10 g kg-1.

Persiapan lahan

Lahan dibersihkan dari gulma, kemudian dibentuk petakan di gawangan kelapa sawit dengan ukuran 9 m x 3 m, sebanyak 20 petak (Lampiran 4). Jarak antar petak dalam kelompok adalah 1 m dan jarak antar kelompok adalah barisan tanaman kelapa sawit. Analisis vegetasi gulma awal dilakukan sebelum lahan dibersihkan secara keseluruhan dengan menggunakan kuadran 0.5 m x 0.5 m sebanyak 3 titik dalam 1 kelompok, total keseluruhan terdapat 12 titik sampel analisis vegetasi awal.

Pengamatan bobot biomassa biomulsa A. pintoi dan biomulsa lain dilakukan pada gawangan terpisah. Gawangan kelapa sawit dibersihkan dari gulma, kemudian dibentuk petakan dengan ukuran 1 m x 1 m dengan 3 ulangan untuk masing-masing perlakuan serta 4 kali pengamatan destruktif (Lampiran 5). Jarak antar ulangan 0.5 m, jarak antar perlakuan 0.5 m dan jarak antar pengamatan adalah barisan tanaman kelapa sawit. Setelah diolah, lahan diberi pupuk kandang dengan dosis 5 ton ha-1.

Penanaman

Penanaman biomulsa lainnya dilakukan bersamaan dengan transplanting biomulsa A. pintoi. A. pintoi ditanam di gawangan kelapa sawit dengan jarak tanam 40 cm x 40 cm. Penanaman biomulsa dilakukan pada bulan Januari 2015. Benih biomulsa lainnya disebar dalam larikan pada gawangan kelapa sawit sebanyak 3 larikan setiap petakan dengan jarak antar larikan 1 m dengan kebutuhan benih 5 kg ha-1 (13.5 g per plot). Penanaman untuk pengamatan destruktif dilakukan bersamaan. Bibit A. pintoi ditanam 9 batang dalam satu petakan, petakan C. pubescens, C.mucunoides dan P.javanica ditanam masing-masing 1 larikan benih (Lampiran 6).

Pemupukan

Pemupukan A. pintoi dan biomulsa lainnya dilakukan dengan dosis per hektar 100 kg NPK. Pemupukan NPK dilakukan dengan cara menebarkan pupuk disekitar tanaman pada A. pintoi dan menebarkan dengan jarak 5 cm dari larikan pada biomulsa lainnya pada saat tanaman berumur 6 MST.

Pemeliharaan

(27)

13

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan terhadap 3 komponen yaitu pengamatan kadar air tanah, pengamatan pertumbuhan biomulsa A. pintoi dan biomulsa lain serta pengamatan gulma.

a. Pengamatan perubahan kadar air tanah mingguan dilakukan 3 kali dalam seminggu dengan pengukuran kadar air tanah. Data kadar air tanah diperoleh dari pengukuran menggunakan metode gravimetrik. Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan pengambilan sampel tanah menggunakan bor tanah berukuran kecil dengan diameter 2 cm dan panjang 50 cm pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 2 titik berdasarkan arah laju air permukaan tanah dalam petakan percobaan dengan 2 ulangan, sehingga terdapat 8 titik pada masing-masing petak percobaan setiap kali pengamatan, terdapat 192 titik pengambilan sampel tanah pada keseluruhan petak percobaan (Lampiran 7). Pengukuran dilakukan sebelum turun hujan dan setiap hari pada waktu yang sama setelah turun hujan sampai batas ketersediaan air hujan yang tersedia dalam tanah habis. Sampel tanah yang diambil kemudian dioven pada suhu 105 oC selama 24 jam untuk mendapatkan nilai kadar air tanah. Air yang hilang karena pemanasan merupakan air yang terdapat dalam tanah basah. Kadar air tanah dihitung dengan rumus berikut :

���� ��� % = ℎ− �� � � �� � � � %

b. Pengamatan A. pintoi dan biomulsa lainnya dilakukan pada 10 tanaman sampel yang dipilih secara acak. Pengamatan yang dilakukan meliputi:

1. Panjang tanaman; diukur mulai dari permukaan tanah sampai dengan titik tumbuh terpanjang. Pengukuran panjang tanaman dilakukan setiap minggu dimulai pada 5 MST sampai dengan 14 MST.

2. Jumlah cabang atau sulur; dilakukan dengan menghitung cabang atau sulur yang terbentuk pada setiap tanaman pada 5-14 MST.

3. Jumlah daun; dihitung dari jumlah daun yang berbentuk daun sempurna setiap minggu pada 5-14 MST.

4. Persentase penutupan; dihitung dengan menggunakan kuadran 0.5 m x 0.5 m yang telah di grid 100 petak pada 5-14 MST. Pengamatan dilakukan dengan meletakkan kuadran pada plot dengan posisi yang sama setiap kali pengamatan dan menghitung jumlah petak yang tertutupi oleh biomulsa. 5. Indeks Luas Daun (ILD); pengukuran luas daun dihitung dengan

menggunakan metode gravimetri. Kemudian ILD dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Gardner et al. 2008):

� � = Keterangan:

A = Luas daun (cm2) L = Luas lahan (cm2)

6. Laju Asimilasi Bersih (LAB); LAB merupakan hasil asimilasi bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu. Rata-rata laju asimilasi bersih dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Gardner et al. 2008):

(28)

14 t1 = waktu pengamatan awal (hari) t2 = waktu pengamatan akhir (hari)

7. Laju Tumbuh Relatif (LTR); Rata-rata laju tumbuh relatif (Relative Growth Rate). Perhitungan LTR menggunakan rumus berikut (Gardner et al. 2008):

�� = ln � −ln �

Keterangan:

LTR = Laju Tumbuh Relatif (g hari-1)

W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 (g) W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2 (g) t1 = waktu pengamatan awal (hari)

t2 = waktu pengamatan akhir (hari)

8. Bobot basah biomassa; Pengamatan dilakukan secara destruktif pada keseluruhan tanaman dalam petakan setiap bulan, dilakukan pada petakan terpisah, dihitung setiap bulan selama 4 bulan dengan menimbang semua bagian tanaman (akar dan tajuk)

9. Bobot kering biomassa; Pengamatan dilakukan secara destruktif pada keseluruhan tanaman dalam petakan setiap bulan, dilakukan pada petakan terpisah, dengan menimbang semua bagian tanaman (akar dan tajuk) pada setiap tanaman sampel setelah dikeringkan dengan menggunakan oven selama 2 hari dengan suhu 80 oC

10.Kadar C-organik biomulsa; Pengujian kadar karbon dilakukan di laboratorium pengujian menggunakan metode Walkey and Black dengan pengambilan sampel secara acak diagonal di lapangan.

c. Pengamatan gulma dilakukan setiap bulan pada semua petakan percobaan dengan analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat dengan kuadran berukuran 0.5 m x 0.5 m, yang meliputi:

1. Jenis gulma dan jumlah gulma; dilakukan dengan mengidentifikasi jenis gulma yang tumbuh dan menghitung jumlah dari masing-masing jenis gulma yang tumbuh.

2. Bobot kering biomassa; dengan menimbang semua bagian tumbuhan gulma (akar dan tajuk) pada setiap tanaman sampel setelah dikeringkan dengan menggunakan oven selama 2 hari dengan suhu 80 oC.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(29)

15 06o28.289’ LS 107o01.329’ BT. Berdasarkan data curah hujan Kebun Penelitian dan Pendidikan kelapa sawit IPB-Cargill menunjukkan selama percobaan rata-rata curah hujan per bulan adalah 230.8 mm per bulan dengan curah hujan terendah pada bulan Mei 2015 sebesar 52 mm per bulan dan tertinggi pada bulan Maret 2015 sebesar 403 mm per bulan (Lampiran 8). Curah hujan awal penelitian sebesar 282 mm per bulan pada bulan November 2014 dengan 15 hari hujan. Hal ini menjadi kendala di awal penelitian pada saat pengolahan tanah. Berdasarkan data curah hujan, iklim di lokasi penelitian termasuk ke dalam bulan basah. Bulan kering terjadi jika curah hujan bulanan kurang dari 60 mm per bulan, sedangkan bulan basah terjadi jika curah hujan bulanan diatas 100 mm per bulan. Diantara bulan kering dan bulan basah tersebut terdapat bulan lembab yang terjadi apabila curah hujan bulanan antara 60-100 mm per bulan (Warsito dan Sumiyati 2007). Temperatur udara rata-rata selama penelitian adalah sebesar 28 oC.

Lahan yang digunakan dalam penelitian adalah lahan kelapa sawit Blok IV seluas 14 ha dari total 56 ha dengan jumlah pohon kelapa sawit sebanyak 1 702 batang, serta belum pernah ditanami dengan legume cover crop atau biomulsa. Pengolahan tanah yang dilakukan berupa pembersihan gawangan kelapa sawit yang akan ditanami biomulsa. Lahan penelitian dibagi dalam 20 petak dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan.

Pertumbuhan dan Penutupan Biomulsa

Biomulsa sebagai tanaman penutup tanah pada lahan kelapa sawit mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Perbedaan ini disebabkan oleh jenis biomulsa itu sendiri dan faktor lingkungan tempat tumbuhnya. Perbedaan genetis tanaman juga memberikan pengaruh terhadap produksi biomassa pada masing-masing jenis tanaman penutup tanah.

Panjang tanaman

Pertumbuhan panjang tanaman biomulsa terpanjang pada awal pengamatan terdapat pada biomulsa A. pintoi. Pada 6-11 MST pertumbuhan terpanjang terdapat pada biomulsa C. pubescens. Pertumbuhan panjang tanaman masing-masing biomulsa terus bertambah tetapi biomulsa C. mucunoides mengalami pertumbuhan lebih cepat dibanding biomulsa lain. Pada 14 MST biomulsa A. pintoi terlihat memiliki panjang tanaman terpendek dibandingkan dengan biomulsa lainnya dengan panjang 75.46 cm (Tabel 1).

Tabel 1 Rata-rata panjang tanaman berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji lanjut DMRT pada taraf nyata 5%. MST = Minggu Setelah Tanam.

Rata-rata

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pertambahan

cm/minggu Arachis pintoi 36.42a 43.22a 47.69a 51.08ab 55.35ab 57.54ab 59.79ab 62.68b 67.30 75.46b 4.34c Centrosema pubescens 32.10a 48.39a 57.26a 62.99a 67.63a 71.43a 76.44a 84.53ab 91.88 105.30ab 8.13b Calopogonium mucunoides 9.93b 18.60b 27.33b 36.35bc 49.00bc 58.49ab 68.55ab 92.24a 100.58 112.56a 11.40a Pueraria javanica 11.51b 18.22b 23.06b 28.83c 33.13c 41.73b 50.29b 66.68ab 75.14 88.70ab 8.58ab

Waktu Pengamatan (MST) Jenis Biomulsa

(30)

16

Pertumbuhan A. pintoi tergolong lambat. Hal ini dapat terlihat dari rata-rata pertambahan panjang tanaman per minggu yaitu 4.34 cm lebih kecil dibanding biomulsa lainnya. Pada 12-14 MST panjang tanaman A. pintoi merupakan yang paling kecil. Rata-rata pertambahan panjang biomulsa C. pubescens 8.13 cm, C. mucunoides 11.40 cm dan P. javanica 8.58 cm (Tabel 1). Biomulsa C. mucunoides mencapai panjang tanaman terbesar hingga akhir pengamatan.

Pertumbuhan biomulsa A. pintoi pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Sumiahadi (2014) yaitu A. pintoi memiliki rata-rata pertambahan panjang setiap minggunya 4.21 cm dan penelitian Dianita dan Abdullah (2011) menunjukkan rata-rata pertambahan panjang 1.60 cm per minggu dalam kurun waktu pengamatan 3 bulan. Pertambahan panjang tanaman akan mempengaruhi kecepatan biomulsa dalam penutupan tanah. Pertambahan panjang biomulsa A. pintoi lebih rendah dibandingkan dengan biomulsa lain dapat dikarenakan oleh tanaman A. pintoi merupakan tanaman yang hanya menjalar dipermukaan tanah sehingga lebih mengutamakan pertambahan jumlah cabang dibandingkan dengan pertumbuhan panjang cabang utama.

Jumlah cabang/sulur

Perbedaan jenis biomulsa juga berpengaruh terhadap jumlah cabang/sulur, berdasarkan bentuk morfologi masing-masing biomulsa tersebut. Pertambahan jumlah cabang/sulur biomulsa juga mempengaruhi kemampuan biomulsa dalam penutupan tanah. Semakin banyak cabang/sulur yang terbentuk maka penutupan tanah oleh biomulsa juga akan semakin cepat. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pertumbuhan jumlah cabang/sulur biomulsa A. pintoi lebih cepat dibandingkan dengan biomulsa lainnya. Jumlah cabang biomulsa A. pintoi mencapai dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah sulur biomulsa lainnya.

Berbeda dengan panjang tanaman, rata-rata pertambahan jumlah cabang/sulur biomulsa A. pintoi yaitu 1.02 tangkai lebih besar dibandingkan biomulsa lainnya. Rata-rata pertambahan jumlah cabang/sulur setiap minggu nya 0.60 tangkai pada C. pubescens, 0.56 tangkai pada C. mucunoides dan 0.53 tangkai pada P. javanica (Tabel 2).

Jumlah daun

Pertumbuhan jumlah daun tetrafoliet pada biomulsa A. pintoi lebih cepat dibanding daun trifoliat pada biomulsa lainnya. Luas permukaan daun A. pintoi juga lebih kecil dibandingkan dengan luas permukaan daun biomulsa lain per satuannya. Tabel 2 Rata-rata jumlah cabang/sulur berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa

sawit

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji lanjut DMRT pada taraf nyata 5%. MST = Minggu Setelah Tanam.

Rata-rata

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pertambahan

cm/minggu

Arachis pintoi 2.38a 2.93a 3.63a 4.55a 6.38a 6.98a 7.63a 8.70a 9.90a 11.58a 1.02a

Centrosema pubescens 0.48bc 1.05bc 1.53b 2.25b 2.98bc 3.23bc 3.80bc 4.30bc 4.93bc 5.85b 0.60b Calopogonium mucunoides 0.90b 1.53b 2.18b 2.85b 3.60b 4.10b 4.65b 5.55b 5.75b 5.95b 0.56b Pueraria javanica 0.13c 0.68c 1.18b 1.78b 2.25c 2.68c 3.10c 3.88c 4.20c 4.83b 0.52b

(31)

17 Rata-rata pertambahan jumlah daun setiap minggu nya 13.74 daun pada A. pintoi, 6.17 daun pada C. pubescens, 7.70 daun pada C. mucunoides dan 4.04 daun pada P. javanica (Tabel 3).

Pertambahan jumlah daun biomulsa A. pintoi pada penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian Sumiahadi (2014) menyebutkan A. pintoi memiliki rata-rata pertambahan jumlah daun setiap minggunya 13.1 daun. Sedangkan penelitian Dianita dan Abdullah (2011) menghasilkan rata-rata pertambahan jumlah daun yaitu 15 daun per minggu dalam kurun waktu pengamatan 3 bulan.

Indeks luas daun

Pertambahan jumlah daun pada biomulsa seiring dengan nilai indeks luas daun berbagai biomulsa tersebut. Nilai indeks luas daun yang terbesar pada biomulsa A. pintoi dibanding ketiga biomulsa lain (Tabel 4). Hal ini diduga dipengaruhi juga oleh jumlah daun biomulsa A. pintoi yang lebih besar dibanding biomulsa lainnya sehingga luas daun A. pintoi juga lebih besar dibanding biomulsa lainnya. Hasil penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai indeks luas daun A. pintoi pada penelitian yang dilakukan Sumiahadi (2014).

Produksi biomassa biomulsa

Produksi biomassa maksimal terdapat pada 16 MST untuk biomulsa C. pubescens, C. mucuniodes dan P. javanica, sedangkan biomulsa A. pintoi produksi maksimal terjadi pada 20 MST (Gambar 2). Produksi bobot basah maupun bobot kering tanaman sangat dipengaruhi oleh tingkat laju fotosintesis tanaman yang dapat ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah daun dan indeks luas daun (ILD), sehingga meningkatnya jumlah daun dan ILD pada batas tertentu akan meningkatkan bobot basah dan kering tanaman (Sumiahadi 2014).

Tabel 4 Rata-rata indeks luas daun berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji lanjut DMRT pada taraf nyata 5%. MST = Minggu Setelah Tanam.

Rata-rata

6 8 10 12 14 16 18 20 (per minggu)

Arachis pintoi 0.18a 0.31a 0.52a 0.78a 0.99a 1.41a 1.55 2.69 0.53a

Centrosema pubescens 0.04b 0.08d 0.09b 0.22b 0.45b 0.76b 0.99 1.37 0.25b

Calopogonium mucunoides 0.12ab 0.22b 0.37a 0.52ab 0.82a 0.92ab 1.39 2.18 0.41a

Pueraria javanica 0.09ab 0.15c 0.29ab 0.71a 0.86a 1.10ab 1.39 2.50 0.44a

Jenis biomulsa Waktu pengamatan (MST)

Tabel 3 Rata-rata jumlah daun berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji lanjut DMRT pada taraf nyata 5%. MST = Minggu Setelah Tanam.

Rata-rata

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pertambahan

cm/minggu

Arachis pintoi 30.23a 39.13a 49.53a 57.63a 71.95a 81.18a 94.20a 109.28a 129.60a 153.88a 13.74a

(32)

18

Pertambahan bobot basah dan bobot kering biomulsa terjadi hingga 16 MST dan menurun pada 20 MST. Produksi biomassa A. pintoi lebih rendah dibandingkan dengan biomassa C. mucunoides dan P. javanica. Hal ini disebabkan oleh morfologi tanaman C. mucunoides yang mempunyai daun yang lebih luas dibanding tanaman penutup tanah lainnya. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitan Mansyur (2005) pada sistem pertanaman jagung bahwa penghasil hijauan segar dan kering yang tinggi menggunakan C. mucunoides. Akan tetapi penelitian yang dilakukan Ardika (2013) mengindikasikan bahwa jenis tanaman legum terbaik dari berbagai parameter yang diukur dan diamati adalah P. javanica dengan tingkat produksi biomassa paling tinggi dan rata-rata persentase penutupan tanah paling tinggi.

Pada penelitian ini produksi biomassa maksimal berupa bobot kering tanaman dapat diakumulasikan per hektarnya yaitu tanaman A.pintoi sebesar 1.7 ton ha-1, C. pubescens 1.3 ton ha-1, C.mucunoides 5.4 ton ha-1 dan P.javanica sebesar 2.4 ton ha-1 (Gambar 2). Hasil ini berbeda jauh dengan penelitian Baon dan Pudjiono (2006) yang menghasilkan biomassa A. pintoi 14 ton ha-1, 11 ton ha-1 (Evisal 2003) dan 6.55 ton ha-1 (Barro et al. 2014), biomulsa P.javanica menghasilkan bobot kering hijauan 65.92 ton ha-1 (Fanindi et al. 2013), biomulsa C. mucunoides menghasilkan bobot kering hijauan 10.22 ton ha-1 (Fanindi et al. 2010). Laju penutupan kacangan pada masa awal penanaman dapat mencapai 2-3 m per bulan, penutupan areal secara sempurna dicapai saat memasuki tahun kedua dengan ketebalan vegetasi berkisar 40-100 cm dan biomassa berkisar antara 9-12 ton bobot kering per hektar (Harahap et al. 2008). Populasi yang tinggi dengan tingkat penyinaran yang baik memungkinkan tanaman lebih efisien dalam pemanfaatan cahaya matahari dalam proses fotosintesisnya, sehingga terbentuk biomassa yang lebih banyak. Fenomena diatas didukung oleh variabel panjang tanaman, jumlah daun dan panjang sulur yang terus meningkat. Panjang tanaman, jumlah daun dan panjang sulur yang besar akan mendukung proses fotosintesis lebih besar sehingga produksi biomassa juga besar (Ardika 2013).

(33)

19 tua mulai layu dan gugur setelah 16 MST. Berdasarkan jenis tanamannya C. pubescens, C. mucuniodes dan P. javanica merupakan tipe tanaman semusim sedangkan A. pintoi merupakan jenis tanaman tahunan sehingga dimungkinkan masih dapat terus tumbuh setelah 20 MST. A. pintoi sebagai legum tahunan menunjukkan pertumbuhan yang lambat dan toleran terhadap kekeringan, meskipun berkembang baik pada tanah lembab yang didukung oleh curah hujan (Santos et al. 2013). Hal ini menggambarkan bahwa biomulsa A. pintoi dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah pada pertanaman kelapa sawit belum menghasilkan.

Pola pertambahan bobot biomassa setiap biomulsa dapat dijelaskan melalui laju asimilasi bersih yang ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar tersebut menunjukkan laju asimilasi turun drastis pada 6-10 MST, kemudian meningkat drastis hingga 12 MST dan memiliki laju yang merata hingga 20 MST. Rata-rata laju asimilasi bersih A. pintoi adalah 0.0012 g cm-2 minggu-1, cenderung lebih rendah dibandingkan dengan biomulsa lainnya. Rata-rata laju asimilasi bersih biomulsa C. pubescens, C. mucunoides dan P. javanica berturut-turut adalah 0.0022 g cm-2 minggu-1, 0.0015 g cm-2 minggu-1 dan 0.0015 g cm-2 minggu-1.

Hal tersebut juga berkorelasi dengan laju pertumbuhan relatif A. pintoi, laju pertumbuhan relatif merupakan peningkatan berat kering suatu tanaman dalam suatu interval waktu tertentu, sedangkan laju asimilasi bersih adalah kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering asimilasi tiap satuan luas daun tiap satuan waktu (Kiswanto et al. 2012). Laju pertumbuhan relatif A. pintoi memiliki pola yang sama dengan laju asimilasi bersih, dimana A. pintoi memiliki laju yang menurun kemudian meningkat drastis pada selang waktu 6-12 MST, kemudian memiliki laju yang merata hingga 20 MST (Gambar 4). Rata-rata laju tumbuh relatif biomulsa A. pintoi sebesar 0.18 g minggu-1, juga cenderung lebih rendah dibandingkan dengan biomulsa lainnya. Rata-rata laju tumbuh relatif biomulsa C. pubescens, C. mucunoides dan P. javanica berturut-turut adalah 0.29 g minggu-1, 0.25 g minggu-1 dan 0.26 g minggu-1.

Gambar 3 Rata-rata Laju Asimilasi Bersih (LAB) berbagai jenis biomulsa pada 6-20 MST.

6-8 8-10 10-12 12-14 14-16 16-18 18-20

(34)

20

Kecendrungan pola pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa A. pintoi dan biomulsa lainnya memiliki suatu pola pertumbuhan dimana tanaman tersebut akan mengalami laju pertumbuhan yang menurun dan meningkat tajam pada waktu tertentu. Pola laju pertumbuhan biomulsa A. pintoi cenderung meningkat pada akhir pengamatan, dimungkinkan biomulsa A. pintoi akan terus tumbuh sehingga dapat meningkatkan produksi biomassa. Berbeda dengan ketiga biomulsa lainnya, pola laju pertumbuhannya menurun pada akhir pengamatan. Ini menunjukkan bahwa biomulsa A. pintoi merupakan jenis legum tahunan yang dapat terus tumbuh hingga 4-5 tahun, sedangkan ketiga biomulsa lainnya merupakan jenis legum semusim yang hanya dapat bertahan sekitar 4-6 bulan. Bowman et al. (1998) menyatakan produksi bahan kering dan penyebaran aksesi Arachis telah diukur selama 4 tahun sejak awal musim panas. Arachisglabrata memiliki penyebaran terbesar, meliputi antara 2.5 dan 5.4 m2 dari luas tanah setelah 4 tahun pertumbuhannya. Cook et al. (1994) menyebutkan bahwa di Gympie, Queensland, A. pintoi memiliki penyebaran 20 cm dalam 5 tahun.

Kecepatan Penutupan Tanah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penutupan tanah oleh biomulsa A. pintoi lebih tinggi dibandingkan dengan biomulsa lainnya hingga 9 MST. Biomulsa C. mucunoides mencapai penutupan tanah 100% pada 14 MST (Tabel 5).

Gambar 4 Rata-rata Laju Tumbuh Relatif (LTR) berbagai jenis biomulsa pada 6-20 MST.

6-8 8-10 10-12 12-14 14-16 16-18 18-20

LT

Tabel 5 Persentase penutupan tanah berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji lanjut DMRT pada taraf nyata 5%. MST = Minggu Setelah Tanam.

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Arachis pintoi 47.63a 55.00a 75.63a 77.88a 85.13a 90.25a 90.75a 92.13ab 93.13a 97.88a Centrosema pubescens 21.25c 30.00c 35.00b 38.25b 45.38c 49.50b 59.25b 73.13c 81.38b 90.75b Calopogonium mucunoides 39.5ab 46.00ab 62.13a 76.50a 84.38a 91.38a 95.88a 98.88a 99.13a 100.00a Pueraria javanica 33.25b 38.00bc 63.38a 67.75a 69.50b 78.63a 82.13a 88.00b 95.75a 98.13a Jenis Biomulsa

(35)

21 Dalam penelitian ini tanaman A. pintoi dengan jarak tanam 40 cm x 40 cm mampu menutupi tanah hingga 97.88% dalam waktu 14 MST. Carvalho dan Quesenbery (2012) menyatakan bahwa tanaman A. pintoi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tumbuh optimal dan menutupi lahan. Penelitian Sumiahadi (2014) menghasilkan bahwa tanaman A. pintoi hanya dapat menutupi sekitar 58% luasan lahan 0.25 m2 dalam waktu 12 MST. Febrianto dan Chozin (2014) menemukan bahwa penutupan tanah oleh biomulsa A. pintoi mencapai 99.61% dengan jarak tanam 20 cm x 5 cm pada 90 HST.

Kecepatan penutupan tanah dipengaruhi oleh panjang tanaman, jumlah cabang/sulur dan jumlah daun. Pertumbuhan A. pintoi yang lambat menyebabkan tanaman tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tumbuh optimal dan menutup tanah. Pengamatan terhadap penutupan tanah oleh biomulsa terus dilanjutkan secara visualisasi. Penutupan tanah mencapai 100% oleh masing-masing jenis biomulsa pada 17 MST, seperti terlihat pada Gambar 5.

Pada gambar dapat dilihat bahwa pada 17 MST masing-masing biomulsa mampu menutupi lahan dengan baik. Penutupan tanah ini didukung oleh pertambahan panjang tanaman, jumlah cabang/sulur dan jumlah daun setiap minggunya. Pertumbuhan tanaman dapat mempengaruhi kemampuan biomulsa menutupi permukaan tanah. Akan tetapi seiring waktu pertumbuhan biomulsa C. pubescens, C. mucunoides dan P. javanica mengalami defisit pertumbuhan, sesuai dengan kondisi curah hujan yang mulai berkurang. Sedangkan pertumbuhan biomulsa A. pintoi tetap menutupi permukaan tanah meskipun curah hujan mulai berkurang (Gambar 6).

(36)

22

Potensi Penambahan Karbon oleh Biomulsa

Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh jenis biomulsa yang berbeda nyata terhadap persentase dan total C-organik. Biomulsa A. pintoi memiliki kadar karbon lebih rendah dengan kadar 35.05% dibandingkan dengan biomulsa lain, sedangkan kadar karbon tertinggi terdapat pada biomulsa jenis C. mucunoides dengan kadar 42.10% (Tabel 6).

Melalui pengembalian biomasa dari biomulsa ke dalam tanah akan terjadi proses pelapukan sehingga akan meningkatkan cadangan C-organik tanah. Cadangan karbon pada biomulsa dapat ditentukan berdasarkan bobot kering biomulsa pada 20 MST. Ruddiman (2007) menyatakan bahwa separuh dari jumlah karbon dioksida (CO2) yang diserap tanaman dari udara bebas tersebut masuk ke dalam tanah melalui pengembalian residu tanaman (serasah), akar tanaman yang Gambar 6 Penutupan tanah oleh berbagai jenis biomulsa pada pertanaman kelapa

sawit bulan Juni 2015 (23 MST): Biomulsa Arachis pintoi (M1), Censtrosema pubescens (M2), Calopogonium mucunoides (M3) dan Puerariajavanica (M4).

Tabel 6 Cadangan karbon berbagai jenis biomulsa pada pertanaman kelapa sawit Jenis Biomulsa

Bobot kering biomassa pada

20 MST Potensi cadangan karbon

(g m-2) (%) (ton ha-1)*

Tanpa biomulsa/vegetasi alami 31.80d 38.63b 0.12c

Arachis pintoi 170.18b 35.05c 0.60b

Centrosema pubescens 79.61cd 40.42ab 0.32c

Calopogonium mucunoides 272.28a 42.10a 1.15a

Pueraria javanica 151.09bc 39.89b 0.60b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji lanjut DMRT pada taraf nyata 5%.

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian
Tabel 1 Rata-rata panjang tanaman berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
Tabel 2 Rata-rata jumlah cabang/sulur berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
Tabel 3 Rata-rata jumlah daun berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peran penutupan tanah oleh tanaman penutup tanah terhadap penekanan erosi tanah sejalan dengan hasil penelitian Wijitkosum (2012) yang menyatakan bahwa tanah yang tidak

Pada gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai kadar air yang diperoleh mengalami fluktuasi berdasarkan volume slurry yang digunakan, dimana dari gambar diatas dapat

Dari hasil penelitian tentang neraca air pada perkebunan kelapa sawit diperoleh kesimpulan bahwa sumber pasokan air pada lokasi penelitian 100% berasal dari curah hujan sebesar

Kelapa sawit juga dapat tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan diatas 3.000 mm/tahun, asal distribusinya tidak merata sepanjang tahun karena curah hujan yang

Hasil Analisis Kompos Tandan Kosong... Lampiran Data

Erosi alur pada jalan di perkebunan kelapa sawit terjadi karena hujan jatuh bebas pada tanah di permukaan jalan disebabkan tidak adanya vegetasi yang

Hal ini diduga disebabkan karena curah hujan terlalu tinggi juga akan berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan dari pada pertumbuhan generatif

Analisis Komponen Utama  Garis Curahan tajuk, Aliran batang, saling berdekatan dengan Curah hujan  Kadar air tanah & Kadar air Batang saling berdekatan  Menahan air pada tanah